• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Diri Anggota Parkour Bandung (Studi Fenomenologi Dengan Pendekatan Interaksi Simbolik Mengenai Konsep Diri Anggota Parkour Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Diri Anggota Parkour Bandung (Studi Fenomenologi Dengan Pendekatan Interaksi Simbolik Mengenai Konsep Diri Anggota Parkour Bandung)"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DIRI ANGGOTA

PARKOUR BANDUNG

Studi Fenomenologi Dengan Pendekatan Interaksi Simbolik Mengenai

Konsep Diri Anggota Parkour Bandung

(2)

Latar Belakang Masalah

Fenomena Parkour

Interaksi Khas di Dalamnya

Bagaimana Konsep Diri Para Anggota

Rumusan Masalah

Makro

Bagai a a Ko sep Diri

a ggota Parkour Ba du g?

Mikro

1. Bagaimana Konsep Diri anggota Parkour

Bandung yang dipengaruhi oleh

Significant

Others?

(3)

Kerangka Berpikir

Fenomena Parkour

Past

Present

Future

Interaksi Simbolik Anggota

Konsep Diri

(4)

Objek Penelitian

Parkour

Parkour berasal dari kata

(5)

Art du

(6)

Parkour Bandung

Didirikan tanggal 19 Agustus 2007

Peserta latihan rutin 50-100 orang

Latihan Rutin

Kerja sama dengan media massa, akademisi,

fotografer, dan filmmaker.

(7)

“Penelitian menjadi alat bagi ilmuwan untuk membuka tabir

yang ada dibalik fenomena yang terjadi” (Satori, 2011:1).

Creswell mengemukakan penelitian kualitatif:

inquiry process of understanding based on distinct

methological tradition of inquiry that explore social or human

problem. The researcher builds a complex, holistic picture,

analyzes words, reports detailed views of informants, and

conducts the study in natural setting. (Satori, 2011:24)

(8)

Teknik Pengumpulan Data

Observasi

Djam’an

Satori mendefinisikan observasi:

Pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung

maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus

dikumpulkan dalam penelitian. (Satori, 2011:105)

Wawancara

Sudjana mendefinisikan wawancara merupakan, “proses

pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak

penanya dengan pihak yang di tanya” (Satori, 2011:130).

Studi Pustaka

(9)

Teknik Penentuan Informan

Satori mengatakan

purposive berarti, “ditentukan

dengan menyesuaikan pada tujuan penelitian atau

tujuan tertentu.” (Satori,

2011:50).

No.

Nama

Kelas

Sebagai

1

Randy Permana Dahlan

President Parkour Bandung

Key Informan

2

Zico Desriera

Instructur Parkour Bandung Informan Utama

3

Agung Rochmat B.

Instructur Parkour Bandung Informan Utama

4

Amri Bsc.

Orang tua Zico

Informan S.O.

5

Herawati Bp.

Orang tua Zico

Informan S.O.

(10)

Analisis Data

1. Data

Reduction, data yang diperoleh dalam

lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian

yang terinci.

[image:10.720.42.712.10.522.2]

2. Data

Display, membuat berbagai matrik, grafik,

tabel, dll untuk mempermudah menyajikan

gambaran dari kesimpulan penelitian.

3. Conclusion Verification, mencari pola, tema,

hubungan, persamaan, dll dari data yang

(11)

Waktu

Penelitian ini dilakukan mulai dari pra penelitian di bulan

Februari 2012 hingga sidang Skripsi di bulan Agustus 2012

Tempat

(12)

Aktif

Anti Kompetisi

Berani

Tanggung Jawab

Diandalkan

Disiplin

Efisien

Filosofis

Kekeluargaan

Keras

Konsentrasi

Kuat

Pemimpin

Pengajar

Percaya Diri

Petualang

Reaktif

Relax

Sabar

Sehat

Semangat

Sportif

Tegas

Tekun

Useful

Kaku

(13)

Kesimpulan

1.

Konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh

Significant other

adalah Aktif, Berani, Bertanggung Jawab,

Diandalkan, Jujur, Kaku, Keras, Mandiri, Peduli, Petualang,

Pemarah, Reaktif, Tahan Banting, Tegas.

2.

Konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh

Reference group

adalah Anti kompetisi, Berani, Disiplin,

Efisien, Filosofis, Kekeluargaan, Konsentrasi, Kuat, Keras,

Pemimpin, Pengajar, Percaya diri, Reaktif, Relax, Sabar,

Semangat, Sehat, Sportif, Tekun, Useful.

3.

Reference group merupakan faktor yang lebih dominan

membentuk konsep diri anggota Parkour Bandung

dibandingkan significant Others.

Saran

Bagi Orangtua:

1. Bagi orangtua yang memiliki anak yang

mengikuti Parkour agar selalu memantau dan

mensupport kegiatannya, karena dukungan

orangtua menumbuhkan sifat baik pada anak.

2. Orangtua berperan aktif dalam mempelajari apa

yang menjadi kegemaran anaknya di dunia luar.

Sehingga anak merasa dekat dengan orangtua

dan komunikasi yang terjalin menjadi tidak

kaku.

Bagi Komunitas Parkour:

1. Memperhatikan perkembangan anggotanya bila

melenceng dari filosofi Parkour yang disebutkan.

Sehingga tidak ada

miss perceptions

di

masyarakat karena mendapat informasi yang

keliru.

2. Memperluas dan mempermudah dalam

memperoleh infomasi mengenai Parkour. Mulai

(14)
(15)
(16)
(17)
(18)

KONSEP DIRI ANGGOTA PARKOUR BANDUNG

(Studi Fenomenologi Dengan Pendekatan Interaksi Simbolik Mengenai Konsep Diri Anggota Parkour Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Menempuhi Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh,

REZA ANINDITA RAMADHAN

NIM.41808074

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(19)
(20)

iv

Keyword: Konsep diri, Interaksi Simbolik, Fenomenologi, Parkour, Bandung

ABSTRAK

KONSEP DIRI ANGGOTA PARKOUR BANDUNG (STUDI FENOMENOLOGI DENGAN PENDEKATAN INTERAKSI

SIMBOLIK MENGENAI KONSEP DIRI ANGGOTA PARKOUR BANDUNG )

Oleh:

REZA ANINDITA RAMADHAN NIM:41808074

Skripsi ini di bawah bimbingan: Dr. Mahi M. Hikmat, Drs., Msi

Penelitian ini bertujuan mengetahui konsep diri anggota Parkour Bandung. Studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh significant others (orang terdekat yang bertalian darah) dan reference group (kelompok rujukan).

Tipe penelitian ini adalah kualitatif, metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologis. Data utama diperoleh dengan cara obeservasi partisipan dan wawancara mendalam , serta dilakukan studi kepustakaan dan internet searching. Untuk infoman yang di teliti merupakan dua anggota Parkour Bandung. Teknik penentuan informan digunakan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukan konsep diri anggota Parkour secara menyeluruh adalah Aktif, Anti Kompetisi, Pemberani, Bertanggung Jawab, Diandalkan, Disiplin, Efisien, Filosofis, Kekeluargaan, Keras, Berkonsentrasi, Kuat, Mandiri, Kepemimpinan, Pengajar, Percaya Diri, Reaktif, Relax, Sabar, Sehat, Semangat, Sportif, Tegas, Tekun, Useful. Adapun Reference group merupakan faktor yang lebih dominan membentuk konsep diri anggota Parkour Bandung dibandingkan significant Others.

(21)

v

Keyword: Self concept, symbolic Interaction, Phenomemology, Parkour, Bandung

ABSTRACT

SELF-CONCEPT OF PARKOUR MEMBERS BANDUNG (PHENOMENOLOGY STUDY OF SYMBOLIC INTERACTION

APPROACH TO SELF-CONCEPT OF PARKOUR MEMBERS BANDUNG)

By:

REZA ANINDITA RAMADHAN NIM:41808074

This thesis under the guidance: Dr. Mahi M. Hikmat, Drs., Msi

This study aims to know the self-concept of Parkour member Bandung. So the researchers study to find out how the concept of self-Bandung Parkour members who are influenced by significant other (the closest blood-borne) and the reference group (reference group).

Types of research is qualitative the research method used is phenomenological. The main data obtained by participant observation and deep interviews, and do library research and internet searching. For a rigorous infomant in Bandung is two members of Parkour. The technique of determining the informant used purposive sampling technique.

The results showed that self-concept is influenced by Parkour member significant other is Active, Courageous, Responsible, Reliable, Honest, Stiff, Tough, Independent, Caring, Adventurers, Grumpy, Reactive, Resistant, Decisive. While the concept of self-Bandung Parkour members affected by the reference group is anti-competition, Dare, Disciplined, Efficient, Philosophical, familial, Concentration, Strong, Tough, Leader, Teacher, Confidence, Reactive, Relax, Patience, Spirit, Health, Sportive, diligently, Useful.

(22)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat dan salam

kepada junjungan kita Rasulullah, Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan seluruh

pengikutnya semoga rahmat dan hidayah selalu dilimpahkan padanya.

Dalam melaksanakan Skripsi ini tidak sedikit penulis menghadapi kesulitan serta

hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Allah SWT, juga berkat usaha,

doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima baik secara langsung

maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi.

Penulisan Skripsi ini tak lepas dari dukungan pihak keluarga, untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada Mama dan Papa tercinta serta Kakakku yang telah

memberikan dukungan moril, materi serta kasih sayangnya.

Tak lupa pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tak

terhingga kepada :

1. Yth. Bapak Prof.Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia yang mengesahkan karya ilmiah ini.

2. Yang saya hormati Bapak Drs. Manap Solihat.,M.Si, selaku Ketua Program Studi

memperlancar kegiatan Penulis Skripsi dan perkuliahan.

3. Yang saya hormati Bapak Dr. Mahi M. Hikmat, Drs., M.Si. selaku Pembimbing skripsi

yang membantu penulis merampungkan Skripsi ini.

4. Yang saya hormati Ibu Melly Maulin P. S.Sos., M.Si. sebagai Ketua Sidang saat ujian

skripsi saya. Terima kasih semua masukan dan sarannya, semua ilmu yang ibu berikan

(23)

vii

5. Yang saya hormati Bapak Arie Prasetyo S.Sos., M.Si. sebagai Penelaah di sidang skripsi

saya. Terima kasih semua arahannya selama ini mulai dari seminar usulan penelitian

sampai sidang skripsi. Ilmu yang bapak berikan memperlancar pengerjaan penulisan karya

ilmiah ini.

6. Yang saya hormati Seluruh Bapak/Ibu Dosen Ilmu Komunikasi Unikom yang telah

memberikan bimbingan, arahan, serta ilmu yang berguna bagi penulis selama berkuliah di

sini.

7. Yang saya hormati Randy Permana Dahlan selaku El-Presidente komunitas Parkour

Bandung yang mengizinkan saya melakukan penelitian di komunitas ini dan membantu

peneliti memperoleh data-data penelitian.

8. Yang saya hormati Zico Desriera sebagai infoman dan kedua orang tuanya Bapak Amri,

Bsc. Dan Ibu Herawati Bp. Bersedia meluangkan waktu menjawab semua pertanyaan dari

peneliti.

9. Yang saya hormati Agung Rochmat Budiawan sebagai informan dan kedua orang tua

Bapak Ator Chatori dan Ibu Uka Rukaesih Bersedia meluangkan waktu menjawab semua

pertanyaan dari peneliti.

10.Seluruh anggota komunitas Parkour Bandung yang menjadi teman-teman baru saya, selalu

memotivasi saya untuk berlatih.

11.Papa dan Mamaku tersayang (Heri Subekti dan Agnes Suyati) yang mendukungku dalam

mengerjakan semua kegiatanku dimanapun termasuk di kampus. Walaupun saya jarang di

rumah, kasih sayang kalian selalu ku bawa.

12.Kakak ku tersayang (Andreani Oktafiona dan Aa Sigi) memberikan semangat dan bantuan

materil juga moril, tanpanya saya hanya seorang adik kecil tanpa kemampuan. Juga Mylo

(24)

viii

13.Keluarga Wairisal, Om David dan Tante Santi yang selalu mendukung perjuangan kuliah

selama ini. Johan dan Linda sepupuku tersayang terus berprestasi, be out of the box.

14.Om Benyamin Santosa dan tante Yuli yang mensupport penyusunan skripsi dan keperluan

sidang, itu sangat berarti. Sepupuku Billy dan Raihan berprestasi dan belajar terus.

15.Keluarga besar Alm. Opa Lambertus, Alm. Mbah Suparman, semua Om dan Tante

tersayang beserta semua sepupuku Terima kasih doa dan dukungannya.

16.Waritsa Asri tercinta tempat ku berdiskusi, berkeluh-kesah, terima kasih selalu ada dalam

setiap hariku. Kamu jadi harapan dari masa depanku.

17.Teman seperjuangan yang selalu aku sayangi dan aku banggakan (Rio kamu memang

pelawak, Imam berjuang terus dapat pacar, Cecep semangat ya. Saat kamu wisuda kami

datang, Afandi teruslah tertawa, kakak Citra jaga kesehatan terus mencapai impiannya)

kalian teman terbaik yang bisa aku andalkan.

18.Semua mantan pengurus HIMA kabinetnya Citra, kalian kabinet HIMA terhebat yang Ilmu

Komunikasi punya. Bangga bisa berbagi ilmu dengan kalian.

19.Anak-anak IK-Jurnal United jadilah lulusan yang berkualitas dan pencetak wartawan

hebat.

20.Salman Film, Kang Iqbal, Kang Yopi, Kang Veejay, dkk. Pendapatan dari sini membantu

saya membiayai kebutuahan kuliah saya, terima kasih.

Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini bisa diterima sebaik-baiknya. Semoga

nantinya mempunyai kontribusi besar terhadap ilmu pengetahuan.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bandung, Agustus 2012

(25)

ix

DAFTAR ISI

Hal LEMBAR PERSEMBAHAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR BAGAN... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.2.1 Pertanyaan Makro... 6

1.2.2 Pertanyaan Mikro... 7

1.3. Maksud dan Tujuan Makalah

1.3.1. Maksud Makalah ... 7

1.3.2. Tujuan Makalah ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian………... 7 1.4.1 Kegunaan Teoritis... 7

1.4.2 Kegunaan Praktis... 8

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti... 8

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Universitas... 8

(26)

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1. Tinjauan Pustaka.. ... 10

2.1.1 Penelitian terdahulu... 10

2.1.2 Pengertian Komunikasi... 12

2.1.2.1 Tujuan Komunikasi... 13

2.1.2.2 Karakteristik Komunikasi... 14

2.1.2.3 Tingkatan Proses Komunikasi... 15

2.1.3 Komunikasi Antarpribadi... 17

2.1.4 Interaksi Simbolik... 20

2.1.5 Konsep Diri... 22

2.2. Kerangka Pemikiran... 28

2.2.1 Kerangka Teoritis... 28

2.2.2 kerangka Konseptual... 31

2.3. Uji Keabsahan Data... 33

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1. Objek Penelitian... 36

3.1.1 Sejarah Parkour... 36

3.1.2 Profil David Belle... 39

3.1.3 Kegiatan Parkour... 41

3.1.4 Parkour Bandung... 43

3.2. Metode Penelitian…... 46 3.2.1 Fenomenologi... 46

3.2.2 Desain Penelitian... 49

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data... 54

3.2.2.1 Studi Lapangan... 54

3.2.2.2 Studi Pustaka... 58

3.3. Teknik Penentuan Informan... 58

3.4. Teknik Analisis Data... 60

(27)

xi

3.5.1 Waktu Penelitian... 61

3.5.2 Tempat Penelitian... 63

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Informan Penelitian... 64

4.2 Hasil Penelitian... 69

4.3 Pembahasan... 76

4.3.1 Konsep Diri yang Dipengaruhi Significant Others... 77

4.3.2 Konsep Diri yang dipengaruhi Reference Group... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 113

5.2 Saran... 114

(28)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan cara setiap insan manusia untuk berinteraksi satu

sama lain. Tujuannya mulai dari pemenuhan kebutuhan materi sampai sekedar

bertegur sapa. Komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio atau

Communis, yang artinya “sama”. Kata “sama” yang dimaksud adalah kesamaan makna, dari pemberi pesan pada yang menerima pesan. Banyak

definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli, salah satunya oleh Bernard

Berelson dan Gary A. Steiner yang dikutip oleh Deddy Mulyana dalam

bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar:

Transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol – kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi (2002:62).

Berdasar definisi di atas bisa dikatakan komunikasi adalah proses

penyampaian pesan yang kompleks dari hasil pemikiran manusia kepada

lawan bicaranya. Bila terjadi kesamaan maksud maka komunikasi dikatakan

efektif. Kesamaan seseorang dengan orang lain menjadikan ketertarikan dan

kenyamanan dalam berinteraksi. Saat beberapa orang berkumpul karena

kesamaan minat atau hobi maka terbentuklah sebuah kelompok dan terjadilah

komunikasi kelompok. Para psikiater dunia pada tahun 1970-an berpendapat,

(29)

2

mental” (Rakhmat,2001: 141). Sehingga pada zaman sekarang ini banyak bermunculan kelompok atau komunitas yang berkembang baik kalangan hobi

sampai kalangan profesi.

Kota Bandung merupakan tempat muncul dan berkembangnya berbagai

komunitas atau kelompok sosial sebagai wadah masyarakatnya

mengaktualisasikan diri. Mulai dari kesamaan minat biasanya orang-orang

berkumpul dan berinteraksi. Di sana terjadi komunikasi kelompok yang positif

karena berkumpul atas dasar satu keseragaman. Misalnya orang-orang yang

memiliki ketertarikan mengendarai sepeda ontel, mereka bermula dari satu

atau dua orang dan akhirnya menjadi beberapa orang dengan memiliki minat

yang sama untuk bergabung. Kesamaan minat itu membuat mereka

berinteraksi satu sama lain hingga membentuk sebuah komunitas. Komunitas

atau kelompok sosial yang peneliti maksud di sini adalah sebuah kelompok

yang memiliki keterikatan dan keanggotaan yang saling menguatkan. Seperti

menurut Dewi Wulansari dalam bukunya, Sosiologi-Konsep dan Teori

mendefinisikan:

Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang terdiri dari dua atau lebih individu yang hidup bersama saling berhubungan, mempengaruhi dengan suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. (2009:43)

Bisa disimpulkan dengan adanya hubungan erat itulah mereka hidup

saling membutuhkan, memiliki tempat, aturan, cara interaksi yang khas di

antara mereka. Terlepas dari pandangan positif atau negatif, memperhatikan

komunitas atau kelompok saat berkumpul dan berkegiatan sangatlah menarik

(30)

3

dikatakan “Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal)

dan melibatkan interkasi antar anggota-anggotanya” (Rakhmat,2001:141). Dari pengertian tersebut, peneliti temukan juga pada komunitas Parkour.

Tujuan dari komunitas Parkour secara sekilas sama dengan komunitas lain

yang berkumpul atas dasar kesamaan minat. Tapi karena aktifitas mereka tidak

biasa, yaitu dengan melompat dan memanjat gedung dan benda lainnya di

ruang publik. Maka keberadaan merekapun menjadi fenomena baru yang

masih pro dan kontra terutama di Indonesia. Maksud dari aktifitasnya belum

dimengerti oleh masyarakat, maka peneliti berniat mengetahui hal-hal yang

sulit dilihat oleh masyarakat secara kasat mata.

. Parkour merupakan suatu olahraga yang digagas oleh David Belle seorang

pemuda asal Perancis. Inti dari olahraga Parkour yaitu bertujuan untuk

berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan efisien dan

secepat-cepatnya, menggunakan prinsip kemampuan badan manusia semaksimal

mungkin. Masyarakat pertama kali mengenal Parkour secara luas dari film

[image:30.595.221.405.583.720.2]

YAMAKASI” , setelah itu pun masih banyak film lainnya seperti B13, Great Chalange, dan lain-lain.

Gambar 1.1 Aksi Parkour

(31)

4

Parkour masuk dan berkembang di Indonesia sekitar tahun 2007.

Bermunculanlah komunitas Parkour di beberapa kota besar seperti Bandung,

Jakarta, Yogya, Surabaya, Medan. Di Kota Bandung kehadiran Parkour

digagas oleh beberapa praktisi dari beberapa universitas yaitu Ais (ITB), Josua

(Unpar), Alm. Danar Dkk (Unikom) dan resmi berdiri tanggal 19 Agustus

2007. Keberadaan mereka di Kota Bandung menjadi sebuah fenomena

tersendiri, kegiatan mereka yang masih asing di kalangan warga Bandung dan

dianggap menghibur dengan atraksinya yang melakukan salto di udara sampai

melewati tembok dengan cepatnya. Tapi tak jarang aktifitas itu dianggap

mengerikan karena resiko cederanya cukup tinggi, mengingat mereka tidak

menggunakan alat bantu atau pengaman kecuali badan mereka sendiri.

Beberapa media seperti bandung.detik.com, infobandung.com, dan

inilahjabar.com sempat memberitakan aktifitas mereka. Mulai dari artikel

yang mengatakan “Parkour menghilangkan rasa takut karena mengetahui batasan kemampuan diri” (www.bandung.detik.com , 7 Maret 2012 pukul 19.37 WIB). Ada pula di media lain menggambarkan, “penuh filosofi, Parkour

tak hanya ekstrim” (www.inilahjabar.com 7 Maret 2012 pukul 19.39 WIB). Banyaknya pemberitaan positif membuat peneliti semakin ingin mengetahui

fenomena Parkour ini di Kota Bandung.

Fenomena Komunitas Parkour Bandung ini mau tidak mau sudah

mewarnai ragam komunitas karena mereka merupakan fenomena baru di Kota

Bandung, maka peneliti tertarik untuk mempelajarinya lebih dalam lagi.

(32)

5

„menampak‟.” (Kuswarno, 2009:1). Fenomena bisa dikatakan sebagai fakta yang disadari dan masuk dalam pemahaman manusia. Berdasarkan pengertian

fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa Parkour Bandung dapat diteliti

sebagai kajian Fenomenologi, karena komunitas ini merupakan bagian dari

sebuah fenomena atau menampakan eksistensinya sebagai komunitas baru di

kalangan masyarakat Kota Bandung.

“Fenomenologi merefleksikan pengalaman langsung manusia, sejauh pengalaman itu secara intensif berhubungan dengan suatu objek” (Kuswarno, 2009:1). Pengalaman langsung peneliti dengan komunitas ini merupakan inti

dari aktifitas di lapangan.

Komunitas ini memiliki interaksi tersendiri yang tidak dimiliki oleh

komunitas lain. Simbol-simbol komunikasi yang terjadi sangat menarik untuk

diteliti. Bisa dikatakan ada interaksi yang diberi makna atau simbol terjadi pada

komunitas Parkour Bandung ini. Herbert Blumer berkata, “Esensi dari interaksi simbolik adalah suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia yakni

komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.” (Mulyana, 2002:68). Interaksi yang terjadi tentu akan membuat kita mengetahui diri atau

kepribadian para anggota komunitas Parkour Bandung ini, maka konsep diri

yang menjadi pertanyaan utama dalam penelitian ini.

William D. Brooks (1974:40) mendefinisikan konsep diri sebagai “those

physical, sosial, and psychological perceptions of ourselve that we have

(33)

6

yang ingin dibentuk oleh komunitas ini. Komunitas Parkour Bandung secara

kasat mata tercitrakan mengkonsep para anggotanya penuh keberanian dan

tidak memperdulikan keselamatan jiwa, meloncat kesana kemari dengan

gerakan yang bahaya. Keberadaan mereka seperti mencari perhatian orang

banyak dan akhirnya mereka dapat sanjungan dan tepuk tangan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin melihat dan

berinteraksi langsung dengan mereka sehingga persepsi awal itu bisa benar apa

adanya ataukah ada konsep diri berbeda yang membentuk mereka. Hal yang

mempengaruhi pembentukan konsep diri terdiri dari, orang terdekat yang

bertalian darah (significant other) dan kelompok rujukan (reference group).

Dalam hal ini significant other adalah orang tua, saudara, keluarga anggota

Parkour Bandung dan referance group adalah Komunitas Parkour itu sendiri.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti memperoleh

rumusan masalah berupa pertanyaan makro yang merupakan inti dari

permasalahan yang dibahas dan pertanyaan mikro yang merupakan pertanyaan

permasalahan berdasarkan teori sebagai pengerucutan pertanyaan penelitian.

1.2.1 Pertanyaan Makro

Berdasarkan latar belakang masalah, maka di dapat pertanyaan

(34)

7

1.2.2 Pertanyaan Mikro

1. Bagaimana Konsep Diri anggota Parkour Bandung yang

dipengaruhi olehSignificant Others?

2. Bagaimana Konsep Diri anggota Parkour Bandung yang

dipengaruhi olehReference Group?

3. Bagaimana Konsep Diri anggota Parkour Bandung secara

menyeluruh dan pengaruh yang mendominasinya?

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Konsep Diri

Anggota Parkour di Kota Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Konsep diri anggota Parkour di Kota

Bandung yang dipengaruhi oleh Significant Others.

2. Untuk Mengetahui Konsep diri anggota Parkour di Kota

Bandung yang dipengaruhi oleh Reference Group.

3. Untuk Mengetahui Konsep diri anggota Parkour Bandung secara

(35)

8

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi

bagi para mahasiswa Ilmu Komunikasi, khususnya bagi yang akan

melakukan penelitian pada sebuah komunitas dengan menggunakan

teori fenomenologi dengan Ilmu Komunikasi. Bagaimana Konsep diri

anggota Parkour bisa di lihat sebelum dan sesudah paneliti terjun ke

lapangan. Juga prediksi keberlangsungan mereka di masa depan.

Melihat tingkat keadaran masyarkat terhadap terhadap fenomena yang

menjadi fokus penelitian ini.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1.4.2.1Kegunaan Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan

pengalaman bagi peneliti, khususnya dalam mempelajari

fenomenologi komunitas Parkour Bandung. Mengetahui

interaksi yang terjadi dan konsep diri seperti apa yang di bangun

oleh Parkour Bandung kepada para anggotanya. Menjadi

panduan peneliti saat akan melakukan penelitian pada komunitas

lain yang tidak kalah menarik untuk dikaji. Mengetahui

pola-pola komunikasi sebuah komunitas dan mendapatkan pelajaran

(36)

9

1.4.2.2Kegunaan Bagi Universitas

Kegunaan utama bagi universitas, khususnya Program Studi

Ilmu Komunikasi konsentrasi Jurnalistik, penelitian ini

diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmu untuk

pengembangan disiplin ilmu bersangkutan. Juga menjadi

rujukan para mahasiswa yang akan melakukan penelitian

selanjutnya, baik memperbaiki ataupun sebagai panduan

pembelajaran. Penelitian fenomenologi menjadi kontribusi baik

bagi akademisi karena masuk di zaman penelitian modern.

1.4.2.3Kegunaan Bagi Parkour Bandung

Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi

salah satu referensi bagi komunitas Parkour Bandung untuk

mengetahui bagaimana Konsep diri anggotanya terbentuk dari

dalam dan luar komunitas berdasar dari rumusan masalah yang

peneliti gunakan. Menjadi sebuah masukan berguna dalam

mengembangkan komunitas ke arah yang lebih baik dan positif

terutama dalam berinteraksi dengan anggotanya.

(37)

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian Konsep diri sebelumnya dilakukan beberapa kali dalam

sebuah karya ilmiah terutama skripsi. Peneliti membaca penelitian

konsep diri dari Reza Trijaya Kusumah dari Unikom Bandung di tahun

2010 yang berjudul “Konsep Diri Pecandu Game Online (Studi Deskriptif Tentang Konsep Diri Pecandu Game online di Kota

Bandung)”. (Reza Trijaya Kusumah. 2011. www.elib.unikom.ac.id [17/05/12] ). Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, studi.

Obyek dari penelitian ini sebanyak 4 orang yang mengalami kecanduan

game online Hasil dari penelitian ini mendeskripsikan, dengan bermain

game online mereka dapat mengetahui lebih banyak tentang suatu

permainan, selain itu mereka mendapatkan banyak relasi didalam game

online. Perasaan seorang pecandu game online mereka merasa lebih

terhibur dengan bermain game online, karena dengan kehadiran game

online didalam hidup mereka diyakini dapat memenuhi kebutuhan

didalam hidup mereka, selain itu mereka juga senang menghabiskan

waktu mereka untuk bermain game online. Seorang pecandu game

online merasa lebih nyaman bermain di warnet dari pada bermain di

(38)

11

buruk terhadap kepribadian mereka, nilai yang merosot, waktu tidur

yang kurang sehat, pola makan yang tidak teratur, dan juga merusak

kondisi kesehatan yang sudah menjadi pecandu berat.

Selanjutnya peneliti menemukan pula studi terdahulu yang meneliti

objek penelitian serupa yaitu Komunitas parkour Bandung dalam

penelitian Ryan Prasastyo Wisaksono mahasiswa Unpad di tahun 2011.

Judul dari penelitianya “Pemaknaan Komunikasi Verbal Anggota Komunitas Parkour Bandung” (Ryan Prasastyo. 2011. www.lib.fikom.unpad.ac.id [22-03-12] ). Tujuan dari penelitian ini

untuk mengetahui pemaknaan terhadap istilah-istilah Parkour,

penggunaan sisipan bahasa asing, perkembangan parkour, dan motif,

sampel diambil berdasarkan teknik purposive sampling. Adapun hasil

dari penelitiannya menunjukan bahwa terdapat ciri khas dalam aktivitas

komunikasi verbal di komunitas Parkour Bandung. Dengan demikian

penelitian ini berusaha menyingkap dan mendeskrisipsikan fenomena

mengenai Parkour yang sedang berkembang.Kesimpulan dari penelitian

ini adalah anggota memaknai komunikasi verbal yang terjadi sebagai

ciri khas dan identitas anggota komunitas Parkour Bandung. Motif

mereka bergabung karena tertarik dan ingin mengembangkan hobi.

Perkembangan Parkour ada yang ke arah positif dan ada yang ke arah

(39)

12

2.1.2 Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication

berasal dari kata Latin communicatio atau communis yang berarti

“sama”. Maksudnya adalah kesamaan dalam satu makna dan pengertian. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka

komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna

mengenai apa yang disampaikan, yakni baik si penerima maupun si

pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu sehingga terjadi pertukaran

pesan di antara mereka. Kata lain yang mirip komunikasi adalah

komunitas (community) yang menekankan pada kesamaan atau

kebersamaan. “Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas” (Mulyana, 2002:42). Pernyataan Deddy Mulyana tersebut menegaskan,

kebersamaan pengalaman dan emosi sebuah komunitas dapat diperoleh

dari proses komunikasi di dalamnya. Banyak definisi komunikasi

diungkapkan oleh para ahli, salah satunya oleh Bernard Berelson dan

Gary A. Steiner:

Transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol – kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. (Mulyana, 2002:62).

Pernyataan di atas belum dikatakan komunikasi efektif bila tidak

ada umpan balik, apalagi bila komunikasi yang terjadi secara tatap

(40)

13

“interaksi”. Menyetarakan proses komunikasi sebagai sebab-akibat atau aksi-reaksi yang bergantian arah. “Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan

satu arah.” (Mulyana, 2002:66). Contohnya, penyampaian pesan terjadi dari si A--B, saat memahaminya maka B menyampaikan pesan pula

dari hasil pemaknaan pernyataan si A, dan begitu seterusnya.

Dari kedua definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

komunikasi adalah suatu proses transmisi informasi dari komunikato

pada komunikan. Dikatakan efektif saat terjadi umpan balik saat

berkomunikasi, terutama komunikasi tatap muka.

2.1.2.1 Tujuan Komunikasi

Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan

tujuan dari komunikasinya yang sesuai dan benar, secara umum

tujuan berkomunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang

diberikan oleh lawan berbicara kita serta semua pesan yang kita

sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek

yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut. Menurut Onong

Uchjana dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek dikatakan

beberapa tujuan berkomunikasi sebagai berikut:

(41)

14

b. Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya, jangan mereka menginginkan arah ke barat tapi kita memberi jalur ke timur.

c. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yang dimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus diingat adalah bagaimana cara yang terbaik melakukannya.

d. Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti sebagai pejabat ataupun komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita maksudkan.(Effendy, 1993 : 18)

Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu

adalah mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan.

Serta tujuan yang utama adalah agar semua pesan yang kita

sampaikan dapat dimengerti dan diterima oleh komunikan.

2.1.2.2 Karakteristik Komunikasi

S. Djuarsa Sendjaja dalam bukunya “Pengantar Ilmu

Komunikasi” membagi enam karakteristik komunikasi sebgai berikut:

1. Suatu proses,

artinya komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai proses, komunikasi tidak statis tetapi dinamis akan selalu mengalami perubahan dan berlangsung terus-menerus.

2. Upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan,

(42)

15

3. Menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku yang terlibat, kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yag berkomunikasi sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yag sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. Misal proses percakapan antara si A dan B mengenai KB (Keluraga Berencana) akan lebih hidup apabila keduanya aktif berbagi pngetahuan, pengalaman, peendapat, dan sikapnya masing-masing.

4. Komunikasi bersifat simbolis,

Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang berupa bahasa verbal (kata-kata, kalimat, baik lisan dan tulisan) dan non-verbal (gestur, warna, sikap duduk atau berdiri, jarak, dll).

5. Komunikasi bersifat transaksional,

Komunikasi menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima, kedua hal tersebut harus dilakukan secara berimbang oleh masing-masing pelaku. Pengertian transaksional juga menunjuk pada suatu kondisi bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh satu pihak, tetapi oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi.

6. Komunikasi menembus faktor dan ruang,

Maksudnya adalah bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu dan tempat yang sama. Dengan adanya produk teknologi komunikasi (telepon, fax, video text, dll) kedua faktor tersebut tidak jadi hambatan dalam berkomunikasi. (Sendjaja, 2007:1.13-1.16)

2.1.2.3 Tingkatan Proses Komunikasi

Denis McQuail (1987), seperti dikutip oleh Sendjaja dalam

bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi” membagi kegiatan atau proses komunikasi ke dalam enam tingkatan sebagai berikut:

1. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Communication)

(43)

16

syaraf. Contoh: Berpikir, merenung, mengingat, menulis, menggambar.

2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)

Kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lain. Contoh: Percakapan tatap muka antar dua orang, surat-menyurat pribadi.

3. Komunikasi dalam Kelompok

Kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Setiap individu berkomunikasi sesuai peran dan kedudukannya dalam kelompok. Contoh: Obrolan antara Bapak, ibu dan anak dalam keluarga; diskusi antar anggota Karang Taruna; kegiatan belajar mengajar antara guru dan murid.

4. Komunikasi antar Kelompok/Asosiasi

Kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Komunikasi bisa saja terjadi hanya dua orang tetapi mewakili kelompok atau asosiasinya masing-masing. Contoh: Pertemuan antara Karang Taruna desa A dengan Karang Taruna desa B, pertemuan antara ISKI (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia) dengan ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia).

5. Komunikasi Organisasi

Mencakup kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi dan komunikasi antar organisasi. Berbeda dengan komunikasi kelompok, komunikasi organisasi lebih bersifat formal dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melakukan kegiatan komunikasinya. Contoh: Pertemuan antara direksi dengan para manajernya, surat-menyurat antara perusahaan A dengan perusahaan B, pertemuan antara pimpinan perusahaan C dengan pimpinan departemen D.

6. Komunikasi dengan masyarakat luas

(44)

17

2.1.3 Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi bentuk pertama

dari interaksi seseorang dengan orang lain. Sendjaja mendefinisikan

Komunikasi antarpribadi ke dalam tiga perspektif sebagai berikut:

Pertama, perspektif komponensial, yaitu perspektif yang melihat perkembangan komunikasi antarpribadi dari komponen-komponennya. Kedua, perspektif perkembangan yang melihat komunikasi antarpribadi dari proses perkembangannya. Ketiga, perspektif rasional yang melihat komunikasi antarpribadi dari hubungan. (Sendjaja, 2007:6.3).

Untuk menjelaskan komunikasi antarpribadi dalam perspektif

komponensial, peneliti menggunakan model komunikasi dari Harold

Lasswell dan George Gerbner yang di rekonstruksi ulang oleh Joseph

A.DeVito (1986). Sehingga model yang tadinya linier dan tidak bisa

menggambarkan komunikasi antarpribadi yang bersifat sirkuler menjadi

lebih baik dalam menjelaskan komponen-komponen komunikasi

antarpribadi.

Bagan 2.1 Konteks Komunikasi

Sumber: Buku Pengantar Ilmu Komunkasi (Sandjaja, 2007:6.4)

Bidang Pengalaman

Bidang Pengalaman

EFEK

Pengirim-Penerima

Encoding-Decoding

(45)

18

Bagan sebelumnya memperlihatkan jalur pada komunikasi

antarpribadi. Bersifat dua arah atau timbal balik. Seorang Komunikator

bisa jadi komunikan, begitu pula sebaliknya. Bidang pengalaman

masing-masing seseorang yang membuat mereka bergantian berbagi

informasi. Garis putus-putus menggambarkan komunikasi bisa terjadi

dengan saluran tertentu, meskipun komunikasi antarpribadi lebih sering

melakukan tatap muka. Efek pada komunikasi akan positif saat

kesamaan makna terjadi dan terjadi umpan balik, sedangkan noise atau

gangguan terjadi pula di sini saat proses encoding-decoding atau upaya

menghasilkan pesan dan menginterpretasikannya terjadi.

Bila dilihat dari perkembangannya, Sandjaja membagi

komunikasi antarpribadi menjadi:

1. Prediksi berdasarkan data psikologis, maksudnya interaksi yang terjadi didasarkan pada prediksi mereka tentang data psikologis orang lain (ciri khas atau hal spesifik).

2. Interaksi yang berdasar pada pengetahuan, Selain memprediksikannya, manusia dapat menjelaskan mengapa itu terjadi atau akan terjadi. Hal ini didapat dari pengetahuan sebelumnya yang telah di dapat.

(46)

19

Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi dapat dipergunakan dalam berbagai tujuan di

kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini Sandjaja membaginya menjadi enam

tujuan sebagai berikut:

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain, Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan pada diri kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri pada orang lain. Kita akan mendapat persepektif baru tentang diri kita, memahami sikap dan prilaku kita. Persepsi diri kita sebaian besar diperoleh dari apa yang kita pelajari tentang diri kita dari orang lain.

2.Mengetahui dunia luar, memungkinkan kita memahami lingkungan secara baik, tentang objek, kejadian, dan orang lain. Bahkan berbagai informasi yang tersebar di media massa berawal dari pembicaraan seseorang dengan orang lain.

3.Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna, kita tidak mungkin ingin hidup sendiri dan terisolasi dari masyarakat. Dicintai dan disukai serta menyayangi dan menyukai orang lain lebih menyenangkan. Hubungan seperti itu mengurangi kesepian dan ketegangan, serta membuat kita lebih positif terhadap diri kita sendiri.

4.Mengubah sikap dan prilaku, dalam komunikasi antarpribadi kita ingin seseorang memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, mendengarkan musik tertentu, membaca buku, dll. Singkatnya, kita banyak mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi.

5.Bermain dan mencari hiburan, semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan seperti membicarakan hobi, kejadian lucu, atau sekedar bercerita menghilangkan penat. Sering tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian memberi suasana yang terlepas dari keseriusan, ketegangan, dan kejenuhan.

(47)

20

2.1.4 Interaksi Simbolik

Berbicara tentang interaksi simbolik sebaiknya kita mengetahui

dahulu tentang interaksi sosial. Dalam buku Sosiologi-Konsep dan teori

dijelaskan interaksi sosial, “hubungan individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, serta individu dengan kelompok.” (Wulansari, 2009:34). Interaksi sosial merupakan dasar dari proses

sosial yang hakikatnya adalah timbal balik beberapa bidang kehidupan.

Soedjono menyebutkan proses sosial, “cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorang dan kelompok-kelompok manusia

saling bertemu dan menentukan sistem bentuk-bentuk hubungan” (Wulansari, 2009:35). Setelah mengetahui interaksi sosial yang

merupakan cara-cara berhubungn maka kita akan lebih mudah

memahami teori interaksi simbolik.

Teori interaksi simbolik merupakan pandangan yang melihat

individu sebagai produk yang lahir di masyarakat. Esensi dari teori ini

dikemukanan Deddy Mulyana dalam buku Metodologi Penelitian

Kualitatif, “suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni

berkomunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna” (Mulyana,

2010:68). Teori ini dilatarbelakangi oleh Teori Tindakan Sosial dari

Max Weber, inti dari teori ini adalah melihat sejauhmana perilaku

individu memberikan suatu makna subjektif pada pelakunya. Deddy

(48)

21

Dalam teori ini individu bukanlah organisme pasif yang prilakukanya

ditentukan struktur sosial tapi sifat aktif individu yang melahirkan

dinamika prilaku manusia. George Herbert Mead pencetus teori ini

sangat mengagumi kemampuan manusia menggunakan simbol. Dia

menyatakan, “manusia unik karena memiliki kemampuan memanipulasi simbol-simbol berdasarkan kesadaran” (Mulyana, 2010:77). Simbol yang diberi makna didefinisikan sebagai representasi interaksi dari

fenomena. Shibutani berkata seperti dikutip dalam buku Metodologi

Penelitian Kualitatif, “makna pertama-tama merupakan sebuah properti

perilaku dan kedua merupakan properti objek” (Mulyana, 2010:77).

Sehingga Fenomenologi dan interaksi simbolik ini bisa saling

berhubungan dan melengkapi.

Ada tiga ide dasar dari teori interaksi simbolik, Pertama adalah

mind (pikiran) yang merupakan kemampuan untuk menggunakan

simbol yang diberi makna. George Herbert melukiskan mind, “cara

bertindak manusia yang berlangsung di dalam diri individu”

(Wulansari, 2009:196). Jadi mind addalah interaksi yang terjadi di

dalam diri manusia, pergulatan batin. Secara sekaligus mind selalu

berkaitan dengan orang lain, karena stimulus berasal dari luar diri

manusia. Kedua adalah self (diri pribadi), terdiri dari me (daku) dan I

(aku). “self merupakan hasil proses-proses interaksional yang

bertahap-tahap” (Wulansari, 2009:197). Maksudnya dari me terbentuk dari

(49)

22

dari kreatifitas seorang individu, maka dikatakan bertahap. Ketiga

sociey (masyarakat), hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan di

konstruksikan individu di tengah masyarakat. Keterlibatan mereka

menghantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di

masyarakatnya.

2.1.5 Konsep Diri

Konsep diri merupakan pembentukan persepsi diri kita oleh diri

sendiri sehingga hal itu tampak oleh orang lain. Charles Horton Cooley

menyebutnya, “Looking Glass Self (cerminan diri), seakan–akan kita

menaruh cermin di depan kita” (Rakhmat, 2007:99). Membayangkan bagaimana tampak kita pada orang lain, lalu memikirkan bagaimana

orang lain menilai penampilan kita, terakhir menyimpulkan bangga saat

itu positif dan kecewa saat itu tidak sesuai keinginan kita. William D.

Brooks mendefinisikan konsep diri dalam buku Psikologi Komunikasi,

“those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that

we have derived from experiences and interaction with other

(Rakhmat, 2007:99). Bisa disimpulkan konsep diri adalah pandangan

dan persepsi kita tentang diri kita.

Konsep diri tidak begitu saja melekat pada diri seseorang, tapi ada

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada dua faktor utama dalam

pemebentukan konsep diri, Pertama adalah significant other

(50)

23

mengatakan, “significant other meliputi semua orang yang

mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita” (Rakhmat,

2007:103). Mereka yang dianggap penting akan berpengaruh besar

terhadap pembentukan sikap dan tindakan individu. Kedua adalah

reference group (kelompok rujukan), Dalam buku Psikologi

Komunikasi dikatakan, “orang mengarahkan prilakunya dan

menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya” (Rakhmat, 2007:104). Sebuah kelompok tempat kita berinteraksi memiliki

norma-norma tertentu, kedekatan secara emosional akan mengikat kita dan

mempengaruhi pembentukan konsep diri kita.

Pengaruh Konsep Diri

1. Nubuat yang Dipenuhi Sendiri

Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep

diri disebut nubuat yang dipenuhi sendiri. Bila anda berpikir anda

orang bodoh, anda akan benar-benar jadi orang bodoh. Anda

berusaha hidup sesuai dengan label yang anda lekatkan pada diri

anda sendiri. Rakhmat mengatakan hubungan konsep diri dengan

prilaku, “you don’t think what you are, you are what you think

(Rakhmat, 2007:104).

Sukses komunikasi antarpribadi banyak bergantung pada konsep

diri anda, positif atau negatif. Menurut Willim D.Brook dan Philip

(51)

24

1. Peka pada kritik, bagi orang ini koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha menjatuhkan harga dirinya.

2. Responsif sekali terhadap pujian, meski menghindari pujian orang ini tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.

3. Sikap Hiperkritis, tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.

4. Merasa tidak disenangi orang lain, ia tidak akan pernah mempersalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres.

5. Bersikap pesimis, engga bersaing dengan orang lain dan menggap dirinya tidak berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. (Rakhmat, 2007: 105)

Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai

dengan lima hal berikut ini:

1. Ia yakin akan kemampuan mengatasi masalah;

2. Ia merasa setara dengan orang lain;

3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu;

4. Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat;

5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapakan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. (Rakhmat, 2007:105).

2. Membuka Diri

Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, maka kita

akan lebih terbuka untuk mnerima pengalaman-pengalaman dan

(52)

25

cermat memandang diri sendiri dan orang lain. Hubungan antara

konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan melalui model

Johari Window yang ditemukan oleh Josepf Luft dan Harry Ingham

di tahun 1969. Dalam Johari Window diungkapakan tingkat

keterbukaan dan kesadaran tentang diri kita. Adapun model

tersebut adalah sebagai berikut:

Bagan 2.2

Model Johari Window

Sumber: Buku Psikologi Komunikasi (Rakhmat, 2007: 108)

Kamar pertama disebut daerah terbuka, ini merupakan daerah

publik yang diketahui oleh dirinya juga orang lain. Kita

menampilakan diri kita dalam bentuk topeng. Kedua adalah daerah

tersembunyi, dimana kita mengetahui sesuatu yag ada pada diri kita

tapi kita sembunyikan dari orang lain karena hal tertentu. Ketiga

adalah daerah buta, aspek dalam diri kita yang diketahui oleh orang

lain tetapi diri kita tidak melihatnya. Keempat daerah tidak dikenal,

merupakan aspek yang tidak diketahui diri sendiri maupun oleh

orang lain. Aspek ini biasa keluar pada saat terdesak, contohnya

Kita ketahui Tidak kita ketahui

Publik

Privat

terbuka buta

(53)

26

orang yang sabar suatu ketika kesabarannya habis dia marah tak

terkontrol. Inti dari Johari Wondow adalah memperluas daerah

terbuka dan mempersempit daerah yang tidak dikenal.

3. Percaya Diri

Ketakutan melakukan kegiatan berkomunikasi disebut

communication apprehension. Orang-orang seperti ini akan

menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin dalam

berkomunikasi, dan hanya berbicara pada keadaan terdesak saja.

Sekalipun berbicara sering pembicaraannya tidak relevan untuk

menghindari reaksi dari pembicaraannya itu.

Orang yang aprehensif dalam berkomunikasi cendereung tidak

menarik perhatian orang lain, kurang kredibel, dan sangat jarang

memiliki kedudukan. Meski tidak semua penyebabnya adalah

kekurangan kepercayaan diri, faktor percaya diri merupakan

penentu keberhasilan seseorang berkomunikasi. Maxwell Maltz

seorang tokoh psikosibernetik mengatakan, “Believe in yourself

and you’ll be succeed” (Rakhmat, 2007:109). Maka dari itu

meningkatkan kepercayaan diri menjadi penting dalam

(54)

27

4. Selektifitas

Konsep diri menyebabkan terpaan-terpaan selektif seseorang

dalam bertindak. Anita Taylor mengatakan seperti dikutip dalam

buku “Psikologi komunikasi” :

Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa anda bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat (Rakhmat, 2007:109).

Dari pernyataan Anita bisa disimpulkan konsep diri

menimbulkan terpaan selektif (selective exposure), persepsi

selektif (selsective perseption), dan ingatan selektif (selective

attention). Sebagai contoh, bila kita muslim yang baik maka kita

akan rajin mengikuti pengajian, membeli buku-buku agama, dll

itulah terpaan selektif. Bila kita berkonsep diri positif maka dalam

menerima pesan yang datang tentu hanya pesan baik yang diterima

dan yang negatif terbuang begitu saja, itulah persepsi selektif.

Selain itu konsep diri membawa kita pada ingatan yang selektif,

contohnya seseorang penggemar sepak bola mampu menyebutkan

semua nama pemain Timnas Indonesia, seluruh pemain club

Barcelona, tetapi dia sama sekali tidak ingat siapa nama bapak

mertuanya.

Sebenarnya ada satu hal lagi dalam seletivitas ini, yaitu

penyandian selektif (selective encoding). Jalaluddin Rakhmat

dalam buku “Psikologi Komunikasi” mengatakan, “penyandian

(55)

28

dari apa yang ada dalam pikiran kita” (Rakhmat, 2007:110). Maka seseorang akan menyampaikan pesan sesuai dengan konsep diri

yang dia pakai. Contohnya, seorang dosen dalam kelas akan

menyusun pesan yang disampaikannya sesuai apa yang telah dia

konsepkan. Cara berbicara, posisi duduk, ekspresi wajah, dll.

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka Teoritis

Dalam buku Fenomenologi karya Engkus Kuswarno dikatakan,

“Fenomena bukanlah dirinya seperti tampak secara kasat mata,

melainkan justru ada di depan kesadaran, dan disajikan dengan

kesadaran pula” (Kuswarno, 2009:1). Ilmu yang mengkaji sebuah

fenomena disebut fenomenologi. Dalam buku Teori

Komunikasi-Theories Of Human Communication disebutkan, “fenomenologi

merupakan cara yang di gunakan manusia untuk memahami dunia

melalui pengalaman langsung.” (LittleJhon, 2009:57).

Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa pengalaman

nyata secara langsung yang dilakukan seseorang merupakan data pokok

sebuah realitas. Makna subjektif dalam fenomenologi terbentuk dari

interaksi tindakan sosial para aktor di dalamnya. Schultz berkata dalam

buku Fenomenologi bahwa tindakan sosial, “tindakan yang berorientasi pada prilaku orang atau orang lain pada masa lalu, masa sekarang, dan

(56)

29

dilihat masa lalu, masa sekarang dan masa depannya. Tindakan di masa

sekarang merupakan tujuan untuk masa depannya, hal itu juga memberi

makna bahwa fenomena itu memiliki masa lalu atas tindakannya

sekarang. Fenomena yang dilihat dalam penelitin ini dalah sebuah

konsep diri.

Dalam buku Psikologi Komunikasi , Charles Horton Cooley

menyepertikan konsep diri, “Looking Glass Self (cerminan diri), seakan–akan kita menaruh cermin di depan kita” (Rakhmat, 2007:99). Kita bercermin pada diri kita sendiri untuk melihat keseluruhan diri

kita, ingin di lihat sebagai pribadi yang seperti apa. Definisi lain dari

William D. Brooks dalam buku Psikologi Komunikasi, “those physical,

social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived

from experiences and interaction with other” (Rakhmat, 2007:99).

Faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah

significant other, Jalaluddin Rakhmat mengatakan, “significant other

meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan

perasaan kita” (Rakhmat, 2007:103). Sedangkan reference group

merupakan kelompok rujukan tempat seseorang berinteraksi. “orang

mengarahkan prilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri

kelompoknya” (Rakhmat, 2007:104).

Konsep diri bisa kita ketahui dari proses interaksi antara seseorang

(57)

30

dalam berinteraksi menjadi kajian yang di amati dari sebuah fenomena,

maka interaksi tersebut disebut interaksi simbolik.

Deddy Mulyana dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif

mendefinisikan interaksi simbolik, “suatu aktifitas yang merupakan ciri

khas manusia, yakni berkomunikasi atau pertukaran simbol yang diberi

makna” (Mulyana, 2010:68). Interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial yang hakikatnya adalah timbal balik beberapa bidang

kehidupan. Ada tiga ide dasar interaksi simbolik. Pertama adalah mind

(pikiran), George Herbert melukiskan mind, “cara bertindak manusia

yang berlangsung di dalam diri individu” (Wulansari, 2009:196).

Kemampuan seorang individu untuk memaknai simbol-simbol

yang tersebar di lingkungannya. Kedua adalah self, Dalam buku

Sosioligi-Konsep dan teori mendefinisikan, “self merupakan hasil proses-proses interaksional yang bertahap-tahap” (Wulansari, 2009:197). Pada bagian ini menjelaskan kemampuan manusia dalam

menggunakan simbol-simbol yang telah dimaknai dalam berinteraksi.

Ketiga Society, hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan di

konstruksikan individu di tengah masyarakat dan kesepakatan

penggunaan simbol tersebut di kalangan masyarakat.

Dari pembahasan tersebut pembagian utama dari interaksi simbolik

adalah diri dan masyarakat, maka pembahasan diri merupakan fokus

(58)

31

baik atau buruk, menyenangkan atau tidak, tegas atau santai. Itulah

yang di sebut pembentukan konsep diri.

2.2.2 Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka teoritis yang dijabarkan sebelumnya,

peneliti mendapatkan kerangka konseptual untuk penelitian ini

menggunakan Fenomenologi. Fenomena Parkour Bandung akan dilihat

berdasarkan tindakan sosial mereka dari masa lalu, seperti sejarah

Parkour itu sendiri. Masa sekarang, dimana peneliti melihat interaksi

mereka secara langsung. Juga mencari tahu prediksi keberlangsungan

komunitas Parkour Bandung ini di masa depan. Mengapa

Fenomenologi dikaitkan dengan interaksi simbolik, hal ini karena

interaksi simbolik terjadi dari fenomena yang terlihat di masyarakat.

Fenomenologi menfokuskan untuk memahami tindakan sosial.

Tindakan sosial merupakan dasar dari interaksi simbolik. Bogan dan

Taylor mengemukakan, “dua pendekatan utama tradisi fenomenologis

adalah interaksi simbolik dan etnometodologi” (Mulyana, 2010:59).

Mind, self, dan Society yang menjadi dasar pemikiran interaksi simbolik

menjadi fokus kedua penelitian terhadap komunitas Parkour Bandung

ini. Deddy Mulyana dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif

menyebutkan, “interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang

(59)

32

Interaksi dikatakan penentu perilaku manusia, bukan struktur

masyarakat yang membentuknya.

Inti dari interaksi simbolik adalah membicaraan tentang diri. Dalam

buku Metodologi Penelitian Kualitatif dikatakan Mead dan Cooley

sepakat, “konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi

sosial individu dengan orang lain.” (Mulyana, 2010:73). Diri muncul karena berkomunikasi, komunikasi merupakan pemaknaan

simbol-simbol yang diberi makna. Pertukaran simbol-simbol terjadi antara individu

dengan orang lain maka terjadilah interaksi simbolik. Sehingga konsep

diri merupakan pengerucutan penelitian fenomenologis ini. Konsep diri

melihat kepribadian diri seseorang terbentuk dari pengaruh orang

terdekat (significant other) dan kelompok rujukan (reference group).

Sehingga pada kesimpulannya peneliti mencari tahu konsep diri

tersebut sebagai fokus penelitian fenomena komunitas Parkour

Bandung. Tergambar dalam bagan berikut ini:

Bagan 2.3 Kerangka Konseptual

Fenomena Parkour

Past future

Present

Interaksi Simbolik Anggota

Konsep Diri

(60)

33

2.3 Uji Keabsahan Data

Penelitian kualitatif tak jarang mendapat pandangan keragu-raguan dari

keabsahan data yang diperolehnya. Sehingga pada akhirnya timbul

pertanyaan apakah penelitian ini merupakan karya ilmiah. Maka dari itu

muncul isltilah uji keabsahan data yang berguna meningkatkan derajat

kepercayaan dari data yang diperoleh.

Pemeriksaan ini juga berguna menyanggah balik bentuk keragu-raguan

terhadap penelitian kualitatif. Moleong berkata dalam buku Metodologi

Penelitian Kualitatif, keabsahan data adalah:

1. Mendemonstrasikan nilai yang benar.

2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan.

3. Memperoleh keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya. (Moelong, 2007:320-321)

Pada penelitian kali ini peneliti melakukan uji keabsahan data dengan

metode triangulasi, hal ini digunakan untuk membuat ketekunan atau

keajegan dalam melakukan penelitian.

Triangulasi

Triangulasi adalah teknik uji keabsahan data dengan cara memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data sebagai pembanding data. Denzin dalam buku

Metodologi Penelitian Kualitatif membedakan, “empat macam triangulasi

sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,

(61)

34

Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek

kembali derajat kepercayaan suatu informasi melalui waktu dan alat yang

berbeda. Hal ini dapat menurut Moelong dapat dicapai dengan jalan:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (Moelong, 2007:331)

Triangulasi dengan metode, menurut Patton dalam buku Metodologi

Penelitian Kualitatif:

“Terdapat dua strategi yaitu, (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode

yang sama.” (Moelong, 2007:331)

Triangulasi dengan penyidik, memanfaatkan peneliti atau pengamat

lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.

Membandingkan pekerjaan analisis dengan analisis lainnya.

Triangulasi dengan Teori, sebuah penelitian kualitatif tidak bisa diperiksa

derajat kepercayaannya hanya dengan satu teori saja. Sehingga harus

(62)

35

menghasilkan pola, hubungan, dan penjelasan, maka penting untuk mencari

tema atau penjelasan pembanding. Moelong berkata dalam buku Metodologi

Penelitian Kualitatif, “Secara logika dilakukan dengan jalan memikirkan

kemungkinan logis lainnya dan kemudian melihat apakah

kemungkinan-kemungkinan itu dapat ditunjang oleh data.” (Moelong, 2007:332).

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan triangulasi dilakukan

dengan jalan:

1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan

2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data.

3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data

(63)

113

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan di Bab sebelumnya,

maka peneliti memperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut:

1. Konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh Significant

other adalah Aktif, Pemberani, Bertanggung Jawab, Diandalkan, Jujur,

Kaku, Keras, Mandiri, Perduli, Petualang, Pemarah, Reaktif, Tahan

Banting, Tegas.

2. Konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh Reference

group adalah Anti kompetisi, Pemberani, Disiplin, Efisien, Filosofis,

Kekeluargaan, Konsentrasi, Kuat, Keras, Kepemimpinan, Pengajar,

Percaya diri, Reaktif, Relax, Sabar, Semangat, Sehat, Sportif, Tekun,

Useful.

3. Konsep diri anggota Parkour Bandung secara menyeluruh adalah Aktif,

Anti Kompetisi, Pemberani, Bertanggung Jawab, Diandalkan, Disiplin,

Efisien, Filosofis, Kekeluargaan, Keras, Berkonsentrasi, Kuat, Mandiri,

Kepemimpinan, Pengajar, Percaya Diri, Reaktif, Relax, Sabar, Sehat,

Semangat, Sportif, Tegas, Tekun, Useful. Adapun Reference group

merupakan faktor yang lebih dominan membentuk konsep diri anggota

(64)

114

5.2 Saran

Penelitian ini bukan semata untuk kepentingan peneliti sendiri,

melainkan terdapat harapan turut berpartisipasi bagi orangtua dan komunitas

Parkour. Setelah

Gambar

tabel, dll untuk mempermudah menyajikan gambaran dari kesimpulan penelitian.
Gambar 1.1
Table Manner course di Hotel Jayakarta,
Table Manner Course di Jayakarta Hotel

Referensi

Dokumen terkait

Karakter yuridis yang spesifik dari sistem pendaftaran akta ( Registration of deeds) atau sistem pendaftaran negatif ini adalah bahwa dokumen tertulis atau akta yang dibuat oleh

Dengan cara ini diharapkan para siswa diharapkan akan lebih aktif dalam belajarnya sehingga hasil belajar. Sosiologi merekapun akan

Berdasarkan arah kebijakan tersebut, maka dalam RAPBN tahun 2006 dengan perkiraan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp539,4 triliun (18,0 persen terhadap PDB), dan perkiraan

Kabupaten Malang merupakan daerah penghasil daging ayam potong dikarenakan terdapat beberapa daerah penghasil populasi ayam broiler. Berdasarkan Data Dinas Peternakan

[r]

2. Siswa mendengarkan dan mengamati uraian guru tentang bahan ajar yang disajikan. Siswa menyampaikan pendapat tentang contoh dan manfaat dari perilaku hidup bersih. Siswa

kuliner pedas khas Indonesia dengan baik. Bidang kuliner adalah salah satu tema yang menarik untuk diangkat ke dalam karya komik. Hal ini dibuktikan dengan adanya

Proses pertumbuhan bakteri starter dalam pembuatan yogurt, diawali dengan peningkatan laju pertumbuhan Streptococcus thermophilus memproduksi asam laktat pada pH