HASIL PENELITIAN
PREVALENSI RINITIS ALERGI PADA MAHASISWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA PADA TAHUN AJARAN 2014/2015
Oleh :
IMELDA JUNAEDI
110100058
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN MAHASISWA T.A 2013/2014
Nama : Imelda Junaedi
NIM : 110100058
Judul : Prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015
Pembimbing Penguji I
!!!!!!!!!!!!(dr.Zuhrial!Zubir!Sp.Pd,!KAI)!!!!! ! !!!!!!!(dr.!Delyuzar,!Sp.PA!(K)) NIP : 195802081985031003 NIP : 196302191990031001
Penguji II
(dr. Rina Amelia , MARS) NIP.197604202003122002
Medan, 19 Desember 2014
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
HALAMAN PERSETUJUAN
Laporan Hasil Penelitian dengan Judul:
Prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015
Yang dipersiapkan oleh:
IMELDA JUNAEDI
110100058
Laporan Hasil penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke seminar Hasil penelitian.
Medan, 8 Desember 2014 Disetujui,
Dosen pembimbing
Abstrak
Rinitis alergi (RA) adalah inflamasi dari lapisan mukosa hidung dan memiliki karakteristik gejala nasal berupa rhinorrhea anterior atau posterior, bersin, hidung tersumbat dan/atau gatal pada hidung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi pada dewasa muda di medan terutama mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dan pengumpulan sampel penelitian dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Penelitian menggunakan kuesioner modifikasi ECRHS. Peneliti mebagikan kuesioner kepada 384 mahasiswa dengan 96 responden tiap tahun angkatan. Hasil pengumpulan data dalam bentuk data primer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi Rinitis Alergi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yaitu sebesar 41.4% yaitu 159 dari 384 orang. Perempuan (61%%) lebih banyak menderita Rinitis Alergi dibanding laki-laki (39%). Mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia yang menderita Rinitis Alergi sebesar 41.3%, sedangkan mahasiswa berkewarganegaraan Malaysia yang menderita Rinitis Alergi sebesar 42%. Responden Rinitis Alergi yang mempunyai riwayat komorbid atopi lain (Asma dan Eksema) sebesar 32.7% dan responden asma yang mempunyai riwayat keluarga atopi sebesar 55.3%.
Saran kepada pihak universitas adalah memperhatikan kejadian Rinitis alergi pada lingkungan kampus serta mengajak mahasiswa untuk menciptakan keadaan lingkungan yang bersih dan menghindari alergen pencetus seperti debu. Kepada mahasiswa sendiri untuk melakukan penatalaksanaan RA secara benar dan menjaga kesehatan. Kepada peneliti selanjutnya untuk meniliti dan menganalisis faktor yang mempengaruhi RA.
Kata kunci
Abstract
Allergic Rhinitis is an inflammation of the mucous nasal lining and characterized with nasal symptoms such as anterior or posterior rhinorrhea, sneezing, nasal congestion and/or itching nose.
The purpose of this research is to uncover the Allergic Rhintis prevalence among medical students in University of North Sumatera in academic year 2014/2015.
The research is a descriptive study with cross-sectional approach and used stratified random sampling technique to collect sample. The research used modified ECRHS questionnaire. Researcher collected data on 384 college students with 96 students in every academic level. Data collected in this research is categorized as primary data.
Results of this research shows that Allergic Rhintis prevalence in Faculty of Medicine in University of North Sumatera is 41.4% which is 159 from 384 people. Females (61%) are at higher risk of developing Allergic Rhintis than males (39%). Percentage of Indonesian students that develop Allergic Rhintis is 41.3%, on the other hand, percentage of Malaysian students developing Allergic Rhintis is 42%. The percentage of Allergic Rhintis that have develop other atopic comorbid (Asthma and eczema) is 32.7% and Allergic Rhintis that have family history of atopic diseases is 55.3%.
With this research done, reseacher suggests the university to increase awareness about the number of asthmatics and encourage students to keep the environment clean and keep away from allergen exposures. For the students,the outher suggested to take care of their health condition for preventing and observing the development of Allergic Rhinitis into Asthma disease. For the next researcher, author suggests to investigate and analyze the connection of Allergic Rhinitis and the precipitating factors, Allergic Rhinitis and atopy disease as the comorbid factors, and connection of Allergic Rhinitis with family history of atopic disease
Keywords
i" ""
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Prevalensi Rhinitis Alergi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015”. Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka pembuatan karya tulis ilmiah (KTI) pada pendidikan program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua peneliti serta kepada dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah peneliti, dr. Zuhrial Zubir, SpPD, KAI yang dengan sepenuh hati telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penelitian ini.
Dengan segala rasa hormat, peneliti juga ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Rina Amelia, MARS dan dr. Delyuzar, M.ked(PA), Sp.PA(K) yang telah memberi kritik dan saran yang membangun kepada peneliti dari pembuatan proposal penelitian ini hingga selesainya penelitian ini.
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi pelaksanaan, materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, peneliti mengharapkan kritik dan saran membangun demi perbaikan penelitian ini.
Medan, 8 Desember 2013
ii"
2.2.Klasifikasi Rinitis Alergi ... 6
2.3.Epidemiologi Rinitis Alergi ... 7
2.4.Faktor Resiko Rinitis Alergi ... 8
2.5.Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Rinitis Alergi ... 9
2.6.Diagnosis Rinitis Alergi ... 10
2.6.1. Anamnesis ... 10
2.6.2. Pemeriksaan Fisik ... 11
2.6.3. Pemeriksaan Penunjang ... 11
2.7.Penatalaksanaan Rinitis Alergi ... 12
2.7.1. Pengendalian Lingkungan dan Pencetus ... 12
2.7.2. Farmakologi ... 12
2.7.3. Imunoterapi ... 13
2.8.Komplikasi Rinitis Alergi ... 13
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 14
3.1.Kerangka Konsep ... 14
3.2.Definisi Operasional ... 15
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 16
iii"
4.4.2.Instrumen Penelitian ... 17
4.5.Pengolahan dan Analisa Data ... 18
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 19
5.1.Hasil Penelitian ... 19
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 19
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 19
5.1.3. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Angkatan ... 20
5.1.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Jenis kela- min ... 20
5.1.5. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Kewarganegaraan ... 21
5.1.6. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Riwayat Keluarga yang Memiliki Penyakit Atopi ... 21
5.1.7. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain ... 22
5.2.Pembahasan ... 23
5.2.1. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Jenis kela- min ... 23
5.2.2. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Kewarganegaraan ... 24
5.2.3. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Riwayat Keluarga yang Memiliki Penyakit Atopi ... 25
5.2.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi Berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain ... 26
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
6.1. Kesimpulan ... 27
iv" "
DAFTAR PUSTAKA ... 29
v" ""
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Gejala Rhinoconjunctivitis pada anak Asia berumur 13-14 tahun berdasarkan kuesioner ISAAC fase 1 dan 3: rata- rata perubahan
prevalensi tahunan ... 6
Tabel 2.2 Gejala Rhinoconjunctivitis pada anak Asia berumur 6-7 tahun berdasarkan kuesioner ISAAC fase 1 dan 3: rata – rata perubahan
prevalensi tahunan ... 7
Tabel 3.2 Definisi Operasional ... 13
Tabel 5.1 Karakteristik Mahasiswa- Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ... 19
Tabel 5.2 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang Menderita Rinitis Alergi ... 20
Tabel 5.3 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin ... 20
Tabel 5.4 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Kewarganegaraan 21
Tabel 5.5 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Riwayat Keluarga
yang Memiliki Penyakit Atopi ... 21
Tabel 5.6 Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi
vi" "
DAFTAR SINGKATAN
AAAAI American Academy of Allergy Asthma & Immunology
AAIR Allergy, Asthma & Immunology Research
ARIA Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma
ECRHS The European Community Respiratory Health Study
IgE Imunoglobulin E
ISAAC The International Study of Asthma and Allergies in childhood
NARES Non-allergic rhinitis with eosinophilic syndrome
RA Rinitis Alergi
RAST Radio Allergo Sorbent Test
SCIT Subcutaneous Immunotherapy
SLIT Sublingual Immunotherapy
vii" "
DAFTAR GAMBAR
viii" "
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Penjelasan
Lampiran 2 Lembar Persetujuan
Lampiran 3 Kuesioner ECRHS 2008
Abstrak
Rinitis alergi (RA) adalah inflamasi dari lapisan mukosa hidung dan memiliki karakteristik gejala nasal berupa rhinorrhea anterior atau posterior, bersin, hidung tersumbat dan/atau gatal pada hidung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi pada dewasa muda di medan terutama mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015.
Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dan pengumpulan sampel penelitian dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Penelitian menggunakan kuesioner modifikasi ECRHS. Peneliti mebagikan kuesioner kepada 384 mahasiswa dengan 96 responden tiap tahun angkatan. Hasil pengumpulan data dalam bentuk data primer.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi Rinitis Alergi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yaitu sebesar 41.4% yaitu 159 dari 384 orang. Perempuan (61%%) lebih banyak menderita Rinitis Alergi dibanding laki-laki (39%). Mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia yang menderita Rinitis Alergi sebesar 41.3%, sedangkan mahasiswa berkewarganegaraan Malaysia yang menderita Rinitis Alergi sebesar 42%. Responden Rinitis Alergi yang mempunyai riwayat komorbid atopi lain (Asma dan Eksema) sebesar 32.7% dan responden asma yang mempunyai riwayat keluarga atopi sebesar 55.3%.
Saran kepada pihak universitas adalah memperhatikan kejadian Rinitis alergi pada lingkungan kampus serta mengajak mahasiswa untuk menciptakan keadaan lingkungan yang bersih dan menghindari alergen pencetus seperti debu. Kepada mahasiswa sendiri untuk melakukan penatalaksanaan RA secara benar dan menjaga kesehatan. Kepada peneliti selanjutnya untuk meniliti dan menganalisis faktor yang mempengaruhi RA.
Kata kunci
Abstract
Allergic Rhinitis is an inflammation of the mucous nasal lining and characterized with nasal symptoms such as anterior or posterior rhinorrhea, sneezing, nasal congestion and/or itching nose.
The purpose of this research is to uncover the Allergic Rhintis prevalence among medical students in University of North Sumatera in academic year 2014/2015.
The research is a descriptive study with cross-sectional approach and used stratified random sampling technique to collect sample. The research used modified ECRHS questionnaire. Researcher collected data on 384 college students with 96 students in every academic level. Data collected in this research is categorized as primary data.
Results of this research shows that Allergic Rhintis prevalence in Faculty of Medicine in University of North Sumatera is 41.4% which is 159 from 384 people. Females (61%) are at higher risk of developing Allergic Rhintis than males (39%). Percentage of Indonesian students that develop Allergic Rhintis is 41.3%, on the other hand, percentage of Malaysian students developing Allergic Rhintis is 42%. The percentage of Allergic Rhintis that have develop other atopic comorbid (Asthma and eczema) is 32.7% and Allergic Rhintis that have family history of atopic diseases is 55.3%.
With this research done, reseacher suggests the university to increase awareness about the number of asthmatics and encourage students to keep the environment clean and keep away from allergen exposures. For the students,the outher suggested to take care of their health condition for preventing and observing the development of Allergic Rhinitis into Asthma disease. For the next researcher, author suggests to investigate and analyze the connection of Allergic Rhinitis and the precipitating factors, Allergic Rhinitis and atopy disease as the comorbid factors, and connection of Allergic Rhinitis with family history of atopic disease
Keywords
1" "
" "
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Rinitis alergi (RA) adalah inflamasi dari lapisan mukosa hidung dan memiliki karakteristik gejala nasal berupa rhinorrhea anterior atau posterior, bersin, hidung tersumbat dan/atau gatal pada hidung (ARIA Report, 2008). RA secara klasik didefinisikan sebagai inflamasi dari mukosa nasal yang dimediasi oleh IgE, berkarakteristik bersin, hidung tersumbat, ingus encer, dan hidung gatal (Sheikh, 2014). Gejala lain yang mungkin juga terjadi adalah sefalgia, hiposmia, dan beberapa gejala konjungtiva. Berdasarkan waktu dan lamanya gejala RA, RA dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu RA musiman (hay fever) dan RA yang terjadi sepanjang tahun (perennial). Penyebab RA musiman yang tersering adalah pohon, rumput, lumut, dan jamur; sedangkan tungau debu dan jamur adalah penyebab utama dari RA perennial.
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) juga menyebutkan bahwa prevalensi RA di dunia sekitar 10-15% dari jumlah populasi. Sedangkan menurut American Academy of Allergy Asthma & Immunology (AAAAI) berdasarkan data world health organization(WHO) RA menyerang 10% - 30% populasi di dunia.
2" "
" "
(Beijing) 10.9%, Filipina 11%, Jepang 17.6%, Korea 11.9%, Taiwan 17.8% , Singapura 16.5%, dan Indonesia 4.8%. Dari data diatas, juga dapat disimpulkan bahwa prevalensi RA pada anak berusia 13-14 tahun lebih tinggi daripada anak berusia 6-7 tahun (Wong et al., 2013).
Data prevalensi RA di beberapa kotadi Indonesia adalah sebagai berikut : pada tahun 2008, prevalensi di Jakarta Barat sebanyak 16,4% pada anak usia 13 - 14 tahun dengan kuesioner ISAAC (Zulkifar, 2008); pada tahun 2011, prevalensi di Semarang dengan instrumen penelitian yang sama adalah 30,2% pada anak usia 16-19 tahun (Nugraha, 2011);pada tahun 2010, penelitian di Medan didapatkan sebanyak 61.7% (Nadraja. I, 2010).
Menurut Sheikh (2014),RA lebih sering terjadi pada laki-laki pada usia anak-anak daripada perempuan usia anak-anak. Sedangkan pada dewasa, prevalensi setara antara laki-laki dan perempuan. Sheikh juga menyebutkan RA umumnya diderita oleh anak-anak, remaja, dan dewasa muda, tetapi RA juga dapat terjadi pada semua golongan usia. Prevalensi RA pada anak-anak adalah 40%. Sedangkan dari data Wong et al (2013) menyatakan bahwa prevalensi anak berusia 13-14 tahun lebih tinggi dari anak berusia 6-7 tahun. Namun, sebanyak 80% kasus RA berkembang pada usia 20 tahun dan berkurang seiring dengan pertambahan usia. Hal ini sesuai dengan data dari beberapa penelitian diatas.
Kota Medan adalah ibukota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Walaupun RA bukan merupakan penyakit yang mengancam hidup (kecuali terjadi bersamaan dengan eksaserbasi asma yang berat ataupun anafilaksis), RA dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya secara signifikan. Selain itu, apabila RA terjadi pada usia dewasa muda tentunya juga akan mempengaruhi tingkat produktivitas penderitanya. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian untuk mengetahui prevalensi RA pada usia dewasa muda di Kota Medan khususnya di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3" "
" "
dengan instrumen kuesioner yang dibentuk sendiri. Penulis juga sebelumnya telah melakukan survey awal pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara bahwa 6 dari 10 mahasiswa pernah didiagnosa rinitis alergi sebelumnya. Ini membuktikan bahwa tingginya prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa yang merupakan dewasa muda. Maka itu, peneliti berniat untuk melakukan penelitian dengan metode yang berbeda dan waktu pengambilan sampel yang berbeda.
1.2. Rumusan Masalah
Berapakah prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi pada dewasa muda di medan terutama mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015.
1.3.2. Tujuan Khusus
i.Untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015
ii.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015 yang memiliki riwayat keluarga atopi
iii.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015berdasarkan jenis kelamin
4" "
" "
v.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan kewarganegaraan, yaitu Indonesia atau Malaysia
vi.Untuk mengetahui distribusi rinitis alergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun ajaran 2014/2015 berdasarkan keberadaan faktor komorbid penyakit atopi lain
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi subjek penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi dan pengetahuan tentang rinitis alergi pada mahasiswa tahun ajaran 2014/2015. 2. Bagi peneliti
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian kesehatan khususnya tentang rinitis alergi.
3. Bagi institusi pendidikan
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi kepustakaan, yang berkaitan dengan rinitis alergi.
4. Bagi institusi kesehatan
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembanding dengan hasil penelitian sebelumnya dengan metode yang berbeda.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk tambahan data serta informasi prevalensi rinitis alergi di Indonesia.
5" "
" "
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Rinitis Alergi
Istilah alergi dikenalkan oleh Von Pirquet pada tahun 1906 untuk mendeskripsikan fenomena dari hewan dan manusia yang mengembangkan respon perubahan terhadap substansi asing setelah berulang kali terpapar.Oleh karena itu, istilah alergi menjadi terbatas untuk reaksi imun yang merangsang reaksi membahayakan terhadap substansi yang tidak membahayakan,yaitu “hipersensitivitas” atau “imunitas”.
Atopi didefinisikan sebagai alergi yang diakibatkan oleh imunoglobulin E (IgE); yang ditandai dengan perkembangan dari IgE spesifik setelah paparan terhadap alergen (antigen) walaupun dalam jumlah kecil pada sebagian besar individu yang memiliki turunan sifat genetik. (Wytske,1991)
Rinitis secara umum didefinisikan sebagai dua atau lebih gejala dari: sumbatan hidung, hidung berair (rhinorrhea), bersin atau gangguan penghiduan selama lebih dari 1 jam dalam sehari. Ada beberapa jenis dari Rinitis, umumnya dibagi menjadi 3 kategori utama: 1) Rinitis infektius 2) Rinitis alergi 3) Rinitis non-alergi. (Martinez, L.,2009)
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut(Soepardi, 2007). Definisi menurut WHO ARIA (allergic rhinitis and its impact on asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh Ig E.
6" "
" "
alergi musiman yang merupakan salah satu dari klasifikasi rinitis alergi. Pollinosis biasanya memiliki komplikasi konjungtivitis alergi.
2.2 . Klasifikasi Rinitis Alergi
Klasifikasi rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya,yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak dikenal alergi musiman, hanya ada di negara 4 musim. Alergen penyebabnya spesifik, yaitu tepung sari (pollen) dan spora jamur.
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul intermiten atau terus-menerus, tanpa variasi musim, dan dapat terjadi sepanjang tahun. Penyebab paling sering ialah alergen inhalan dan alergen ingestan. Penyebab tersering pada orang dewasa adalah alergen inhalan.(Soepardi, E.A.,2007)
Pada saat ini yang sering digunakan adalah klasifikasi ARIA berdasarkan waktu terjadinya rinitis alergi dapat dibedakan menjadi dua yaitu, rinitis alergi berselang (intermittent allergic rhinitis) dan rinitis alergi menetap (persistent allergic rhinitis).Rinitis alergi berselang terjadi <4 hari per minggu atau <4
minggu. Sedangkan rinitis alergi menetap terjadi >4 hari per minggu dan >4 minggu.
7" "
" "
2.3 . Epidemiologi Rinitis Alergi
Rinitis alergi tersebar di seluruh negara maju maupun negara berkembang.Dengan prevalensi 10-15% dari seluruh populasi dunia menurut
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA).Menurut American Academy of Allergy Asthma & Immunology (AAAAI) berdasarkan dataWorld Health Organization (WHO)rinitis alergi menyerang 10% - 30% populasi di dunia.
Sedangkan di asia pasifik sendiri dilaporkan oleh Wong et al.bahwa pada kelompok dewasa muda, gejala rhinoconjunctivitismenduduki peringkat menengah menurut skala global.Namun, negara dengan prevalensi tertinggi adalah Hongkong dan Thailang (Bangkok).Pada kelompok anak-anak berumur 6-7 tahun, Asia-Pasifik menduduki peringkat ketiga tertinggi untuk kejadian
rhinoconjunctivitis berulang.Berdasarkan pola global, prevalensi penyakit alergi, asma, dan rhinoconjunctivitis lebih tinggi daripada negara berkembang, seperti Korea, Jepang, Hongkong dan Singapura.Prevalensi terendah dari gejala asma dilaporkan pada Negara yang kurang berkembang, seperti Indonesia, beberapa daerah di Negara Malaysia, dan sebagian besar daerah Negara China.
Tabel 2.1 Gejala Rhinoconjunctivitis pada anak Asia berumur 13-14 tahun
Guangzhou 10.7 (+0.33%)
Hong Kong 22.6 (-0.21%)
Singapura 16.5 (+0.20%)
Taiwan 17.8 (+1.02%)
8" tahunan. (sumber: Wong et al., 2013)
Kota / Negara Rhinoconjunctivitis Alor Setar 4.2 (+0.09%)
Data dari salah satu penelitian terbesar yang dilakukan oleh Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA)menyatakan bahwa prevalensi rinitis alergi di Asia-Pasifik sebesar 8.7%. Hasil tersebut didapatkan dari penelitian yang dilakukan dengan screening terhadap 33.000 keluarga di Australia, China, Hongkong, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, dan Vietnam. Dari screening tersebut ditemukan sejumlah 1.200 orang dewasa dan anak-anak yang didiagnosa dengan Rinitis Alergi. (Wong et al.,2013)
2.4. Faktor Resiko Rinitis Alergi
Penelitian sebelumnya dengan menggunakan instrumen kuesionerthe European Community Respiratory Health Study II ( ECRHS II) menyatakan bahwa insiden rinitis alergi berkurang seiring bertambahnya jumlah saudara, bertambahnya paparan terhadap hewan peliharaan sebelum umur 5 tahun dan bermukim di lingkungan perkebunan. Sedangkan merokok pada saat hamil dan pada masa anak-anak menambah resiko rinitis alergi pada subjek atopi sehingga rinitis alergi akan menetap sepanjang hidupnya. (Matheson dkk., 2011)
9" "
" "
secara rutin (41,8%) ; perokok pasif (55,4%) lebih beresiko daripada perokok
aktif (17,6%).
2.5. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Rinitis Alergi
Mekanisme terjadinya rinitis alergi berkaitan erat dengan reaksi
hipersensitivitas tipe I. Reaksi hipersensitivitas tipe I disebut juga reaksi cepat
atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan
dengan alergen. Istilah alergi yang pertama kali digunakan Von Pirquet pada tahun 1906 diartikan sebagai “reaksi penjamu yang berubah” bila terpajan dengan
bahan yang sama untuk kedua kalinya. Urutan kejadian reakti tipe I adalah
sebagai berikut:
1. Fase sensitisasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik (FcƐ-R) pada permukaan sel mast dan basofil.
2. Fase aktivasi yaitu waktu yang terjadi akibat pajanan ulang dengan antigen
yang spesifik, sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi.
3. Fase efektor yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai
efek mediator-mediator yang dilepas sel mast sebagai aktivitas farmakologik.
Gambar 2.1 Reaksi Tipe I. Antigen memasang sel B untuk membentuk IgE diikat oleh sel mast/basofil melalui reseptor Fc. Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast/basofil. Akibat ikatan antigen-IgE. Sel mast/basofil mengalami degranulasi dan
melepas mediator yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala
10" "
" "
Rinitis alergi berkaitan dengan inflamasi pada mukosa saluran pernafasan bagian atas (yakni mukosanasalis, tuba eustachius, dan sinus) dan mata. Pada kasus yag berat, pasien juga memiliki gejala sistemik. Interaksi kompleks antara alergen yang terinhalasi atau iritan, imunoglobulin E (IgE), dan mediator inflamasi adalah penyebab dari inflamasi. Individu yang rentan pada rinitis alergi akan menghasilkan IgE spesifik sebagai respon terhadap protein tertentu. IgE menyebabkan sel mast untuk melepaskan berbagai mediator, seperti: histamin, triptase, kimase, kinin, leukotrien, prostaglandin, dan heparin. Mediator inflamasi yang dilepaskan sel mast menyebabkan vasodilatasi segera, kongesi nasal, bersin dan gatal. Mediator - mediator inflamasi tersebut juga menyebabkan pengerahan sel inflamasi lainnya (yakni makrofag, eosinofil, neutrofil, dan limfosit), yang menyebabkan respon lambat yang dapat terjadi dalam beberapa jam atau hari dan adakalanya menyebabkan gejala sistemik (seperti malaise dan kelelahan)(E.T. Bope dan R. D. Kellerman,2013).
2.6. Diagnosis Rinitis Alergi
Rinitis alergi perlu dibedakan dari jenis rinitis yang lain. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat pada umumnya sudah cukup untuk menegakkan diagnosis awal dan memulai terapi. (P.G.Konthen dkk.,2008)
2.6.1. Anamnesis
11" "
" "
Menurut kriteria evaluasi anamnesis ARIA, diagnosis rinitis alergi dapat ditegakkan apabila terdapat gejala utama sebagai hidung berair dengan ingus encer. Gejala utama tersebut dapat bersamaan dengan satu atau lebih gejala sebagai berikut: bersin, sumbatan hidung, gatal pada hidung, atau konjungtivitis (mata merah dan gatal). Apabila seseorang memenuhi kriteria diatas diperlukan pemeriksaan diagnostik lebih lanjut untuk mendapatkan diagnosa pasti Rinitis Alergi. (ARIA, 2008)
2.6.2. Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi terdapat garis gelap periorbital (allergic shinners) akibat poolingdarah vena kronis. Anak – anak sering kali menggosok – gosok hidungnya dengan telunjuk karena gatal (allergic salute). Konjungtiva tampak kemerahan dengan encer atau gelatinous. Rhinoscopy anterior menunjukkan concha nasalis inferior dan medius pucat dan membengkak disertai eksudat encer. (P.G.Konthen dkk.,2008)
2.6.3. Pemeriksaan penunjang
Bila diagnosis masih diragukan maka pemeriksaan laboratorium diharapkan dapat membantu.
• Tes tusuk kulit
Pemeriksaan ini lebih sensitif dan memungkinkan pemeriksaan dengan alergen lebih bervariasi.
• IgE spesifik (RAST)
Hanya dianjurkan pada penderita dengan dermatitis yang luas atau dermatografisme.
• Pemeriksaan darah tepi
12" "
" "
2.7 . Penatalaksanaan Rinitis Alergi
Pada guideline ARIA dicantumkan beberapa tujuan penatalaksanaan dari
rinitis alergi adalah sebagai berikut:
• Tidur yang tidak terganggu
• Kemampuan untuk melakukan kegiatan sehari-hari, termasuk pekerjaan dan
kehadiran sekolah, tanpa keterbatasan atau gangguan, dan kemampuan untuk
sepenuhnya berpartisipasi dalam olahraga dan aktivitas kesenangan
• Tidak ada gejala yang menganggu
• Tidak atau efek samping minimal dari pengobatan rinitis alergi
Penatalaksanaan rinitis alergi terdiri atas 3 kategori utama dari pengobatan,
yaitu:
1. Pengandalian lingkungan dan penghindaran alergen
2. Penatalaksanaan secara farmakologi
3. Imunoterapi
2.7.1 Pengendalian Lingkungan dan Penghindaran Alergen
Pengendalian lingkungan dan penghindaran alergen meliputi penghindaran
terhadap alergen yang diketahui (substansi spesifik yang dapat merangsang
hipersensitivitas yang dimediasi IgE pada pasien) serta penghindaran terhadap
alergen non spesifik, misalnya iritan ataupun perangsang. (Sheikh,2013)
2.7.2 Farmakoterapi
Penderita dengan gejala Rinitis Alergi berselang (intermitten) dapat diobati secara adekuat dengan antihistamin oral, dekongestan, atau keduanya
bersamaan. Penggunaan rutin dari steroid sediaan semprot tidak dianjurkan untuk
penderita dengan gejala Rinitis Alergi kronis. Penggunaan sehari-hari dari
antihistamin, dekongestan, atau keduanya dapat dipertimbangkan daripada atau
sebagai tambahan dari steroid nasal. Antihistamin generasi kedua (yaitu golongan
nonsedatif) biasanya lebih dianjurkan untuk menghindari efek sedatif dan efek
samping lainnya. Antihistamin tetes mata (untuk gejala pada mata), intihistamin
13" "
" "
kortikosteroid oral jangka pendek (terbatas hanya untuk episode berat dan akut)
mungkin juga dapat digunakan sebagai obat simtomatik. (Sheikh,2013)
2.7.3 Imunoterapi (desensitisasi)
Imunoterapi mengandung resiko karena reaksi alergi sistemik berat dapat
terjadi. Oleh karena itu, harus dipertimbangkan resiko dan keuntungan dari
imunoterapi dibandingkan resiko dan keuntungan dari pengobatan lainnya.
Terdapat beberapa jenis imunoterapi, misalnya Sublingual Immunotherapy (SLIT)
dan Subcutaneous Immunotherapy (SCIT)
Indikasi imunoterapi lebih dianjurkan pada penyakit berat, respon yang
kurang terhadap pilihan pengobatan lainnya, dan adanya faktor pemberat ataupun
komplikasi. Imunoterapi biasanya dikombinasikan dengan pengobatan
farmakoterapi dan pengendalian lingkungan.
Terdapat juga kontraindikasi dari imunoterapi. Imunoterapi hanya boleh
dilakukan oleh individu yang telah terlatih, yang dapat melaksanakan tindakan
pencegahan yang tepat, dan seseorang yang berpelengkapan untuk menanggulangi
kejadian yang tidak diinginkan. (Sheikh,2013)
2.8. Komplikasi Rinitis Alergi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penederita rinitis
alergi bila tidak dilakukan penatalaksanaan secara benar, misalnya: progresi
14" "
" "
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam bentuk
penelitian ini adalah :
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian
Mahasiswa Prevalensi
Rinitis alergi
Distribusi berdasarkan:
•Jenis kelamin
•Kewarganegaraan
•Riwayat keturunan atopi
15"
Hasil pengukuran Skala Pengukuran
16"
"
"
"
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1.Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang
bertujuan untuk mengetahui prevalensi Rinitis Alergi pada mahasiswa FK USU
tahun ajaran 2014/2015. Distribusi prevalensi Rinitis Alergi berdasarkan jenis
kelamin dan kewarganegaraan. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
metode cross-sectional, yaitu pengamatan terhadap sekumpulan objek dalam
kurun waktu tertentu.
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1.Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli - Oktober tahun 2014.
4.2.2.Tempat penelitian
Penelitian akan dilakukan di kampus Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, Medan dan Rumah Sakit Pendidikan FK USU.
4.3.Populasi dan Sampel 4.3.1.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswadi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014.
4.3.2.Sampel
Dikarenakan keterbatasan waktu dan kondisi, maka tidak semua populasi
dapat diteliti, tetapi akan digunakan sampel sebagai generalisasi dari penelitian.
Jumlah sampel yang akan digunakan akan dikira menggunakan formula
(Sastroasmoro, 2010):
n=Zα
2
!PQ
17" "
" "
Keterangan
n = besar sampel
Zα = nilai Z pada derajat kemaknaan (power)
P = proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari
Q = 1−P
d = tingkat ketepatan relatif yang dikehendaki
Perhitungan besar sampel mahasiswa FK USU adalah seperti di bawah ini.
n=1,
96²∗0,5!(1−0,5) 0,05²
n=384 orang
Dengan tingkat kepercayaan yang dikehendaki sebesar 95% dan tingkat
ketepatan relatif yang diinginkan sebesar 5%, maka jumlah sampel Universitas
Sumatera Utara yang diperoleh dengan memakai rumus tersebut adalah sebanyak
384. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik stratified random
sampling. Sampel tersebut kemudian didistribusikan sama rata pada mahasiswa FK USU secara umum.
a. Mahasiswa T.A. 2011: 1/4 x 384 = 96.
b. Mahasiswa T.A. 2012: 1/4 x 384 = 96.
c. Mahasiswa T.A. 2013: 1/4 x 384 = 96.
d. Mahasiswa T.A. 2014: 1/4 x 384 = 96.
4.4.Teknik Pengumpulan Data
4.4.1.Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan
wawancara. Responden akan diberikan kuesioner untuk diisi dan diwawancarai
secara singkat. Hasil kuesioner akan dikutip pada hari yang sama.
4.4.2.Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner RA ECRHS II (kuesioner
terlampir). Dengan jumlah 3 pertanyaan berserta beberapa subpertanyaan penjelas.
18" "
" "
alergi hidung yang muliputi gejala rinitis, apakah musiman walaupun tahunan,
dan alergen apapun yang berkaitan dengan gejala. Pertanyaan kedua adalah
pertanyaan yang sama dengan pertanyaan yang diadopsi oleh ISAAC. Pertanyaan
tersebut berfungsi untuk mempertahankan kesamaan dan kepastian terhadap
pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan ketiga berfungsi untuk menanyakan riwayat
penggunaan obat yang dapat menekan gejala rinitis alergi. Diagnosa rinitis alergi
dapat ditegakkan apabila terdapat salah satu “YA” pada pertanyaan nomor 1-3.
Keusioner yang dipakai telah dilakukan validasi terhadap 20 mahasiswa
pada Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia Medan dengan jumlah
10 mahasiswa dan 10 mahasiswi. Data validasi diolah dengan SPSS.
Informed consent akan diberi bersamaan dengan kuesioner tersebut. Pengisian kuesioner oleh mahasiswa akan dipandu oleh peneliti untuk
memastikan mahasiswa mengerti maksud dari masing-masing pertanyaan dalam
kuesioner.
4.5.Pengolahan dan Analisa Data
Data yang diperoleh dari kuesioner dan wawancara akan dikumpulkan
dan dianalasis secara deskriptif menggunakan program komputer yaitu SPSS
(Statistical Product and Service Solution). Hasil akan disajikansecara deskriptif
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi gejala Rinitis Alergi berdasarkan riwayat
keluarga atopi, usia, jenis kelamin, kewarganegaraan dan ada tidaknya komplikasi
19" "
" "
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, yang berlokasi di jalan dr.Mansyur No.5 Medan, Indonesia. Fakultas Kedokteran USU diresmikan pada tanggal 20 Agustus 1952 oleh yayasan Universitas Sumatera Utara, yang berlokasi di Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru. Kampus ini memiliki luas sekitar 122 Ha, dengan zona akademik seluas sekitar 100 Ha yang berada di tengahnya. Lokasi pengambilan sampel dilakukan di kelas kuliah dan tutorial yang terletak pada lantai 1 gedung Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karaktristik Sampel
Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2011, angkatan 2012, angkatan 2013 dan angkatan 2014. Jumlah responden yang terlibat dalam studi ini adalah 96 orang. Sampel dipilih dengan menggunakan metode stratified random sampling. Randomisasi dilakukan dengan menggunakan komputer. Karakteristik sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini.
Tabel 5.1. Karakteristik Mahasiswa Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Sebelum pengambilan data, semua sampel telah diberi penjelasan oleh peneliti tentang penelitian ini. Semua sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang setuju untuk mengikuti penelitian ini dan menandatangani
20" "
" "
5.1.3. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan angkatan
Data mengenai mahasiswa yang menderita Rinitis Alergi berdasarkan angkatan digambarkan pada tabel 5.2. di bawah ini.
Tabel 5.2. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi
Angkatan Jumlah Mahasiswa/i yang menderita angkatan 2011, 44mahasiswa/i dari angkatan 2012, 35 mahasiswa/i dari angkatan 2013 dan 31mahasiswa/i dari angkatan 2014 yang menderita Rinitis Alergi. Mayoritas penderita Rinitis Alergi adalah mahasiswa angkatan 2011 yaitu sebanyak 51%.
5.1.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi frekuensi Rinitis Alergiberdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini.
21" "
" "
Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas penderita rinitis alergi adalah mahasiswi dengan jumlah 97 orang (61%). Namun, mayoritas responden yang tidak menderita rinitis alergi juga berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 153 orang (68%).
5.1.5. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Kewarganegaraan
Data mengenai mahasiswa yang menderita Rinitis Alergi berdasarkan kewarganegaraan digambarkan pada tabel 5.4. di bawah ini.
Tabel 5.4. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Kewarganegaraan
Kewarganegaraan Jumlah mahasiswa/i Malaysia yang menderita Rinitis Alergi.
5.1.6. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Riwayat Keluarga yang Memiliki Penyakit Atopi
Data mengenai mahasiswa yang menderita Rinitis Alergi berdasarkan riwayat keluarga yang memiliki penyakit atopi digambarkan pada tabel 5.5. di bawah ini.
Tabel 5.5. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Riwayat Keluarga yang
22"
Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa mayoritas penderita rinitis alergi memiliki riwayat atopi dalam keluarganya (55,3%). Adapun riwayat penyakit atopi yang tersering pada keluarga penderita rinitis alergi juga adalah rinitis alergi (22,6%).
5.1.7. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain
Data mengenai mahasiswa yang menderita Rinitis Alergi berdasarkan komorbid penyakit atopi lain digambarkan pada tabel 5.6 di bawah ini.
Tabel 5.6. Distribusi Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang Menderita Rinitis Alergi berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain
Komorbid Penyakit
23" "
" "
5.2. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui prevalensi Rinitis Alergi
pada kalangan mahasiswa-mahasiswi tahun ajaran 2011, 2012, 2013, dan 2014 di
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian dilakukan
pada bulan September dan Oktober tahun 2014.
Hasil pengolahan data penelitian ini menunjukan prevalensi Rinitis Alergi
di fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara sebanyak 41.4%. Hasil ini
menunjukan hasil yang sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rezkiawan (2013)
di Universitas Jambi pada tahun 2012 dengan jumlah prevalensi Rinitis Alergi
sebanyak 44.9%. Namun, hasil ini sedikit berbeda dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan Nadraja pada tahun 2010 yang melaporkan prevalensi Rinitis
Alergi sebesar 61.7%. Hal ini dikarenakan penggunaan instrumen yang berbeda
dengan jumlah sampel dan metode yang berbeda. Data yang didapatkan pada
penelitinan ini menggambarkan angka prevalensi rinitis alergi yang cukup tinggi
pada usia sekitar 20 tahun yang merupakan puncak perkembangan Rinitis Alergi
menurut Wong (2013).
5.2.1. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Jenis Kelamin
Pada hasil penelitian ini didapatkan sebanyak 61.0% penderita Rinitis
Alergi merupakan perempuan. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Musmar
(2007) yang melaporkan 51.1% dari penderita rhinitis alergi dalam penelitiannya
merupakan perempuan dan Khan (2013) melaporkan 60% penderita Rinitis alergi
merupakan perempuan. Prevalensi rinitis alergi yang lebih tinggi pada perempuan
ini mungkin disebabkan oleh faktor pengaruh hormonal. Shah (2012) menyatakan
bahwa tingkat esterogen berhubungan dengan hipereaktivitas dan hipersensitivitas
mukosa nasal terhadap histamin. Shah (2012) juga menjelaskan bahwa esterogen
dapat menstimulasi produksi Sitokin Th2 dan meregulasi distribusi eosinofil yang
dibuktikan dalam percobaan terhadap paparan alergen pada tikus. Oleh sebab itu,
hormon seks perempuan berhubungan erat dalam respon antibodi terhadap alergen
24" "
" "
Di sisi lain, Bonds dan Horiuti (2013) melakukan penelitian antara
hubungan esterogen dengan penyakit atopi. Bonds dan Horiuti (2013) menyatakan
paparan esterogen lingkungan (xenoestrogens) termasuk bisphenol A dan
phthalates dapat merangsang sensitisasi alergi pada percobaan model hewan dan
merangsang perkembangan kelainan atopi pada manusia. Selain dapat
merangsang produksi sitokin Th2 dan eosinofil, estrogen juga berperan penting
dalam proses diferensiasi sel B menjadi sel plasma yang memproduksi
Immunoglobulin E (IgE). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara IL-4
terhadap reseptornya dan penempelan CD40 pada sel B. setelah sel B
berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan IgE, IL-4 dan IgE akan
meningkatkan ekspresi dari rantai α dari FcεRI dalam sel mast nasal. Selain itu,
faktor makanan juga berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi. Pengeluaran IgE
spesifik oleh sel-sel splenosit akibat rangsangan isoflavon yang terkandung dalam
kacang kedelai dapat dibuktikan pada percobaan dengan menggunakan hewan
coba.
5.2.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Kewarganegaraan
Walaupun penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor suku dan ras dari
mahasiswa Indonesia maupun Malaysia,dapat disimpulkan jumlah prevalensi
mahasiswa Indonesia adalah sebesar 41.3%. sedangkan pada Malaysia adalah
42%. Dari data tersebut dapat dilihat perbedaan yang tidak jauh antara prevalensi
Rinitis Alergi pada mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Malaysia. Hal ini tidak
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wong (2013) pada anak berumur
13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC fase 1 dan 3.Wong
melaporkan bahwa prevalensi rinitis alergi di Indonesia adalah sebesar 4,8% dan
di Malaysia adalah sebesar 16,2%. Perbedaan ini mungkin diakibatkan oleh
perbedaan kuesioner penelitian.
Tamay (2013) menyatakan bahwa sulit menjelaskan perbedaan antara
prevalensi dari suatu daerah dengan yang lainnya dikarenakan setiap daerah
memiliki keadaan sosial, ekonomi, gambaran geografis yang berbeda, dan pola
25" "
" "
sensitisasi lebih umum pada kelompok tingkat sosioekonomi rendah daripada
kelompok dengan tingkat sosioekonomi tinggi. Selain keadaan sosioekonomi
adanya faktor paparan alergen di lingkungan juga sangat berperan untuk
menimbulkan suatu penyakit alergi. Pola makan tiap daerah yang bervariasi
berperan penting dalam resiko penyakit alergi.
Pada penelitian ini perbedaan prevalensi yang tidak begitu jauh antara
mahasiswa Indonesia dan Malaysia bisa diakibatkan karena cuaca ataupun iklim
daerah Indonesia dan Malaysia tidak berbeda jauh. Namun yang membedakan
adalah tingkat sosioekonomi mahasiswa Malaysia dan keadaan gaya hidup
perkuliahan di Indonesia menyebabkan prevalensi Rinitis Alergi pada mahasiswa
Malaysia sedikit lebih tinggi. Pada survey singkat yang dilakukan peneliti,
mahasiswa Malaysia yang aktif kuliah di Indonesia memiliki sosioekonomi yang
lebih rendah daripada mahasiswa Indonesia sendiri. Pola makan yang tidak teratur
pada mahasiswa Malaysia di Indonesia dan kurangnya kebersihan pada tempat
tinggal dibandingkan dengan mahasiswa Indonesia local berpengaruh terhadap
kesehatan Mahasiswa Malaysia sendiri yang dapat memicu perkembangan Rinitis
Alergi.
5.2.3. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Riwayat Keluarga yang Memiliki Penyakit Atopi
Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Riwayat keluarga sangat
berpengaruh terhadap prevalensi Rinitis Alergi. Hubungan herediter terhadap
penyakit atopi seperti Rinitis Alergi belum sepenuhnya diketahui. Namun hal ini
dijelaskan oleh Davila (2009) dalam penelitian genomnya yang memperlihatkan
hubungan antara beberapa kromosom yang terkait antara lain kromosom 2, 3, 4
dan 9. Penelitian juga menunjukkan bahwa polimorfisme nukleotida tunggal
terlibat dalam gen yang mengkode molekul yang terkait dalam patogenesis
Rinitis Alergi. Molekul tersebut meliputi kemokin dan receptornya, interleukin
dan reseptornya, eosinofil peroksidase dan leukotriens, dan yang lainnya. Selain
itu Davila (2009), Wang (2005) juga menyatakan bawha patogenesis dari penyakit
26" "
" "
genetik dan lingkungan, terutama pada fase sensitisasi alergi. Wang (2005)
menjelaskan adanya hubungan antara fenotipe dari penyakit alergi (rinitis
dan/atau Asma) dengan marker lebih dari 14 pasang kromosom (terdiri dari
kromosom 1, 2, 3, 5, 6, 7, 9, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 19, dan yang lainnya).
Beberapa dari gen ini terlibat dalam respon imun spesifik (terdiri dari HLA-D,
TCR, CD14, toll-like receptors, STAT6) dan diferensiasi sel Th1/Th2; yang
lainnya bekerja dalam gen pengkode respon IgE dan fungsi dari reseptor IgE (IL-4,
IL-4R, FcεRIβ,FcеpsilonRI) dan gen terkait dalam proses inflamasi (TNF-γ,
IFN-γ, IL-3).
5.2.4. Distribusi Frekuensi Rinitis Alergi berdasarkan Komorbid Penyakit Atopi Lain
Penyakit komorbid yang paling banyak pada penderita Rinitis Alergi
adalah eksema atau urtikaria pada penderita Rinitis Alergi. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Yuksel (2008) yang melaporkan 43% penderita
eksema juga menderita Rinitis alergi. Yuksel (2008) juga menjelaskan bahwa
beberapa penelitian di Perancis menyatakan Eksema meningkatkan resiko Asma
dan Rinitis. Hal ini dijelaskan dengan adanya kesamaan dasar genetik dari
beberapa penyakit atopi tersebut yang memberikan keadaan klinis dalam waktu
yang berbeda dalam kurun kehidupan. Kejadian ini disebabkan oleh karakteristik
fenotipe gen berbeda pada masing-masing penyakit atopi. Bataille (2007)
menambahkan bahwa regio gen pada 11p14, 5p13, 17q21, dan 5p15 memiliki
hubungan yang sama dengan beberapa penyakit atopi seperti eksema dan penyakit
27" "
" "
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian pembahasan yang telah
dipaparkan pada bab sebelumnya adalah sebagai berikut:
1. Prevalensi Rinitis Alergi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara tahun ajaran 2013/2014 adalah 41.4%.
2. Prevalensi Rinitis Alergi lebih tinggi pada perempuan dibandingkan
laki-laki. Prevalensi Rinitis alergi pada perempuan adalah 61% dan prevalensi
Rinitis Alergi pada laki-laki adalah 39%.
3. Prevalensi Rinitis Alergi pada mahasiswa Indonesia adalah 41.3% dan
pada mahasiswa Malaysia adalah 42%.
4. Prevalensi Rinitis Alergi berdasarkan riwayat keluarga atopi adalah 55.3%.
5. Prevalensi Rinitis Alergi berdasarkan komorbid adalah 32.7% dengan
faktor komorbid terbanyak eksema sebesar 22.0%.
6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini.
Adapun saran tersebut, yaitu:
1. Kepada pihak universitas agar memperhatikan kejadian Rinitis alergi pada
lingkungan kampus serta mengajak mahasiswa untuk menciptakan
keadaan lingkungan yang bersih dan menghindari alergen pencetus seperti
28" "
" "
2. Kepada mahasiswa sendiri agar melakukan penatalaksanaan Rinitis Alergi
yang tepat dan menjaga kondisi kesehatan guna mencegah perkembanan
rinitis alergi menjadi asma.
3. Kepada peneliti berikutnya agar meneliti dan menganalisis lebih lanjut
hubungan antara Rinitis Alergi dan faktor-faktor pencetusnya, Rinitis
alergi terhadap komorbid penyakit atopi, serta hubungan Rinitis alergi
29" "
" "
DAFTAR PUSTAKA
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma, 2008. ARIA
Guidelines.http://www.whiar.org/docs/ARIA_PG_08_View_WM.pdf.25 Mei
2014 (14:00)
Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma, 2008. ARIA
Reports.http://www.whiar.org/docs/ARIA-Report-2008.pdf.25 Mei 2014
(14:02)
American Academy of Allergy Asthma & Immunology,2014. Allergy Statistics.
http://www.aaaai.org/about-the-aaaai/newsroom/allergy-statistics.aspx. 25
Mei 2014 (14:00)
Baratawijaya, K.G., 2002. Imunologi Dasar. Edisi kelima. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Bataille.M.G. et al., 2008. Evidence for Linkage of a New Region (11p14) to
Eczema and Allergic Disease. Hum Genet. 122(6):605-614.
Bonds.R.S., dan Midoro-Horiuti.T., 2013. Estrogen Effects in Allergy and
Asthma. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 13(1):92-99.
Bope, E.T., dan Kellerman, R.D., 2013. Conn’s Current Therapy. Elsevier
Saunders Health Sciences. Philadelphia.
Burney, P., dan Jarvis,D., 1998. The ECRHS II main questionnaire. The European
Community Respiratiory Health Survey. http://ecrhs.org. 25 Mei 2014 (09.00)
Davila.I., Mullol.J., Ferrer.M., Bartra.J., Cuvillo,A.D., Montoro.J., Jauregui.I.,
Sastre.J., dan Valero.A., 2009. Genetic Aspects of Allergic Rhinitis. J
Investig Clin Immunol., 19(1):25-31.
Fokkens, W.J., 1991. The Pathogenesis of Allergic Rhinitis, Cellular Aspects with
30" "
" "
Ghazal, S., Musmar, M., dan Minawi, W.A. 2007. Prevalence of Allergic Rhinitis
and it’s Risk Factors Among An-Najah University Students - Nablus,
Pakistan. Middle East Journal of Family Medicine, 5(5): 55-58.
Khan.M., Khan.M.A., Shabbir.F., Rajput.T.A., 2013. Association of Allergic
Rhinitis with Gender and Asthma. J Ayub Med Coll Abbottabad.
25(1):120-122.
Martinez, L., 2009. Non-Allergic Rhinitis. Skripsi. Dept. of Otolaryngology,
University of Texas Medical Branch. Texas.
Matheson, M.C., Dharmage, S.C., Abramson, M.J., Walters, E.H., Sunyer, J.,
Marco, R., Leytnaert, B., Heinrich, J., Jarvis, D., Norback, D., Raherison, C.,
Wjst, M., dan Svanes, C., 2011. Early-life risk factors and incidence of
rhinitis: Results fromthe European Community Respiratory Health Study—
aninternational population-based cohort study. The Journal of Allergy and
Clinical Immunology, 128 (4) : 816-823.
Musmar.S.G., Musmar.M., dan Minawi.W.A., 2007. Prevalence of Allergic
Rhinitis and it’s Risk Factors Among An-Najah University Students-Nablus,
Pakistan. Middle East Journal of Family Medicine., 5(4/5):55-58.
Nadraja, I, 2010. Prevalensi Gejala Rinitis Alergi di Kalangan Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2007-2009.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Okubo, K., Kurono, Y., Fujieda, S., Ogino, S., Uchio, E., Odajima, H., Takenaka,
H., dan Baba, K., 2011. Japanese Guideline for Allergic Rhinitis. Allergology
International, 60:171-189.
Passali, D., Bellussi, L., Damiani, V., Passali, G.C., Passali, F.M., Celestino, D.,
31" "
" "
used diagnostic and therapeuticmodalities. Acta Otorhinolaryngol Ital 2003,
23:267-264
Rezkiawan, D., Fadlan, I., dan Taher, A., 2013. Prevalensi Gejala Rinitis Alergi
Mahasiswa Prodi Kedokteran Universitas Jambi Angkatan 2010-2012. Skripsi.
Universitas Jambi. Jambi.
Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2013. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Edisi keempat. CV.Sagung Seto, Jakarta.
Shah.S., 2012. Hormonal Link to Autoimmune Allergies. International Scholarly
Research Network. 2012:1-5.
Sheikh, J., 2014. Allergic Rhinitis,
Medscape.http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview. 25 May
2014 (14:15)
Soepardi, E.A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R.D., 2007. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi keenam.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
The European Community Respiratory Health,2014. ECRHS II questionnaire.
www.ecrhs.org/quests.htm. 2 Juni 2014 (08:00)
Wang.D.Y., 2005. Risk Factors of Allergic Rhinitis: Genetic or Environmental?
Therapeutics and Clinical Risk Management. 1(2):115-123.
Wong, G.W.K.,Ting,F.L., andKo, F.W.S., 2013. Changing Prevalence of Allergic
Diseases in the Asia-Pacific Region. Allergy Asthma Immunol Res.,
32" "
" "
Yuksel.H., Dinc.G., Sakar.A., Yilmaz.O., Yorgancioglu.A., Celik.P., dan
Ozcan.C., 2008. Prevalence and Comorbidity of Allergic Eczema, Rhinitis,
and Asthma in a City in Western Turkey. J Investig Allergol Clin Immunol.
33" "
" "
LAMPIRAN I
LEMBAR PENJELASAN
Dengan hormat,
Saya, Imelda Junaedi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara (FK USU) angkatan 2011. Saat ini, saya sedang
menjalankanpenelitian dengan judul “Proposal Penelitian dengan Judul:
Prevalensi rhinitisalergi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara padaTahun 2014”. Penelitian ini dilakukan sebagai syarat
pendidikan di FakultasKedokteran USU.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk melihat prevalensi rhinitis alergi pada
mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada tahun
2014.Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan Saudara untuk
menjadipartisipan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, saya akan meminta
Saudarauntuk mengisi kuesioner penelitian. Proses pengambilan data akan
dipandu dandilakukan dengan wawancara. Jika Saudara bersedia, Saudara saya
persilahkanmenandatangani persetujuan ini sebagai bukti kesukarelawan
Saudara.Identitas pribadi Saudara sebagai partisipan akan dirahasiakan dan
semuainformasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini. Bila
terdapathal yang kurang dimengerti, Saudara dapat bertanya langsung pada saya
ataudapat menghubungi saya di nomor 081361699100. Atas perhatian dan
kesediaanSaudara menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya ucapkan terima
kasih.
34" "
" "
Imelda Junaedi
LAMPIRAN II
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama :
Tempat/Tanggal Lahir:
Alamat :
telah benar-benar paham atas penjelasan yang disampaikan oleh peneliti mengenai
penelitian ini yang berjudul “Prevalensi rhinitis alergi pada mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara pada Tahun 2014”. Oleh karena itu, saya
menyatakan BERSEDIA menjadi partisipan dalam penelitian ini.
Demikianlah persetujuan ini saya sampaikan dengan sukarela dan tanpaada
paksaan dari pihak manapun.
Hormat Saya,
35"
"
"
"
Lampiran III
KUESIONER ECRHS 2008
Nama
:
NIM
:
Tanggal Lahir
:
Jenis Kelamin
:
Kewarganegaraan :
Lingkarlah opsi jawaban yang sesuai pada tabel dibawah ini:
PERTANYAAN OPSI
JAWABAN
1. Apakah anda memiliki alergi hidung, termasuk Rinitis
Alergi? YA TIDAK
a. Pada usia berapakah ketika anda pertama kali
mengalami rinitis alergi (___ ___) tahun
2. Apakah anda pernah memiliki masalah dengan bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat ketika anda tidak mengalami demam atau flu?
YA TIDAK
a. Apakah anda memiliki gejala bersin, atau hidung berair, atau hidung tersumbat ketika anda tidak mengalami demam atau flu pada 12 bulan terakhir?
YA TIDAK
b. Apakah gejala hidung ini disertai dengan rasa gatal
pada hidung atau mata berair? YA TIDAK
3. Apakah anda sedang menggunakan pengobatan untuk
mengobati kelainan hidung? YA TIDAK
a. Apakah anda menggunakan obat semprot hidung
untuk pengobatan dari kelainan hidung? YA TIDAK
36" "
" "
ii.) Sudah berapa lamakah anda menggunakan jenis dari obat semprot hidung ini?
iii.) Apakah anda menggunakan nasal spray ini pada
12 bulan terakhir? YA TIDAK
b. Apakah anda menggunakan pil, kapsul, atau tablet
sebagai berikut untuk pengobatan kelainan hidung? YA TIDAK i.) Nyatakan nama obat (bila ada)
ii.) Apakah anda menggunakan pil, kapsul, atau tablet
ini pada 12 bulan terakhir? YA TIDAK
4. Apakah anggota keluarga dekat anda memiliki
riwayat atopi (salah satu atau lebih dibawah ini) ?
a. Alergi hidung
b. Asma
c. Alergi kulit
(keterangan: lingkar pada opsi di atas bila ada)
YA TIDAK
5. Apakah anda sendiri memiliki riwayat atopi (salah satu
atau lebih dibawah ini)?
b. Asma
c. Alergi kulit
(keterangan: lingkar pada opsi di atas bila ada)
YA TIDAK
37#
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
39# #
LAMPIRAN V
nama# J.KELAMIN# diagnosis# R.KEL# komorbid# KWN#
MS# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#Asthma# Normal# Malaysia#
JS# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Asthma# Normal# Malaysia# KK# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Malaysia# C# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Asthma#&#Eczema# Normal# Indonesia# SS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
IV# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# AB# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# TAN# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#Eczema# komorbid#Eczema# Indonesia#
C# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# komorbid#Asthma# Indonesia# AA# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# HP# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# RT# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# KBG# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
L# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia# FR# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Asthma# Normal# Malaysia# ACN# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# komorbid#Eczema# Indonesia# PA# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia#
YH# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# APT# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# ARS# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Eczema# komorbid#Eczema# Indonesia#
ARN# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# R# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Eczema# Normal# Indonesia# KN# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Eczema# komorbid#Eczema# Indonesia# FB# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Eczema# Normal# Indonesia# DF# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
SY# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# RF# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# komorbid#Eczema# Indonesia# ROTP# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# NNG# Perempuan# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Malaysia#
SCS# Perempuan# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# GT# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# YH# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia#
LA# Perempuan# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# GP# Perempuan# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#RA#&#Eczema# Normal# Indonesia# RR# Laki;Laki# Normal# Riwayat#keluarga#RA# Normal# Indonesia# RSA# Laki;Laki# Normal# tanpa#riwayat#keluarga# Normal# Indonesia# A# Laki;Laki# Rhinitis#Allergi# Riwayat#keluarga#Asthma# komorbid#Asthma# Indonesia#