• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN KEJADIAN KECACINGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA

PEKERJA PEMBUAT BATU BATA DI DESA PURWODADI KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh:

NIM. 061000116 YORI VERA TAYLORI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN KEJADIAN KECACINGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH) PADA

PEKERJA PEMBUAT BATU BATA DI DESA PURWODADI KECAMATAN PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

NIM. 061000116 YORI VERA TAYLORI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan Judul:

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PEKERJA DENGAN KEJADIAN KECACINGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHS (STH)

PADA PEKERJA PEMBUAT BATU BATA DI DESA PURWODADI KECAMATAN

PAGAR MERBAU KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2011

Oleh:

NIM. 061000116 YORI VERA TAYLORI

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 21 April 2012

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Muhammad Makmur Sinaga, MS

NIP. 19571117 198702 1 002 NIP. 19620206 199203 1 002 Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes

Penguji II Penguji III

Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes

NIP. 19791107 200511 2 003 NIP.19730523 200812 2 002 Umi Salmah, SKM, M.Ke

Medan, April 2012

Fakultas Kesehatan Mayarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

ABSTRAK

Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah. Penyakit kecacingan Soil Transmitted Helminths ini dapat ditemukan pada pekerjaan yang berhubungan langsung dengan tanah seperti pekerja pembuat batu bata yang menggunakan tanah liat sebagai bahan utama pembuatan batu bata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan kejadian kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pembuat batu bata tradisional di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 488 orang dengan besar sampel sebanyak 60 orang menggunakan rumus Vincent Gaspersz. Metode pengambilan sampel menggunakan simple random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya pekerja berada pada kategori pengetahuan buruk (53,3%) dan kategori sikap buruk (55%). untuk hasil uji hipotesis pengetahuan diperoleh hasil terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian kecacingan Soil Transmitted Helminths. Kemudian untuk sikap diperoleh hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap pekerja dengan kejadian kecacingan soil transmitted.

Disarankan kepada petugas kesehatan di Desa Purwodadi untuk meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada pekerja pembuat batu bata yang mencakup pendidikan kesehatan mengenai kecacingan.

(5)

ABSTRACT

Soil Transmitted Helminths disease is a disease that is transmitted through the Soil. Soil transmitted disease can be found in jobs that relate directly with Soil like a brick makers who use clay as a main ingredient of brick making. The aim of this research is to know the relation of knowledge and attitude of workers with the incidence of soil transmitted helminthes on the brick makers in the purwodadi village, PagarMerbau district, Deli Serdang Regency in 2011

This research is an analytical survey research. The population in this study are all workers of traditional brick makers in the purwodadi village, PagarMerbau district, Deli Serdang Regency, amounting to 488 people with a sample of 60 people with Vincent Gaspersz formula. The method of sample selection is simple randon sampling.

A result of research indicates commonly the category of poor knowledge (53,3%) and the category of bad attitudes (55%). In the result, there are the significant relation between the level of knowledge with the incidence of Soil Transmitted Helminths. Then there are not the significant relation between attitudes with the incidence of soil transmitted helminthes.

As a suggestion. For the puskesmas officer in purwodadi village to improve health promotion to the workers of brick maker that includes health education about the Soil Transmitted Helminths.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Diri

Nama : Yori Vera Taylori

Tempat/Tanggal Lahir : Payakumbuh, 23 Desember 1987

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Jumlah Bersaudara : 8 (Delapan) orang

Alamat : Jl. Jendral Sudirman No 90 Kelurahan

Balai Gurun, Payakumbuh

Riwayat Pendidikan

1. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Payakumbuh, 1994-2000

2. Madrasah Tsanawiyah Payakumbuh, 2000-2003

3. Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 02 Payakumbuh, 2003-2006

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam

bagi Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabatnya karena atas berkat dan

rahmatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Alhamdulillah, penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul : “Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011”.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam skripsi ini mungkin masih

terdapat kekurangan yang harus diperbaiki, maka penulis mengharapkan kritik dan

saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun dalam memperkarya materi

skripsi ini.

Dalam penulisan ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menyampaikan

ucapan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Kepala Departemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja dan juga selaku Dosen Pembimbing II, yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan

(8)

3. dr. Muhammad Makmur Sinaga, MS, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

banyak menyumbangkan waktu dan pikiran untuk penulisan skripsi ini.

4. Ibu Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes dan Umi Salamah SKM, M.Kes

sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik serta motivasi

kepada peneliti untuk perbaikan skripsi ini.

5. Ibu Lita Sri Andayani, SKM, MKes selaku dosen pembimbing akademik

penulis pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar FKM USU serta dosen peminatan Bagian Keselamatan

dan Kesehatan Kerja yaitu Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK., Ibu Dra. Lina

Tarigan, Apt.,MS., Ibu Ir. Kalsum, M.Kes, Ibu Arfah Mardiana, S.Spsi,

M.Psi., dan Ibu Isyatun Mardhiyah Syahri, SKM., M.Kes.

7. Kepala Desa Purwodadi Bapak Ismail yang telah memberikan izin melakukan

penelitian skripsi ini dan Bpk Sugiri selaku pelaksana kepala desa purwodadi

yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian ini.

8. Bapak Dr. Achmad Chaidir selaku plt. direktur utama Rumah Sakit Sultan

Sulaiman, beserta staff. khususnya Ibu B. Dewi Korawati, SKM, dan Ibu Eko

Wardaningsih, SKM yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian

skripsi ini.

9. Ayahanda Mufti Anas dan Ibunda Yaslinar yang dengan sabar dan penuh

cinta, perhatian, kasih dan sayang memberikan dukungan moral, spiritual dan

material hingga penulis bisa menyelesaikan studi di FKM USU.

10.Saudara-saudariku yang tercinta, Uda Yantes Mufri Naldi, Uni Meri

(9)

Widyanti, Uni Mishelen Efryenti, Uda Yandres Triputra, yang selalu

mendukung lewat setiap doa-doa dan motivasinya.

11.Abang, teman dan adik satu kos kakanda Hamid Rizal, kakanda Budi Santoso

Sitepu, kakanda Fakhrul Razi, sahabatku Pendi Nasution, adinda Jufriadi,

dan adinda Togar Pasaribu atas dukungan, motivasi dan perhatian yang

diberikan kepada penulis.

12.Sahabat-sahabatku seperjuangan ketika menjabat sebagai MPKPK HMI FKM

USU Afdal, Juli, Irmayani, Rina yang telah menyemangati penulis dalam

penulisan skripsi ini.

13.Teman-teman PBL, kak Widi Astuti, Arito Silaban, Dina Waldani, Umy

Habibah Pane, dan Lia yang telah sama-sama berjuang

14.Adik- adik yang turut membantu penulis dalam melakukan penelitian ini

Mayan Sari Hasibuan, Rizka Wita, Rifandi Raflis, dan Jupe.

15.Semua yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan

satu per satu.

Semoga Allah SWT melimpahkan karunia dan berkah-Nya pada kita semua.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 15 April 2012

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... viii

Daftar Gambar ... xi

Daftar Tabel ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 5

1.3.Tujuan ... 5

1.3.1 Tujuan Umum ... 5

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4.Manfaat ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengetahuan ... 8

2.2. Sikap ... 10

2.3. Kecacingan ... 13

2.3.1. Pengertian Kecacingan ... 13

2.3.2. Soil Transmitted Helminths (STH) ... 14

2.3.2.1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) ... 14

2.3.2.2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura) ... 16

2.3.2.3. Cacing Tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) ... 18

2.3.3. Pencegahan Kecacingan ... 21

2.4. Batu Bata ... 22

2.4.1. Proses Pembuatan Batu Bata ... 23

2.4.2. Pekerja Pembuat Batu Bata ... 25

2.4.3. Dampak Kecacingan Pada Pekerja Pebuat Batu Bata 26 2.5.Kerangka Konsep ... 28

(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

3.1.Jenis Penelitian ... 29

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.2.1.Lokasi Penelitian ... 29

3.2.2.Waktu Penelitian ... 29

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.3.1. Populasi ... 30

3.3.2. Sampel ... 30

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4.1. Data Primer ... 31

3.4.2. Data Sekunder ... 32

3.5. Defenisi Operasional ... 33

3.6. Aspek Pengukuran ... 33

3.6.1. Pengetahuan ... 34

3.6.2. Sikap ... 34

3.7. Analisa Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 36

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 36

4.1.1. Letak Geografis ... 36

4.1.2. Gambaran Demografi ... 37

4.1.3 Sosial Budaya ... 38

4.2. Karakteristik Responden ... 38

4.3. Pengetahuan Responden tentang Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata ... 39

4.4. Sikap Responden tentang Kecacaingan Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata ... 45

4.5. Data Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH)Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata ... 48

4.6. Hubungan Pengetahuan Pekerja dengan Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 49

(12)

BAB V PEMBAHASAN ... 52

5.1. Karakteristik Responden ... 52

5.2. Pengetahuan Responden tentang Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata ... 53

5.3. Sikap Responden tentang Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata ... 55

5.4. Data Angka Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata ... 57

5.5. Hubungan Pengetahuan Pekerja dengan Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 59

5.6. Hubungan Sikap Pekerja dengan Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 63

6.1. Kesimpulan ... 63

6.3. Saran ... 64

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Siklus Hidup Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) ... 14

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Desa

Purwodadi Kecamatan padar Merbau Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2011 ... 38 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan tentang

Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan padar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 39 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan

tentang Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi

Kecamatan padar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 44 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap tentang

Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan padar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 45 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap tentang

Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan padar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 47 Tabel 4.6. Distribusi Prevalensi Kecacingan Soil Transmitted

Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan padar Merbau Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2011 ... 48 Tabel 4.7. Distribusi Responden Terinfeksi Kecacingan Soil

Transmitted Helminths (STH) Berdasarkan Jenis Infeksi Cacingpada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa

Purwodadi Kecamatan padar Merbau Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2011 ... 48 Tabel 4.8. Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden

(15)

Bata di Desa Purwodadi Kecamatan padar Merbau

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 49 Tabel 4.9. Tabulasi Silang Antara Tingkat Pendidikan Responden

dengan Sikap tentang Kejadian Kecacingan Soil

Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan padar Merbau

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011 ... 50 Tabel 4.10.. Tabulasi Silang Antara Sikap dengan Pengetahuan

tentang Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa

Purwodadi Kecamatan padar Merbau Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2011 ... 51 Tabel 4.11. Distribusi Hubungan Pengetahuan Responden dengan

Kejadian Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli

Serdang Tahun 2011 ... 52 Tabel 4.12. Distribusi Hubungan Sikap Responden dengan Kejadian

(16)

ABSTRAK

Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah. Penyakit kecacingan Soil Transmitted Helminths ini dapat ditemukan pada pekerjaan yang berhubungan langsung dengan tanah seperti pekerja pembuat batu bata yang menggunakan tanah liat sebagai bahan utama pembuatan batu bata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan kejadian kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang tahun 2011.

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja pembuat batu bata tradisional di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 488 orang dengan besar sampel sebanyak 60 orang menggunakan rumus Vincent Gaspersz. Metode pengambilan sampel menggunakan simple random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umumnya pekerja berada pada kategori pengetahuan buruk (53,3%) dan kategori sikap buruk (55%). untuk hasil uji hipotesis pengetahuan diperoleh hasil terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian kecacingan Soil Transmitted Helminths. Kemudian untuk sikap diperoleh hasil tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap pekerja dengan kejadian kecacingan soil transmitted.

Disarankan kepada petugas kesehatan di Desa Purwodadi untuk meningkatkan penyuluhan kesehatan kepada pekerja pembuat batu bata yang mencakup pendidikan kesehatan mengenai kecacingan.

(17)

ABSTRACT

Soil Transmitted Helminths disease is a disease that is transmitted through the Soil. Soil transmitted disease can be found in jobs that relate directly with Soil like a brick makers who use clay as a main ingredient of brick making. The aim of this research is to know the relation of knowledge and attitude of workers with the incidence of soil transmitted helminthes on the brick makers in the purwodadi village, PagarMerbau district, Deli Serdang Regency in 2011

This research is an analytical survey research. The population in this study are all workers of traditional brick makers in the purwodadi village, PagarMerbau district, Deli Serdang Regency, amounting to 488 people with a sample of 60 people with Vincent Gaspersz formula. The method of sample selection is simple randon sampling.

A result of research indicates commonly the category of poor knowledge (53,3%) and the category of bad attitudes (55%). In the result, there are the significant relation between the level of knowledge with the incidence of Soil Transmitted Helminths. Then there are not the significant relation between attitudes with the incidence of soil transmitted helminthes.

As a suggestion. For the puskesmas officer in purwodadi village to improve health promotion to the workers of brick maker that includes health education about the Soil Transmitted Helminths.

(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu ciri bangsa yang maju adalah bangsa yang mempunyai derajat

kesehatan yang tinggi dengan mutu kehidupan yang berkualitas. Menurut Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor : 424/MENKES/SK/VI/2006 tentang Pedoman

Pengendalian Cacingan bahwa pembangunan kesehatan merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari pembangunan nasional, pembangunan tersebut mempunyai

tujuan untuk mewujudkan manusia yang sehat (Depkes RI, 2006).

Tahun 2010 merupakan tahun yang ditargetkan untuk mencapai Indonesia

Sehat 2010. Namun, target ini bertolak belakang dengan kondisi sebenarnya. Hal ini

dapat dilihat dari masih tingginya penyakit menular di masyarakat, salah satunya

adalah kecacingan yang biasanya ditularkan melalui tanah Soil Transmitted

Helminths.

Golongan cacing yang menyebabkan masalah kesehatan masyarakat Indonesia

adalah Ascaris lumbricoides (A. lumbricoides), Trichuris trichura (T. trichura), dan

cacing tambang yaitu: Necator americanus (N. americanus), dan Ancylostoma

duodenale (A. duodenale). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian

kecacingan antara lain: faktor sosial ekonomi, status gizi, penataan kesehatan

lingkungan, hygienitas, sanitasi serta pendidikan dan perilaku individu (Refirman,

1998).

Lapangan pekerjaan yang sangat erat kaitannya dengan infeksi kecacingan

(19)

menggunakan tanah liat sebagai bahan baku utamanya. Tanah liat yang lembab

merupakan tempat yang baik untuk berkembangnya telur Ascaris lumbricoides dan

Trichuris Trichiura menjadi bentuk yang infektif. Sedangkan tanah yang baik untuk

pertumbuhan larva pada cacing tambang adalah tanah gembur (pasir, humus)

(Gandahusada, 2000).

Pengetahuan dan sikap pekerja tentang kecacingan sangat penting bagi

pekerja pembuat batu agar terhindar dari infeksi kecacingan. Kurangnya pengetahuan

yang menimbulkan kebiasaan tidak memakai alas kaki akan memudahkan terjadinya

penularan infeksi Soil Transmitted Helminths, terutama untuk penularan Soil

Transmitted Helminths yang terjadi dengan cara larva filariform menembus kulit

manusia (Suhartono dkk, 1998).

Berbagai penelitian menemukan bahwa tingkat produktivitas tenaga kerja di

Indonesia masih tergolong rendah. Selain penyebab yang berkaitan dengan

ketrampilan kerja, kondisi kesehatan dan kesegaran jasmani pekerja Indonesia juga

terbukti masih rendah. Suryodibroto (1994) melaporkan bahwa 46,6% dari pekerja

wanita di Jakarta dan sekitarnya ternyata menderita anemia dan 45,6% di antaranya

terbukti mengidap cacingan (Depkes RI, 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Hasyimi (1995) tentang prevalensi kecacingan

pada pekerja pembuat bata merah di desa Mekar Mukti Cikarang Bekasi Jawa Barat

dengan jumlah pekerja yang diperiksa sebanyak 70 orang. Hasil pemeriksaan tinja

memperlihatkan 43 tinja (95,5%) positif Ascaris lumbricoides, 5 tinja (11,11 %)

positif Trichuris trichiura dan 4 tinja (8,88%) positif cacing tambang dan 2 tinja

(20)

Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan Mochammad Taufik (2008)

tentang hubungan antara pengetahuan dengan kejadian kecacingan Soil Transmitted

Helminths pada pekerja genteng di Desa Kedawung Kabupaten Kebumen Jawa

Tengah dengan jumlah pekerja yang diperiksa sebanyak 40 orang adalah ditemukan

dari 40 pekerja, 22,5% terinfeksi Soil Transmitted Helminths, yang terdiri dari 5%

terinfeksi Ascaris lumbricoides, dan 17,5% terinfeksi Trichuris trichiura.

Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan p = 0,031 (p < 0,05) untuk

hubungan antara pengetahuan dengan infeksi Soil Transmitted Helminths dengan

angka prevalensi sebesar 4,31.

Dalam proses pembuatan batu bata ini ada beberapa tahapan yang harus

dilalui, diantaranya: penggalian bahan mentah, pengolahan bahan mentah,

pembentukan batu bata, pengeringan batu bata, dan pembakaran batu bata

(Suwardono, 2002). Dari beberapa tahapan tersebut, proses penggalian bahan mentah,

pengolahan bahan mentah, pembentukan batu bata merupakan proses yang

memungkinkan terjadinya infeksi kecacingan. Infeksi kecacingan dapat terjadi dalam

proses ini karena dalam melakukan proses ini pekerja tidak menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) seperti sarung tangan dan sepatu boot dalam proses

pelakasanaannya sehingga dengan cara yang seperti itu sangat dimungkinkan

masuknya larva cacing ke dalam kulit yang pada akhirnya akan menyebabkan infeksi

kecacingan.

Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu daerah industri di Sumatera

Utara, baik industri formal maupun informal (industri rumah tangga). Industri rumah

(21)

dalam pembangunan, baik di bidang sosial ekonomi maupun pembangunan fisik di

Kabupaten Deli Serdang.

Industri rumah tangga tersebut dapat memproduksi batu-bata lebih kurang 32

juta per bulan, bila dirupiahkan senilai Rp. 5,28 milyar per bulan yang merupakan

salah satu sumber pendapatan daerah Deli Serdang. Kecamatan Pagar Merbau adalah

salah satu daerah industri rumah tangga batu bata yang berada di Kabupaten Deli

Serdang (Nasution, 2004)

Desa Purwodadi merupakan salah satu desa di Kecamatan Pagar Merbau

Kabupaten Deli Serdang yang memiliki jumlah penduduk sebanyak 649 KK dan

dibagi kedalam 2 dusun yaitu Dusun Purwodadi I dan Dusun Purwodadi II dimana

dusun Purwodadi I terbagi kedalam Dusun Purwodadi IA dan Dusun Purwodadi IB.

Berdasarkan Ekspose Desa Purwodadi tahun 2011 diketahui bahwa sebanyak 231 KK

penduduk memiliki mata pencaharian sebagai pembuat batu bata. Pekerjaan pembuat

batu bata merupakan salah satu jenis pekerjaan yang berhubungan dengan tanah atau

tanah liat dan menggunakan tanah atau tanah liat sebagai bahan bakunya. Penggunaan

alat pelindung diri seperti sepatu atau alas kaki dan sarung tangan sangat di butuhkan

dalam pekerjaan ini karena jika kita tidak menggunakan alat pelindung diri dalam

melakukan pekerjaan ini dimungkinkan cacing dapat masuk ke kulit yang dapat

menyebabkan terjadinya infeksi kecacingan.

Berdasarkan hasil survei di lapangan, mayoritas penduduk di Desa Purwodadi

memiliki mata pencaharian sebagai pembuat batu bata dimana dalam proses

pembuatan batu bata mayoritas penduduk disana masih menggunakan cara yang

(22)

pelindung diri seperti sepatu atau alas kaki dan sarung tangan. Berbagai keluhan yang

berhubungan dengan gejala kecacingan ditemukan pada pekerja pembuat batu bata

diantaranya adanya gangguan pencernaan, nyeri di perut , dan gejala-gejala anemia

seperti merasa lemas dan cepat lelah. Melihat kondisi di atas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan

kejadian kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu

bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah

terdapat hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan kejadian kecacingan Soil

Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi

Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan kejadian

kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di

(23)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan pekerja tentang kejadian kecacingan Soil

Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi

Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

2. Untuk mengetahui sikap pekerja tentang kejadian kecacingan Soil Transmitted

Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi Kecamatan

Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

3. Untuk mengetahui kejadian kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada

pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau

Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan pekerja dengan kejadian kecacingan

Soil Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di Desa

Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

5. Untuk mengetahui hubungan sikap pekerja dengan kejadian kecacingan Soil

Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi

(24)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Dinas Kesehatan dan pekerja dalam

upaya penanggulangan penyakit kecacingan pada pekerja.

2. Sebagai proses belajar bagi penulis dalam upaya mengimplementasikan berbagai

teori yang diperoleh selama proses belajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain untuk studi lebih lanjut tentang

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan juga dapat didefenisikan

sebagai sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh dari proses belajar

semasa hidup dan dapat dipergunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri,

baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab

masalah–masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk

menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat

diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan

yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003).

Dalam Notoatmodjo (2003), Asosiasi Psikologi Amerika berpendapat bahwa

dalam tidaknya pengetahuan seseorang terhadap penguasaan materi dapat

digolongkan dalam enam tingkatan. Tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai

Domain on the taxonomy of educational objectives (domain kognitif pengetahuan),

yaitu :

1. Tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali

(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat

(26)

diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan,

mendefinisikan.

2. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi

harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,

terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di

sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen terapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

(27)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dalam kuesioner

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden (Notoatmodjo, 2003).

2.2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Disebut juga bahwa

sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan juga merupakan

pelaksanaan motif tertentu.

Menurut Gerungan (2002), sikap merupakan pendapat maupun pandangan

seseorang tentang suatu objek yang mendahului tindakannya. Sikap tidak mungkin

terbentuk sebelum mendapat informasi, melihat atau mengalami sendiri suatu objek.

Manusia dilahirkan dengan sikap pandangan ataupun sikap perasaan tertentu,

tetapi sikap tersebut terbentuk sepanjanag perkembangannya. Peranan sikap didalam

kehidupan manusia sangat besar, sebab apabila sudah terbentuk pada diri manusia,

maka sikap itu akan turut menentukan cara-cara tingkah lakunya terhadap

objek-objek sikapnya. Adanya sikap akan menyebabkan manusia akan bertindak secara

khas terhadap objeknya (Gerungan, 2002).

Sikap dapat dibedakan menjadi :

1. Sikap Sosial

Suatu sikap sosial yang dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama dan

berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial menyebabkan terjadinya cara-cara

(28)

biasanya objek sosial itu dinyatakan tidak hanya oleh seseorang saja tetapi oleh orang

lain yang sekelompok atau se-masyarakat.

2. Sikap Individual

Sikap individual dimiliki hanya oleh seorang saja. Dimana sikap-sikap

individual berkenaan dengan objek-objek yang bukan merupakan objek perhatian

sosial.Sikap-sikap individual dibentuk karena sifat-sifat pribadi diri sendiri

(Gerungan, 2002).

Sikap dapat diartikan sebagai suatu bentuk kecendrungan untuk bertingkah

laku, dapat juga diartikan sebagai suatu bentuk respon evaluatif yaitu suatu respon

yang sudah dalam pertimbangan oleh individu yang bersangkutan.

Sikap mempunyai karakteristik:

1. Selalu ada objeknya

2. Biasanya bersifat evaluatif

3. Relatif mantap

4. Dapat diubah

Sikap adalah kecendrungan untuk berespon baik secara positif atau negatif

terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan

kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tapi sikap

juga selalu tercermin dari perilaku seseorang (Ahmadi, 2003).

Menurut Ahmadi (2003), sikap dibedakan menjadi :

a. Sikap positif, yaitu : sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima

atau mengakui, menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku dimana

(29)

b. Sikap negatif, yaitu: sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui

terhadap norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Sikap bila dilihat dari strukturnya mempunyai tiga komponen pokok yaitu:

1. Komponen kognitif (kepercayaan/keyakinan) yaitu segala sesuatu ide atau

gagasan tentang sifat atau karakteristik umum suatu objek.

2. Komponen afektif (kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek)

biasanya merupakan perasaan terhadap suatu objek.

3. Komponen psikomotorik (kecenderungan untuk bertindak).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude).

Menurut Notoatmodjo (2003), sikap mempunyai beberapa tingkatan yaitu:

1. Menerima (receiving) diartikan bahwa orang atau subjek mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (responding) memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari suatu

sikap, karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan lepas pekerjaan itu benar atau salah

adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Bertanggungjawab (responsible), bertanggung jawab atas sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala resiko atau merupakan sikap yang paling tinggi.

4. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

(30)

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.

Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu

objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan

hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden.

2.3. Kecacingan

2.3.1. Pengertian Kecacingan

Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit berupa

cacing. Dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. Parasit adalah

mahluk kecil yang menyerang tubuh inangnya dengan cara menempelkan diri (baik

di luar atau di dalam tubuh) dan mengambil nutrisi dari tubuh inangnya. Pada kasus

cacingan, maka cacing tersebut bahkan dapat melemahkan tubuh inangnya dan

menyebabkan gangguan kesehatan (Gani, 2002).

Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas

nematode usus khususnya yang penularan melalui tanah, diantaranya Ascaris

lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus) (Gandahusada, 2000).

Cacingan biasanya terjadi karena kurangnya kesadaran akan kebersihan baik

terhadap diri sendiri ataupun terhadap lingkungannya. Cacingan dapat menular

melalui telur yang tertelan dan masuk ke dalam tubuh ataupun larva cacing yang

(31)

2.3.2. Soil Transmitted Helminths (STH)

Soil Transmited Helminths (STH) adalah cacing yang untuk menyelesaikan

siklus hidupnya perlu hidup di tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk

yang infektif bagi manusia. Prevalensi Soil Transmited Helminths yang paling banyak

di Indonesia adalah Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan cacing tambang

(Gandahusada, 2000).

2.3.2.1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Satu-satunya hospes definitive cacing ini adalah manusia. Penyakit yang

disebabkan cacing ini disebut askariasis. Cacing jenis ini banyak ditemukan di daerah

tropis dengan kelembapan tinggi. Di Indo nesia prevalensi askariasis tinggi, terutama

terjadi pada anak-anak. Frekuensinya antara 60% sampai 90% (Onggowaluyo, 2000).

a. Siklus Hidup

Telur yang infektif bila tertelan manusia menetas menjadi larva di usus halus.

Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran di

paru-paru menembus dinding alveolus, masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari

trakea larva menuju ke faring dan menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena

adanya rangsangan larva ini. Larva di faring tertelan dan terbawa ke osofagus,

terakhir sampai di usus halus dan menjadi dewasa. Mulai dari telur matang yang

tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan

(Onggowaluyo, 2000). Setelah 2 bulan menginfeksi cacing-cacing betina akan

bertelur sekitar ± 20.000/hari (Uttiek, 2006).

Cacing yang besar berukuran 20-25 cm tinggal menyebar di sepanjang usus

(32)

sayuran yang tidak dimasak. Bila telur tertelan, setelah melalui berbagai tahap

perkembangan di dalam tubuh, cacing dewasa akan timbul di usus kecil (D.B. Jelliffe,

[image:32.612.123.463.187.523.2]

1994).

Gambar 2.1 Siklus Hidup Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides) (Sumber : medicastore.com)

b. Gejala Klinis

(33)

1. Larva : Menimbulkan kerusakan pada paru-paru dalam menyebabkan "Loeffler

Syndrome" dengan gejala : demam, batuk, infiltrasi paru-paru, oedema, asthma,

leucocytosis, ensionfilia.

2. Cacing dewasa : Penderitanya disebut Ascariasis. Penderita dengan infeksi

ringan biasanya menjalani gejala gangguang usus ringan seperti: mual, nafsu

makan berkurang, diare, dan konstipsi. Pada infeksi berat terutama pada

anak-anak dapat terjadi malapsorpsi sehingga memperberat keadaan malnutrisi. Dalam

sehari setiap ekor cacing menghisap 0.14 gr karbohidrat dalam usus halus

penderita (Onggowaluyo, 2000).

c. Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung.

Dijumpainya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Cacing dewasa dapat

keluar dengan sendirinya melalui mulut karena muntah atau melalui anus

(Onggowaluyo, 2000).

d. Epidemiologi

Cacing ini ditemukan kosmopolit, di Indonesian frekuensinya tinggi.

Frekuensinya antara 60-90%. Tanah liat, kelembaban tinggi, dan suhu yang berkisar

antara 25-300C merupakan hal-hal yang sangat baik untuk berkembangnya telur

Ascaris lumbricoides menjadi infektif (Gandahusada, 2000).

2.3.2.2. Cacing Cambuk (Trichuris trichiura)

Sarna halnya dengan cacing gelang, cacing cambuk juga banyak ditemukan di

daerah tropis seperti di Indonesia, bila cacing gelang senang tinggal di usus halus,

(34)

trichuriasis. Hospes definit cacing ini adalah manusia. Frekuensinya di Indonesia

tinggi, terutama di daerah-daerah pedesaan, frekuensi antara 30-90%. Angka infeksi

tertinggi ditemukan pada anak-anak (Onggowaluyo, 2000).

a. Siklus Hidup

Manusia akan terinfeksi cacing ini apabila menelan telur matang dan telur itu

menetas dalam usus halus. Untuk perkembangan larvanya, cacing ini tidak

mempunyai siklus paru. Cacing dewasa terdapat di daerah kolon terutama sekum.

Waktu yang diper lukan untuk pertumbuhan mulai dari telur sampai menjadi dewasa

(35)

Gambar 2.2 Siklus Hidup Cacing Cambuk (Trichuris Trichiura) (Sumber : medicastore.com)

b. Gejala Klinis

Infeksi berat terutama terjadi pada anak. Cacing ini tersebar di seluruh kolon

dan rektum. Cacing ini menyebabkan pendarahan di tempat perlekatan dan dapat

menimbulkan anemia. Pada anak, infeksi terjadi menahun dan berat. Gejala-gejala

yang terjadi yaitu diare yang diselingi sindrom disentri, anemia, proplapsus rektal,

dan berat badan turun. (Onggowaluyo, 2000). Gejala timbul bisa berupa penyakit

usus buntu bila ada cacing di bagian itu, nyeri perut, diare dengan mulas (lendir

kental dan licin), kotoran disertai sedikit darah, penurunan berat badan, terjadi

prolapsus rektum (penonjolan di daerah anus) (Uttiek, 2006).

c. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja atau

menemukan cacing dewasa pada penderita prolapsus rekti (Uttiek. 2006).

d. Epidemiologi

Cacing ini ditemukan kosmopolit. Frekuensi di Indonesia tinggi berkisar

30-90% di daerah pedesaan. Telur tumbuh dengan baik di tanah liat, tempat lembab dan

teduh dengan suhu optimum kira-kira 300C. Cacing ini ditemukan di semua daerah

yang memiliki sanitasi yang mendukung pertumbuhannya (Gandahusada, 2000).

(36)

Ada dua spesies cacing tambang yang penting, Ancylostoma duodenale dan

Necator americanus. Penyakit yang disebabkan oleh parasit itu disebut Nekatoriosis

ankilostomiasi (Onggowaluyo, 2000).

Cacing ini terdapat di seluruh daerah khatulistiwa dan ditempat lain yang

beriklim sarna terutama di daerah pertambangan dan perkebunan yang lingkungannya

bersanitasi jelek. Di Indonesia frekwensinya tinggi ± 70%.

a. Siklus Hidup

Cacing dewasa hidup didalam usus halus manusia. Cacing melekat infeksi

pada mukosa dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada

manusia dapat terjadi melalui penetrosi kulit oleh larva filaniform yang ada di tanah.

Telur kedua cacing ini keluar bersama-sama dengan tinja. Di dalam tubuh manusia

dengan waktu 1-1,5 hari telur menetas dan mengeluarkan larva. Selanjutnya dalam

larva filariform dapat bertahan di dalam tanah selama 7-8 minggu (Onggowaluyo,

2000).

Larva cacing ini masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang utuh, terutama

melalui tangan ketika dia memegang benda-benda yang mengandung larva. Dari

pori-pori, larva cacing ini masuk ke aliran darah, lalu ke jantung, paru-paru, dilanjutkan

melalui tenggorokan sampai ke usus. Umumnya cacing ini akan tinggal di usus halus

dan menjadi dewasa.

Seperti lazimnya cacing jenis lain, betinanya akan bertelur dan telurnya akan

keluar lagi bersama tinja. Di tanah, telur akan menetas dalam 2 hari dan dalam 3-5

(37)
[image:37.612.121.493.83.386.2]

Gambar 2.3 Siklus Hidup Cacing Tambang (Hook Worm) (Sumber : medicastore.com)

b. Gejala Klinis

1. Larva : Setelah larva menembus kulit adalah timbulnya rasa gatal-gatal biasa.

Apabila larva menembus kulit dalam jumlah banyak rasa gatal semakin hebat

dan kemungkinan terjadi infeksi sekunder apabila larva mengadakan migrasi

ke paru maka dapat menyebabkan pneumonitis yang tingkat gejalanya

tergantung pada jumlah larva tersebut.

2. Cacing dewasa : Gejala klinis yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa

dapat berupa jaringan usus, gangguan gizi, dan kehilangan darah

(38)

c. Diagnosa

Menurut metoda Harada Mori diagnosis pasti infeksi cacmg tambang

ditegakan dengan menemukan telur dalam tinja dan larva yang dibiakan dalam tinja.

Skala beratnya infeksi cacing tambang diketahui berdasarkan jumlah telur yang

ditemukan dalam tinja (Onggowaluyo, 2000).

d. Epidemiologi

Cacing tambang ditemukan kosmopolit, di Indonesia insiden tertinggi

ditemukan pada pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan tanah,

mendapat infeksi lebih dari 70%. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah

tanah gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk Necator americanus

28-320C sedangkan untuk Ancylostoma duodenale 23-250C. Pada umumnya

Ancylostoma duodenale lebih kuat (Gandahusada, 2000)

2.3.3. Pencegahan Kecacingan

Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan ini dapat dilakukan

dengan (Onggowaluyo, 2002) :

a. Pencegahan Primer

1. Memutuskan rantai daur hidup dengan cara: berdefekasi di jamban, menjaga

kebersihan perorangan.

2. Penularan Strongyloides dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan

(39)

3. Pencegahan infeksi cacing tambang adalah dengan cara mencegah kontak

manusia dengan tanah yang mengandung bentuk infektif. Salah satu caranya

adalah dengan memakai alas kaki jika keluar rumah.

4. Bagi individu atau keluarga yang sering mengkonsumsi sayuran

mentah/lalapan diharapkan agar mencuci sayur dengan benar.

5. Bagi petani yang menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk tanaman

dihimbau untuk mencuci tangan dengan sabun setelah melakukan pemupukan

dan menggunakan alat pelindung diri seperti sepatu bot dan sarung tangan.

6. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan

yang baik dan cara menghindari penyakit kecacingan.

b. Pencegahan Sekunder

1. Memberi pengobatan masal secara berkala 6 bulan sekali dengan obat

antelmintik yang efektif, terutama pada golongan rawan.

2. Apabila diketahui seseorang positif terinfeksi, maka orang tersebut harus

segera diberi obat cacing.

c. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan melakukan tindakan medis berupa

operasi

.

2.4. Batu Bata

Batu bata merah adalah unsur bangunan yang digunakan untuk membuat

(40)

liat dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain yang kemudian dibakar pada suhu

tinggi hingga tidak dapat hancur lagi apabila direndam dalam air (SII-0021-78).

Sedangkan definisi batu bata menurut SNI 15-2094-1991, merupakan suatu

unsur bangunan yang diperuntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang dibuat

dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi,

hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air.

2.4.1. Proses Pembuatan Batu Bata

Proses pembuatan batu bata melalui beberapa tahapan, meliputi penggalian

bahan mentah, pengolahan bahan, pembentukan, pengeringan, pembakaran,

pendinginan, dan pemilihan. Adapun tahap-tahap pembuatan batu bata, yaitu sebagai

berikut (Suwardono, 2002):

1. Penggalian Bahan Mentah

Penggalian bahan mentah batu bata merah sebaiknya dicarikan tanah liat yang

tidak terlalu plastis, melainkan tanah liat yang mengandung sedikit pasir untuk

menghindari penyusutan. Penggalian tanah liat dilakukan dengan menggunakan alat

tradisional, berupa cangkul. Sebelumnya tanah liat dibersihkan dari akar pohon,

plastik, daun, dan sebagainya agar tidak ikut terbawa. Kemudian menggali sampai ke

bawah sedalam 1,5 – 2,5 meter atau tergantung kondisi tanah liat. Tanah liat yang

sudah digali dikumpulkan dan disimpan pada tempat yang terlindungi. Semakin lama

tanah liat disimpan, maka akan semakin baik karena menjadi lapuk. Tahap tersebut

dimaksudkan untuk membusukkan organisme yang ada dalam tanah liat.

(41)

Tanah liat sebelum dibuat batu bata merah harus dicampur dengan abu atau

pasir secara merata yang disebut dengan pekerjaan pelumatan. Pekerjaan pelumatan

dilakukan secara manual dengan cara diinjak-injak oleh orang atau hewan dalam

keadaan basah dengan kaki atau diaduk dengan tangan. Bahan campuran yang

ditambahkan pada saat pengolahan harus benar-benar menyatu dengan tanah liat

secara merata. Bahan mentah yang sudah jadi ini sebelum dibentuk dengan cetakan,

terlebih dahulu dibiarkan selama 2 sampai 3 hari dengan tujuan memberi kesempatan

partikel-partikel tanah liat untuk menyerap air agar menjadi lebih stabil, sehingga

apabila dibentuk akan terjadi penyusutan yang merata.

3. Pembentukan Batu Bata

Bahan mentah yang telah dibiarkan 2 – 3 hari dan sudah mempunyai sifat

plastisitas sesuai rencana, kemudian dibentuk dengan alat cetak yang terbuat dari

kayu. Supaya tanah liat tidak menempel pada cetakan, maka cetakan kayu tersebut

dibubuhi abu atau pasir terlebih dahulu. Lantai dasar pencetakan batu bata merah

permukaannya harus rata dan ditaburi abu. Langkah awal pencetakan batu bata yaitu

letakkan cetakan pada lantai dasar pencetakan, kemudian tanah liat yang telah siap

dilemparkan pada bingkai cetakan dengan tangan sambil ditekan-tekan sehingga

tanah liat memenuhi segala sudut ruangan pada bingkai cetakan. Selanjutnya cetakan

diangkat dan batu bata mentah hasil dari cetakan dibiarkan begitu saja agar terkena

sinar matahari. Batu bata mentah tersebut kemudian dikumpulkan pada tempat yang

terlindung untuk diangin-anginkan.

(42)

Pengeringan batu bata yang dibuat secara tradisional, proses pengeringannya

mengandalkan kemampuan alam. Proses pengeringan batu bata akan lebih baik bila

berlangsung secara bertahap agar panas dari sinar matahari tidak jatuh secara

langsung, maka perlu dipasang penutup plastik. Apabila proses pengeringan terlalu

cepat dalam artian panas sinar matahari terlalu menyengat akan mengakibatkan

retakan-retakan pada batu bata nantinya. Batu bata yang sudah berumur satu hari dari

masa pencetakan kemudian dibalik. Setelah cukup kering, batu bata tersebut

ditumpuk menyilang satu sama lain agar terkena angin. Proses pengeringan batu bata

memerlukan waktu dua hari jika kondisi cuacanya baik. Sedangkan pada kondisi

udara lembab, maka proses pengeringan batu bata sekurang-kurangnya satu minggu.

5. Pembakaran Batu Bata

Pembakaran yang dilakukan tidak hanya bertujuan untuk mencapai suhu yang

dinginkan, melainkan juga memperhatikan kecepatan pembakaran untuk mencapai

suhu tersebut serta kecepatan untuk mencapai pendinginan. Selama proses

pembakaran terjadi perubahan fisika dan kimia serta mineralogi dari tanah liat

tersebut.

2.4.2. Pekerja Pembuat Batu Bata

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima

upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Pekerja pembuat batu bata adalah orang yang mempunyai mata pencaharian

sebagai pembuat batu bata yang sebagian besar waktu mereka dalam bekerja bergulat

(43)

bata merupakan kelompok pekerja yang bergerak dalam sektor informal. Menurut

ILO, sektor informal didefenisikan sebagai cara melakukan pekerjaan apapun dengan

karakteristik mudah dimasuki, bersandar pada sumber daya lokal, usaha milik sendiri,

beroperasi dalam skala kecil, padat karya dan teknologi adaptif, memiliki keahlian di

luar sistem pendidikan formal, tidak terkena langsung regulasi, dan pasarnya

kompetitif. Sedangkan menurut BPS, sektor informal diartikan sebagai suatu

Perusahaan Non Direktori (PND) dan Usaha Rumah Tangga (URT) dengan jumlah

tenaga kerja kurang dari 20 orang (Depkes RI, 2008).

Sektor informal pada umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik khas

seperti sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil,

unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan

tenaga kerja dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Para pekerja yang

menciptakan sendiri lapangan kerjanya. Di sektor informal biasanya tidak memiliki

pendidikan formal (Depkes RI, 2008).

Pada umumnya mereka tidak mempunyai ketrampilan khusus dan kekurangan

modal. Oleh sebab itu produktivitas dan pendapatan mereka cenderung lebih rendah

daripada kegiatan-kegiatan bisnis yang ada di sektor formal. Selain itu mereka yang

berada di sektor informal tersebut juga tidak memiliki jaminan keselamatan kerja dan

fasilitas kesejahteraan (Depkes RI, 2008).

2.4.3. Dampak Kecacingan terhadap Pekerja Pembuat Batu Bata

Penyakit kecacingan sering kali menyebabkan berbagai penyakit di dalam

perut dan berbagai gejala penyakit perut seperti kembung dan diare. Infeksi penyakit

(44)

berakibat terhadap penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi, juga berperan

sebagai faktor yang lebih memperburuk keadaan kekurangan gizi yang sudah ada

sehingga memperburuk daya tahan tubuh terhadap berbagai macam infeksi

(Onggowaluyo, 2001).

Infeksi kecacingan mempengaruhi pemasukan, pencernaan, penyerapan

(absorbsi) serta metabolisme makanan sehingga menyebabkan kekurangan gizi.

Penderita kecacingan, nafsu makannya menurun sehingga makanan yang masuk akan

berkurang dan jumlah cacing yang banyak dalam usus akan mengganggu pencernaan

serta penyerapan makanan. Infeksi kecacingan selain berperan sebagai penyebab

kekurangan gizi yang kemudian berakibat terhadap penurunan daya tubuh terhadap

infeksi, juga berperan sebagai faktor yang lebih memperburuk daya tahan tubuh

terhadap berbagai macam infeksi (Onggowaluyo, 2001).

Infeksi cacingan jarang sekali menyebabkan kematian langsung, namun

sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat

akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan pada anak. Berbagai

penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi manusia tidak

dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam tubuh. (Gandahusada, 2003).

Pekerja batu bata memiliki resiko yang tinggi terhadap kejadian kecacingan

karena dalam proses pembuatannya mengalami kontak langsung dengan tanah. Gejala

kecacingan pada orang dewasa diantaranya: lesu dan lemas akibat anemia, berat

badan rendah, batuk tidak sembuh-sembuh, dan nyeri diperut. Salah satu dampak

yang terlihat akibat anemia pada pekerja batu bata adalah penurunan produktivitas

(45)

Sampai saat ini penyakit kecacingan masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat Indonesia terutama di daerah pedesaan dan salah satu faktor yang

mempengaruhi tingginya kecacingan adalah kesadaran hygiene perorangan (personal

hygiene) yang kurang dan rendahnya pengetahuan mengenai penyakit kecacingan

tersebut (Gandahusada, 203)

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

2.6. Hipotesis

1. Ha: Adanya hubungan pengetahuan pekerja dengan kejadian

kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat

batu bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten

Deli Serdang Tahun 2011.

2. Ha: Adanya hubungan sikap pekerja dengan kejadian kecacingan

Soil Transmitted Helminths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di

Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang

Tahun 2011 Pengetahuan Pekerja

Sikap Pekerja

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik yaitu penelitian yang

mencoba menggali bagaimana kejadian kecacingan terjadi serta untuk mengetahui

hubungan pengetahuan dan sikap pekerja dengan kejadian kecacingan Soil

Transmitted Helmiths (STH) pada pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi

Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau

Kabupaten Deli Serdang. Dipilihnya daerah ini sebagai lokasi penelitian karena

alasan sebagai berikut:

1. Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang merupakan

salah satu daerah di Deli Serdang yang mayoritas penduduknya memiliki mata

pencaharian sebagai pembuat batu bata.

2. Belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan dan sikap

pekerja dengan kejadian kecacingan Soil Transmitted Helmiths (STH) pada

pekerja pembuat batu bata di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau

Kabupaten Deli Serdang.

3.2.2. Waktu Penelitian

(47)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek dan subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2007). Populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh pekerja pembuat batu bata secara tradisional di Desa Purwodadi

Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 488 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2007). Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan

rumus sebagai berikut :

Dimana:

n : Besar sampel

N : Jumlah populasi

P : Proporsi, bila peneliti tidak mengetahui besarnya P dalam populasi, maka P : 0,5

G : Galat pendugaan (Gaspersz, 1991)

(48)

Berdasarkan rumus diatas, maka besarnya sampel minimal yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Dibulatkan menjadi 60 orang. Maka sampel dalam penelitian sebanyak 60 orang.

Pada penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah adalah

simple random sampling yaitu penarikan sampel yang diambil sedemikian rupa

sehingga tiap unit penelitian atau suatu elementer dari populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Penarikan sampel diambil

dengan cara undian. Nomor yang keluar dari hasil undian mewakili nama-nama

pekerja yang diperoleh berdasarkan profil Desa Purwodadi

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data primer dan data

sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh melalui:

1. Wawancara langsung oleh penulis kepada para pekerja pembuat batu bata di Desa

Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang yang berpedoman

pada kuesioner yang telah dipersiapkan. Wawancara yang dilakukan merupakan

(49)

2. Uji Laboratorium

Pemeriksaan tinja untuk mendapat informasi yang lebih akurat mengenai infeksi

cacing. Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas Laboratorium RS Sultan Sulaiman

Serdang Bedagai. Dalam penelitian ini pemeriksaan laboratorium menggunakan

teknik natif. Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik

untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan telur-telurnya.

Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl fisiologis (0,9%) atau eosin 2%.

Penggunaan eosin 2% dimaksudkan untuk lebih jelas membedakan telur-telur

cacing dengan kotoran disekitarnya.

Alat dan Bahan yang diperlukan : 1. Gelas obyek

2. Pipet tetes

3. Lidi

4. Cover glass

5. Mikroskop

6. Tinja

7. Eosin 2%

Cara kerja pemeriksaan tinja dengan teknik Natif :

1. Gelas obyek yang bersih di teteskan 1-2 tetes NaCl fisiologi atau eosin 2%

2. Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut

3. Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan gelas

(50)

4. Identifikasi di bawah mikroskop untuk mengetahui larva cacing dan jenis

cacing Soil Transmitted Helminths (STH) yang diderita oleh responden.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Kantor Lurah Pagar Merbau dan dari

literatur-literatur yang berhubungan dan mendukung penelitian.

3.5. Definisi Operasional

1. Kejadian Kecacingan adalah penyakit infeksi yang di derita oleh responden

yang disebabkan oleh parasit berupa cacing Soil Transmitted Helminths

(STH) yaitu Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan Ancylostoma

diodenale dan Necator americanus.

2. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang

kecacingan.

3. Sikap adalah pendapat atau respon yang masih tertutup dari responden

tentang kecacingan.

4. Pekerja pembuat batu bata adalah orang yang mempunyai mata pencaharian

sebagai pembuat batu bata yang sebagian besar waktu mereka dalam bekerja

bergulat dengan tanah liat sebagai media utama pembuatan batu bata.

3.6. Aspek Pengukuran

Skala pengukuran yang digunakan untuk mengetahui tingkatan pengetahuan

pekerja pembuat batu bata dengan kejadian kecacingan adalah skala inkeles. Yaitu

(51)

jawaban. Sedangkan untuk mengukur sikap pekerja pembuat batu bata dengan

kejadian kecacingan mengunakan skala Guttman berupa pilihan “setuju” atau “tidak

setuju” (Arikunto, 2009).

3.6.1. Pengetahuan

Pengetahuan responden diukur berdasarkan jawaban dari

pertanyaan-pertanyaan yang terdapat pada kuesioner. Pertanyaan berjumlah 16 dengan total skor

32.

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu:

1. Untuk pertanyaan nomor 1,2,3,4, dan 5 jika menjawab “a” diberi skor 2, jika

menjawab “b” diberi skor 1 dan jika menjawab “c” diberi skor 0.

2. Untuk pertanyaan nomor 6,7,8,9, dan 10 jika menjawab “a” diberi skor 0, jika

menjawab “b” diberi skor 2 dan jika menjawab “c” diberi skor 1.

3. Untuk pertanyaan nomor 11,12,13,14,15 dan 16 jika menjawab “a” diberi skor 0,

jika menjawab “b” diberi skor 1 dan jika menjawab “ c” diberi skor 2.

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkat pengetahuan responden

dikategorikan sebagai berikut (Arikunto, 2009) :

1. Baik, apabila skor yang diperoleh > Median dari seluruh skor yang ada

2. Buruk, apabila skor yang diperoleh ≤ Median dari seluruh skor yang ada

3.6.2. Sikap

Pengukuran sikap responden dilakukan dengan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dengan alternatif jawaban “setuju” dan “tidak setuju”. Pertanyaan

(52)

Adapun ketentuan pemberian skor yaitu: jika responden menjawab setuju

diberi skor = 2 dan jika menjawab tidak setuju diberi skor = 0. Khusus untuk

pertanyaan nomor 1, 10, 11, 12, 13 dan 14, jawaban setuju diberi skor = 0 dan

jawaban tidak setuju diberi nilai = 2

Berdasarkan jumlah skor, selanjutnya tingkatan sikap responden dikategorikan

sebagai berikut (Arikunto, 2009) :

1. Baik, apabila skor yang diperoleh > Median dari seluruh skor yang ada

2. Buruk, apabila skor yang diperoleh ≤ Median dari seluruh skor yang ada.

3.7. Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil laboratorium dan wawancara langsung, diolah

secara komputerisasi dan dianalisis dengan menggunakan uji Chi- Squre pada tingkat

kepercayaan 90% atau α 0,1. Uji Chi-Squre digunakan untuk melihat hubungan

antara variabel bebas dengan variabel terikat. Hasil dari pengujian disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi dipergunakan sebagai dasar pembahasan

(53)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Adapun gambaran umum dalam penelitian ini meliputi: letak geografis Desa

Purwodadi, gambaran demografi Desa Purwodadi, kondisi sosial budaya desa

purwodadi.

4.1.1. Letak Geografis

Desa Purwodadi merupakan salah satu desa di Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten

Deli Serdang. Secara geografis Desa Purwodadi terletak pada dataran tinggi dengan

ketinggian tanah dari permukaan laut sekitar 2 meter. Suhu udara rata-rata sekitar

23-330C. Banyaknya curah hujan pertahun rata – rata 2.000 mm. Desa Purwodadi

memiliki luas wilayah 82 hektar; 25 hektar merupakan lahan pemukiman/pekarangan

dan 57 Hektar merupakan lahan tegalan/lading.

Desa Purwodadi terdiri dari 3 dusun yaitu Dusun Purwodadi IA, Dusun Purwodadi

IB, dan Dusun Purwodadi II.

Adapun batas-batas wilayah Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau

Kabupaten Deli Serang adalah sebagai berikut:

• Sebelah Timur berbatasan dengan PTPN II Pagar Merbau

• Sebelah Barat berbatasan dengan PTPN II Tanjung Garbus

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Sukamulia

(54)

4.1.2. Gambaran Demografi

Jumlah penduduk Desa Purwodadi adalah sebanyak 649 Kepala Keluarga atau

2.519 jiwa yang terdiri dari 1.279 jiwa laki-laki dan 1.240 jiwa perempuan.

Penduduk Desa purwodadi memeluk agama Islam sebanyak 2495 Jiwa dan agama

Kristen sebanyak 24 jiwa.

Desa Purwodadi merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Pagar

Merbau Kabupaten Deli Serdang yang mayoritas penduduknya memiliki mata

pencaharian sebagai pembuat batu bata. Dari expose Desa Purwodadi tahun 2011

diketahui bahwa dari 649 Kepala Keluarga, 231 Kepala Keluarga diantaranya

bermata pencaharian sebagai pembuat batu bata.

Tingkat pendidikan penduduk Desa Purwodadi sebagian besar tamat SLTP. Berikut

[image:54.612.134.533.455.676.2]

tabel tingkat pendidikan penduduk desa purwodadi.

Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010

No Tingkat Pendidikan Tahun 2010

1 Buta Huruf 8 orang

2. Pendidikan Anak Usia Dini ( PAUD ) 35 Orang

3. Taman Kanak – Kanak ( TK ) 13 Orang

4. Tidak Tamat SD 120 Orang

5. Tamat SD 261 Orang

6. Sedang SD 178 Orang

7. Tamat SLTP 423 Orang

8. Sedang SMP 90 Orang

9. Tamat SLTA 296 Orang

10 Sedang SLTA 63 Orang

11 Akademi 17 Orang

12. Sedang Akademi 8 Orang

13. Perguruan Tinggi 12 Orang

14. Sedang di Perguruan Tinggi 20 Orang

(55)

4.1.3. Sosial Budaya

Dari segi sosial budaya, Desa purwodadi memiliki heterogenitas etnis yang cukup

tinggi. Sebagian besar penduduk memiliki suku bangsa Jawa, selain itu suku bangsa

yang cukup dominan yaitu Minangkabau, Batak. Meskipun tingkat heterogenitas etnis

penduduk yang cukup tinggi namun soliditas masyarakat tampak kuat.

4.2 Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi umur, jenis

[image:55.612.113.528.373.644.2]

kelamin, dan pendidikan. Karakteristik responden disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011

No. Karakteristik Responden n %

Umur (Tahun)

1. 18-24 4 6,7

2. 25-31 3 5,0

3. 32-38 6 10,0

4. 39-45 16 26,7

5. 46-52 18 30,0

6. 53-59 10 16,6

7. 60-66 3 5,0

Jumlah 60 100,0

Jenis Kelamin

1. Laki-laki 37 61,7

2. Perempuan 23 38,3

Jumlah 60 100,0

Pendidikan

1. Tidak tamat SD 9 15,0

2. Tamat SD 21 35,0

3. Tamat SLTP 22 36,7

4. Tamat SLTA 8 13,3

Jumlah 60 100,0

Berdasarkan tabel 4.2. di atas dapat dilihat bahwa responden termuda adalah umur 18

(56)

kisaran umur 46-52 tahun, yaitu sebanyak 18 orang (30,0%). Jenis kelamin responden

paling banyak laki-laki sebanyak 37 orang (61,7%). Tingkat pendidikan sebagian

besar responden adalah tamat SLTP, yaitu sebanyak 22 orang (36,7%) dan tingkat

pendidikan terendah responden adalah tamat SLTA, yaitu sebanyak 8 orang (13,3%).

4.3. Pengetahuan Responden tentang Kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) Pada Pekerja Pembuat Batu Bata

Pengetahuan responden adalah sesuatu yang diketahui responden tentang

kecacingan Soil Transmitted Helminths (STH) dan upaya pencegahannya. Adapun

daftar pertanyaan yang termasuk dalam pengetahuan meliputi: pengetahuan

responden tentang pengertian kecacingan, penyebab kecacingan, gejala-gejala

kecacingan, orang yang dapat terinfeksi cacing, cacing/telur cacing masuk melalui

apa, penyebab infeksi cacing, telur cacing masuk ke tubuh dalam bentuk apa, kuku

yang kotor apakah dapat menyebabkan kecacingan, apakah kecacingan dapat

menyebabkan produktivitas menurun, apakah kecacingan dapat menyebabkan

kekurangan darah, akibat kecacingan, minum obat cacing sebaiknya berapa bulan

sekali, menghindari kotak langsung dengan tanah apakah dapat menghindari

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidup Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)
Gambar 2.3 Siklus Hidup Cacing Tambang (Hook Worm)
Tabel 4.1 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2010
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik di Desa Purwodadi Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk melihat apakah tata pengolahan batu bata di daerah penelitian intensif atau tidak, maka tata pengolahan di Desa Tanjung Mulia dibandingkan dengan tata pengolahan batu

Usaha batu bata terus mengalami perkembangan yang pesat pada Desa Sidodadi Batu 8 karena jenis tanah yang cocok untuk bahan baku pembuatan batu bata, yakni tanah galong..

adakah hubungan pajanan debu TSP dengan gangguan faal paru pada pekerja pembuat.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pengetahuan mengenai gizi, pendapatan keluarga dan infestasi Soil transmitted helminths dengan Kurang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA LOW BACK PAIN PADA PEKERJA PEMBUAT BATU BATA DI DESA.. PAMIJEN SOKARAJA KABUPATEN BANYUMAS

Tujuan: Untuk mengetahui dan menganalisis adanya hubungan antara hubungan antara sikap kerja dan masa kerja dengan keluhan Low Back Pain miogenik (akut) pada Pekerja Pembuat

industri batu bata adalah industri yang mengolah bahan baku tanah liat dan bahan.. pembantu berupa air dan pasir serta serbuk gergaji melalui

Hasil Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan uji korelasi Pearson yang dilakukan pada 96 orang pekerja pembuat batu bata di lingkungan sekitar kampus utama Universitas