KONSEP DIRI ANGGOTA
PARKOUR BANDUNG
Studi Fenomenologi Dengan Pendekatan Interaksi Simbolik Mengenai
Konsep Diri Anggota Parkour Bandung
Latar Belakang Masalah
•
Fenomena Parkour
•
Interaksi Khas di Dalamnya
•
Bagaimana Konsep Diri Para Anggota
Rumusan Masalah
Makro
Bagai a a Ko sep Diri
a ggota Parkour Ba du g?
Mikro
1. Bagaimana Konsep Diri anggota Parkour
Bandung yang dipengaruhi oleh
Significant
Others?
Kerangka Berpikir
Fenomena Parkour
Past
Present
Future
Interaksi Simbolik Anggota
Konsep Diri
Objek Penelitian
Parkour
Parkour berasal dari kata
Art du
Parkour Bandung
•
Didirikan tanggal 19 Agustus 2007
•
Peserta latihan rutin 50-100 orang
•
Latihan Rutin
•
Kerja sama dengan media massa, akademisi,
fotografer, dan filmmaker.
•
“Penelitian menjadi alat bagi ilmuwan untuk membuka tabir
yang ada dibalik fenomena yang terjadi” (Satori, 2011:1).
•
Creswell mengemukakan penelitian kualitatif:
inquiry process of understanding based on distinct
methological tradition of inquiry that explore social or human
problem. The researcher builds a complex, holistic picture,
analyzes words, reports detailed views of informants, and
conducts the study in natural setting. (Satori, 2011:24)
Teknik Pengumpulan Data
Observasi
Djam’an
Satori mendefinisikan observasi:
Pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus
dikumpulkan dalam penelitian. (Satori, 2011:105)
Wawancara
Sudjana mendefinisikan wawancara merupakan, “proses
pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak
penanya dengan pihak yang di tanya” (Satori, 2011:130).
Studi Pustaka
Teknik Penentuan Informan
•
Satori mengatakan
purposive berarti, “ditentukan
dengan menyesuaikan pada tujuan penelitian atau
tujuan tertentu.” (Satori,
2011:50).
No.
Nama
Kelas
Sebagai
1
Randy Permana Dahlan
President Parkour Bandung
Key Informan
2
Zico Desriera
Instructur Parkour Bandung Informan Utama
3
Agung Rochmat B.
Instructur Parkour Bandung Informan Utama
4
Amri Bsc.
Orang tua Zico
Informan S.O.
5
Herawati Bp.
Orang tua Zico
Informan S.O.
Analisis Data
1. Data
Reduction, data yang diperoleh dalam
lapangan ditulis atau diketik dalam bentuk uraian
yang terinci.
[image:10.720.42.712.10.522.2]2. Data
Display, membuat berbagai matrik, grafik,
tabel, dll untuk mempermudah menyajikan
gambaran dari kesimpulan penelitian.
3. Conclusion Verification, mencari pola, tema,
hubungan, persamaan, dll dari data yang
Waktu
•
Penelitian ini dilakukan mulai dari pra penelitian di bulan
Februari 2012 hingga sidang Skripsi di bulan Agustus 2012
Tempat
Aktif
Anti Kompetisi
Berani
Tanggung Jawab
Diandalkan
Disiplin
Efisien
Filosofis
Kekeluargaan
Keras
Konsentrasi
Kuat
Pemimpin
Pengajar
Percaya Diri
Petualang
Reaktif
Relax
Sabar
Sehat
Semangat
Sportif
Tegas
Tekun
Useful
Kaku
Kesimpulan
1.
Konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh
Significant other
adalah Aktif, Berani, Bertanggung Jawab,
Diandalkan, Jujur, Kaku, Keras, Mandiri, Peduli, Petualang,
Pemarah, Reaktif, Tahan Banting, Tegas.
2.
Konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh
Reference group
adalah Anti kompetisi, Berani, Disiplin,
Efisien, Filosofis, Kekeluargaan, Konsentrasi, Kuat, Keras,
Pemimpin, Pengajar, Percaya diri, Reaktif, Relax, Sabar,
Semangat, Sehat, Sportif, Tekun, Useful.
3.
Reference group merupakan faktor yang lebih dominan
membentuk konsep diri anggota Parkour Bandung
dibandingkan significant Others.
Saran
Bagi Orangtua:
1. Bagi orangtua yang memiliki anak yang
mengikuti Parkour agar selalu memantau dan
mensupport kegiatannya, karena dukungan
orangtua menumbuhkan sifat baik pada anak.
2. Orangtua berperan aktif dalam mempelajari apa
yang menjadi kegemaran anaknya di dunia luar.
Sehingga anak merasa dekat dengan orangtua
dan komunikasi yang terjalin menjadi tidak
kaku.
Bagi Komunitas Parkour:
1. Memperhatikan perkembangan anggotanya bila
melenceng dari filosofi Parkour yang disebutkan.
Sehingga tidak ada
miss perceptions
di
masyarakat karena mendapat informasi yang
keliru.
2. Memperluas dan mempermudah dalam
memperoleh infomasi mengenai Parkour. Mulai
KONSEP DIRI ANGGOTA PARKOUR BANDUNG
(Studi Fenomenologi Dengan Pendekatan Interaksi Simbolik Mengenai Konsep Diri Anggota Parkour Bandung)
SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuhi Ujian Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh,
REZA ANINDITA RAMADHAN
NIM.41808074
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
iv
Keyword: Konsep diri, Interaksi Simbolik, Fenomenologi, Parkour, Bandung
ABSTRAK
KONSEP DIRI ANGGOTA PARKOUR BANDUNG (STUDI FENOMENOLOGI DENGAN PENDEKATAN INTERAKSI
SIMBOLIK MENGENAI KONSEP DIRI ANGGOTA PARKOUR BANDUNG )
Oleh:
REZA ANINDITA RAMADHAN NIM:41808074
Skripsi ini di bawah bimbingan: Dr. Mahi M. Hikmat, Drs., Msi
Penelitian ini bertujuan mengetahui konsep diri anggota Parkour Bandung. Studi yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh significant others (orang terdekat yang bertalian darah) dan reference group (kelompok rujukan).
Tipe penelitian ini adalah kualitatif, metode penelitian yang digunakan adalah fenomenologis. Data utama diperoleh dengan cara obeservasi partisipan dan wawancara mendalam , serta dilakukan studi kepustakaan dan internet searching. Untuk infoman yang di teliti merupakan dua anggota Parkour Bandung. Teknik penentuan informan digunakan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukan konsep diri anggota Parkour secara menyeluruh adalah Aktif, Anti Kompetisi, Pemberani, Bertanggung Jawab, Diandalkan, Disiplin, Efisien, Filosofis, Kekeluargaan, Keras, Berkonsentrasi, Kuat, Mandiri, Kepemimpinan, Pengajar, Percaya Diri, Reaktif, Relax, Sabar, Sehat, Semangat, Sportif, Tegas, Tekun, Useful. Adapun Reference group merupakan faktor yang lebih dominan membentuk konsep diri anggota Parkour Bandung dibandingkan significant Others.
v
Keyword: Self concept, symbolic Interaction, Phenomemology, Parkour, Bandung
ABSTRACT
SELF-CONCEPT OF PARKOUR MEMBERS BANDUNG (PHENOMENOLOGY STUDY OF SYMBOLIC INTERACTION
APPROACH TO SELF-CONCEPT OF PARKOUR MEMBERS BANDUNG)
By:
REZA ANINDITA RAMADHAN NIM:41808074
This thesis under the guidance: Dr. Mahi M. Hikmat, Drs., Msi
This study aims to know the self-concept of Parkour member Bandung. So the researchers study to find out how the concept of self-Bandung Parkour members who are influenced by significant other (the closest blood-borne) and the reference group (reference group).
Types of research is qualitative the research method used is phenomenological. The main data obtained by participant observation and deep interviews, and do library research and internet searching. For a rigorous infomant in Bandung is two members of Parkour. The technique of determining the informant used purposive sampling technique.
The results showed that self-concept is influenced by Parkour member significant other is Active, Courageous, Responsible, Reliable, Honest, Stiff, Tough, Independent, Caring, Adventurers, Grumpy, Reactive, Resistant, Decisive. While the concept of self-Bandung Parkour members affected by the reference group is anti-competition, Dare, Disciplined, Efficient, Philosophical, familial, Concentration, Strong, Tough, Leader, Teacher, Confidence, Reactive, Relax, Patience, Spirit, Health, Sportive, diligently, Useful.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan. Tak lupa shalawat dan salam
kepada junjungan kita Rasulullah, Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan seluruh
pengikutnya semoga rahmat dan hidayah selalu dilimpahkan padanya.
Dalam melaksanakan Skripsi ini tidak sedikit penulis menghadapi kesulitan serta
hambatan baik teknis maupun non teknis. Namun atas izin Allah SWT, juga berkat usaha,
doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima baik secara langsung
maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi.
Penulisan Skripsi ini tak lepas dari dukungan pihak keluarga, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada Mama dan Papa tercinta serta Kakakku yang telah
memberikan dukungan moril, materi serta kasih sayangnya.
Tak lupa pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih yang tak
terhingga kepada :
1. Yth. Bapak Prof.Dr. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia yang mengesahkan karya ilmiah ini.
2. Yang saya hormati Bapak Drs. Manap Solihat.,M.Si, selaku Ketua Program Studi
memperlancar kegiatan Penulis Skripsi dan perkuliahan.
3. Yang saya hormati Bapak Dr. Mahi M. Hikmat, Drs., M.Si. selaku Pembimbing skripsi
yang membantu penulis merampungkan Skripsi ini.
4. Yang saya hormati Ibu Melly Maulin P. S.Sos., M.Si. sebagai Ketua Sidang saat ujian
skripsi saya. Terima kasih semua masukan dan sarannya, semua ilmu yang ibu berikan
vii
5. Yang saya hormati Bapak Arie Prasetyo S.Sos., M.Si. sebagai Penelaah di sidang skripsi
saya. Terima kasih semua arahannya selama ini mulai dari seminar usulan penelitian
sampai sidang skripsi. Ilmu yang bapak berikan memperlancar pengerjaan penulisan karya
ilmiah ini.
6. Yang saya hormati Seluruh Bapak/Ibu Dosen Ilmu Komunikasi Unikom yang telah
memberikan bimbingan, arahan, serta ilmu yang berguna bagi penulis selama berkuliah di
sini.
7. Yang saya hormati Randy Permana Dahlan selaku El-Presidente komunitas Parkour
Bandung yang mengizinkan saya melakukan penelitian di komunitas ini dan membantu
peneliti memperoleh data-data penelitian.
8. Yang saya hormati Zico Desriera sebagai infoman dan kedua orang tuanya Bapak Amri,
Bsc. Dan Ibu Herawati Bp. Bersedia meluangkan waktu menjawab semua pertanyaan dari
peneliti.
9. Yang saya hormati Agung Rochmat Budiawan sebagai informan dan kedua orang tua
Bapak Ator Chatori dan Ibu Uka Rukaesih Bersedia meluangkan waktu menjawab semua
pertanyaan dari peneliti.
10.Seluruh anggota komunitas Parkour Bandung yang menjadi teman-teman baru saya, selalu
memotivasi saya untuk berlatih.
11.Papa dan Mamaku tersayang (Heri Subekti dan Agnes Suyati) yang mendukungku dalam
mengerjakan semua kegiatanku dimanapun termasuk di kampus. Walaupun saya jarang di
rumah, kasih sayang kalian selalu ku bawa.
12.Kakak ku tersayang (Andreani Oktafiona dan Aa Sigi) memberikan semangat dan bantuan
materil juga moril, tanpanya saya hanya seorang adik kecil tanpa kemampuan. Juga Mylo
viii
13.Keluarga Wairisal, Om David dan Tante Santi yang selalu mendukung perjuangan kuliah
selama ini. Johan dan Linda sepupuku tersayang terus berprestasi, be out of the box.
14.Om Benyamin Santosa dan tante Yuli yang mensupport penyusunan skripsi dan keperluan
sidang, itu sangat berarti. Sepupuku Billy dan Raihan berprestasi dan belajar terus.
15.Keluarga besar Alm. Opa Lambertus, Alm. Mbah Suparman, semua Om dan Tante
tersayang beserta semua sepupuku Terima kasih doa dan dukungannya.
16.Waritsa Asri tercinta tempat ku berdiskusi, berkeluh-kesah, terima kasih selalu ada dalam
setiap hariku. Kamu jadi harapan dari masa depanku.
17.Teman seperjuangan yang selalu aku sayangi dan aku banggakan (Rio kamu memang
pelawak, Imam berjuang terus dapat pacar, Cecep semangat ya. Saat kamu wisuda kami
datang, Afandi teruslah tertawa, kakak Citra jaga kesehatan terus mencapai impiannya)
kalian teman terbaik yang bisa aku andalkan.
18.Semua mantan pengurus HIMA kabinetnya Citra, kalian kabinet HIMA terhebat yang Ilmu
Komunikasi punya. Bangga bisa berbagi ilmu dengan kalian.
19.Anak-anak IK-Jurnal United jadilah lulusan yang berkualitas dan pencetak wartawan
hebat.
20.Salman Film, Kang Iqbal, Kang Yopi, Kang Veejay, dkk. Pendapatan dari sini membantu
saya membiayai kebutuahan kuliah saya, terima kasih.
Akhir kata, penulis berharap semoga Skripsi ini bisa diterima sebaik-baiknya. Semoga
nantinya mempunyai kontribusi besar terhadap ilmu pengetahuan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandung, Agustus 2012
ix
DAFTAR ISI
Hal LEMBAR PERSEMBAHAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xii DAFTAR BAGAN... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 6
1.2.1 Pertanyaan Makro... 6
1.2.2 Pertanyaan Mikro... 7
1.3. Maksud dan Tujuan Makalah
1.3.1. Maksud Makalah ... 7
1.3.2. Tujuan Makalah ... 7
1.4. Kegunaan Penelitian………... 7 1.4.1 Kegunaan Teoritis... 7
1.4.2 Kegunaan Praktis... 8
1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti... 8
1.4.2.2 Kegunaan Bagi Universitas... 8
x
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Pustaka.. ... 10
2.1.1 Penelitian terdahulu... 10
2.1.2 Pengertian Komunikasi... 12
2.1.2.1 Tujuan Komunikasi... 13
2.1.2.2 Karakteristik Komunikasi... 14
2.1.2.3 Tingkatan Proses Komunikasi... 15
2.1.3 Komunikasi Antarpribadi... 17
2.1.4 Interaksi Simbolik... 20
2.1.5 Konsep Diri... 22
2.2. Kerangka Pemikiran... 28
2.2.1 Kerangka Teoritis... 28
2.2.2 kerangka Konseptual... 31
2.3. Uji Keabsahan Data... 33
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1. Objek Penelitian... 36
3.1.1 Sejarah Parkour... 36
3.1.2 Profil David Belle... 39
3.1.3 Kegiatan Parkour... 41
3.1.4 Parkour Bandung... 43
3.2. Metode Penelitian…... 46 3.2.1 Fenomenologi... 46
3.2.2 Desain Penelitian... 49
3.2.2 Teknik Pengumpulan Data... 54
3.2.2.1 Studi Lapangan... 54
3.2.2.2 Studi Pustaka... 58
3.3. Teknik Penentuan Informan... 58
3.4. Teknik Analisis Data... 60
xi
3.5.1 Waktu Penelitian... 61
3.5.2 Tempat Penelitian... 63
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Informan Penelitian... 64
4.2 Hasil Penelitian... 69
4.3 Pembahasan... 76
4.3.1 Konsep Diri yang Dipengaruhi Significant Others... 77
4.3.2 Konsep Diri yang dipengaruhi Reference Group... 90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan... 113
5.2 Saran... 114
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan cara setiap insan manusia untuk berinteraksi satu
sama lain. Tujuannya mulai dari pemenuhan kebutuhan materi sampai sekedar
bertegur sapa. Komunikasi berasal dari bahasa Latin communicatio atau
Communis, yang artinya “sama”. Kata “sama” yang dimaksud adalah kesamaan makna, dari pemberi pesan pada yang menerima pesan. Banyak
definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli, salah satunya oleh Bernard
Berelson dan Gary A. Steiner yang dikutip oleh Deddy Mulyana dalam
bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar:
Transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol – kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi (2002:62).
Berdasar definisi di atas bisa dikatakan komunikasi adalah proses
penyampaian pesan yang kompleks dari hasil pemikiran manusia kepada
lawan bicaranya. Bila terjadi kesamaan maksud maka komunikasi dikatakan
efektif. Kesamaan seseorang dengan orang lain menjadikan ketertarikan dan
kenyamanan dalam berinteraksi. Saat beberapa orang berkumpul karena
kesamaan minat atau hobi maka terbentuklah sebuah kelompok dan terjadilah
komunikasi kelompok. Para psikiater dunia pada tahun 1970-an berpendapat,
2
mental” (Rakhmat,2001: 141). Sehingga pada zaman sekarang ini banyak bermunculan kelompok atau komunitas yang berkembang baik kalangan hobi
sampai kalangan profesi.
Kota Bandung merupakan tempat muncul dan berkembangnya berbagai
komunitas atau kelompok sosial sebagai wadah masyarakatnya
mengaktualisasikan diri. Mulai dari kesamaan minat biasanya orang-orang
berkumpul dan berinteraksi. Di sana terjadi komunikasi kelompok yang positif
karena berkumpul atas dasar satu keseragaman. Misalnya orang-orang yang
memiliki ketertarikan mengendarai sepeda ontel, mereka bermula dari satu
atau dua orang dan akhirnya menjadi beberapa orang dengan memiliki minat
yang sama untuk bergabung. Kesamaan minat itu membuat mereka
berinteraksi satu sama lain hingga membentuk sebuah komunitas. Komunitas
atau kelompok sosial yang peneliti maksud di sini adalah sebuah kelompok
yang memiliki keterikatan dan keanggotaan yang saling menguatkan. Seperti
menurut Dewi Wulansari dalam bukunya, Sosiologi-Konsep dan Teori
mendefinisikan:
Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang terdiri dari dua atau lebih individu yang hidup bersama saling berhubungan, mempengaruhi dengan suatu kesadaran untuk saling tolong-menolong. (2009:43)
Bisa disimpulkan dengan adanya hubungan erat itulah mereka hidup
saling membutuhkan, memiliki tempat, aturan, cara interaksi yang khas di
antara mereka. Terlepas dari pandangan positif atau negatif, memperhatikan
komunitas atau kelompok saat berkumpul dan berkegiatan sangatlah menarik
3
dikatakan “Kelompok mempunyai tujuan dan organisasi (tidak selalu formal)
dan melibatkan interkasi antar anggota-anggotanya” (Rakhmat,2001:141). Dari pengertian tersebut, peneliti temukan juga pada komunitas Parkour.
Tujuan dari komunitas Parkour secara sekilas sama dengan komunitas lain
yang berkumpul atas dasar kesamaan minat. Tapi karena aktifitas mereka tidak
biasa, yaitu dengan melompat dan memanjat gedung dan benda lainnya di
ruang publik. Maka keberadaan merekapun menjadi fenomena baru yang
masih pro dan kontra terutama di Indonesia. Maksud dari aktifitasnya belum
dimengerti oleh masyarakat, maka peneliti berniat mengetahui hal-hal yang
sulit dilihat oleh masyarakat secara kasat mata.
. Parkour merupakan suatu olahraga yang digagas oleh David Belle seorang
pemuda asal Perancis. Inti dari olahraga Parkour yaitu bertujuan untuk
berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, dengan efisien dan
secepat-cepatnya, menggunakan prinsip kemampuan badan manusia semaksimal
mungkin. Masyarakat pertama kali mengenal Parkour secara luas dari film
[image:30.595.221.405.583.720.2]“YAMAKASI” , setelah itu pun masih banyak film lainnya seperti B13, Great Chalange, dan lain-lain.
Gambar 1.1 Aksi Parkour
4
Parkour masuk dan berkembang di Indonesia sekitar tahun 2007.
Bermunculanlah komunitas Parkour di beberapa kota besar seperti Bandung,
Jakarta, Yogya, Surabaya, Medan. Di Kota Bandung kehadiran Parkour
digagas oleh beberapa praktisi dari beberapa universitas yaitu Ais (ITB), Josua
(Unpar), Alm. Danar Dkk (Unikom) dan resmi berdiri tanggal 19 Agustus
2007. Keberadaan mereka di Kota Bandung menjadi sebuah fenomena
tersendiri, kegiatan mereka yang masih asing di kalangan warga Bandung dan
dianggap menghibur dengan atraksinya yang melakukan salto di udara sampai
melewati tembok dengan cepatnya. Tapi tak jarang aktifitas itu dianggap
mengerikan karena resiko cederanya cukup tinggi, mengingat mereka tidak
menggunakan alat bantu atau pengaman kecuali badan mereka sendiri.
Beberapa media seperti bandung.detik.com, infobandung.com, dan
inilahjabar.com sempat memberitakan aktifitas mereka. Mulai dari artikel
yang mengatakan “Parkour menghilangkan rasa takut karena mengetahui batasan kemampuan diri” (www.bandung.detik.com , 7 Maret 2012 pukul 19.37 WIB). Ada pula di media lain menggambarkan, “penuh filosofi, Parkour
tak hanya ekstrim” (www.inilahjabar.com 7 Maret 2012 pukul 19.39 WIB). Banyaknya pemberitaan positif membuat peneliti semakin ingin mengetahui
fenomena Parkour ini di Kota Bandung.
Fenomena Komunitas Parkour Bandung ini mau tidak mau sudah
mewarnai ragam komunitas karena mereka merupakan fenomena baru di Kota
Bandung, maka peneliti tertarik untuk mempelajarinya lebih dalam lagi.
5
„menampak‟.” (Kuswarno, 2009:1). Fenomena bisa dikatakan sebagai fakta yang disadari dan masuk dalam pemahaman manusia. Berdasarkan pengertian
fenomena tersebut, dapat disimpulkan bahwa Parkour Bandung dapat diteliti
sebagai kajian Fenomenologi, karena komunitas ini merupakan bagian dari
sebuah fenomena atau menampakan eksistensinya sebagai komunitas baru di
kalangan masyarakat Kota Bandung.
“Fenomenologi merefleksikan pengalaman langsung manusia, sejauh pengalaman itu secara intensif berhubungan dengan suatu objek” (Kuswarno, 2009:1). Pengalaman langsung peneliti dengan komunitas ini merupakan inti
dari aktifitas di lapangan.
Komunitas ini memiliki interaksi tersendiri yang tidak dimiliki oleh
komunitas lain. Simbol-simbol komunikasi yang terjadi sangat menarik untuk
diteliti. Bisa dikatakan ada interaksi yang diberi makna atau simbol terjadi pada
komunitas Parkour Bandung ini. Herbert Blumer berkata, “Esensi dari interaksi simbolik adalah suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia yakni
komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.” (Mulyana, 2002:68). Interaksi yang terjadi tentu akan membuat kita mengetahui diri atau
kepribadian para anggota komunitas Parkour Bandung ini, maka konsep diri
yang menjadi pertanyaan utama dalam penelitian ini.
William D. Brooks (1974:40) mendefinisikan konsep diri sebagai “those
physical, sosial, and psychological perceptions of ourselve that we have
6
yang ingin dibentuk oleh komunitas ini. Komunitas Parkour Bandung secara
kasat mata tercitrakan mengkonsep para anggotanya penuh keberanian dan
tidak memperdulikan keselamatan jiwa, meloncat kesana kemari dengan
gerakan yang bahaya. Keberadaan mereka seperti mencari perhatian orang
banyak dan akhirnya mereka dapat sanjungan dan tepuk tangan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin melihat dan
berinteraksi langsung dengan mereka sehingga persepsi awal itu bisa benar apa
adanya ataukah ada konsep diri berbeda yang membentuk mereka. Hal yang
mempengaruhi pembentukan konsep diri terdiri dari, orang terdekat yang
bertalian darah (significant other) dan kelompok rujukan (reference group).
Dalam hal ini significant other adalah orang tua, saudara, keluarga anggota
Parkour Bandung dan referance group adalah Komunitas Parkour itu sendiri.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka peneliti memperoleh
rumusan masalah berupa pertanyaan makro yang merupakan inti dari
permasalahan yang dibahas dan pertanyaan mikro yang merupakan pertanyaan
permasalahan berdasarkan teori sebagai pengerucutan pertanyaan penelitian.
1.2.1 Pertanyaan Makro
Berdasarkan latar belakang masalah, maka di dapat pertanyaan
7
1.2.2 Pertanyaan Mikro
1. Bagaimana Konsep Diri anggota Parkour Bandung yang
dipengaruhi olehSignificant Others?
2. Bagaimana Konsep Diri anggota Parkour Bandung yang
dipengaruhi olehReference Group?
3. Bagaimana Konsep Diri anggota Parkour Bandung secara
menyeluruh dan pengaruh yang mendominasinya?
1.3Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Konsep Diri
Anggota Parkour di Kota Bandung.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Konsep diri anggota Parkour di Kota
Bandung yang dipengaruhi oleh Significant Others.
2. Untuk Mengetahui Konsep diri anggota Parkour di Kota
Bandung yang dipengaruhi oleh Reference Group.
3. Untuk Mengetahui Konsep diri anggota Parkour Bandung secara
8
1.4Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi
bagi para mahasiswa Ilmu Komunikasi, khususnya bagi yang akan
melakukan penelitian pada sebuah komunitas dengan menggunakan
teori fenomenologi dengan Ilmu Komunikasi. Bagaimana Konsep diri
anggota Parkour bisa di lihat sebelum dan sesudah paneliti terjun ke
lapangan. Juga prediksi keberlangsungan mereka di masa depan.
Melihat tingkat keadaran masyarkat terhadap terhadap fenomena yang
menjadi fokus penelitian ini.
1.4.2 Kegunaan Praktis
1.4.2.1Kegunaan Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan
pengalaman bagi peneliti, khususnya dalam mempelajari
fenomenologi komunitas Parkour Bandung. Mengetahui
interaksi yang terjadi dan konsep diri seperti apa yang di bangun
oleh Parkour Bandung kepada para anggotanya. Menjadi
panduan peneliti saat akan melakukan penelitian pada komunitas
lain yang tidak kalah menarik untuk dikaji. Mengetahui
pola-pola komunikasi sebuah komunitas dan mendapatkan pelajaran
9
1.4.2.2Kegunaan Bagi Universitas
Kegunaan utama bagi universitas, khususnya Program Studi
Ilmu Komunikasi konsentrasi Jurnalistik, penelitian ini
diharapkan mampu memberikan kontribusi ilmu untuk
pengembangan disiplin ilmu bersangkutan. Juga menjadi
rujukan para mahasiswa yang akan melakukan penelitian
selanjutnya, baik memperbaiki ataupun sebagai panduan
pembelajaran. Penelitian fenomenologi menjadi kontribusi baik
bagi akademisi karena masuk di zaman penelitian modern.
1.4.2.3Kegunaan Bagi Parkour Bandung
Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat menjadi
salah satu referensi bagi komunitas Parkour Bandung untuk
mengetahui bagaimana Konsep diri anggotanya terbentuk dari
dalam dan luar komunitas berdasar dari rumusan masalah yang
peneliti gunakan. Menjadi sebuah masukan berguna dalam
mengembangkan komunitas ke arah yang lebih baik dan positif
terutama dalam berinteraksi dengan anggotanya.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian Konsep diri sebelumnya dilakukan beberapa kali dalam
sebuah karya ilmiah terutama skripsi. Peneliti membaca penelitian
konsep diri dari Reza Trijaya Kusumah dari Unikom Bandung di tahun
2010 yang berjudul “Konsep Diri Pecandu Game Online (Studi Deskriptif Tentang Konsep Diri Pecandu Game online di Kota
Bandung)”. (Reza Trijaya Kusumah. 2011. www.elib.unikom.ac.id [17/05/12] ). Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, studi.
Obyek dari penelitian ini sebanyak 4 orang yang mengalami kecanduan
game online Hasil dari penelitian ini mendeskripsikan, dengan bermain
game online mereka dapat mengetahui lebih banyak tentang suatu
permainan, selain itu mereka mendapatkan banyak relasi didalam game
online. Perasaan seorang pecandu game online mereka merasa lebih
terhibur dengan bermain game online, karena dengan kehadiran game
online didalam hidup mereka diyakini dapat memenuhi kebutuhan
didalam hidup mereka, selain itu mereka juga senang menghabiskan
waktu mereka untuk bermain game online. Seorang pecandu game
online merasa lebih nyaman bermain di warnet dari pada bermain di
11
buruk terhadap kepribadian mereka, nilai yang merosot, waktu tidur
yang kurang sehat, pola makan yang tidak teratur, dan juga merusak
kondisi kesehatan yang sudah menjadi pecandu berat.
Selanjutnya peneliti menemukan pula studi terdahulu yang meneliti
objek penelitian serupa yaitu Komunitas parkour Bandung dalam
penelitian Ryan Prasastyo Wisaksono mahasiswa Unpad di tahun 2011.
Judul dari penelitianya “Pemaknaan Komunikasi Verbal Anggota Komunitas Parkour Bandung” (Ryan Prasastyo. 2011. www.lib.fikom.unpad.ac.id [22-03-12] ). Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui pemaknaan terhadap istilah-istilah Parkour,
penggunaan sisipan bahasa asing, perkembangan parkour, dan motif,
sampel diambil berdasarkan teknik purposive sampling. Adapun hasil
dari penelitiannya menunjukan bahwa terdapat ciri khas dalam aktivitas
komunikasi verbal di komunitas Parkour Bandung. Dengan demikian
penelitian ini berusaha menyingkap dan mendeskrisipsikan fenomena
mengenai Parkour yang sedang berkembang.Kesimpulan dari penelitian
ini adalah anggota memaknai komunikasi verbal yang terjadi sebagai
ciri khas dan identitas anggota komunitas Parkour Bandung. Motif
mereka bergabung karena tertarik dan ingin mengembangkan hobi.
Perkembangan Parkour ada yang ke arah positif dan ada yang ke arah
12
2.1.2 Pengertian Komunikasi
Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication
berasal dari kata Latin communicatio atau communis yang berarti
“sama”. Maksudnya adalah kesamaan dalam satu makna dan pengertian. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka
komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna
mengenai apa yang disampaikan, yakni baik si penerima maupun si
pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu sehingga terjadi pertukaran
pesan di antara mereka. Kata lain yang mirip komunikasi adalah
komunitas (community) yang menekankan pada kesamaan atau
kebersamaan. “Tanpa komunikasi tidak akan ada komunitas” (Mulyana, 2002:42). Pernyataan Deddy Mulyana tersebut menegaskan,
kebersamaan pengalaman dan emosi sebuah komunitas dapat diperoleh
dari proses komunikasi di dalamnya. Banyak definisi komunikasi
diungkapkan oleh para ahli, salah satunya oleh Bernard Berelson dan
Gary A. Steiner:
Transmisi informasi, gagasan, emosi, ketrampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol – kata-kata, gambar, figur, grafik dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi. (Mulyana, 2002:62).
Pernyataan di atas belum dikatakan komunikasi efektif bila tidak
ada umpan balik, apalagi bila komunikasi yang terjadi secara tatap
13
“interaksi”. Menyetarakan proses komunikasi sebagai sebab-akibat atau aksi-reaksi yang bergantian arah. “Komunikasi sebagai interaksi dipandang sedikit lebih dinamis daripada komunikasi sebagai tindakan
satu arah.” (Mulyana, 2002:66). Contohnya, penyampaian pesan terjadi dari si A--B, saat memahaminya maka B menyampaikan pesan pula
dari hasil pemaknaan pernyataan si A, dan begitu seterusnya.
Dari kedua definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
komunikasi adalah suatu proses transmisi informasi dari komunikato
pada komunikan. Dikatakan efektif saat terjadi umpan balik saat
berkomunikasi, terutama komunikasi tatap muka.
2.1.2.1 Tujuan Komunikasi
Setiap individu dalam berkomunikasi pasti mengharapkan
tujuan dari komunikasinya yang sesuai dan benar, secara umum
tujuan berkomunikasi adalah mengharapkan adanya umpan yang
diberikan oleh lawan berbicara kita serta semua pesan yang kita
sampaikan dapat diterima oleh lawan bicara kita dan adanya efek
yang terjadi setelah melakukan komunikasi tersebut. Menurut Onong
Uchjana dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek dikatakan
beberapa tujuan berkomunikasi sebagai berikut:
14
b. Memahami orang lain, kita sebagai pejabat atau pimpinan harus mengetahui benar aspirasi masyarakat tentang apa yang diinginkannya, jangan mereka menginginkan arah ke barat tapi kita memberi jalur ke timur.
c. Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakkan sesuatu itu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan yang dimaksudkan ini adalah kegiatan yang banyak mendorong, namun yang penting harus diingat adalah bagaimana cara yang terbaik melakukannya.
d. Supaya yang kita sampaikan itu dapat dimengerti sebagai pejabat ataupun komunikator kita harus menjelaskan kepada komunikan (penerima) atau bawahan dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang kita maksudkan.(Effendy, 1993 : 18)
Jadi secara singkat dapat dikatakan tujuan komunikasi itu
adalah mengharapkan pengertian, dukungan, gagasan dan tindakan.
Serta tujuan yang utama adalah agar semua pesan yang kita
sampaikan dapat dimengerti dan diterima oleh komunikan.
2.1.2.2 Karakteristik Komunikasi
S. Djuarsa Sendjaja dalam bukunya “Pengantar Ilmu
Komunikasi” membagi enam karakteristik komunikasi sebgai berikut:
1. Suatu proses,
artinya komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. Sebagai proses, komunikasi tidak statis tetapi dinamis akan selalu mengalami perubahan dan berlangsung terus-menerus.
2. Upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan,
15
3. Menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari para pelaku yang terlibat, kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yag berkomunikasi sama-sama ikut terlibat dan sama-sama mempunyai perhatian yag sama terhadap topik pesan yang dikomunikasikan. Misal proses percakapan antara si A dan B mengenai KB (Keluraga Berencana) akan lebih hidup apabila keduanya aktif berbagi pngetahuan, pengalaman, peendapat, dan sikapnya masing-masing.
4. Komunikasi bersifat simbolis,
Komunikasi pada dasarnya merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang berupa bahasa verbal (kata-kata, kalimat, baik lisan dan tulisan) dan non-verbal (gestur, warna, sikap duduk atau berdiri, jarak, dll).
5. Komunikasi bersifat transaksional,
Komunikasi menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima, kedua hal tersebut harus dilakukan secara berimbang oleh masing-masing pelaku. Pengertian transaksional juga menunjuk pada suatu kondisi bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh satu pihak, tetapi oleh kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi.
6. Komunikasi menembus faktor dan ruang,
Maksudnya adalah bahwa para peserta atau pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu dan tempat yang sama. Dengan adanya produk teknologi komunikasi (telepon, fax, video text, dll) kedua faktor tersebut tidak jadi hambatan dalam berkomunikasi. (Sendjaja, 2007:1.13-1.16)
2.1.2.3 Tingkatan Proses Komunikasi
Denis McQuail (1987), seperti dikutip oleh Sendjaja dalam
bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi” membagi kegiatan atau proses komunikasi ke dalam enam tingkatan sebagai berikut:
1. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Communication)
16
syaraf. Contoh: Berpikir, merenung, mengingat, menulis, menggambar.
2. Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication)
Kegiatan komunikasi yang dilakukan secara langsung antara seseorang dengan orang lain. Contoh: Percakapan tatap muka antar dua orang, surat-menyurat pribadi.
3. Komunikasi dalam Kelompok
Kegiatan komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Setiap individu berkomunikasi sesuai peran dan kedudukannya dalam kelompok. Contoh: Obrolan antara Bapak, ibu dan anak dalam keluarga; diskusi antar anggota Karang Taruna; kegiatan belajar mengajar antara guru dan murid.
4. Komunikasi antar Kelompok/Asosiasi
Kegiatan komunikasi yang berlangsung antara suatu kelompok dengan kelompok lainnya. Komunikasi bisa saja terjadi hanya dua orang tetapi mewakili kelompok atau asosiasinya masing-masing. Contoh: Pertemuan antara Karang Taruna desa A dengan Karang Taruna desa B, pertemuan antara ISKI (Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia) dengan ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia).
5. Komunikasi Organisasi
Mencakup kegiatan komunikasi dalam suatu organisasi dan komunikasi antar organisasi. Berbeda dengan komunikasi kelompok, komunikasi organisasi lebih bersifat formal dan lebih mengutamakan prinsip-prinsip efisiensi dalam melakukan kegiatan komunikasinya. Contoh: Pertemuan antara direksi dengan para manajernya, surat-menyurat antara perusahaan A dengan perusahaan B, pertemuan antara pimpinan perusahaan C dengan pimpinan departemen D.
6. Komunikasi dengan masyarakat luas
17
2.1.3 Komunikasi Antar Pribadi
Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi bentuk pertama
dari interaksi seseorang dengan orang lain. Sendjaja mendefinisikan
Komunikasi antarpribadi ke dalam tiga perspektif sebagai berikut:
Pertama, perspektif komponensial, yaitu perspektif yang melihat perkembangan komunikasi antarpribadi dari komponen-komponennya. Kedua, perspektif perkembangan yang melihat komunikasi antarpribadi dari proses perkembangannya. Ketiga, perspektif rasional yang melihat komunikasi antarpribadi dari hubungan. (Sendjaja, 2007:6.3).
Untuk menjelaskan komunikasi antarpribadi dalam perspektif
komponensial, peneliti menggunakan model komunikasi dari Harold
Lasswell dan George Gerbner yang di rekonstruksi ulang oleh Joseph
A.DeVito (1986). Sehingga model yang tadinya linier dan tidak bisa
menggambarkan komunikasi antarpribadi yang bersifat sirkuler menjadi
lebih baik dalam menjelaskan komponen-komponen komunikasi
antarpribadi.
Bagan 2.1 Konteks Komunikasi
Sumber: Buku Pengantar Ilmu Komunkasi (Sandjaja, 2007:6.4)
Bidang Pengalaman
Bidang Pengalaman
EFEK
Pengirim-Penerima
Encoding-Decoding
18
Bagan sebelumnya memperlihatkan jalur pada komunikasi
antarpribadi. Bersifat dua arah atau timbal balik. Seorang Komunikator
bisa jadi komunikan, begitu pula sebaliknya. Bidang pengalaman
masing-masing seseorang yang membuat mereka bergantian berbagi
informasi. Garis putus-putus menggambarkan komunikasi bisa terjadi
dengan saluran tertentu, meskipun komunikasi antarpribadi lebih sering
melakukan tatap muka. Efek pada komunikasi akan positif saat
kesamaan makna terjadi dan terjadi umpan balik, sedangkan noise atau
gangguan terjadi pula di sini saat proses encoding-decoding atau upaya
menghasilkan pesan dan menginterpretasikannya terjadi.
Bila dilihat dari perkembangannya, Sandjaja membagi
komunikasi antarpribadi menjadi:
1. Prediksi berdasarkan data psikologis, maksudnya interaksi yang terjadi didasarkan pada prediksi mereka tentang data psikologis orang lain (ciri khas atau hal spesifik).
2. Interaksi yang berdasar pada pengetahuan, Selain memprediksikannya, manusia dapat menjelaskan mengapa itu terjadi atau akan terjadi. Hal ini didapat dari pengetahuan sebelumnya yang telah di dapat.
19
Tujuan Komunikasi Antarpribadi
Komunikasi antarpribadi dapat dipergunakan dalam berbagai tujuan di
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini Sandjaja membaginya menjadi enam
tujuan sebagai berikut:
1. Mengenal diri sendiri dan orang lain, Komunikasi antarpribadi memberikan kesempatan pada diri kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri pada orang lain. Kita akan mendapat persepektif baru tentang diri kita, memahami sikap dan prilaku kita. Persepsi diri kita sebaian besar diperoleh dari apa yang kita pelajari tentang diri kita dari orang lain.
2.Mengetahui dunia luar, memungkinkan kita memahami lingkungan secara baik, tentang objek, kejadian, dan orang lain. Bahkan berbagai informasi yang tersebar di media massa berawal dari pembicaraan seseorang dengan orang lain.
3.Menciptakan dan memelihara hubungan menjadi bermakna, kita tidak mungkin ingin hidup sendiri dan terisolasi dari masyarakat. Dicintai dan disukai serta menyayangi dan menyukai orang lain lebih menyenangkan. Hubungan seperti itu mengurangi kesepian dan ketegangan, serta membuat kita lebih positif terhadap diri kita sendiri.
4.Mengubah sikap dan prilaku, dalam komunikasi antarpribadi kita ingin seseorang memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, mendengarkan musik tertentu, membaca buku, dll. Singkatnya, kita banyak mempersuasi orang lain melalui komunikasi antarpribadi.
5.Bermain dan mencari hiburan, semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan seperti membicarakan hobi, kejadian lucu, atau sekedar bercerita menghilangkan penat. Sering tujuan ini dianggap tidak penting, tetapi sebenarnya komunikasi yang demikian memberi suasana yang terlepas dari keseriusan, ketegangan, dan kejenuhan.
20
2.1.4 Interaksi Simbolik
Berbicara tentang interaksi simbolik sebaiknya kita mengetahui
dahulu tentang interaksi sosial. Dalam buku Sosiologi-Konsep dan teori
dijelaskan interaksi sosial, “hubungan individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, serta individu dengan kelompok.” (Wulansari, 2009:34). Interaksi sosial merupakan dasar dari proses
sosial yang hakikatnya adalah timbal balik beberapa bidang kehidupan.
Soedjono menyebutkan proses sosial, “cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorang dan kelompok-kelompok manusia
saling bertemu dan menentukan sistem bentuk-bentuk hubungan” (Wulansari, 2009:35). Setelah mengetahui interaksi sosial yang
merupakan cara-cara berhubungn maka kita akan lebih mudah
memahami teori interaksi simbolik.
Teori interaksi simbolik merupakan pandangan yang melihat
individu sebagai produk yang lahir di masyarakat. Esensi dari teori ini
dikemukanan Deddy Mulyana dalam buku Metodologi Penelitian
Kualitatif, “suatu aktifitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni
berkomunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna” (Mulyana,
2010:68). Teori ini dilatarbelakangi oleh Teori Tindakan Sosial dari
Max Weber, inti dari teori ini adalah melihat sejauhmana perilaku
individu memberikan suatu makna subjektif pada pelakunya. Deddy
21
Dalam teori ini individu bukanlah organisme pasif yang prilakukanya
ditentukan struktur sosial tapi sifat aktif individu yang melahirkan
dinamika prilaku manusia. George Herbert Mead pencetus teori ini
sangat mengagumi kemampuan manusia menggunakan simbol. Dia
menyatakan, “manusia unik karena memiliki kemampuan memanipulasi simbol-simbol berdasarkan kesadaran” (Mulyana, 2010:77). Simbol yang diberi makna didefinisikan sebagai representasi interaksi dari
fenomena. Shibutani berkata seperti dikutip dalam buku Metodologi
Penelitian Kualitatif, “makna pertama-tama merupakan sebuah properti
perilaku dan kedua merupakan properti objek” (Mulyana, 2010:77).
Sehingga Fenomenologi dan interaksi simbolik ini bisa saling
berhubungan dan melengkapi.
Ada tiga ide dasar dari teori interaksi simbolik, Pertama adalah
mind (pikiran) yang merupakan kemampuan untuk menggunakan
simbol yang diberi makna. George Herbert melukiskan mind, “cara
bertindak manusia yang berlangsung di dalam diri individu”
(Wulansari, 2009:196). Jadi mind addalah interaksi yang terjadi di
dalam diri manusia, pergulatan batin. Secara sekaligus mind selalu
berkaitan dengan orang lain, karena stimulus berasal dari luar diri
manusia. Kedua adalah self (diri pribadi), terdiri dari me (daku) dan I
(aku). “self merupakan hasil proses-proses interaksional yang
bertahap-tahap” (Wulansari, 2009:197). Maksudnya dari me terbentuk dari
22
dari kreatifitas seorang individu, maka dikatakan bertahap. Ketiga
sociey (masyarakat), hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan di
konstruksikan individu di tengah masyarakat. Keterlibatan mereka
menghantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di
masyarakatnya.
2.1.5 Konsep Diri
Konsep diri merupakan pembentukan persepsi diri kita oleh diri
sendiri sehingga hal itu tampak oleh orang lain. Charles Horton Cooley
menyebutnya, “Looking Glass Self (cerminan diri), seakan–akan kita
menaruh cermin di depan kita” (Rakhmat, 2007:99). Membayangkan bagaimana tampak kita pada orang lain, lalu memikirkan bagaimana
orang lain menilai penampilan kita, terakhir menyimpulkan bangga saat
itu positif dan kecewa saat itu tidak sesuai keinginan kita. William D.
Brooks mendefinisikan konsep diri dalam buku Psikologi Komunikasi,
“those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that
we have derived from experiences and interaction with other”
(Rakhmat, 2007:99). Bisa disimpulkan konsep diri adalah pandangan
dan persepsi kita tentang diri kita.
Konsep diri tidak begitu saja melekat pada diri seseorang, tapi ada
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Ada dua faktor utama dalam
pemebentukan konsep diri, Pertama adalah significant other
23
mengatakan, “significant other meliputi semua orang yang
mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita” (Rakhmat,
2007:103). Mereka yang dianggap penting akan berpengaruh besar
terhadap pembentukan sikap dan tindakan individu. Kedua adalah
reference group (kelompok rujukan), Dalam buku Psikologi
Komunikasi dikatakan, “orang mengarahkan prilakunya dan
menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri kelompoknya” (Rakhmat, 2007:104). Sebuah kelompok tempat kita berinteraksi memiliki
norma-norma tertentu, kedekatan secara emosional akan mengikat kita dan
mempengaruhi pembentukan konsep diri kita.
Pengaruh Konsep Diri
1. Nubuat yang Dipenuhi Sendiri
Kecenderungan untuk bertingkah laku sesuai dengan konsep
diri disebut nubuat yang dipenuhi sendiri. Bila anda berpikir anda
orang bodoh, anda akan benar-benar jadi orang bodoh. Anda
berusaha hidup sesuai dengan label yang anda lekatkan pada diri
anda sendiri. Rakhmat mengatakan hubungan konsep diri dengan
prilaku, “you don’t think what you are, you are what you think”
(Rakhmat, 2007:104).
Sukses komunikasi antarpribadi banyak bergantung pada konsep
diri anda, positif atau negatif. Menurut Willim D.Brook dan Philip
24
1. Peka pada kritik, bagi orang ini koreksi seringkali dipersepsi sebagai usaha menjatuhkan harga dirinya.
2. Responsif sekali terhadap pujian, meski menghindari pujian orang ini tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.
3. Sikap Hiperkritis, tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
4. Merasa tidak disenangi orang lain, ia tidak akan pernah mempersalahkan dirinya, tetapi akan menganggap dirinya sebagai korban dari sistem sosial yang tidak beres.
5. Bersikap pesimis, engga bersaing dengan orang lain dan menggap dirinya tidak berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. (Rakhmat, 2007: 105)
Sebaliknya, orang yang memiliki konsep diri positif ditandai
dengan lima hal berikut ini:
1. Ia yakin akan kemampuan mengatasi masalah;
2. Ia merasa setara dengan orang lain;
3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu;
4. Ia menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat;
5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapakan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. (Rakhmat, 2007:105).
2. Membuka Diri
Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, maka kita
akan lebih terbuka untuk mnerima pengalaman-pengalaman dan
25
cermat memandang diri sendiri dan orang lain. Hubungan antara
konsep diri dan membuka diri dapat dijelaskan melalui model
Johari Window yang ditemukan oleh Josepf Luft dan Harry Ingham
di tahun 1969. Dalam Johari Window diungkapakan tingkat
keterbukaan dan kesadaran tentang diri kita. Adapun model
tersebut adalah sebagai berikut:
Bagan 2.2
Model Johari Window
Sumber: Buku Psikologi Komunikasi (Rakhmat, 2007: 108)
Kamar pertama disebut daerah terbuka, ini merupakan daerah
publik yang diketahui oleh dirinya juga orang lain. Kita
menampilakan diri kita dalam bentuk topeng. Kedua adalah daerah
tersembunyi, dimana kita mengetahui sesuatu yag ada pada diri kita
tapi kita sembunyikan dari orang lain karena hal tertentu. Ketiga
adalah daerah buta, aspek dalam diri kita yang diketahui oleh orang
lain tetapi diri kita tidak melihatnya. Keempat daerah tidak dikenal,
merupakan aspek yang tidak diketahui diri sendiri maupun oleh
orang lain. Aspek ini biasa keluar pada saat terdesak, contohnya
Kita ketahui Tidak kita ketahui
Publik
Privat
terbuka buta
26
orang yang sabar suatu ketika kesabarannya habis dia marah tak
terkontrol. Inti dari Johari Wondow adalah memperluas daerah
terbuka dan mempersempit daerah yang tidak dikenal.
3. Percaya Diri
Ketakutan melakukan kegiatan berkomunikasi disebut
communication apprehension. Orang-orang seperti ini akan
menarik diri dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin dalam
berkomunikasi, dan hanya berbicara pada keadaan terdesak saja.
Sekalipun berbicara sering pembicaraannya tidak relevan untuk
menghindari reaksi dari pembicaraannya itu.
Orang yang aprehensif dalam berkomunikasi cendereung tidak
menarik perhatian orang lain, kurang kredibel, dan sangat jarang
memiliki kedudukan. Meski tidak semua penyebabnya adalah
kekurangan kepercayaan diri, faktor percaya diri merupakan
penentu keberhasilan seseorang berkomunikasi. Maxwell Maltz
seorang tokoh psikosibernetik mengatakan, “Believe in yourself
and you’ll be succeed” (Rakhmat, 2007:109). Maka dari itu
meningkatkan kepercayaan diri menjadi penting dalam
27
4. Selektifitas
Konsep diri menyebabkan terpaan-terpaan selektif seseorang
dalam bertindak. Anita Taylor mengatakan seperti dikutip dalam
buku “Psikologi komunikasi” :
Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa anda bersedia membuka diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat (Rakhmat, 2007:109).
Dari pernyataan Anita bisa disimpulkan konsep diri
menimbulkan terpaan selektif (selective exposure), persepsi
selektif (selsective perseption), dan ingatan selektif (selective
attention). Sebagai contoh, bila kita muslim yang baik maka kita
akan rajin mengikuti pengajian, membeli buku-buku agama, dll
itulah terpaan selektif. Bila kita berkonsep diri positif maka dalam
menerima pesan yang datang tentu hanya pesan baik yang diterima
dan yang negatif terbuang begitu saja, itulah persepsi selektif.
Selain itu konsep diri membawa kita pada ingatan yang selektif,
contohnya seseorang penggemar sepak bola mampu menyebutkan
semua nama pemain Timnas Indonesia, seluruh pemain club
Barcelona, tetapi dia sama sekali tidak ingat siapa nama bapak
mertuanya.
Sebenarnya ada satu hal lagi dalam seletivitas ini, yaitu
penyandian selektif (selective encoding). Jalaluddin Rakhmat
dalam buku “Psikologi Komunikasi” mengatakan, “penyandian
28
dari apa yang ada dalam pikiran kita” (Rakhmat, 2007:110). Maka seseorang akan menyampaikan pesan sesuai dengan konsep diri
yang dia pakai. Contohnya, seorang dosen dalam kelas akan
menyusun pesan yang disampaikannya sesuai apa yang telah dia
konsepkan. Cara berbicara, posisi duduk, ekspresi wajah, dll.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Kerangka Teoritis
Dalam buku Fenomenologi karya Engkus Kuswarno dikatakan,
“Fenomena bukanlah dirinya seperti tampak secara kasat mata,
melainkan justru ada di depan kesadaran, dan disajikan dengan
kesadaran pula” (Kuswarno, 2009:1). Ilmu yang mengkaji sebuah
fenomena disebut fenomenologi. Dalam buku Teori
Komunikasi-Theories Of Human Communication disebutkan, “fenomenologi
merupakan cara yang di gunakan manusia untuk memahami dunia
melalui pengalaman langsung.” (LittleJhon, 2009:57).
Dari pengertian tersebut bisa disimpulkan bahwa pengalaman
nyata secara langsung yang dilakukan seseorang merupakan data pokok
sebuah realitas. Makna subjektif dalam fenomenologi terbentuk dari
interaksi tindakan sosial para aktor di dalamnya. Schultz berkata dalam
buku Fenomenologi bahwa tindakan sosial, “tindakan yang berorientasi pada prilaku orang atau orang lain pada masa lalu, masa sekarang, dan
29
dilihat masa lalu, masa sekarang dan masa depannya. Tindakan di masa
sekarang merupakan tujuan untuk masa depannya, hal itu juga memberi
makna bahwa fenomena itu memiliki masa lalu atas tindakannya
sekarang. Fenomena yang dilihat dalam penelitin ini dalah sebuah
konsep diri.
Dalam buku Psikologi Komunikasi , Charles Horton Cooley
menyepertikan konsep diri, “Looking Glass Self (cerminan diri), seakan–akan kita menaruh cermin di depan kita” (Rakhmat, 2007:99). Kita bercermin pada diri kita sendiri untuk melihat keseluruhan diri
kita, ingin di lihat sebagai pribadi yang seperti apa. Definisi lain dari
William D. Brooks dalam buku Psikologi Komunikasi, “those physical,
social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived
from experiences and interaction with other” (Rakhmat, 2007:99).
Faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri adalah
significant other, Jalaluddin Rakhmat mengatakan, “significant other
meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan
perasaan kita” (Rakhmat, 2007:103). Sedangkan reference group
merupakan kelompok rujukan tempat seseorang berinteraksi. “orang
mengarahkan prilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri-ciri
kelompoknya” (Rakhmat, 2007:104).
Konsep diri bisa kita ketahui dari proses interaksi antara seseorang
30
dalam berinteraksi menjadi kajian yang di amati dari sebuah fenomena,
maka interaksi tersebut disebut interaksi simbolik.
Deddy Mulyana dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif
mendefinisikan interaksi simbolik, “suatu aktifitas yang merupakan ciri
khas manusia, yakni berkomunikasi atau pertukaran simbol yang diberi
makna” (Mulyana, 2010:68). Interaksi sosial merupakan dasar dari proses sosial yang hakikatnya adalah timbal balik beberapa bidang
kehidupan. Ada tiga ide dasar interaksi simbolik. Pertama adalah mind
(pikiran), George Herbert melukiskan mind, “cara bertindak manusia
yang berlangsung di dalam diri individu” (Wulansari, 2009:196).
Kemampuan seorang individu untuk memaknai simbol-simbol
yang tersebar di lingkungannya. Kedua adalah self, Dalam buku
Sosioligi-Konsep dan teori mendefinisikan, “self merupakan hasil proses-proses interaksional yang bertahap-tahap” (Wulansari, 2009:197). Pada bagian ini menjelaskan kemampuan manusia dalam
menggunakan simbol-simbol yang telah dimaknai dalam berinteraksi.
Ketiga Society, hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan di
konstruksikan individu di tengah masyarakat dan kesepakatan
penggunaan simbol tersebut di kalangan masyarakat.
Dari pembahasan tersebut pembagian utama dari interaksi simbolik
adalah diri dan masyarakat, maka pembahasan diri merupakan fokus
31
baik atau buruk, menyenangkan atau tidak, tegas atau santai. Itulah
yang di sebut pembentukan konsep diri.
2.2.2 Kerangka Konseptual
Berdasarkan kerangka teoritis yang dijabarkan sebelumnya,
peneliti mendapatkan kerangka konseptual untuk penelitian ini
menggunakan Fenomenologi. Fenomena Parkour Bandung akan dilihat
berdasarkan tindakan sosial mereka dari masa lalu, seperti sejarah
Parkour itu sendiri. Masa sekarang, dimana peneliti melihat interaksi
mereka secara langsung. Juga mencari tahu prediksi keberlangsungan
komunitas Parkour Bandung ini di masa depan. Mengapa
Fenomenologi dikaitkan dengan interaksi simbolik, hal ini karena
interaksi simbolik terjadi dari fenomena yang terlihat di masyarakat.
Fenomenologi menfokuskan untuk memahami tindakan sosial.
Tindakan sosial merupakan dasar dari interaksi simbolik. Bogan dan
Taylor mengemukakan, “dua pendekatan utama tradisi fenomenologis
adalah interaksi simbolik dan etnometodologi” (Mulyana, 2010:59).
Mind, self, dan Society yang menjadi dasar pemikiran interaksi simbolik
menjadi fokus kedua penelitian terhadap komunitas Parkour Bandung
ini. Deddy Mulyana dalam bukunya Metodologi Penelitian Kualitatif
menyebutkan, “interaksi simbolik mempelajari sifat interaksi yang
32
Interaksi dikatakan penentu perilaku manusia, bukan struktur
masyarakat yang membentuknya.
Inti dari interaksi simbolik adalah membicaraan tentang diri. Dalam
buku Metodologi Penelitian Kualitatif dikatakan Mead dan Cooley
sepakat, “konsep diri adalah suatu proses yang berasal dari interaksi
sosial individu dengan orang lain.” (Mulyana, 2010:73). Diri muncul karena berkomunikasi, komunikasi merupakan pemaknaan
simbol-simbol yang diberi makna. Pertukaran simbol-simbol terjadi antara individu
dengan orang lain maka terjadilah interaksi simbolik. Sehingga konsep
diri merupakan pengerucutan penelitian fenomenologis ini. Konsep diri
melihat kepribadian diri seseorang terbentuk dari pengaruh orang
terdekat (significant other) dan kelompok rujukan (reference group).
Sehingga pada kesimpulannya peneliti mencari tahu konsep diri
tersebut sebagai fokus penelitian fenomena komunitas Parkour
Bandung. Tergambar dalam bagan berikut ini:
Bagan 2.3 Kerangka Konseptual
Fenomena Parkour
Past future
Present
Interaksi Simbolik Anggota
Konsep Diri
33
2.3 Uji Keabsahan Data
Penelitian kualitatif tak jarang mendapat pandangan keragu-raguan dari
keabsahan data yang diperolehnya. Sehingga pada akhirnya timbul
pertanyaan apakah penelitian ini merupakan karya ilmiah. Maka dari itu
muncul isltilah uji keabsahan data yang berguna meningkatkan derajat
kepercayaan dari data yang diperoleh.
Pemeriksaan ini juga berguna menyanggah balik bentuk keragu-raguan
terhadap penelitian kualitatif. Moleong berkata dalam buku Metodologi
Penelitian Kualitatif, keabsahan data adalah:
1. Mendemonstrasikan nilai yang benar.
2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan.
3. Memperoleh keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari prosedurnya dan kenetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya. (Moelong, 2007:320-321)
Pada penelitian kali ini peneliti melakukan uji keabsahan data dengan
metode triangulasi, hal ini digunakan untuk membuat ketekunan atau
keajegan dalam melakukan penelitian.
Triangulasi
Triangulasi adalah teknik uji keabsahan data dengan cara memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data sebagai pembanding data. Denzin dalam buku
Metodologi Penelitian Kualitatif membedakan, “empat macam triangulasi
sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber,
34
Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
kembali derajat kepercayaan suatu informasi melalui waktu dan alat yang
berbeda. Hal ini dapat menurut Moelong dapat dicapai dengan jalan:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. (Moelong, 2007:331)
Triangulasi dengan metode, menurut Patton dalam buku Metodologi
Penelitian Kualitatif:
“Terdapat dua strategi yaitu, (1) pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan (2) pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode
yang sama.” (Moelong, 2007:331)
Triangulasi dengan penyidik, memanfaatkan peneliti atau pengamat
lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.
Membandingkan pekerjaan analisis dengan analisis lainnya.
Triangulasi dengan Teori, sebuah penelitian kualitatif tidak bisa diperiksa
derajat kepercayaannya hanya dengan satu teori saja. Sehingga harus
35
menghasilkan pola, hubungan, dan penjelasan, maka penting untuk mencari
tema atau penjelasan pembanding. Moelong berkata dalam buku Metodologi
Penelitian Kualitatif, “Secara logika dilakukan dengan jalan memikirkan
kemungkinan logis lainnya dan kemudian melihat apakah
kemungkinan-kemungkinan itu dapat ditunjang oleh data.” (Moelong, 2007:332).
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan triangulasi dilakukan
dengan jalan:
1. Mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan
2. Mengeceknya dengan berbagai sumber data.
3. Memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data
113
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan di Bab sebelumnya,
maka peneliti memperoleh kesimpulan penelitian sebagai berikut:
1. Konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh Significant
other adalah Aktif, Pemberani, Bertanggung Jawab, Diandalkan, Jujur,
Kaku, Keras, Mandiri, Perduli, Petualang, Pemarah, Reaktif, Tahan
Banting, Tegas.
2. Konsep diri anggota Parkour Bandung yang dipengaruhi oleh Reference
group adalah Anti kompetisi, Pemberani, Disiplin, Efisien, Filosofis,
Kekeluargaan, Konsentrasi, Kuat, Keras, Kepemimpinan, Pengajar,
Percaya diri, Reaktif, Relax, Sabar, Semangat, Sehat, Sportif, Tekun,
Useful.
3. Konsep diri anggota Parkour Bandung secara menyeluruh adalah Aktif,
Anti Kompetisi, Pemberani, Bertanggung Jawab, Diandalkan, Disiplin,
Efisien, Filosofis, Kekeluargaan, Keras, Berkonsentrasi, Kuat, Mandiri,
Kepemimpinan, Pengajar, Percaya Diri, Reaktif, Relax, Sabar, Sehat,
Semangat, Sportif, Tegas, Tekun, Useful. Adapun Reference group
merupakan faktor yang lebih dominan membentuk konsep diri anggota
114
5.2 Saran
Penelitian ini bukan semata untuk kepentingan peneliti sendiri,
melainkan terdapat harapan turut berpartisipasi bagi orangtua dan komunitas
Parkour. Setelah