• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENERAPAN MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DALAM BIDANG ASURANSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PENERAPAN MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DALAM BIDANG ASURANSI"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PENERAPAN MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DALAM BIDANG ASURANSI

Oleh

VANNY CIENDY OCTAVIANY

Kegiatan pencucian uang sering melibatkan lembaga keuangan non bank yang bersifat kontraktual (contractual institutions) seperti di bidang asuransi. Kegiatan pencucian uang dalam bidang asuransi dapat di tanggulangi dengan adanya prinsip Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) yang kini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/Pmk.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank. Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah penerapan kebijakan untuk mengenal nasabah dalam bidang asuransi; (2) Bagaimanakah hubungan penerapan kebijakan mengenal nasabah (know your customer) dalam bidang asuransi terhadap upaya penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan lapangan. Responden penelitian terdiri dari Business Director PT. Asuransi Allianz Life Indonesia Bandar Lampung dan Agency Director PT. Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Bandar Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan: (1) Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dalam asuransi telah dilakukan sesuai prosedur. Masih ada beberapa prosedur dari prinsip ini yang sering tidak diterapkan, sehingga bisa menciptakan semakin luasnya ruang gerak para pelaku kejahatan untuk menjadikan penyedia jasa keuangan sebagai tempat melakukan pencucian uang dengan tidak terdeteksi; (2) Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) merupakan sarana paling efektif untuk menanggulangi pencucian uang pada bidang Asuransi yang merupakan lembaga keuangan non bank yang belakangan ini terkenal dimanfaatkan sebagai tempat pencucian uang

(2)

ANALISIS PENERAPAN MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DALAM BIDANG ASURANSI

(Skripsi)

Oleh

Vanny Ciendy Octaviany

Fakultas Hukum Universitas Lampung

(3)

ANALISIS PENERAPAN MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA

PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DALAM BIDANG ASURANSI

Oleh

Vanny Ciendy Octaviany

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian………..……... 10

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian....……….. 11

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual……….……… 13

E. Sistematika Penulisan……….…………... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)…...………... 18

B. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering).…... 21

C. Pengertian Asuransi dan Alasan Pemicu Pencucian Uang (Money Laundering) dalam Bidang Asuransi……… 26

D. Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dalam Bidang Asuransi………... 31

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah... 35

B. Jenis dan Sumber Data………... 37

C. Penentuan Populasi dan Sampel... 39

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data………... 40

E. Analisis Data………... 42

(5)

Bidang Asuransi……….……... 45 C. Hubungan Penerapan Kebijakan Mengenal Nasabah

(Know Your Customer) dalam Bidang Asuransi Terhadap

Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang……….. 58 V. PENUTUP

A. Simpulan………... 62

B. Saran………. 64

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian edisi Revisi. Rineka Cipta. Jakarta

Atmasasmita, Ramli. 2005. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Rafika Aditma. Bandung

Aulia, Fahmi. 2005. Waspadai Merebaknya Insurance Fraudulent, Jurnal Uang dan Bank. Nomor 5

Djumhana, Muhamad. 2006. Hukum Perbankan Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Hamzah, Andy. 1985. Korupsi dalam Pengelolaan Proyek Pembangunan. Akademik Pressindo. Jakarta.

Hartono, Sri Rejeki. 2008. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Sinar Grafika. Jakarta.

Hermansyah. 2008. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Kanca Peranda Media Group. Jakarta.

Hidayat, Syarifudin & Sedarmayanti. 2002. Metodologi Penelitian. CV. Mandar Maju. Bandung.

Husein, Yunus. 2001. “Kegiatan Pemutihan Uang dan Proses Money Laundering”. Makalah disampaikan pada seminar Arthur Anderson

(7)

Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung

Mulyadi, Mahmud. 2008. Criminal Policy. Pustaka Bangsa Press. Medan Nasution, Bismar. 2005. Rejim Anti – Money laundering Di Indonesia.

Books Terrace & Library Pusat Informasi Hukum Indonesia. Bandung.

Saprudin, Yusuf. 2006. Money Laundering. Grafika Indah. Jakarta.

Sastraadmodjo, Rijanto. 2004. Sumber Keuangan Rahasia dan Seluk Beluknya. Tanpa Penerbit. Jakarta.

Setioprojo, Bambang. 1998. “Money Laundering Pandangan Dalam Rangka Pengaturan”. Jurnal Hukum Bisnis. Jakarta.

Siahaan, N.H.T. 2002. Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Mengurai UU No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. ---, dan Sri Mamuji. 1985. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali.

Jakarta.

Sutedi, Adrian. 2008. Tindak Pidana Pencucian Uang. PT Citra Aditya Bakti. Bandung

Suyatno, Thomas dkk. 2003. Kelembagaan Bank. Gramedia. Jakarta

Wasito, S. Wijowasito-Tito. 1980. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia Inggris Dengan Ejaan Yang Disempurnakan. C.V Hasta. Malang.

B. Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

(8)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/Pmk.010/2010

Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank

C. Penelusuran Website http://www.bapepam.go.id/ http://www.hukumonline.com/

(9)

Judul Skripsi : ANALISIS PENERAPAN MENGENAL NASABAH (KNOW YOUR CUSTOMER) SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DALAM BIDANG ASURANSI

Nama Mahasiswa : Vanny Ciendy Octaviany No. Pokok Mahasiswa : 0912011383

Program Studi : Ilmu Hukum Bagian : Hukum Pidana Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dr. Maroni, S.H., M.H. Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. NIP. 196003101987031002 NIP. 198011182008011008

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(10)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Maroni, S.H., M.H. ...

Sekretaris : Rinaldy Amrullah, S.H., M.H. ...

Penguji Utama : Firganefi, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 196211091987031003

(11)

MOTTO

Dimanapun engkau berada selalulah menjadi yang terbaik dan berikan yang

terbaik dari yang bisa kita berikan

(Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie)

Kita melihat kebahagiaan itu seperti pelangi, tidak pernah berada di atas kepala

kita sendiri, tetapi selalu berada di atas kepala orang lain.

(Thomas Hardy)

Pasir yang ada di genggamanmu tidak akan tinggal lama kecuali kau membuat

tanganmu sedikit berkeringat

(12)

PERSEMBAHAN

Teriring

Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah

SWT Atas Rahmat dan

Hidayah-Nya Serta Junjungan Tinggi Rasulullah Muhammad SAW

Kupersembahkan Skripsi Ini Kepada :

Alm. Ayahanda Ir. Ivan Mangapul Brutu, Ayahanda Hendarsyah D., S.H.,

Ibunda Grace Kony MZ, sebagai orang tua yang mengajarkan keikhlasan tidak

melalui kata-kata melainkan perbuatan, mendidik, mengajarkan apa yang orang

lain tidak bisa ajarkan, membesarkan dan membimbing penulis menjadi

sedemikian rupa, yang selalu memberikan kasih sayang yang tulus dan

memberikan do’a yang tak pernah putus untuk setiap langkah yang penulis

lewati serta tidak pernah meninggalkan penulis dalam keadaan penulis terpuruk

sekalipun

Nenek ku RI Rochaya, Paman ku Meidy MZ, BBA., Biciku Frisca Permata

Putri, A.md, Sepupuku Andriansyah A.md, adik-adik sepupuku Vivi, Lala, dan

Caca yang menjadi motivasi penulis untuk selalu berpikir maju memikirkan masa

depan yang jauh lebih baik dari sekarang

Keluarga besarku atas motivasi dan dukungannya untuk keberhasilanku

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandung pada tanggal 4 Oktober 1991, merupakan putri tunggal dari pasangan Bapak Ir. Ivan Mangapul Brutu (Alm.) dan Ibu Grace Kony MZ.

(14)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Analisis Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) sebagai Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dalam Bidang Asuransi. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekretaris Jurusan Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus Pembahas I yang memberikan saran dan kritik dalam penulisan ini

4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang penuh kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran, dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini

(15)

6. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang memberikan saran dan kritik dalam penulisan ini

7. Bapak Muhtadi, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang memberikan kesabaran, bimbingan, saran, dan juga kritik selama perkuliahan dan proses penyelesaian skripsi ini

8. Dosen-dosen Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Unila periode 2012-2013 yang namanya belum disebutkan, yaitu Bapak Shafruddin, S.H., M.H., Depri Liber Sonata, S.H., M.H., Deni Achmad, S.H., M.H., Satria Prayoga, S.H., M.H., Dita Febrianto, S.H., M.H., dan Ibu Rohaini S.H., M.H. yang telah mengajarkan kedisiplinan, mengajarkan nilai-nilai kehidupan di masyarakat serta memberikan ilmunya baik diperkuliahan maupun dalam beracara dan dikeadaan apapun

9. Ketua BKBH Periode 2013-2014 yaitu Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. yang juga memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi

10. Seluruh dosen Fakultas Hukum Unversitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi

11. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung terutama Babe Narto, mba Sri, mba Yanti, ketiga kiyay satpam dan semuanya yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi

12. PT. Asuransi Allianz Life Indonesia Bandar Lampung Bapak Muhammad Niswadi dan PT. Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG Bandar Lampung Ibu Lynah, S.E. yang telah memberikan izin penelitian, saran serta masukan kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini

13. Sahabat sekaligus saudaraku Putri Angelina, A.md., Fitri Ameliasari, Hilda Asriani, Marselina Pratiwi Effendi, A.md., Yuda Nurfika, Anggi Meir Suci, Tomi Ara Haldi, Bagus Sugiarto, Fajar Agviola Putra, Wahyu Tamlika, Yogi Putra Arleando, dan Riko Agustian Prayoga yang telah memberikan semangat, dukungan, royalitas, loyalitas, masukan, saran, inspirasi, kasih sayang, dan segalanya

(16)

15. Sahabat, teman seperjuangan, serta partner kerja di Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Unila yaitu Welin Tri Mayasari yang selalu menemani dan ada dikeadaan apapun sejak penulis menginjakkan kaki di Fakultas Hukum Universitas Lampung sampai dengan saat ini

16. Teman-teman seperjuangan Bro_Kum Utari Dwi Pratiwi (terimakasih radarnya selama ini), Nirmala Asri Prayogi, Bagus Saddam Yekti, S.H., Fery Wirawansyah, S.H., Rifki Apriansyah, S.H., M. Soleh, S.H., M. Andri Mirmaska, Yoga Nugraha Liawan, Yoga Pratama, Fahmy Ardiansyah, Agung Senna Ferrari, Ridho Utama Putra, S.H., Yasir Ahmad, M. Todi Dwi Saputra, Akhmad Rivan Utama, S.H., dan Zulqadri Anand

17. Seluruh rekan mahasiswa baik senior maupun junior di Bidang Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Unila yang pernah bekerjasama selama penulis berada di Lembaga tersebut, terutama Adelia Azela, S.H., Asri Rejeki Utami, S.H., Ivin Aidyan F., Wahyu Indra, S.H., Eko Yulianto, S.H., Susilawati, Farid Anfasa, Ridwan Ardiansyah, Neilmansyah, Yuri Syahputra

18. Rekan-rekan di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Lentera Cendikia (LKBH-LC) yang merupakan keluarga baru bagi penulis

19. Teman-teman KKN Tematik Unila 2009 Genk Lumba Lumba Panjang Selatan Bandar Lampung

20. Seluruh angkatan 2009 terutama Wahyu Indri, S.H., Ade Tiffany Pasha, S.H., M. Aditya Pratama Putra, S.H., Benny Kurniawan, Yuridhani Rahman, Vina Ruzikna Royyen serta teman-teman Jurusan Pidana 2009 atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya.

21. Keluarga besar Bahri Usman yang mendukung dan turut mendoakan dengan ikhlas mengenai kesuksesan penulis

22. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan, kerelaan, dan dukungannya

(17)

Penulis berdoa semoga semua kebaikan dan amal baik yang telah diberikan akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT, dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, April 2013 Penulis

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana pencucian uang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian diubah melaui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian dikeluarkan pula Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pencucian Uang (Money laundering) tidak memiliki defenisi yang universal, karena baik negara–negara maju maupun negara–negara dari dunia ketiga, masing–masing mempunyai defenisi sendiri–sendiri berdasarkan prioritas dan perspektif yang berbeda. Namun para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan money laundering dengan “pencucian uang”.1

Secara umum pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika, dan

1

(19)

2

kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Sehingga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari kegiatan yang melawan hukum diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah/legal.

Jenis tindak pidana (predicate crime) seperti dijelaskan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mensyaratkan 26 syarat yang dikategorikan sebagai tindak pidana utama dalam tindak pidana pencucian uang berupa harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana, yaitu korupsi, penyuapan,narkotika,psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migrant, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebihyang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.

(20)

3

usaha, mentransfer, atau mengkonversikannya ke bank atau valuta asing bahkan dengan modus asuransi sebagai langkah untuk menghilangkan latar belakang dari dana kotor tersebut.

Asal-usul dana kotor atau kejahatan seperti yang telah dijelaskan diatas menurut Yunus Husein adalah sebagai berikut:

“Agar tidak mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai asal-usul dana kejahatan tersebut, maka pelakunya tidak langsung menggunakan dana yang dimaksud, tetapi diupayakan untuk menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul dana tersebut dengan cara misalnya melalui kasino, pacuan kuda atau memasukkan dana tersebut ke dalam lembaga keuangan atau perbankan, upaya penyembunyian atau menyamarkan asal-usul dana tersebut dikenal dengan istilah Money Laundering atau Pencucian Uang.”2

Kegiatan pencucian uang sering melibatkan perbankan karena adanya globalisasi perbankan sehingga melalui sistem pembayaran terutama yang bersifat elektronik (electronic funds transfer), dana hasil kejahatan yang pada umumnya dalam jumlah besar akan mengalir atau bahkan bergerak melampaui batas negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Demikian pula tidak hanya aspek hukum yang terkait dari kejahatan ini, tetapi juga aspek non hukum lainnya seperti ekonomi, politik, dan sosial budaya.

Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Namun sekarang

2

(21)

4

ini Indonesia merupakan ”surga” baru untuk melakukan pencucian uang

(money laundering). Indonesia mendapat kesan buruk di mata dunia internasional dan telah masuk dalam barisan daftar hitam (blacklist) sebagai

Non- cooperative Countries and Territories (NCCT’s) sejak tahun 2001 oleh FATF. Hal ini terjadi karena kondisi Negara Indonesia yang mendukung terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu :

a. Ketatnya ketentuan mengenai kerahasiaan bank sehingga tidak mungkin sembarang orang untuk mengetahui asal usul uang sehingga amanlah uang tersebut dibersihkan oleh lembaga keuangan.

b. Sistem devisa bebas sehingga otoritas moneter sulit untuk mendeteksi lalu lintas modal, dana, uang dari mana pun datangnya.

c. Tidak adanya ketentuan pembatasan atau larangan kepada orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia dalam hal membawa valuta asing juga tidak adanya kewajiban pelaporannya sehingga orang bebas membawa uang ke luar masuk berapa pun besarnya.

d. Kebebasan yang diberikan pemerintah dalam hal perpajakan yang menyangkut deposito dan simpanan, yaitu asal usul uang tersebut tidak dapat diusut.

e. Dan ketentuan lainnya.3

Indonesia mengenal suatu lembaga yang dinamakan Lembaga Keuangan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan Pasal 1, Lembaga Keuangan ialah Semua badan yang melalui kegiatannya di bidang keuangan, menaruh uang dari dan

3

(22)

5

menyalurkannya dalam masyarakat,artinya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga keuangan selalu berkaitan dengan bidang keuangan.

Lembaga keuangan itu sendiri dibagi kedalam 2 kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan depositori seiring juga disebut depository intermediary. Lembaga keuangan ini menghimpun dan secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan (deposits) misalnya giro, tabungan, atau deposito berjangka yang diterima dari penabung atau unit surplus. Unit surplus memiliki kelebihan pendapatan, setelah dikurangi kebutuhan untuk konsumsi. Lembaga yang menawarkan jasa-jasa seperti ini adalah bank.

Sehubungan dengan definisi bank, menurut A. Abdurrahman dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan menjelaskan bahwa

“Bank adalah suatu jenis lembaga keuangan yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti memberi pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai usaha perusahaan, dan lain-lain.4

Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan

4

(23)

6

menyalurkannya ke dalam masyarakat, terutama guna pembiayaan investasi perusahaan-perusahaan.5

Lembaga keuangan non depositori atau sering juga disebut lembaga keuangan non bank. Lembaga keuangan yang kegiatan usahanya bersifat kontraktual (contractual institutions) bertugas menarik dana dari masyarakat dengan menawarkan kontrak untuk memproteksi penabung terhadap resiko ketidakpastian misalnya polis asuransi. Kelompok lembaga keuangan kontraktual salah satunya dapat disebut perusahaan asuransi. Fungsi dari lembaga ini nyaris sama seperti yang diperankan oleh lembaga perbankan.

Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu investor dikumpulkan dalam bentuk tabungan sehingga risiko dari para investor ini beralih pada lembaga keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman utang kepada yang membutuhkan. Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan.

Penyedia Jasa Keuangan sebagai sasaran dan sarana pokok pencucian uang. Pencucian uang sendiri dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu secara legal dan ilegal. Secara legal uang tersebut diperoleh secara legal menurut ketentuan yang berlaku. Cara ini misalnya pengampunan pajak yang diatur

5

(24)

7

dalam Undang-Undang Perpajakan. Secara ilegal uang hasil kejahatan dapat ditransfer, disimpan, atau dengan cara apapun di penyedia jasa keuangan.6

Definisi penyedia jasa keuangan juga dicantumkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu :

“Setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa lainnya

yang terkait dengan keuangan antara lain: bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money dan/atau e-wallet, koperasi yang melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditas atau penyelenggara kegiatan usaha pengiriman uang.”

Lembaga keuangan seperti asuransi merupakan lembaga keuangan non bank sangat rentan terhadap pencucian uang dan salah satu penyalur utama penyimpanan uang, maka akan cukup sulit bagi suatu lembaga/perusahaan asuransi untuk dapat mendeteksi apakah lembaga tersebut terlibat dalam suatu proses kegiatan pencucian uang (money laundering) atau tidak. Pelaku kejahatan pencucian uang pada perusahaan asuransi biasanya menggunakan modus-modus yang canggih agar sulit ditelursuri. Pada dasarnya kejahataan pencucian uang pada perusahaan asuransi bisa dilakukan oleh orang dalam

6

(25)

8

perusahaan maupun orang luar atau tertanggung. Meskipun perusahaan asuransi telah menjalankan sistem pelaporan dan pengawasan intern yang baik serta mengikuti peraturan-peraturan yang telah ditentukan, namun kecurigaan terhadap suatu transaksi yang mestinya merupakan tidak pidana sering kali terlewatkan, dikarenakan si pelaku pada umumnya melakukan transaksi khususnya kegiatan money laundering secara tersembunyi bahkan terkoordinasi dengan baik. Oleh karena itu untuk mencegah hal ini maka perusahaan asuransi harus menerapkan suatu pencegahan atau perlindungan terhadap uang yang disalurkan melalui perusahaannya tersebut dengan memberlakukan Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang.

Sistem penyedia jasa keuangan non bank agar tidak digunakan sebagai sarana pencucian uang, maka pemerintah melalui Menteri Keuangan mengeluarkan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) bagi Lembaga Keuangan Non Bank telah diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/Pmk.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank. Namun Penerapan mengenal nasabah (know your customer) di masyarakat sendiri dinilai masih minim. Masih kurangnya sosialisasi bahkan penerapan asas

(26)

9

sarana kejahatan baik pencucian uang yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.

Berdasarkan hal-hal di atas penulis tertarik mengangkat masalah Analisis Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) sebagai Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) dalam

(27)

10

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah penerapan kebijakan untuk mengenal nasabah dalam bidang asuransi ?

b. Bagaimanakah hubungan penerapan kebijakan Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dalam bidang asuransi terhadap upaya penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang?

2. Ruang Lingkup Penelitian

(28)

11

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain sebagai berikut : a. Untuk mengetahui bagaimanakah penerapan kebijakan penerapan

mengenal nasabah (know your customer) dalam bidang asuransi. b. Untuk mengetahui hubungan penerapan kebijakan mengenal nasabah

(know your customer) dalam bidang asuansi terhadap upaya penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penulisan skripsi ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu ialah sebagai berikut :

a. Kegunaan teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap perkembangan ilmu hukum pidana yang berhubungan dengan upaya penanggulangan tindak pidana pencucian uang (money laundering)

(29)

12

b. Kegunaan Praktis

(30)

13

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kebijakan penanggulangan kejahatan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan penal (penerapan hukum pidana) dan pendekatan non penal (pendekatan di luar hukum pidana).

a. Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)

Menurut Hoefnagels teori ini mengemukakan tentang kebijakan penal yang merupakan bagian dari kebijakan yang lebih luas yaitu kebijakan sosial. Dengan lebih luas kebijakan kriminal merupakan subsistem penegakan hukum (law enforcement) dan sistem penegakan hukum merupakan bagian dari kebijakan sosial.7

Mulder mengemukakan secara rinci tentang ruang lingkup politik hukum pidana yang menurutnya bahwa politik hukum pidana adalah garis kebijakan untuk menentukan:

(a) Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu dilakukan perubahan atau diperbaharui;

(b) Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya kejahatan; (c) Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan

pelaksanaan pidana harus dilaksanakan.8

7

Mahmud Mulyadi. 2008. Criminal Policy. Pustaka Bangsa Press. Medan. hlm. 65.

8

(31)

14

b. Kebijakan Di luar Hukum Pidana (Non-Penal Policy)

Kebijakan penanggulangan kejahatan lewat jalur “non penal” lebih bersifat tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan, oleh karena itu, sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan yang berpusat pada masalah-masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan kejahatan dengan demikian dilihat dari kebijakan penanggulangan kejahatan, maka usaha-usaha non penal ini mempunyai kedudukan yang strategis dan memegang peranan penting yang harus diintensifkan dan diefektifkan.9

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggunakan hubungan antara konsep-konsep khusus yang menjadi arti dan berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti.10 Di dalam penulisan ini penulis akan menjelaskan pengertian-pengertian pokok yang akan digunakan dalam penulisan dan penelitian ini dengan tujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penulisan ini.

(32)

15

Pasal 1 ayat (1) : Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

b. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/Pmk.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank.

(33)

16

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman terhadap tulisan ini secara keseluruhan dan mempermudah untuk memahaminya, maka penulis menyajikan sistematika penulisan sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini berisikan tentang latar belakang penulisan. Dari uraian latar belakang tersebut dapat ditarik suatu pokok permasalahan dan ruang lingkup, tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual serta menguraikan tentang sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

(34)

17

Customer)dalam bidang asuransi terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang.

III. METODE PENELITIAN

Dalam pelaksanaan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, metode pengumpulan dan pengolahan data, penelitian lapangan, serta tahap terakhir yaitu analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang penyajian dan pembahasan data yang telah dihasilkan dari penelitian, terdiri dari deskripsi dan analisis upaya Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) yang telah diterapkan oleh beberapa Perusahan Asuransi di Bandar Lampung.

V. PENUTUP

(35)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

Kata “tindak” mengandung arti “perbuatan”. Sedangkan “pidana”

mengandung arti penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat–syarat tertentu. Menurut Moeljanto, menyatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, dimana larangan tersebut ditujukan kepada perbuatan yang dilakukan oleh kelakuan orang dan ancamannya ditujukan pada orang yang melakukan perbuatan tersebut.11

Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni “money laundering”.

Jika melihat pengertian money laundering yang diartikan secara terpisah akan mendapatkan kata money dan laundering. Sehingga kata money

(noun) dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia :

11

(36)

19

Money adalah uang “ dan arti Laundering berasal dari kata dasar Laundry

(verb) dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia: “Laundry adalah pencucian;

cucian”12

Kata Money laundering jika digabungkan akan menjadi suatu istilah dan akan memperoleh pengertian sebagai kata kerja (verb) yaitu “Pencucian Uang” yang diartikan lebih luas lagi adalah uang yang telah dicuci, dibersihkan, atau diputihkan.

Pencucian uang atau money laundering menurut S.R. Sjahdeini memberikan pengertian yaitu rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara lain dan terutama memasukkan uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari system keuangan itu sebagai uang yang halal.13 Sedangkan menurut Black Law Dictionary pencucian uang (money laundering) diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk menjelaskan investasi atau transfer uang hasil dari korupsi, transaksi obat bius, dan sumber-sumber ilegal lainnya ke dalam saluran yang legal/sah sehingga sumber yang aslinya tidak dapat ditelusuri.14 M. Giovanoli dari Bank for International Settlement mengatakan bahwa

12

S. Wijowasito-Tito Wasito. 1980.Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia Inggris Dengan Ejaan Yang Disempurnakan. C.V Hasta. Malang. hlm. 117.

13

Tri Andrisman. 2010.Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP. Universitas Lampung. Bandar Lampung. hlm. 98.

14

(37)

20

pencucian uang merupakan salah satu proses, yang dengan cara itu aset terutama aset tunai yang diperoleh dari tindak pidana, dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut seolah-olah dari sumber yang sah.15

Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber ilegal dan kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal (money laundering is the proces by which once conceals the existence of it’s

illegalssources, or it illegal application of income and the disquises that

income, to makeit appear legimate). Dengan perkataan lain perumusan tersebut berarti suatu proses merubah uang haram (dirty money) atau uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal menjadi halal (legimate money).16 Dalam Pasal 1 angka (1) Undang–Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, pengertian money laundering adalah :

“Perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, mengibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud menyembunyikan, atau menyamarkan asal–usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”17

15

Ibid, hlm. 10.

16

Suparapto, Money Laundering, Warta BRI , hlm. 8.

17

(38)

21

B. Sejarah Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering)

Istilah money laundering pertama kali muncul sekitar tahun 1920-an semasa para mafia di Amerika Serikat mengakuisisi usaha mesin pencuci otomatis (Laundromats) setelah mereka mendapatkan uang dalam jumlah besar dari kegiatan ilegal seperti pemerasan, prostitusi, perdagangan minuman keras dan narkoba. Oleh karena anggota mafia ketika itu diminta untuk menunjukkan sumber-sumber dananya yang sangat banyak tersebut, maka mereka melakukan praktek pencucian uang untuk mengaburkan asal-usulnya. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan membeli perusahaan yang sah (Laundromats), kemudian menggabungkan uang haram dengan uang yang diperoleh secara sah dari kegiatan usaha Laundromats. Alasan pemanfaatan usaha Laundromats tersebut adalah karena hasil dari tindak pidana yang mereka lakukan sejalan dengan hasil kegiatan usaha Laundromats yaitu berupa uang tunai (cash). Cara seperti itu ternyata memberikan keuntungan besar dan sangat menjanjikan bagi pemimpin gangstar sekaliber Al Capone.18

Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya bisnis haram, seperti perdagangan narkotik dan obat bius

yang mencapai miliaran rupiah, karenanya kemudian muncul istilah “narco

dollar” yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotik.19

Semula pandangan beberapa negara utama Amerika Serikat (leading country to combat laundering) melihat, kriminalisasi terhadap perbuatan pencucian

18

Rijanto Sastraadmodjo. 2004. Sumber Keuangan Rahasia dan Seluk Beluknya. tanpa penerbit. Jakarta. hlm. 95-96.

19

(39)

22

uang merupakan strategi jitu untuk memberantas berbagai kejahatan yang sulit ditangkap pelakunya, seperti korupsi atau sindikat narkotika. Maka dimunculkan strategi untuk menanggulangi kejahatan yaitu dengan menghadang hasil kejahatannya. Bahkan, pertama kali pencucian uang diatur di Amerika Serikat tahun 1986 karena saat itu Amerika Serikat kewalahan menanggulangi kejahatan perdagangan gelap narkotika (illict drug trafficking) yang amat merugikan keuangan Negara.20

Kejahatan pencucian uang adalah suatu kejahatan yang berdimensi internasional sehingga penaggulangannya harus dilakukan secara kerja sama internasional, prinsip dasar pencucian uang adalah menyembunyikan sumber dari segala pencucian uang dari aktivitas ilegal dengan melegalkan uang tersebut. Untuk melaksanakan hal tersebut uang diisyaratkan disalurkan melalui suatu penyesatan (imaze) guna menghapus jejak peredarannya dan orang-orang yang mempunyai uang tersebut menyalurkan bisnis yang fiktif yang tampaknya sebagai sumber penghasilan.21

Sepanjang penyimpangan, investasi, penghibahan dan sebagainya uang itu di dalam negeri, penelusuran masih lebih mudah, meskipun dengan mengadakan ketentuan-ketentuan khusus dalam pengumpulan bukti-bukti atau barang-barang bukti dengan penuntutan serta dalam pemeriksaan peradilan. Namun apabila uang kotor itu dicucikan ke luar negeri, maka penelusurannya memerlukan bantuan atau kerjasama atau dengan Interpol asing. Sejauh uang itu hasil kejahatan narkotika, maka telah ada perangkat pengaturannya yaitu

20

Chaikin. 1991. Money Laundering. Crm. L.R Vol 2 No.3. Spring. hlm. 417.

21

(40)

23

adanya: “Convention Against IllictTraffic in Narcotic Drugs and

Psychotropic Substance” dimana money laundering dikualifikasikan sebagai kejahatan Internasional.22

Perkembangan masyarakat modern pun berpengaruh terhadap perkembangan modus-modus kejahatan. Kejahatan pada saat ini telah menjadi sarana untuk mengambil keuntungan ekonomis sehingga kejahatan seperti ini disebut dengan jenis kejahatan dengan motif ekonomi. Nilai ekonomis dari suatu barang/aset hasil tindak pidana merupakan "darah segar" bagi kejahatan itu sendiri. Oleh karenanya, kini dikenal bahwa harta kekayaan hasil suatu tindak pidana adalah darah bagi berlangsungnya aktivitas kehidupan kejahatan, terutama kejahatan yang tergolong luar biasa.

Kejahatan dengan motif ekonomi seperti yang dimaksud diatas terus berkembang tidak hanya sebagai jenis kejahatan kerah putih (white collar crime) belaka yang banyak melibatkan orang-orang terpelajar, bahkan saat ini telah menjadi suatu kejahatan serius yang terorganisir (well-organized crimes), memanfaatkan kecanggihan teknologi (advanced technology means), serta telah bersifat lintas batas yurisdiksi suatu negara (international crimes).

Khusus kejahatan yang termasuk jenis seperti ini, selain menghasilkan banyak harta kekayaan sekaligus juga membutuhkan banyak uang atau dana untuk membiayai tindak kejahatannya dan peralatan-peralatannya, baik sarana maupun prasarana pendukung untuk melakukan kejahatan. Sedangkan di Indonesia Penanganan tindak pidana pencucian uang dimulai sejak

22

(41)

24

disahkannya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, telah menunjukkan arah yang positif. Hal itu tercermin dari meningkatnya kesadaran dari pelaksana Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, seperti penyedia jasa keuangan dalam melaksanakan kewajiban pelaporan, Lembaga Pengawas dan Pengatur dalam pembuatan peraturan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam kegiatan analisis, dan penegak hukum dalam menindaklanjuti hasil analisis hingga penjatuhan sanksi pidana dan/atau sanksi administratif.

Upaya yang dilakukan tersebut dirasakan belum optimal, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang ada ternyata masih memberikan ruang timbulnya penafsiran yang berbeda-beda, adanya celah hukum, kurang tepatnya pemberian sanksi, belum dimanfaatkannya pergeseran beban pembuktian, keterbatasan akses informasi, sempitnya cakupan pelapor dan jenis laporannya, serta kurang jelasnya tugas dan kewenangan dari para pelaksana Undang-Undang ini.

(42)

25

dimaksudkan untuk mengatasi keterbatasan dana bagi pembangunan nasional, atau dengan kata lain, dengan adanya peraturan tersebut diharapkan mampu menarik para investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia, namun ternyata konstelasi tersebut juga menimbulkan akses negatif di lain sisi, yaitu pesatnya pertumbuhan terjadinya money laundering atau pencucian uang.23

Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, serta dikeluarkan pula Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sangat perlu dikeluarkan untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional.

23

(43)

26

C. Pengertian Asuransi dan Alasan Pemicu Pencucian Uang (Money Laundering) dalam Bidang Asuransi

Hal-hal yang memicu terjadinya pencucian uang yang salah satunya di bidang asuransi telah tercantum pada Pasal 2 angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 yang disebutkan secara limitatif yaitu sebanyak 25 jenis kejahatan. Menurut Pasal 246 KUHD dinyatakan bahwa:

“Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung

mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya

karena suatu peristiwa yang tak tertentu.”

Asuransi dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dinyatakan bahwa:

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak

penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau

hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.”

(44)

27

Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank, Perusahaan Perasuransian adalah perusahaan asuransi kerugian, perusahaan asuransi jiwa, dan perusahaan pialang asuransi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai usaha perasuransian.

Perwujudan dari lembaga asuransi tidak lain adalah sebagai perusahaan asuransi dengan semua kelengkapannya sebagai suatu organisasi kerja dalam dunia usaha. Perusahaan asuransi melakukan kegiatan-kegiatan dengan mengadakan dan melaksanakan perjanjian-perjanjian asuransi dengan banyak pihak, menempatkannya menjadi suatu lembaga dengan fungsinya yang bersifat ganda.24

Pertama, perusahaan asuransi dalam mengadakan perjanjian-perjanjian asuransi dan nanti pada suatu saat ia melakukan kewajibannya sesuai perjanjian, berarti perusahaan bersedia mengambil alih dan menerima resiko pihak lain, dengan siapa ia mengadakan perjanjian asuransi. Dalam hal ini perusahaan berfungsi sebagai lembaga penerima dan pengambil risiko pihak lain.

Kedua, Perusahaan Asuransi pada hakikatnya mempunyai potensi pula sebagai penghimpun dana dari kumpulam premi yang tidak termanfaatkan untuk operasional perusahaan. Dengan demikian jelas dapat dikatakan nampak perusahaan asuransi sebagai lembaga penghimpun dan penyerap dana masyarakat. Hal inilah yang menunjukkan lembaga asuransi pada fungsi

24

(45)

28

keduanya sebagai penyerap dana pada masyarakat.25 Pasal 1 angka (4) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyatakan bahwa:

“Perusahaan perasuransian adalah Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan

Asuransi Jiwa, Perusahaan Reasuransi, Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Pialang Reasuransi, Agen Asuransi, Perusahaan Penilai Kerugian

Asuransi, dan Perusahaan Konsultan Aktuaria.”

Adanya lump sum investment dalam produk-produk likuid (terutama yang bernilai tinggi) misalnya pembayaran premi asuransi kerugian, sangat rentan untuk digunakan oleh pelaku tindak pidana sehingga dibutuhkan alat bukti yang cukup untuk memudahkan pengusutan dikemudian hari terutama terhadap transaksi bisnis tunai.

Perusahaan Asuransi sebagai suatu lembaga keuangan non bank sangat rentan terhadap terjadinya tindak pidana pencucian uang. Perusahaan asuransi yang berhubungan langsung dengan dengan masyarakat dan khususnya yang dapat menerima transaksi tunai dapat digunakan untuk pencucian uang. Sebagai contoh, pembayaran premi secara tunai untuk polis asuransi yang kemudian dibatalkan untuk mendapatkan pengembalian premi atau pembayaran klaim.

Adanya anggapan transaksi derivatif merupakan cara yang paling disukai karena kerumitannya dan daya jangkaunya menembus batas-batas yurisdiksi. Kerumitan inilah kemudian dimanfaatkan para pelaku money laundering

guna melakukan tahap proses pencucian uang. Salah satu transaksi finansial

25

(46)

29

yang digunakan dalam pemutihan asuransi kerap dijadikan kendaraan untuk melakuan tindak pidana pencucian uang. Hal ini erat kaitannya dengan kejahatan di Perusahaan Asuransi.

Produk asuransi seperti single premium insurance bond, yang akhir-akhir ini semakin popular, disinyalir banyak dibeli oleh para pencuci uang untuk dijual kembali dengan harga diskon, sehingga sisa nilainya dapat mereka peroleh dalam bentuk cek yang bersih (sanitized check) dari suatu perusahaan asuransi. Para pencuci uang tertarik untuk membeli produk asuransi dimaksud adalah karena single premium insurance bond dapat pula digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan. Salah satu permasalahan pokok pada industri asuransi adalah bahwa produk-produk asuransi dalam persentase yang cukup signifikan dijual melalui lembaga intermediasi, sehingga para pialang (brokers) seringkali merupakan satu-satunya penghubung (personal contact) dengan nasabah. Terkadang kejahatan asuransi ini juga diinisiasi oleh pihak perantara yaitu agen maupun

broker asuransi.26 Hal-hal yang demikianlah yang mengakibatkan bahwa perusahaan asuransi sebagai salah satu pemicu dilakukannya tindak pidana pencucian uang.

26

(47)

30

Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur antara lain :

pertama, telah memperluas berlakunya ketentuan identifikasi nasabah dan membentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yaitu kerangka kerja bagi suatu Financial Intelligence Unit (FIU) adalah lembaga yang berwenang menerima laporan dari penyedia jasa keuangan.

Kedua, mengkriminalisasi pencucian uang hasil kejahatan dan mengharuskan dibuatnya pelaporan mengenai transaksi-transaksi yang mencurigakan (suspicious transactions) oleh penyedia jasa keuangan, sekalipun defenisi dari transaksi-transaksi yang demikian masih sangat terbatas.27

27

(48)

31

D. Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dalam Bidang Asuransi

Berkaitan dengan pencegahan money laundering pada penyedia jasa keuangan non bank maka Pemerintah Indonesia melalui Menteri Keuangan dikeluarkanlah ketentuan mengenai Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer) untuk Lembaga Keuangan Non Bank yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/Pmk.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank. Peraturan ini mencakup pada lembaga keuangan non bank berupa perusahaan perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan.

Perusahaan Asuransi merupakan salah satu penyedia jasa keuangan yang oleh Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/Pmk.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non

(49)

32

Selain hal-hal yang telah dikemukakan diatas, guna mencegah terjadinya tindak pidana pencucian uang maka menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang di bentuklah Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK). Lembaga ini merupakan lembaga independen yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pemeriksaan atas tindakan-tindakan yang dicurigai berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dan sekarang lebih disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan

Know Your Customer Prinsiple ini didasari pertimbangan bahwa tidak saja penting dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang, tetapi juga dalam rangka untuk melindungi bank atau lembaga keuangan non bank, dalam hal ini salah satunya adalah asuransi dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah. Khususnya terhadap terhadap para nasabah, pihak asuransi harus mengenali para nasabah agar tidak terjerat di dalam pencucian uang.

(50)

33

dengan mengisi formulir yang telah di sediakan oleh pihak Lembaga Keuangan. Identifikasi nasabah ini diwajibkan bagi nasabah itu sendiri atau orang lain dengan meminta informasi mengenai identitas dan dokumen pendukung dari pihak lain.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengenal nasabah ini adalah :

1. Melakukan identifikasi nasabah, karena nasabah perusahaan asuransi bisa perorangan maupun perusahaan maka tim pengenalan nasabah ini harus mempunyai database yang akurat di mana :

untuk nasabah perusahaan harus ada data akta pendirian dan perubahannya, anggaran dasar perusahaan, sk persetujuan pendirian PT dari mentri kehakiman, siupp, npwp, dan lain-lain. Untuk nasabah perorangan: ktp/sim/paspor, npwp jika memiliki.

2. Memeriksa dengan teliti semua berkas dokumen yang diserahkan oleh pihak nasabah apakah semuanya benar dan tidak ada yang palsu atau fiktif.

3. Menerapkan aturan atau ketetapan yang dimiliki oleh internal perusahaan secara ketat.

4. Sumber dana untuk membayar premi.

(51)

34

untuk menetapkan standar dalam penerapan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah pada perusahaan asuransi dan diharapkan semua unsur staf perusahaan asuransi termasuk agen perusahaan asuransi wajib mempelajari dan mengikuti pedoman tersebut.

(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penulis menggunakan dua macam pendekatan masalah dalam membahas permasalahan skripsi ini, yaitu pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris.

Pendekatan secara yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder atau penelitian hukum kepustakaan.28 Pendekatan ini dilakukan dengan cara menelaah dan menelusuri berbagai peraturan perundang-undangan,teori dan konsep-konsep yang ada dan berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.

Pendekatan secara yuridis empiris adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data primer,29 dilakukan dengan cara mengadakan penelitian lapangan, yaitu melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik dilapangan yang berkaitan dengan Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam bidang asuransi dengan melihat upaya yang dilakukan dalam

28

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. 1985. Penelitian Hukum Normatif. Rajawali. Jakarta. hlm.23

29

(53)

36

penerapannya terhadap tindak pidana tersebut serta faktor yang menghubungkan antara Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer).

(54)

37

B. Jenis dan Sumber Data

Penulis menggunakan dua sumber data guna menyelesaikan skripsi ini, yaitu data primer dan sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan guna mendapatkan keterangan dan data yang bersifat apa adanya serta berasal dari sumber yang asli.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan kepustakaan yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer (primary law material), yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan yang terdiri dari perundang-undangan dan peraturan lain yang berkaitan dengan permasalahan.30

Bahan hukum primer dalam penelitian ini adalah:

1. Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Prinsip dasar Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang;

30

(55)

38

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;

5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 30/Pmk.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank

b. Bahan Hukum Sekunder (secondary law material), yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan Hukum Primer.31 Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini adalah bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari pentunjuk lapangan, petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, serta peraturan pelaksanaan lainnya serta dapat membantu dalam menganalisa dan memahami bahan hukum primer literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi.

c. Bahan hukum tertier dalam penelitian ini yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.32

Bahan hukum tertier dalam penelitian ini bersumber dari:

literatur-literatur dan hasil penelitian, media massa, kamus, pendapat para sarjana dan ahli hukum, website, dan sebagainya.

31

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung. hlm. 82.

32

(56)

39

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Populasi merupakan kumpulan unsur-unsur atau elemen-elemen yang menjadi objek kajian penelitian, atau jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan.33 Dimana populasi dalam penelitian ini yaitu di beberapa perusahaan asuransi di Bandar Lampung.

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil secara proporsional untuk dinikmati dalam suatu penelitian. Dengan rincian sampel adalah sebagai berikut :

1. Business Director PT. Asuransi Allianz Life Indonesia

Bandar Lampung :1 Orang

2. Agency Director PT. AJ. Sinarmas MSIG Bandar Lampung : 1 Orang 3. Dosen bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lampung : 1 Orang +

Jumlah : 3 Orang

33

(57)

40

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Studi Pustaka (library research)

Studi pustaka dilakukan dibeberapa perpustakaan diantaranya Perpustakaan Universitas Lampung dan Perpustakaan Daerah Bandar Lampung. Studi pustaka ini dilakukan dengan cara membaca teori-teori dan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku (bahan hukum primer, sekunder dan bahan buku tersier). Kemudian menginventaris serta mensistematisinya.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Studi lapang ini dimaksudkan bahwa penulis langsung melakukan penelitian pada lokasi atau objek yang telah ditentukan. Studi lapang ditempuh dengan cara sebagai berikut:

 Wawancara Mendalam (Deep Interview)

(58)

41

2. Prosedur Pengolahan Data

Data yang terkumpul melalui kegiatan pengumpulan data, kemudian diproses melalui pengolahan dan pengkajian data. Data tersebut diolah melalui proses :

a. Editing, yaitu memeriksa data yang telah diperoleh untuk mengetahui apakah data tersebut telah relevan dan sesuai dengan bahasan. Apabila terdapat data yang salah, maka akan dilakukan perbaikan.

b. Klasifikasi data, yaitu data yang telah selesai diseleksi, kemudian diklasifikasikan sesuai dengan jenis dan hubungannya dengan masalah penelitian.

(59)

42

E. Analisis Data

Pada kegiatan penulisan skripsi, data yang telah diperoleh kemudian menjadi dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mendeskripsikan dan menggambarkan data dan fakta yang dihasilkan dari penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi evaluasi dan pengetahuan umum.

(60)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab terdahulu maka dapat ditarik simpulan oleh penulis, yaitu:

1. Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dalam asuransi telah melalui prosedur yang sesuai dengan Undang-undangdan peraturan yang berlaku dengan beberapa tahapan yang benar-benar harus dipenuhi oleh nasabah. Meskipun masih ada perusahaan asuransi di dalam pelaksanaan melakukan Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) tidak dengan efektif dan konsisten. Masih ada beberapa prosedur dari prinsip ini yang sering tidak diterapkan oleh perusahaan asuransi Pusat yang seharusnya mengirimkan data ke perusahaan cabang, sehingga bisa menciptakan semakin luasnya ruang gerak para pelaku kejahatan untuk menjadikan penyedia jasa keuangan sebagai tempat melakukan pencucian uang dengan tidak terdeteksi.

(61)

63

(62)

64

B. Saran

1. Penerapan Mengenal Nasabah (Know Your Customer) dalam bidang asuransi seharusnya diterapkan melalui langkah-langkah luar biasa konseptual, sistematis dan menyeluruh (komprehensif) dengan dukungan semua pihak dalam bidang asuransi untuk memberantas serta menanggulangi tindak pidana pencucian uang yang merugikan keuangan Negara.

Referensi

Dokumen terkait

Tim Pengadaan Swing Fog pada Dinas Perkebunan Provinsi Jambi akan melaksanakan pelelangan umum dengan Pascakualifikasi sebagai berikut :..

Memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Jeri: “Aku enggak ada bontot kak, cuma buku, pensil sama topi kak” 10.. Aurel: “Bontotku mie goleng kak di masak

In-bound Tour Guide, yaitu pemandu wisata yang menangani wisatawan asing yang melakukan perjalanan wisata di negara tempat pramuwisata bekerja atau menetap. Out-bound Tour Guide,

Queries that make a decision on ingest are another example of using fast data front ends to deliver business value.. For example: a click event arrives in an ad-serving system, and

termasuk Penyajian Kembali Tahun Buku 2014 dan 2013, Persetujuan Laporan Tugas Pengawasan Dewan Komisaris serta Pengesahan Laporan Keuangan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

Bidang Studi yang di ajarkan :

Ketika barang tersebut masuk pertama kali dalam gudang maka barang tersebut yang keluar dari gudang tersebut untuk pemodelan sistem yang akan dibuat pada