• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON PENGGUNA JALAN TERHADAP PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENGATUR LALU LINTAS DI KOTA BANDAR LAMPUNG (RESPONSE OF ROAD USERS TO THE ROLE OF MUNICIPAL POLICE AS A TRAFFIC REGULATOR IN BANDAR LAMPUNG CITY)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RESPON PENGGUNA JALAN TERHADAP PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENGATUR LALU LINTAS DI KOTA BANDAR LAMPUNG (RESPONSE OF ROAD USERS TO THE ROLE OF MUNICIPAL POLICE AS A TRAFFIC REGULATOR IN BANDAR LAMPUNG CITY)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PENGGUNA JALAN TERHADAP PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

SEBAGAI PENGATUR LALU LINTAS DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

ALTRY NOVIA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

RESPONSE OF ROAD USERS TO THE ROLE OF MUNICIPAL POLICE AS A TRAFFIC REGULATOR IN BANDAR LAMPUNG CITY

by

Altry Novia

Traffic congestion is a problem that occurs in Bandar Lampung City. Traffic congestion that occurs in Bandar Lampung City handled by the traffic police and the transportation department, but it is less to solve the problem of traffic congestion, so municipal police deployed to regulate traffic in Bandar Lampung City.

This study aims to determine the response of road users against municipal police role as a regulator of the traffic in Bandar Lampung City, and to know the suggestions and feedback from road users for the improvement of road traffic management service performed by municipal police in Bandar Lampung City. This type of research is descriptive research with quantitative approach.

(3)

Altry Novia

services provided municipal police as traffic control in Bandar Lampung City. As well as advice and input from the user community for the improvement of traffic control services are performed by municipal police the increase in Bandar Lampung City each service indicator such as discipline, professionalism, friendliness, completeness of facilities and infrastructure, responsiveness, and accuracy of the location and time of served.

(4)

ABSTRAK

RESPON PENGGUNA JALAN TERHADAP PERAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

SEBAGAI PENGATUR LALU LINTAS DI KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

Altry Novia

Kemacetan lalu lintas merupakan suatu masalah yang terjadi di Kota Bandar Lampung. Kemacetan lalu lintas yang terjadi di Kota Bandar Lampung ditangani oleh Polisi Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan, akan tetapi hal tersebut dirasa kurang menyelesaikan permasalahan kemacetan lalu lintas sehingga dikerahkan Satuan Polisi Pamong Praja untuk membantu pengaturan lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon pengguna jalan terhadap peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung, untuk mengetahui respon pengguna jalan terhadap pelayanan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung, serta untuk mengetahui saran dan masukan dari pengguna jalan untuk perbaikan pelayanan pengaturan lalu lintas yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Bandar lampung. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa respon pengguna jalan mendukung terhadap peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung, dapat dilihat dari hasil kuesioner penelitian, mayoritas responden menjawab setuju terhadap pelayanan yang diberikan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung. Serta saran dan masukan dari masyarakat pengguna jalan untuk perbaikan pelayanan pengaturan lalu lintas yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Bandar lampung yaitu tingkatkan masing-masing indikator pelayanan antara lain kedisiplinan, keprofesionalan, keramahan, kelengkapan sarana dan prasarana, daya tanggap, dan ketepatan lokasi serta waktu bertugas.

(5)
(6)
(7)
(8)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 10

1.3Tujuan Penelitian ... 10

1.4Manfaat Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Tentang Respon Masyarakat Pengguna Jalan ... 12

2.2 Tinjauan Tentang Satuan Polisi Pamong Praja ... 14

2.2.1 Wewenang, Tugas dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja ... 14

2.2.2 Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengatur Lalu Lintas ... 16

2.3 Tinjauan Tentang Aturan Berlalu Lintas... 20

2.4 Tinjauan Tentang Harapan Masyarakat Terhadap Pelayan Publik Pada Sektor Lapangan ... 25

2.5 Konsepsi Respon Masyarakat Terhadap Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Pengaturan Lalu Lintas ... 31

2.6 Kerangka Pikir ... 34

III. METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian ... 38

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

3.3 Definisi Konseptual ... 40

3.4 Definisi Operasional... 41

3.5 Objek Penelitian ... 45

(9)

ii

3.5.2 Sampel ... 45

3.6 Sumber Data ... 47

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 48

3.8 Teknik Pengolahan Data ... 50

3.9 Teknik Analisis Data ... 52

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Satuan Polisi Pamong Praja ... 54

4.2 Pergantian Nama Satuan Polisi Pamong Praja ... 57

4.3 Tugas, Pokok dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja ... 58

4.4 Tugas, Pokok dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung ... 61

4.5 Susunan Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung ... 62

4.6 Dinamika Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung ... 67

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 70

5.1.1 Deskripsi Responden ... 70

5.1.2 Respon Masyarakat Terhadap Peran Satuan Polisi Pamong Praja Sebagai Pengatur Lalu Lintas di Kota Bandar Lampung ... 74

5.1.3 Saran dan Masukan Masyarakat Pengguna Jalan Terhadap Pelayanan Satuan Polisi Pamong Praja ... 103

5.2 Pembahasan ... 105

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 119

6.2 Saran ... 120

(10)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia yaitu kemacetan lalu lintas. Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa kemacetan lalu lintas bisa terjadi. Faktor-faktor yang menjadi penyebab kemacetan lalu lintas antara lain:

1. Adanya jumlah kendaraan yang melebihi kapasitas jalan.

Hal ini sering kali menjadi masalah yang ada di wilayah perkotaan. Kemacetan lalu lintas terjadi karena di kota sebagai pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Sehingga tidak heran bila kapasitas jalan yang ada di kota tidak bisa menampung semua kendaraan yang ada. Sehingga kemacetan pun tak bisa dihindari.

2. Adanya pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya di pinggir jalan.

(11)

2

memakirkan kendaraannya di pinggir jalan raya sehingga itu bisa menyebabkan kemacetan lalu lintas.

3. Terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Terjadinya kecelakaan lalu lintas juga dapat menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas. Karena ketika ada kecelakaan biasanya akan banyak para pengguna jalan yang memelankan laju kendaraanya sehingga itu akan memicu terjadinya kemacetan lalu lintas.

4. Adanya kendaraan yang diparkir sembarangan di pinggir jalan.

Hal ini sudah tentu seringkali menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas. Di wilayah perkotaan biasnya seringkali ditemui kendaraan yang diparkir secara sembarangan. Hal tersebut bisa terjadi karena minimnya tempat untuk parkir bagi kendaraan yang ada di wilayah perkotaan. Kendaraan yang diparkir di pinggir jalan sudah tentu akan memakan sebagian dari badan jalan yang akan memicu terjadi kemacetan lalu lintas. 5. Beralihnya masyarakat dari menggunakan transportasi umum ke

transportasi pribadi.

Adanya peralihan masyarakat dari menggunakan transportasi umum ke transportasi pribadi telah memberikan permasalahan baru bagi dunia lalu lintas. Mengapa hal itu terjadi, ada banyak faktor yang menyebabkan masyarakat lebih memilih menggunakan trasportasi pribadi. Diantaranya adalah karena menggunakan kendaraan pribadi dirasa lebih cepat dan murah. Kendaraan pribadi juga lebih mudah untuk menjangkau daerah tujuan. Namun demikian, ketika semua orang berusaha untuk beralih menggunakan transportasi pribadi. Tidak salah jika jalan-jalan yang ada saat ini menjadi padat dipenuhi oleh kendaraan-kendaraan pribadi. (http://trimahendrasosiologi.wordpress.com)

(12)

Faktor penyebab kemacetan lalu lintas di Kota Bandar Lampung meliputi:

1. Terkonsentrasinya berbagai aktivitas di pusat kota.

Berbagai aktivitas masyarakat kota seperti: ekonomi (tempat perdagangan, perusahaan swasta), politik dan pemerintahan (perkantoran pemerintah), serta hiburan dan rekreasi secara dominan terkonsentrasinya di Tanjung Karang dan Teluk Betung. Sehingga pergerakan orang dan barang yang menuju, melalui dan meninggalkan pusat-pusat kegiatan tersebut menjadi sangat tinggi. Hal inilah yang secara konsisten menjadi penyebab kemacetan lalu lintas. Beberapa titik kemacetan lalu lintas di pusat Kota Bandar Lampung sebagao dampak dari terkonsentrasinya berbagai aktivititas masyarakat di Wilayah Tanjung Karang terdiri dari Jalan Teuku Umar, Jalan Pangeran Antasari, Jalan R.A. Kartini, Jalan Raden Intan, Jalan Ahmad Yani, Jalan Jenderal Sudirman. Beberapa titik kemacetan di wilayah Teluk Betung adalah pada Jalan Robert Wolter Monginsidi, Jalan Yos Sudarso dan Jalan Laksamana Malahayati.

2. Hampir bersamaannya waktu beraktivitas di kota.

Hampir bersamaannya masyarakat kota dalam memulai dan mengakhiri berbagai aktivitas atau pekerjaan menjadi penyebab kemacetan lalu lintas. Hal ini terjadi hampir setiap hari, ketika ribuan orang bergerak secara masif berangkat (menuju ke-) atau kembali (pulang) dari tempat aktivitas atau pekerjaan masing-masing, seperti menuju perkantoran, tempat pendidikan (sekolah dan kampus), tempat perdagangan (perniagaan) dan sebagainya dengan menggunakan kendaraan, baik pribadi maupun umum. Akibatnya terjadi kepadatan lalu lintas pada waktu-waktu tertentu, yang disebut dengan waktu padat (peak hour) dan kemacetan lalu lintas biasanya terjadi pada kepadatan lalu lintas pada waktu-waktu tertentu tersebut. Contohnya adalah masyarakat umumnya pada memulai aktivitas pada pukul 07.00 dan pulang beraktivitas pada sore hari pukul 16.00 sampai pukul 17.00, sehingga kemacetan lalu lintas pada jam-jam tersebut tidak dapat dihindarkan.

3. Besarnya jumlah angkutan umum dan kendaraan pribadi.

(13)

4

kota 122 unit dan taksi 110 unit . Jumlah tersebut belum ditambah dengan besarnya kendaraan pribadi beroda dua yaitu 32.541 unit dan kendaraaan roda empat yang mencapai 4217 unit. Tingginya jumlah kendaraan yang beroperasi di Kota Bandar Lampung tidak sebanding dengan lebar badan jalan yang rata-rata hanya mencapai 6 meter (Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2011).

4. Banyaknya Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan di trotoar sepanjang jalan protokol kota.

Keberadaan para PKL dengan jumlah yang relatif besar di trotoar sepanjang jalan protokol kota seperti pada trotoar sepanjang jalan di depan pertokoan Tanjung Karang dan Teluk Betung menjadi menyebabkan kemacetan lalu lintas. Trotoar yang semestinya disediakan bagi para pejalan kaki menjadi beralih fungsi sebagai tempat usaha para PKL, akibatnya para pejalan kaki berjalan di bahu jalan raya tempat berlalu lalangnya kendaraan.

5. Rendahnya kedisiplinan pemakai jalan.

Rendahnya kedisiplinan para pemakai jalan menjadi faktor kemacetan misalnya: para pengemudi, baik angkutan umum, kendaraan pribadi baik beroda empat maupun kendaraan bermotor lainnya, dengan tidak mengindahkan rambu-rambu lalu lintas, menaikkan dan menurunkan penumpang pada sembarang tempat, memarkir kendaraan di sepanjang tepi jalan dan sebagainya. Selain itu, para pejalan kaki, tidak berjalan pada tempat dan sarana yang telah disediakan seperti trotoar atau jembatan penyeberangan dan penarik becak yang menjalankan becak dengan melawan arus lalu lintas.

6. Banyaknya terminal bayangan di sepanjang tepi jalan.

(14)

Z.A. Pagaralam tepatnya di depan Kantor Dinas PU Bina Marga dan Jl. Pramuka tepatnya dipersimpangan tiga antara Jl. Z.A. Pagaralam dan Jl. Pramuka (Sumber: Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung Tahun 2011).

7. Perlintasan / rel kereta api.

Permasalahan yang terjadi dalam konteks kemacetan lalu lintas Kota Bandar Lampung adalah adanya perlintasan/rel kereta api yang bersilangan dengan jalan lalu lintas kendaraan. Akibatnya, ketika kereta api penumpang dari stasiun Tanjung Karang menuju Stasiun Kertapati Palembang atau sebaliknya dan kereta babaranjang (batubara rangkaian panjang) dari Srengsem Panjang menuju Sumatera Selatan melalui persilangan jalan tersebut, mengakibatkan kemacetan lalu lintas, karena banyak kendaraan harus berhenti menunggu kereta melintas. (http://digilib.unila.ac.id)

Polisi Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan memiliki tugas dan fungsi sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung, akan tetapi hal tersebut dirasa kurang menyelesaikan permasalahan kemacetan lalu lintas. Oleh karena itu Walikota Bandar Lampung mengerahkan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung untuk membantu Polisi Lalu Lintas dan Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung untuk mengatur lalu lintas di wilayah Kota Bandar Lampung.

Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tercantum dalam

pasal 148 yang berbunyi “Untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan

Peraturan Daerah dan penyelengaraan ketertiban umum dan ketentraman

masyarakat”. Mengingat kemacetan lalu lintas merupakan suatu hal yang

(15)

6

Serupa dengan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja, bahwa Satuan Polisi Pamong Praja merupakan bagian perangkat Daerah dalam penegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Ketertiban umum dan ketentraman masyarakat adalah suatu keadaan dinamis yang memungkinkan Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib, dan teratur.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2010, Satuan Polisi Pamong Praja memiliki fungsi pelaksanaan kebijakan penegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Salah satu kebijakan yang harus dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung yaitu pengaturan lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

(16)

Selain itu terdapat dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung No. 30 Tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung Pasal 9 seksi Kesamaptaan, Ketentraman dan Ketertiban umum, Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas menyiapkan kekuatan personil untuk membantu pengaturan lalu lintas diruas jalan yang ada di lingkungan pasar dan tempat lain yang dipandang perlu.

Berdasarkan Undang-Undang dan beberapa peraturan mengenai tugas dan fungsi Satuan Polisi Pamong Praja maka lahirlah Surat Perintah Tugas No:800/41/III.19/2013 yang berisi perintah kepada beberapa Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung untuk melakukan pengaturan lalu lintas di Kota Bandar Lampung. Jumlah personel yang dikerahkan dalam tugas ini sejumlah 3 Peleton atau sebanyak 99 Satuan Polisi Pamong Praja yang ditempatkan di sejumlah jalan di Kota Bandar Lampung terutama di jalan protokol yang terbilang padat arus lalu lintasnya. Satuan Polisi Pamong Praja melakukan tugasnya pada pagi hari mulai pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 08.00 WIB.

(17)

8

Masyarakat yang merespon secara positif hal tersebut memiliki alasan lalu lintas menjadi lebih teratur, kemacetan semakin berkurang (hasil wawancara Peneliti dengan Saudari Yana pada hari Rabu tanggal 8 Mei 2013 di Jl. Teuku Umar). Tetapi ada pula masyarakat yang memberikan respon negatif akan hal tersebut dengan alasan tidak terjadinya perubahan yang signifikan terhadap kemacetan lalu lintas di Kota Bandar Lampung (hasil wawancara Peneliti dengan Saudari Hartati pada hari Rabu tanggal 8 Mei 2013 di Jl. Teuku Umar).

Hal tersebut melatar belakangi peneliti untuk meneliti lebih jauh mengenai Respon Masyarakat Pengguna Jalan Terhadap Peran Satuan Polisi Pamong Praja Sebagai Pengatur Lalu Lintas di Kota Bandar Lampung. Selain itu penelitin sangat tertarik melakukan penelitian ini karena pada penelitian terdahulu meneliti mengenai Satuan Polisi Pamong Praja pada aspek Pedagang Kaki Lima dan Wanita Tuna Susila.

(18)

Praja dalam Penertiban Pedagang Kaki Lima di Pasar Bambu Kuning Bandar

Lampung. 2012).

Selain itu penelitian mengenai Satuan Polisi Pamong Praja dalam aspek penertiban Wanita Tuna Susila. Masalah penelitian ini adalah tugas dan kewajiban pemerintah daerah dalam menjaga masalah ketentraman dan ketertiban masyarakat serta penegakkan peraturan perundang-undangan dalam kedudukan dan peranannya diserahkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja yang secara akuntabilitas menjadi tanggung jawab kepala dearah tetapi secara operasionalnya dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja.

Berdasarkan hal tersebut dapat terlihat bagaimana kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dalam penertiban wanita tuna susila. (Rina Yanti, Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Bandar Lampung dalam Penertiban Wanita

(19)

10

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana respon pengguna jalan terhadap peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

2. Bagaimana saran dan masukan dari pengguna jalan untuk perbaikan pelayanan pengaturan lalu lintas yang dilakukan Satuan Polisi Pamong Praja di Kota Bandar lampung.

1.3Tujuan Penelitian

Dengan melihat rumusan masalah yang dikaji diatas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui respon pengguna jalan terhadap peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur Lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

(20)

1.4Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan di bidang Ilmu Pemerintahan yang berkaitan dengan Satuan Polisi Pamong Praja.

2. Secara praktis

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Respon Masyarakat Pengguna Jalan

Respon pada prosesnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Dalam menanggapi suatu respon seseorang akan muncul respon positifyakni menyenangi, mendekati dan mengharapkan suatu objek, dan responnegatif yakni apabila informasi yang didengarkan atau perubahan suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau menjadi menghindar dan membenci objek tertentu (Walgito, 2000: 97).

Respon berasal dari kata response, yang berarti balasan atau tanggapan

(22)

Sedangkan menurut Poewadarminta (1993: 83) respon yaitu:

“respon adalah reaksi baik positif maupun negatif yang diberikan oleh masyarakat. Respon akan timbul ketika seorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan dilaksanakan, kemudian menginterpretasikan objek yang dirasakan tadi. Berarti dalam hal ini respon pada dasarnya adalah proses pemahaman terhadap apa yang terjadi dilingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya, merupakan hubungan timbal balik, saling terkait dan saling mempengaruhi.”

Berdasarkan pengertian tersebut, respon adalah tingkah laku yang merupakan tanggapan atau balasan. Respon seseorang dapat dalam bentuk baik atau buruk, mendukung atau menolak. Apabila respon positif maka orang yang bersangkutan cenderung untuk mendukung objek tersebut, sedangkan respon negatif cenderung untuk menolak objek tersebut.

(23)

14

2.2 Tinjauan Tentang Satuan Polisi Pamong Praja

2.2.1 Wewenang, Tugas dan Fungsi

Polisi Pamong Praja menurut Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2010 yaitu, bagian perangkat daerah dalam penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.Ketentraman dan ketertiban umum yang dimaksud merupakan suatu keadaan dinamis yang memungkinkan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dengan tentram, tertib dan teratur.Satuan Polisi Pamong Praja merupakan perangkat pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Satuan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah.

Menurut Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2010, Satuan Polisi Pamong Praja berwenang untuk:

1. Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Peraturan Kepala Daerah.

2. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang menggangu ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

3. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat.

(24)

5. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Peraturan Kepala Daerah.

Sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2010, Satuan Polisi Pamong Praja memiliki tugas menegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

Adapun beberapa fungsi dari satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2010, yaitu:

1. Penyusunan program dan pelaksanaan penegakkan peraturan daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.

2. Pelaksanaan kebijakan penegakkan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

3. Pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di daerah.

4. Pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.

5. Pelaksanaan koordinasi penegakkan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan/atau aparatur lainnya.

6. Pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.

(25)

16

Jadi wewenang, tugas, dan fungsi yang dimiliki Satuan Polisi Pamong Praja dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan kebijakan penegakkan peraturan daerah dan tugas lain yang diberikan guna menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat serta perlindungan masyarakat, dan juga melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga mayarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Peraturan Kepala Daerah.Tugas lain yang diberikan oleh walikota, dalam hal ini yaitu melakukan pengaturan lalu lintas di Kota Bandar Lampung dengan tujuan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban umum.

2.2.2 Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Mengatur Lalu Lintas

Menurut Soekanto (1990: 268), peran adalah adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran. Berlaku pula di dalam sebuah organisasi, setiap organisasi memiliki struktur keanggotaan untuk membedakan peran antar sesama anggota.

(26)

A. Kepala satuan

Kepala satuan mempunyai tugas memimpin, mengoordinasikan, melaksanakan dan mendukung sebagian tugas walikota dibidang pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum, serta penegakkan produk hukum daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepala satuan mempunyai fungsi :

1. Penyusunan program kerja dalam rangka pelaksanaan tugas satuan

2. Perumusan kebijakan umum dan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup tugasnya.

3. Pelaksanaan hubungan kerjasama dengan semua instansi, baik pemerintah maupun swasta sesuai dengan lingkup tugasnya

4. Pengordinasian, pengendalian, dan pengawasan semua kegiatan satuan 5. Pembinaan pegawai dilingkungan satuan dalam upaya meningkatkan

efektivitas dan produktivitas kerja

6. Penyelenggaraan tugas teknis dibidang pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan produk hukum daerah

B. Sub bagian tata usaha

Sub bagian tata usaha adalah unsur pembantu kepala satuan yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada kepala satuan. Sub bagian tata usaha dipimpin oleh seorang kepala sub bagian

Kepala sub bagian tata usaha mempunyai tugas :

1. Memberikan pelayanan kepada seluruh satuan organisasi yang meliputi perlengkapan, kepegawaian, dan keuangan

2. Menyusun rencana kegiatan dan anggaran satuan

3. Membuat pedoman dan petunjuk tata laksana administrasi umum

4. Membina dan mengendalikan administrasi umum, perlengkapan, kepegawaian dan keuangan

(27)

18

C. Seksi penegakan perda dan perundang-undangan

Seksi penegakan perda dan perundang-undangan adalah unsur pelaksanaan satuan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala satuan.Seksi penegakan perda dan perundang-undangan dipimpin oleh seorang kepala seksi.

Seksi penegakan perda dan perundang-undangan mempunyai tugas :

1. Melakukan operasi penegakan peraturan daerah dan perundang-undangan 2. Melakukan pemeriksaan cepat/singkat

3. Melakukan penyidikan dan penindakan

4. Melaksanakan operasi penegakan peraturan daerah yang bersifat pembinaan/ non yustisi

5. Melakukan koordinasi dengan polri dalam rangka pelaksanaan tugas penyidik pegawai negeri sipil (PPNS)

6. Melakukan tugas lain yang diberikan oleh atasan

D. Seksi kesamaptaan, ketentraman dan ketertiban umum

Seksi kesamaptaan, ketentraman dan ketertiban umum adalah unsur pelaksana satuan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala satuan.Seksi kesamaptaan, ketentraman dan ketertiban umum dipimpin oleh seorang kepala seksi.

Seksi kesamaptaan, ketentraman dan ketertiban umum mempunyai tugas :

1. Menyusun program kegiatan pembinaan kesamaptaan dan pelaksanaan ketentraman dan ketertiban

2. Merencanakan dan melaksanakan latihan-latihan, pendidikan dan keterampilan

3. Melaksanakan pembinaan kesamaptaan anggota satuan

(28)

5. Menjaga keamanan ditempat-tempat hiburan, keramaian umum serta mengatur ketertiban pedagang kaki lima

6. Melaksanakan patroli ketertiban umum

7. Melakukan koordinasi dengan instansi lain dalam rangka melaksanakan tugas ketentraman dan ketertiban

8. Melakukan penjagaan terhadap gedung/kantor/rumah dinas pemerintah kota tertentu

9. Melaksanakan pengawalan terhadap pejabat kota, tamu dan pejabat penting

10.Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan

E. Seksi pembinaan masyarakat

Seksi pembinaan masyarakat adalah unsur pelaksana satuan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab langsung kepala satuan.Seksi pembinaan dipimpin oleh seorang kepala seksi.

Seksi pembinaan masyarakat mempunyai tugas :

1. Melaksanakan sosialisasi peraturan daerah dan perundang-undangan lainnya bersama-sama dengan dinas instansi terkait

2. Menyusun dan menginventarisir permasalahan ketentraman dan ketertiban umum dalam rangka pemberian rekomendasi perizinan terhadap perlombaan-perlombaan dan keramaian lainnya

3. Melakukan pembinaan terhadap polisi pamong praja dalam rangka pelaksanaan tugas

4. Melaksanakan pemantauan terhadap perizinan yang diberikan 5. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan

(29)

20

Diantara beberapa peran tersebut terdapat seksi kesamaptaan, ketentraman dan ketertiban umum yang memiliki tugas salah satunya yaitu menyiapkan kekuatan personil untuk membantu pengatur lalu lintas diruas jalan yang ada didalam lingkungan pasar dan tempat lain yang dipandang perlu.

Berdasarkan penjabaran tersebut, maka Satuan Polisi Pamong Praja berperan sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung yang terdapat juga di dalam peraturan mengenai Satuan Polisi Pamong Praja yaitu Undang-Undang No.32 tahun 2004, Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2010, Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2008, Peraturan Walikota Bandar Lampung No.30 Tahun 2008, Surat Perintah Tugas No:800/41/III.19/2013, yang berisikan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja memiliki peran sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

2.3 Tinjauan Tentang Aturan Berlalu Lintas

Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, lalu lintas merupakan gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Ruang lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.

(30)

perjalanan di jalan dan sebagainya serta berhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lainnya.

Dengan demikian lalu lintas adalah merupakan gerak lintas manusia dan atau barang dengan menggunakan barang atau ruang di darat, baik dengan alat gerak ataupun kegiatan lalu lintas di jalan yang dapat menimbulkan permasalahan seperti terjadinya kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa lalu lintas adalah kegiatan kendaraan bermotor dengan menggunakan jalan raya sebagai jalur lintas umum sehari-hari.Lalu lintas identik dengan jalur kendaraan bermotor yang ramai yang menjadi jalur kebutuhan masyarakat umum.Oleh kerena itu lalu lintas selalu identik dengan penerapan tata tertib kendaraan bermotor dalam menggunakan jalan raya.

Ada tiga komponen terjadinya lalu lintas yaitu manusia sebagai pengguna, kendaraan, dan jalan, yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan kelaikan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundangan yang menyangkut lalu lintas dan angkutan jalan melalui jalan yang memenuhi persyaratan geometrik.

(31)

22

yang terpasang seakan tidak ada artinya.Dari berbagai pelanggaran aturan ini ada di antaranya yang menyebabkan kemacetan lalu lintas terjadi.

Dalam aturan berlalu lintas, pengendara kendaraan roda empat maupun roda dua

harus mematuhi peraturan yang berlaku dan juga harus berkendara sesuai dengan

Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1993, antara lainsebagai berikut :

1. Tata cara berlalu lintas di jalan adalah dengan mengambil jalur jalan sebelah kiri. Penggunaan selain jalur kiri apabila melewati kendaraan didepan dan ditunjuk atau ditetapkan petugas yang berwenang.

2. Pengemudi yang akan melewati kendaraan lain harus mempunyai pandangan yang bebas dan menjaga ruang yang cukup bagi kendaraan yang dilewatinya dan mengambil lajur/jalur sebelah kanan kendaraan yang dilewatinya.

3. Dalam keadaan tertentu boleh sebelah kiri, bila lajur kanan macet dan bermaksud belok kiri.

4. Pengemudi dilarang melewati kendaraan lain di persimpangan atau persilangan sebidang dan kendaraan lain yang sedang memberikan kesempatan menyeberang kepada pejalan kaki atau pengendara sepeda.

5. Pengemudi yang akan dilewati kendaraan lain wajib memberikan ruang gerak yang cukup bagi kendaraan yang akan melewati, dan memberi kesempatan atau menjaga kecepatan agar dapat dilewati dengan aman.

6. Berpapasan pada jalan yang tidak ada pemisah, harus memberikan ruang gerak yang cukup disebelah kanan kendaraan. Bila ada rintang didepan, dahulukan kendaraan dari arah berlawanan. Pada tanjakan/menurun tidak mungkin berpapasan dan yang menanjak didahulukan.

(32)

8. Pengemudi harus memperlambat kendaraan, apabila akan melewati kendaraan umum yang sedang menaikkan/menurunkan penumpang, kendaraan tidak bermotor yang ditarik hewan, hewan yang ditunggangi atau digiring.

9. Posisi kendaraan di jalan dua lajur/lebih searah,kendaraan berkecepatan lebih rendah daripada kendaraan lain harus mengambil lajur kiri. Perpindahan lajur harus memperhatikan situasi kendaraan didepan,samping dan belakang serta memberikan isyarat lampu penunjuk arah. Jika jalur dilengkapi rambu-rambu dan atau marka petunjuk kecepatan,maka kendaraan harus berada pada lajur sesuai kecepatannya.

10.Pemakai jalan wajib mendahulukan kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulance yang sedang bertugas, kendaraan yang memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan Kepala Negara atau Pemerintah Asing yang menjadi tamu negara, iring0iringan pengantaran jenazah, konvoi, pawai atau kendaraan orang cacat, dan kendaraan yang penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang khusus.

11.Setiap jalan dapat digunakan sebagai tempat berhenti/parkir bila tidak dilarang oleh rambu-rambu, marka atau tanda lain atau ditempat tertentu, seperti :

a. Sekitar tempat penyeberangan pejalan kaki / sepeda; b. Pada jalur khusus pejalan kaki;

c. Pada tikungan; d. Diatas jembatan;

e. Dekat persimpangan / perlintasan Kereta api; f. Didepan pintu keluar masuk pekarangan; g. Pada tempat yang dapat menutupi rambu;

h. Dekat keran pemadam kebakaran atau sumber air sejenis;

i. Kendaraan berhenti/parkir dalam keadaan darurat wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat bahaya atau isyarat lainnya.

12.Setiap kendaraan roda empat dan penumpang yang duduk disamping pengemdi wajib menggunakan sabuk keselamatan.

13.Pengemudi dan penumpang kendaraan roda dua wajib menggunakan helm.

14.Isyarat peringatan dengan bunyi (klakson) digunakan apabila diperlukan untuk keselamatan dan melewati kendaraan bermotor lain.

(33)

24

15.Pengemudi kendaraan bermotor di malam hari/waktu gelap, wajibmenyalakan lampu, yang meliputi: lampu utama dekat, lampu posisi depan dan belakang, lampu tanda nomor kendaraan, lampu batas bagi kendaraan tertentu.

16.Pengemudi Kendaraan Bermotor Dilarang Menyalakan/menggunakan lampu-lampu selain yang diwajibkan kecuali: tidak membahayakan, tidak mengganggu pemakai jalan lain, menyalakan lampu jauh waktu berpapasan, menyalakan lampu kabut pada waktu cuaca terang, menutup lampu penunjuk arah, lampu mundur dan lampu isyarat peringatan bahaya, menyalakan lampu peringatan berwarna biru atau merah.

17.Kecepatan maksimum mobil penumpang, mobil bus dan mobil barang serta sepeda motor adalah 100km/jam.

18.Pengemudi kendaraan bermotor wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki.

19.Pejalan kaki, berjalan pada fasilitas untuk pejalan kaki, menyeberang ditempat yang ditentukan, rombongan pejalan kaki misalnya gerak jalan menggunakan lajur paling kiri.

(34)

2.4 Tinjauan Tentang Harapan Masyarakat Terhadap Pelayan Publik Pada Sektor Lapangan

Menurut Moenir (2006: 28), pelayanan adalah suatu proses, karena itu obyek utama manajemen pelayanan adalah proses itu sendiri. Setiap proses mempunyai empat unsur, yaitu : maksud tujuan, sistem/prosedur, kegiatan, dan pelaksana.

Menurut Moenir (2006: 190), terdapat tiga macam bentuk layanan, yaitu :

1. Layanan dengan lisan, layanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas di bidang hubungan masyarakat, bidang layanan informasi dan bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan.

2. Layanan melalui tulisan, layanan melalui tulisan terdiri atas dua golongan, pertama layanan berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan dengan instansi atau lembaga; kedua, layanan berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya.

3. Layanan berbentuk perbuatan, layanan dalam bentuk perbuatan sebenarnya tidak terhindar juga dari layanan dalam bentuk lisan, karena terjadi interaksi terhadap penerima layanan, tidak seperti layanan tulisan yang mungkin jauh dari yang mendapatkan layanan, namun layanan dalam bentuk perbuatan yang ditunggu atau yang menjadi titik berat adalah hasil dari perbuatannya dan bukan sekedar informasi.

(35)

26

Sistem pemberian pelayanan yang baik dapat dilihat dari besarnya sumber daya manusia yang dimiliki oleh birokrasi secara efektif didayagunakan untuk melayani kepentingan pengguna jasa (Agus Dwiyanto, 2008: 50).Idealnya, segenap kemampuan dan sumber daya yang dimiliki oleh aparat birokrasi hanya dicurahkan atau dikonsentrasikan untuk melayani kebutuhan dan kepentingan pengguna jasa.Kemampuan dan sumber daya dari aparat birokrasi sangat diperlukan agar orientasi pada pelayanan dapat dicapai.

Aparat birokrasi yang ideal menurut Agus Dwiyanto (2008: 53), adalah aparat birokrasi yang tidak dibebani oleh tugas-tugas kantor lain di luar tugas pelayanan kepada masyarakat. Kinerja pelayanan aparat birokrasi akan dapat maksimal apabila semua waktu dan konsentrasi aparat benar-benar tercurah untuk melayani masyarakat penggunajasa.

Pada umumnya ketidakpuasan orang-orang terhadap pelaksanaan pelayanan tertuju pada (Moenir, 2006: 184) :

a. Ada dugaan terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan (pemutarbalikan urutan, pengurangan hak)

b. Adanya sikap dan tingkah laku dalam pelaksanaan tugas/ pekerjaan yang dirasa tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang berfalsafah pancasila

c. Kurang adanya disiplin pada petugas terhadap jadwal atau waktu yang telah ditentukan

(36)

e. Ada kelalaian dalam penggunaan bahan, pengerjaan barang, tidak sesuai dengan permintaan atau standar

f. Produk yang dihasilkan kurang/tidak memenuhi standar, atau yang telah disepakati bersama

g. Aturan itu sendiri dianggap menyulitkan, memberatkan atau dirasa mengurangi/mengabaikan hak mereka

h. Tidak ada tanggapan yang layak terhadap keluhan yang telah disampaikan.

Menurut Tjiptono (2005: 55), ciri-ciri atau atribut-atribut yang ikut menentukan kualitas pelayanan publik antara lain adalah:

a. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan.

b. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

c. Assurance, yaitu kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan.

d. Empathy, yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan pelanggan.

e. Tangibles, yaitu fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

Kemudian menurut Keputusan Menteri Pemberdayagunaan dan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut:

1. Kesederhanaan.

(37)

28

2. Kejelasan.

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik

b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran 3. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. 5. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum

6. Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjukbertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaiankeluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. 7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana & prasarana kerja yang memadai. 8. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan

(38)

10. Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.

Berdasarkan penjabaran diatas, peneliti mengambil 6 indikator yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan setelah melihat langsung keadaan dan kebutuhan dilapangan, 6 indikator tersebut antara lain :

1. Kedisiplinan.

Kedisiplinan ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Ketepatan waktu Satuan Polisi Pamong Praja dalam hadir bertugas. b. Ketepatan waktu Satuan Polisi Pamong Praja dalam selesai bertugas. c. Kelengkapan seragam atau pakaian dinas yang digunakan oleh Satuan

Polisi Pamong Praja.

d. Sikap tubuh atau posisi berdiri Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas.

e. Fokus dalam mengatur lalu lintas. 2. Keprofesionalan.

Keprofesionalan ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Kemampuan Satuan Polisi Pamong Praja dalam memberikan pelayanan sesuai dengan bidangnya.

b. Pelayanan Satuan Polisi Pamong Praja dengan tepat yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

c. Tidak melakukan diskriminasi terhadap pengguna jalan. d. Tidak menggunakan handphone pada saat bertugas.

e. Tanggung jawab terhadap ruas jalan yang menjadi lokasi pada saat bertugas.

3. Keramahan.

Keramahan ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Kesopanan dari Satuan Polisi Pamong Praja dalam memberikan pelayanan lalu lintas kepada masyarakat.

(39)

30

d. Memiliki sikap perhatian kepada masyarakat, contohnya jika terdapat masyarakat yang mengalami masalah pada kendaraan nya.

e. Melayani masyarakat dengan penuh kesabaran.

4. Kelengkapan sarana dan prasarana.

Kelengkapan sarana dan prasarana ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut:

a. Tersedianya sarana dan prasarana komunikasi kerja yang memadai, perlengkapan sarana komunikasi antar Satuan Polisi Pamong Praja dilapangan, yaitu Handy Talky (HT).

b. Tersedianya sarana dan prasarana komunikasi kerja yang memadai, perlengkapan sarana komunikasi dengan pengendara kendaraan bermotor di lapangan, yaitu pluit.

c. Tersedianya masker sebagai penutup wajah dari debu, agar dalam situasi apapun Satuan Polisi Pamong Praja dapat tetap bertugas sebagai pengatur lalu lintas.

d. Tersedianya rompi atau body protector, yang dipergunakan untuk melindungi tubuh anggota Satuan Polisi Pamong Praja dari hujan maupun dari terjangan benda-benda yang dilemparkan oleh massa.

e. Tersedianya kendaraan bermotor, sebagai penunjang mobilitas Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas.

5. Daya tanggap.

Daya tanggap ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Kemampuan untuk membantu dan melayani dengan cekatan, seperti jika terjadi kecelakaan.

b. Kemampuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang ingin menyebrang jalan.

c. Kecekatan Satuan Polisi Pamong Praja untuk menyingkirkan benda yang berada di tengah jalan yang sekiranya membahayakan dan mengganggu laju lalu lintas.

6. Ketepatan lokasi dan waktu bertugas.

Ketepatan lokasi dan waktu bertugas ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Lokasi bertugas Satuan Polisi Pamong Praja yang tepat yaitu pada jalan-jalan protokol dan jalan-jalan yang rawan kemacetan.

b. Lokasi bertugas Satuan Polisi Pamong Praja yang memadai, mudah dijangkau pada ruas jalan yang padat arus lalu lintas.

(40)

Jadi, harapan masyarakat dalam penelitian ini yaitu harapan masyarakat terhadap pelayanan dari Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung sesuai dengan indikator penilaian pelayanan yang telah dielaborasi dari pendapat ahli dan Keputusan Menteri Pemberdayagunaan dan Aparatur Negara dengan penelitian yang dilakukan setelah melihat langsung keadaan dan kebutuhan dilapangan.

2.5 Konsepsi Respon Msyarakat Terhadap Peran Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Pengaturan Lalu Lintas

Peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung masuk kedalam tugas fungsi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Walikota Bandar Lampung No.30 Tahun 2008 yaitu menyiapkan kekuatan personil untuk membantu pengaturan lalu lintas diruas jalan yang ada di lingkungan pasar dan tempat lain yang di pandang perlu.

(41)

32

Satuan Polisi Pamong Praja mengerahkan anggota nya sebanyak tiga Pleton dengan masing-masing Pleton berjumlah 33 Satuan Polisi Pamong Praja.Anggota Satuan Polisi Pamong Praja kemudian di tempatkan di sepanjang jalan di Kota Bandar Lampung terutama jalan protokol seperti Jalan Raden Intan, Jalan Teuku Umar dan sejumlah jalan yang padat arus lalu lintasnya.

Satuan Polisi Pamong Praja mulai melakukan tugasnya pada pagi hari dari pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 08.00 WIB, waktu oprasi tersebut terkadang melampaui jam kerja yang seharusnya apabila Satuan Polisi Pamong Praja merasa harus menambah jam tersebut dengan melihat keadaan padatnya arus lalu lintas, jika hal tersebut dirasa harus mengalami penambahan jam kerja Satuan Polisi Pamong Praja melakukan koordinasi dengan para Komandan Kompi dan Komandan Pleton agar menambah waktu kerja sesuai dengan keadaan di ruas jalan.

(42)

1. Kedisiplinan.

Kedisiplinan ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Ketepatan waktu Satuan Polisi Pamong Praja dalam hadir bertugas. b. Ketepatan waktu Satuan Polisi Pamong Praja dalam selesai bertugas. c. Kelengkapan seragam atau pakaian dinas yang digunakan oleh Satuan

Polisi Pamong Praja.

d. Sikap tubuh atau posisi berdiri Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas.

e. Fokus dalam mengatur lalu lintas. 2. Keprofesionalan.

Keprofesionalan ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Kemampuan Satuan Polisi Pamong Praja dalam memberikan pelayanan sesuai dengan bidangnya.

b. Pelayanan Satuan Polisi Pamong Praja dengan tepat yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

c. Tidak melakukan diskriminasi terhadap pengguna jalan. d. Tidak menggunakan handphone pada saat bertugas.

e. Tanggung jawab terhadap ruas jalan yang menjadi lokasi pada saat bertugas.

3. Keramahan.

Keramahan ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Kesopanan dari Satuan Polisi Pamong Praja dalam memberikan pelayanan lalu lintas kepada masyarakat.

b. Mampu memahami masyarakat dengan melakukan komunikasi yang baik, contohnya jika ada masyarakat yang bertanya alamat dan sebagainya. c. Bertugas dengan penuh senyum.

d. Memiliki sikap perhatian kepada masyarakat, contohnya jika terdapat masyarakat yang mengalami masalah pada kendaraan nya.

e. Melayani masyarakat dengan penuh kesabaran. 4. Kelengkapan sarana dan prasarana.

Kelengkapan sarana dan prasarana ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut:

a. Tersedianya sarana dan prasarana komunikasi kerja yang memadai, perlengkapan sarana komunikasi antar Satuan Polisi Pamong Praja dilapangan, yaitu Handy Talky (HT).

b. Tersedianya sarana dan prasarana komunikasi kerja yang memadai, perlengkapan sarana komunikasi dengan pengendara kendaraan bermotor di lapangan, yaitu pluit.

(43)

34

d. Tersedianya rompi atau body protector, yang dipergunakan untuk melindungi tubuh anggota Satuan Polisi Pamong Praja dari hujan maupun dari terjangan benda-benda yang dilemparkan oleh massa.

e. Tersedianya kendaraan bermotor, sebagai penunjang mobilitas Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas.

5. Daya tanggap.

Daya tanggap ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Kemampuan untuk membantu dan melayani dengan cekatan, seperti jika terjadi kecelakaan.

b. Kemampuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang ingin menyebrang jalan.

c. Kecekatan Satuan Polisi Pamong Praja untuk menyingkirkan benda yang berada di tengah jalan yang sekiranya membahayakan dan mengganggu laju lalu lintas.

6. Ketepatan lokasi dan waktu bertugas.

Ketepatan lokasi dan waktu bertugas ini akan dilihat dari indikator, sebagai berikut :

a. Lokasi bertugas Satuan Polisi Pamong Praja yang tepat yaitu pada jalan-jalan protokol dan jalan-jalan yang rawan kemacetan.

b. Lokasi bertugas Satuan Polisi Pamong Praja yang memadai, mudah dijangkau pada ruas jalan yang padat arus lalu lintas.

c. Waktu bertugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas, pada pagi hari pukul 06.30-08.00 WIB.

2.5 Kerangka Pikir

(44)

Pamong Praja. Dilihat dari peran tersebut mengasilkan berbagai respon dari pengguna jalan, terdapat pengguna jalan yang mendukung dan ada pula yang menolak.

Kemacetan lalu lintas merupakan masalah yang cukup besar yang dihadapi oleh kota-kota besar di Indonesia, di Kota Bandar Lampung khusus nya. Kemacetan lalu lintas yang terjadi sudah ditangani oleh polisi lalu lintas dan dinas perhubungan Kota Bandar Lampung, akan tetapi hal tersebut dirasa kurang mengatasi kemacetan lalu lintas, dari latar belakang tersebut di kerahkan Satuan Polisi Pamong Praja untuk membantu pengaturan lalu lintas demi terciptanya situasi kondusif dalam berlalu lintas.

(45)

36

Lebih mengerucut ke peraturan Walikota Bandar Lampung No.30 tahun 2008 tentang Tugas, Fungsi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja Daerah Kota Bandar Lampung memiliki tugas menyiapkan kekuatan personil untuk membantu pengaturan lalu lintas di ruas jalan yang ada di dalam lingkungan pasar dan tempat lain yang dipandang perlu. Kemudian dituangkan ke dalam Surat Perintah Tugas No:800/41/III.19/2013 tentang pelaksanaan tugas membantu pengaturan lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

Dari permasalahan tersebut maka satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung memiliki peran untuk mengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung terutama di jalan protokol seperti Jalan Raden Intan, Jalan Teuku Umar, Jalan R.A Kartini, Jalan Gatot Subroto dll, dan ruas jalan yang padat arus lalu lintas. Hal tersebut mendapatkan respon dari pengguna jalan, terdapat pengguna jalan yang mendukung terhadap peran tersebut, dan terdapat pengguna jalan yang menolak terhadap peran tersebut.

(46)

Gambar 1. Kerangka Pikir

(47)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode Penelitian Kuantitatif, sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2012: 8) yaitu :

“Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.

Menurut Sugiyono (2012: 13) penelitian deskriptif yaitu, penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain.

(48)

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitan

Lokasi pada penelitian ini terletak di Kota Bandar Lampung, akan tetapi karena banyaknya jumlah jalan protokol di Kota Bandar Lampung, dan tidak memungkinkan peneliti untuk mengambil secara keseluruhan jalan di Kota Bandar Lampung maka peneliti mengambil sampel pada dua jalan yaitu di jalan Teuku Umar dan jalan Raden Intan Kota Bandar Lampung.

Alasan peneliti memilih meneliti pada jalan Teuku Umar dan Jalan Raden Intan Kota Bandar Lampung dikarenakan dua jalan tersebut merupakan jalan protokol yang padat arus lalu lintasnya, jalan tersebut sering dilalui oleh masyarakat Kota Bandar Lampung karena merupakan jalan penghubung berbagai arah, kemudian jalan tersebut merupakan pusat kegiatan dimana terdapat pasar modern di jalan tersebut dan jalan tersebut rawan akan kemacetan lalu lintas karena badan jalan banyak digunakan sebagai lahan parkir kendaraan bermotor.

(49)

40

3.3 Definisi Konseptual

Menurut Singarimbun dan Efendi (2008: 43), definisi konseptual adalah pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan. Berdasarkan pengertian tersebut maka definisi konseptual yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Respon Pengguna Jalan

Respon adalah reaksi baik positif (mendukung) maupun negatif (menolak) yang diberikan oleh pengguna jalan. Respon akan timbul ketika seorang atau sekelompok orang terlebih dahulu merasakan kehadiran suatu objek dan dilaksanakan, kemudian menginterpretasikan objek yang dirasakan tadi. Berarti dalam hal ini respon pada dasarnya adalah proses pemahaman terhadap apa yang terjadi dilingkungan dengan manusia dan tingkah lakunya, merupakan hubungan timbal balik, saling terkait dan saling mempengaruhi (Poewadarminta, 1993: 83).

2. Peran Satuan Polisi Pamong Praja

Peran adalah adalah aspek dinamis dari kedudukan atau status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran (Soekanto, 1990: 268).

(50)

Saran dan masukan dalam hal ini yaitu saran dan masukan yang diberikan oleh masyarakat kepada Satuan Polisi Pamong Praja dalam hal pengaturan lalu lintas.

3.4 Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2012: 31), definisi operasional adalah penentuan konstrak atau sifat yang akan dipelajari sehingga menjadi variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang digunakan untuk meneliti dan mengoperasikan konstrak, sehingga memungkinkan bagi peneliti yang lain untuk melakukan replikasi pengukuran dengan cara yang sama atau mengembangkan cara pengukuran konstrak yang lebih baik.

Menurut Singarimbun dan Efendi (2002: 46), definisi operasional atau mengoperasionalisasi variabel adalah petunjuk bagaimana suatu veriabel diukur, dengan membaca definisi operasional dalam penelitian maka diketahui baik buruknya variabel tersebut.

Berdasarkan pengertian diatas maka definisi operasional mengenai respon pengguna jalan terhadap peran Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas dilihat dari tigas aspek, yaitu mendukung, netral, dan menolak.

(51)

42

1. Kedisiplinan Satuan Polisi Pamong Praja.

A. Kedisiplinan diukur dari ketepatan waktu bertugas Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan ketentuan yaitu mulai bertugas pada pukul 06.30 WIB.

B. Kedisiplinan diukur dari ketepatan waktu selesai bertugas Satuan Polisi Pamong Praja sesuai dengan ketentuan yaitu selesai bertugas pada pukul 08.00 WIB.

C. Kedisiplinan diukur dari kelengkapan seragam atau pakaian dinas yang digunakan.

D. Kedisiplinan diukur dari sikap tubuh atau posisi berdiri Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas.

E. Kedisiplinan diukur dari fokusnya Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas.

2. Keprofesionalan Satuan Polisi Pamong Praja.

A. Keprofesionalan diukur dari memberikan pelayanan sesuai dengan bidangnya.

B. Keprofesionalan diukur dari memberikan pelayanan tepat sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

(52)

D. Keprofesional diukur dari tidak menggunakan handphone pada saat bertugas.

E. Keprofesionalan diukur dari tanggung jawab Satuan Polisi Pamong Praja terhadap ruas jalan yang menjadi lokasi pada saat bertugas. 3. Keramahan Satuan Polisi Pamong Praja.

A. Keramahan diukur dalam hal ini melayani dengan sopan

B. Keramahan diukur dari melakukan komunikasi yang baik, contohnya C. Keramahan diukur dari Satuan Polisi Pamong Praja bertugas dengan

penuh senyum.

D. Keramahan diukur dari sikap perhatian kepada masyarakat, contohnya jika terdapat masyarakat yang mengalami masalah pada kendaraan nya.

E. Keramahan diukur dari melayani masyarakat dengan penuh kesabaran.

4. Kelengkapan sarana dan prasarana yang dimiliki Satuan polisi Pamong Praja.

A. Kelengkapan sarana dan prasarana diukur dari tersedianya sarana dan prasarana komunikasi antara Satuan Polisi Pamong Praja di lapangan, yaitu Handy Talky (HT)

(53)

44

C. Kelengkapan sarana dan prasarana diukur dari tersedianya masker sebagai penutup wajah dari debu, agar dalam situasi apapun Satuan Polisi Pamong Praja dapat tetap bertugas sebagai pengatur lalu lintas. D. Kelengkapan sarana dan prasarana diukur dari tersedianya rompi atau

body protector, yang dipergunakan untuk melindungi tubuh anggota Satuan Polisi Pamong Praja dari hujan maupun dari terjangan benda-benda yang dilemparkan oleh massa.

E. Kelengkapana sarana dan prasarana diukur dari tersedianya kendaraan oprasional, sebagai penunjang mobilitas Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas.

5. Daya tanggap Satuan Polisi Pamong Praja.

A. Daya tanggap diukur dalam hal membantu dengan cepat saat terjadi kecelakaan.

B. Daya tanggap diukur dalam hal membantu masyarakat menyebrang jalan.

C. Daya tanggap diukur dari kecekatan Satuan Polisi Pamong Praja untuk menyingkirkan benda yang berada di tengah jalan yang sekiranya membahayakan dan mengganggu laju lalu lintas.

6. Ketepatan lokasi dan waktu bekerja Satuan Polisi Pamong Praja.

(54)

B. Ketepatan lokasi dan waktu bekerja diukur dari lokasi bertugas Satuan Polisi Pamong Praja yang memadai, mudah di jangkau.

C. Waktu bertugas Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas.

Saran dan masukan dari pengguna jalan terhadap 6 aspek penilaian pelayanan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung dalam mengatur lalu lintas, antara lain : kedisiplinan, keprofesionalan, keramahan, kelengkapan sarana dan prasarana, daya tanggap serta ketepatan lokasi dan waktu bertugas.

3.5 Objek Penelitian 3.5.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2012: 80), “Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu. ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan”.

Populasi dalam penelitian ini adalah pengguna jalan pada jalan Teuku Umar dan jalan Raden Intan Kota Bandar Lampung.

3.5.2 Sampel

(55)

46

Dikarenakan dalam penelitian ini populasi (subjek atau responden penelitian) tak terhingga, populasi yang jumlah anggotanya tidak bisa atau tidak mungkin dihitung, sehingga tidak diketahui secara pasti berapa jumlah anggota populasi tersebut, oleh karena anggota populasinya tidak diketahui secara pasti siapa saja dan berapa banyak, maka tidak mungkin mengambil sampel dari populasi tersebut secara adil, memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil menjadi sampel (probability sampling). Oleh karena tidak memberi peluang yang adil, yang sama, kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel, maka teknik-teknik pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tidak jelas ini dikelompokkan ke dalam rumpun nonprobability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2012: 84).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini ialah sampling insidental. Sampling insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2012: 85).

Menurut Margono (2004: 127) menyatakan bahwa “dalam teknik ini pengambilan sampel tidak ditetapkan lebih dahulu. Peneliti langsung

mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemui”. Dalam penelitian ini

(56)

Umar dan jalan Raden Intan Kota Bandar Lampung, dengan jumlah masing-masing jalan sebanyak 25 responden dan jumlah total kedua jalan adalah 50 responden.

Alasan mengapa di pilih jumlah responden 50 karena terlalu besar jumlah keseluruhan populasi dan tidak memungkinkan jika seluruh populasi dijadikan sampel sehingga di ambil 50 responden untuk memudahkan pembagian kuesioner karena pembagian kuesioner dilakukan di jalan.

3.5 Sumber Data

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data yang bersifat kuantitatif karena dinyatakan dengan angka-angka yang menunjukkan nilai terhadap besaran atas variabel yang diwakilinya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

1) Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti. Menurut Sugiyono (2012: 137) yang menyatakan bahwa :

“Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data”.

Data primer diperoleh dari kuesioner yang dilakukan.

(57)

48

Pengertian dari data sekunder menurut Sugiyono (2012: 137) adalah ”Sumber

data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya

lewat orang lain atau lewat dokumen”.

Data sekunder antara lain disajikan dalam bentuk data-data, dokumen, tabel-tabel mengenai topik penelitian. Data ini merupakan data yang berhubungan secara langsung dengan penelitian yang dilaksanakan dan bersumber dari kantor Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung, surat kabar berupa media cetak maupun media elektronik yang berkaitan dengan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2002: 197) yang dimaksud dengan teknik pengumpulan

data adalah“cara yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data

penelitiannya”. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mengumpulkan data yang di perlukan dalam penelitian.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dari tanggal 22 Juli sampai 31 Agustus 2013. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu:

1. Kuesioner

Pengertian metode angket atau kuesioner menurut Arikunto (2002: 200)

“Angket atau kuesioner adalah pernyataan tertulis yang digunakan untuk

(58)

atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan menurut Sugiyono (2012: 142) “Angket atau kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang

dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawab”. Berupa daftar pertanyaan atau

angket tertulis.Sampel yang sesuai dengan karakteristik diberi kuesioner mengenai masalah penelitian.

Kesioner dalam penelitian ini yaitu pertanyaan tertulis yang dipertanyakan kepada 50 responden mengenai peran dan pelayanan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

2. Dokumentasi

Menurut Arikunto (2006: 206) “Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya.”

Dokumentasi dalam penelitian ini yaitu peraturan tertulis (UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung, Peraturan Walikota Bandar Lampung, Surat Perintah Tugas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bandar Lampung), catatan, surat kabar berupa media cetak dan media elektronik mengenai Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung.

3. Observasi

(59)

50

dari berbagai proses biologis dan psikhologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.

Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu, pengamatan mengenai peran Satuan Polisi Pamong Praja dalam mengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung, pengamatan dilakukan sejak tanggal 22 Juli sampai 31 Agustus 2013 pada jam bertugas Satuan Polisi Pamong Praja pada saat mengatur lalu lintas di Kota Bandar Lampung yaitu pada pukul 06.30 WIB sampai dengan pukul 08.00 WIB.

Pengamatan mengenai peran dan pelayanan Satuan Polisi Pamong Praja sebagai pengatur lalu lintas Di Kota Bandar Lampung. Dengan 6 indikator pelayanan, yaitu: kedisiplinan, keprofesionalan, keramahan, kelengkapan sarana dan prasarana, daya tanggap, serta ketepatan lokasi dan waktu bertugas (lembar observasi terlampir).

3.7 Teknik Pengolahan Data

Menurut Hasan (2006: 31), “pengolahan data adalah suatu proses dalam

memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu”. Sedangkan menurut Sudjana (2001: 64),

“Pengolahan data bertujuan mengubah data mentah dari hasil pengukuran

(60)

Pengolahan data menurut Hasan (2006: 32) meliputi kegiatan: 1. Editing

Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah terkumpul, tujuannya untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat pada pencatatan dilapangan dan bersifat koreksi.

Editing dalam penelitian ini yaitu mengecek atau mengoreksi kuesioner penelitian yang telah disebar.

2. Coding (Pengkodean)

Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam katagori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau data yang akan dianalisis.

Coding dalam penelitian ini yaitu memberikan kode terhadap kuesioner yang akan dianalisis, dari 50 kuesioner yang telah disebar masing-masing kuesioner diberikan angka 1-50 yang membedakan jawaban dari tiap responden.

3. Tabulasi

Tabulasi adalah pembuatan tabel-tabel yang berisi data yang telah diberi kode sesuai dengan analisis yang dibutuhkan. Dalam melakukan tabulasi diperlukan ketelitian agar tidak terjadi kesalahan.

(61)

52

4. Pemberian skor atau nilai

Dalam pemberian skor digunakan skala ordinal yang merupakan salah satu cara untuk menentukan skor. Menurut Sarjono dan Julianita (2011:3), skala ordinaladalah skala yang menyatakan kategori sekaligus peringkat, dimana peringkat tersebut menunjukkan suatu urutan penilaian. Dalam hal ini skala yang digunakan adalah 1 sampai 3. Kemudian jawaban untuk setiap item pertanyaan dengan memakai skala ordinal dapat ditentukan tingkatan nilainya sebagai berikut :

Penentuan skor dalam penelitian ini yaitu jawaban dari pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner di analisis dengan menggunakan skala 1-3, dengan jawaban terendah mendapat point 1 dan jawaban tertinggi mendapat point 3.

Tabel 1. Skala Ordinal

Nilai Pendapat

3 Setuju

2 Cukup Setuju

1 Kurang Setuju

Sumber : Sarjono dan Julianita (2011:3)

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data menurut Hasan (2006: 35) adalah :

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 1. Skala Ordinal
Gambar 2. Struktur Organisasi Satpol PP Kota Bandar Lampung

Referensi

Dokumen terkait

Keputusan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI Jakarta tentang Penunjukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPIO) Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi DKI

a) Sebagai pedoman kerja dalam rangka penyusunan Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) serta kegiatan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Lampung Tahun 2022.. b)

1) Struktur Organisasi Satuan Polisi Pamong Praja yang telah sesuai dengan Peraturan Walikota Blitar Nomor 46 Tahun 2014 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja

Perubahan Rencana Strategis (Renstra) Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Pangandaran Tahun 2016 – 2021 disusun sebagai pedoman bagi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten

Penyelenggaraan Tugas Pokok dan Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Sukabumi dalam melaksanakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum,

Berdasarkan Peraturan Bupati Lamandau Nomor 9 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Lamandau, Satuan Polisi Pamong Praja

KEPALA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA

Keterbukaan Informasi Publik yang dikelola oleh Pejabat Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pembantu pada Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Lampung merupakan