1
KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN
DANAU TOBA DESA SILALAHI KABUPATEN DAIRI
SKIRIPSI
Septiana 100805011
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN
DANAU TOBA DESA SILALAHI KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
SEPTIANA 100805011
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
i
PERSETUJUAN
Judul : Keanekaragaman Fitolankton Di Perairan Danau
Toba Desa Silalahi Kabupaten Dairi
Kategori : Skiripsi
Nama : Septiana
Nomor Induk Mahasiswi : 100805011
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Disetujii di Medan, Agustus 2015
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si Dr. Miswar Budi Mulya,
M.Si
NIP. 197211261998022002 NIP. 196910101997021002
Disetujui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
ii
KEANEKARAGAMANA FITOPLANKTON DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA SILALAHI KABUPATEN DAIRI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2015
iii
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karna berkat rahmat dan petunjuknya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ KEANEKARAG AMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA SILALAHI KABUPATEN DAIRI” sebagai syarat untul mencapai gelar sarjana sains pada Departemen Biologi Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan, Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing 2 atas segala bimbingan, arahan, motivasi dan atas segala waktu yang disediakan bagi penulis. Terima kasi juga kepada bapak Prof. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc selaku dosen penguji 1 dan ibu Dr. Erni Jumilawaty, M.Si selaku dosen penguji 2 atas segala masukan dan arahan yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasi kepada Dr. Nursaha Pasaribu, M.Sc selaku ketua Departemen Biologi FMIPA USU, Dr. Saleha Hanum, M.Si selaku sekretaris Departemen Biologo FMIPA USU, Dr. Sutarman, M.Si selaku Dekan FMIPA USU dan Prof Erman Munir selaku dosen pembimbing Akademik yang telah banyak memberika arahan mulai awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini, ibu selaku editor jurnal online, kak Roslina Ginting dan bang Erwin selaku staff pegawai Departemen Biologi dan kepada seluruh dosen di Departemen Biologi atas segala ilmu pengetahuan dan perkuliahan yang telah diberikan yang sangat bermamfaat sebagai bekal di masa depan.
Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua tercinta: ayahanda Alm Makmur dan ibunda Mardiana. Mamak H. Abbdul Hadi Lubis, nantulang Hj. Netty Herawaty, ujing Hj. Resmi Aida, H. Lukmanul Hakim, tulang Bobby atas dukungan doa, materi, semangat, nasehat dan kasih sayang serta doa yang tiada henti kepada penulis. Serta saudara saya siti halisah terima kasih atas doa, dukungan moril maupun material dan motivasi yang senantiasa diberikan selama ini hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
iv
penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini, penulis berharap karya yang sederhana ini dapat bermamfaat bagi semua pihak, khususnya pada penulis dan para pembaca serta bermamfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Desember
v
KEANEKARAGAMAN FITOPLANKTON DI PERAIRAN DANAU TOBA DESA SILALAHI KABUPATEN DAIRI
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian yang berjudul “Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Danau Toba Desa Silalahi Kabupaten Dairi Sumatera Utara pada bulan Maret sampai April 2015. Sampel diambil dari empat stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan 3 kali ulangan. Titik pengambilan
sampel ditentukan menggunakan Metode Purposive Random Sampling. Dari hasil
penelitian didapatkan sebanyak 4 kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae,
Chlorophyceae, Coscinodiscophyceae, Cyanophyceae. Nilai total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 339,625 Ind/l dan nilai total kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 219,000 Ind/l. Nilai indeks keanekaragaman (H') tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 2,8 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 2,61. Nilai indeks keseragaman (E) tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0,86 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,79. Analisis korelasi Pearson menunjukkan suhu berhubungan kuat dengan indeks keanekaragaman (H’) fitoplankton.
vi ABSTRACT
Diversity of Fytolankton in the Lake Toba Silalahi, Dairi of North Sumatera has been studied from March to April 2015. The samples were taken from four observation stations and at every station observations were with 3 repetitions. Sampling point was determined using Purposive Random Sampling method. From
the results, four phytoplankton classes of Bacillariophyceae, Chlorophyceae,
Coscinodiscophyceae and Cyanophyceae. The highest total value abudance of plankton was found at station 4 (339,625 ind/l) and the lowest total value was found at station 1 (219,000 ind/l). The value of diversity index (H ') was the highest in station 2 (2,8) and the lowest at station 1 (2.61). The highest index similarity (E) was found in station 2 (0,86) and the lowest was in station 1 (0,79).
Pearson correlation analysis showed a very strong suhu associated with diversity
index (H ') of fitoplankton.
viii
Bab 5. Kesimpulan dan Saran 30
5.1. Kesimpulan 30
5.2. Saran 30
Daftar Pustaka 31
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Halaman
4.1. Klasifikasi plankton yang diperoleh pada setiap stasiun 19
4.2. Nilai Kelimpahan (ind/l), Kelimpahan Relatif (KR), dan
Frekuensi Kehadiran (FK) pada masing-masing stasiun penelitian
20
4.3. Indeks Keanekaragaman Diversitas Shannon-Wiener (H’)
dan Indeks Equitabilitas/ Keseragaman (E)
22
4.3 Nilai Indeks Similaritas (IS) 24
4.5 Nilai Korelasi Pearson antara keanekaragaman fitoplankton
(H’) dengan faktor fisik kimia perairan
25
4.6 Nilai faktor fisik kimia perairan pada masing-masing
stasiun penelitian
x Nomor
Gambar Keterangan Halaman
3.3.1 Stasiun 1 Daerah PLTA 11
3.3.2 Stasiun 2 Daerah Pariwisata 12
3.3.3 Stasiun 3 Daerah Keramba 12
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Huruf
Lampiran Keterangan Halaman
A Peta Lokasi 35
B Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur
Kelarutan Oksigen (DO)
36
C Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5 37
D E F G H
Tabel Kelarutan O2 (Oksigen)
Foto Kerja
Foto Plankton yang diperoleh Contoh Perhitungan
Data Mentah Plankton
v ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian yang berjudul “Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Danau Toba Desa Silalahi Kabupaten Dairi Sumatera Utara pada bulan Maret sampai April 2015. Sampel diambil dari empat stasiun pengamatan, dan pada setiap stasiun pengamatan dilakukan 3 kali ulangan. Titik pengambilan
sampel ditentukan menggunakan Metode Purposive Random Sampling. Dari hasil
penelitian didapatkan sebanyak 4 kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyceae,
Chlorophyceae, Coscinodiscophyceae, Cyanophyceae. Nilai total kelimpahan plankton tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 339,625 Ind/l dan nilai total kelimpahan plankton terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 219,000 Ind/l. Nilai indeks keanekaragaman (H') tertinggi terdapat pada stasiun 2 sebesar 2,8 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 2,61. Nilai indeks keseragaman (E) tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0,86 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,79. Analisis korelasi Pearson menunjukkan suhu berhubungan kuat dengan indeks keanekaragaman (H’) fitoplankton.
vi
DIVERSITY FYTOPLANKTON IN LAKE TOBA SILALAHI OF DISTRICT DAIRI
ABSTRACT
Diversity of Fytolankton in the Lake Toba Silalahi, Dairi of North Sumatera has been studied from March to April 2015. The samples were taken from four observation stations and at every station observations were with 3 repetitions. Sampling point was determined using Purposive Random Sampling method. From
the results, four phytoplankton classes of Bacillariophyceae, Chlorophyceae,
Coscinodiscophyceae and Cyanophyceae. The highest total value abudance of plankton was found at station 4 (339,625 ind/l) and the lowest total value was found at station 1 (219,000 ind/l). The value of diversity index (H ') was the highest in station 2 (2,8) and the lowest at station 1 (2.61). The highest index similarity (E) was found in station 2 (0,86) and the lowest was in station 1 (0,79).
Pearson correlation analysis showed a very strong suhu associated with diversity
index (H ') of fitoplankton.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fitoplankton adalah mikroorganisme nabati yang hidup melayang-layang di dalam
air dan mampu melakukan fotosintesis. Kemampuan fitoplankton melakukan
fotosintesis karena sel tubuhnya mengandung klorofil, yang mampu mengubah
zat-zat anorganik menjadi zat organik dengan bantuan sinar matahari (Prabandani,
2002).
Fitoplankton merupakan produsen primer terpenting dalam ekosistem
perairan. Produksi zat organik dari anorganik yang dapat dilakukan oleh
fitoplankton melalui proses fotosintesis merupakan sumber energi yang paling
utama yang mendasari struktur trofik suatu ekosistem. Hampir semua biota air
apabila ditelusuri rantai makanannya akan menunjukkan pangkalnya pada
fitoplankton. Oleh karena itu keanekaragaman fitoplankton penting artinya dalam
menentukan kesuburan suatu perairan (Nurdin, 2010).
Perairan Danau Toba di sebelah utaranya termasuk ke dalam wilayah
Kabupaten Simalungun dengan kota di tepi danaunya adalah Haranggaol dan
Parapat. Sebelah barat laut Danau Toba termasuk wilayah Kabupaten Tanah Karo
dengan kota di tepi danau adalah Tongging. Sedangkan di sebelah barat Danau
Toba adalah wilayah Kabupaten Dairi dengan kota di tepi danau adalah Silalahi
(Sagala, 2012).
Danau Toba di desa Silalahi juga merupakan suatu perairan yang banyak
dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti perikanan, pariwisata, PLTA dan juga
merupakan sumber air minum bagi masyarakat di kawasan Danau Toba. Adanya
aktivitas disekitar Danau Toba akan memberikan dampak negatif terhadap
ekosistem danau tersebut, sehingga Danau Toba akan mengalami
perubahan-perubahan ekologis dimana kondisinya sudah berbeda dengan kondisi alami yang
semula (Barus, 2007).
Berdasarkan kandungan nutriennya, Danau Toba termasuk danau yang
kandungan nutriennya miskin atau sedikit, sehingga produktivitasnya tergolong
2
dapat dilihat dari keberadaan organisme planktonnya, karena plankton dalam
suatu perairan dapat menggambarkan tingkat produktivitas perairan tersebut
(Sagala, 2012).
Faktor fisik-kimia lingkungan terutama unsur hara nitrat dan fosfat sangat
mempengaruhi pada pertumbuhan fitoplankton. Pencemaran suatu perairan dapat
menyebabkan peledakan jumlah populasi fitoplankton tertentu yang bisa
mengeluarkan zat toksik ke dalam perairan. Hal tersebut sangat merugikan bagi
organisme disekitarnya. Beberapa jenis fitoplankton dapat digunakan sebagai
bioindikator terhadap pencemaran dalam suatu perairan. Salah satunya adalah
jenis fitoplankton Pinnularia yang menggambarkan kondisi perairan yang cukup
tinggi kadar posfatnya. Jenis plankton Fragilaria yang menggambarkan kondisi
perairan akibat aktivitas manusia karena menghasilkan limbah berupa senyawa
karbohitrat, lemak dan protein (Siregar, 2010). Hal tersebut akan mempengaruhi
kelangsungan hidup fitoplankton yaitu keanekaragaman dan pertumbuhannya.
Fitoplankton merupakan organisme yang memiliki batas-batas toleransi tertentu
terhadap faktor-faktor fisik dan kimia sehingga akan membentuk keanekaragaman
fitoplankton yang berbeda-beda. Data mengenai keanekaragaman fitoplankton di
perairan Danau Toba Desa Silalahi belum diketahui, sehingga perlu dilakukan
penelitian ini untuk mengetahui kondisi plankton di Perairan Danau Toba.
1.2. Permasalahan
Permasalahan dari penelitian ini adalah adanya berbagai aktivitas di
sepanjang perairan Danau Toba Desa Silalahi seperti pariwisata, Pembangkit
Listrik Tenaga Air (PLTA) , dan perikanan dapat mengakibatkan perubahan faktor
fisik kimia perairan yang berdampak pada keanekaragaman fitoplankton di
perairan tersebut. Sejauh ini belum diketahui jenis-jenis fitoplankton di Danau
Toba.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
a. Untuk mengetahui keanekaragaman fitoplankton di perairan Danau Toba Desa
b. Untuk mengetahui hubungan faktor fisik kimia perairan terhadap
keanekaragaman fitoplankton di perairan Danau Toba Desa Silalahi Kabupaten
Dairi Sumatera utara.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat
sekitar tentang keanekaragaman fitoplankton di perairan Danau Toba Desa
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Danau Toba
Danau Toba merupakan danau vulkanik dengan panjang sekitar 100 km dan lebar
30cm km yang terletak pada beberapa kabupaten dalam Propinsi Sumatera Utara.
Pada pemekaran wilayah kabupaten beberapa tahun lalu, Pulau Samosir dan
perairan Danau Toba di sekitarnya adalah termasuk dalam Kabupaten Samosir
yang beribukota di Pangururan. Pulau Samosir, sebagai pulau vulkanik demikian
juga dataran tinggi lainnya yang mengelilingi Danau Toba merupakan daerah
perbukitan yang terjal. Pembentukan Danau Toba diperkirakan terjadi saat
ledakan vulkanis sekitar 73.000 – 75.000 tahun yang lalu dan merupakan letusan
supervulkano (gunung berapi super) yang paling baru (Sagala, 2012)
Penting ditinjau dari fungsi ekologi serta fungsi ekonomis. Pemanfaatan
danau memberikan dampak terhadap penurunan kualitas air akibat berbagai
aktivitas masyarakat di Danau Toba. Danau Toba juga digunakan sebagai tempat
membuang berbagai jenis limbah yang dihasilkan dari kegiatan pertanian di
sekitar Danau Toba. Limbah domestik dari pemukiman dan perhotelan, limbah
nutrisi dari sisa pakan ikan yang tidak habis dikonsumsi oleh ikan yang
dibudidayakan dalam keramba jaring apung, limbah pariwisata dan limbah
transportasi air. Dari berbagai penelitian di Danau Toba memberikan indikasi
telah terjadi penurunan kualitas air dilokasi-lokasi yang terkena dampak kegiatan
masyarakat (Barus, 2001).
Banyaknya aktivitas yang terjadi di sekitar dan dalam badan air wilayah
danau termasuk banyaknya transportasi motor air dan kapal-kapal penumpang
yang beroperasi di wilayah perairan danau, maka tentu kualitas badan air danau
akan mengalami perubahan dengan beban introduksi segala material dan energi
yang diterima oleh lingkungan perairan Danau Toba tersebut. Dengan berbagai
kegiatan yang terjadi di sekitar dan dalam wilayah Danau Toba, maka perairan
danau akan menerima suatu dampak lingkungan yang mempengaruhi kehidupan
danau. Kehidupan akuatik yang dipengaruhi adalah demikian komplek yaitu
terhadap rantai makanan (food chain) dan jaring makanan (foodweb) dalam
ekosistem perairan. Komunitas biotik yang cukup peka oleh pengaruh
gangguan-gangguan terhadap kualiatas air antara lain plankton (Sagala, 2012).
2.2. Fitoplankton
Fitoplankton adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani yang artinya
mengembara kemudian fitoplankton dipergunakan untuk mendefinisikan semua
organisme air yang geraknya lebih dipengaruhi oleh pergerakan air daripada
kemampuan berenangnya, kemampuan berenang organisme planktonik demikian
lemah sehingga pergerakannya sangat dipengaruhi oleh pergerakan air
fitoplankton yang bersifat toleran akan mengalami peningkatan (blooming)
dikarenakan sifatnya, baik secara anatomis maupun fisiologis mampu
mentoleransi bahan pencemar yang masuk ke habitatnya (Afihandarin, 2011).
fitoplankton merupakan kumpulan organisme baik hewan maupun
tumbuhan berukuran mikroskopis yang tidak mempunyai kemampuan untuk
menahan diri terhadap aliran arus air. Fitoplankton dapat dibagi menjadi 2
golongan yaitu fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton adalah plankton yang
berasal dari golongan tumbuhan sedangkan zooplankton adalah plankton yang
berasal dari golongan hewan, sedangkan berdasarkan daur hidupnya dibagi 2
kelompok yaitu holoplankton yaitu organisme akuatik yang seluruh daur hidupnya
bersifat planktonik dan meroplankton yaitu organisme akuatik yang sebagian dari
daur hidupnya bersifat planktonik, yang termasuk meroplankton adalah larva
hewan laut yang pada saat dewasa menjadi benthos atau nekton, sedangkan
pembagian plankton berdasarkan ukurannya dibagi menjadi 6 kelompok yaitu :
a. Megaplankton, yaitu plankton yang berukuran 10 mm.
b. Makroplankton, yaitu plankton yang berukuran antara 1 mm-10 mm.
c. Mesoplankton, yaitu plankton yang berukuran antara 0,5 mm-1 mm.
d. Mikroplankton, yaitu plankton yang berukuran 60 μm-0,5 mm.
e. Nanoplankton. yaitu plankton yang berukuran 5 μm- 60 μm.
6
Fitoplankton adalah mikroorganisme yang ditemui hidup melayang dan
hidup bebas di perairan dengan kemampuan pergerakan yang rendah. Organisme
ini merupakan salah satu parameter biologi yang memberikan informasi mengenai
kondisi perairan baik kualitas perairan maupun tingkat kesuburannya. Plankton
terdiri atas fitoplankton dan zooplankton. Zooplankton merupakan plankton
kelompok fauna yang umumnya mampu bergerak aktif sedangkan fitoplankton
adalah kelompok flora yang mampu berfotosintesis karena sel tubuhnya
mengandung klorofil. Fitoplankton berperan penting di perairan yaitu sebagai
pemasok oksigen. Selain dari tumbuhan air dan atmosfir, sumber oksigen terbesar
(90 – 95%) di perairan adalah dari hasil fotosintesis fitoplankton ( Astuti, 2009).
Fitoplakton sebagai produsen anorganik primer menduduki tempat utama
dalam pembentukan makanan di perairan, maka informasi tentang kepadatan
fitoplankton dapat dijadikan indikator kesuburan suatu perairan maupun
hubungannya dengan fosfat dan nitrat sebagai pendukung kehidupan fitoplankton
penting untuk diteliti dan diketahui (Rahman, 2008).
2.5. Faktor Fisik Kimia Air 2.5.1. Suhu
Perubahan suhu akan mengubah pola sirkulasi, stratifikasi dari gas terlarut
sehingga akan memengaruhi kehidupan organisme air. Naiknya suhu perairan dari
yang biasa, karena pembuangan sisa pabrik, misalnya, dapat menyebabkan
organisme aquatik terganggu, sehingga dapat mengakibatkan struktur
komunitasnya berubah (Suin, 2002).
2.5.2. pH
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan
terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat
rendah akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama ion
aluminium yang bersifat toksik. Nilai pH suatu ekosistem air dapat berfluktuasi
2.5.3. Penetrasi Cahaya
Zat terlarut dalam air sering mempengaruhi penetrasi cahaya matahari,
yang berakibat penetrasi terbatas akan membatasi organisme air untuk
berfotosintesis. Dengan terbatasnya fotosintesis akan menyebabkan kandungan
oksigen terlarut rendah. Tetapi jika kekeruhan disebabkan oleh organisme hidup
(plankton atau jenis alga tertentu) dapat dipakai sebagai indikasi produktivitas
perairan tersebut cukup tinggi (Haryanto, 2008)
Penetrasi cahaya dapat terhalang oleh turbiditas air yang disebabkan
melimpahnya populasi fitoplankton dan partikel-partikel padatan terlarut. Apabila
penetrasi cahaya tidak dapat mencapai dasar kolam atau tambak, akan
menghambat tumbuhnya algae berfilamen dan tumbuhan air pengganggu pada
pada dasar kolam. Sampai batas tertentu melimpahnya fitoplankton tertentu sangat
menguntungkan karena kebutuhan pakan alami tercukupi. Jika perairan
benar-benar bersih sering pula menjadi indikasi bahwa lingkungan kolam tersebut
miskin fitoplankton sehingga perlu dilakukan pemupukan (Irianto et al., 2005).
2.5.4. Kandungan N dan P
Unsur hara (nutrien) adalah semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan oleh
organisme produsen (fitoplankton) dan berada dalam bentuk material anorganik.
Elemen-elemen nutrien (unsur hara) yang utama dibutuhkan dalam jumlah besar
adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magnesium, potassium, dan
kalsium. Sedangkan elemen nutrien yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat
sedikit adalah vanadium. Diantara unsur hara tersebut, keberadaan nitrogen dan
fosfor merupakan nutrien yang sangat penting dalam mendukung kehidupan
organisme suatu perairan seperti fitoplankton, sehingga keberadaanya sering
menjadi faktor pembatas dan akan menjadi penentu terjadinya blooming apabila
konsentrasinya dalam air berlebihan. Fitoplankton dapat menghasilkan energi dan
molekul-molekul yang kompleks jika di dalam air tersedia nutrien dengan jumlah
yang cukup, terutama nutrien dari senyawa nitrat dan fosfat (Nybakken, 1992).
Fosfor dan nitrogen sangat berperan dalam proses terjadinya eutrofikasi di
suatu ekosistem air. Seperti diketahui bahwa fitoplankton dan tumbuhan air
8
pertumbuhannya. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan
untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara nilai nitrit merupakan senyawa
toksik yang dapat mematikan organisma air. Dengan demikian maka peningkatan
unsur fosfor dalam air akan dapat meningkatkan populasi algae secara massal
yang dapat menimbulkan eutrofikasi dalam ekosistem air (Barus, 2004).
2.5.5. Kekeruhan / Turbiditas
Zat terlarut dalam air sering memengaruhi penetrasi cahaya matahari, yang
berakibat penetrasi terbatas akan membatasi organisme air untuk berfotosintesis.
Dengan terbatasnya fotosintesis akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut
rendah. Tetapi jika kekeruhan disebabkan oleh organisme hidup (plankton atau
jenis alga tertentu) dapat dipakai sebagai indikasi produktivitas perairan tersebut
cukup tinggi (Haryanto et al., 2008).
2.5.6. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen)
Sumber oksigen terlarut dalam air adalah udara melalui difusi dan agitasi
air, fotosintesis dari makhluk hidup yang terdapat dalam air tersebut (Haryanto,
2008). Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam
ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untukproses respirasi bagi sebagian
besar organisme air (Barus, 2004).
2.5.7. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme
aerobi dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada temperatur
20 º C (Forstner, 1990 dalam Barus, 2004). Pengukuran BOD didasarkan pada
kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya
terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang
BAB 3
BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2015.
Pengambilan Sampel fitoplankton dilaksanakan di Danau Toba sekitar Desa
Silalahi. Sampel fitoplankton yang diperoleh dibawa untuk di Identifikasi ke
Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Departemen
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera
Utara.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ember kapasitas 5
liter, plankton net no. 25, keping secchi, botol sampel, botol film, gabus, pipet
tetes, cool box, object glass, spuit, alat tulis, GPS (Global Positioning System),
kamera digital, botol winkler, mikroskop cahaya, Sedgwick Rafter dan peralatan
analisa kualitas air seperti termometer, pH meter dan spektrofotometer.
Sedangkan bahan yang digunakan diantaranya adalah larutan Lugol 10%,
KOH-KI, MnSO4, H2SO4, Amilum Na2S2O3, es, dan kertas label.
3.3. Deskripsi Area 3.3.1. Stasiun 1
Stasiun 1 merupakan daerah Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan secara
geografis terletak pada N 02047’11,808’’dan E 098032’22,346’’.
10
3.3.2 Stasiun 2
Stasiun 2 merupakan daerah pariwisata dan secara geografis terletak pada N
02047’29,209’’ dan E 098031’56,384’’.
Stasiun2 Daerah Pariwisata
3.3.3 Stasiun 3
Stasiun 3 merupakan daerah keramba dan jaraknya 200 meter dari tepi danau dan
secara geografis terletak pada N 02047’37,871” dan E 098031’44,477”
Stasiun3 Daerah Keramba
3.3.4 Stasiun 4
Stasiun 4 merupakan daerah lokasi Kontrol dimana tidak ada aktifitas manusia
danmempunyai jarak 200 meter dari tepi danau dan secara geografis terletak pada
Stasiun 4 Bebas Aktifitas
3.4. Pengambilan Sampel
3.4.1. Pengambilan Sampel Fitoplankton
Pengambilan sampel fitoplankton menggunakan metode purposive sampling
dengan menggunakan ember bervolume 5 liter yang disaring ke dalam plankton
net sebanyak 5 kali tuang sehingga total volume air yang tersaring untuk sekali
ulangan sebanyak 25 liter. Pengambilan sampel plankton dilakukan sebanyak 3
kali ulangan untuk 4 stasiun. Sampel plankton yang tersaring akan terkumpul
dalam bucket yang selanjutnya dituang ke dalam botol sampel. Pengawetan
dilakukan dengan menggunakan lugol sebanyak 3 tetes pada setiap botol sampel
dan diberi label. Identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Departemen Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Sampel diamati dengan
menggunakan mikroskop cahaya dan selanjutnya diidentifikasi dengan
menggunakan buku identifikasi Edmondson (1963).
3.5 Pengukuran Faktor Fisik-Kimia Perairan 3.5.1 Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan alat termometer dengan
skala 0-100oC. Termometer dimasukkan ke badan air dan biarkan beberapa saat
lalu dibaca skala dari termometer tersebut dan dicatat hasil yang tertera pada skala
12
3.5.2. Intensitas Cahaya
Lux meter diletakkan pada lokasi penelitian setelah terlebih dahulu dinyalakan
dan diatur Lux meter pada perbesaran 200.000, kemudian dicatat nilai yang tertera
pada layar.
3.5.3. Penetrasi Cahaya
Pengukuran penetrasi cahaya dilakukan dengan menggunakan eeping
Sechii, caranya dengan keeping Sechii dimasukkan ke dalam perairan sungai,
sampai keeping Sechii tersebut tidak kelihatan, kemudian diukur panjang talinya.
3.5.4. pH
Pengukuran pH air dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Sebelumnya dikalibrasi dulu pH dengan pH 7. pH meter dimasukkan ke badan air
lalu dibaca nilainya dan dicatat hasil yang tertera pada skala pH meter.
3.5.5. DO (Dicsolved Oxygen)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan metode
Winkler, yaitu sampel air dimasukkan ke dalam botol Winkler, lalu ditambahkan
masing-masing 1 ml MnSO4 dan KOH-KI ke dalam botol tersebut dan
dihomogenkan. Sampel didiamkan sebentar hingga terbentuk endapan putih,
kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4, dihomogenkan dan didiamkan hingga
terbentuk endapan coklat. Sampel diambil 100 ml dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer lalu dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N hingga berwarna kuning pucat,
lalu sampel ditetesi amilum sebanyak 5 tetes dan dihomogenkan hingga terbentuk
larutan biru. Kemudian sampel dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,0125 N hingga
terjadi perubahan warna menjadi bening. Volume Na2S2O3 0,0125 N yang
terpakai dihitung dan hasilnya dicatat.
3.5.6. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Pengukuran BOD5 dilakukan setelah sampel air yang diambil, diinkubasi
selama 5 hari, kemudian dengan metode Winkler yang memakai reagen-reagen
kimia yaitu MnSO4 dan KOH-KI, H2SO4, Na2S2O3, amilum. Sampel air
MnSO4 dan KOH-KI ke dalam botol tersebut dan dihomogenkan. Sampel
didiamkan sebentar hingga terbentuk endapan putih, kemudian ditambahkan 1 ml
H2SO4, dihomogenkan dan didiamkan hingga terbentuk endapan coklat. Sampel
diambil 100 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu dititrasi dengan
Na2S2O3 0,0125 N hingga berwarna kuning pucat, lalu sampel ditetesi amilum
sebanyak 5 tetes dan dihomogenkan hingga terbentuk larutan biru. Kemudian
sampel dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,0125 N hingga terjadi perubahan warna
menjadi bening. Volume Na2S2O3 0,0125 N yang terpakai dihitung dan hasilnya
dicatat. Nilai BOD5 adalah nilai DO awal dikurang dengan nilai DO akhir.
3.5.7. Kejenuhan Oksigen
Nilai kejenuhan oksigen (%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
Kejenuhan (%) =O2 [u]
O2[t] x 100%
Keterangan:
O2[u] : Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/l)
O2 [t] : Nilai konsentrasi pada tabel sesuai besar suhunya.
3.5.8. Kadar Nitrat (NO3)
Sampel air diambil sebanyak 5 ml, lalu ditambahkan 1 ml NaCL dengan
pipet volum dan ditambahkan 5 ml H2SO4 75% lalu ditambah 4 tetes Brucine
Sulfat Sulfanic Acid. Larutan yang terbentuk dipanaskan selama 25 menit.
Kemudian larutan tersebut didinginkan lalu diukur dengan spektrofotometer pada
λ= 410 nm. Kemudian dicatat nilai yang tertera pada spektrofotometer.
3.5.9. Kadar Posfat (PO4)
Sampel air diambil sebanyak 5 ml lalu ditambahkan 1 ml Amstrong Reagen dan 1
ml Ascorbic Acid. Larutan yang terbentuk dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur
dengan spektrofotometer pada λ= 880 nm. Kemudian dicatat nilai yang tertera
pada spektrofotometer .
14
Tabel 2.1 Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor Fisik Kimia Perairan
No Parameter Satuan Alat Tempat Pengukuran
1 Temperatur oC Termometer In situ
2 Penetrasi Cahaya Cm Keping secchi In situ 3 Intensitas Cahaya Candella Lux meter In situ
4 pH air - pH meter In situ
8 Nitrit Mg/L Spektrofotometri Laboratorium 9 Phosfat Mg/L Spektrofotometri Laboratorium
3.6.1. Kelimpahan Plankton
Data fitoplankton yang diperoleh dianalisis dengan menghitung kelimpahan,
kepadatan relatif, frekuensi kehadiran, indeks diversitas Shannon Wiener, Indeks
keseragaman dan indeks kesamaan.
a. Kelimpahan Fitoplankton
K : n x Vr
Vo = Volume air yang diamati (pada Sedgwick Rafter)
Vs = Volume air yang disaring (1)
b. Kelimpahan Relatif
KR (%) =
Apabila KR > 10 % maka suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi
perkembangan suatu organisme ( Brower et, al., 1990).
c. Frekuensi Kehadiran (FK)
FK = x100%
75 - 100 % = kehadiran absolut (sangat sering)
d. Indeks Diversitas Shannon – Wiener (H’)
H’ = −
∑
piln pidimana :
H’ = indeks diversitas Shannon – Wiener
Pi = proporsi spesies ke –i
e. Indeks Equitabilitas/Indeks Keseragaman (E)
E =
H’ = indeks diversitas Shannon – Wienner
H max = keanekaragaman spesies maximum
= ln S (dimana S banyaknya genus) (Krebs, 1985)
f. Indeks Similaritas (IS)
IS = X100%
IS = Indeks Similaritas
a = Jumlah spesies pada lokasi a b = Jumlah spesies pada lokasi b
c = Jumlah spesies yang sama pada lokasi a dan b (Michael, 1995)
g. Kejenuhan oksigen
Harga kejenuhan oksigen(%) dapat dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukann oleh Barus (2004):
Kejenuhan (%) =O2 [u]
O2[t] x 100%
O2[u] =Nilai konsentrasi oksigen yang diukur (mg/L)
O2[t] =Nilai konsentrasi oksigen sebenarnya (pada tabel) sesuai dengan harga
temperatur.
h. Analisis Korelasi
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang
berkolerasi terhadap nilai keanekaragaman fitoplankton. Analisis korelasi dihitung
menggunakan Analisi Korelasi Pearson dengan metode komputerisasi SPPS versi.
16
Menurut Sugiyono (2005), tingkat hubungan Nilai Indeks Korelasi
menyatakan sebagai berikut
0,00 – 0,199 : Sangat rendah 0,20 – 0,399 : Rendah 0,40 – 0,599 : Sedang 0,60 – 0,799 : Kuat
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Klasifikasi Fitoplankton
Hasil klasifikasi fitoplankton yang diperoleh dari setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Klasifikasi fitoplankton yang diperoleh pada setiap stasiun
Kelas Famili Genus
Stasiun
1 2 3 4
Bacillariophyceae Berkeleyaceae 1. Climaconeis + + + +
Ephitemiaceae 2. Rhapalodia + + - +
Biddulphiaceae 3. Ishtmia + + + +
Fragilariaceae 4. Synedra + + + +
5. Diatom + + + +
Melosiraceea 6. Melosira + + + +
Naviculaceae 7. Nitzschia + + + +
8. Neidium + + + +
9. Pinnularia + + + +
Surirellaceae 10.Surirella + + + +
Caetocerataceae 11. Bactriatrum + - - -
Paraliaceae 12. Paralia + + + +
Clorophyceae Cladoporaceae 13. Cladopora + + + +
14. Rhizoclonium + + + +
Desmidiaceae 15. Clostrium + + + +
16. Staurastrum + - - -
Hidrodictyaceae 17. Pediastrum - - - +
Mesoteaniaceae 18. Gonatozygon + + + +
Ulotrichaceae 19. Ulotrik + + + +
Scenedermaceae 20. Scenedermus + - + +
18
Coscinodiscaphyceae Aulacoseiraceae 27. Aulacoseira + + + +
Biddulphyaceae 28. Terpsinoe + + + +
Keterangan: (+) = ditemukan, (-) = tidak ditemukan
Dari Tabel 4.1. menunjukkan bahwa fitoplankton yang didapat pada seluruh stasiun penelitian adalah 4 kelas fitoplankton yang terdiri dari 20 famili dan 28 genus. Dapat diketahui bahwa fitoplankton yang paling banyak diperoleh masuk
ke dalam kelas Bacillariophyceae yang terdiri atas 9 famili dan 12 genus, kelas
Clorphyceae yang terdiri dari 7 famili dan 9 genus, Cyanophyceae yang terdiri 2
famili dan 5 genus, kelas Coscinodicaphyceae yang terdiri 2 famili dan 2 genus.
fitoplankton yang paling banyak didapatkan dari kelas Bacillariophyceae, Hal ini
disebabkan genus fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae merupakan anggota
utama fitoplankton yang terdapat di seluruh bagian perairan. Kelas fitoplankton
ini juga memiliki peranan yang sangat penting dalam memberikan kontribusi dalam dalam produktivitas suatu perairan, khususnya perairan sungai dan danau
Menurut Nainggolan (2011) Bacillariophyceae lebih mudah beradaptasi
dengan lingkungan perairan, selanjutnya Welch (1980) menambahkan bahwa
Bacillariophyceae merupakan kelas yang paling sering mendominasi di lingkungan perairan dan kelimpahannya sangat tinggi, kecuali di kawasan yang
berlumpur. Selain itu perkembangan Bacillariophyceae relatif lebih cepat
dibandingkan kelas alga lainnya karena tingkat toleransi yang cukup tinggi terhadap perubahan faktor lingkungan. Hal ini didukung oleh pernyataan Basmi
(1999) yang menyatakan bahwa Bacillariophyceae dapat bereproduksi secara
seksual dan aseksual, sehingga lebih cepat dalam memperbanyak diri dan mengakibatkan jumlahnya sangat berlimpah di perairan.
Menurut Abida (2010), kelas Bacilariophyceae umumnya ditemukan
yang lain akan berkurang atau menghilang sama sekali dan tempatnya digantikan oleh jenis lain.
4.2. Nilai Kelimpahan, Kelimpahan Relatif dan Frekuensi Kehadiran
Hasil perhitungan kelimpahan relatif dan frekuensi kehadiran fitoplankton pada masing-masing stasiun penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.1. berikut ini:
Tabel 4.2. Nilai Kelimpahan (Ind/L), Kelimpahan Relatif (%), dan Frekuensi Kehadiran (%) pada masing-masing stasiun penelitian.
20
Dari Tabel 4.2. nilai kelimpahan fitoplankton tertinggi pada stasiun 4 dengan nilai 339,62Ind/l. Tingginya nilai kelimpahan fitoplankton pada stasiun 4 terjadi karena cukupnya ketersediaan nutrisi seperti nitrat, fosfat dan suhu optimum yang sangat mendukung kehidupan fitoplankton. Stasiun ini merupakan daerah bebas
aktifitas yang memiliki suhu 23 oC. Suhu berperan sebagai pengatur proses
metabolisme dan fungsi fisiologis. Suhu juga sangat berpengaruh terhadap percepatan maupun perlambatan pertumbuhan dan reproduksi fitoplankton. Nilai suhu pada stasiun 4 menunjukkan suhu yang sangat baik bagi pertumbuhan fitoplankton, hal ini sesuai dengan pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan
bahwa suhu yang baik bagi pertumbuhan jenis Chlorophyta, Cyanophyta dan
Bacillariophyceae adalah 20-40 oC.
menyatakan pola penyebaran fitoplankton di dalam air tidak sama. Tidak samanya penyebaran fitoplankton dalam badan air disebabkan oleh adanya perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya dan faktor-faktor lainnya, dikarenakan nutrien seperti nitrat dan fosfat sedikit sehingga pertumbuhan plankton di daerah ini terbatas jumlahnya. Ketersediaan sumberdaya pada lingkungan menentukan keberadaan jenis, jumlah individu, kelimpahan dan frekuensi kehadirannya.
4.3. Indeks Keanekaragaman Diversitas Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Equitabilitas / Keseragaman (E).
Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) yang diperoleh pada masing-masing stasiun dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3. Indeks Keanekaragaman Diversitas Shannon-Wiener (H’) dan Indeks Equitabilitas/ Keseragaman (E) pada masing-masing stasiu penelitian
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4
H' 2,61 2,8 2,69 2,67
E 0,79 0,86 0,83 0,73
Berdasarkan Tabel 4.3. diketahui bahwa kisaran indeks keanekaragaman fitoplankton yang tertinggi pada stasiun 2 sebesar 2,8. Hal ini disebabkan pada stasiun 3 memiliki nilai posphat yang lebih tinggi daripada ketiga stasiun lainnya.
Menurut Odum (1993), suatu komunitas dikatakan mempunyai
keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies relatif merata, Barus (2004) menambahkan bahwa nilai indeks keanekaragaman sangat dipengaruhi oleh faktor jumlah spesies, jumlah individu dan penyebaran individu pada masing-masing spesies .
22
Dari Tabel 4.3. diperoleh juga nilai Indeks Keseragaman (E) tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0,86, sedangkan yang terendah pada stasiun 1 sebesar 0,79. Pada stasiun 2 menunjukkan bahwa keseragaman populasi fitoplankton besar dimana penyebaran individu tiap jenis lebih merata dibandingkan stasiun lainnya. Pada stasiun 1 yang nilai keseragamannya lebih kecil dibandingkan stasiun lainnya menunjukkan penyebaran individu jenis yang kurang merata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fachrul (2007), bahwa nilai indeks keseragaman berkisar antara 0-1, apabila nilai keseragaman mendekati 0, maka tingkat keseragamannya dikatakan tidak merata dan ada jenis yang mendominasi. Apabila indeks keseragaman (E) mendekati 1 maka sebaran individu tiap jenis merata.
Menurut Odum (1993), apabila suatu komunitas terdiri dari jenis-jenis dengan jumlah banyak tetapi penyebaran individunya tidak merata maka keragaman jenis dinilai rendah. Hal ini menunjukkan bahwa Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener merupakan salah satu indeks keanekaragaman biota pada suatu daerah, bila nilainya semakin tinggi maka semakin tinggi tingkat keragamannya dan sebaliknya jika nilai indeks keanekaragaman rendah maka keragamannya juga rendah.
4.4. Indeks Similaritas (IS)
Indeks Similaritas (IS) antara stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.4. berikut:
Tabel 4.4. Nilai Indeks Similaritas (IS) pada masing-masing stasiun penelitian
semua stasiun tidak berbeda jauh sehingga fitoplankton yang hidup di daerah ini
juga tidak jauh berbeda. Menurut Krebs (1985) dalam Sirait (2011), Indeks
Similaritas (IS) digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesamaan fitoplankton yang hidup di beberapa tempat yang berbeda. Apabila semakin besar indeks similaritasnya, maka jenis plankton yang sama pada stasiun yang berbeda semakin banyak. Selanjutnya dijelaskan bahwa kesamaan fitoplankton antara dua lokasi yang dibandingkan sangat dipengaruhi oleh kondisi faktor lingkungan yang terdapat pada daerah tersebut.
Menurut Barus (2004), suatu perairan yang belum tercemar akan menunjukkan jumlah individu yang seimbang dari hampir semua spesies yang ada. Sebaliknya suatu perairan yang tercemar akan menyebabkan penyebaran jumlah individu tidak merata dan cenderung ada spesies tertentu yang bersifat dominan.
4.5. Faktor Fisik Kimia Perairan
Hasil pengukuran faktor fisik kimia perairan yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian di Perairan Danau Toba Desa Silalahi dapat dilihat pada Tabel 4.5. berikut:
Tabel 4.5. Nilai Faktor Fisik Kimia Perairan Pada Masing-Masing Stasiun Penelitian
Stasiun 1 : Daerah PLTA
Stasiun 2 : Daerah Pariwisata
Stasiun 3 : Daerah Keramba
Stasiun 4 : Daerah Bebas Aktifitas
24
a. Temperatur
Dari Tabel 4.5. diperoleh nilai rata-rata temperatur tertinggi terdapat pada stasiun
3 dengan nilai 25 oC. Hal ini disebabkan pada stasiun 3 yang merupakan daerah
keramba paparan cahaya yang masuk ke badan perairan lebih besar sehingga dapat meningkatkan temperatur sekitar perairan dan juga pada daerah keramba tersebut terjadi penguraian pelet pakan ikan yang pada prosesnya dapat menghasilkan panas. Sedangkan nilai temperatur terendah terdapat pada stasiun 1
dengan nilai 210 C. Hal ini disebabkan pada stasiun 1 yang merupakan daerah
PLTA, hal ini disebabkan karena pembuangan limbah cair dari PLTA.
Menurut Barus (2004), pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggian geografis dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Disamping itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang diakibatkan manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.
b. Penetrasi Cahaya
Dari Tabel 4.5. diperoleh penetrasi cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 4,4 cm yaitu daerah pariwisata sedangkan yang terendah di stasiun 3 dengan 3,8 cm yaitu daerah keramba. Hal ini disebabkan karena masukan zat-zat terlarut ke badan perairan seperti buangan dari aktivitas manusia. Selain itu sedikitnya vegetasi pada daerah tepi danau ini.
Menurut Barus (2004), bahwa kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Bagi organisme air, intensitas cahaya berfungsi sebagai alat orientasi yang akan mendukung kehidupan organisme tersebut dalam habitatnya. Sastrawijaya (1991) menambahi padatan terlarut pada air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, lumpur, sisa tanaman dan hewan serta limbah industri. Partikel yang tersuspensi akan menurunkan penetrasi cahaya yang masuk sehingga akan mempengaruhi tingkat transparansi dan warna air. Dengan minimnya penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi regenerasi oksigen serta fotosintesis tumbuhan air.
Cholik et al., (1988) juga menambahkan bahwa kecerahan yang produktif adalah
c. Intensitas Cahaya
Dari Tabel 4.5. diperoleh nilai intensitas cahaya tertinggi terdapat pada stasiun 2 yang merupakan daerah pariwisata dengan nilai 428 x 2000 Candella dan terendah pada stasiun 4 yang merupakan daerah PLTA dengan nilai 401 x 2000 Candella. Adanya perbedaan intensitas cahaya ini disebabkan karena adanya perbedaan tutupan vegetasi (kanopi) pada setiap stasiunnya.
Menurut Barus (2004), terjadinya penurunan nilai penetrasi cahaya disebabkan oleh kurangnya intensitas cahaya matahari yang masuk ke badan peairan, adanya kekeruhan oleh zat-zat terlarut dan kepadatan plankton di suatu perairan menyebabkan penetrasi cahaya pada suatu ekosistem perairan pada umumnya lebih tinggi dan faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari akan diabsorbsi
dan sebagian lagi akan dipantulkan keluar permukaan air.
d. pH
Dari Tabel 4.5. diperoleh pH tertinggi terdapat pada stasiun 1 dan 3 dengan nilai 7,8 sedangkan pH terendah terdapat pada stasiun 4 dengan nilai 7,3. Tinggi rendahnya pH air pada setiap stasiun dapat disebabkan oleh adanya berbagai macam aktifitas yang menghasilkan senyawa organik maupun anorganik yang mengalami penguraian sehingga mempengaruhi pH suatu perairan. Kisaran pH di perairan ini masih mendukung kehidupan plankton yang hidup di dalamnya.
Menurut Sinambela (1994), dalam Surbakti (2009), kehidupan di dalam
air masih dapat bertahan bila perairan mempunyai kisaran pH 5-9 Barus (2004),
menambahkan pada ekosistem perairan yang mengalami laju fotosintesis yang tinggi akan dibutuhkan karbondioksida yang banyak. Nilai pH suatu ekosistem air dapat berfluktuasi terutama dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis.
e. Oksigen Terlarut (DO)
26
suhu yang menimbulkan konsumsi oksigen meningkat oleh biota air yang menyebabkan terjadinya defisit oksigen terlarut di stasiun tersebut.
Menurut Siregar (2009), bahwa banyaknya tumbuhan air akan memberikan suplai oksigen terhadap perairan tersebut dan penguraian secara aerob hanya sedikit pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan Barus (2004) juga menambahkan bahwa fluktuasi dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. Nilai oksigen terlarut dalam perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/L.
f. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand)
Dari Tabel 4.5. diperoleh nilai BOD5 tertinggi terdapat padat stasiun 3 yang
merupakan daerah keramba dengan nilai 5,9 mg/L dan yang terendah terdapat pada stasiun 4 yang merupakan daerah bebas aktifitas dengan nilai 4.9 mg/L. Hal ini disebabkan karena daerah ini merupakan daerah industri PLTA yang limbah cairnya langsung masuk ke dalam badan air ini sehingga banyaknya bahan organik ini membutuhkan penguraian oleh mikroba yang mengakibatkan
tingginya nilai BOD di stasiun ini dan rendahnya nilai BOD5 pada stasiun 4 ini
disebabkan daerah ini merupakan daerah bebas aktivitas atau daerah kontrol yang sangat sedikit adanya beban masukan sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan senyawa organik itu rendah.
Menurut Effendi (2003), BOD5 merupakan gambaran kadar bahan
organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk
mengoksidasi bahan organik menjadi karbondioksida dan air. BOD5 hanya
menggambarkan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein, glukosa dan sebagainya. Bahan organik dapat berasal dari pembusukan tumbuhan dan hewan yang mati atau hasil buangan limbah domestik dan industri.
g. Kejenuhan Oksigen
Dari Tabel 4.5. dapat diperoleh nilai tertinggi terdapat pada stasiun 4 dengan nilai 75,17%. yang merupakan daerah bebas aktifitas dan nilai terendah terdapat pada stasiun 3 dengan nilai 51,78% yang merupakan daerah keramba.
dapat menurunkan kadar oksigen dalam air adalah kenaikan suhu air, respirasi dan masuknya limbah organik.
h. Nitrat
Dari Tabel 4.5. diperoleh nilai paling tinggi pada stasiun 2 dengan nilai 1,26 mg/L yang merupakan daerah keramba, sedangkan nilai terrendah pada stasiun 0,86 mg/L yang merupakan daerah kontrol. Hal ini disebabkan karena banyakan aktivitas yang menyebabkan limbah yang dibuang langsung ke badan perairan sehingga ikan yang mengandung protein akan diuraikan oleh mikroba sehingga menjadi nitrat kemudian meningkatkan nilai nitrat pada daerah ini.
Menurut Barus (2004), nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit dan serta merupakan zat yang dibutuhkan tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang dan Siregar (2009) juga menambahkan tinggi rendahnya nilai nitrit dipengaruhi oleh masukan bahan organik dan anorganik pada suatu perairan. Nilai nitrit yang terdapat pada kawasan industri relatif lebih tinggi dibandingkan kawasan yang tidak ada hasil anthropogenik. Sumber nitrit berasal dari pembusukan vegetasi dan juga hasil pembuangan limbah industri.
i. Posfat
Dari Tabel 4.5. diperoleh nilai phosfat tertinggi terdapat pada stasiun 2 dengan nilai 0,18 mg/L yang merupakan daerah keramba, sedangkan yang terendah terdapat pada stasiun 4 dengan nilai 0,11 mg/L yang merupakan daerah kontrol. Tinggi rendahnya nilai phosfat dipengaruhi oleh konsentrasi senyawa organik maupun anorganik pada suatu perair
Perbedaan ini disebabkan kuantitas yang dihasilkan lebih tinggi konsentrasinya dibanding limbah buangan PLTA sehingga konsentrasi fosfat di perairan lebih tinggi. Sumber fosfat berasal dari perairan alami dan antropogenik seperti industri dan domestik. Fosfat pada perairan alami berasal dari pelapukan batuan mineral dan antropogenik berasal dari aktivitas industri dan domestik (Effendi, 2003).
28
Berdasarkan pengukuran faktor fisik-kimia perairan yang telah dilakukan pada
stasiun penelitian dan dikorelasikan dengan indeks keanekaragaman
(Shannon-Wiener) maka diperoleh nilai korelasi seperti terlihat pada Tabel 4.6. berikut ini:
Tabel 4.6. Nilai Analisis Korelasi Pearson Antara Faktor Fisik Kimia dengan Indeks Keanekaragaman Plankton
Suhu Intensitas Penetrasi DO BOD5 pH Kejenuhan Nitrat Posfat
H’ 0,658 0,382 0,596 -0,132 0,055 0,009 0,025 0,011 0,186
Keterangan: + = Korelasi Positif (Searah) dan - = Korelasi Negatif (Berlawanan)
Dari Tabel 4.6. menunjukkan suhu berhubungan kuat terhadap indeks keanekaragaman fitoplankton. Hal ini karena suhu berpengaruh terhadap keanekaragaman fitoplankton dimana semakin tinggi suhu maka keanekaragaman fitoplankton semakin rendah dan sebaliknya.
Menurut Barus (2004), kenaikan temperatur (hanya pada kisaran temperatur yang masih ditolerir) akan meningkatkan laju metabolisme sebesar 2-3 kali lipat. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat, sementara dilain pihak dengan naiknya temperatur akan menyebabkan kelarutan oksigen dalam air berkurang. Hal ini dapat menyebabkan organisme air kesulitan untuk melakukan respirasi yang selanjutnya akan
mempengaruhi keanekaragaman organisme. Brower et al. (1990) dalam Siregar
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang keanekaragaman fitoplankton di perairan Danau Toba Desa Silalahi diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. Fitoplankton yang didapatkan sebanyak 4 kelas, 20 famili dan 28 genus. Total kelimpahan tertinggi pada stasiun 4 sebesar 339,625 Ind/l dan terendah pada stasiun 1 sebesar 219,000 Ind/l.
b. Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton (H') tertinggi terdapat pada stasiun 2
sebesar2,8 dan yang terendah terdapat pada stasiun 1 sebesar 2,61. Sedangkan
Nilai Indeks Kesaragaman (E) tertinggi pada stasiun 2 sebesar 0,86 dan terendah pada stasiun 1 sebesar 0,79.
c. Suhu berpengaruh kuat terhadap keragaman fitoplankton
5.2 Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
Abida, I. W. 2010. Struktur Komunitas dan Kelimpahan Fitoplankton di Perairan Muara Sungai Porong Sidoarjo. Kelautan. 3: 1.
Afihandari,D. 2011. Keanekaragaman Komunitas Plankton Di Telaga Sarangan Dan Telaga Wahyu Kabupaten Magetan ProvinsiI Jawa Timur. Universitas Airlangga. Surabaya.
Astuti, P. L. 2009. Kelimpahan Dan Komposisi Fitoplankton Di Danau Sentani. Limnotek. Papua.
Barus, T. A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air Daratan. Program Studi Biologi. USU Press. Barus, T. A. 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya Pelestariannya. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Limnologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara.
Barus, T. A. 2007. Keanekaragaman Hayati Ekosistem Danau Toba dan Upaya
Pelestariannya, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam
Bidang Limnologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Basmi, J. 1999. Planktonologi: Plankton sebagai Bioindikator Kualitas Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bogor: IPB.
Brower, J. E. H. Z. Jerrold & Car. I. N. Von Ende. 1990. Field and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition. New York: Wm. C. Brown Publisher.
Cholik, M., Artati dan R. Arifuddin. 1988. Pengelolaan Kualitas Air Kolam Ikan.
Direktorat Jenderal Perikanan Bekerjasama dengan International Development Research Center. Jakarta.
Edmondson, W. T. 1963. Fresh Water Biology. Second Edition New York: Jhon Wiley & Sons, Inc.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Penerbit Kansius.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Hariyanto, S. Irawan, B. & Soedarti, T. 2008. Teori dan Praktik Ekologi.
Erlangga: Jakarta. .
Hariyanto, S. Irawan, B. & Soedarti, T. 2008. Teori dan Praktik Ekologi. Erlangga: Jakarta.
Isnansetyo, A & Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Kanisius. Yogyakarta.
Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution of Abundance. Third Edition. New York: Harper & Row Publisher.
Michael, P. 1984. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Nainggolan, E. 2011. Keanekaragaman Plankton di Pesisir Perairan Kuala
Tanjung Kecamatan Medan Deras Kabupaten Batubara. [Skripsi].
Medan: Universitas Sumatera Utara.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi (Diterjemahkan oleh M. Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S.Sukajo). Jakarta: Gramedia.
Odum, E. P. 1993. Dasar- Dasar Ekologi. Edisi ke-3. Penerjemah: Tjahjono, S. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Prianto, E.Husna. Aida, N. S. 2008. Inventarisasi Jenis Dan Struktur Ekologi Zooplankton Di SungaiMusi Bagian Hilir Sumatera Selatan. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang.
Rahayu, S. Setyawati, R. T. Turnip, M. 2012. Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Rahman, A. 2008. Studi Kelimpahan Dan Keanekaragaman Jenis Plankton Di Peraiaran Muara Sungai Kelayan. Universitas Lambung Mangkurat.
Sagala, E. P. 2012. Komparasi Indeks Keanekaragaman Dan Indeks Saprobik Plankton Untuk Menilai Kualitas Perairan Danau Toba Provinsi Sumatera Utara. USU. Medan.
Sastrawijaya, A. T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sawestri, S. 2012. Kajian Dampak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Terhadap Kelimpahan Organisme Plankton. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Siregar, M. H. 2009. Studi Keanekaragaman Plankton di Hulu Sungai Asahan
32
Sugiyono, 2005. Analisis Statistik Korelasi Linier Sederhana. Diakses Tanggal 12 Desembar 2009.
Suin, N. 2002. Metode Ekologi. Padang: Penerbit Universitas Andalas Padang.
Surbakti, Y. B. 2009. Studi Keanekaragaman Plankton di Sungai Lau Sitelu Desa Namorambe Kabupaten Deli Serdang. Skiripsi USU. Medan.
Toruan, L. R. Sulawesty, F. 2007. Sebaran Dan Kelimpahan Zooplankton Di
Danau Maninjau Sumatera Barat. Pusat Penelitian Limnologi–LIPI.
34
Lampiran B. Bagan DO
Sampel Air
1 ml MnSO4
1 ml KOHKI Dikocok Didiamkan
Sampel Endapan Puith/Cokelat
1 ml H2SO4
Dikocok Didiamkan
Larutan Sampel Berwarna Cokelat
Diambil 100 ml
Dititrasi Na2S2O3 0,00125 N
Sampel Berwarna Kuning Pucat
Ditambah 5 tetes Amilum
Sampel Berwarna Biru
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,00125 N
Sampel Bening
Dihitung volume Na2S2O3
terpakai
Hasil
LampiranC. Bagan BOD5
(Suin, 2002)
Keterangan :
• Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan
penghitungan Nilai DO
• Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir
dihitung nilai DO akhir
diinkubasi selama 5 hari pada
temperatur 20°C dihitung nilai DO awal
Sampel Air
Sampel Air Sampel Air
36
Lampiran D. Bagan kerja kandungan nitrat (NO3) (Suin, 2002).
1 ml NaCl (dengan pipet volum)
5 ml H2SO4 75%
4 tetes Brucine Sulfat Sulfanic Acid
Dipanaskan selama 25 menit
Didinginkan
Diukur dengan spektrofotometer pada λ= 410 nm
5 ml sampel air
Larutan
Lampiran E. Bagan Kerja Analisis Fosfat (PO42-) (Suin, 2002).
1 ml Amstrong Reagen 1 ml Ascorbic Acid
Dibiarkan selama 20 menit Diukur dengan spektrofotometer
pada λ = 880 nm
5 ml sampel air
Larutan
38
Lampiran F. Tabel Kelarutan O2 (Oksigen)
23 8,38 8,37 8,36 8,34 8,33 8,32 8,30 8,29 8,27 8,26
24 8,25 8,23 8,22 8,21 8,19 8,18 8,17 8,15 8,14 8,13
25 8,11 8,10 8,09 8,07 8,06 8,05 8,04 8,02 8,01 8,00
26 7,99 7,97 7,96 7,95 7,94 7,92 7,91 7,90 7,89 7,88
27 7,86 7,85 7,84 7,83 7,82 7,81 7,79 7,78 7,77 7,76
28 7,75 7,74 7,72 7,71 7,70 7,69 7,68 7,67 7,66 7,65
29 7,64 7,62 7,61 7,60 7,59 7,58 7,57 7,56 7,55 7,54
30 7,53 7,52 7,51 7,50 7,48 7,47 7,46 7,45 7,44 7,43
40
Lampiran G. Foto Kerja
Lampiran H. Foto Plankton
Bactriastrum sp Staurastrum sp
Urenema sp Climaconeis sp
Pediastrum sp Paralia sp
Isthmia sp Gonatozygon sp
42
Lampiran I Karakteristik Fitoplankton
No .
Genus Fitoplankton Karakteristik
1. Staurastrum Memiliki bentuk tubuh bulat dengan ukuran tubuh yang sangat kecil yakni berkisar antara 4 – 6 mikron, ada yang berbentuk segi empat dengan ukuran 8-12 x 7-18 mikron. Sama seperti diatom pada umumnya, Staurastrum sp. memiliki dinding sel yang dibentuk dari silica. Mempunyai sitoplasma., memiliki beberapa pigmen warna yakni chlorophyl a, chlorophyl c, karoten diatomin dan fukosantin. Pigmen chlorophyl memiliki peran sebagai katalisator dalam proses fotosintesis sedangkan adanya pigmen karoten dan diatomin menyebabkan dinding sel dari Chaetoceros sp. berwarna cokelat keemasan.
2. Climaconeis Sel yang lurus, 350-380 m panjang, lebar 7-8 m, meningkat menjadi 9-10 µm lebar di pusat (di kedua korset dan pandangan valve) dan puncak, kurang craticular bar. Katup mantel sangat dangkal. Ujung raphe Central lurus; 20-21 striae pada 10 µm, paralel di seluruh, tidak ada stauros. Sekitar 80 plastida sebagian besar berpasangan dan sebagian besar dengan pyrenoids mencolok, lebih atau kurang simetris didistribusikan pada setiap sisi dari inti. Pori-pori yang sangat teratur, persegi persegi panjang apikal
3. Synedra Berbentuk memanjang seperti jarum, bisa hidup
4. Bacteriastrum Bacteriastrum adalah genus diatom di keluarga Chaetocerotaceae keluarga. Ada lebih dari 30 jenis
yang diuraikan dalam Bacteriastrum, tapi banyak di
antaranya belum diterima, dan spesies baru masih ditambahkan ke genus. Genus ini sering dikaitkan
dengan Chaetoceros tetapi berbeda dalam simetri
radial dan fanestration dari setae. Koloni cenderung berkamuflase dalam tampilan korset dan sel – sel yang dipisahkan oleh lingkungan bagian basal setae, meninggalkan celah kecil antar sel. Sel – sel yang silinder dan dihubungkan untuk membentuk filamen. 5. Staurastrum Memiliki bentuk tubuh bulat dengan ukuran tubuh yang sangat kecil yakni berkisar antara 4 – 6 mikron, ada yang berbentuk segi empat dengan ukuran 8-12 x 7-18 mikron. Sama seperti diatom pada umumnya, Staurastrum sp. memiliki dinding sel yang dibentuk dari silica. Mempunyai sitoplasma., memiliki beberapa pigmen warna yakni chlorophyl a, chlorophyl c, karoten diatomin dan fukosantin. Pigmen chlorophyl memiliki peran sebagai katalisator dalam proses fotosintesis sedangkan adanya pigmen karoten dan diatomin menyebabkan dinding sel dari Chaetoceros sp. berwarna cokelat keemasan.
6. Gonatozygon Sel berbentuk silindris memanjang dengan panjang 90-300 μm dan lebar 8-12,5 μm. Apeks rata dengan dinding sel ditutupi oleh struktur seperti spine. Dalam setiap sel terdapat 2 kloroplas yang berbentuk
seperti pita dengan banyak pirenoid. Gonatozygon
dapat ditemukan soliter maupun dalam bentuk filamen. Perairan Tawar dan di Perairan Sedikit Asam (pH 5-6) serta Payau, Situ.
7. Isthmia Bentuk talus seperti tumbuhan tinggi, menyerupai
batang, beruas-ruas dan bercabang-cabang, berukuran kecil. Pada ruasnya terdapat nukula dan globula. Mereka menempel ke substrat pesisir melalui percabangan rhizoids bawah tanah. Terasa kasar saat disentuh karena garam kalsium diendapkan pada dinding sel. Proses metabolisme yang berhubungan dengan deposisi ini memberikan
tanaman Isthmia berbau khas dan tidak
44
8. Melosira Hidup bebas berperan sebagai fitoplakton pada
Lampiran j. Contoh perhitungan
a. Kelimpahan (K)Ishtmia Pada Stasiun 1
K : n x Vr
b. Kelimpahan Relatif (KR)Ishtmia Pada Stasiun 1 Kelimpahan suatu jenis
c. Frekuensi Kehadiran (FK)Ishtmia Pada Stasiun 1 Jumlah ulangan yang ditempati suatu jenis
d. Indeks Keanekaragaman (H’)Seluruh Jenis plankton Pada Stasiun 1
H’ = -∑ pi ln pi
28 28 29 29 46 46
= -∑ ln + ln + ln dst
`584 584 584 584 584 584
H’ = 2,61
46
E = 0,79
f. Indeks Similaritas (IS) Stasiun 1 dan 2 2c
IS = a + b 2 x 25
IS = X 100 %
27+26