SKRIPSI
HUBUNGAN SIKAP DENGAN PERILAKU KARYAWAN DALAM KELOMPOK PADA KANTOR PERWAKILAN BKKBN PROVINSI
SUMATERA UTARA
OLEH:
BUKTI HARTONO SIJABAT 090521161
PROGRAM STUDI MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok pada kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui kuisioner yang disebarkan kepada karyawan pada kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara sebanyak 86 orang. Data diproses dengan menggunakan SPSS 15.0 for windows. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan korelasi Rank Spearman.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap karyawan (keseluruhan) dengan perilaku karyawan dalam kelompok.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine how the relationship between attitudes to the behavior of employees in the BKKBN Provinsi Sumatera Utara office.
The data used in this study is the primary data and secondary data. Methods of collecting primary data through questionnaires distributed to the employees of BKKBN Provinsi Sumatera Utara office as many as 86 peoples. Data are processed using SPSS 15.0 for windows. The analytical method used is descriptive quantitative correlation by using spearman rank.
In the results showed that there is a positive relationship between employee attitudes (overall) with the behavior of employees in the group.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih yang diberikan
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul
“Hubungan Sikap Dengan Perilaku Karyawan Dalam Kelompok pada Kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara”.
Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari
berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda M. Sijabat dan
Ibunda B. Butar-Butar untuk segala doa, kasih sayang dan pengorbanannya yang
selalu mendukung penulis.
Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME., selaku Ketua Departemen S1 Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Marhayanie, MSi., selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., MSi., selaku Ketua Program Studi
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Dra. Siti Raha Agoes Salim, MSc., selaku Dosen Pembimbing
6. Ibu Dra.Friska Sipayung., MSi., selaku Pembaca Penilai.
7. Ayah dan Ibu tercinta serta adik-adikku Junardo, Ricardo, Bonar, Zippo yang
8. Bapak drg. Widwiono, M. Kes, selaku Kepala BKKBN Provinsi Sumatera
Utara.
9. Bapak Drs. T.Lafalinda, MPHR, selaku Kasubag Hukum dan Kepegawaian
BKKBN Provinsi Sumatera Utara.
10. Saudara Manuntun R. Manik, Amd, Sahabat saya yang membantu dalam
penyusunan skripsi ini.
11. Teman-teman seluruhnya yang telah banyak membantu dan memberikan
semangat sehingga perkuliahanku terselesaikan dengan baik.
Semoga bentuk bantuan yang telah diberikan mendapat ganjaran pahala
yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.
Medan, Agustus 2012 Penulis,
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1
1.2. Perumusan Masalah... 8
1.3. Tujuan Penelitian... 8
1.4. Manfaat Penelitian... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis ... 10
2.1.1. Pengertian Sikap………... 10
2.1.2. Pengertian Perilaku Manusia………... 21
2.1.3. Pengertian Perilaku Kelompok ………... 21
2.1.4. Perilaku Individu dalam Organisasi ………... 23
2.1.5. Komponen Perilaku Manusia Dalam Organisasi……… 27
2.1.6. Bentuk-bentuk Kelompok………31
2.1.7. Variabel-Variabel Individual……….. 32
2.1.8. Hubunagan Antara Sikap Dengan Perilaku………. 33
2.2. Penelitian Terdahulu……….…... 34
2.3. Kerangka Konseptual…... 36
2.4. Hipotesis Penelitian………... 39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………... 40
3.3. Batasan Operasional……….. 40
3.4. Defenisi Operasional………... 41
3.5. Skala Pengukuran Variabel……… 43
3.6. Populasi dan Sampel Penelitian………... 44
3.7. Jenis Data dan Sumber Data………... 47
3.8. Teknik Pengumpulan Data………. 48
3.9. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 50
3.10. Metode Analisis Data ………... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan………... 58
4.2 Analisis Deskriptif Variabel……… 61
4.3 Metode Korelasi………... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan……… 87
5.2. Saran………... 88
DAFTAR PUSTAKA... 89
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ...42
Tabel 3.2 Instrumen Skala Liket ...43
Tabel 3.3 Jumlah Sampel Terhadap Besarnya Populasi ……….45
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...62
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ...62
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir...54
Tabel 4.4 Distribusi Pendapat Responden Terhadap Dimensi Kognisi...64
Tabel 4.5 Distribusi Pendapat Responden Terhadap Dimensi Afeksi ...66
Tabel 4.6 Distribusi Pendapat Responden Terhadap Dimensi Perilaku... 69
Tabel 4.7 Distribusi Pendapat Responden Terhadap Dimensi Perilaku kelompok... 61
Tabel 4.8 Hubungan sikap (keseluruhan) dengan perilaku kelompok... 74
Tabel 4.9 Hubungan Dimensi Kognisi dengan perilaku kelompok ...77
Tabel 4.10 Hubungan Dimensi Afeksi dengan perilakukelompok...79
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
Lampiran 1 Hubungan Sikap Dengan Perilaku... ……90
Lampiran 2 Daftar Kuisioner………...92
Lampiran 3 Frekuensi Jawaban Responden dengan SPSS 15.0...96
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok pada kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui kuisioner yang disebarkan kepada karyawan pada kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara sebanyak 86 orang. Data diproses dengan menggunakan SPSS 15.0 for windows. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan korelasi Rank Spearman.
Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap karyawan (keseluruhan) dengan perilaku karyawan dalam kelompok.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine how the relationship between attitudes to the behavior of employees in the BKKBN Provinsi Sumatera Utara office.
The data used in this study is the primary data and secondary data. Methods of collecting primary data through questionnaires distributed to the employees of BKKBN Provinsi Sumatera Utara office as many as 86 peoples. Data are processed using SPSS 15.0 for windows. The analytical method used is descriptive quantitative correlation by using spearman rank.
In the results showed that there is a positive relationship between employee attitudes (overall) with the behavior of employees in the group.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Salah satu elemen penting dalam suatu organisasi adalah adanya sumber
daya manusia yang mampu menggerakkan seluruh aktivitas guna pencapaian
tujuan pada organisasi tersebut. Hal ini menandakan bahwa diperlukan adanya
proses pengelolaan sumber daya manusia yang efektif di dalam suatu organisasi.
Namun, masalah yang sering kali dihadapi adalah adanya faktor sikap dan
perilaku karyawan yang tidak dapat dikendalikan dalam proses pengelolaan
sumber daya manusia. Hal ini dapat dikarenakan organisasi yang menaunginya
kurang mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
individu tersebut. Berawal dari ketidaksanggupan organisasi dalam
mengendalikan karyawannya, tentu akan memunculkan masalah-masalah baru di
dalam suatu organisasi.
Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan,
organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya
dengan perilaku. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen
perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari
konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.
Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif
mereka, Ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan
komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi
memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara
seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang
pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana
individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting
tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang
mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan
benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.
Tingkat keterlibatan pekerjaandan pemberian wewenang yang tinggi
benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja
pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan
tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti
memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.
Manusia sebagai mahluk sosial senantiasa berinteraksi dengan sesamanya.
Organisasi merupakan salah satu perwujudan dari kebutuhan manusia untuk
berinterksi. Manusia tetarik dengan orang lain sehingga terjalin hubungan kerja
dalam suatu kelompok yang mempunnyai dasar-dasar tertentu. Dasar-dasar
tersebut merupakan suatu daya tarik bagi pembentukan suatu organisasi. Daya
tarik tersebut adakalanya karena adanya kesempatan untuk berinteraksi, kesamaan
status yang dipunyai masing-masing orang, kesamaan latar belakang, maupun
kesamaan sikap. Beberapa kesamaan daya tarik tersebut menjadi alasan seseorang
Organisasi adalah sarana dalam pencapaian tujuan, yang merupakan
wadah kegiatan dari orang-orang yang bekerja sama dalam usahanya mencapai
tujuan. Organisasi atau perusahaan harus mampu mengelola manajemennya untuk
memenangkan persaingan pada era yang serba kompetitif supaya dapat bertahan
untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan perusahaan. Setiap perusahaan, baik
yeng bergerak dibidang produksi, jasa maupun industry pada umumnya memiliki
tujuan untuk memperoleh keuntungan. Supaya dapat mencapai tujuan itu,
perusahaan memerlukan sistem manajemen efektif yang akan menunjang
jalannnya operasi perusahaan secara terus-menerus dan tingkat efektivitas kerja
karyawan juga perlu diperhatikan.
Karyawan adalah asset utama perusahaan yang menjadi pelaku yang aktif
dari setiap aktivitas organisasi. Karyawan memiliki perasaan, pikiran, keinginan,
status, dan latar belakang pendidikan, usia dan jenis kelamin yang berbeda, yang
dibawa kedalam organisasi perusahaan. Karyawan bukanlah mesin, uang dan
material yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai serta diatur sepenuhnya dalam
mencapai tujuan organisasi.
Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Ini berarti seorang individu dengan lingkungannya saling
mempengaruhi dan dapat menentukan perilaku dari keduanya. Sebagai gambaran,
misalnya: seorang mahasiswa yang sedang belajar di suatu perguruan tinggi,
seorang karyawan sebuah bank yang melayani penabung, seorang supir taksi yang
sedang mengantarkan penumpang atau seorang pedagang yang sedang
berbeda satu sama lain, dan perilakunya ditentukan oleh masing-masing
lingkungan tempat dimana mereka berada.
Beberapa orang bersifat pendiam dan pasif, sementara yang lainnya ceria
dan agresif. Ketika kita menggambarkan orang dari segi karakteristiknya, bisa
pendiam, pasif, ceria, agresif, ambisius, setia, atau suka bergaul, kita sedang
mengkategorikan mereka dari segi sifat-sifat kepribadian. Karenanya kepribadian
(personality) individu seseorang merupakan kombinasi sifat-sifat psikologis yang kita gunakan untuk mengklasifikasikan orang tersebut.
Prilaku organisasi hakikatnya mendasar pada ilmu perilaku itu sendiri
yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia di
dalam suatu organisasi. Pendekatan perilaku dalam organisasi mempertaruhkan
bahwa manusia dalam organisasi adalah suatu unsur yang sangat komplek, dan
oleh karenanya adanya suatu kebutuhan pemahaman teori yang didukkung oleh
riset yang empiris sangat diperlukan sebelum diterapkan dalam mengelolah
manusia itu sendiri secara efektif. Sehingga karenanya pendekatan-pendekatan
hubungan kerja kemanusiaan (human relation, psikologis industri, keteknikan
industri (indusrial engineering) diperlukan sebagai satu-satunya hampiran (approach) untuk memahami dimensi manusia dalam organisasi. Sekarang ini pendekatan dari ilmu perilaku organisasi rupanya menggatikan mereka dan bisa
diterima untuk memahami aspek-aspek manusia sebagai suatu dimensi dalam
organisasi.
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang
yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok
lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat
simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya
diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.
Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif
dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama
merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau
kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan.
Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi
atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan
suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang
bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk
kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara
persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses
sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya
dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan
kekerasan.
Dari uraian diatas dapat terlihat jelas bahwa suatu perusahaan atau
organisasi dapat tercapai tujuannya dikarenakan dari aktifitas orang-orang yang
menjadi anggota atau karyawannya. Individu mencari konsistensi di antara sikap
mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu
berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi
Sumatera Utara merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan dibidang Kependudukan Keluarga Berencana
di wilayah Propinsi Sumatera Utara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Provinsi Sumatera Utara mempunyai fungsi:
1. Perumusan kebijakan teknis Kependudukan dan Keluarga Berencana;
2. Fasilitasi Kependudukan dan Keluarga Berencana;
3. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan Kependudukan dan Keluarga
Berencana;
4. Penyuluhan, sosialisasi dan internalisasi norma keluarga berencana dan
keluarga sejahtera;
5. Pengumpulan, pengolahan , penyajian data dan informasi permasalahan
dan potensi Kependudukan dan Keluarga Berencana;
6. Penyelenggaraan kebijakan bina sosial dan bina fisik pemberdayaan
masyarakat kelurahan;
7. Fasilitasi, pembinaan dan pengembangan pemanfaatan Teknologi Tepat
Guna;
8. Pemberian dukungan teknis kepada masyarakat dan perangkat daerah.
Sikap dan perilaku para karyawan di dalam kelompok pada kantor Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara
baik langsung maupun tidak langsung mendapat perhatian khusus dalam
pegawai atau karyawannya. Sikap dan perilaku karyawan yang terlihat dan
berlangsung di tempat kerja, sekaligus perilaku kemanusiaan dan perilaku
organisasi mendapat perhatian secara saksama. Dari fenomena sikap kognitif yang
dapat dilihat seperti pemahaman dari para karyawan dalam menjalankan
instruksi atasan atau pimpinan, pengaplikasian perintah dan program kerja yang di
tugaskan kepada semua karyawan dan juga kemampuan mengevaluasi kinerja
masing-masing karyawan masih belum berjalan dengan optimal. Hal ini dapat
dilihat dari masih seringnya terjadi kesalahan dalam menjalankan instruksi dalam
tugas sehari-hari, dan juga masih ada karyawan yang belum sepenuhnya mengerti
akan tugas dan tanggung jawab yang mereka emban seperti kurangnya disiplin
waktu bekerja.
Demikian juga dari dimensi Afektif dan Perilaku menunjukkan
fenomena-fenomena seperti sikap karyawan yang kurang hangat dalam menyapa
baik sesama karyawan maupun dengan pihak luar atau tamu, masih ada karyawan
yang berperilaku apatis dalam melayani tamu atau pihak dari luar perusahaan,
,dan bahkan masih ada perilaku permusuhan yang terjadi di antara para karyaan
itu sendiri. Tentu sangat manusiawi kalau ada masalah atau konflik diantara para
karyawan, namun hal ini tentu menunjukkan adanya indikator perilaku yang
kurang baik di antara para karyawan itu sendiri. Fenomena-fenomena seperti itu
masih ditemukan dalam situasi kerja di kantor tempat mereka menginterpretasikan
sikap dan perilaku mereka dalam bekerja dan itu menjadi beberapa indikator yang
Mengingat sangat pentingnya mempelajari hubungan sikap terhadap
perilaku para karyawan di dalam kelompok, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian “Hubungan Sikap Dengan Perilaku Karyawan Dalam Kelompok pada Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara ”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,
maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat
hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok pada
Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi
Sumatera Utara?”.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisa hubungan antara sikap dan perilaku karyawan dalam kelompok pada kantor perwakilan BKKBN provinsi Sumatera Utara.
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan bagi penulis, khususnya mengenai hubungan
b. Bagi Perusahaan
Bagiperusahaan penelitian ini memberikan tambahan informasi mengenai
hubungan sikap dan perilaku karyawan dalam kelompok, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan atau kebijakan
dalam mengevaluasi kinerja karyawan di dalam perusahaan.
c. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Sikap
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluative. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang mengkehendaki
adanya reaksi individual. Respons evaluative berarti bahwa bentuk reaksi yag
dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri
individu yang memberi kesimpulan tehadap stimulus dalam bentuk nilai
baik-buruk, positif negative, menyenangkan tidak menyenangkan, yang kemudian
mengkiristal sebagai potensi terhadap objek sikap.
Salah satu teori menyatakan bahwa manusia berupaya untuk mencari suatu
keselarasan antara keyakinan mereka dan perasaan mereka terhadap objek-objek
yang dihadapi mereka. Maka perubahan sikap bergantung dari upaya mengubah
perasaan atau keyakinan-keyakinan tersebut. Teori tersebut mengasumsikan
bahwa manusia memiliki sikap yang terstruktur yang terdiri dari berbagai macam
komponen-komponen afektif dan kognitif (Rahayuningsih, 2008).
Keterkaitan antara komponen tersebut berarti bahwa perubahan yang
terjadi pada salah satu komponen, akan menyebabkan terjadinya perubahan pada
komponen lain. Apabila komponen tersebut tidak konsisten, ataupun melampaui
Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah
kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial.
Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek dunia sosial
serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka
individu terhadap isu, ide, orang lain, kelompok sosial dan objek (Baron, 2004)
Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu
tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi,
membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan
kecendrungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi,
bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh
ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa
yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005).
Menurut Fraenkei (dalam Azwar S, 2003), sikap merupakan penentu dari
perilaku karena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan
dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan
diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respon
seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan.
Definisi sikap ini memiliki implikasi tertentu bagi manejer. Pertama, sikap
adalah sesuatu yang dipelajari. Kedua, sikap menentukan pandangan awal
seseorang terhadap berbagai aspek di dunia. Ketiga, sikap membangun dasar
emosional hubungan interpersonal seseorang dan identifikasi dengan orang lain.
Desain Pekerjaan Gaya keyakinan dan nilai Sikap merupakan bagian intrinsik dari kepribadian seseorang. Sejumlah
teori berusaha mencari tahu cara pembentukan dan perubahan sikap. Salah satu
teori menyatakan bahwa “Orang mencari kesesuaian antara keyakinan dan
perasaan mereka tarhadap objek” dan menyatakan bahwa modifikasi sikap dapat
dilakukan dengan mengubah sisi perasaan atau keyakinan.
Stimula: Sikap Hasil
Faktor-faktor komponen-komponen Reaksi
Lingkungan kerja
Sumber : (Jhon M.Ivancevich, 2006:89) diolah Gambar 2.1
Gambar di atas menyajikan ketiga macam komponen sikap, sehubungan
dengan faktor-faktor lingkungan kerja seperti misalnya desain pekerjaan,
kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, dan imbalan-imbalan di luar gaji.
Menurut Azwar S (2003), Stimulasi tersebut menimbulkan suatu reaksi
yang bersifat afektif atau emosional, kognitif (pemikiran) dan yang
mempengaruhi perilaku. Pada dasarnya stimuli menyebabkan timbulnya
pembentukan sikap, yang kemudian menyebabkan timbulnya reaksi tertentu yang
bersifat kognitif afektif, atau behavioral. 2.1.1.1 Kognitif
Komponen “kognitif” sebuah sikap terdiri dari persepsi, opini, dan
keyakinan-keyakinan seseorang. Ia berhubungan dengan proses pemikiran di
mana ditekankan persoalan rasionalitas dan logika. Kognitif, segmen pendapat
atau keyakinan dari suatu sikap, Pendekatan kognitif menekankan mental internal
seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan
dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri. Kognitif adalah yang
mencakup kegiatan mental (otak). Salah satu elemen penting kognisi, adalah
keyakinan evaluatif sesorang. Keyakinan-keyakinan evaluatif, dimanafestasi
dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki seseorang terhadap
objek atau orang tertentu.
Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah
termasuk dalam kognitif. Kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir,
termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,
2003) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisikan persepsi, kepercayaan,
dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen ini
dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut
masalah isu atau problem yang kontroversial.
2.1.1.2 Afektif
“Affect”, (afeksi) yang merupakan komponen emosional atau “perasaan”. Sebuah sikap dipelajari dari orang tua, guru, dan para anggota kelompok
rekan-rekan. Afektif, segmen emosional dari suatu sikap. Afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap
seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki
kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak dalam
berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap pekerjaannya,
kedisiplinannya dalam melakukan pekerjaannya, motivasinya yang tinggi untuk
tahu lebih banyak mengenai pekerjaann yang lain, penghargaan dan sebagainya.
Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan
menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling
bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap
seseorang.
2.1.1.3 Perilaku
Perilaku suatu maksud untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu
terhadap seseorang atau sesuatu. Sementara itu komponen perilaku berisi
cara-cara tertentu. Komponen “perilaku” sebuah sikap berhubungan dengan
kecendrungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu
dengan cara tertentu. Seseorang misalnya dapat bertindak terhadap orang lain,
atau hal lain dengan cara bersahabat, hangat, agresif, bermusuhan atau apatis,
ataupun dengan cara-cara lain
Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara person
atau individu dengan lingkungannya. Sebagai gambaran dari pemahaman
ungkapan ini, misalnya: seorang tukang parkir yang melayani memparkirkan
mobil, seorang tukang pos yang menyampaikan surat-surat ke alamat, seorang
mekanik yang bekerja dalam bengkel, seorang karyawan asuransi yang datang
kerumah menawarkan jasa asuransinya, seorang perawat di rumah sakit, dan juga
seorang manajer di kantor yang membuat keputusan. Mereka semuanya akan
berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh
masing-masing lingkungannya yang memang berbeda.
Apabila akan melakukan observasi dan analisis tentang perilaku
individual, dan performanya, maka perlu diperhatikan tiga kelompok variabel
yang secara langsung memengaruhi perilaku individual, atau apa yang dilakukan
seseorang karyawan (misalnya: menghasilkan output, menjual kendaraan mobil,
menyervis mesin-mesin).
Adapun ketiga macam kelompok yang dimaksud yaitu latar belakang dan
variable-variabel: individual, psikologikal, keorganisasian. Sebagai contoh
misalnya dapat dikemukakan bahwa variabel-variabel kemampuan dan
2.1.1.4 Pembentukan Sikap
Menurut Azwar (2003), Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
sikap:
1. Pengalaman pribadi
Pengalaman yang telah lalu maupun yang sedang kita alami ternyata
memiliki pengaruh pada penghayatan kita terhadap suatu objek psikologis tertentu
(dalam Azwar, 2003) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali
terhadap suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif
terhadap objek tersebut. Selanjutnya dikatakan oleh Azwar (2003) bahwa
pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses yang
kompleks dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkutan,
situasi dimana tanggapan tersebut terbentuk, dan ciri.-ciri objektif yang dimiliki
stimulus. Oleh karena itu sebagai dasar pembentukan sikap, maka pengalaman
pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karenanya sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan
2. Kebudayaan
Kebudayaan yang berkembang dimana seseorang hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Sebagai contoh,
misalnya sikap orang desa dengan orang kota terhadap kebebasan dalam
pergaulan antara muda-mudi barangkali memiliki perbedaan yang amat tajam.
Orang kota cenderung memiliki sikap yang lebih permisif dibandingkan orang
tinggal di dalam lingkungan yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok,
maka akan sangat mungkin apabila ia memiliki sikap yang negatif terhadap
kehidupan yang individualistis yang mementingkan perorangan. Tanpa kita sadari
bersama, kebudayaan ternyata telah menanamkan pengaruh yang kuat terhadap
sikap terhadap berbagai macam hal. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota
masyarakatnya, karena kebudayaan tersebut yang berperan di dalam memberi
corak pengalaman-pengalaman individu yang menjadi anggotanya.Pembentukan
sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Contoh
pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan.
3. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)
Yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak
tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti
khusus. Misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin.
Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan
orang yang dianggap penting.
4. Media massa
Media massa berupa media cetak dan elektronik. Dalam penyampaian
pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi
opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi
dasar afektif dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk sikap tertentu.
5. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama
Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral
menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam
menentukan sikap seseorang.
6. Faktor Emosional
Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam
penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego. Dapat
bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama). Contoh: Prasangka
(sikap tidak toleran, tidak fair)
2.1.1.5 Mengubah Sikap
Manejer sering kali bertugas menggubah karyawan mereka agar dapat
bekerja lebih keras dalam mencapai kinerja pekerjaan lebih tinggi. Walau terdapat
banyak variabel yang mempengaruhi perubahan sikap, prosesnya bergantung pada
tiga faktor umum: komunikator, pesan itu sendiri, dan situasi. Untuk tujuan
pembahasan, asumsikanlah bahwa komunikator adalah manejer.
2.1.1.5.1 Komunikator
Karyawan lebih mungkin mengubah sikap mereka (misalkan agar lebih
menyukai pekerjaan dan menyediakan tingkat pelayanan konsumen yang lebih
baik) jika mereka mempercayai manejer, menyukai manejer, dan mempersepsikan
manejer memiliki kelebihan. Jika manejer tidak percaya, usahanya untuk
mengubah sikap akan menjadi tidak berguna karena karyawan tidak akan
menyakini atau menerima pesan manejer. Himbauan untuk memberikan tingkat
pelayanan konsumen yang lebih baik akan dipersepsikan sebagai jalan untuk
mendapatkan nilai yang baik dalam penilaian kinerja tahunan dan kenaikan gaji
nyaman). Menyukai manejer dapat mengarahkan perubahan sikap karena
karyawan berusaha mengidentifikasikan diri dengan dan mengadopsi sikap dan
perilaku seorang komunikator yang disukai. Sebagai tambahan, mempersepsikan
manejer sebagai seseorang yang memiliki kelebihan juga akan mengarahkan
karyawan menjadi lebih reseptif dalam mengubah sikap mereka. Seorang manejer
yang hanya memiliki sedikit kelebihan kurang dihormati oleh rekan kerja dan
atasannya. Hal ini membuat usaha mengubah sikap karyawan menjadi sangat
sulit.
2.1.1.5.2 Pesan
Meskipun manejer dipercaya, disukai, dan dilihat memeiliki kelebihan,
pesannya pun harus jelas, dapat dipahami, dan menyakinkan. Manejer berusaha
untuk mengubah sikap dengan mengirimkan pesan yang persuasif. Manejer
mengirimkan pesan, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, melalui
komunikasi verbal maupun non verbal. Sebagai contoh, jika seorang manejer
berkata secara verbal bahwa dia mendukung wakil presiden direktur yang baru
tapi kemudian tidak menghadiri beberapa pertemuan dengan wakil presiden
direktur yang baru, dia mengirimkan pesan non verbal yang kuat kepada
karyawan (misalnya, bahwa dirinya tidak mendukung wakil presiden direktur
baru). Agar menjadi lebih efektif dalam mengubah sikap karyawan, manejer perlu
mengembangkan dan mengirimkan pesan verbal dan nonverbal yang persuasif.
2.1.1.5.3 Situasi
Kemampuan manejer untuk mengubah sikap karyawan sebagian
manejer ingin staff kebersihan lebih cepat dari yang melakukan sekarang.
Mengetahui bahwa pesan yang persuasif dapat menjadi lebih efektif ketika
disertai dengan distraksi (pengalihan), manejer pertama-tama mengumumkan
bahwa setiap anggota staff kebersihan akan menerima bonus akhir tahun untuk
komitmen dan kerja keras mereka. Setelah membuat pengumuman tersebut,
manejer kemudian meminta karyawan untuk melakukan usaha yang lebih keras
selama 12 bulan berikutnya. Penelitian menunjukkan bahwa jika orang teralihkan
perhatiannya ketika mereka mendengarkan suatu pesan, mereka akan
menunjukkan lebih banyak perubahan sikap karena pengalihan tersebut
menghalangi munculnya pemikiran yang menantang. Dengan kata lain, karyawan
lebih mungkin mendengarkan dan merespon perintah manejer lebih cepat karena
mereka tidak memiliki waktu untuk memikirkan argumentasi internal yang
menantang permintaan tersebut.
Pengalihan hanya merupakan salah satu dari sekian banyak faktor
situasional yang dapat meningkatkan persuasi. Faktor lain yang menjadikan orang
lebih dapat dipengaruhi adalah lingkungan yang menyenangkan. Menciptakan
lingkungan yang menyenangkan mungkin dapat berdampak positif pada usaha
untuk mengubah sikap.
2.1.2 Pengertian Perilaku Manusia
Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,
sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam
adanya kebutuhan. Perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang
harus diselaraskan peran manusia sebagai makhluk individu, social dan
kebutuhan. Apabila manusia dapat menyesuaikan diri dengan baik itulah yang
disebut dengan bahagia. Ada beberapa hal yang perlu dijadikan pedoman dalam
penyesuaian diri yaitu:
a. Dapat memenuhi segala kebutuhan dengan tidak menambahkan dan
mengurangi.
b. Tidak mengganggu manusia lain dalam memenuhi kebutuhannya.
c. Melaksanakan pertanggungjawaban dengan sewajarnya dengan sesama.
2.1.3 Pengertian Perilaku Kelompok
Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Ini berarti seorang individu dengan lingkungannya saling
mempengaruhi dan dapat menentukan perilaku dari keduanya. Sebagai gambaran,
misalnya: seorang mahasiswa yang sedang belajar di suatu perguruan tinggi,
seorang karyawan sebuah bank yang melayani penabung, seorang supir taksi yang
sedang mengantarkan penumpang atau seorang pedagang yang sedang
menawarkan dagangannya. Mereka semuanya akan memiliki perilaku yang
berbeda satu sama lain, dan perilakunya ditentukan oleh masing-masing
lingkungan tempat dimana mereka berada (Soehardi sigit 2003).
Menurut Schermerhorn dkk, kelompok adalah suatu kumpulan orang yang
jangka waktu tertentu dan mereka melihat bahwa mereka saling tergantung
mengenai pencapaian satu atau lebih tujuan bersama.
Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dapat dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja
atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau
sekelompok tujuan (Stephen P. Robbins).
Perilaku organisasi mengambil pandangan mikro yaitu memfokuskan diri
kepada perilaku didalam organisasi dan kepada seperangkat prestasi dan variabel
mengenai sikap yang sempit dari para anggotanya. Perilaku manusia yang berada
dalam suatu organisasi adalah awal dari perilaku organisasi itu. Perilaku
organisasi pada hakekatnya adalah hasil-hasil interaksi antara individu-individu
dalam organisasinya. Hal ini didasarkan pada ilmu perilaku itu sendiri yang
dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu
organisasi.
Kelompok merupakan bagian dari kehidupan manusia. Setiap hari manusia
akan terlibat dalam aktifitas kelompok demikian pula kelompok merupakan
bagian dari kehidupan organisasi. Pada umumnya manusia yang menjadi anggota
suatu organisasi besar atau kecil memiliki kecenderungan yang kuat untuk
mencari keakraban dlam kelompok-kelompok tertentu. Dimulai dari adanya
kesamaan tugas pekerjaan yang dilakukan, kedekatan tempat kerja, seringnya
berjumpa dan adanya kesamaan kesenangan bersama maka timbullah kedekatan
Banyak manfaat yang dapat dipetik dari adanya kelompok baik di dalam
maupun di luar satuan organisasi, antara lain (Soehardi sigit, 2003):
1. Kelompok merupakan alat perjuangan bagi anggotanya.
2. Kelompok dapat digunakan untuk alat inovasi dan kreativitas.
3. Kelompok lebih baik daripada perorangan dalam pengambilan keputusan
menyangkut orang banyak.
4. Anggota kelompok dapat memperolah keuntungan dari pelaksanaan
pengambilan keputusan.
5. Kelompok dapat mengendalikan dan mendisiplinkan anggotanya
dibanding dengan mereka yang tidak masuk ke dalam kelompok.
6. Kelompok membantu menangkis pengaruh-pengaruh negatif dari
meningkatnya organisasi yang semakin besar.
7. Kelompok adalah fenomena alami di dalam organisasi. Perkembangan yang
spontan tidak dapat dihalangi, dan dibutuhkan oleh para anggota sebagai alat
untuk mencapai tujuan.
2.1.4 Perilaku Individu dalam Organisasi
Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan
pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini semuanya
adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini akan dibawa
olehnya manakala ia akan memasuki suatu lingkungan baru, yakni organisasi atau
lainnya. Adapun karakteristik yang dipunyai organisasi antaranya keteraturan
wewenang dan tanggung jawab, sistem penggajian (reward system), sistem pengendalian dan lain sebagainya. Jikalau karakteristik individu berinteraksi
dengan interaksi organisasi, maka akan terwujudlah perilaku individu dalam
organisasi. “Perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu
dengan lingkungannya”.
Ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya menentukan
perilaku keduanya secara langsung, Individu dengan organisasi tidak jauh berbeda
dengan pengertian ungkapan tersebut. Keduanya mempunyai sifat-sifat khusus
atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik ini berinteraksi maka
akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.
Sumber: (Kreitner dkk, 2003) Karakteristik Individu
Kemampuan
Kebutuhan
Kercayaan
Perilaku Individu
dalam Organisasi
Karakteristik Organisasi
Hierarki
Tugas-tugas
Wewenang
Tanggung jawab
Gambar 2.2 Model Umum Perilaku dalam Organisasi
Gambar berikut menunjukkan kepada kita bahwa perilaku seseorang
karyawan dalam kompleks, karena ia dipengaruhi oleh aneka macam variabel
demikian, pengalaman-pengalaman, dan kejadian-kejadian.
Sumber: (Sunarton, 2003) diolah
Gambar 2.3
Gambar yang dikemukan menunjukkan faktor-faktor seperti misalnya:
1. Kemampuan dan keterampilan-keterampilan para karyawan
2. Susunan psikologikal para karyawan
3. Reaksi para karyawan terhadap sejumlah variabel-variabel keorganisasian
seperti misalnya imbalan yang diberikan dan desain pekerjaan yang dihadapi
mereka.
Sebagai contoh misalnya, dapat dikatakan bahwa terdapat adanya
kesepakatan umum bahwa upaya mengubah salah satu diantara variabel-variabel
psikologis memerlukan tindakan diagnosis, keterampilan, kesabaran, dan
pemahaman dari pihak manejer/atasan.
Pola-pola perilaku manusia senantiasa mengalami perubahan, walaupun
sedikit. Setiap manejer/atasan sudah tentu berkeinginan untuk menimbulkan
perubahan dalam perilaku, yang dapat menyebabkan makin membaiknya
performa para karyawan mereka. Perilaku manusia terlampau kompleks untuk
diterangkan oleh sebuah generalisasi yang dapat diterapkan terhadap semua
manusia.
Maka oleh karenanya Gambar 1 hanya memperlihatkan suatu cuplikan saja
dari beberapa di antara variabel yang relevan yang mempengaruhi perilaku
manusia. Perhatian kita akan dipusatkan pada tiga buah variabel psikologikal
utama, yakni: persepsi-sikap dan kepibadian. Variabel-variabel tersebut
Gambar yang disajikan, menyatakan bahwa praktik manejerial efektif
mengharuskan bahwa kita perlu mengetahui perbedan-perbedaan dalam perilaku
individual, dan apabila hal itu dianggap penting.
2.1.5 Komponen Perilaku Manusia dalam Organisasi
Perilaku kelompok dibagi dalam tiga jenis yang membuat dinamika
kelompok, yang oleh George Homans disebut sebagai tiga ‘unsur dasar’:
1. Kegiatan-kegiatan (Activities), ialah apa yang dikerjakan atau diperbuat, seperti mengangkat, berjalan, menggali, mengambil dan sebagainya, yang
memerlukan gerakan-gerakan otot/tubuh.
2. Interaksi (Interactions), ialah komunikasi dalam bentuk apapun diantara para anggota kelompok. Interaksi ini tidak harus verbal, bahkan kebanyakan
non-verbal.
3. Sentimen (Sentiments), ialah keadaan internal/batin manusia, yang mencakup motivasi, dorongan, emosi, perasaan, dan sikap. Tidak seperti activities dan interactions, sentiment tidak dapat dilihat atau dipandang.
Atas dasar nilai-nilai, sikap, pandangan dan kepribadiannya, terdapat
berbagai perilaku dalam organisasi. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sang cekatan (the eager beaver)
Yaitu orang yang cekat kerjanya dan suka menolong. Kendati maksudnya
baik, orang seperti ini dapat menyulitkan keadaan, jika Ia dalam pertemuan ingin
terus menerus bicara, hingga menghalangi orang lain untuk turut serta. Manejer
dari pembicara pada akhir dari pertemuan (rapat). Manejer akan melihat bahwa ia
dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kelompok, terutama bila datang
saatnya untuk mengambil kesimpulan dari pembicaraan.
2. Sang Area (the immovable object)
Yaitu orang yang suka menentang semua gagasan dan saran. Orang seperti
ini tampaknya tidak dapat digerakkan pikirannya untuk maju. Ia biasanya dalam
keadaan masih menikmati status quo. Manejer perlu memberi teguran, tugas-tugas
tertentu, atau assignment supaya ia mau berpikir dan mau bicara. 3. Sang Penghambat (the dampener)
Yaitu orang yang selalu menunjukkan aspek paling jelek dari setiap
gagasan yang diajukan orang lain dalam pertemuan. Jarang, bahkan mungkin
tidak pernah dirinya menawarkan suatu jalan keluar yang lain. Dia tidak
memberikan ide-idenya, melainkan menunjukkan jeleknya gagasan yang dibawa
oleh orang lain kedalam pertemuan. Pendapat orang seperti ini dapat digunakan
untuk mengangkat pendapat orang lain. Namun, manejer harus dapat mengatasi
jangan sampai menimbulkan konflik dengan orang lain.
4. Sang serba setuju (the indiscriminate agreer)
Yaitu orang yang ingin menyenangkan orang lain dengan memberikan
persetujuannya, apakah sesuatu saran itu baik atau buruk. Orang seperti ini
biasanya tidak memiliki pendapat, pokoknya ia beradaptasi dengan orang lain atau
5. Sang Asal-debat (the indiscriminate arguer)
Yaitu orang agresif yang senang berpendapat lain atau merasa terganggu
mengenai masalah pribadinya. Terhadap orang seperti ini perlu diberi pengertian
yang objektif mengenai maslah umum yang dibicarakan, bukan mengenai
perseorangan. Hindari untuk tidak menjadi perdebatan yang saling menyerang,
apabila hal itu terjadi di dalam pertemuan.
6. Sang Pembicara-sulit (the inarticulate talker)
Yaitu orang yang mempunyai ide atau pikiran yang bagus, tetapi sulit
untuk menyampaikan dengan kata-kata. Berilah kepadanya kesempatan untuk
mengulangi dan mengulangi lagi bila perlu, tanpa menyinggung perasaannya.
7. Sang Pembicara-samping (the side conversationalist)
Yaitu orang yang suka bicara dengan orang lain sewaktu mengikuti
pertemuan. Seolah-olah Ia acuh tak acuh terhadap apa yang sedang dibicarakan,
meskipun ia mungkin mengikuti pembicaraan. Pimpinan pertemuan (rapat) dan
orang lain dalam pertemuan itu dapat terganggu karena ulahnya. Pimpinan
pertemuan bilamana perlu menegor kepada orang-orang seperti ini, karena dapat
menganggu jalamnya pertemuan.
8. Sang Penyimpang (the reambler)
Yaitu orang yang suka mebicarakan hal-hal di luar dari apa yang sedang
dibicarakan di dalam pertemuan, meskipun pada awalnya ia mengikuti topic yang
sedang dibicarakan dalam pertemuan, akan tetapi lama-lama ia menyimpang dari
topik pembicaraan. Orang seperti ini harus diingatkan untuk kembali kepada
9. Sang Pendiam (the silent one)
Yaitu orang yang enggan bicara. Ini disebabkan oleh beberapa
kemungkinan. Sudah bosan, malu, tidak tenang, tak peduli atau merasa lebih tahu.
Apapun alasannya, orang seperti ini tidak menguntungkan bagi kelompok.
Manejer dapat membangkitkan perhatiannya, dengan mengajukan
pertenyaan-pertanyaan kepadanya supaya mengeluarkan pembicaraannya.
10. Sang Pelamun (the inattentive one)
Yaitu orang yang tampaknya tidak menggunakan pikirannya, karena ia
seperti pendiam, yang dibicarakan orang seperti ini juga perlu diperingatkan
dengan “back to the problem”.
11. Sang Penarik-Perhatian (the griper)
Yaitu orang yang suka bicara keras tetap mengajukan keluhan untuk
dirinya. Ia mencoba supaya orang lain memperhatikan dirinya. Jika ia bicara
bukan mengenai subjek yang dibicarakan, tapi bahkan mengenai tentang
dirinya.orang seperti ini juga perlu diajak untuk membali kemasalah yang
dibicarakan, dan diperhatikan apa yang menjadi masalah mengenai dirinya,
apakah perlu dibawa kedalam pertemuan.
2.1.6 Bentuk-Bentuk Kelompok 1. Kelompok Primer (Primary group)
Yaitu beberapa orang yang sering berkomunikasi satu sama lain
berkomunikasi secara langsung, bertatap muka dengan yang lainnya tanpa
perantara (Homans). Kelompok ini sering disebut kelompok kecil (small group). 2. Kelompok Formal dan Informal
Kelompok formal yaitu suatu kelompok yang sengaja dibentuk untuk
melaksanakan suatu tugas tertentu. Sedangkan kelompok informal adalah suatu
kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan
kebutuhan-kebutuhan seseorang.
3. Kelompok Terbuka dan Tertutup
Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara tetap mempunyai
rasa tanggap akan perubahan dan pembaruan. Kelompok tertutup adalah
kelompok yang kecil kemungkinannya menerima perubahan dan pembaruan, atau
mempunyai kecenderungan menjaga kesetabilan.
4. Kelompok Referensi
Kelompok yang dimana seseorang melakukan referensi atasnya.,
merupakan kelompok yang dipergunakan sebagai suatu ukuran atau sebagai
sumber dari nilai dan sikap pribadinya.
2.1.7 Variabel-Variabel Individual
Kadang-kadang kita menjumpai gejala bahwa karyawan tertentu,
walaupun mereka sangat termotivasi, tidak memiliki kemampuan ataupun
keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik.
Kemampuan dan keterampilan memainkan peranan penting sekali dalam perilaku
(yang melekat pada manusia atau yang dipelajari) yang memungkinkan seseorang
melaksanakan sesuatu tindakan atau pekerjaan mental atau fiskal.
Keterampilan merupakan kompetensi yang berkaitan dengan tugas, seperti
misalnya keterampilan untuk menangani sebuah mesin. Sering kali istilah
kemapuan dan keterampilan digunakan secara bergantian.
2.1.8 Hubungan Antara Sikap dan Perilaku
Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada di dalam batas
kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap suatu
stimulus (Azwar, 2003), meski sikap pada hakikatnya hanyalah merupakan
predisposisi atau tendensi untuk bertingkah laku, sehinggabelum dapat dikatakan
merupakan tindakan atau aktivitas.
Ajzen dan Fishbein (dalam Azwar, 2003) berusaha mengembangkan suatu
pemahaman terhadap sikap dan prediksinya terhadap perilaku. Mereka
mengemukakan teori Tindakan Beralasan (theory of reasoned action). Teori ini mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewatsuatu proses pengambilan
keputusan yang teliti dan beralasan, serta dampaknya terbatas hanya pada tiga hal,
yaitu:
1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum, tetapi oleh sikap spesifik
terhadap sesuatu
2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma
3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma-norma subjektif
membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.
Gambar di bawah ini mencoba untuk memperjelas hubungan di antara ketiganya.
Sumber: Azwar (2003) diolah
Gambar 2.4 Teori Tindakan Beralasan Menurut Ajzen dan Fishbein
Pada gambar 2.4 tampak bahwa intensi merupakan fungsi dari dua
determinan besar, yaitu sikap terhadap perilaku (dalam arti personal) dan persepsi
individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan suatu perbuatan atau untuk
tidak melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan
bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.
2.2 Peneltian Terdahulu
Sebagian diantara hasil-hasil penelitian memperlihatkan adanya indikasi
hubungan yang kuat antara sikap dan perilakunya (reviu Wicker, dalam Baron &
Byrne, 1991;Branon et. al., 1973 dan DeFleur & Westie, 1958 dalam Allen, Guy, Sikap terhadap
perilaku
Nor ma-norma
subjektif
Intensi untuk
berperilaku
& Edgley, 1980) dan sebagian lain menunjukkan bukti betapa lemahnya hubungan
antara sikap dengan perilaku (antara lain LaPiere, 1934; Greenwald,1989 dalam
Baron & Byrne, 1991).
Abdullah dan Sudharwo dalam penelitiannya mengungkapakan bahwa
para SMA di Provinsi Lampung memiliki sikap yang positif terhadap profesi guru
akan tetapi ternyata mereka tidak berminat dan tidak ingin bekerja sebagai guru
(Abdullah & Sudjarwo, 1993).
Penelitian yang dilakukan Ovi Setya Prabowo ( 2008 ) meneliti tentang
analisis pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership
terhadap etos kerja karyawan kantor pendapatan daerah di Pati.
Analisis yang digunakan adalah dengan analisis Regresi Berganda dengan
menggunakan uji t dan uji f. Hasil dari penelitian ini adalah variabel-variabel
human relation, variabel kondisi fisik lingkungan kerja dan
variabel-variabel leadership berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut
dapat dilihat dari hasil uji korelasi secara berganda yang menghasilkan nilai
koefisien korelasi( R ) adalah sebesar 0,916; artinya angka tersebut menunjukkan
hubungan antara human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership
terhadap kinerja adalah positif karena semakin mendekati angka 1. Berdasarkan
hasil estimasi regresi diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar
0,816 atau 81,6%.
Penelitian yang dilakukan Y. Bagus Wismanto (2009) meneliti tentang
pengaruh sikap terhadap perilaku kajian meta analisis korelasi. Proses dalam
antara sikap dan perilaku, dengan cara mengestimasi koefisien korelasi populasi
berdasar 31 hasil penelitian yang telah dikumpulkan. Tahap-tahap yang dilalui
adalah : menghitung sampling error variance; mengestimasi varians dari populasi korelasi sebagai modal untuk menemukan varians dari korelasi yang
sesungguhnya setelah memperhitungkan varians artifact.
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa korelasi antara sikap dengan
perilaku sebesar 0.366. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa variansi perilaku
13,39% dapat dijelaskan dari sikap dari orang yang berperilaku tersebut. Hasil ini
relatif kecil, hal ini kemungkinan disebabkan bahwa antara sikap dan perilaku
tidak berhubungan secara langsung, akan tetapi masih terdapat variabel antara
yaitu kehendak atau niat (Ajzen & Fishbein ; Fishbein & Middlestadt). Hasil
korelasi kemungkinan akan lebih besar jika penelitian dilakukan dengan
mempergunakan variabel sikap dan kehendak/niat untuk berperilaku tertentu
ataupun antara variabel kehendak/niat dengan perilaku.
2.3 Kerangka Konseptual
Pengertian dasar dari Sikap adalah sikap terhadap suatu obyek, isue atau
seseorang pada dasarnya merupakan perasaan suka atau tidak suka, tertarik atau
tidak, percaya atau tidak, dan seterusnya. Kita juga berasumsi bahwa perasaan itu
dapat direfleksikan dalam bentuk pernyataan yang dibuatnya, cara seseorang
melakukan tindakan terhadap obyek sikap, dan reaksinya terhadap ekspresi opini
dari orang lain. Dengan kata lain sikap memiliki keterkaitan dengan perasaan di
Problem tentang sikap muncul ketika seseorang akan menghubungkan
antara perasaan dengan perilaku, dan menyusun definisi tentang sikap yang
mencerminkan keduanya. Oleh karena itu berbagai definisi ditawarkan oleh para
ahi psikologi sosial, tidak hanya tetang apakah sikap itu, tetapi juga tentang
bagaimana proses belajar, memproses informasi, pembuatan keputusan, memory,
dan seterusnya tentang sikap. Yang seringkali dilakukan oleh para ahli psikologi
adalah mereka ini membuat batasan tentang sikap baik definisinya ataupun teori
konsepnya.
Dalam membuat definisi tentang sikap yang mencerminkan hubungan
antara perasaan dan pengalaman pribadi di satu sisi dan perilaku verbal maupun
nonverbal yang dapat dobservasi di sisi lain, para ahli psikologi tampaknya
memiliki dua asumsi yang krusial. Pertama, sikap itu berbeda dalam entitasyna
dengan eksistensi yang independen. Kedua adalah hubungannya dengan perilaku
yang observable sebagai kausal. Hubungan sikap dengan ekspresi perilaku analog dengan hubungan antara makna dengan ucapan.
Kita perlu berasumsi bahwa sebuah kata itu memiliki makna untuk
memahami perilaku verbal, tetapi kita tidak perlu melihat suatu makna kata
sebagai yang memiliki eksistensi yang indpenden ataupun sebagai entitas yang
berbeda yang menyebabkan perilaku verbal. Seperti halnya kata memiliki makna,
maka orang memiliki sikap, dan konsep sikap itu tidak kalah pentingnya untuk
memahami perilaku sosial dibandingkan dengan konsep makna untuk memahami
Apabila akan melakukan observasi dan analisis tentang perilaku
individual, dan performanya, maka perlu diperhatikan tiga kelompok variabel
yang secara langsung memengaruhi perilaku individual, atau apa yang dilakukan
seseorang karyawan (misalnya: menghasilkan output, menjual kendaraan mobil,
menyervis mesin-mesin).
Interaksi karyawan dalam lingkungan perusahaan/organisasi/instansi
merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan yang mana akan menimbulkan tingkat
kepuasan kerja karyawan. Situasi lingkungan perusahaan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya antara karyawan yang satu dengan yang lain tidak terlepas
dari interaksi satu sama lainnya demi kelancaran dan keharmonisan kerja. Dengan
sarana hubungan yang nyaman akan lebih betah dan senang dalam menyelesaikan
tugas. Hubungan antar manusia ( human relation ) dalam perusahaan merupakan hal yang penting karena merupakan jembatan antara karyawan dengan sesama
karyawan maupun karyawan dengan pimpinan.
Dengan sikap dan perilaku diatas maka etos kerja dalam perusahaan
tersebut tidak akan dapat timbul maupun berkembang, perlu adanya suatu usaha
yang sungguh-sungguh agar etos kerja karyawan dapat dikembangkan.
Sumber: (Thoha, Miftah, 2007:34) data diolah
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara berdasarkan
rumusan masalah yang kebenarannya akan diuji dalam pengujian hipotesis
(Sugiono, 2003). Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini
adalah bahwa “Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap perilaku
karyawan dalam kelompok pada Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksplanasi, secara
eksplanasi penelitian ini dapat dikaji menurut tingkatannya yang didasarkan ada
tujuannya dan objeknya, yaitu yang bertujuan mempelajari, mendeskripsikan,
mendeteksi (mengungkapkan) dan ada pula yang menyelidiki hubungan kausalitas
(Ginting dan Sitomorang, 2008:57).
Berdasarkan tingkatan eksplanasi, maka penelitian ini adalah penelitian
assosiatif yakni penelitian yang menghubungkan dua variabel atau lebih.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara Jl Gunung Krakatau No 110 Pulo
Brayan Barat II Medan Timur Sumater Utara . Penelitian dimulai Juli – Agustus
2012.
3.3 Batasan Operasional
Batasan operasional dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel independen (variabel bebas), yaitu sikap
b. Variabel dependen (variabel terikat), yaitu perilaku para karyawan dalam
3.4 Definisi operasional variabel
Untuk memperjelas variabel-variabel yang sudah diidentifikasi, maka
diperlukan definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut yaitu:
1. Variabel Bebas (Independent Variabel, X)
Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang
menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor lain
(Nawawi, 2004:56). Variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah:
a. Sikap Kognitif (X1)
b. Sikap Afektif (X2)
c. Sikap Perilaku (X3)
2. Variabel Terikat( Dependent Variabel, Y)
Variabel terikat adalah variabel yang merupakan akibat atau yang
dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2004:12). Variabel
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Definisi Variabel Dimensi Indikator Skala
Sikap
(X)
Sikap (attitudes) merupakan pernyataan evaluatif – baik
yang menyenangkan
maupun yang tidak tentang
suatu objek, orang atau
peristiwa. Sikap
mencerminkan bagaimana
seseorang merasakan
sesuatu.
Kognitif 1. Menghafal
2. Memahami
Perilaku 1.Bersahabat
2.Hangat
sebagai suatu fungsi dari
interaksi antara person atau
individu dengan
lingkungannya.
Aktifitas 1.Mengangkat
2.Mengambil
Likert
Interaksi 1.Verbal
2.Non-Verbal
Sentimen 1.Motivasi
2.Dorongan
3.5 Skala Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang digunakan untuk menyatakan tanggapan
responden terhadap setiap instrumen adalah dengan menggunakan Skala Likert
yaitu suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono,
2003). Urutan skala penelitian dari masing-masing item indikator variabel
tersebut, sebagai berikut:
Tabel 3.2
Instrumen Skala Likert
No Alternatif Jawaban Skor
1 Sangat Setuju (SS) 5
2 Setuju (S) 4
3 Kurang Setuju (KS) 3
4 Tidak Setuju (TS) 2
5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
3.6 Populasi dan Sampel 3.6.1 Populasi
Populasi pada prinsipnya adalah semua anggota kelompok manusia,
binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan
secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian
(Sukardi; 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah kayawan atau pegawai
Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono, 2008).
Yang dimaksud populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pegawai
Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi
Sumatera Utara yang berjumlah 110 orang karyawan.
3.6.2 Sampel
Sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data disebut
sampel atau cuplikan. Memang salah satu syarat yang harus dipenuhi di
antaranya adalah bahwa sampel harus diambil dari bagian populasi. Syarat yang
paling penting untuk diperhatikan dalam mengambil sampel ada dua macam, yaitu
jumlah sampel yang mencukupi dan profil sampel yang dipilih harus mewakili.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan formula Empiris yang dianjurkan oleh
(Isaac dan Michael, 1981: 192) dan ditulis sebagai berikut:
S = �2. � . � (1−�) �2 (�−1)+�2 � (1−�)
Keterangan:
S = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi akses
P = Proporsi populasi sebagai dasar asumsi pembuatan table.
Hal ini diambil P = 0.50
D = Derajat ketetapan yang dirfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi
�2= Nilai table chisquare untuk satu derajat kebebas relative level konfiden yang
diinginkan. �2 = 3.841 tingkat kepercayaan 0.95
Dari formula empiris tersebut selanjutnya Isaac memberikan hasil akhir
jumlah sampel terhadap jumlah populasi antara 10 – 100.000 seperti berikut:
Table 3.3
Jumlah sampel terhadap besarnya populasi
140 103 700 248 10.000 370
150 108 750 254 15.000 375
160 113 800 260 20.000 377
170 115 850 265 30.000 379
180 123 900 269 40.000 380
190 127 950 274 50.000 381
200 132 1.000 278 75.000 382
210 136 1.100 285 100.000 384
Sumber : Isaac dan Michael, 1981: 192 Keterangan:
N = Jumlah populasi
S = Jumlah sampel yang diperlukan
Dari data dan hasil perhitungan tersebut maka penulis mengambil sampel
86 sesuai dengan jumlah populasi yakni 110.
3.7 Jenis dan Sumber Data
Peneliti menggunakan dua jenis data dalam melakukan penelitian untuk
membantu memecahkan masalah, yaitu:
3.7.1 Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dan dari
penyebaran kuisioner kepada responden yang dianggap telah mewakili populasi.
Hasil yang diperoleh dari penyebaran kuisioner ini adalah penilaian serta
3.7.2 Data Sekunder
Data sekunder data yang diperoleh melalui studi dokumentasi, baik dari
buku, jurnal, majalah dan situs internet yang dapat mendukung penelitian ini.
3.8 Teknis Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori,
tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian dilapangan.
Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui empat (4) teknik yaitu:
(1) teknik wawancara mendalam (depth intervieuw) (2) teknik observasi,
(3) dokumentasi
(4) Daftar Pertanyaan (questionnaire)
3.8.1 Wawancara
Menurut Hadi metode wawancara atau interview adalah metode
pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis
dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. Esterberg dalam Sugiono (2005)
mendefinisikan interview merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab. Sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu. Pada penelitian ini, wawancara dilakukan pada para
pegawai Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
3.8.2 Observasi
Menurut Hadi (1993) observasi adalah suatu metode yang digunakan
sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang
diselidiki. Arikunto (2002) memberikan definisi observasi adalah pengamatan
meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek dengan menggunakan
seluruh alat indera. Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk mengetahui
data mengenai sikap dan perlaku karyawan dalam kelompok pada Kantor Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara.
3.8.3 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya monumental dari seseorang. Dokumen
yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah hidup, cerita, biografi,
peraturan dan kebijakan. Arikunto (2002) mengatakan bahwa di dalam
melaksanakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda tertulis seperti
buku-buku, majalah, peraturan , notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.
Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih kredibel jika didukung
oleh adanya salah satu produk dokumentasi yang telah disebutkan di atas. atau
karya tulis akademik dan seni yang ada. Pada penelitian ini dokumentasi yang
dikumpulkan meliputi dokumen-dokumen penting seperti sejarah berdirinya
Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi
Sumatera Utara, visi dan misi Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana