• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (SIMPATDA) Pada Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Bandung Dalam Mengingkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (SIMPATDA) Pada Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Bandung Dalam Mengingkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung"

Copied!
195
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian ini dilakukan karena dilatar belakangi oleh adanya penggunaan pelayanan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah diperuntukan bagi pemerintahan khususnya Dinas Pendapatan Daerah selaku badan yang diberikan kewenangan untuk mengelolah pendapatan daerah, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan pendapatan dan retribusi daerah sehingga dapat tertata dengan rapih dan terealisasinya peningkatan PAD Kota Bandung. Penelitian ini difokuskan sampai sejauhmana terlaksananya Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah dalam meningkatkan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemungutan PAD.

Teori yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan dari Edward III tentang faktor pendukung keberhasilan implementasi, yang terdiri dari empat indikator yang merupakan faktor penentu keberhasilan dari suatu implementasi, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan stuktur birokrasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan yang digunakan pendekatan kualitatif, adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui studi pustaka, studi lapangan dan observasi serta dengan melakukan wawancara, dan dokumentasi. Informan dalam penelitian ini adalah aparatur Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dengan menggunakan teknik sampling Purposive.

Berdasarkan hasil penelitian pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung tentang pengelolaan pendapatan daerah melalui pelaksanaan

(2)

DAERAH (PAD)” BANDUNG

This research done because there are system management information of regional income was used and intended for government especially Dispenda as a department that have authority to manage regional income to support performance-related with income and regional retribution. So, PAD can work properly. This research focuses to extent of implementation of Simpatda in increasing the planning, discharging, and voting control of PAD.

The theory of the research comes from Edward III theory of implementation policy. This theory consist of four indicator, they are communication, resources, disposition, and biro crate structure. The research use descriptive method with qualitative approaches and collecting data use literature study, observation non participant with interview, documentation and sampling purposive. The source is employer of Dispenda Bandung.

Based on the research results can be known that management of regional income through Simpatda Bandung has been running well. Simpatda is information system which can help to manage basic information PAD intoother form of planning tools, implemantations and control voting of PAD, especially in terms of communication. Simpatda is tools to facilitate communication between the parts to manage local income .compare with manual local income (Mapatda) the process before policy implementation Simpatda

Official of regional income (Dispenda)  Local income (PAD)

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Fenomena reformasi yang bergulir menuntut perubahan dalam segala tatanan kehidupan kenegaraan. Berkenaan dengan restruksi ruang publik, suatu kesadaran baru muncul untuk lebih menegakan kedaulatan rakyat, demokratisasi pemerintahan dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, demokrasi dan pemberdayaan masyarakat lokal menjadi wacana publik yang menuntut pengalokasian dan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah, mulai dari kebijakan, perencanaan, sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka demokrasi.

(4)

otonomi adalah wewenang yang dimiliki oleh daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam rangka desentralisasi.

Ciri utama yang menunjukan daerah otonom mampu berotonom terletak pada kemampuan keuangan daerahnya, dalam arti daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelengaraan pemerintahan di daerah. Pemerintahan di daerah dapat terselenggara karena adanya dukungan dari berbagai faktor sumber daya yang mampu menggerakan jalannya roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Faktor keuangan merupakan faktor utama yang merupakan sumber daya finansial bagi pembiayaan penyelenggaraan roda pemerintahan di daerah.

Kemampuan pembiayaan merupakan salah satu segi atau kriteria penting untuk menilai secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri, karena tanpa adanya pembiayaan yang cukup suatu daerah tidak mungkin secara optimal mampu menyelenggarakan tugas dan kewajiban serta segala kewenangan yang melekat dengannya untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Kemampuan pembiayaan merupakan variabel penting dalam menilai kemampuan otonomi, dimana kondisi kemampuan pembiayaan yang sangat lemah itu menyebabkan ketidakberdayaan daerah dan ketergantungan yang sangat kuat pada pemerintah pusat.

(5)

daerah ini merupakan komponen yang sangat menjanjikan dan selama ini pendapatan yang berasal dari perolehan hasil pajak daerah merupakan komponen yang memberikan sumbangan yang besar dalam struktur pendapatan yang berasal dari pendatan asli daerah. Ada dua cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memaksimalkan pendapatan yang berasal dari pajak daerah, yaitu menyempurnakan dan mengoptimalkan penerimaan pajak daerah yang telah ada serta menerapkan pajak daerah dan retribusi daerah yang baru.

Secara teoritik Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan suatu sumbangan nyata yang diberikan oleh masyarakat setempat guna mendukung status otonom yang diberikan kepada daerahnya. Tanda dukungan dalam bentuk besarnya perolehan PAD penting artinya bagi suatu pemerintah daerah agar memiliki keleluasaan yang lebih dalam melaksanakan pemerintahan sehari-hari maupun pembangunan yang ada di wilayahnya. Seorang pakar dari World Bank Glynn Cochrane berpendapat bahwa “batas 20 % perolehan PAD merupakan batas minimum untuk menjalankan otonomi daerah. Sekiranya PAD kurang dari angka 20 % tersebut, maka daerah tersebut akan kehilangan kredibilitasnya sebagai kesatuan yang mandiri”. (Cochrane, 1983:64).

(6)

informasi di berbagai belahan dunia dapat dilakukan dengan cepat. Selain itu, era globalisasi yang terus bergulir saat ini menuntut pemerintah untuk dapat meningkatkan kemampuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi sehingga mampu bersaing dengan negara lain. Respon terhadap perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ini harus segera diberikan mengingat kualitas kehidupan manusia yang semakin meningkat.

Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda) adalah Software yang diperuntukan bagi pemerintahan, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan pendapatan pajak & retribusi daerah sehingga dapat tertata dengan rapih sampai sejauh mana PAD dapat dicapai. Simpatda merupakan sistem informasi yang dapat membantu mengolah informasi dasar PAD menjadi bentuk-bentuk peralatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pemungutan PAD.

(7)

Salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG) yang saat ini menjadi perhatian publik adalah masalah keterbukaan & pengungkapan (transparency & disclosure).

Dalam rangka peningkatan mutu birokrasi, khususnya di Dispenda Kota Bandung dalam pelayanan publiknya diperlukan perubahan birokrasi dalam pelaksanaan otonomi daerah. Birokrasi harus terus-menerus memperbaiki kinerjanya agar tercipta birokrasi yang handal, produktif, kompetitif, represisif dan akuntabel. Oleh karena itu birokrasi harus mengoreksi dan mereduksi kelemahan masalalu dan masa mendatang secara terus-menerus. Untuk mencapai efektifitas organisasi dalam membangun keberhasilan di era otonomi daerah, ini tergantung pada efektifitas dinas-dinas daerah sebagai instansi pemerintah daerah yang hadir untuk melayani masyarakat dan menempati masyarakat sebagai pemegang saham, sehingga perlu perhatian serius dalam memberikan pelayanan. Dalam masalah pendapatan Daerah ini diperlukan aparat pelaksana yang mempunyai hubungan kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan berdasarkan visi, misi serta rencana strategi khususnya organisasi Dispenda Kota Bandung selaku perumus dan pelaksanaan kebijakan anggaran pendapatan asli daerah .

(8)

teknologi dan komunikasi Information and Communication Technology (ICT), dengan menerapkan Simpatda dalam meningkatkan PAD.

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti mengambil judul skripsi ini “Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah

(Simpatda) Pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung

Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berpedoman pada latar belakang masalah yang dijabarkan di atas maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses komunikasi yang berlangsung dalam implementasi kebijakan Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung?

2. Bagaimana sumberdaya yang dapat menentukan keberhasilan implementasi Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung? 3. Bagaimana sikap pelaksana (disposisi) terhadap implementasi

Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung?

4. Bagaimana struktur birokrasi sebagai pendorong implementasi Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

(9)

1. Untuk mengetahui proses komunikasi yang berlangsung dalam implementasi Simpatda guna meningkatkan PAD Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui sumberdaya yang menentukan keberhasilan

implementasi Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui sikap pelaksana (disposisi) terhadap implementasi

Simpatda dalam menciptakan dalam meningkatkan PAD Kota Bandung.

4. Untuk mengetahui struktur birokrasi sebagai pendorong implementasi Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian

Terkait dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis, sebagai berikut:

1. Kegunaan bagi diri sendiri adalah dengan diadakannya penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang makna dari pelaksanaan Simpatda dalam meningkatkan PAD Kota Bandung. 2. Kegunaan ilmiah, dalam rangka mengembangkan teori yang telah

(10)

dapat dijadikan bahan tinjauan awal untuk melakukan penelitian serupa dimasa yang akan datang, yaitu dengan mengetahaui gejala-gejala baik hambatan, tantangan, dan ganguan dalam proses pelaksanaan penelitian.

3. Bagi kegunaan praktis, yaitu melalui pelaksanaan Simpatda diharapkan

dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Instansi Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung, sumbangan pemikiran ini

khususnya dalam menggunakan, mengatur dan mengendalikan Simpatda dalam meningkatkan Pendapatan Daerah Kota Bandung.

1.5 Kerangka Pemikiran

Pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab untuk menjalankan roda Pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan terlaksananya pemerintahan yang demokratis. Pelayanan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat salah satunya dengan penggunaan tehnologi. Penggunaan teknologi dalam pemerintahan dikenal dengan sebutan e-Government, yaitu penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang khusus dirancang untuk memenuhi kebutuhan pemerintahan.

(11)

lebih cepat dan tentunya dapat menghemat pengeluaran biaya. Pelayanan tersebut terjadi sudah tidak membutuhkan banyak tenaga manusia lagi melainkan yang dibutuhkan adalah manusia yang mempunyai ahli untuk mengoprasionalkan jaringan komputerisasi tersebut.

Pelaksanaan dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengkapi dan menyelesaikan. Pelaksanaan juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to carry out, accomplish, fullfil, produce, complete” maksudnya : membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Pressman dan Wildavsky,1973:21).

(12)

Pengertian implementasi menurut Abdul Wahab adalah:

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan” (Wahab, 2004:65).

Jadi pelaksanaan itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak.

Sedangkan menurut Wahyono dalam bukunya Sistem Informasi: Konsep Dasar, Analisis Desain dan Implementasi, mendefinisikan implementasi sistem sebagai “suatu implementasi yang terdiri dari rencana implementasi sistem dan pelaksanaan sistem yang menggambarkan tugas-tugas yanng diperlukan dalam pengimplementasian suatu sistem (Wahyono, 2004: 25)”.

(13)

Berdasarkan pengertian implementasi kebijakan di atas, George C. Edward III mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi

keberhasilan suatu implementasi dalam bukunya yang berjudul Implementing Public Policy, yaitu:

“aside from directly affecting implementation, however, they also indirectly affect it trough their impact on each in other words communications affect resources dispositions and bureaucratic structures which in turn influence implementation.” (Edward,1980:147)

Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan George C. Edward III di atas, maka faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu implemntasi, adalah sebagai berikut

1. Komunikasi 2. Sumber daya 3. Disposisi

4. Struktur Birokrasi

(14)

Communiction

Resources

Disposition

Bureaucratic Structure

Implementation nnn Dengan demikian, model pendekatan implementasi menurut Edward III dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1.1

Model Pendekatan Implementasi Menurut Georgr C. Edward III

Sumber: George III Edwards, (1980:148).

Keberhasilan suatu implementasi menurut Edwards III dapat dipengaruhi berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Communication (Komunikasi)

“Inadequate communications also provide implementors with dicretion as they attempt to turn general policies into specific actions. This discretion as they attemp to turn general policies into specific actions. This discretion will not necesarily be exercised to further the aims of the original decision makers. Thus, implementation instruction that are not transmitted, that are too precise may hinder implementation. Conservely, directives that are too precise may hinder implementation. Conversely, directives taht are too precise may hinder implementation by stifling creativity and adaptability.” (George III Edwards, 1980:10).

(15)

pelaksanaan harus ditransmisikan (dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.

Komunikasi kebijakan memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi. Faktor komunikasi sangat mempengaruhi keberhasilan dari suatu implementasi, dimana semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi maka terjadinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

2. Resource (Sumber daya)

“No matter how clear and consistent implementation orders are and no matter how accurately they are transmitted, if the personnel responsible for carrying out policies lack the resources to do an effective job, implementation will not be effective. Important resources include staff of the proper size and with the necessary expertise; relevant and adequate information on how to implement policies and on the compliance of the others involved in implementation; the outhority to ensure that policies are carried out as they are intended; and facilities (including buildings, equipment, land and supplies) in which or with which to provide services. Insufficients resources will mean that laws will not be enforced, services will not provided, and reasonable regulation in policy implementation.” (George III Edwards, 1980:10-11).

(16)

Sumber-sumber kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sumber daya merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu imlmentasi, dimana sumber daya terdiri dari fasilitas dan informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan guna tercapainya suatu implementasi.

3. Disposition (Disposisi).

”This dispisition or attitudes of implementors is the third critical factor in our approach to the study of public policy implementation. If implementatition is to proceed effectively, not only must implenentors know what to do and have the capability to do it, but they must also desire to carry out a policy. Most implementors can exercise considerable discretion in the implementation of pilicies. One of the reasons for this is their independence from their nominal superiors who formulate the policies. Another reason is the complexity of the policies themselves. The way in which implementors exercise their discretion, however, depends in large part upon their disposition toward the policies. Their attitudes, in turn, will be influenced by their views toward the policies per se and by how they see the policies affecting their organizational and personal interests.” (George III Edwards, 1980:11).

Dari pengertian diatas peneliti menginteperetasikan disposisi atau sikap para pelaksana adalah faktor penting dalam pendekatan mengenai pelaksanaan. Jika pelaksanaan ingin efektif, maka para pelaksana tidak hanya harus mengetahui apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor pelaksana. Keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari disposisi (karakteristik agen pelaksana).

(17)

penting, karena kinerja pelaksanaan kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya, dimana kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor, kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moralnya.

4. Bureaucratic strcture (Struktur birokrasi)

“Even if sufficient resources to implement a olicy exits and implementors know what to do and want to do it, implementation may still be thwarted because of deficiencies in bureaucratic stricture. Organizational fregmentatition may hinder the coordination necessary to implement succesfully a complex policy requaring the coopation of many people, and it may also waste scarce resources, inhibit change, create confusion, lead to policies working at cross-purposes, and result in important function being overloocked.” (George III Edwards, 1980:11-12).

(18)

Sistem informasi merupakan bentuk penerapan dalam sebuah organisasi, dimana penerapan/penggunaan sistem informasi dalam sebuah organisasi tersebut untuk mendukung dalam mengumpulkan dan mengolah data dan menyediakan informasi yang berguna di dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian. Suatu organisasi yang tumbuh dan menjadi lebih kompleks membuat manajemen melakukan permintaan yang semakin besar terhadap fungsi sistem informasi. Menurut pendapat Azhar Susanto dalam bukunya Konsep dan Pengembangan Sistem Informasi Manajemen; mendefinisikan sistem informasi, sebagai berikut:

“Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi, yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan” (Susanto, 2004:42).

Dengan demikian sistem informasi adalah suatu sistem manusia/mesin yang terpadu untuk menyajikan informasi guna mendukung fungsi operasi, manajemen dan pengambilan keputusan dalam organisasi. Sistem informasi adalah (kesatuan) formal yang terdiri dari berbagai sumber daya fisik maupun logika. Dari organisasi ke organisasi, sumber daya ini disusun atau distrukturkan dengan beberapa cara yang berlainan, karena organisasi dan sistem informasi merupakan sumber daya yang bersifat dinamis.

Lebih lanjut menurut pendapat James B Bower dkk dalam bukunya Computer Oriented Accounting Informations System yang dikutip Teguh wahyono dalam bukunya Sistem Informasi Konsep Dasar, Analisi Desain dan Implementasi menjelaskan pengertian sistem informasi, sebagai berikut:

(19)

sukses dan untuk organisasi bisnis dengan cara yang menguntungkan” (Wahyono, 2004:17).

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang merupakan kombinasi dari orang-orang, fasilitas, teknologi media, prosedur-prosedur dan pengendalian yang ditujukan untuk mendapatkan jalur informasi penting guna memproses tipe transaksi rutin tertentu yang menyediakan suatu dasar informasi untuk pengambilan keputusan yang cerdik. Sistem informasi juga merupakan sekumpulan prosedur organisasi yang pada saat dilaksanakan akan memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan atau untuk mengendalikan organisasi.

(20)

Secara etimologi, management (di Indonesia diterjemahkan sebagai manajemen), berasal dari kata manus (tangan) dan agree (melakukan), yang setelah digabung menjadi kata manage (bahasa Inggris) berarti mengurus. Adapun pengertian manajemen menurut Moenir, H.A.S, adalah sebagai berikut: “Manajemen adalah proses dan perangkat yang mengarahkan serta membimbing suatu kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Moenir, 2006:24).

Jadi berdasarkan pengertian diatas manajemen meliputi upaya mengarahkan orang lain dalam rangka pencapaian tujuan dengan menggunakan cara-cara tertentu, yang baik tujuan maupun cara tersebut ditetapkan oleh manajer. Kombinasi dari istilah sistem, informasi, dan manajemen menjadi kata-kata baru yaitu “Sistem Informasi Manajemen. Sistem Informasi Manajemen menurut Azhar Susanto, adalah sebagai berikut :

Sistem Informasi Manajemen SIM adalah sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan serupa. Output informasi digunakan oleh manajer maupun non manajer dalam perusahaan untuk membuat keputusan dalam memecahkan masalah (Susanto, 2004:54)

Sedangkan menurut Sondang Sigian, sistem informasi manajemen adalah sebagai berikut: “Sistem Informasi Manajemen SIM adalah pendekatan yang terorganisir dan terencana untuk memberikan eksekutif bantuan informasi yang teat yang memberikan kemudahan bagi proses manajemen” (Siagian, 2006:45).

(21)

ada manajemen sumber daya manusia, manajemen perbankan, manajemen industri, manajemen keuangan, pemasaran, produksi, manajemen perkotaan, manajemen pemerintahan, manajemen pendidikan, manajemen sistem informasi, secara umum pengertian manajemen adalah pengendalian dan pemanfaatan daripada semua faktor dan sumberdaya yang menurut suatu perencanaan (planning), diperlukan untuk mencapai atau menyelesaikan suatu prapta (objective) atau tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan menurut Siagian (2006:15) manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain.

Menurut Terry dalam Moenir (2005:47) manajemen adalah pencapaian tujuan yang ditetapkan terlebih dahulu dengan mempergunakan kegiatan orang lain. Dari ketiga definisi tersebut di atas, ada tiga hal penting dalam definisi-definisi tersebut. Pertama, ada tujuan yang hendak dicapai; kedua, tujuan yang hendak dicapai memerlukan/membutuhkan tenaga orang lain; dan ketiga, kegiatan/aktivitas orang lain tersebut harus dibimbing dan diawasi atau dikontrol.

(22)

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, sumber-sumber pendapatan daerah terdiri atas:

Pendapatan asli daerah, yaitu: 1) Hasil pajak daerah

2) Hasil retribusi daerah

3) Hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan

4) Lain-lain pendapatan daerah yang sah

Selanjutnya didalam penjelasan atas Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang dimaksud dengan PAD adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundan-undangan yang berlaku.

(23)

meningkatkan kemampuan dalam membiayai urusan penyelenggaraan pemerataan dan pembangunan daerahnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai bagian dari pendapatan daerah termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004, terdiri dari:

a. Hasil Pajak Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Pemda dan pengembangan daerah.

b. Hasil Retribusi Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oeh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Retribusi daerah merupakan salah satu sumber penerimaan yang dapat dipungut terus menerus mengingat pengeluaran pemerintah daerah adalah untuk anggaran rutin dan anggaran pembangunan selalu meningkat.

c. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan.

(24)

modalnya untuk seluruhnya terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan maupun bagi perusahaan daerah yang modalnya sebagian terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan.Jenis penerimaan yang termasuk hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjualan saham milik daerah.

d. Lain-lain PAD yang sah

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah antara lain hibah atau penerimaan dari daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Menurut Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004, lain-lain PAD yang sah bersumber dari:

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 2. Jasa giro

3. Pendapatan bunga

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing Komisi, potongan, maupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh daerah.

(25)

Sistem Informasi Manejemen Pendapatan Daerah (Simpatda) adalah Software yang diperuntukan bagi pemerintahan, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan pendapatan dan retribusi daerah sehingga dapat tertata dengan rapih sampai sejauh mana PAD dapat dicapai. Simpatda merupakan sistem informasi yang dapat membantu mengolah informasi dasar PAD menjadi bentuk-bentuk peralatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendaalian pemungutan PAD.

Acuan hukum penerapan Simpatda adalah Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 43 Tahun 1999 berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997. Executive sumarry Simpatda adalah Software yang diperuntukan bagi pemerintahan khususnya Pemerintahan Daerah, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan pendapatan Pajak dan retribusi daerah sehingga pendapatan daerah dapat tertata dengan rapih guna tercapainya peningkatan PAD.

(26)

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dibuat definisi operasional sebagai berikut :

1. Simpatda adalah Software yang diperuntukan bagi pemerintahan khususnya Dinas Pendapatan Daerah, guna menunjang kinerja yang berhubungan dengan program aplikasi yang mencakup kegiatan pendataan wajib pajak dan retribusi, pengolahan informasi per golongan PAD, penerbitan Surat Tagihan Pajak Daerah / Retribusi Daerah, Perekaman pembayaran, dan penyajian laporan-laporan manajerial lainnya di Kota Bandung, sehingga pendapatan daerah dapat tertata dengan rapih guna tercapainya peningkatan PAD Kota Bandung.

2. Implementasi adalah suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu atau suatu kelompok baik pemerintahan maupun swasta untuk mencapai satu tujuan yang telah ditentukan dalam keputusan pelaksanaan. Pelaksanaan Simpatda pada Dinas Pendapatan Daerah Kaota Bandung bertujuan agar setiap pendapatan daerah yang dikelola oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung dapat terkontrol.

(27)

sistem informasi pendapatan daerah yang berorientasi kepada pengembangan kapasitas kelembagaan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten agar dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi seluruh aktivitas pengelolaan pendapatan daerah, sehingga dalam pelaksanaan Simpatda perlu adanya indikator:

1). Komunikasi, merupakan perintah yang harus dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung sebagai pelaksana Simpatda supaya dalam memberikan informasi Pendapatan daerah bisa efektif dan tercapainya tujuan yang ditetapkan. Komunikasi dalam penelitian ini meliputi :

a. Kejelasan adalah penyampaian informasi dengan jelas oleh Dinas Pendapatan Daerah dalam pelaksanaan Simpatda.

b. Konsistensi adalah kebijakan yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dalam pelaksanaan Simpatda harus konsisten atau tetap sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, jangan sampai kebijakan yang dibuat oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung menyimpang dari ketentuan dalam pelaksanaannya.

(28)

2). Sumber daya, merupakan faktor yang mendukung dalam pelaksanaan Simpatda. Sumberdaya dalam penelitian ini meliputi:

a. Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu sumber pelaksanaan yang paling penting karena SDM merupakan penunjang keberhasilan dalam pelaksanaan suatu kegiatan. Dalam pelaksanaan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung diperlukan SDM yang dalam hal ini adalah aparat di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung sebagai pelaksana Simpatda tersebut. Untuk itu, dibutuhkan SDM-SDM yang berkualitas, terlatih dan mempunyai keahlian dalam bidangnya sehingga pelaksanaan Simpatda ini dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.

b. Biaya, dalam hal biaya, Simpatda tidak akan berjalan dengan baik apabila tidak didukung dengan dana atau modal yang tersedia. Pembelian alat-alat komputer, jaringan komunikasi ataupun sarana prasana yang memadai membutuhkan modal yang cukup agar pelaksanaan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

(29)

d. Wewenang, pada umumnya, kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan dalam pelaksanaan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan.

3). Disposisi adalah sikap dari pelaksana kebijakan, disposisi dalam kebijakan Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung juga diperlukan untuk mengatur dan mencegah kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan dalam pelaksanaan Simpatda di Kota Bandung. Disposisi dalam penelitian ini meliputi :

a. Komitmen, adalah suatu keputusan yang harus dicapai. sikap ini harus dimiliki oleh pelaksana Simpatda karena dengan berkomitmen dia dapat melaksanakan kebijakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

b. Kejujuran, selain komitmen, kejujuran merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh pelaksana Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung, karena kejujuran merupakan sifat terbuka apa adanya atau tidak ditutup-tutupi.

(30)

karena semakin tinggi tingkat pendidikannya, maka semakin tinggi pengetahuannya sehingga akan menciptakan badan pelaksana yang berkualitas dan kompetensi yang dimiliki. Dalam pelaksana Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung, harus juga memiliki kompetensi atau keahlian dalam mengelola Simpatda di Kota Bandung sehingga akuntabilitas publik dapat terlaksana.

(31)

meningkatkan akselerasi pengelolaan Pendapatan Daerah yang efektif dan efisian guna meningkatkan PAD Kota Bandung. 4). Struktur Birokrasi, merupakan pelaksana di Dinas Pendapatan

Daerah Kota Bandung dalam memberikan informasi pendapatan daerah di Kota Bandung. Struktur birokrasi dalam penelitian ini meliputi :

a. Standar prosedur, kegiatan yang dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dalam pelaksanaan Simpatda sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

b. Fragmentasi, penyebaran tanggung jawab oleh pelaksana Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung terhadap aktivitas pegawai di tiap unit-unit kerja.

(32)

Adapun model kerangka pemikiran adalah sebagai berikut :

Bagan 1.2

Model Kerangka Pemikiran

1.6 Metode Penelitian

Sesuai dengan masalah yang ditulis pada Skripsi ini, khususnya yang berhubungan dengan yang terjadi sekarang, maka dasar-dasar yang digunakan adalah dengan mencari kebenaran dalam penulisan berdasarkan suatu metode. Metode tersebut dapat lebih mengarahkan penyusun dalam melakukan penulisan dan pengamatan.

Dengan demikian dalam penulisan Skripsi ini, peneliti menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai :

Implementasi Kebijakan Sistem Informasi Manajemen Pendapatan Daerah (Simpatda)

Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah Kota

Bandung

Sumber daya Disposisi

Tercapainya Transparansi Anggaran dan Peningkatan PAD

(33)

“Penyelidikan deskriptif menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang di alami, suatu hubungan kegiatan, pandangan, sikap yang nampak, tentang satu proses yang sedang berlangsung, pengaruh yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang nampak, pertentangan yang meruncing dan sebagainya”(Unaradjan, 2000:139)

Berdasarkan pengertian di atas, maka metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan peristiwa yang sedang berlangsung atau yang sedang terjadi pada saat penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan data atau keterangan-keterangan yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti, kemudian peneliti mengembangankan konsep dan menghimpun fakta tetapi tidak melakukan pengujian hipotesis.

Melihat penjelasan di atas, maka pendekatan yang digunakan adalah kualitatif, karena pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara. Menurut Sugiyono, metode penelitian kualitatif adalah :

“Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”.(Sugiyono, 2005:1).

(34)

1.6.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian, yaitu:

1. Studi Pustaka (Library Research)

Penelitian yang dilakukan dengan cara menelaah dan membandingkan sumber kepustakaan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis. Peneliti berusaha untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas, komprehensif, mengenai peraturan perundangundangan dan peraturan pelaksanaannya, serta referensi-referensi lain yang berkaitan dengan masalah penelitian yang diangkat dalam penulisan penelitian ini. Disamping itu dengan menggunakan studi pustaka peneliti memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang diharapkan, sehingga pekerjaan peneliti tidak merupakan duplikasi.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Peninjauan yang dilakukan langsung pada Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung yang menjadi objek penelitian dengan tujuan mencari bahan-bahan sebenarnya, bahan-bahan yang lebih banyak, lebih tepat, lebih up to date. Peneliti juga melakukan suatu penelitian dengan cara sebagai berikut:

a. Observasi (Observation)

(35)

b. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-jawaban responden dicatat atau direkam. Wawancara adalah teknik penelitian yang paling sosiologis dari semua teknik-teknik penelitian sosial, Ini karena bentuknya yang berasal dari interaksi verbal antara peneliti dan responden. Peneliti melakukan wawancara dengan narasumbernya, yaitu pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan pajak daerah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, bahwa secara umum pengumpulan data berarti penerimaan data yang dilakukan dengan cara studi pustaka (Libray Research), studi lapangan (Field Research), yang meliputi observasi (Obsrvation) dan wawancara (Interview). Pengumpulan data didasarkan pada suatu metode atau prosedur artinya, supaya data yang diinginkan dapat terkumpul secara lengkap dan baik dari studi kepustakaan maupun lapangan.

1.6.2 Teknik Penentuan Informan

(36)

Simpatda tersebut. berikut data informan yang peneliti jadikan nara sumber sebagai sampel, diantaranya adalah Pak Mamat Badrujaman selaku staf yang berwenang dalam pengelolaan Simpatda.

Menurut James A. Black teknik Sampling Purposive adalah :

“Teknik Sampling Purposive adalah salah satu cara yang diambil peneliti untuk memastikan, bahwa unsur tertentu dimasukan ke dalam sampel. Tingginya tingkat selektivitas yang ada pada teknik ini akan menjamin semua tingkatan yang relevan direpresentasikan dalam rancangan penelitian tertentu”. (Black, 1999:264).

Teknik sampling Purposive sering disebut sampling judgmental karena dalam penelitian ini peneliti menguji pertimbangan-pertimbangan untuk memasukan unsur yang dianggap khusus dari suatu populasi tempat mencari informasi di Dispenda Kota Bandung, sedangkan informan dalam penelitian implementasi kebijakan sistem informasi pendapatan daerah dalam meningkatkan Pendapatan PAD Kota Bandung, terdiri dari informan yang berkaitan dengan pelaksana pengelola Simpatda di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung. Dalam penentuan informan peneliti menentukan delapan orang apaartur Dinas Pendapatan Daerah sebagai sampel.

1.6.3 Teknik Analisa Data

(37)

Hal ini sejalan dengan pendapat Sugiono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif menyebutkan ada tiga unsur dalam kegiatan proses analisa data, sebagai berikut:

1. Data Reducation (Redukasi data), yaitu bagian dari proses analisis dengan bentuk analisis untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sehingga dapat disimpulkan.

2. Data Display (Penyajian Data), yaitu susunan informasi yang memungkinkan dapat diartikan suatu kesimpulan, sehingga memudahkan untuk memahami apa yang terjadi.

3. Conclutasion Verivication (Penarikan Kesimpulan), yaitu suatu kesimpulan yang diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali, dengan meninjau kembali secara sepintas pada catatan lapangan untuk memperoleh pemahaman yang lebih cepat.

(Sugiono, 2005: 92-99).

(38)

1.7 Lokasi dan Jawal Penelitian

[image:38.612.127.515.281.555.2]

Lokasi penelitian dilaksanakan di Kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Bandung, yang beralamatkan di Jalan Wastu Kencana No. 2 Bandung. Sedangkan jadwal ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jadwal Penelitian

Waktu

Kegiatan

Tahun

2009 2010

Nov Des Jan Feb Mart Apr Mei Jun Jul Agst Observasi Lokasi

Penelitian Pengajuan Judul

Penelitian Penyusunan Usulan

Penelitian Pengajuan Surat ke

Tempat Penelitian Seminar Usulan

Penelitian Pelaksanaan

(39)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Implementasi Kebijakan

2.1.1

Pengertian Implementasi

Pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dengan adanya jaringan

komputerisasi menjadi lebih cepat dan tentunya dapat menghemat pengeluaran biaya.

Pelayanan tersebut terjadi sudah tidak membutuhkan banyak tenaga manusia lagi

melainkan yang dibutuhkan adalah manusia yang mempunyai ahli untuk

mengoprasionalkan jaringan komputerisasi tersebut. Oleh karena itu, dalam

menunjang terciptanya tertib administrasi dan peningkatan pelayanan publik, perlu

didukung dengan adanya implementasi yang berorientasi pada pelayanan dan tujuan

yang akan di tercapai.

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang

dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:

“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu

to implement

. Dalam

kamus besar webster,

to implement

(mengimplementasikan) berati

to provide

the means for carrying out

(menyediakan sarana untuk melaksanakan

sesuatu); dan

to give practical effect to

(untuk menimbulkan dampak/akibat

terhadap sesuatu)”(Webster dalam Wahab, 2004:64).

Implementasi berasal dari Bahasa Inggris yaitu

to implement

yang berarti

mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk

(40)

Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat itu dapat berupa

undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang

dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

Pengertian implementasi selain menurut Webster di atas dijelaskan juga

menurut Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi adalah :

“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh

individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta

yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam

keputusan kebijakan”. (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab, 2004:65)

Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi merupakan

tindakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta yang

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu

keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan pekerjaan-pekerjaan

pemerintah yang membawa dampak pada warganegaranya. Namun dalam praktinya

badan-badan pemerintah sering menghadapi pekerjaan-pekerjaan di bawah mandat

dari Undang-Undang, sehingga membuat mereka menjadi tidak jelas untuk

memutuskan apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak

dilakukan.

Mazmanian dan Sebastiar juga mendefinisikan implementasi sebagai berikut:

(41)

Implementasi menurut Mazmanian dan Sebastier merupakan pelaksanaan

kebijakan dasar berbentuk undang-undang juga berbentuk perintah atau

keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan-keputusan badan peradilan. Proses implementasi

ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu seperti tahapan pengesahan

undang-undang, kemudian output kebijakan dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan

seterusnya sampai perbaikan kebijakan yang bersangkutan.

2.1.2

Pengertian Kebijakan

Kebijakan Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari Bahasa Inggris

policy

”. Akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan

senantiasa disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Padahal apabila dicermati

berdasarkan tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata “

wisdom

”.

Peneliti berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah

kebijaksanaan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian

kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih lanjut, sedangkan

kebijakan mencangkup peraturan-peraturan yang ada di dalamnya termasuk konteks

politik.

Pendapat Anderson yang dikutip oleh Wahab, merumuskan kebijaksanaan

sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau

sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang

(42)

menurut Anderson merupakan langkah tindakan yang sengaja dilakukan oleh aktor

yang berkenaan dengan adanya masalah yang sedang di hadapi.

Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh Wahab bahwa:

“Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan

oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu

sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari

peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang

diinginkan” (Friedrich dalam Wahab, 2004:3).

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan

umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun

pemerintah. Kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tetapi harus mencari

peluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran yang diinginkan.

Hal tersebut berarti kebijakan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan

praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Apabila kebijakan berisi nilai-nilai

yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, maka kebijakan

tersebut akan mendapat kendala ketika diimplementasikan. Sebaliknya, suatu

kebijakan harus mampu mengakomodasikan nilai-nilai dan praktik-praktik yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat.

2.1.3

Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan pada prinsipnya merupakan cara agar sebuah

kebijakan dapat mencapai tujuannya. Lester dan Stewart yang dikutip oleh Winarno,

(43)

“Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat

administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik

yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih

dampak atau tujuan yang diinginkan” (Lester dan Stewart dalam Winarno,

2002:101-102).

Jadi implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan

kebijakan. Akan tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji

terlebih dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau

tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan

dengan masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat.

Implementasi kebijakan menurut Nugroho terdapat dua pilihan untuk

mengimplementasikannya, yaitu langsung mengimplementasikannya dalam bentuk

program-program dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari

kebijakan tersebut (Nugroho, 2003:158). Oleh karena itu, implementasi kebijakan

yang telah dijelaskan oleh Nugroho merupakan dua pilihan, dimana yang pertama

langsung mengimplementasi dalam bentuk program dan pilihan kedua melalui

formulasi kebijakan.

Pengertian implementasi kebijakan di atas, maka Edward III mengemukakan

beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi, yaitu:

1.

Comunication

(Komunikasi)

2.

Resources

(Sumber Daya)

3.

Disposition

(Disposisi)

(44)

Pertama,

Komunikasi implementasi mensyaratkan agar implementor

mengetahui apa yang harus dilakukan, komunikasi diartikan sebagai proses

penyampaian informasi komunikator kepada komunikan. Selain itu juga dalam

komunikasi implementasi kebijakan terdapat tujuan dan sasaran kebijakan yang harus

disampaikan kepada kelompok sasaran, hal tersebut dilakukan agar mengurangi

kesalahan dalam pelaksanaan kebijakan. Komunikasi kebijakan memiliki beberapa

macam dimensi, antara lain dimensi transformasi (

transmission

), kejelasan (

clarity

)

dan konsistensi (

consistency

).

Dimensi transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat

ditransformasikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran dan pihak lain yang

terkait dengan kebijakan. Dimensi kejelasan menghendaki agar kebijakan yang

ditransmisikan kepada para pelaksana,

target group

dan pihak lain yang

berkepentingan langsung maupun tidak langsung terhadap kebijakan dapat diterima

dengan jelas sehingga dapat diketahui yang menjadi maksud, tujuan dan sasaran.

Kedua,

sumber daya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

terhadap terlaksanakanya keberhasilan terhadap suatu implementasi, walaupun isi

kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, akan tetapi apabila

implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan kebijakan maka tidak

akan berjalan dengan efektif. Sumber daya yang dapat mendukung pelaksanaan

kebijakan dapat berwujud, seperti sumber daya manusia, dan sumber daya anggaran,

(45)

Sumber daya manusia merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi

keberhasilan dan kegagalan implementasi. Implementasi sangat tergantung kepada

sumber daya manusia (aparatur), dengan demikian sumber daya manusia dalam

implementasi kebijakan di samping harus cukup juga harus memiliki keahlian dan

kemampuan untuk melaksanakan tugas, anjuran, perintah dari atasan (pimpinan).

Oleh karena itu, sumber daya manusia harus ada ketepatan dan kelayakan antara

jumlah staf yang dibutuhkan dan keahlian yang dimiliki sesuai dengan tugas

pekerjaan yang di tanganinya.

Sumber daya anggaran merupakan sumber daya yang mempengaruhi

implementasi setelah adanya sumber daya menusia, terbatasnya anggaran yang

tersedia menyebabkan kualitas pelayanan terhadap publik yang harus diberikan

kepada masyarakat juga terbatas. Terbatasnya anggaran menyebabkan disposisi para

pelaku rendah bahkan akan terjadi

goal displacement

yang dilakukan oleh pelaku

terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.

Sumber daya peralatan juga merupakan sumber daya yang mempengaruhi

terhadap keberhasilan dan kegagalan suatu implementasi, menurut Edward III yaitu :

“Sumber daya peralatan merupakan sarana yang digunakan untuk

operasionalisasi implementasi suatu kebijakan yang meliputi gedung, tanah

dan sarana yang semuanya akan memudahkan dalam memberikan pelayanan

dalam implementasi kebijakan”. (Edward III, 1980:102)

Terbatasnya fasilitas peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan kebijakan

menyebabkan gagalnya pelaksanaan kebijakan, karena dengan terbatasnya fasilitas

(46)

akan sangat merugikan pelaksanaan akuntabilitas. Sumber daya informasi dan

kewenangan juga menjadi faktor penting dalam implementasi, informasi yang relevan

dan cukup tentang berkaitan dengan bagaimana cara mengimplementasikan suatu

kebijakan.

Informasi tentang kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat

dalam implementasi kebijakan, dimaksudkan agar para pelaksana tidak akan

melakukan suatu kesalahan dalam menginterpretasikan tentang bagaimana cara

mengimplementasikan. Kewenangan juga merupakan sumber daya lain yang

mempengaruhi efektifitas pelaksanaan kebijakan. Menurut Edward III menegaskan

bahwa kewenangan (

authority

) yang cukup untuk membuat keputusan sendiri yang

dimiliki oleh suatu lembaga akan mempengaruhi lembaga itu dalam melaksanakan

suatu kebijakan. (Edward III, 1980:103)

Ketiga

, disposisi adalah watak atau karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana

kebijakan, disposisi itu seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratik. Apabila

pelaksana kebijakan mempunyai karakteristik atau watak yang baik, maka dia akan

melaksanakan kebijakan dengan baik sesuai dengan sasaran tujuan dan keinginan

pembuat kebijakan.

Menurut Van Meter dan Van Horn terdapat tiga macam elemen yang dapat

mempengaruhi disposisi, antara lain:

(47)

menolak (

acceptance, neutrality, and rejection

), intensitas terhadap

kebijakan”.(Van Meter dan Van Horn dalam Widodo,2007: 105)

Elemen yang dapat mempengaruhi disposisi adalah pengetahuan, dimana

pengetahuan merupakan elemen yang cukup penting karena dengan pengetahuan

tinggi yang dimiliki oleh aparatur dapat memabantu pelaksanaan implementasi

tersebut. Pemahaman dan pendalaman juga dapat membantu terciptanya dan

terlaksananya implementasi sesuai dengan tujuan yang akan di capai. Respon

masyarakat juga dapat menentukan keberhasilan suatu implementasi, karena dapat

menentukan sikap apakah masyarakat menerima, netral atau menolak.

Keempat

,

struktur birokrasi merupakan suatu badan yang paling sering terlibat

dalam implementasi kebijakan secara keseluruhan. Struktur Organisasi merupakan

yang bertugas melaksanakan kebijakan memiliki pengaruh besar terhadap

pelaksanaan kebijakan. Didalam struktur birokrasi terdapat dua hal penting yang

mempengaruhinya salah satunya yaitu aspek struktur birokrasi yang penting dari

setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (

standard operating

procedures

atau SOP). SOP ini merupakan pedoman bagi pelaksana kebijakan dalam

bertindak atau menjalankan tugasnya. Selain SOP yang mempengaruhi struktur

birokrasi adalah fragmentasi yang berasal dari luar organisasi.

Pengertian implementasi kebijakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan suatu implmentasi menurut Edward III di atas, maka Van Meter dan

Van Horn juga mengemukakan beberapa hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan

(48)

1.

“Ukuran dan tujuan kebijakan

2.

Sumber-sumber kebijakan

3.

Ciri-ciri atau sifat Badan/Instansi pelaksana

4.

Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan

5.

Sikap para pelaksana, dan

6.

Lingkungan Ekonomi, Sosial dan Politik”

(Meter dan Horn dalam Wahab, 2004:79).

Keberhasilan suatu implementasi menurut kutipan Wahab dapat dipengaruhi

berdasarkan faktor-faktor di atas, yaitu :

Kesatu

yaitu ukuran dan tujuan diperlukan

untuk mengarahkan dalam melaksanakan kebijakan, hal tersebut dilakukan agar

sesuai dengan program yang sudah direncanakan. Dalam ukuran Sistem Informasi

Pertanahan yang menjadi sasaran adanya kepuasan pelayanan yang dirasakan oleh

masyarakat dan adanya kemudahan dalam pembuatan berbagai urusan tentang

pertanahan salah satunya tentang pendaftaran tanah. Tujuan dari implementasi Sistem

Informasi Pertanahan, yaitu untuk memberikan layanan secara cepat dan aman dalam

proses pembuatan, pengukuran, pengurusan, pendaftaran dan lainnya yang

bersangkutan dengan masalah pertanahan.

Kedua,

sumber daya kebijakan menurut Van Metter dan Van Horn yang

dikutip oleh Agustino, sumber daya kebijakan merupakan keberhasilan proses

implementasi kebijakan yang dipengaruhi dengan pemanfaatan sumber daya manusia,

biaya, dan waktu (Meter dan Horn dalam Agustino, 2006:142). Sumber-sumber

kebijakan tersebut sangat diperlukan untuk keberhasilan suatu kebijakan yang dibuat

(49)

Sumber daya manusia sangat penting karena sebagai sumber penggerak dan

pelaksana kebijakan, modal diperlukan untuk kelancaran pembiayaan kebijakan agar

tidak menghambat proses kebijakan. Sedangkan waktu merupakan bagian yang

penting dalam pelaksanaan kebijakan, karena waktu sebagai pendukung keberhasilan

kebijakan. Sumber daya waktu merupakan penentu pemerintah dalam merencanakan

dan melaksanakan kebijakan.

Ketiga,

keberhasilan kebijakan bisa dilihat dari sifat atau ciri-ciri

badan/instansi pelaksana kebijakan. Hal ini sangat penting karena kinerja

implementasi kebijakan publik akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri-ciri yang

tepat serta cocok dengan para badan atau instansi pelaksananya. Menurut Subarsono

kualitas dari suatu kebijakan dipengaruhi oleh kualitas atau ciri-ciri dari para aktor,

kualitas tersebut adalah tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya,

pengalaman kerja, dan integritas moralnya (Subarsono, 2006:7).

Pendapat lain, menurut Edwards III yang dikutip oleh Subarsono watak,

karakteristik atau ciri-ciri yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen,

kejujuran, dan sifat demokratis (Edwards III dalam Subarsono, 2006:91-92). Hal ini

sangat penting karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh sifat ataupun

ciri-ciri dari pelaksana tersebut. Apabila implementor memiliki sifat atau karakteristik

yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang

(50)

Keempat,

komunikasi memegang peranan penting bagi berlangsungnya

koordinasi implementasi kebijakan. Menurut Hogwood dan Gunn yang dikutip oleh

Wahab bahwa:

“Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan

informasi ataupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok,

melainkan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar, yaitu praktik

pelaksanaan kebijakan”. (Hogwood dan Gunn dalam Wahab, 2004:77)

Menurut Edward III yang dikutip oleh Widodo, komunikasi kebijakan

memiliki beberapa macam dimensi antara lain: dimensi transformasi atau

penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi (Edward III

dalam Widodo, 2007:97). Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak

yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka terjadinya kesalahan-kesalahan

akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

Kelima,

menurut Van Meter dan Van Horn yang dikutip oleh Widodo, bahwa

karakteristik para pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan

pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi (Meter dan Horn dalam Subarsono,

2006:101). Sikap para pelaksana dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab

sebagai pelaksana kebijakan harus dilandasi dengan sikap disiplin. Hal tersebut

dilakukan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, setiap

badan/instansi pelaksana kebijakan harus merasa memiliki terhadap tugasnya

masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Keenam,

dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi kebijakan menurut

(51)

eksternal ikut mendukung keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan,

lingkungan eksternal tersebut adalah ekonomi, sosial, dan politik (Meter dan Horn

dalam Agustino, 2006:144). Lingkungan ekonomi, sosial dan politik juga merupakan

faktor yang menentukan keberhasilan suatu implementasi.

2.2

Sistem Informasi Manajemen (SIM)

2.2.1

Pengertian Sistem

Negara Indonesia saat ini sedang menuju ke arah perkembangan yang lebih

menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan lebih terbuka dalam menangkap aspirasi

atau suara nurani masyarakat yang berkembang di lingkungan masyarakat. Dalam era

keterbukaan ini, tuntutan pemerintah untuk menyampaikan informasi melalui

perangkat-perangkat lunak seperti komputer sangat diperlukan. Hal tersebut

dikarenakan masyarakat sekarang lebih kritis dalam mengatasi masalah yang

berkaitan dengan pelayanan publik, selain itu juga masyarakat era sekarang jauh lebih

terbuka terhadap hal-hal baru khususnya dalam perkembangan dunia informasi.

Perkembangan informasi berbasis komputer ini, pemerintah daerah juga

dituntut agar siap dalam mengoprasionalkan semua pelayanan kepada masyarakat

dengan menggunakan sistem komputerisasi. Melengkapi pandangan tersebut, maka

diuraikan mengenai sistem, data dan informasi. Pengertian sistem menurut Abdul

Kadir dalam bukunya yang berjudul

Pengenalan Sistem Informasi

, yaitu : Sistem

adalah sekumpulan elemen yang saling terkait atau terpadu yang dimaksudkan untuk

(52)

Pengertian sistem menurut Abdul Kadir di atas jelas bahwa sistem merupakan

sekumpulan elemen yang saling berhubungan untuk mencapai suatu tujuan. M.

Khoirul Anwar juga menjelaskan pengertian sistem, sistem adalah seperangkat

komponen yang saling berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai

beberapa tujuan (Anwar, 2004:4).

Oleh karena itu, setelah membahas kedua pendapat para ahli dapat

disimpulkan bahwa sistem merupakan suatu komponen yang tidak bisa dipisahkan

satu dengan yang lainnya, komponen tersebut saling berhubungan dan mempunyai

tujuan yang sama. Jika komponen-komponen tersebut yang membentuk sistem tidak

saling berhubungan dan tidak bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan maka

komponen tersebut atau kumpulan tersebut bukanlah sistem. Maka suatu sistem

sangat diperlukan untuk menentukan dan mencapai suatu tujuan tertentu.

2.2.2

Pengertian Data dan Informasi

Definisi tentang data dan informasi bisa dibedakan bahwa informasi itu

mempunyai kandungan makna dan data tidak mempunyai kandungan makna.

Pengertian makna disini merupakan hal yang cukup penting, karena berdasarkan

makna dapat memahami informasi tersebut dan secara lebih jauh dapat

menggunakannya untuk menarik suatu kesimpulan atau bahkan mengambil

keputusan.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan menurut Wahyono, bahwa data adalah

(53)

mewakili kuantitas, tindakan, benda dan sebagainya (Wahyono, 2004:2). Pengertian

data menurut Wahyono di atas bahwa data merupakan bahan baku informasi yang

mewakili kuantitas, tindakan, benda.

Data juga didefinisikan oleh Abdul Kadir bahwa data adalah deskripsi tentang

benda, kejadian, aktivitas, dan transaksi yang tidak mempunyai makna atau tidak

berpengaruh secara langsung kepada pemakai (Kadir, 2003:29). Pengertian data

menurut Abdul Kadir tersebut, jelas bahwa data sebagai deskripsi yang tidak

mempunyai makna atau tidak berpengaruh secara langsung kepada pemakai.

Setelah menjelaskan data di atas maka akan dijelaskan definisi informasi yang

dikemukakan oleh Wahyono sebagai berikut:

“Informasi adalah hasil dari pengolahan data menjadi bentuk yang lebih

berguna bagi yang menerimanya yang menggambarkan suatu

kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan

suatu keputusan”. (Wahyono, 2004:3).

Kegunaan informasi untuk mengurangi ketidakpastian dalam proses

pengambilan keputusan tentang suatu keadaan. Sedangkan nilai dari pada informasi

ditentukan oleh manfaat, biaya dan kualitas maksudnya bahwa informasi dianggap

bernilai apabila manfaatnya lebih efektif dibandingkan dengan biaya yang

dikeluarkan untuk mendapatkannya. Menurut Sondang, informasi yang mampu

mendukung proses pengambilan keputusan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Lengkap, mutakhir, akurat, dapat dipercaya, dan disimpan sedemikian rupa sehingga

mudah ditelusuri untuk digunakan sebagai alat pendukung proses pengambilan

(54)

Suatu informasi yang berkualitas seperti yang dikemukakan di atas harus

mempunyai empat ciri yang pertama yaitu : suatu informasi harus akurat, akuratnya

informasi karena telah melakukan pengujian dan apabila pengujian tersebut berhasil

maka informasi tersebut dianggap data. Kedua, suatu informasi harus tepat waktu,

karena suatu informasi harus ada jika informasi tersebut diperlukan. Ketiga, suatu

informasi harus relevan, karena suatu informasi yang diberikan harus sesuai dengan

apa yang dibutuhkan dan yang keempat, adalah suatu informasi haruslah lengkap

tidak boleh kurang, jika informasi tersebut kurang maka suatu informasi masih

diragukan.

Penjelasan di atas antara sistem, data dan informasi memiliki kesinambungan

yang saling melengkapi. Data merupakan bahan baku atau bahan awal bagi suatu

informasi dari data-data yang masih bersifat acak kemudian data tersebut disaring

untuk mendapatkan informasi yang akurat, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya data yang sudah menjadi informasi tersebut akan menjadi sistem

informasi, yaitu bagian dari komponen-komponen yang berasal dari hasil pengolahan

data, yang kemudian akan di informasikan kepada seseorang yang memerlukan

(55)

2.2.3

Pengertian Sistem Informasi

Menguraikan tentang sistem, data dan informasi di atas, maka sistem

informasi dapat disimpulkan menurut Kadir dalam bukunya yang berjudul

Pengenalan Sistem Informasi

,

yaitu :

“Sistem informasi mencakup sejumlah komponen (manusia, komputer,

teknologi informasi dan prosedur kerja), ada sesuatu yang diproses (data

menjadi informasi

Gambar

Gambar 1.1
Tabel 1.1 Jadwal Penelitian
Gambar 3.1 Peta Kota Bandung
Tabel 3.1 Data Kecamatan beserta  Kelurahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana strategi yang diambil oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dari uraian hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dalam Implementasi Kebijakan hasil Penataan Dinas Pendapatan Daerah

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai cara pemungutan Pajak Parkir oleh Dinas Pendapatan Daerah Kota Bandung dan

Dengan demikian dapat disimpulkan implementasi kebijakan retribusi jasa umum dalam menunjang pendapatan asli daerah kota palu dilihat dari dimensi disposisi sudah

“PERANAN PAJAK HOTEL DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) PADA DINAS PENDAPATAN KOTA MEDAN”sebagai objek yang menarik untuk dijadikan wadah PKLM.1. Tujuan dan

dengan masyarakat (wajib pajak) merupakan suatu hal yang dapat mendukung dalam implementasi kebijakan pengelolaan PBB di Dinas Pendapatan Daerah Kota Manado namun

a) Retribusi kebersihan di Kota Palu merupakan salah satu sumber.. Pendapatan Asli Daerah yang Implementasi kebijakan retribusi sepenuhnya dilaksanakan dan menjadi

Pengaruh implementasi kebijakan tentang pajak daerah terhadap pencapaian target pajak reklame pada Dinas Pendapatan Daerah Kota Tasikmalaya dengan uji korelasi