• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI EFEKTIVITAS PADA ANTISEPTIK DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK THE EFFECTIVENESS TEST OF ANTISEPTIC ON PERINATOLOGY UNIT AT GENERAL HOSPITAL ABDUL MOELOEK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI EFEKTIVITAS PADA ANTISEPTIK DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK THE EFFECTIVENESS TEST OF ANTISEPTIC ON PERINATOLOGY UNIT AT GENERAL HOSPITAL ABDUL MOELOEK"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS PADA ANTISEPTIK DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK

(Skripsi)

Oleh

ROSDIANA ELIZABETH (0918011075)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS TEST OF ANTISEPTIC ON PERINATOLOGY UNIT AT GENERAL HOSPITAL ABDUL

MOELOEK

By

ROSDIANA ELIZABETH

Antiseptic is a chemical compound used in the medical to kill microorganism on living tissue. However, poor storage may cause reduced effectiveness of antiseptic that can decrease the ability of antiseptic in killing microorganism.The purpose of this study was to determine the effectiveness of antiseptics used on Perinatology Unit General at Hospital Abdul Moeloek.The research method is an experimental laboratory. Samples were taken from the Perinatology Unit of General Hospital Abdul Moeloek during December 2012-January 2013. The effectiveness test using phenol coefficient test method using Staphylococcus aureus.The results showed povidone iodine, antiseptic “X”, jerrycan alcohol, alcohol bottles, and alcohol Staphylococcus aureus in 5 minutes, which means more effective than phenol.

(3)

ABSTRAK

UJI EFEKTIVITAS PADA ANTISEPTIK DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK

Oleh

ROSDIANA ELIZABETH

Antiseptik merupakan senyawa kimia yang digunakan dalam dunia medis untuk membunuh mikroorganisme pada jaringan yang hidup. Namun, penyimpanan yang kurang baik dapat menyebabkan penurunan efektivitas antiseptik tersebut sehingga terjadi penurunan kemampuan antiseptik dalam membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas antiseptik yang dipergunakan pada Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek. Metode penelitian merupakan eksperimental laboratorik. Sampel diambil dari Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek selama bulan Desember 2012-Januari 2013. Uji efektivitas menggunakan metode uji koefisien fenol dengan menggunakan bakteri Staphylococcus aureus. Hasil penelitian memperlihatkan povidon iodin, antiseptik merk “X”, alkohol jerigen, alkohol botol, dan alkohol yang dituangkan pada wadah berisi kapas yang digunakan memiliki efektivitas yang lebih baik dibandingkan fenol dalam membunuh Staphylococcus aureus. Hal ini dilihat dengan nilai koefisien fenol 1,875 pada antiseptik merk “X” (S1, S3, S4, S5, S6), alkohol botol pada lantai 1, dan alkohol pada wadah di lantai 1. Pada antiseptik merk “X” (S2), alkohol jirigen, alkohol botol pada lantai 2, alkohol pada wadah kapas di lantai 2, dan povidon iodin tidak dapat dilakukan penghitungan dikarenakan sudah membunuh Staphylococcus aureus pada menit ke 5 yang berarti lebih efektif dibandingkan dengan fenol.

(4)

UJI EFEKTIVITAS PADA ANTISEPTIK DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT UMUM ABDUL MOELOEK

Oleh

ROSDIANA ELIZABETH

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

Judul Skripsi : UJI EFEKTIVITAS PADA ANTISEPTIK DI UNIT PERINATOLOGI RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK

Nama Mahasiswa : Rosdiana Elizabeth Nomor Pokok Mahasiswa : 0918011075 Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Kedokteran

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

dr. Ety Apriliana, M.Biomed dr. H. Prambudi R., Sp.A NIP. 197804292002122002 NIP. 196707261998031002

2. Dekan Fakultas Kedokteran

(6)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : dr. Ety Aprilana, M.Biomed

Sekretaris : dr. H. Prambudi R., Sp.A

Penguji

Bukan Pembimbing : Prof. Dr. dr. Efrida W., M.kes, Sp.MK

2. Dekan Fakultas Kedokteran

Dr. Sutyarso, M.Biomed NIP. 195704241987031001

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 10 Januari 1990, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari Bapak Pintor Siburian dan Ibu Derlina Sitompul.

Riwayat pendidikan diawali dengan bersekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Taman Nyiur Tahun 1996, Santo Lukas III Tahun 2002, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Santo Lukas Penginjil Tahun 2005, lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) PSKD 1 Tahun 2008.

(8)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur pada Allah Tritunggal, Bapa yang terkasih, Tuhan Yesus Kristus, dan Roh Kudus yang selalu menyertai dan menguatkanku, sehingga aku dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk anugerah yang Tuhan berikan dalam hidupku setiap harinya termasuk anugerah dalam pengerjaan skripsi ini.

Kupersembahkan karya kecilku ini buat Bapa, Mama, Ka Ida, Ka

Lina, dan Tian. Terimakasih untuk semua doa, saran, nasehat, dan

dukungan yang telah diberikan. Serta almamater tercinta, Universitas

(9)

TAKUT AKAN TUHAN ADALAH PERMULAAN

PENGETAHUAN, TETAPI ORANG BODOH

MENGHINA HIKMAT DAN DIDIKAN

(10)

x

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Uji Efektivitas Pada Antiseptik Di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Keberhasilan penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Dr. Sutyarso, M.Biomed, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung;

3. dr. Ety Apriliana, M. Biomed selaku Pembimbing Utama yang dengan ikhlas meluangkan waktu dan sabar memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

(11)

xi

5. Prof. Dr. dr. Efrida Warganegara, M.Kes, Sp.MK, selaku Penguji Utama pada Ujian Skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu dan saran-saran yang telah diberikan;

6. dr. Syazili Mustofa selaku dosen Pembimbing Akademik saya;

7. Seluruh staf pengajar Program Studi Pendidikan Dokter Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada saya untuk menambah wawasan yang menjadi landasan bagi masa depan dan cita-cita;

8. Seluruh staf Tata Usaha dan Akademik FK Unila dan pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya;

9. Bapak, Mama, Ka Ida, Ka Lina, Tian, serta keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang, perhatian, semangat dan doa yang tak pernah putus;

10. Teman seperjuangan skripsi, Cindy, Anggi, Cici, dan Erin yang selalu bekerja bersama;

11. Sahabat-sahabat terbaik, Laras, Rani, Apel, Lewi, Debora, Hema, Yeni, Cindy, Anggi, Cici, Wida, Tini, Putu, Aqso, Icha, Arri Falamy, Agung yang telah membantu dan rela direpotkan oleh penulis selama penyusunan skripsi ini;

12. Teman-teman seperjuangan angkatan 2009 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas semua dukungan, bantuan dan kehadirannya dalam seminar penulis;

(12)

xii

Poppy, Febe dan lainnya yang tidak bisa disebutkan, terima kasih atas kehangatan dan semangat kekeluargaan;

14. Keluarga besar Permako Medis, atas doa dan dukungan yang diberikan, atas kehangatan dan canda tawanya;

15. Rekan-rekan asdos mirobiologi, Falamy, Cindy, Apel, Erin, dan Harly, atas kebersamaan dan canda tawa;

16. Keluarga besar program bola basket putri SMA 1 PSKD, atas doa, dukungan, motivasi, dan canda tawa;

17. Masyarakat Pondok Indah, Lia, Adel, Nike, Ka Nindya, Ka Trai, Ka Okta, Ka Elfi, Ka Yeni, Ka Juli, Ka Ika, Ka Mari, Ka Ayu, Ka Fanny, Ka Oshin, Ka Rindy, Mak Nope, Noer, Advi, Merry, Sari, Novita, Desi, Echi, Juni, Bang Pahala, Patrik, dan Ibu Indro sekeluarga atas doa, dukungan, kehangatan, dan keceriaan;

18. Teman seperjuangan futsal unila dan basket lampung, Meta, Cika, Ka Puput, Lia, Rini, Tya, Jasmine, Kiat, Ajeng, Hesti, Mirta, Novi, Ka Ipoy, Ka Cornel, Bang Jul, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, atas doa, dukungan, serta canda tawa.

(13)

xiii

Akhir kata, saran dan kritik yang membangun selalu penulis harapkan untuk menyempurnakan penulisan-penulisan selanjutnya. Terima kasih.

Bandar Lampung, Maret 2013 Penulis

(14)

DAFTAR ISI

E. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep ………. 5

(15)

xv

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ……… 48

B. Saran ……….. 48

DAFTAR PUSTAKA ……… 49

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi operasional………. 38

2. Hasil uji koefisien fenol pada Nutrient Broth……….. 40

3. Hasil uji koefisien fenol pada Nutrient Agar..………. 41

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka teori terjadinya infeksi nosokomial ……… 5

2. Kerangka konsep ………..………... 6

3. Siklus infeksi nosokomial ……… 13

4. Struktur kimia fenol ………. 25

5. Inokulum S. Aureus ………. 31

6. Pembuatan fenol standar ………. 32

7. Pengenceran Antiseptik ……….. 33

8. Pemeriksaan Koefisien Fenol ……….. 36

9. Alur Penelitian ……… 37

10.Alkohol jerigen ……… 53

11.Alkohol botol ……….. 53

12.Povidon iodin ……….. 54

13.Antiseptik merk “X” ……… 54

14.Hasil uji koefisien fenol pada fenol 5% ……….. 55

15.Hasil uji koefisien fenol pada antiseptik pengenceran 1:80 ………… 56

16.Hasil uji koefisien fenol pada antiseptik pengenceran 1:100 ………. 57

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Infeksi nosokomial merupakan salah satu jenis infeksi yang berarti infeksi yang terjadi di rumah sakit. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia (WHO, 2005). Selain itu, WHO juga melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002). Di Indonesia, data mengenai infeksi nosokomial dapat dilihat dari data surveilans yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 1987 di 10 RSU Pendidikan, diperoleh angka infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu sebesar 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %. Penelitian yang pernah dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat (Balaguris, 2009).

(19)

2

satunya adalah sterilitas antiseptik yang digunakan. Antiseptik itu sendiri merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup.

Dalam dunia medis, salah satu antiseptik yang banyak digunakan adalah alkohol. Sifat alkohol yang stabil dalam membunuh mikroorganisme merupakan salah satu alasan penggunaan alkohol sebagai desinfektan di rumah sakit. Namun, cara penyimpanan yang tidak baik akan menyebabkan penurunan efektivitas alkohol. Hal ini dapat menyebabkan kontaminasi pada alkohol. Alkohol yang sudah terkontaminasi jika digunakan dapat mengakibatkan infeksi. Penurunan efektivitas antiseptik dapat dilihat menggunakan tes koefisien fenol. Koefisien fenol merupakan perbandingan ukuran suatu bahan antimikrobial dibandingkan dengan fenol sebagai standar.

(20)

3

B. Rumusan Masalah

Antiseptik merupakan cairan yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi. Namun, tidak menutup kemungkinan antiseptik yang terkontaminasi dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi. Oleh karena itu, rumusan masalah pada penelitian ini adalah :

Apakah nilai koefisien fenol pada antiseptik di Unit perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek sesuai dengan standar baku fenol?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian :

Mengetahui nilai koefisien fenol pada antiseptik di unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek.

Tujuan khusus dari penelitian :

1. Mengetahui nilai koefisien fenol pada alkohol di cawan yang bercampur dengan kapas di unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek.

2. Mengetahui nilai koefisien fenol pada alkohol dalam botol di unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek.

3. Mengetahui nilai koefisien fenol pada alkohol dalam jerigen di unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek

(21)

4

5. Mengetahui nilai koefisien fenol pada cairan antiseptik merk “X” di unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui koefisien fenol pada antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek.

(22)

5

E. Kerangka teori dan kerangka konsep

1. Kerangka Teori

Gambar 1. Kerangka teori terjadinya infeksi nosokomial Sumber : Uliyah, dkk (2006), Yohanes (2010)

Mikroorganisme:

Staphylococcus aureus, Staphylococcus

coagulase-negatif, Streptococcus, Enterococcus, Klebsiella pneumonia, Flavobacterium

meningosepticum, Pseudomonas aeruginosa, E. Coli, Salmonella, Shigella

Infeksi nosokomial

Pasien Rumah Sakit

Kontak Tubuh Common Vehicle Udara dan inhalasi Vektor

(23)

6

2. Kerangka Konsep

Common vehicle: Antiseptik

Gambar 2. Kerangka konsep

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi Nosokomial

1. Definisi Infeksi Nosokomial

Infeksi adalah peristiwa masuk dan penggandaan mikroorganisme di

dalam tubuh pejamu yang mampu menyebabkan sakit (Perry & Potter, 2005; Linda Tietjen, 2004).

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seseorang dalam waktu 3x24 jam sejak mereka masuk rumah sakit (Depkes RI, 2003). Infeksi nosokomial diakibatkan oleh pemberian layanan kesehatan dalam fasilitas perawatan kesehatan. Rumah sakit merupakan satu tempat yang paling mungkin mendapat infeksi karena mengandung populasi mikroorganisme yang tinggi dengan jenis virulen yang mungkin resisten terhadap antibiotik (Perry & Potter, 2005).

Kriteria infeksi nosokomial (Depkes RI, 2003), antara lain:

(25)

8

b. Infeksi terjadi sekurang-kurangnya 3x24 jam (72 jam) sejak pasien mulai dirawat.

c. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan yang lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut.

d. Infeksi terjadi pada neonatus yang diperoleh dari ibunya pada saat persalinan atau selama dirawat di rumah sakit.

e. Bila dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai infeksi nosokomial.

(26)

9

2. Penularan Infeksi Nosokomial

Cara penularan infeksi nosokomial antara lain : a. Penularan secara kontak

Penularan ini dapat terjadi baik secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi hepatitis A virus secara fekal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh sumber infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).

b. Penularan melalui common vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan, cairan antiseptik, dan sebagainya (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).

c. Penularan melalui udara dan inhalasi

(27)

10

dapat menyebar jauh (Staphylococcus) dan tuberkulosis (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).

d. Penularan dengan perantara vektor

Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganime yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan biologik, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologik, misalnya Yersenia pestis pada ginjal (flea) (Uliyah dkk, 2006; Yohanes, 2010).

e. Penularan melalui makanan dan minuman

Penyebaran mikroba patogen dapat melalui makanan atau minuman yang disajikan untuk penderita. Mikroba patogen dapat ikut menyertainya sehingga menimbulkan gejala baik ringan maupun berat (Uliyah dkk, 2006).

3. Etiologi

Mikroorganisme penyebab infeksi nosokomial (WHO, 2002): a. Conventional pathogens

(28)

11

b. Conditional pathogens

Penyebab penyakit pada orang dengan penurunan daya tahan tubuh terhadap kuman langsung masuk dalam jaringan tubuh yang tidak steril: pseudomonas, proteus, klebsiella, serratia, dan enterobacter.

c. Opportunistic pathogens

Menyebabkan penyakit menyeluruh pada penderita dengan daya tahan tubuh sangat menurun: mycobacteria, nocardia, pneumocytis.

4. Patogenesis dan Patofisiologi

Infeksi oleh populasi kuman rumah sakit terhadap seseorang pasien yang memang sudah lemah fisiknya tidaklah terhindarkan. Lingkungan rumah sakit harus diusahakan agar sebersih mungkin dan sesteril mungkin. Hal tersebut tidak selalu bisa sepenuhnya terlaksana, karenanya tak mungkin infeksi nosokomial ini bisa diberantas secara total (Yohanes,2010).

Setiap langkah yang tampaknya mungkin, harus dikerjakan untuk menekan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Yang paling penting adalah kembali kepada kaidah sepsis dan antisepsis dan perbaikan sikap / perilaku personil rumah sakit (dokter, perawat) (Yohanes,2010).

(29)

12

penjamu, akibat daya tahan yang turun, dapat menimbulkan infeksi oportunistik. Maka infeksi nosokomial bisa merupakan suatu infeksi oportunistik (Yohanes,2010).

5. Siklus Terjadinya Infeksi Nosokomial

Mikroorganinisme dapat hidup di manapun dalam lingkungan kita. Pada manusia dapat ditemukan pada kulit, saluran pernafasan bagian atas, usus, dan organ genital. Disamping itu mikroorganisme juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air, dan udara. Beberapa mikroorganisme lebih patogen dari yang lain, atau lebih mungkin menyebabkan penyakit. Ketika daya tahan manusia menurun, misalnya pada pasien dengan HIV/AIDS (Depkes, 2007).

(30)

13

masuknya sejumlah kecil mikroorganisme saja dapat menyebabkan sakit (Depkes, 2007).

Agar bakteri, virus dan penyebab infeksi lain dapat bertahan hidup dan menyebar, sejumlah faktor atau kondisi tertentu harus tersedia. Faktor- faktor penting dalam penularan mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit dari orang ke orang dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.

a. Reservoir Agen

Reservoir adalah tempat mikroorganisme patogen mampu bertahan hidup tetapi dapat atau tidak dapat berkembang biak. Pseudomonas bertahan hidup dan berkembang biak dalam reservoir nebuliser yang

(31)

14

digunakan dalam perawatan pasien dengan gangguan pernafasan. Resevoir yang paling umum adalah tubuh manusia. Berbagai mikroorganisme hidup pada kulit dan rongga tubuh, cairan, dan keluaran. Adanya mikroorganisme tidak selalu menyebabkan seseorang menjadi sakit. Carrier (penular) adalah manusia atau binatang yang tidak menunjukan gejala penyakit tetapi ada mikroorganisme patogen dalam tubuh mereka yang dapat ditularkan ke orang lain. Misalnya, seseorang dapat menjadi carrier virus hepatitis B tanpa ada tanda dan gejala infeksi. Binatang, makanan, air, insekta, dan benda mati dapat juga menjadi reservoir bagi mikroorganisme infeksius. Untuk berkembang biak dengan cepat, organisme memerlukan lingkungan yang sesuai, termasuk makanan, oksigen, air, suhu yang tepat, pH, dan cahaya (Perry & Potter, 2005).

b. Portal keluar (Port of exit)

Setelah mikrooganisme menemukan tempat untuk tumbuh dan berkembang biak, mereka harus menemukan jalan ke luar jika mereka masuk ke pejamu lain dan menyebabkan penyakit. Pintu keluar masuk mikroorganisme dapat berupa saluran pencernaan, pernafasan, kulit, kelamin, dan plasenta (Perry & Potter, 2005).

c. Cara penularan (Mode of transmision)

(32)

15

d. Portal masuk (Port of entry)

Sebelum infeksi, mikroorganisme harus memasuki tubuh. Kulit adalah bagian rentang terhadap infeksi dan adanya luka pada kulit merupakan tempat masuk mikroorganisme. Mikroorganisme dapat masuk melalui rute yang sama untuk keluarnya mikroorganisme (Perry & Potter, 2005).

e. Kepekaan dari host (host susceptibility)

Seseorang terkena infeksi bergantung pada kerentanan terhadap agen infeksius. Kerentanan tergantung pada derajat ketahanan individu terhadap mikroorganisme patogen. Semakin virulen suatu mikroorganisme semakin besar kemungkinan kerentanan seseorang. Resistensi seseorang terhadap agen infeksius ditingkatkan dengan vaksin (Perry & Potter, 2005).

6. Pengendalian Infeksi Nosokomial

Pengendalian infeksi nosokomial bertujuan untuk menekan dan memindahkan perkembangan infeksi pada penderita yang sedang dirawat di rumah sakit ataupun mengurangi angka infeksi yang terjadi di rumah sakit. Sebagian infeksi nosokomial ini dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia secara relatif murah, yaitu:

(33)

16

b. memperhatikan dengan seksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikuti dengan sterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi

c. meningkatkan keamanan dalam ruang operasi dan area berisiko tinggi lainnya sebagaiman kecelakaan perlukaan yang sangat serius dan paparan pada agen penyebab infeksi sering terjadi (Linda Tietjen, 2004; Darmadi, 2008).

B. Antiseptik

Antiseptik adalah zat yang dapat menghambat atau menghancurkan mikroorganisme pada jaringan hidup. Antiseptik adalah substansi kimia yang digunakan pada kulit atau selaput lendir untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dengan menghalangi atau merusakkannya. Beberapa antiseptik merupakan germisida, yaitu mampu membunuh mikroba, dan ada pula yang hanya mencegah atau menunda pertumbuhan mikroba tersebut. Antibakterial adalah antiseptik hanya dapat dipakai melawan bakteri (Block, 2001; Staf Pengajar, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan antiseptik yang digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme adalah :

1. jenis organisme yang digunakan

(34)

17

4. jaringan atau unsur-unsur yang ada dalam mikrorganisme 5. jenis racun dari zat kimia (jika diambil secara internal)

6. waktu bagi zat kimia untuk bekerja dan konsentrasi yang dipakai

7. temperatur pada zat kimia dan pada jaringan atau unsur-unsur yang terlibat (Staf pengajar, 2008).

Ciri-ciri suatu antiseptik yang ideal : 1. aktivitas germisid tinggi

2. bersifat letal terhadap mikroorganisme 3. kerjanya cepat dan tahan lama

4. spektrum sempit terhadap infeksi mikroorganisme yang sensitif 5. tegangan permukaan yang rendah untuk pemakaian topikal 6. indeks terapi tinggi

7. tidak memberikan efek sistemik bila diberikan secara topikal 8. tidak merangsang terjadinya reaksi alergi

9. tidak diabsorpsi (Morison, 2003; Staf Pengajar, 2008).

Secara kimia, antiseptik dapat dibedakan menjadi : 1. Golongan alkohol

a. Etanol

1. bersifat bakterisidal pada hampir semua mikroorganisme patogen, serta bersifat fungisid, virusid, dan tidak aktif untuk spora.

(35)

18

3. pada konsentrasi 40-60%, efektif terhadap staphylococcus, tetapi kerjanya lebih lambat dari etanol 70%

4. pada kadar 70% di kulit, dapat membunuh hampir 90% bakteri kulit karena bisa menembus dinding sel

5. etanol 80% mempunyai aktivitas rendah karena menyebabkan penggumpalan bakteri

6. bersifat iritatif jika pemakaiannya lama, terutama etanol 70% 7. sebagai antiseptik yang efektif dan sebagai pembersih sering

dikombinasikan dengan aseton

8. etanol digunakan sebagai profilaksis sebelum dilakukan tindakan bedah (Staf Pengajar, 2008).

b. Isopropanol

Dengan kadar lebih dari 70%, isopropanol lebih efektif dari etanol, tetapi lebih iritatif. Di samping itu, isopropanol mempunyai bau yang lebih tajam dibanding etanol. Isopropanol sering juga digunakan sebagai campuran untuk germisid lainnya (Staf Pengajar, 2008).

c. Benzil alkohol

Benzil alkohol merupakan golongan etanol yang sering digunakan pada kadar 90% untuk pemasangan kateter intravena (Staf Pengajar, 2008). d. Oktoksimol dan nonoksinol

(36)

19

2. Golongan Aldehid a. Formaldehid

1. efektif melawan bakteri, fungi, dan virus, tetapi kerjanya lambat 2. pada kadar 0,5%, zat ini dapat membunuh kuman dalam waktu

6-12 jam dan membunuh spora dalam waktu 2-4 hari

3. dengan konsentrasi 8%, formaldehid memerlukan waktu 10 jam untuk membunuh spora

4. pada konsentrasi rendah, efeknya dihambat oleh protein

5. sering digunakan untuk benda mati atau instrumen bedah dengan kadar 2-8% terutama untuk alat hemodialisis dan endoskopi

6. jarang digunakan sebagai antiseptik lokal karena tidak aman

7. dengan kadar 20-30%, formaldehid digunakana untuk pengobatan hiperhidrosis

8. pemakain berulang dapat menimbulkan reaksi alergi dermatitis eksem

9. dipakai juga untuk mengawetkan cadaver (Staf Pengajar, 2008). b. Glutaraldehid

(37)

20

3. Golongan asam a. Asam asetat

Bersifat bakterisid pada kadar 5% dan bersifat bakteriostatik pada kadar yang lebih rendah. Kadar 1% sebagai profilaksis pada pakaian bedah. Pada kadar 2-5% efektif untuk pseudomonas, kandida, dan aspergilus. Pada kadar 1,25-1% efektif untuk trikomonas dan dapat dipakai sebagai spermatosid. Pada kadar 1,25% dipakai sebagai profilaksis alat-alat kateter. Asam asetat bersifat iritatif (Staf Pengajar, 2008).

b. Asam benzoat

Asam ini sering dipakai untuk pengawet makanan, mempunyai sifat non-toksik dan tidak berasa, serta aman untuk kulit pada kadar tinggi. Pada kadar 0,1% dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan fungi jika medianya sedikit asam (Staf Pengajar, 2008).

c. Asam borat

Bersifat bakteriostatik lemah dan mengiritasi. Asam borat dipakai untuk tetes mata, intoksikasi terjadi pada pemakaian berulang, dan dapat menimbulkan mual, diare, serta kehilangan cairan (Staf Pengajar, 2008).

d. Asam laktat

(38)

21

4. Golongan halogen a. Iodin

Tingtur iodin banyak dipakai sebab efektif, ekonomis, dan toksisitasnya rendah terhadap jaringan. Iodin pertama kali dipakai oleh ahli bedah Prancis di tahun 1839. Iodin bersifat bakterisid, sporosid, fungisid, dan virusidal. Efektif juga terhadap kuman gram positif dan gram negatif. Iodin dalam air bersifat kurang toksis, tetapi pemberian pada kulit dengan konsentrasi tinggi menyebabkan kulit terbakar. Terkadang menyebabkan reaksi alergi yang disertai demam dan beberapa gambaran erupsi kulit (Selvagi, 2003; Staf Pengajar, 2008).

b. Iodofor

Iodofor banyak digunakan ialah Povidon Iodine dengan polivinilpirolidon sebagai pembawa molekulnya. Povidon iodin 10% mengandung 1% iodin. Zat ini bersifat bakteriostatik pada kadar 640 µg/ml dan bersifat bakterisid pada kadar 960 µg/ml (Staf Pengajar, 2008).

5. Golongan fenol a. Fenol

Efektivitas germisid fenol pertama kali dipertunjukkan oleh Lister tahun 1987. Koefisien fenol sering digunakan sebagai indeks aktivitas.

Secara lokal, fenol memberikan efek : 1. bakteriostatik pada kadar 0,02-1%

(39)

22

3. bersifat fungisid pada kadar di atas 1,3% 4. tidak bersifat sporosidal

5. pada kadar tinggi mengendapkan protein, dan pada kadar rendah mendenaturasi protein

6. efeknya menurun pada sabun, lemak, dan media alkalis 7. penetrasinya ke kulit dengan jalan denaturasi protein 8. memberikan efek anestesi lokal pada kadar di atas 0,5%

9. dapat menimbulkan nekrosis pada kulit jika dipakai dalam dosis berlebihan dan lama

10. memiliki kerja kaustik (Staf Pengajar, 2008).

Secara sistemik, fenol memberikan efek :

1. pada mukosa mulut dan lambung, bahan ini bersifat korosif, dapat merangsang muntah, dan menimbulkan rasa sakit

2. dapat menimbulkan keracunan sistemik, stimulasi SSP, depresi kardiovaskular serta kematian

3. urine kehitaman dan dapat dijumpai hialin silinder, sel epitel, dan hemoglobinuria (Staf Pengajar, 2008).

b. Kresol

Jenis-jenis kresol antara lain asam kresilat dan trikresol yang merupakan gabungan dari tiga isomer metilfenol. Sifat-sifat kresol : 1. sifat bakterisidalnya lebih kuat dari fenol

2. bersifat iritatif

(40)

23

c. Heksaloforen

1. merupakan suatu bisfenol terpoliklorinasi dan lebih efektif terhadap kuman gram positif

2. dengan konsentrasi rendah, larutan ini mengganggu transpor elektron kuman dan menghambat enzim yang terikat dengan membran

3. efek bakteriostatiknya tinggi, tetapi perlu waktu untuk membunuh mikroorganisme dan mempunyai efek yang kecil terhadap spora 4. efektivitasnya menurun dengan adanya nanah dan serum, akan tetapi

lebih efektif dengan adanya sabun dan minyak vehikulum pada pemakain secara topikal (Staf Pengajar, 2008).

d. Resorsinol

1. resorsinol bersifat bakterisidal dan fungisidal

2. secara lokal, resorsinol dapat membunuh ikatan lemah dengan protein

3. resorsinol dipakai pada pengobatan jerawat, cacing gelang, psoriasis, dermatitis seboreika

4. efek sentralnya lebih kuat dari fenol (Staf Pengajar, 2008).

C. Koefisien Fenol

(41)

24

senyawa antiseptik untuk membunuh mikroorganisme dalam jangka waktu tertentu. Fenol merupakan salah satu germisidal kuat yang telah digunakan dalam jangka waktu panjang. Efektivitas senyawa antiseptik sangat dipengaruhi oleh konsentrasi dan lama paparannya. Semakin tinggi konsentrasi dan semakin lama paparan akan meningkatkan. Efektivitas senyawa antiseptik. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibanding dengan fenol. Dan sebaliknya, jika koeisien fenol lebih dari 1 maka bahan mikrobial tersebut lebih efektif jika dibandingkan dengan fenol (Staff Pengajar, 2008; Pommerville, 2011)).

Struktur Fenol

Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida (C6H5O-) yang dapat dilarutkan dalam air.

(42)

25

Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoat dengan proses Raschig. Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anastitika oral, misalnya semprotan kloraseptik.

Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka. Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan ini sering digunakan pada masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di kemah-kemah, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan oleh dokter secara penyuntikan ke vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan ke jantung dapat mengakibatkan kematian langsung.

(43)

26

Koefisien fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu bahan antimikrobial dibandingkan dengan fenol sebagai standar. Fenol dijadikan pembanding karena fenol sering digunakan untuk mematikan mikroorganisme. Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan mikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol. Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak mematikannya dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi bahan antimikrobial yang mematikan mikroorganisme dalam sepuluh menit tetapi tidak dalam lima menit (Kokare, 2008).

Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari fenol yang mematikan mikroorganisme dalam 10 menit tetapi tidak mematikan dalam 5 menit terhadap pengencaran tertinggi bahan mikrobial.

D. Uji Koefisien Fenol

(44)

27

dicoba dicampur dengan suatu volume tertentu biakan Salmonella thyphosa atau Staphylococcus aureus (Kokare, 2008; Pommerville, 2011).

Tujuan dari uji koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi daya anti mikroba suatu antiseptik dengan memperkirakan potensi dan efektifitas antiseptik berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap kuman dan membandingkannya terhadap fenol standard yang disebut koefisien fenol (Pommerville, 2011).

(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik untuk menguji efektivitas pada antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dilaksanakan di unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek, dan pengujian efektivitas antiseptik dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, Bandar Lampung, pada bulan Desember 2012-Januari 2013.

C. Bahan dan Alat Penelitian

1. Sampel Penelitian

(46)

29

2. Alat-Alat Penelitian

Alat-alat yang dipakai pada penelitian ini adalah inkubator, autoklaf, rak dan tabung reaksi, gelas ukur, pipet ukur, cawan petri, kapas, bunsen, ose, serta peralatan lainnya yang dipergunakan di Laboratorium Mikrobiologi.

D. Sampel Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. alkohol yang sudah dituang dalam wadah berisi kapas

b. alkohol dalam botol yang digunakan untuk mengisi alkohol pada wadah kapas

c. alkohol dalam jerigen

d. antiseptik bermerk “X” yang digunakan untuk membersihkan tangan para medis dan petugas medis

e. povidon iodin.

E. Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Sampel

(47)

30

2. Uji Koefisien Fenol

Uji koefisien fenol digunakan untuk membandingkan aktivitas antimikroba dari komponen-komponen kimia dengan fenol sebagai standar uji. Pengenceran antiseptik secara bertahap ditempatkan dalam tabung reaksi steril, kultur murni bakteri yang digunakan sebagai standar ditambahkan pada setiap tabung. Bakteri tersebut dimasukkan pada setiap tabung dan petridish dengan interval waktu 5, 10, dan 15 menit. Kemudian diinkubasi pada suhu 370 selama 24 jam dan dilihat kekeruhannya (pommerville, 2011).

2.1. Pembuatan inokulum bakteri

Bakteri Staphylococcus aureus sebelumnya telah ditanam pada agar nutrisi (Nutrient Agar) miring dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-48 jam.

Tahap pengenceran bakteri uji adalah sebagai berikut: a.siapkan tabung reaksi berisi 2 ml NaCl fisiologis 0,9%

b.pindahkan biakan S. aureus tersebut ke dalam larutan NaCl dengan ose, dan setarakan kekeruhannya dengan larutan Mc Farland III (109 kuman/ml)

c.suspensi kuman tersebut kini diperkirakan berisi 109 kuman/ml d.siapkan 3 buah tabung reaksi masing-masing berisi 4,5 ml NaCl

(48)

31

e.pipet 0,5 ml dari suspensi kuman sebelumnya (109 kuman/ml), pindahkan ke salah satu tabung reaksi berisi 4,5 ml NaCl. suspensi kuman kini berkonsentrasi 108 kuman/ml

f. lakukan pengenceran kedua dengan mengambil 0,5 ml dari suspensi kuman 108 kuman/ml dan memindahkannya ke dalam tabung berisi 4,5 NaCl yang kedua. suspensi kuman kini berkonsentrasi 107 kuman/ml

g.pengenceran terakhir dilakukan dengan memindahkan 0,5 ml dari suspensi kuman 107 ke dalam tabung terakhir NaCl. Suspensi kuman telah setara dengan 106 kuman/ml. suspensi bakteri dengan konsentrasi inilah yang akan digunakan untuk melakukan penelitian.

Gambar 5. Inokulum S. Aureus

(49)

32

2.2. Pembuatan fenol standar

Pembuatan fenol standar dengan konsentrasi sebagai berikut : Membuat larutan persediaan baku fenol 5% dengan cara menimbang 2,5 gr fenol dalam 50 ml air suling steril. Kemudian dilakukan pengenceran konsentrasi menjadi 1:80 dengan mempipet 12,5 ml larutan fenol 5% ditambahkan dengan 37,5 ml air suling steril.

2.3. Pengenceran antiseptik

Pengenceran antiseptik dibuat dengan konsentrasi sebagai berikut : a. siapkan 4 buah tabung steril berisi akuades dengan volume yang

berbeda-beda di dalamnya yaitu 9 ml, 7 ml, 4,5 ml, dan 7 ml, secara berurutan

(50)

33

b. lakukan pengenceran pertama dengan mempipet 1 ml larutan antiseptik ke dalam 9 ml air suling sehingga konsentrasi menjadi 1:10

c. pengenceran selanjutnya adalah dengan memindahkan 1 ml antiseptik 1:10 ke dalam tabung berisi 7 ml air suling. Konsentrasi antiseptik pada tabung ini adalah 1:80

d. pindahkan 0,5 ml antiseptik 1:80 ke dalam 4,5 ml akuades sehingga konsentrasi kini 1:100

e. pipet 0,5 ml antiseptik 1:100 ke dalam tabung berisi 7 ml air suling sehingga konsentrasi pada tabung ini adalah 1:150

f. antiseptik yang akan digunakan selanjutnya adalah yang konsentrasi 1:80, 1:100, dan 1:150. oleh karena itu, volume disamakan masing-masing menjadi 5 ml.

Gambar 7. Pengenceran Antiseptik Antiseptik

(51)

34

2.2. Pemeriksaan Koefisien Fenol

Pemeriksaan koefisien fenol dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

a. formulasi bakteri masing-masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi pengenceran fenol dan pengenceran alkohol (dengan perhitungan waktu agar tidak lebih dari 5 menit) dengan volume 0,1 ml

b. petridish yang berisi Nutrient Agar (NA) dan tabung yang berisi Nutrient Broth (NB) masing-masing diberi kode pengenceran untuk fenol dan alkohol

c. setelah 5 menit, setiap pengenceran ditanam pada Nutrient Broth (NB) cair dan pada Nutrient Agar (NA) padat dengan digoreskan menggunakan ose

d. setelah 10 menit, setiap pengenceran ditanam pada Nutrient Broth (NB) cair dan pada Nutrient Agar (NA) padat dengan digoreskan menggunakan ose

e. setelah 15 menit, setiap pengenceran ditanam Nutrient Broth (NB) cair dan pada Nutrient Agar (NA) padat dengan digoreskan menggunakan ose

f. setelah semua ditanam, kemudian diinkubasi pada suhu 37oc selama 24 jam

(52)

35

h. nilai koefisien fenol dihitung dengan menggunakan rumus :

Koefisien fenol < 1 : antiseptik tersebut kurang efektif daya bakterisidalnya dibanding dengan fenol.

Koefisien fenol > 1 : antiseptik tersebut daya bakterisidalnya lebih ampuh dibanding fenol.

Pengenceran tertinggi antiseptik yang mematikan pada menit ke-10 tetapi tidak mematikan pada menit ke-5

(53)

36

Gambar 8. Pemeriksaan Koefisien Fenol Antiseptik

1:80

Antiseptik 1:100

Antiseptik 1:150

Ans 1:100

5’ Ans 1:100 10’ Ans 1:100 15’ Ans 1:80

5’ Ans 1:80 10’ Ans 1:80 15’

Ans 1:150

(54)

37

F. Alur Penelitian

Alkohol Sampel

Gambar 9. Alur Penelitian Uji koefisien fenol

Pengenceran fenol: 1 : 80

Pengenceran antiseptik: 1 : 80

1 : 100 1 : 150

Staphylococcus aureus: 5 menit

10 menit 15 menit

(55)

38

G. Definisi Operasional

Tabel 1. Definisi Operasional.

Variabel Definisi Skala

Efektivitas antiseptik Kemampuan antiseptik untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme menggunkan metode koefisien fenol.

Perbandingan ukuran keampuhan suatu bahan antimikrobial dibandingkan dengan fenol.

Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan mikrobial tersebut lebih efektif dibandingkan fenol.

(56)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap uji efetivitas antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Abdul Moeloek, dapat disimpulkan bahwa antiseptik yang digunakan selama bulan Desember 2012-Januari 2013 memiliki efektivitas lebih baik dibandingkan dengan standar baku fenol.

B.Saran

1. Bagi Unit Perinatologi, agar tenaga medis dan petugas lainnya untuk menggunakan antiseptik terlebih dahulu sebelum bertugas untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Acton, Q. Ashton, PhD. 2011. Antiseptic and Germicides : Advances in Research and Application. Scholarly Editions: Atlanta.

Administrator. 2009. Waspada Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit.

http://blog.unsri.ac.id/admin/artikel/waspadainfeksi-nosokomial-di-rumah-sakit/mrdetail/1113/. Diakses pada tanggal 24 November 2012 pukul 20:15 Block, Seymour S. 2001. Disinfection, Sterilization, and Preservation, 5th edition.

Lippincott Williams and Wilkins : Philadelphia.

Ciric , Lena, Peter Mullany dan Adam P. Roberts. 2011. Antibiotic and Antiseptic Resistance Genes Are Linked on A Novel Mmobile Ggenetic eElement: Tn6087. Journal of Antimicrobial Chemotherapy.

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya. Salemba Medika, Jakarta.

Departemen kesehatan RI. 2001. Pedoman Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit, Dir. Jen. Pelayanan. Medik Spesialistik. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2003. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan. Dir. Jen. Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. FKM UI: Jakarta.

Ducel, G. dkk. 2002. Prevention of hospital-acquired infections, A practical guide. 2nd edition. Department of Communicable disease, Surveillance and Response: World Health Organization.

Gerdes JS. 2004. Diagnosis and Management of Bacterial Infections in the Neonates. Pediatri Clin, North America.

(58)

50

Hospital Cinere Tahun 2010. (Skripsi). Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jakarta.

Hernandes, S. E. D., dkk. 2004. The Effectiveness Of Alcohol Gel And Other Hand-Cleansing Agents Against Important Nosocomial Pathogens. Brazilian Journal of Microbiology.

Kampf , Günter dan Angela Hollingsworth. 2008. Comprehensive bactericidal activity of an ethanol-based hand gel in 15 seconds. Annals of Clinical Microbiology and Antimicrobials.

Kokare, Dr. C. R. 2008. Pharmaceutical Microbiology - Principles and Applications, 6th edition. Nirali Prakashan, India.

Lister, Baron Joseph. 2010. The Classic: On the Antiseptic Principle in the Practice of Surgery. Springer-Verlag.

McDonnell, Gerald dan A. Denver Russell. 1999. Antiseptics and Disinfectants: Activity, Action, and Resistance. American Society for Microbiology. Mimoz, Olivier, dkk. 1999. Chlorhexidine Compared With Povidone-Iodine As

Skin Preparation Before Blood Culture. American Society of Internal Medicine.

Morison, Moya J. 2003. Manajemen Luka. EGC: Jakarta.

Mukti, J. I. 2006. Evaluasi Disinfektan Turunan Aldehid Dan Turunan Halogen Dengan Koefisien Fenol Termodifikasi.

http://repository.uii.ac.id/610/SK/I/0/00/001/001049/uii-skripsi- evaluasi%20disinfektan-01613098-JONIE%20ILYAS%20MUKTI-4386737006-abstract.pdf. Diakses pada tanggal 8 Februari 2013 pukul 19:00.

Nashihah. 2010. Aneka Macam Infeksi Nosokomial.

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/06/10/112547/ Aneka-Macam-Infeksi-Nosokomial. Diakses pada tanggal 11 November pukul 19.15.

Notoadmojo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi revisi. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.

Olorode, Dr. Oluwayemisi A. dan Dr. Gideon C. O. 2012. The Sanitising Efficiency Of Different Disinfectants On Salmonella Isolates In Port Harcourt Abattoir. SAVAP International.

(59)

51

Pommerville, J. C. 2011. Alcamo’s Fundamentals of Microbiology. Jones and Bartlett Publishers, Canada.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, Dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.

Pratiwi, S. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta:Erlangga.

Prevention of hospital-acquired infections A practical guide 2nd edition World Health Organization Department of Communicable Disease, Surveillance and Response. 2002. http://www.who.int/emc.

Putra, J.S.. 2004. Uji Banding Mikrodermabrasi dan Kombinasi Mikrodermanrasi + Krim Tretinoin pada Kulit Keriput. FK Universitas Diponegoro :

Semarang.

Redaksi. 2009. Rumah Sakit Rentan Infeksi Nosokomial.

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/07/17/72834/Rumah -Sakit-Rentan-Infeksi-Nosokomial. Diakses pada tanggal 11 November 2012 pukul 19:00.

Reichel, Mirja dkk. 2009. Alcohols for Skin Antisepsis at Clinically Relevant Skin Sites. American Society for Microbiology.

Selvagi, G. dkk. 2003. The Role of Iodine in Antisepsis and Wound Management : A Reappraisal. Acta Chirurgica Belgica.

Staf Pengajar Departemen Farmakologi FK Universitas Sriwijaya. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi ke 2. EGC:Jakarta.

Uliyah Musrifatul, Hidayat Alimul, A., 2006. Keterampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan. Salemba Medika, Jakarta.

Waluyo. 2005. Mikrobiologi Umum. UMPress, Malang.

Gambar

Gambar
Gambar 1. Kerangka teori terjadinya infeksi nosokomial Sumber : Uliyah, dkk (2006), Yohanes (2010)
Gambar 3. Siklus infeksi nosokomial (Depkes RI, 2007)
Gambar 4. struktur kimia fenol (McDonnell, 1999)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit Wangaya pada tanggal 13 April sampai dengan 13 Mei 2015 yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh

yang berpengaruh terhadap kepatuhan ibu/bapak dalam pengobatan.. anak tuberkulosis di Poli Anak Rumah Sakit Abdul Moeloek pada. bulan Desember 2012 dan variabel

Penelitian ini menggunakan metode Most Probable Number (MPN) dan uji biokimia untuk mengidentifikasi bakteri yang didapat. Sampel yang digunakan berupa air

Identifikasi terhadap tanggapan pasien mengenai aplikasi terapi doa yang diberikan oleh pembimbing rohani di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Abdul Moeloek Bandar Lampung

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis mikroorganisme udara yang terdapat dalam ruang Neonatal Intensive Care Unit (NICU) RSUD Abdul Moeloek Bandar Lampung dan

Dari hasil implementasi dan pengujian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dengan dibuatnya sistem informasi manajemen rumah sakit pada unit rawat inap

Secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara adekuasi hemodialisis dengan kualitas hidup pasien ESRD di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung tahun

Uji aktivitas antibakteri sabun antiseptik asepso dilakukan menggunakan metode difusi agar cakram dengan cara menghitung diameter zona hambat yang terbentuk terhadap