• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Sikap Dengan Perilaku Karyawan Dalam Kelompok Pada Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Sikap Dengan Perilaku Karyawan Dalam Kelompok Pada Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN SIKAP DENGAN PERILAKU KARYAWAN DALAM KELOMPOK PADA KANTOR PERWAKILAN BKKBN PROVINSI

SUMATERA UTARA

OLEH:

BUKTI HARTONO SIJABAT 090521161

PROGRAM STUDI MANAJEMEN EKSTENSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok pada kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui kuisioner yang disebarkan kepada karyawan pada kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara sebanyak 86 orang. Data diproses dengan menggunakan SPSS 15.0 for windows. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan korelasi Rank Spearman.

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap karyawan (keseluruhan) dengan perilaku karyawan dalam kelompok.

(3)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine how the relationship between attitudes to the behavior of employees in the BKKBN Provinsi Sumatera Utara office.

The data used in this study is the primary data and secondary data. Methods of collecting primary data through questionnaires distributed to the employees of BKKBN Provinsi Sumatera Utara office as many as 86 peoples. Data are processed using SPSS 15.0 for windows. The analytical method used is descriptive quantitative correlation by using spearman rank.

In the results showed that there is a positive relationship between employee attitudes (overall) with the behavior of employees in the group.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas kasih yang diberikan

kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul

Hubungan Sikap Dengan Perilaku Karyawan Dalam Kelompok pada Kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara”.

Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi dan doa dari

berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda M. Sijabat dan

Ibunda B. Butar-Butar untuk segala doa, kasih sayang dan pengorbanannya yang

selalu mendukung penulis.

Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE., ME., selaku Ketua Departemen S1 Manajemen

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Marhayanie, MSi., selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas

Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Endang Sulistya Rini, SE., MSi., selaku Ketua Program Studi

Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Dr. Dra. Siti Raha Agoes Salim, MSc., selaku Dosen Pembimbing

6. Ibu Dra.Friska Sipayung., MSi., selaku Pembaca Penilai.

7. Ayah dan Ibu tercinta serta adik-adikku Junardo, Ricardo, Bonar, Zippo yang

(5)

8. Bapak drg. Widwiono, M. Kes, selaku Kepala BKKBN Provinsi Sumatera

Utara.

9. Bapak Drs. T.Lafalinda, MPHR, selaku Kasubag Hukum dan Kepegawaian

BKKBN Provinsi Sumatera Utara.

10. Saudara Manuntun R. Manik, Amd, Sahabat saya yang membantu dalam

penyusunan skripsi ini.

11. Teman-teman seluruhnya yang telah banyak membantu dan memberikan

semangat sehingga perkuliahanku terselesaikan dengan baik.

Semoga bentuk bantuan yang telah diberikan mendapat ganjaran pahala

yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi banyak pihak. Amin.

Medan, Agustus 2012 Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian... 1

1.2. Perumusan Masalah... 8

1.3. Tujuan Penelitian... 8

1.4. Manfaat Penelitian... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis ... 10

2.1.1. Pengertian Sikap………... 10

2.1.2. Pengertian Perilaku Manusia………... 21

2.1.3. Pengertian Perilaku Kelompok ………... 21

2.1.4. Perilaku Individu dalam Organisasi ………... 23

2.1.5. Komponen Perilaku Manusia Dalam Organisasi……… 27

2.1.6. Bentuk-bentuk Kelompok………31

2.1.7. Variabel-Variabel Individual……….. 32

2.1.8. Hubunagan Antara Sikap Dengan Perilaku………. 33

2.2. Penelitian Terdahulu……….…... 34

2.3. Kerangka Konseptual…... 36

2.4. Hipotesis Penelitian………... 39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian………... 40

(7)

3.3. Batasan Operasional……….. 40

3.4. Defenisi Operasional………... 41

3.5. Skala Pengukuran Variabel……… 43

3.6. Populasi dan Sampel Penelitian………... 44

3.7. Jenis Data dan Sumber Data………... 47

3.8. Teknik Pengumpulan Data………. 48

3.9. Uji Validitas dan Reliabilitas ……… 50

3.10. Metode Analisis Data ………... 55

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perusahaan………... 58

4.2 Analisis Deskriptif Variabel……… 61

4.3 Metode Korelasi………... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan……… 87

5.2. Saran………... 88

DAFTAR PUSTAKA... 89

(8)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel ...42

Tabel 3.2 Instrumen Skala Liket ...43

Tabel 3.3 Jumlah Sampel Terhadap Besarnya Populasi ……….45

Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ...62

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur ...62

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir...54

Tabel 4.4 Distribusi Pendapat Responden Terhadap Dimensi Kognisi...64

Tabel 4.5 Distribusi Pendapat Responden Terhadap Dimensi Afeksi ...66

Tabel 4.6 Distribusi Pendapat Responden Terhadap Dimensi Perilaku... 69

Tabel 4.7 Distribusi Pendapat Responden Terhadap Dimensi Perilaku kelompok... 61

Tabel 4.8 Hubungan sikap (keseluruhan) dengan perilaku kelompok... 74

Tabel 4.9 Hubungan Dimensi Kognisi dengan perilaku kelompok ...77

Tabel 4.10 Hubungan Dimensi Afeksi dengan perilakukelompok...79

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

Lampiran 1 Hubungan Sikap Dengan Perilaku... ……90

Lampiran 2 Daftar Kuisioner………...92

Lampiran 3 Frekuensi Jawaban Responden dengan SPSS 15.0...96

(10)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok pada kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui kuisioner yang disebarkan kepada karyawan pada kantor BKKBN Provinsi Sumatera Utara sebanyak 86 orang. Data diproses dengan menggunakan SPSS 15.0 for windows. Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan korelasi Rank Spearman.

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara sikap karyawan (keseluruhan) dengan perilaku karyawan dalam kelompok.

(11)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine how the relationship between attitudes to the behavior of employees in the BKKBN Provinsi Sumatera Utara office.

The data used in this study is the primary data and secondary data. Methods of collecting primary data through questionnaires distributed to the employees of BKKBN Provinsi Sumatera Utara office as many as 86 peoples. Data are processed using SPSS 15.0 for windows. The analytical method used is descriptive quantitative correlation by using spearman rank.

In the results showed that there is a positive relationship between employee attitudes (overall) with the behavior of employees in the group.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Penelitian

Salah satu elemen penting dalam suatu organisasi adalah adanya sumber

daya manusia yang mampu menggerakkan seluruh aktivitas guna pencapaian

tujuan pada organisasi tersebut. Hal ini menandakan bahwa diperlukan adanya

proses pengelolaan sumber daya manusia yang efektif di dalam suatu organisasi.

Namun, masalah yang sering kali dihadapi adalah adanya faktor sikap dan

perilaku karyawan yang tidak dapat dikendalikan dalam proses pengelolaan

sumber daya manusia. Hal ini dapat dikarenakan organisasi yang menaunginya

kurang mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku

individu tersebut. Berawal dari ketidaksanggupan organisasi dalam

mengendalikan karyawannya, tentu akan memunculkan masalah-masalah baru di

dalam suatu organisasi.

Dalam manajemen, fungsi organisasi terutama dalam hal pengawasan,

organisasi perlu memantau para pekerjanya terhadap sikap, dan hubungannya

dengan perilaku. Dalam organisasi, sikap amatlah penting karena komponen

perilakunya. Pada umumnya, penelitian menyimpulkan bahwa individu mencari

konsistensi diantara sikap mereka serta antara sikap dan perilaku mereka.

Seseorang bisa memiliki ribuan sikap, sikap kerja berisi evaluasi positif

(13)

mereka, Ada tiga sikap yaitu, kepuasan kerja, keterlibatan pekerjaan, dan

komitmen organisasional. Seseorang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi

memiliki perasaan-perasaan positif tentang pekerjaan tersebut, sementara

seseorang yang tidak puas memiliki perasaan-perasaan yang negatif tentang

pekerjaan tersebut. Keterlibatan pekerjaan , mengukur tingkat sampai mana

individu secara psikologis memihak pekerjaan mereka dan menganggap penting

tingkat kinerja yang dicapai sebagai bentuk penghargaan diri. Karyawan yang

mempunyai tingkat keterlibatan pekerjaan yang tinggi sangat memihak dan

benar-benar peduli dengan bidang pekerjaan yang mereka lakukan.

Tingkat keterlibatan pekerjaandan pemberian wewenang yang tinggi

benar-benar berhubungan dengan kewargaan organisasional dan kinerja

pekerjaan. Keterlibatan pekerjaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan

tertentu seorang individu, sementara komitmen organisosial yang tingi berarti

memihak organisasi yang merekrut individu tersebut.

Manusia sebagai mahluk sosial senantiasa berinteraksi dengan sesamanya.

Organisasi merupakan salah satu perwujudan dari kebutuhan manusia untuk

berinterksi. Manusia tetarik dengan orang lain sehingga terjalin hubungan kerja

dalam suatu kelompok yang mempunnyai dasar-dasar tertentu. Dasar-dasar

tersebut merupakan suatu daya tarik bagi pembentukan suatu organisasi. Daya

tarik tersebut adakalanya karena adanya kesempatan untuk berinteraksi, kesamaan

status yang dipunyai masing-masing orang, kesamaan latar belakang, maupun

kesamaan sikap. Beberapa kesamaan daya tarik tersebut menjadi alasan seseorang

(14)

Organisasi adalah sarana dalam pencapaian tujuan, yang merupakan

wadah kegiatan dari orang-orang yang bekerja sama dalam usahanya mencapai

tujuan. Organisasi atau perusahaan harus mampu mengelola manajemennya untuk

memenangkan persaingan pada era yang serba kompetitif supaya dapat bertahan

untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan perusahaan. Setiap perusahaan, baik

yeng bergerak dibidang produksi, jasa maupun industry pada umumnya memiliki

tujuan untuk memperoleh keuntungan. Supaya dapat mencapai tujuan itu,

perusahaan memerlukan sistem manajemen efektif yang akan menunjang

jalannnya operasi perusahaan secara terus-menerus dan tingkat efektivitas kerja

karyawan juga perlu diperhatikan.

Karyawan adalah asset utama perusahaan yang menjadi pelaku yang aktif

dari setiap aktivitas organisasi. Karyawan memiliki perasaan, pikiran, keinginan,

status, dan latar belakang pendidikan, usia dan jenis kelamin yang berbeda, yang

dibawa kedalam organisasi perusahaan. Karyawan bukanlah mesin, uang dan

material yang sifatnya pasif dan dapat dikuasai serta diatur sepenuhnya dalam

mencapai tujuan organisasi.

Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu

dengan lingkungannya. Ini berarti seorang individu dengan lingkungannya saling

mempengaruhi dan dapat menentukan perilaku dari keduanya. Sebagai gambaran,

misalnya: seorang mahasiswa yang sedang belajar di suatu perguruan tinggi,

seorang karyawan sebuah bank yang melayani penabung, seorang supir taksi yang

sedang mengantarkan penumpang atau seorang pedagang yang sedang

(15)

berbeda satu sama lain, dan perilakunya ditentukan oleh masing-masing

lingkungan tempat dimana mereka berada.

Beberapa orang bersifat pendiam dan pasif, sementara yang lainnya ceria

dan agresif. Ketika kita menggambarkan orang dari segi karakteristiknya, bisa

pendiam, pasif, ceria, agresif, ambisius, setia, atau suka bergaul, kita sedang

mengkategorikan mereka dari segi sifat-sifat kepribadian. Karenanya kepribadian

(personality) individu seseorang merupakan kombinasi sifat-sifat psikologis yang kita gunakan untuk mengklasifikasikan orang tersebut.

Prilaku organisasi hakikatnya mendasar pada ilmu perilaku itu sendiri

yang dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia di

dalam suatu organisasi. Pendekatan perilaku dalam organisasi mempertaruhkan

bahwa manusia dalam organisasi adalah suatu unsur yang sangat komplek, dan

oleh karenanya adanya suatu kebutuhan pemahaman teori yang didukkung oleh

riset yang empiris sangat diperlukan sebelum diterapkan dalam mengelolah

manusia itu sendiri secara efektif. Sehingga karenanya pendekatan-pendekatan

hubungan kerja kemanusiaan (human relation, psikologis industri, keteknikan

industri (indusrial engineering) diperlukan sebagai satu-satunya hampiran (approach) untuk memahami dimensi manusia dalam organisasi. Sekarang ini pendekatan dari ilmu perilaku organisasi rupanya menggatikan mereka dan bisa

diterima untuk memahami aspek-aspek manusia sebagai suatu dimensi dalam

organisasi.

Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang

(16)

yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok

lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat

simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya

diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.

Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif

dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama

merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau

kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan.

Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi

atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan

suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang

bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk

kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara

persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses

sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya

dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan

kekerasan.

Dari uraian diatas dapat terlihat jelas bahwa suatu perusahaan atau

organisasi dapat tercapai tujuannya dikarenakan dari aktifitas orang-orang yang

menjadi anggota atau karyawannya. Individu mencari konsistensi di antara sikap

mereka serta antara sikap dan perilaku mereka. Ini berarti bahwa individu

berusaha untuk menetapkan sikap yang berbeda serta meluruskan sikap dan

(17)

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi

Sumatera Utara merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai tugas

melaksanakan tugas pemerintahan dibidang Kependudukan Keluarga Berencana

di wilayah Propinsi Sumatera Utara sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN) Provinsi Sumatera Utara mempunyai fungsi:

1. Perumusan kebijakan teknis Kependudukan dan Keluarga Berencana;

2. Fasilitasi Kependudukan dan Keluarga Berencana;

3. Pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan Kependudukan dan Keluarga

Berencana;

4. Penyuluhan, sosialisasi dan internalisasi norma keluarga berencana dan

keluarga sejahtera;

5. Pengumpulan, pengolahan , penyajian data dan informasi permasalahan

dan potensi Kependudukan dan Keluarga Berencana;

6. Penyelenggaraan kebijakan bina sosial dan bina fisik pemberdayaan

masyarakat kelurahan;

7. Fasilitasi, pembinaan dan pengembangan pemanfaatan Teknologi Tepat

Guna;

8. Pemberian dukungan teknis kepada masyarakat dan perangkat daerah.

Sikap dan perilaku para karyawan di dalam kelompok pada kantor Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara

baik langsung maupun tidak langsung mendapat perhatian khusus dalam

(18)

pegawai atau karyawannya. Sikap dan perilaku karyawan yang terlihat dan

berlangsung di tempat kerja, sekaligus perilaku kemanusiaan dan perilaku

organisasi mendapat perhatian secara saksama. Dari fenomena sikap kognitif yang

dapat dilihat seperti pemahaman dari para karyawan dalam menjalankan

instruksi atasan atau pimpinan, pengaplikasian perintah dan program kerja yang di

tugaskan kepada semua karyawan dan juga kemampuan mengevaluasi kinerja

masing-masing karyawan masih belum berjalan dengan optimal. Hal ini dapat

dilihat dari masih seringnya terjadi kesalahan dalam menjalankan instruksi dalam

tugas sehari-hari, dan juga masih ada karyawan yang belum sepenuhnya mengerti

akan tugas dan tanggung jawab yang mereka emban seperti kurangnya disiplin

waktu bekerja.

Demikian juga dari dimensi Afektif dan Perilaku menunjukkan

fenomena-fenomena seperti sikap karyawan yang kurang hangat dalam menyapa

baik sesama karyawan maupun dengan pihak luar atau tamu, masih ada karyawan

yang berperilaku apatis dalam melayani tamu atau pihak dari luar perusahaan,

,dan bahkan masih ada perilaku permusuhan yang terjadi di antara para karyaan

itu sendiri. Tentu sangat manusiawi kalau ada masalah atau konflik diantara para

karyawan, namun hal ini tentu menunjukkan adanya indikator perilaku yang

kurang baik di antara para karyawan itu sendiri. Fenomena-fenomena seperti itu

masih ditemukan dalam situasi kerja di kantor tempat mereka menginterpretasikan

sikap dan perilaku mereka dalam bekerja dan itu menjadi beberapa indikator yang

(19)

Mengingat sangat pentingnya mempelajari hubungan sikap terhadap

perilaku para karyawan di dalam kelompok, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian “Hubungan Sikap Dengan Perilaku Karyawan Dalam Kelompok pada Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara ”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya,

maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat

hubungan antara sikap dengan perilaku para karyawan dalam kelompok pada

Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi

Sumatera Utara?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisa hubungan antara sikap dan perilaku karyawan dalam kelompok pada kantor perwakilan BKKBN provinsi Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Penulis

Memberikan pengetahuan bagi penulis, khususnya mengenai hubungan

(20)

b. Bagi Perusahaan

Bagiperusahaan penelitian ini memberikan tambahan informasi mengenai

hubungan sikap dan perilaku karyawan dalam kelompok, sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan atau kebijakan

dalam mengevaluasi kinerja karyawan di dalam perusahaan.

c. Bagi Pihak Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Sikap

Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluative. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang mengkehendaki

adanya reaksi individual. Respons evaluative berarti bahwa bentuk reaksi yag

dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri

individu yang memberi kesimpulan tehadap stimulus dalam bentuk nilai

baik-buruk, positif negative, menyenangkan tidak menyenangkan, yang kemudian

mengkiristal sebagai potensi terhadap objek sikap.

Salah satu teori menyatakan bahwa manusia berupaya untuk mencari suatu

keselarasan antara keyakinan mereka dan perasaan mereka terhadap objek-objek

yang dihadapi mereka. Maka perubahan sikap bergantung dari upaya mengubah

perasaan atau keyakinan-keyakinan tersebut. Teori tersebut mengasumsikan

bahwa manusia memiliki sikap yang terstruktur yang terdiri dari berbagai macam

komponen-komponen afektif dan kognitif (Rahayuningsih, 2008).

Keterkaitan antara komponen tersebut berarti bahwa perubahan yang

terjadi pada salah satu komponen, akan menyebabkan terjadinya perubahan pada

komponen lain. Apabila komponen tersebut tidak konsisten, ataupun melampaui

(22)

Allport (dalam Hogg, 2004) mendefinisikan sikap sebagai sebuah

kecendrungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu dalam situasi sosial.

Sikap merujuk pada evaluasi individu terhadap berbagai aspek dunia sosial

serta bagaimana evaluasi tersebut memunculkan rasa suka atau tidak suka

individu terhadap isu, ide, orang lain, kelompok sosial dan objek (Baron, 2004)

Sikap pada awalnya diartikan sebagai suatu syarat untuk munculnya suatu

tindakan. Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi,

membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan

kecendrungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang kita hadapi,

bahkan terhadap diri kita sendiri. Pandangan dan perasaan kita terpengaruh oleh

ingatan akan masa lalu, oleh apa yang kita ketahui dan kesan kita terhadap apa

yang sedang kita hadapi saat ini (Azwar, 2005).

Menurut Fraenkei (dalam Azwar S, 2003), sikap merupakan penentu dari

perilaku karena keduanya berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan

dan motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan

diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respon

seseorang terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan.

Definisi sikap ini memiliki implikasi tertentu bagi manejer. Pertama, sikap

adalah sesuatu yang dipelajari. Kedua, sikap menentukan pandangan awal

seseorang terhadap berbagai aspek di dunia. Ketiga, sikap membangun dasar

emosional hubungan interpersonal seseorang dan identifikasi dengan orang lain.

(23)

Desain Pekerjaan Gaya keyakinan dan nilai Sikap merupakan bagian intrinsik dari kepribadian seseorang. Sejumlah

teori berusaha mencari tahu cara pembentukan dan perubahan sikap. Salah satu

teori menyatakan bahwa “Orang mencari kesesuaian antara keyakinan dan

perasaan mereka tarhadap objek” dan menyatakan bahwa modifikasi sikap dapat

dilakukan dengan mengubah sisi perasaan atau keyakinan.

Stimula: Sikap Hasil

Faktor-faktor komponen-komponen Reaksi

Lingkungan kerja

Sumber : (Jhon M.Ivancevich, 2006:89) diolah Gambar 2.1

(24)

Gambar di atas menyajikan ketiga macam komponen sikap, sehubungan

dengan faktor-faktor lingkungan kerja seperti misalnya desain pekerjaan,

kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, dan imbalan-imbalan di luar gaji.

Menurut Azwar S (2003), Stimulasi tersebut menimbulkan suatu reaksi

yang bersifat afektif atau emosional, kognitif (pemikiran) dan yang

mempengaruhi perilaku. Pada dasarnya stimuli menyebabkan timbulnya

pembentukan sikap, yang kemudian menyebabkan timbulnya reaksi tertentu yang

bersifat kognitif afektif, atau behavioral. 2.1.1.1 Kognitif

Komponen “kognitif” sebuah sikap terdiri dari persepsi, opini, dan

keyakinan-keyakinan seseorang. Ia berhubungan dengan proses pemikiran di

mana ditekankan persoalan rasionalitas dan logika. Kognitif, segmen pendapat

atau keyakinan dari suatu sikap, Pendekatan kognitif menekankan mental internal

seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan

dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri. Kognitif adalah yang

mencakup kegiatan mental (otak). Salah satu elemen penting kognisi, adalah

keyakinan evaluatif sesorang. Keyakinan-keyakinan evaluatif, dimanafestasi

dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk yang dimiliki seseorang terhadap

objek atau orang tertentu.

Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah

termasuk dalam kognitif. Kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir,

termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami, mengaplikasi,

(25)

2003) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisikan persepsi, kepercayaan,

dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen ini

dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut

masalah isu atau problem yang kontroversial.

2.1.1.2 Afektif

“Affect”, (afeksi) yang merupakan komponen emosional atau “perasaan”. Sebuah sikap dipelajari dari orang tua, guru, dan para anggota kelompok

rekan-rekan. Afektif, segmen emosional dari suatu sikap. Afektif adalah ranah yang

berkaitan dengan sikap dan nilai. Afektif mencakup watak perilaku seperti

perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap

seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki

kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak dalam

berbagai tingkah laku. Seperti: perhatiannnya terhadap pekerjaannya,

kedisiplinannya dalam melakukan pekerjaannya, motivasinya yang tinggi untuk

tahu lebih banyak mengenai pekerjaann yang lain, penghargaan dan sebagainya.

Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan

menyangkut masalah emosi. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling

bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap

seseorang.

2.1.1.3 Perilaku

Perilaku suatu maksud untuk berperilaku dalam suatu cara tertentu

terhadap seseorang atau sesuatu. Sementara itu komponen perilaku berisi

(26)

cara-cara tertentu. Komponen “perilaku” sebuah sikap berhubungan dengan

kecendrungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu

dengan cara tertentu. Seseorang misalnya dapat bertindak terhadap orang lain,

atau hal lain dengan cara bersahabat, hangat, agresif, bermusuhan atau apatis,

ataupun dengan cara-cara lain

Perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari interaksi antara person

atau individu dengan lingkungannya. Sebagai gambaran dari pemahaman

ungkapan ini, misalnya: seorang tukang parkir yang melayani memparkirkan

mobil, seorang tukang pos yang menyampaikan surat-surat ke alamat, seorang

mekanik yang bekerja dalam bengkel, seorang karyawan asuransi yang datang

kerumah menawarkan jasa asuransinya, seorang perawat di rumah sakit, dan juga

seorang manajer di kantor yang membuat keputusan. Mereka semuanya akan

berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya adalah ditentukan oleh

masing-masing lingkungannya yang memang berbeda.

Apabila akan melakukan observasi dan analisis tentang perilaku

individual, dan performanya, maka perlu diperhatikan tiga kelompok variabel

yang secara langsung memengaruhi perilaku individual, atau apa yang dilakukan

seseorang karyawan (misalnya: menghasilkan output, menjual kendaraan mobil,

menyervis mesin-mesin).

Adapun ketiga macam kelompok yang dimaksud yaitu latar belakang dan

variable-variabel: individual, psikologikal, keorganisasian. Sebagai contoh

misalnya dapat dikemukakan bahwa variabel-variabel kemampuan dan

(27)

2.1.1.4 Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (2003), Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan

sikap:

1. Pengalaman pribadi

Pengalaman yang telah lalu maupun yang sedang kita alami ternyata

memiliki pengaruh pada penghayatan kita terhadap suatu objek psikologis tertentu

(dalam Azwar, 2003) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali

terhadap suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif

terhadap objek tersebut. Selanjutnya dikatakan oleh Azwar (2003) bahwa

pembentukan kesan atau tanggapan terhadap objek merupakan proses yang

kompleks dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkutan,

situasi dimana tanggapan tersebut terbentuk, dan ciri.-ciri objektif yang dimiliki

stimulus. Oleh karena itu sebagai dasar pembentukan sikap, maka pengalaman

pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karenanya sikap akan lebih mudah

terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan

2. Kebudayaan

Kebudayaan yang berkembang dimana seseorang hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Sebagai contoh,

misalnya sikap orang desa dengan orang kota terhadap kebebasan dalam

pergaulan antara muda-mudi barangkali memiliki perbedaan yang amat tajam.

Orang kota cenderung memiliki sikap yang lebih permisif dibandingkan orang

(28)

tinggal di dalam lingkungan yang sangat mengutamakan kehidupan berkelompok,

maka akan sangat mungkin apabila ia memiliki sikap yang negatif terhadap

kehidupan yang individualistis yang mementingkan perorangan. Tanpa kita sadari

bersama, kebudayaan ternyata telah menanamkan pengaruh yang kuat terhadap

sikap terhadap berbagai macam hal. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota

masyarakatnya, karena kebudayaan tersebut yang berperan di dalam memberi

corak pengalaman-pengalaman individu yang menjadi anggotanya.Pembentukan

sikap tergantung pada kebudayaan tempat individu tersebut dibesarkan. Contoh

pada sikap orang kota dan orang desa terhadap kebebasan dalam pergaulan.

3. Orang lain yang dianggap penting (Significant Otjhers)

Yaitu: orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak

tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti

khusus. Misalnya: orangtua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin.

Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan

orang yang dianggap penting.

4. Media massa

Media massa berupa media cetak dan elektronik. Dalam penyampaian

pesan, media massa membawa pesan-pesan sugestif yang dapat mempengaruhi

opini kita. Jika pesan sugestif yang disampaikan cukup kuat, maka akan memberi

dasar afektif dalam menilai sesuatu hal hingga membentuk sikap tertentu.

5. Institusi / Lembaga Pendidikan dan Agama

Institusi yang berfungsi meletakkan dasar pengertian dan konsep moral

(29)

menentukan sistem kepercayaan seseorang hingga ikut berperan dalam

menentukan sikap seseorang.

6. Faktor Emosional

Suatu sikap yang dilandasi oleh emosi yang fungsinya sebagai semacam

penyaluran frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisime pertahanan ego. Dapat

bersifat sementara ataupun menetap (persisten/tahan lama). Contoh: Prasangka

(sikap tidak toleran, tidak fair)

2.1.1.5 Mengubah Sikap

Manejer sering kali bertugas menggubah karyawan mereka agar dapat

bekerja lebih keras dalam mencapai kinerja pekerjaan lebih tinggi. Walau terdapat

banyak variabel yang mempengaruhi perubahan sikap, prosesnya bergantung pada

tiga faktor umum: komunikator, pesan itu sendiri, dan situasi. Untuk tujuan

pembahasan, asumsikanlah bahwa komunikator adalah manejer.

2.1.1.5.1 Komunikator

Karyawan lebih mungkin mengubah sikap mereka (misalkan agar lebih

menyukai pekerjaan dan menyediakan tingkat pelayanan konsumen yang lebih

baik) jika mereka mempercayai manejer, menyukai manejer, dan mempersepsikan

manejer memiliki kelebihan. Jika manejer tidak percaya, usahanya untuk

mengubah sikap akan menjadi tidak berguna karena karyawan tidak akan

menyakini atau menerima pesan manejer. Himbauan untuk memberikan tingkat

pelayanan konsumen yang lebih baik akan dipersepsikan sebagai jalan untuk

mendapatkan nilai yang baik dalam penilaian kinerja tahunan dan kenaikan gaji

(30)

nyaman). Menyukai manejer dapat mengarahkan perubahan sikap karena

karyawan berusaha mengidentifikasikan diri dengan dan mengadopsi sikap dan

perilaku seorang komunikator yang disukai. Sebagai tambahan, mempersepsikan

manejer sebagai seseorang yang memiliki kelebihan juga akan mengarahkan

karyawan menjadi lebih reseptif dalam mengubah sikap mereka. Seorang manejer

yang hanya memiliki sedikit kelebihan kurang dihormati oleh rekan kerja dan

atasannya. Hal ini membuat usaha mengubah sikap karyawan menjadi sangat

sulit.

2.1.1.5.2 Pesan

Meskipun manejer dipercaya, disukai, dan dilihat memeiliki kelebihan,

pesannya pun harus jelas, dapat dipahami, dan menyakinkan. Manejer berusaha

untuk mengubah sikap dengan mengirimkan pesan yang persuasif. Manejer

mengirimkan pesan, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja, melalui

komunikasi verbal maupun non verbal. Sebagai contoh, jika seorang manejer

berkata secara verbal bahwa dia mendukung wakil presiden direktur yang baru

tapi kemudian tidak menghadiri beberapa pertemuan dengan wakil presiden

direktur yang baru, dia mengirimkan pesan non verbal yang kuat kepada

karyawan (misalnya, bahwa dirinya tidak mendukung wakil presiden direktur

baru). Agar menjadi lebih efektif dalam mengubah sikap karyawan, manejer perlu

mengembangkan dan mengirimkan pesan verbal dan nonverbal yang persuasif.

2.1.1.5.3 Situasi

Kemampuan manejer untuk mengubah sikap karyawan sebagian

(31)

manejer ingin staff kebersihan lebih cepat dari yang melakukan sekarang.

Mengetahui bahwa pesan yang persuasif dapat menjadi lebih efektif ketika

disertai dengan distraksi (pengalihan), manejer pertama-tama mengumumkan

bahwa setiap anggota staff kebersihan akan menerima bonus akhir tahun untuk

komitmen dan kerja keras mereka. Setelah membuat pengumuman tersebut,

manejer kemudian meminta karyawan untuk melakukan usaha yang lebih keras

selama 12 bulan berikutnya. Penelitian menunjukkan bahwa jika orang teralihkan

perhatiannya ketika mereka mendengarkan suatu pesan, mereka akan

menunjukkan lebih banyak perubahan sikap karena pengalihan tersebut

menghalangi munculnya pemikiran yang menantang. Dengan kata lain, karyawan

lebih mungkin mendengarkan dan merespon perintah manejer lebih cepat karena

mereka tidak memiliki waktu untuk memikirkan argumentasi internal yang

menantang permintaan tersebut.

Pengalihan hanya merupakan salah satu dari sekian banyak faktor

situasional yang dapat meningkatkan persuasi. Faktor lain yang menjadikan orang

lebih dapat dipengaruhi adalah lingkungan yang menyenangkan. Menciptakan

lingkungan yang menyenangkan mungkin dapat berdampak positif pada usaha

untuk mengubah sikap.

2.1.2 Pengertian Perilaku Manusia

Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia,

sedang dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam

(32)

adanya kebutuhan. Perilaku dikatakan wajar apabila ada penyesuaian diri yang

harus diselaraskan peran manusia sebagai makhluk individu, social dan

kebutuhan. Apabila manusia dapat menyesuaikan diri dengan baik itulah yang

disebut dengan bahagia. Ada beberapa hal yang perlu dijadikan pedoman dalam

penyesuaian diri yaitu:

a. Dapat memenuhi segala kebutuhan dengan tidak menambahkan dan

mengurangi.

b. Tidak mengganggu manusia lain dalam memenuhi kebutuhannya.

c. Melaksanakan pertanggungjawaban dengan sewajarnya dengan sesama.

2.1.3 Pengertian Perilaku Kelompok

Perilaku manusia merupakan suatu fungsi dari interaksi antara individu

dengan lingkungannya. Ini berarti seorang individu dengan lingkungannya saling

mempengaruhi dan dapat menentukan perilaku dari keduanya. Sebagai gambaran,

misalnya: seorang mahasiswa yang sedang belajar di suatu perguruan tinggi,

seorang karyawan sebuah bank yang melayani penabung, seorang supir taksi yang

sedang mengantarkan penumpang atau seorang pedagang yang sedang

menawarkan dagangannya. Mereka semuanya akan memiliki perilaku yang

berbeda satu sama lain, dan perilakunya ditentukan oleh masing-masing

lingkungan tempat dimana mereka berada (Soehardi sigit 2003).

Menurut Schermerhorn dkk, kelompok adalah suatu kumpulan orang yang

(33)

jangka waktu tertentu dan mereka melihat bahwa mereka saling tergantung

mengenai pencapaian satu atau lebih tujuan bersama.

Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dapat dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja

atas dasar yang relatif terus-menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau

sekelompok tujuan (Stephen P. Robbins).

Perilaku organisasi mengambil pandangan mikro yaitu memfokuskan diri

kepada perilaku didalam organisasi dan kepada seperangkat prestasi dan variabel

mengenai sikap yang sempit dari para anggotanya. Perilaku manusia yang berada

dalam suatu organisasi adalah awal dari perilaku organisasi itu. Perilaku

organisasi pada hakekatnya adalah hasil-hasil interaksi antara individu-individu

dalam organisasinya. Hal ini didasarkan pada ilmu perilaku itu sendiri yang

dikembangkan dengan pusat perhatiannya pada tingkah laku manusia dalam suatu

organisasi.

Kelompok merupakan bagian dari kehidupan manusia. Setiap hari manusia

akan terlibat dalam aktifitas kelompok demikian pula kelompok merupakan

bagian dari kehidupan organisasi. Pada umumnya manusia yang menjadi anggota

suatu organisasi besar atau kecil memiliki kecenderungan yang kuat untuk

mencari keakraban dlam kelompok-kelompok tertentu. Dimulai dari adanya

kesamaan tugas pekerjaan yang dilakukan, kedekatan tempat kerja, seringnya

berjumpa dan adanya kesamaan kesenangan bersama maka timbullah kedekatan

(34)

Banyak manfaat yang dapat dipetik dari adanya kelompok baik di dalam

maupun di luar satuan organisasi, antara lain (Soehardi sigit, 2003):

1. Kelompok merupakan alat perjuangan bagi anggotanya.

2. Kelompok dapat digunakan untuk alat inovasi dan kreativitas.

3. Kelompok lebih baik daripada perorangan dalam pengambilan keputusan

menyangkut orang banyak.

4. Anggota kelompok dapat memperolah keuntungan dari pelaksanaan

pengambilan keputusan.

5. Kelompok dapat mengendalikan dan mendisiplinkan anggotanya

dibanding dengan mereka yang tidak masuk ke dalam kelompok.

6. Kelompok membantu menangkis pengaruh-pengaruh negatif dari

meningkatnya organisasi yang semakin besar.

7. Kelompok adalah fenomena alami di dalam organisasi. Perkembangan yang

spontan tidak dapat dihalangi, dan dibutuhkan oleh para anggota sebagai alat

untuk mencapai tujuan.

2.1.4 Perilaku Individu dalam Organisasi

Individu membawa ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan

pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini semuanya

adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini akan dibawa

olehnya manakala ia akan memasuki suatu lingkungan baru, yakni organisasi atau

lainnya. Adapun karakteristik yang dipunyai organisasi antaranya keteraturan

(35)

wewenang dan tanggung jawab, sistem penggajian (reward system), sistem pengendalian dan lain sebagainya. Jikalau karakteristik individu berinteraksi

dengan interaksi organisasi, maka akan terwujudlah perilaku individu dalam

organisasi. “Perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu

dengan lingkungannya”.

Ini berarti bahwa seseorang individu dengan lingkungannya menentukan

perilaku keduanya secara langsung, Individu dengan organisasi tidak jauh berbeda

dengan pengertian ungkapan tersebut. Keduanya mempunyai sifat-sifat khusus

atau karakteristik tersendiri dan jika kedua karakteristik ini berinteraksi maka

akan menimbulkan perilaku individu dalam organisasi.

Sumber: (Kreitner dkk, 2003) Karakteristik Individu

Kemampuan

Kebutuhan

Kercayaan

Perilaku Individu

dalam Organisasi

Karakteristik Organisasi

Hierarki

Tugas-tugas

Wewenang

Tanggung jawab

(36)

Gambar 2.2 Model Umum Perilaku dalam Organisasi

Gambar berikut menunjukkan kepada kita bahwa perilaku seseorang

karyawan dalam kompleks, karena ia dipengaruhi oleh aneka macam variabel

demikian, pengalaman-pengalaman, dan kejadian-kejadian.

Sumber: (Sunarton, 2003) diolah

Gambar 2.3

(37)
(38)

Gambar yang dikemukan menunjukkan faktor-faktor seperti misalnya:

1. Kemampuan dan keterampilan-keterampilan para karyawan

2. Susunan psikologikal para karyawan

3. Reaksi para karyawan terhadap sejumlah variabel-variabel keorganisasian

seperti misalnya imbalan yang diberikan dan desain pekerjaan yang dihadapi

mereka.

Sebagai contoh misalnya, dapat dikatakan bahwa terdapat adanya

kesepakatan umum bahwa upaya mengubah salah satu diantara variabel-variabel

psikologis memerlukan tindakan diagnosis, keterampilan, kesabaran, dan

pemahaman dari pihak manejer/atasan.

Pola-pola perilaku manusia senantiasa mengalami perubahan, walaupun

sedikit. Setiap manejer/atasan sudah tentu berkeinginan untuk menimbulkan

perubahan dalam perilaku, yang dapat menyebabkan makin membaiknya

performa para karyawan mereka. Perilaku manusia terlampau kompleks untuk

diterangkan oleh sebuah generalisasi yang dapat diterapkan terhadap semua

manusia.

Maka oleh karenanya Gambar 1 hanya memperlihatkan suatu cuplikan saja

dari beberapa di antara variabel yang relevan yang mempengaruhi perilaku

manusia. Perhatian kita akan dipusatkan pada tiga buah variabel psikologikal

utama, yakni: persepsi-sikap dan kepibadian. Variabel-variabel tersebut

(39)

Gambar yang disajikan, menyatakan bahwa praktik manejerial efektif

mengharuskan bahwa kita perlu mengetahui perbedan-perbedaan dalam perilaku

individual, dan apabila hal itu dianggap penting.

2.1.5 Komponen Perilaku Manusia dalam Organisasi

Perilaku kelompok dibagi dalam tiga jenis yang membuat dinamika

kelompok, yang oleh George Homans disebut sebagai tiga ‘unsur dasar’:

1. Kegiatan-kegiatan (Activities), ialah apa yang dikerjakan atau diperbuat, seperti mengangkat, berjalan, menggali, mengambil dan sebagainya, yang

memerlukan gerakan-gerakan otot/tubuh.

2. Interaksi (Interactions), ialah komunikasi dalam bentuk apapun diantara para anggota kelompok. Interaksi ini tidak harus verbal, bahkan kebanyakan

non-verbal.

3. Sentimen (Sentiments), ialah keadaan internal/batin manusia, yang mencakup motivasi, dorongan, emosi, perasaan, dan sikap. Tidak seperti activities dan interactions, sentiment tidak dapat dilihat atau dipandang.

Atas dasar nilai-nilai, sikap, pandangan dan kepribadiannya, terdapat

berbagai perilaku dalam organisasi. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sang cekatan (the eager beaver)

Yaitu orang yang cekat kerjanya dan suka menolong. Kendati maksudnya

baik, orang seperti ini dapat menyulitkan keadaan, jika Ia dalam pertemuan ingin

terus menerus bicara, hingga menghalangi orang lain untuk turut serta. Manejer

(40)

dari pembicara pada akhir dari pertemuan (rapat). Manejer akan melihat bahwa ia

dapat memberikan sumbangan yang positif bagi kelompok, terutama bila datang

saatnya untuk mengambil kesimpulan dari pembicaraan.

2. Sang Area (the immovable object)

Yaitu orang yang suka menentang semua gagasan dan saran. Orang seperti

ini tampaknya tidak dapat digerakkan pikirannya untuk maju. Ia biasanya dalam

keadaan masih menikmati status quo. Manejer perlu memberi teguran, tugas-tugas

tertentu, atau assignment supaya ia mau berpikir dan mau bicara. 3. Sang Penghambat (the dampener)

Yaitu orang yang selalu menunjukkan aspek paling jelek dari setiap

gagasan yang diajukan orang lain dalam pertemuan. Jarang, bahkan mungkin

tidak pernah dirinya menawarkan suatu jalan keluar yang lain. Dia tidak

memberikan ide-idenya, melainkan menunjukkan jeleknya gagasan yang dibawa

oleh orang lain kedalam pertemuan. Pendapat orang seperti ini dapat digunakan

untuk mengangkat pendapat orang lain. Namun, manejer harus dapat mengatasi

jangan sampai menimbulkan konflik dengan orang lain.

4. Sang serba setuju (the indiscriminate agreer)

Yaitu orang yang ingin menyenangkan orang lain dengan memberikan

persetujuannya, apakah sesuatu saran itu baik atau buruk. Orang seperti ini

biasanya tidak memiliki pendapat, pokoknya ia beradaptasi dengan orang lain atau

(41)

5. Sang Asal-debat (the indiscriminate arguer)

Yaitu orang agresif yang senang berpendapat lain atau merasa terganggu

mengenai masalah pribadinya. Terhadap orang seperti ini perlu diberi pengertian

yang objektif mengenai maslah umum yang dibicarakan, bukan mengenai

perseorangan. Hindari untuk tidak menjadi perdebatan yang saling menyerang,

apabila hal itu terjadi di dalam pertemuan.

6. Sang Pembicara-sulit (the inarticulate talker)

Yaitu orang yang mempunyai ide atau pikiran yang bagus, tetapi sulit

untuk menyampaikan dengan kata-kata. Berilah kepadanya kesempatan untuk

mengulangi dan mengulangi lagi bila perlu, tanpa menyinggung perasaannya.

7. Sang Pembicara-samping (the side conversationalist)

Yaitu orang yang suka bicara dengan orang lain sewaktu mengikuti

pertemuan. Seolah-olah Ia acuh tak acuh terhadap apa yang sedang dibicarakan,

meskipun ia mungkin mengikuti pembicaraan. Pimpinan pertemuan (rapat) dan

orang lain dalam pertemuan itu dapat terganggu karena ulahnya. Pimpinan

pertemuan bilamana perlu menegor kepada orang-orang seperti ini, karena dapat

menganggu jalamnya pertemuan.

8. Sang Penyimpang (the reambler)

Yaitu orang yang suka mebicarakan hal-hal di luar dari apa yang sedang

dibicarakan di dalam pertemuan, meskipun pada awalnya ia mengikuti topic yang

sedang dibicarakan dalam pertemuan, akan tetapi lama-lama ia menyimpang dari

topik pembicaraan. Orang seperti ini harus diingatkan untuk kembali kepada

(42)

9. Sang Pendiam (the silent one)

Yaitu orang yang enggan bicara. Ini disebabkan oleh beberapa

kemungkinan. Sudah bosan, malu, tidak tenang, tak peduli atau merasa lebih tahu.

Apapun alasannya, orang seperti ini tidak menguntungkan bagi kelompok.

Manejer dapat membangkitkan perhatiannya, dengan mengajukan

pertenyaan-pertanyaan kepadanya supaya mengeluarkan pembicaraannya.

10. Sang Pelamun (the inattentive one)

Yaitu orang yang tampaknya tidak menggunakan pikirannya, karena ia

seperti pendiam, yang dibicarakan orang seperti ini juga perlu diperingatkan

dengan “back to the problem”.

11. Sang Penarik-Perhatian (the griper)

Yaitu orang yang suka bicara keras tetap mengajukan keluhan untuk

dirinya. Ia mencoba supaya orang lain memperhatikan dirinya. Jika ia bicara

bukan mengenai subjek yang dibicarakan, tapi bahkan mengenai tentang

dirinya.orang seperti ini juga perlu diajak untuk membali kemasalah yang

dibicarakan, dan diperhatikan apa yang menjadi masalah mengenai dirinya,

apakah perlu dibawa kedalam pertemuan.

2.1.6 Bentuk-Bentuk Kelompok 1. Kelompok Primer (Primary group)

Yaitu beberapa orang yang sering berkomunikasi satu sama lain

(43)

berkomunikasi secara langsung, bertatap muka dengan yang lainnya tanpa

perantara (Homans). Kelompok ini sering disebut kelompok kecil (small group). 2. Kelompok Formal dan Informal

Kelompok formal yaitu suatu kelompok yang sengaja dibentuk untuk

melaksanakan suatu tugas tertentu. Sedangkan kelompok informal adalah suatu

kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan

kebutuhan-kebutuhan seseorang.

3. Kelompok Terbuka dan Tertutup

Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara tetap mempunyai

rasa tanggap akan perubahan dan pembaruan. Kelompok tertutup adalah

kelompok yang kecil kemungkinannya menerima perubahan dan pembaruan, atau

mempunyai kecenderungan menjaga kesetabilan.

4. Kelompok Referensi

Kelompok yang dimana seseorang melakukan referensi atasnya.,

merupakan kelompok yang dipergunakan sebagai suatu ukuran atau sebagai

sumber dari nilai dan sikap pribadinya.

2.1.7 Variabel-Variabel Individual

Kadang-kadang kita menjumpai gejala bahwa karyawan tertentu,

walaupun mereka sangat termotivasi, tidak memiliki kemampuan ataupun

keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas mereka dengan baik.

Kemampuan dan keterampilan memainkan peranan penting sekali dalam perilaku

(44)

(yang melekat pada manusia atau yang dipelajari) yang memungkinkan seseorang

melaksanakan sesuatu tindakan atau pekerjaan mental atau fiskal.

Keterampilan merupakan kompetensi yang berkaitan dengan tugas, seperti

misalnya keterampilan untuk menangani sebuah mesin. Sering kali istilah

kemapuan dan keterampilan digunakan secara bergantian.

2.1.8 Hubungan Antara Sikap dan Perilaku

Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku yang berada di dalam batas

kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap suatu

stimulus (Azwar, 2003), meski sikap pada hakikatnya hanyalah merupakan

predisposisi atau tendensi untuk bertingkah laku, sehinggabelum dapat dikatakan

merupakan tindakan atau aktivitas.

Ajzen dan Fishbein (dalam Azwar, 2003) berusaha mengembangkan suatu

pemahaman terhadap sikap dan prediksinya terhadap perilaku. Mereka

mengemukakan teori Tindakan Beralasan (theory of reasoned action). Teori ini mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewatsuatu proses pengambilan

keputusan yang teliti dan beralasan, serta dampaknya terbatas hanya pada tiga hal,

yaitu:

1. Perilaku tidak banyak ditentukan oleh sikap umum, tetapi oleh sikap spesifik

terhadap sesuatu

2. Perilaku dipengaruhi tidak hanya oleh sikap tetapi juga oleh norma-norma

(45)

3. Sikap terhadap suatu perilaku bersama-sama norma-norma subjektif

membentuk suatu intensi atau niat untuk berperilaku tertentu.

Gambar di bawah ini mencoba untuk memperjelas hubungan di antara ketiganya.

Sumber: Azwar (2003) diolah

Gambar 2.4 Teori Tindakan Beralasan Menurut Ajzen dan Fishbein

Pada gambar 2.4 tampak bahwa intensi merupakan fungsi dari dua

determinan besar, yaitu sikap terhadap perilaku (dalam arti personal) dan persepsi

individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan suatu perbuatan atau untuk

tidak melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan

bila ia percaya bahwa orang lain ingin agar ia melakukannya.

2.2 Peneltian Terdahulu

Sebagian diantara hasil-hasil penelitian memperlihatkan adanya indikasi

hubungan yang kuat antara sikap dan perilakunya (reviu Wicker, dalam Baron &

Byrne, 1991;Branon et. al., 1973 dan DeFleur & Westie, 1958 dalam Allen, Guy, Sikap terhadap

perilaku

Nor ma-norma

subjektif

Intensi untuk

berperilaku

(46)

& Edgley, 1980) dan sebagian lain menunjukkan bukti betapa lemahnya hubungan

antara sikap dengan perilaku (antara lain LaPiere, 1934; Greenwald,1989 dalam

Baron & Byrne, 1991).

Abdullah dan Sudharwo dalam penelitiannya mengungkapakan bahwa

para SMA di Provinsi Lampung memiliki sikap yang positif terhadap profesi guru

akan tetapi ternyata mereka tidak berminat dan tidak ingin bekerja sebagai guru

(Abdullah & Sudjarwo, 1993).

Penelitian yang dilakukan Ovi Setya Prabowo ( 2008 ) meneliti tentang

analisis pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership

terhadap etos kerja karyawan kantor pendapatan daerah di Pati.

Analisis yang digunakan adalah dengan analisis Regresi Berganda dengan

menggunakan uji t dan uji f. Hasil dari penelitian ini adalah variabel-variabel

human relation, variabel kondisi fisik lingkungan kerja dan

variabel-variabel leadership berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hal tersebut

dapat dilihat dari hasil uji korelasi secara berganda yang menghasilkan nilai

koefisien korelasi( R ) adalah sebesar 0,916; artinya angka tersebut menunjukkan

hubungan antara human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership

terhadap kinerja adalah positif karena semakin mendekati angka 1. Berdasarkan

hasil estimasi regresi diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar

0,816 atau 81,6%.

Penelitian yang dilakukan Y. Bagus Wismanto (2009) meneliti tentang

pengaruh sikap terhadap perilaku kajian meta analisis korelasi. Proses dalam

(47)

antara sikap dan perilaku, dengan cara mengestimasi koefisien korelasi populasi

berdasar 31 hasil penelitian yang telah dikumpulkan. Tahap-tahap yang dilalui

adalah : menghitung sampling error variance; mengestimasi varians dari populasi korelasi sebagai modal untuk menemukan varians dari korelasi yang

sesungguhnya setelah memperhitungkan varians artifact.

Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa korelasi antara sikap dengan

perilaku sebesar 0.366. Hasil tersebut dapat diartikan bahwa variansi perilaku

13,39% dapat dijelaskan dari sikap dari orang yang berperilaku tersebut. Hasil ini

relatif kecil, hal ini kemungkinan disebabkan bahwa antara sikap dan perilaku

tidak berhubungan secara langsung, akan tetapi masih terdapat variabel antara

yaitu kehendak atau niat (Ajzen & Fishbein ; Fishbein & Middlestadt). Hasil

korelasi kemungkinan akan lebih besar jika penelitian dilakukan dengan

mempergunakan variabel sikap dan kehendak/niat untuk berperilaku tertentu

ataupun antara variabel kehendak/niat dengan perilaku.

2.3 Kerangka Konseptual

Pengertian dasar dari Sikap adalah sikap terhadap suatu obyek, isue atau

seseorang pada dasarnya merupakan perasaan suka atau tidak suka, tertarik atau

tidak, percaya atau tidak, dan seterusnya. Kita juga berasumsi bahwa perasaan itu

dapat direfleksikan dalam bentuk pernyataan yang dibuatnya, cara seseorang

melakukan tindakan terhadap obyek sikap, dan reaksinya terhadap ekspresi opini

dari orang lain. Dengan kata lain sikap memiliki keterkaitan dengan perasaan di

(48)

Problem tentang sikap muncul ketika seseorang akan menghubungkan

antara perasaan dengan perilaku, dan menyusun definisi tentang sikap yang

mencerminkan keduanya. Oleh karena itu berbagai definisi ditawarkan oleh para

ahi psikologi sosial, tidak hanya tetang apakah sikap itu, tetapi juga tentang

bagaimana proses belajar, memproses informasi, pembuatan keputusan, memory,

dan seterusnya tentang sikap. Yang seringkali dilakukan oleh para ahli psikologi

adalah mereka ini membuat batasan tentang sikap baik definisinya ataupun teori

konsepnya.

Dalam membuat definisi tentang sikap yang mencerminkan hubungan

antara perasaan dan pengalaman pribadi di satu sisi dan perilaku verbal maupun

nonverbal yang dapat dobservasi di sisi lain, para ahli psikologi tampaknya

memiliki dua asumsi yang krusial. Pertama, sikap itu berbeda dalam entitasyna

dengan eksistensi yang independen. Kedua adalah hubungannya dengan perilaku

yang observable sebagai kausal. Hubungan sikap dengan ekspresi perilaku analog dengan hubungan antara makna dengan ucapan.

Kita perlu berasumsi bahwa sebuah kata itu memiliki makna untuk

memahami perilaku verbal, tetapi kita tidak perlu melihat suatu makna kata

sebagai yang memiliki eksistensi yang indpenden ataupun sebagai entitas yang

berbeda yang menyebabkan perilaku verbal. Seperti halnya kata memiliki makna,

maka orang memiliki sikap, dan konsep sikap itu tidak kalah pentingnya untuk

memahami perilaku sosial dibandingkan dengan konsep makna untuk memahami

(49)

Apabila akan melakukan observasi dan analisis tentang perilaku

individual, dan performanya, maka perlu diperhatikan tiga kelompok variabel

yang secara langsung memengaruhi perilaku individual, atau apa yang dilakukan

seseorang karyawan (misalnya: menghasilkan output, menjual kendaraan mobil,

menyervis mesin-mesin).

Interaksi karyawan dalam lingkungan perusahaan/organisasi/instansi

merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan yang mana akan menimbulkan tingkat

kepuasan kerja karyawan. Situasi lingkungan perusahaan dalam melaksanakan

tugas dan fungsinya antara karyawan yang satu dengan yang lain tidak terlepas

dari interaksi satu sama lainnya demi kelancaran dan keharmonisan kerja. Dengan

sarana hubungan yang nyaman akan lebih betah dan senang dalam menyelesaikan

tugas. Hubungan antar manusia ( human relation ) dalam perusahaan merupakan hal yang penting karena merupakan jembatan antara karyawan dengan sesama

karyawan maupun karyawan dengan pimpinan.

Dengan sikap dan perilaku diatas maka etos kerja dalam perusahaan

tersebut tidak akan dapat timbul maupun berkembang, perlu adanya suatu usaha

yang sungguh-sungguh agar etos kerja karyawan dapat dikembangkan.

Sumber: (Thoha, Miftah, 2007:34) data diolah

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual

(50)

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara berdasarkan

rumusan masalah yang kebenarannya akan diuji dalam pengujian hipotesis

(Sugiono, 2003). Berdasarkan kerangka konseptual, maka hipotesis penelitian ini

adalah bahwa “Terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap perilaku

karyawan dalam kelompok pada Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana

(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksplanasi, secara

eksplanasi penelitian ini dapat dikaji menurut tingkatannya yang didasarkan ada

tujuannya dan objeknya, yaitu yang bertujuan mempelajari, mendeskripsikan,

mendeteksi (mengungkapkan) dan ada pula yang menyelidiki hubungan kausalitas

(Ginting dan Sitomorang, 2008:57).

Berdasarkan tingkatan eksplanasi, maka penelitian ini adalah penelitian

assosiatif yakni penelitian yang menghubungkan dua variabel atau lebih.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian di Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara Jl Gunung Krakatau No 110 Pulo

Brayan Barat II Medan Timur Sumater Utara . Penelitian dimulai Juli – Agustus

2012.

3.3 Batasan Operasional

Batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel independen (variabel bebas), yaitu sikap

b. Variabel dependen (variabel terikat), yaitu perilaku para karyawan dalam

(52)

3.4 Definisi operasional variabel

Untuk memperjelas variabel-variabel yang sudah diidentifikasi, maka

diperlukan definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut yaitu:

1. Variabel Bebas (Independent Variabel, X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang

menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor lain

(Nawawi, 2004:56). Variabel yang dianalisis pada penelitian ini adalah:

a. Sikap Kognitif (X1)

b. Sikap Afektif (X2)

c. Sikap Perilaku (X3)

2. Variabel Terikat( Dependent Variabel, Y)

Variabel terikat adalah variabel yang merupakan akibat atau yang

dipengaruhi oleh variabel yang mendahuluinya (Rakhmat, 2004:12). Variabel

(53)

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Definisi Variabel Dimensi Indikator Skala

Sikap

(X)

Sikap (attitudes) merupakan pernyataan evaluatif – baik

yang menyenangkan

maupun yang tidak tentang

suatu objek, orang atau

peristiwa. Sikap

mencerminkan bagaimana

seseorang merasakan

sesuatu.

Kognitif 1. Menghafal

2. Memahami

Perilaku 1.Bersahabat

2.Hangat

sebagai suatu fungsi dari

interaksi antara person atau

individu dengan

lingkungannya.

Aktifitas 1.Mengangkat

2.Mengambil

Likert

Interaksi 1.Verbal

2.Non-Verbal

Sentimen 1.Motivasi

2.Dorongan

(54)

3.5 Skala Pengukuran Variabel

Skala pengukuran yang digunakan untuk menyatakan tanggapan

responden terhadap setiap instrumen adalah dengan menggunakan Skala Likert

yaitu suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan

persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiono,

2003). Urutan skala penelitian dari masing-masing item indikator variabel

tersebut, sebagai berikut:

Tabel 3.2

Instrumen Skala Likert

No Alternatif Jawaban Skor

1 Sangat Setuju (SS) 5

2 Setuju (S) 4

3 Kurang Setuju (KS) 3

4 Tidak Setuju (TS) 2

5 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

3.6 Populasi dan Sampel 3.6.1 Populasi

Populasi pada prinsipnya adalah semua anggota kelompok manusia,

binatang, peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam satu tempat dan

secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu penelitian

(Sukardi; 2005). Populasi dalam penelitian ini adalah kayawan atau pegawai

Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi

(55)

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek

yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono, 2008).

Yang dimaksud populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan pegawai

Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi

Sumatera Utara yang berjumlah 110 orang karyawan.

3.6.2 Sampel

Sebagian dari jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data disebut

sampel atau cuplikan. Memang salah satu syarat yang harus dipenuhi di

antaranya adalah bahwa sampel harus diambil dari bagian populasi. Syarat yang

paling penting untuk diperhatikan dalam mengambil sampel ada dua macam, yaitu

jumlah sampel yang mencukupi dan profil sampel yang dipilih harus mewakili.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan formula Empiris yang dianjurkan oleh

(Isaac dan Michael, 1981: 192) dan ditulis sebagai berikut:

S = �2. � . � (1−�) �2 (�−1)+2 (1−�)

Keterangan:

S = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi akses

P = Proporsi populasi sebagai dasar asumsi pembuatan table.

Hal ini diambil P = 0.50

D = Derajat ketetapan yang dirfleksikan oleh kesalahan yang dapat ditoleransi

(56)

�2= Nilai table chisquare untuk satu derajat kebebas relative level konfiden yang

diinginkan. �2 = 3.841 tingkat kepercayaan 0.95

Dari formula empiris tersebut selanjutnya Isaac memberikan hasil akhir

jumlah sampel terhadap jumlah populasi antara 10 – 100.000 seperti berikut:

Table 3.3

Jumlah sampel terhadap besarnya populasi

(57)

140 103 700 248 10.000 370

150 108 750 254 15.000 375

160 113 800 260 20.000 377

170 115 850 265 30.000 379

180 123 900 269 40.000 380

190 127 950 274 50.000 381

200 132 1.000 278 75.000 382

210 136 1.100 285 100.000 384

Sumber : Isaac dan Michael, 1981: 192 Keterangan:

N = Jumlah populasi

S = Jumlah sampel yang diperlukan

Dari data dan hasil perhitungan tersebut maka penulis mengambil sampel

86 sesuai dengan jumlah populasi yakni 110.

3.7 Jenis dan Sumber Data

Peneliti menggunakan dua jenis data dalam melakukan penelitian untuk

membantu memecahkan masalah, yaitu:

3.7.1 Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dan dari

penyebaran kuisioner kepada responden yang dianggap telah mewakili populasi.

Hasil yang diperoleh dari penyebaran kuisioner ini adalah penilaian serta

(58)

3.7.2 Data Sekunder

Data sekunder data yang diperoleh melalui studi dokumentasi, baik dari

buku, jurnal, majalah dan situs internet yang dapat mendukung penelitian ini.

3.8 Teknis Pengumpulan Data

Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori,

tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian dilapangan.

Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui empat (4) teknik yaitu:

(1) teknik wawancara mendalam (depth intervieuw) (2) teknik observasi,

(3) dokumentasi

(4) Daftar Pertanyaan (questionnaire)

3.8.1 Wawancara

Menurut Hadi metode wawancara atau interview adalah metode

pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis

dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan. Esterberg dalam Sugiono (2005)

mendefinisikan interview merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab. Sehingga dapat dikonstruksikan makna

dalam suatu topik tertentu. Pada penelitian ini, wawancara dilakukan pada para

pegawai Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)

(59)

3.8.2 Observasi

Menurut Hadi (1993) observasi adalah suatu metode yang digunakan

sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang

diselidiki. Arikunto (2002) memberikan definisi observasi adalah pengamatan

meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek dengan menggunakan

seluruh alat indera. Dalam penelitian ini, observasi digunakan untuk mengetahui

data mengenai sikap dan perlaku karyawan dalam kelompok pada Kantor Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sumatera Utara.

3.8.3 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen

bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya monumental dari seseorang. Dokumen

yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah hidup, cerita, biografi,

peraturan dan kebijakan. Arikunto (2002) mengatakan bahwa di dalam

melaksanakan metode dokumentasi peneliti menyelidiki benda tertulis seperti

buku-buku, majalah, peraturan , notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.

Hasil penelitian dari observasi dan wawancara akan lebih kredibel jika didukung

oleh adanya salah satu produk dokumentasi yang telah disebutkan di atas. atau

karya tulis akademik dan seni yang ada. Pada penelitian ini dokumentasi yang

dikumpulkan meliputi dokumen-dokumen penting seperti sejarah berdirinya

Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi

Sumatera Utara, visi dan misi Kantor Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.3 Variabel-variabel yang mempengaruhi
Gambar di bawah ini mencoba untuk memperjelas hubungan di antara ketiganya.
Gambar 2.5 Kerangka Konseptual
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulis berharap semoga laporan akhir Program Kreativitas Mahasiwa Penelitian yang berjudul “Formulasi dan Fortifikasi Spirulina pada Mi Sagu Kering Guna Menambah

Ii{TtrRNASIONAL MIIiA GGEAU DAI-AM RANCXA Pf,NCf,CTTHAX T!\DAX

[r]

Data hasil angket diolah secara deskriptif melalui Program SPSS for Window Release 11.5 dengan hasil 78,8% siswa menyatakan membutuhkan layanan informasi, 71,2% siswa

Menampung nilai Sobel X dan Y Perhitungan Magnitude Sobel Memasukkan nilai ke dalam List Scanline secara Horizontal. Neighbour List Mengosongkan nilai List Sobel Pastikan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan ekstrakurikuler pramuka penggalang di SD Jaranan Banguntapan Bantul dapat dilihat dari 1) perencanaan pihak

Besaran Alokasi Dana Desa di Kabupaten Kebumen Tahun Anggaran 2016 sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Bupati Kebumen Nomor 7 Tahun 2016 tentang

Setelah menetapkan mutu tertentu dari suatu produk, maka perlu diadakan pengawasan sejauhmana mutu tersebut dapat dipertahankan, agar tidak terjadi ketimpangan yang