PENGARUH LINGKUNGAN SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING
TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP
PADA MATERI POKOK EKOSISTEM
(Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP N 4 Sekampung Kabupaten Lampung Timur
Tahun Pelajaran 2012/2013) Oleh
DEASY FRISTIKA SARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH LINGKUNGAN SEKITAR SEKOLAH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MELALUI MODEL INKUIRI TERBIMBING
TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP
PADA MATERI POKOK EKOSISTEM
(Studi Eksperimen pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP N 4 Sekampung Kabupaten Lampung Timur
Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
DEASY FRISTIKA SARI
Hasil observasi pada SMP N 4 Sekampung, diketahui bahwa Keterampilan Proses Sains (KPS) dan penguasaan konsep oleh siswa pada materi pokok Ekosistem belum optimal. Hal ini disebabkan pembelajaran masih berpusat pada guru dan kurang mengoptimalkan fasilitas sarana dan prasarana yang ada. Untuk mengatasi hal tersebut telah dilakukan penelitian menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar melalui model inkuiri terbimbing.
Deasy FristikaSari
iii
Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan desain pretes postes kelompok non-ekuivalen. Sampel penelitian adalah siswa kelas VII A sebagai kelas
eksperimen dan VII B sebagai kelas kontrol yang dipilih dengan teknik cluster random sampling. Data kuantitatif diperoleh dari nilai pretes, postes dan N-gain
yang dianalisis secara statistik menggunakan uji-U melalui program SPSS 17. Data kualitatif berupa hasil observasi keterampilan proses sains yang dianalisis secara deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata keterampilan proses sains dan penguasaan konsep oleh siswa kelas eksperimen mengalami peningkatan. Rata-rata
peningkatan keterampilan proses sains semua indikator yang diamati pada kelas eksperimen meningkat dengan N-gain 35,81%. Sedangkan rata-rata peningkatan penguasaan konsep dengan N-gain 61,06%.
Dengan demikian, pembelajaran menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar melalui model inkuiri terbimbing berpengaruh dalam
meningkatkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep oleh siswa.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
F. Kerangka Pikir ... 7
G. Hipotesis Penelitian ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar ... 10
B. Model Inkuiri terbimbing ... 12
C. Keterampilan Proses Sains ... 19
D. Penguasaan Konsep ... 23
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28
B. Populasi dan Sampel ... 28
C. Desain Penelitian ... 28
D. Prosedur penelitian ... 29
E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 35
F. Teknik Analisis Data ... 36
IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 40
B. Pembahasan ... 44
V.SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 55
xiv
DAFTAR PUSTAKA ... 57
LAMPIRAN ... 59
1. Silabus ... 60
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 66
3. Lembar Kerja Siswa ... 84
4. Pretest dan Posttest ... 110
5. Data Hasil Penelitian ... 120
6. Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains ... 128
7. Analisis Uji Statistik ... 131
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan upaya terorganisir, berencana dan berlangsung kontinyu (terus menerus sepanjang hayat) ke arah membina manusia/anak didik menjadi insan paripurna, dewasa dan berbudaya. Dari pengertian tersebut Kosasih Djahiri (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 2)
mengemukakan, pendidikan merupakan upaya terorganisir yang memiliki makna bahwa pendidikan harus dilakukan oleh usaha sadar manusia dengan dasar dan tujuan yang jelas, ada tahapannya dan ada komitmen bersama di dalam proses pendidikan. Berencana mengandung arti, pendidikan harus direncanakan sebelumnya dengan suatu proses perhitungan yang matang dan berbagai sistem pendukung yang
dipersiapkan. Berlangsung kontinyu artinya pendidikan berlangsung terus menerus sepanjang hayat selama manusia hidup proses pendidikan itu tetap dibutuhkan, kecuali bila manusia sudah mati, ia tidak memerlukan lagi proses pendidikan apapun juga.
Dalam IPA dipelajari permasalahan yang berkait dengan fenomena alam dan berbagai permasalahan dalam kehidupan masyarakat. Fenomena alam dalam IPA dapat ditinjau dari objek, persoalan, tema, dan tempat
2
melalui observasi maupun eksperimen, sebagai bagian dari kerja ilmiah yang melibatkan keterampilan proses yang dilandasi sikap ilmiah. Selain itu, pembelajaran IPA mengembangkan rasa ingin tahu melalui penemuan berdasarkan pengalaman langsung yang dilakukan melalui kerja ilmiah. Melalui kerja ilmiah, peserta didik dilatih untuk memanfaatkan fakta, membangun konsep, prinsip, teori sebagai dasar untuk berpikir kreatif, kritis, analitis, dan divergen (BSPN, 2007:12). Seperti pada materi pokok ekosistem yang dapat menggunakan lingkungan sekitar sebagai sumber pembelajarannya.
Dalam sistem belajar mengajar yang sifatnya klasikal (bersama-sama dalam satu kelas), guru harus berusaha agar proses belajar mengajar mencerminkan komunikasi dua arah. Mengajar bukan semata-mata merupakan pemberian informasi seraya tanpa mengembangkan kemampuan mental, fisik, dan penampilan diri untuk mendapatkan kemampuan penguasaan konsep yang tepat oleh siswa.
Para psikolog umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai contoh-contoh
Oleh karena itu, proses belajar mengajar di kelas harus dapat
mengembangkan cara belajar siswa untuk mendapatkan, mengelola, menggunakan dan mengkomunikasikan apa yang telah diperoleh dalam proses belajar sehingga terbentuklah konsep pada diri siswa.
Hasil observasi pada SMP N 4 Sekampung, sekolah tersebut memiliki lingkungan yang cukup luas. Di lingkungan tersebut terdapat sawah di halaman depan sekolah dan kebun singkong dibagian belakang. Akan tetapi, lingkungan tersebut belum digunakan secara maksimal oleh guru dalam pembelajaran biologi untuk mempelajari ekosistem. Padahal lingkungan merupakan sumber belajar yang besar manfaatnya. Hal tersebut mengakibatkan keterampilan proses sains siswa tidak tergali dengan baik dan penguasaan konsep oleh siswa kurang maksimal,
dikarenakan proses pembelajaran biologi kelas VII SMP N 4 Sekampung masih menggunakan metode ceramah dan terkadang menggunakan metode diskusi.
4
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah yaitu 70,00. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan suatu cara
penggunaan model dan pemanfaatan sumber belajar sehingga
keterampilan proses sains dan penguasaan konsep oleh siswa pada materi ekosistem dapat ditingkatkan.
Salah satu sumber belajar yang paling tepat untuk mempelajari ekosistem dengan menggunakan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, karena siswa dapat menemukan langsung semua komponen dan satuan dalam ekosistem. Model pembelajaran yang diduga dapat memberdayakan
keterampilan proses sains dan penguasaan konsep oleh siswa adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing. Adapun pelaksanaannya guru
memberikan tugas meneliti sesuatu masalah ke kelas yang sudah dibagi menjadi beberapa kelompok dan masing-masing kelompok diberi tugas tertentu. Kemudian mereka mempelajari, meneliti, dan membahas
tugasnya di dalam kelompok. Setelah hasil kerja mereka dalam kelompok didiskusikan, kemudian dibuat laporan yang tersusun dengan baik
(Roestiyah, 2008:75), model ini biasanya digunakan terutama bagi siswa-siswa yang belum berpengalaman belajar dengan model inkuiri
terbimbing. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoiriyah (2012: 42), bahwa penggunaan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada materi pokok
Berdasarkan latar belakang di atas, dipandang perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar siswa melalui model pembelajaran inkuiri
terbimbing terhadap keterampilan proses sains dan penguasaan konsep oleh siswa pada materi pokok ekosistem siswa kelas VII SMP N 4 Sekampung T.P. 2012/2013.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Adakah pengaruh yang signifikan dari penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dengan model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains oleh siswa pada materi pokok ekosistem ? 2. Adakah pengaruh yang signifikan dari penggunaan lingkungan sekitar
sekolah sebagai sumber belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep oleh siswa pada materi pokok ekosistem?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dengan model inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains oleh siswa pada materi pokok ekosistem. 2. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan lingkungan sekitar sekolah
6
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menjadi suatu pengalaman belajar yang menjadi bekal untuk menjadi calon guru yang profesional.
2. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam
pengembangan pembelajaran biologi dengan suatu strategi yang tepat dan sesuai untuk mengembangkan keterampilan proses sains dan penguasaan konsep oleh siswa.
3. Bagi siswa dapat meningkatkan keterampilan proses sains pada materi pokok Ekosistem.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menjaga agar masalah ini lebih terarah dan lebih jelas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, maka perlu adanya batasan ruang lingkup penelitian yaitu :
1. Lingkungan sekitar sekolah adalah objek utama pengamatan yang
dijadikan sumber belajar. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VII B sebagai kelas kontrol di SMP N 4 Sekampung.
3. Penguasaan konsep
Penguasaan konsep diperoleh dari hasil rata-rata pretes dan postes siswa pada materi pokok Ekosistem.
4. Sintaks pembelajaran dalam model inkuiri terbimbing adalah (1)
mengajukan pertanyaan atau permasalahan, (2) merumuskan hipotesis, (3) mengumpulkan data, (4) analisis data, dan (5) membuat kesimpulan. 5. Materi dalam penelitian ini adalah materi pokok ekosistem dengan
kompetensi dasar menentukan ekosistem dan saling hubungan antara komponen ekosistem (KD 7.1).
F. Kerangka Pikir
Biologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari semua yang berhubungan dengan makhluk hidup. Oleh karenanya biologi tidak dapat dipelajari dengan menerima pengetahuan langsung dari guru ke siswa, atau dengan cara
membaca dan menghafal saja melainkan melalui proses yang harus dilewati. Pembelajaran biologi lebih merupakan kegiatan atau proses aktif
menggunakan pikiran dalam memahami gejala-gejala alam. Pelajaran biologi dapat dipahami dengan mudah dan benar apabila siswa diberikan pengalaman langsung dengan bantuan media dan model yang tepat. Oleh karena itu, guru sebagai mediator dan fasilitator harus kreatif agar dapat menciptakan situasi pembelajaran yang dapat memudahkan siswa untuk menguasai materi pelajaran biologi dengan lebih baik.
8
siswa aktif dan terlibat langsung dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan materi sehingga dapat memecahkan masalah tersebut.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk membantu siswa menguasai materi pelajaran biologi ialah dengan memanfaatkan lingkungan alam yang terdapat di sekitar sekolah sebagai media belajar siswa untuk menambah pengetahuan tentang materi pokok ekosistem. Lingkungan sekitar sekolah dapat menyajikan informasi secara lebih konkrit, sehingga informasi tersebut lebih mudah dimengerti dan dipertahankan dalam ingatan jangka panjang. Hal ini sangat membantu siswa untuk dapat mengembangkan keterampilan proses sains siswa sehingga penguasaan konsep akan terbentuk.
Penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar siswa dapat memberikan hasil yang optimal bila dikombinasikan dengan model
pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang diduga tepat untuk dikombinasikan dengan lingkungan sekitar sekolah adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing.
Model inkuiri terbimbing menekankan pada kontruktivisme pengetahuan, artinya siswa melakukakan penemuan teori, prinsip, dan konsep melalui pengalaman yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, maka pembelajaran akan lebih bermakna dan mudah diingat.
Keterangan : X : Penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar melalui model inkuiri terbimbing
Y1 : Keterampilan proses sains siswa Y2 : Penguasaan konsep
Gambar 1. Model teoritis hubungan antara variabel bebas dan terikat
G. Hipotesis penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1.H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunaan lingkungan sekitar sekolah dengan model inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep oleh siswa pada materi pokok ekosistem.
H1 : Ada pengaruh yang signifikan penggunaan lingkungan sekitar sekolah dengan model inkuiri terbimbing terhadap penguasaan konsep oleh siswa pada materi pokok ekosistem.
X
Y1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar
Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu (Sudjana, 1989: 28).
Pengajaran merupakan suatu proses sistemik yang meliputi banyak komponen. Salah satu dari komponen sistem pengajaran adalah sumber belajar. Sadiman (dalam Rohani, 2010: 186) berpendapat bahwa, segala macam sumber yang ada di luar diri seseorang (peserta didik) dan yang memungkinkan/memudahkan terjadinya proses belajar disebut sumber belajar.
Lingkungan hidup terutama dikaji dalam ilmu lingkungan yang merupakan ekologi terapan (applied ecology) dengan tujuan agar manusia dapat menerapkan prinsip dan konsep pokok ekologi dalam lingkungan hidup (Darsono, 2010: 8).
pengajaran itu sendiri yang dapat difungsikan sebagai “sumber
pengajaran” atau “sumber belajar. Bukan hanya guru dan buku/bahan
pelajaran yang menjadi sumber belajar. Banyak hal yang dapat dipelajari dan dijadikan sumber belajar. Pengajaran yang tidak menghiraukan prinsip lingkungan akan mengakibatkan peserta didik tidak mampu beradaptasi dengan kehidupan tempat ia hidup. Pengetahuan yang mungkin ia kuasai belum menjamin pada bagaimana ia menerapkan pengetahuannya itu bagi lingkungan yang ia hadapi (Rohani, 2010: 22).
Hamalik (2004: 195) mengungkapkan bahwa lingkungan (environment) sebagai dasar pengajaran adalah faktor kondisional yang mempengaruhi tingkah laku individu dan merupakan faktor belajar yang penting. Lingkungan belajar/pembelajaran/pendidikan terdiri dari berikut: 1. Lingkungan sosial adalah masyarakat baik kelompok besar atau
kelompok kecil.
2. Lingkungan personal meliputi individu-individu sebagai suatu pribadi berpengaruh terhadap individu pribadi lainnya.
3. Lingkungan alam (fisik) meliputi semua sumber daya alam yang dapat diberdayakan sebagai sumber belajar.
12
Fungsi-fungsi suatu lingkungan pendidikan/pengajaran menurut Hamalik (2004: 196) adalah sebagai berikut:
1. Fungsi psikologis; stimulus bersumber/berasal dari lingkungan yang merupakan rangsangan terhadap individu sehingga terjadi respons, yang menunjukkan tingkah laku tertentu. Respons tadi pada gilirannya dapat menjadi stimulus baru yang menimbulkan respons baru,
demikian seterusnya. Ini berarti, lingkungan mengandung makna dan melaksanakan fungsi psikologis tertentu.
2. Fungsi pedagogis; Lingkungan memberikan pengaruh-pengaruh yang bersifat mendidik, khususnya lingkungan yangsengaja disiapkan sebagai suatu lembaga pendidikan, misalnya keluarga, sekoalah, lembaga pelatihan, lembaga-lembaga sosial.masing-masing lembaga tersebut memiliki program pendidikan, baik tertulis maupun yang tidak tertulis.
3. Fungsi intruksional; Program intruksional merupakan suatu lingkungan pengajaran/pembelajaran yang dirancang secara khusus. Guru yang mengajar, materi pelajaran, sarana dan prasarana pengajaran, dan kondisi lingkungan kelas (fisik) merupakan lingkungan yang sengaja dikembangkan untuk mengembangkan tingkah laku siswa.
B. Model Inkuiri Terbimbing
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu (benda, manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat merumuskan sendiri
penemuannya dengan penuh percaya diri (Amri dan Ahmadi, 2010: 200).
Model inkuiri terbimbing adalah sebuah metode pembelajaran yang termasuk dalam model pembelajaran pemrosesan informasi. Menurut Joyce dan Weil (1996 : 187), model inkuiri terbimbing adalah sebuah model yang intinya melibatkan siswa ke dalam masalah asli dan
menghadapkan mereka dengan sebuah penyeledikan, membantu mereka mengidentifikasi konseptual atau metode pemecahan masalah yang terdapat dalam penyelidikan, dan mengarahkan siswa untuk mencari jalan keluar dari suatu masalah.
Para ahli pendidikan mengemukakan berbagai macam definisi mengenai model pembelajaran. Seperti yang dikemukakan Joyce (dalam Trianto, 2009 : 22) berpendapat bahwa, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
14
Adapun Nurulwati (dalam Trianto, 2009 : 22) mengemukakan maksud dari model pembelajaran yaitu, kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.
Joyce (dalam Amri dan Ahmadi, 2010: 200), mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu:
1) Aspek sosial di dalam kelas dan suasan bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi;
2) Berfokus pada hipotesis yang perlu diuji kebenarannya;
3) Penggunaan kata sebagai evidensi dan di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reabilitas tentang fakta, sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.
Menurut Hamruni (2012: 92), dalam penggunaan strategi pembelajaran inkuiri terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh setiap guru. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a) Berorientasi pada pengembangan intelektual
Tujuan utama dari strategi inkuiri adalah pengembangan
menggunakan strategi inkuri tidak ditentukn oleh sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, tapi sejauh mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu. Makna dari
“sesuatu” yang harus ditentukan oleh siswa melalui proses berpikir
adalah sesuatu yang dapat ditemukan, bukan sesuatu yang tidak pasti, sehingga setiap gagasan yang harus dikembangkan adalah gagasan yang dapat ditemukan.
b) Prinsip interaksi
16
c) Prinsip bertanya
Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan strategi pembelajaran inkuiri adalah guru sebagai penanya.kemampuan siswa untuk menjawab setiap pertanyyan pada dasarnya sudah merupakan bagian dari proses berpikir. Oleh sebab itu, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkap inkuri sangat diperlukan. Berbagai jenis dan teknik bertanya perlu dikuasai oleh setiap guru, apakah itu bertanya hanya sekadar untuk meminta perhatian siswa, bertanya untuk melacak, bertanya untuk mengembangkan
kemampuan, atau bertanya untuk menguji. d) Prinsip belajar untuk berpikir
Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses
mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak kanan; baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokorteks. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Belajar yang hanya cenderung memanfaatkan otak kiri, misalnya dengan memaksa anak untuk berpikir logis dan
rasional, akan membuat anak dalam posisi “kering dan hampa”.
e) Prinsip keterbukaan
Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan. Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh karena itu, anak perlu diberikan kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis dan secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.
Menurut Amri dan Ahmadi (2010: 200-201), proses inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah:
a) Kesadaran terhadap masalah; b) Melihat pentingnya masalah c) Merumuskan masalah
2. Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam
mengembangkan hipotesis ini adalah:
a) Menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh; b) Melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan
merumuskan hipotesis.
18
a) Merakit peristiwa, terdiri dari: mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan mengevaluasi data; b) Menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan data,
menginterpretasikan data dan mengklasifikasikan data; c) Analisis data, terdiri dari: melihat hubungan, mencatat
persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan trend, sekuensi, dan keteraturan.
4. Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: a) Mencari pola dan makna hubungan;
b) Merumuskan kesimpulan.
5. Menerapkan kesimpulan dan generalisasi.
Roestiyah (2008: 77) mengungkapkan, adapun teknik inkuiri ini memiliki keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
1) Dapat membentuk dan mengembangkan “sel-consept’ pada diri
siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
3) Mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka.
4) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
9) Siswa dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar yang tradisional.
10)Dapat memberi waktu pada siswa secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi.
C. Keterampilan Proses Sains
Dalam sistem belajar mengajar yang sifatnya klasikal (bersama-sama dalam satu kelas), guru harus berusaha agar proses belajar mengajar mencerminkan komunikasi dua arah. Mengajar bukan semata-mata merupakan pemberian informasi seraya tanpa mengembangkan kemampuan mental, fisik, dan penapilan diri.
Semiawan (1987: 14) mengemukakan ada beberapa alasan yang melandasi perlunya diterapkan keterampilan proses dalam kegiatan belajar-mengajar sehari-hari. Alasan pertama perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua
fakta dan konsep kepada siswa. Jika guru masih bersikap “mau
mengajarkan” semua fakta dan konsep dari berbagai cabang ilmu, maka
20
dilatih untuk menemukan konsep, tidak dilatih untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Alasan kedua, para psikologi umumnya sependapat bahwa anak-anak mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai contoh-contoh kongkret, contoh-contoh yang wajar sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktikkan sendiri upaya
penemuan konsep melalui perlakuan terhadap kenyataan fisik melalui penanganan benda-benda yang benar-benar nyata.perkembangan pikiran (kognitif) anak sesungguhnya dilandasi oleh gerakan dan perbuatan. Anak harus bergerak dan berbuat sesuatu terhadap objek yang nyata.
Alasan ketiga, penemuan pengetahuan tidak bersifat mutlak benar seratus persen, penemuannya bersifat relatif. Semua konsep yang ditemukan melalui penyelidikan ilmiah masih tetap terbuka untuk dipertanyakan, dipersoalkan, dan diperbaiki. Jika kita hendak menanamkan sikap ilmiah yang demikian dalam diri anak, maka cara menuangkan informasi sebanyak-banyaknya ke dalam otak anak tidaklah sesuai dengan maksud pendidikan. Anak selalu dilatih untuk selalu bertanya, berpikir kritis, dan mengusahakan kemampuan-kemampuan jawaban terhadap suatu masalah. Dengan perkataan lain, anak perlu dibina berpikir dan bertindak secara kreatif.
Alasan keempat, dalam proses belajar mengajar seyogyanya
Langkah-langkah pelaksanaan keterampilan proses adalah sebagai berikut:
1. Pemanasan
Tujuan kegiatan ini untuk mengarahkan siswa pada pokok
permasalahan agar siswa siap, baik secara mental, emosional maupun fisik.
Kegiatan ini antara lain dapat berupa:
a. Pengulasan langsung pengalaman yang pernah dialami siswa maupun guru.
b. Pengulasan bahan pengajaran yang pernah dipelajari pada waktu sebelumnya.
c. Kegiatan-kegiatan yang menggugah dan mengarahkan perhatian siswa antara lain meminta pendapat/ saran siswa, menunjukkan gambar, slide, film, atau benda lain.
2. Proses belajar mengajar
a. Pengamatan
Tujuan kegiatan ini melakukan pengamatan yang terarah dengan gejala/ fenomena sehingga mampu membedakan yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan pokok permasalahan.
b. Interpretasi hasil pengamatan
22
c. Peramalan
Hasil interpretasi dari suatu pengamatan kemudian digunakan untuk meramalkan atau memperkirakan kejadian yang belum diamati/ akan datang. Ramalan tersebut didasarkan atas hubungan logis dari hasil pengamatan yang telah diketahui.
d. Aplikasi konsep
Yang dimaksud dengan aplikasi konsep adalah menggunakan konsep yang telah diketahui/ dipelajari dalam situasi baru atau dalam menyelesaikan masalah.
e. Perencanaan penelitian
Penelitian bertitik tolak dari seperangkat pertanyaan antara lain untuk menguji kebenaran hipotesis tertentu perlu perencanaan penelitian-penelitian lanjutan dalam bentuk percobaan lainnya. f. Pelaksanaan penelitian
Tujuan dari kegiatan ini adalah agar siswa lebih memahami pengaruh variabel yang satu pada variabel yang lain. Cara belajar yang mengasyikkan akan terjadi dan kerativitas siswa akan terlatih. g. Komunikasi
D. Penguasaan Konsep
Konsep merupakan salah satu pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa. Menurut Dahar (1996 : 79) konsep merupakan dasar bagi proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi. Pendapat tentang konsep juga dikemukakan oleh Hamalik (2001 :161) bahwa konsep adalah suatu kelas stimuli yang memiliki sifat-sifat (atribut-atribut) umum. Stimuli adalah objek-objek atau orang (person).
Dahar (1996 : 95) berpendapat bahwa:
“ Untuk sebagian besar konsep-konsep, kita dapat mengembangkan suatu hierarki dari konsep-konsep yang berhubungan yang memperlihatkan bagaimana suatu konsep terkait pada konsep-konsep yang lain.”
Kesimpulan yang dapat ditarik dari pendapat Dahar apabila siswa telah menguasai suatu konsep, maka besar kemungkinan siswa tersebut dapat dengan mudah memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep-konsep yang lain. Penguasaan konsep berkesinambungan antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase; eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, siswa mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, siswa mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalan fase aplikasi konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut (Dimyati, 2009 : 14).
Pendapat Hamalik (2001 : 164) tentang kegunaan konsep yaitu: 1. Konsep-konsep mengurangi kerumitan lingkungan.
24
3. Konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru, lebih luas, dan lebih maju.
4. Konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda.
Slameto (2003 : 141) juga berpendapat bahwa apabila sebuah konsep telah dikuasai siswa, ada empat kemungkinan untuk menggunakannya yakni: 1. Siswa dapat menggolongkan apakah contoh konsep yang dihadapi
sekarang termasuk konsep yang sama atau dalam konsep lain. 2. Siswa dapat mengenal konsep-konsep lain.
3. Siswa dapat menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan masalah. 4. Penguasaan konsep memudahkan siswa untuk mempelajari konsep lain.
Prinsip-prinsip untuk mempelajari konsep, seperti halnya mempelajari informasi fakta, yang dilaksanakan siswa untuk memudahkannya dalam mempelajari konsep-konsep. Penguasaan informasi adalah penting untuk mempelajari konsep dan informasi tentang konsep serta penerapannya dapat diperoleh melalui membaca dan mempelajari bahan-bahan tertulis (Slameto, 2003 : 150).
Penguasaan konsep merupakan hasil belajar dari ranah kognitif. Hasil belajar dari ranah kognitif mempunyai hierarki atau bertingkat-tingkat. Adapun tingkat-tingkat yang dimaksud adalah : (1) informasi non verbal, (2) informasi fakta dan pengetahuan verbal, (3) konsep dan prinsip, dan (4) pemecahan masalah dan kreatifitas. Informasi non verbal dikenal atau dipelajari dengan cara penginderaan terhadap objek-objek dan peristiwa-peristiwa secara langsung. Informasi fakta dan pengetahuan verbal dikenal atau dipelajari dengan cara mendengarkan orang lain dan dengan jalan membaca. Semuanya itu penting untuk memperoleh konsep-konsep. Selanjutnya, konsep-konsep itu penting untuk membentuk prinsip-prinsip. Kemudian prinsip-prinsip itu penting di dalam pemecahan masalah atau di dalam kreativitas (Slameto, 2001 : 131).
Bloom membagi tingkat kemampuan atau tipe hasil belajar yang termasuk aspek kognitif menjadi enam, yaitu pengetahuan hafalan, pemahaman, atau komprehensi, penerapan aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi (Purwanto, 2008 : 43).
[image:32.595.135.517.623.753.2]Menurut Merrill (dalam Salma dan Prawiradilaga, 2009: 95), ranah kognitif terdiri dari 6 jenis perilaku sebagai berikut :
Tabel 1. Ranah kognitif
Berpikir Uraian Rincian
Mengingat Memunculkan pengetahuan dari jangka panjang
Mengenali Mengingat Mengerti Membentuk arti dari pesan
pembelajaran (isi): lisan, tulisan, grafis atau gambar.
26
Menjelaskan Menerapkan Melaksanakan atau menggunakan
prosedur dalam situasi tertentu
Melaksanakan Mengembangkan Menganalisis Menjabarkan komponen atau struktur
dengan membedakan dari bentuk dan fungsi, tujuan, dan seterusnya
Membedakan Menyusun kembali Menandai
Menilai Menyusun pertimbangan berdasarkan kriteria dan persyaratan khusus
Mengecek Mengkritik Berkreasi Menyusun sesuatu hal baru;
memodifikasi suatu model lama, menjadi sesuatu yang berbeda dan seterusnya
Menghasilkan Merencanakan Membentuk
Penguasaan konsep pelajaran oleh siswa dapat diukur dengan mengadakan evaluasi. Menurut Thoha (2001 : 1) bahwa evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Menurut Daryanto (1999 : 11) bahwa tujuan utama melakukan evaluasi dalam proses belajar-mengajar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan isntruksional oleh siswa sehingga dapat diupayakan tindak lanjutnya. Salah satu instrumen atau alat ukur yang biasa digunakan dalam evaluasi adalah tes. Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Daryanto, 1999 : 35).
Tes untuk mengukur berapa banyak atau berapa persen tujuan pembelajaran dicapai setelah satu kali mengajar atau satu kali pertemuan adalah postes atau tes akhir. Disebut tes akhir karena sebelum memulai pelajaran guru
Dalam hal ini, hasil tes tersebut dijadikan umpan balik dalam meningkatkan mutu pembelajaran (Daryanto, 1999 : 195-196). Melalui hasil tes tersebut maka dapat diketahui sejauh mana tingkat penguasaan konsep siswa.
Taraf penguasaan konsep dapat diketahui kriterianya dengan kriteria penguasaan konsep dari Thoha (1994 : 89) sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria Penguasaan Konsep
Taraf Nilai Rata-Rata Kualifikasi Nilai
≥ 6,6 Baik
5,5 – 6,5 Cukup
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April-Mei 2013 di SMP N 4 Sekampung.
B. Populasi dan Sampel
Populasi dan sampel seluruh siswa kelas VII SMP N 4 Sekampung Tahun Pelajaran 2012/2013. Dari seluruh populasi yang ada di ambil dua kelas sebagai sampel penelitian (yaitu kelas VII A dan VII B) dengan cara cluster random sampling. Cluster random sampling yaitu populasi tidak terdiri dari individu-individu, melainkan terdiri dari kelas-kelas individu atau cluster
misalnya kelas sebagai cluster (Margono, 2005:127). Kemudian dari dua kelas tersebut, diperoleh siswa kelas VII A (jumlah siswa 31) sebagai kelas eksperimen yang akan diberi perlakuan menggunakan sumber belajar berupa lingkungan sekitar sekolah dengan model inkuiri terbimbing dan siswa kelas VII B (jumlah 33 siswa) sebagai kelas kontrol.
C. Desain Penelitian
perlakuan menggunakan sumber belajar lingkungan sekitar sekolah dengan model pembelajaran inkuri terbimbing, sedangkan kelas kontrol
menggunakan metode diskusi. Hasil pretes dan postes pada kedua kelompok subyek dibandingkan.
Struktur desain penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kelas pretes perlakuan postes I O1 X O2
II O1 C O2
Keterangan : I = Kelas eksperimen; II = Kelas kontrol; O1 = Pretest; O2 = Post test;
X = Perlakuan menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing.
[image:36.595.133.482.238.349.2]C = Perlakuan dengan diskusi(dimodifikasi dari Riyanto, 2001:43)
Gambar 2. Desain pretes-postes non ekuivalen
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan
penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai berikut: 1. Prapenelitian
Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian sebagai berikut :
30
b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian, untuk mendapatkan informasi yang menunjang penelitian yang akan dilakukan.
c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan menggunakan cluster random sampling. d. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS). e. Membuat instrumen penelitian yaitu soal pretes/postes berupa
soal-soal uraian.
f. Membagi siswa dalam 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5-6 siswa, kelompok bersifat heterogen.
2. Tahap Penelitian
a) Kelas Eksperimen (Pembelajaran dengan menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar dengan metode inkuiri terbimbing)
Pelaksanaan pada kelas eksperimen dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri yang tersusun dalam skenario pembelajaran sebagai berikut:
Pendahuluan
1. Memberikan pretest berupa soal esai (Pertemuan I). 2. Menyajikan tujuan pembelajaran.
3. Menyampaikan apersepsi kepada siswa. Pertemuan I:
Apa saja yang dapat kalian temukan pada ekosistem kebun singkong tersebut?
Pertemuan II:
Pernahkah kalian mengamati organisme apa saja yang terdapat pada ekosistem sawah pada masa pemasakan? Menurut kalian adakah hubungan antara organisme yang satu dengan yang lainnya? Jika ada apa alasannya, jika tidak berikan juga alasannya!
4. Guru memberikan motivasi : Pertemuan I:
Jadi, organisme-organisme yang ada di kebun singkong merupakan komponen ekosistem lingkungan tersebut.
Pertemuan II:
Guru memberikan penjelasan bahwa suatu komponen ekosistem akan membentuk suatu rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
Kegiatan Inti
1. Meminta siswa bergabung dengan kelompoknya masing-masing di dalam kelas. kelompok terdiri dari 5-6 orang (pembagian kelompok dilakukan pada hari sebelumnya, yang terdiri dari 6 kelompok). 2. Memberikan LKS kepada semua kelompok di dalam kelas yang berisi
masalah: (Pertemuan 1) komponen ekosistem, peran, dan interaksinya. (Pertemuan 2) rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
32
makanan yang terbentuk pada ekosistem sawah pada masa pemasakan.
4. Meminta kepada semua kelompok untuk mengajukan suatu pertanyaan dari wacana pada LKS mengenai: (Pertemuan 1)
komponen ekosistem, peran, dan interaksinya. (Pertemuan 2) rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
5. Mengarahkan agar tiap kelompok merumuskan hipotesis terhadap permasalahan yang diajukan oleh kelompok mereka masing-masing pada LKS yang telah disiapkan didalam kelas.
6. Setelah data terkumpul, guru meminta setiap kelompok untuk kembali ke kelas guna mendiskusikan dan mengerjakan LKS yang telah
dibagikan.
7. Menganalisis data yang diperoleh dari hasil diskusinya mengenai (Pertemuan 1) komponen ekosistem, peran, dan interaksinya. (Pertemuan 2) rantai makanan dan jaring-jaring makanan. 8. Meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi
LKSnya mengenai (Pertemuan 1) komponen ekosistem, peran, dan interaksinya. (Pertemuan 2) rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
9. Memberi penjelasan mengenai materi yang belum dipahami oleh siswa dan bersama siswa menyimpulkan kegiatan pembelajaran pada pertemuan tersebut.
Penutup
1. Mengadakan test akhir yang sama dengan tes awal (Pertemuan 2).
b) Kelas Kontrol (Pembelajaran dengan media gambar sebagai sumber belajar dengan menggunakan metode diskusi)
Pelaksanaan pada kelas kontrol dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri yang tersusun dalam skenario pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran dengan metode diskusi dan media gambar. Urutan kegiatan pembelajaran secara garis besar adalah sebagai berikut.:
Pendahuluan
1. Memberikan pretest berupa soal esai (Pertemuan I). 2. Menyajikan tujuan pembelajaran.
3. Menyampaikan apersepsi kepada siswa. Pertemuan I:
Pernahkah kalian ke kebun singkong/sawah yang ada disekitar sekolah? Apa saja yang dapat kalian temukan pada ekosistem sawah tersebut? Pertemuan II:
Dari pertemuan sebelumnya, menurut kalian adakah hubungan antara organisme yang satu dengan yang lainnya? Jika ada apa alasannya, jika tidak berikan juga alasannya!
4. Guru memberikan motivasi : Pertemuan I:
34
Pertemuan II:
Guru memberikan penjelasan bahwa suatu komponen ekosistem akan membentuk suatu rantai makanan dan jaring-jaring makanan.
Kegiatan Inti
1. Meminta bergabung dengan kelompoknya masing-masing di dalam kelas. kelompok terdiri dari 5-6 orang (pembagian kelompok dilakukan pada hari sebelumnya, yang terdiri dari 6 kelompok). 2. Membagikan LKS kepada semua kelompok yang berisi wacana dan
masalah mengenai komponen ekosistem, peran, dan interaksinya. 3. Meminta kepada setiap kelompok untuk membaca dan memperhatikan
perintah yang ada di LKS.
4. Memberi kesempatan kepada siswa untuk menanyakan soal yang belum jelas.
5. Meminta kepada semua siswa untuk mengerjakan dan mendiskusikan LKS yang telah dibagikan secara berkelompok.
6. Meminta setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi LKSnya mengenai komponen ekosistem, peran, dan interaksinya secara bergantian.
7. Memberi penjelasan mengenai materi yang belum dipahami oleh siswa dan bersama menyimpulkan kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama
Penutup
1. Mengadakan test akhir yang sama dengan tes awal (Pertemuan 2).
E. Jenis dan Teknik Pengambilan Data
Jenis dan teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah :
1. Jenis Data
a) Data Kuantitatif
Data kuantitatif yaitu berupa penguasaan konsep oleh siswa pada materi pokok ekosistem yang diperoleh dari nilai rata-rata pretesdan postes.
Kemudian dihitung selisih antara nilai pretes dengan postes, lalu dianalisis secara statistic dengan menggunakan program SPSS.17.
b) Data Kualitatif
Data kualitatif berupa data lembar observasi keterampilan proses sains.
2. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini sebagai berikut: a) Pretes dan Postes
36
b) Lembar Observasi Keterampilan Proses Oleh Siswa
Lembar observasi keterampilan proses oleh siswa berisi semua aspek kegiatan yang diamati pada saat proses pembelajaran. Setiap siswa diamati poin kegiatan yang dilakukan dengan cara memberi tanda (√ ) pada lembar observasi sesuai dengan aspek yang telah ditentukan. Aspek yang diamati yaitu: kemampuan anak untuk mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengkomunikasikan,dan
menyimpulkan.
F. Teknik Analisis Data
Data penelitian berupa nilai pretes, postes, dan skor N-gain. Teknik penskoran nilai pretes dan postesyaitu :
S = R x 100 N
Keterangan : S = nilai yang diharapkan (dicari); R = jumlah skor dari item atau soal yang dijawab benar; N = jumlah skor maksimum dari tes tersebut (Purwanto, 2008 : 112).
Untuk mendapatkan skor N-gain menggunakan rumus Meltzer (dalam Coletta dan Phillips, 2005: 1) yaitu:
Skor N-gain = 100 Y Z
Y
X
Keterangan : X = nilai postes; Y = nilai pretes; Z = skor maksimal.
Nilai pretes, postes, dan skor N-gain pada kelompok kontrol dan eksperimen dianalisis menggunakan uji u dengan program SPSS versi 17, yang
1) Uji Normalitas Data Uji normalitas data dilakukan menggunakan uji Lilliefors dengan program
SPSS versi 17. a) Hipotesis
Ho : Sampel berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berdistribusi normal b) Kriteria Pengujian
Terima Ho jika Lhitung < Ltabel atau p-value > 0,05, tolak Ho untuk harga yang lainnya (Pratisto, 2004:5).
2) Uji U (Uji Mann Whitney)
Apabila data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, maka dilakukan Uji U atau Uji Mann Whitney.
a. Hipotesis
Ho = Tidak terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol
H1 = Terdapat perbedaan nilai rata-rata antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol
b. Kriteria Uji
a. Jika p-value > 0,05 maka terima Ho
b. Jika p-value < 0,05 maka tolak Ho (Pratisto. 2004:36).
G. Pengolahan Data Keterampilan Proses Sains Oleh Siswa
Data aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung merupakan data yang diambil melalui observasi. Data tersebut dianalisis menggunakan
38
1) Menghitung persentase keterampilan proses sains menggunakan rumus: ∑Xi
X = x 100 % N
Keterangan: X = persentase keterampilan proses sains oleh siswa;
∑Xi = Jumlah skor yang diperoleh;
[image:45.595.135.516.262.483.2]n= Jumlah skor maksimum (9) (Sudjana, 2002 : 69).
Tabel 3. Lembar Observasi Keterampilan Proses Sains oleh Siswa
No Nama Aspek yang diamati
A B C D E X
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1
2
3 dst
Jumlah
Catatan:
Berilah tanda checklist(√) pada setiap item yang sesuai (dimodifikasi dari Carolina, 2010: 29).
Keterangan :
A. Mengamati (Observasi)
1. Tidak melakukan pengamatan
2. Melakukan pengamatan tetapi tidak sesuai dengan permasalahan 3. Melakukan pengamatan sesuai dengan permasalahan
B. Mengelompokkan (Klasifikasi) 1. Tidak melakukan pengelompokkan
2. Melakukan pengelompokkan, tetapi tidak mengarah pada permasalahan
3. Melakukan pengelompokkan yang mengarah dan sesuai dengan permasalahan C. Meramalkan (Prediksi)
2. Melakukan prediksi, tapi kurang tepat dan tidak sesuai dengan permasalahan
3. Melakukan prediksi dengan tepat dan sesuai dengan permasalahan D. Mengkomunikasikan hasil pengamatan
1. Tidak mengkomunikasikan hasil pengamatan
2. Mengkomunikasikan hasil pengamatan tetapi tidak sesuai dengan permasalahan
3. Mengkomunikasikan hasil pengamatan sesuai dengan permasalahan E. Menginterpretasi
1. Tidak membuat kesimpulan
2. Membuat kesimpulan tetapi tidak sesuai permasalahan 3. Membuat kesimpulan sesuai dengan permasalahan
[image:46.595.148.391.388.490.2]2) Menafsirkan atau menentukan kategori Indeks Keterampilan Proses Sains sesuai klasifikasi
Tabel 4. Klasifikasi Indeks Keterampilan Proses Sains Indeks Prestasi (%) Kriteria
90,00-100,00 Sangat Tinggi
75,00-89,99 Tinggi
55,00-74,99 Sedang
30,00-54,99 Rendah
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar melalui model inkuiri terbimbing berpengaruh dalam meningkatkan keterampilan proses sains pada siswa pada materi pokok Ekosistem.
2. Penggunaan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar melalui model inkuiri terbimbing berpengaruh secara signifikan dalam
meningkatkan penguasaan konsep oleh siswa pada materi pokok Ekosistem.
B. Saran
Untuk kepentingan penelitian, maka penulis menyarankan sebagai berikut:
2. Lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar melalui model inkuiri terbimbing pada sintaks mengumpulkan data memerlukan waktu yang cukup lama, guru diharapkan memberikan arahan yang jelas dan tegas kepada siswa dalam proses pembelajaran sehingga dapat lebih efektif.
3. Pembentukkan kelompok oleh guru hendaknya dilakukan pada hari sebelumnya atau sebelum pembelajaran dimulai, sehingga waktu yang tersedia lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, S dan I. K. Ahmadi. 2010. Konstruksi Pengembangan Pembelajaran.
Prestasi Pustaka Publisher.Jakarta.
Arikunto, S. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta. Arsyad, A. 2008. Media Pembelajaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. BSNP. 2007. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. [Online] http://www.google. co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=9&cad=rja&sqi=2&ve d=0CEsQFjAI&url=http%3A%2F%2Fbsnp-indonesia.org%2Fid%2Fwp-content%2 Fuploads%2Fkompetensi%2FPanduan_Umum_KTSP.pdf. diakses pada Jumat, 9 Desember 2012, 21:13.
Carollina, H. S. 2010. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terpimpin Pada Materi Pokok Ekosistem Terhadap Keterampilan Proses Sain Siswa. (Skripsi tidak dipublikasikan). Universitas Lampung. Lampung. Dahar. 1996. Teori-Teori Belajar. Erlangga. Bandung.
Darsono, V. 2010. Pengantar Ilmu Lingkungan. Rineka Cipta. Jakarta. Daryanto. 1999. Evaluasi Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Dimyati dan Mujiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Hamalik, O. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara. Jakarta.
__________. 2004. Proses Belajar mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Insan Madani. Yogyakarta.
Hanafiah dan Suhana. 2009 : 77. Proses Pembelajaran Inkuiri. Bina Aksara: Malang.
Khoiriah, R. 2012. Pengaruh Penggunaan Lingkungan Sekitar Sekolah Sebagai Sumber Belajar Dengan Model Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Pada Materi Pokok Ekosistem. (Skripsi tidak
dipublikasikan). Universitas Lampung. Lampung.
Margono, S. 2005. Metodologi penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Nur, M. 2011. Keterampilan-keterampilan Proses Sains. Unipress. Surabaya.
Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan dengan SPSS 12. Gramedia. Jakarta.
Purwanto, M. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Prawiradilaga dan S. Dewi. 2009. Prinsip Design Pembelajaran. Kencana. Jakarta.
Repository UPI. 2011. Klasifikasi Indeks Keterampilan Proses Sains.
20http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=klasifikasi%2Bindeks%2Bke terampilan%2Bproses%2Bsains&source=web&cd=4&cad=rja&ved=0CDc QFjAD&url=http%3A%2F%2Frepository.upi.edu%2Foperator%2Fupload %2Fs_fis_0605691_chapter3.pdf&ei=tBK7UcnqI4fqrQeEz4CwCQ&usg=A FQjCNFwAY_aWFhzbjUkrkdQCvtFX5iMSA&sig2=BX5giZhFQE72Mqs 3v4DY1A. 14 Juni 2013.
Riyanto, Y. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Kencana. Jakarta. Roestiyah N.K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Semiawan, C. 1987. Pendekatan Keterampilan Proses. PT Gramedia. Jakarta. Slameto. 2001. Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester. Bumi
Aksara. Jakarta.
______.2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.
Sudjana, N.1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar baru. Bandung. Sudjana dan Rivai. 2002. Metode Statistika Edisi keenam. PT Tarsito. Bandung. Suryosubroto, S. 1997. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. PT Asdi mahasatya.
Jakarta.
59
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.