STUDI PEMBUATAN YOGHURT BENGKUANG INSTAN
DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI SUSU BUBUK DAN
STARTER
SKRIPSI
Oleh:
RISKA AMELIA PURBA
080305017 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
STUDI PEMBUATAN YOGHURT BENGKUANG INSTAN
DENGAN BERBAGAI KONSENTRASI SUSU BUBUKDAN
STARTER
SKRIPSI
Oleh:
RISKA AMELIA PURBA
080305017 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SarjanaTeknologi Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi
: Studi Pembuatan Yoghurt Bengkuang Instan
dengan Berbagai Konsentrasi Susu Bubuk
dan Starter
Nama : Riska Amelia Purba
NIM : 080305017
Program Studi : Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing,
ABSTRAK
RISKA AMELIA PURBA : Studi pembuatan yoghurt bengkuang instan dengan berbagai konsentrasi susu bubuk dan starter, dibimbing oleh Herla Rusmarilin dan Mimi Nurminah.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi susu bubuk dan starter yang sesuai untuk menghasilkan yoghurt bengkuang instan dengan karakteristik terbaik, selain itu juga untuk memperkenalkan produk olahan dari bengkuang serta untuk mengetahui cara pembuatan yoghurt bengkuang instan. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu konsentrasi susu bubuk (B): 14%, 15%, dan 16% dan konsentrasi starter (S): 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, dan 4%. Parameter yang dianalisa adalah total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan nilai organoleptik (aroma dan rasa).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi susu bubuk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan nilai organoleptik (aroma dan rasa). Konsentrasi starter memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total padatan, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, nilai organoleptik aroma dan rasa, dan berbeda nyata terhadap total padatan terlarut. Interaksi kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total mikroba dan viabilitas. Konsentrasi susu bubuk 16% dan konsentrasi starter 4% memberikan hasil yang terbaik untuk mutu yoghurt bengkuang instan.
ABSTRACT
RISKA AMELIA PURBA : Study of the making of instant juicy tuber yogurt with various concentration of milk powder and starter, supervised by Herla Rusmarilin and Mimi Nurminah.
This research was conducted to find the concentration of milk powder and starter that suitable for producing instant juicy tuber yogurt with the best characteritics, and also to introduce the refined products from juicy tuber and to find ways of making instan juicy tuber yogurt. This research had been performed using factorial completely randomize design with two factors, i.e the concentration of milk powder (B): 14% ,15% and 16% and the concentration of starter (S): 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, and 4%. Parameters analyzed were total solid, total soluble solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and organoleptic values (flavour and taste).
The results showed that the concentration of milk powder had highly significant effect on total solid, total soluble solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and flavour and taste. The concentration of starter also had highly significant effect on total solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and flavour and taste, and had a significantly effect on total soluble solid. The interaction of the two factors had highly significant effect on total microbe and viability. The concentration of milk powder of 16% and concentration starter of 4% produced the best quality of instant juicy tuber yogurt.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunung Bayu pada tanggal 14 Januari 1990 dari ayah
A.L. Purba dan ibu S. Sinaga. Penulis merupakan putri ketiga dari empat
bersaudara.
Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bandar dan pada tahun yang
sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama
(UMB). Penulis memilih program studi Ilmu dan Teknologi Pangan di Fakultas
Pertanian USU.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota IMITP
(Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan), sebagai anggota UKM KMK UP
FP dan sebagai asisten praktikum di Laboratorium Teknologi Pangan Program
Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PG. Kuala Madu
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Studi Pembuatan Yoghurt Bengkuang Instan dengan Berbagai
Konsentrasi Susu Bubuk dan Starter”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Mimi
Nurminah, STP., M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
ayahanda A.L. Purba dan ibunda S. Sinaga serta kakak, abang dan adikku
tersayang (abang Edward Purba, kakak Nurmiani Purba, dan adik saya Joan
Purba) atas segala dukungan moril maupun materil, doa dan perhatiannya. Di
samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar
dan pegawai di Progran Studi Ilmu Teknologi Pangan serta semua rekan
mahasiswa stambuk 2008 yang tak dapat disebutkan satu per satu di sini yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, Agustus 2012
ABSTRAK
RISKA AMELIA PURBA : Studi pembuatan yoghurt bengkuang instan dengan berbagai konsentrasi susu bubuk dan starter, dibimbing oleh Herla Rusmarilin dan Mimi Nurminah.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan konsentrasi susu bubuk dan starter yang sesuai untuk menghasilkan yoghurt bengkuang instan dengan karakteristik terbaik, selain itu juga untuk memperkenalkan produk olahan dari bengkuang serta untuk mengetahui cara pembuatan yoghurt bengkuang instan. Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu konsentrasi susu bubuk (B): 14%, 15%, dan 16% dan konsentrasi starter (S): 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, dan 4%. Parameter yang dianalisa adalah total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan nilai organoleptik (aroma dan rasa).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi susu bubuk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, dan nilai organoleptik (aroma dan rasa). Konsentrasi starter memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap total padatan, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut, viabilitas, nilai organoleptik aroma dan rasa, dan berbeda nyata terhadap total padatan terlarut. Interaksi kedua faktor tersebut memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap total mikroba dan viabilitas. Konsentrasi susu bubuk 16% dan konsentrasi starter 4% memberikan hasil yang terbaik untuk mutu yoghurt bengkuang instan.
ABSTRACT
RISKA AMELIA PURBA : Study of the making of instant juicy tuber yogurt with various concentration of milk powder and starter, supervised by Herla Rusmarilin and Mimi Nurminah.
This research was conducted to find the concentration of milk powder and starter that suitable for producing instant juicy tuber yogurt with the best characteritics, and also to introduce the refined products from juicy tuber and to find ways of making instan juicy tuber yogurt. This research had been performed using factorial completely randomize design with two factors, i.e the concentration of milk powder (B): 14% ,15% and 16% and the concentration of starter (S): 2%, 2,5%, 3%, 3,5%, and 4%. Parameters analyzed were total solid, total soluble solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and organoleptic values (flavour and taste).
The results showed that the concentration of milk powder had highly significant effect on total solid, total soluble solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and flavour and taste. The concentration of starter also had highly significant effect on total solid, protein content, total lactic acid, total microbe, solubility, viability, and flavour and taste, and had a significantly effect on total soluble solid. The interaction of the two factors had highly significant effect on total microbe and viability. The concentration of milk powder of 16% and concentration starter of 4% produced the best quality of instant juicy tuber yogurt.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman bengkuang (Pachyrhizus erosus) telah dikenal dengan baik oleh
masyarakat Indonesia. Tanaman bengkuang mengandung pachyrhizon, rotenon,
vitamin B1, dan vitamin C, selain itu umbi bengkuang mengandung inulin yang bermanfaat bagi kesehatan serta sering dimanfaatkan dalam pangan fungsional.
Inulin merupakan polimer dari unit-unit fruktosa. Inulin bersifat larut di dalam air,
tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan, tetapi difermentasi mikroflora
kolon (usus besar), sehingga inulin berfungsi sebagai prebiotik (Susanto, 2011).
Inulin tidak dicerna oleh enzim yang dihasilkan pankreas, perut atau
bagian lain dari sistem pencernaan anak, namun inulin akan dipecah di saluran
usus oleh enzim bakteria bifidobakteria. Bakteri sehat atau bifidobakteria ini
mampu mencerna inulin. Inulin telah dibuktikan secara klinis dapat meningkatkan
bifidobakteria sehat di dalam sistem pencernaan. Studi yang sama juga
membuktikan bahwa inulin dapat membantu sistem daya tahan tubuh dan
membantu penyerapan vitamin (Susanto, 2011).
Tanaman bengkuang membentuk umbi akar (cormus) berbentuk bulat atau
membulat seper
berwarna kuning pucat dan bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar
agak manis. Umbinya mengandun Umbi ini juga
memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air sekitar 86-90%. Rasa
manis berasal dari suatu
penurun kalori sehingga baik untuk penderita diabetes. Inulin juga berperan dalam
membantu tulang menyerap dan mengikat kalsium lebih kuat sehingga mencegah
pengeroposan tulang (osteoporosis).
Umbi bengkuang umumnya digunakan untuk baha
bengkuang sebaiknya disimpan pada tempat kering bersuhu 12°C hingga 16°C.
Suhu yang lebih rendah dapat mengakibatkan kerusakan. Penyimpanan yang baik
dapat membuat umbi bertahan hingga 2 bulan (Wikipediaa, 2012).
Kesadaran masyarakat saat ini akan pentingnya kesehatan semakin
meningkat. Salah satunya adalah dengan meningkatnya konsumsi produk-produk
pangan fungsional. Salah satu produk pangan fungsional yang sedang berkembang
saat ini adalah minuman susu fermentasi yang mengandung probiotik. Menurut
Agrawal (2005), sekitar 65% produk pangan fungsional yang beredar saat ini
merupakan produk pangan probiotik. Terdapat berbagai jenis produk yang telah
dikenal luas mengandung probiotik, sebagian besar diantaranya merupakan
produk turunan susu seperti kefir, yoghurt, susu fermentasi ‘yakult’, keju dengan
Bifidus infantis, es krim dengan berbasis susu fermentasi, dan produk susu bubuk
yang mengandung bifidus untuk anak-anak (Nuraida, dkk., 2011)
Yoghurt berasal darihewan ternak yang kemudian ditambahkan dengan bakteri asam laktat yang akan membentuk asam laktat. Bakteri yang biasa
digunakan dalam proses pembuatan yoghurt adalah bakteri Bifidobacterium sp.,
Lactobacillus sp., bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus. Bakteri-bakteri ini yang akan memicu proses fermentasi dari susu,
adalah pecahnya protein pada susu yang menyebabkan tekstur susu menjadi
kental. Hasil akhirnya susu akan terasa asam dan kental, inilah bentuk yoghurt
dasar yang telah jadi.
Yoghurt bengkuang instan merupakan inovasi pangan yang diharapkan
dapat membuat yoghurt lebih diminati masyarakat, karena pada kenyataannya
terdapat beberapa golongan orang yang kurang menyukai yoghurt asli
dikarenakan rasa asam dan bau amisnya, namun bau amis dari susu berkurang
karena diproses selanjutnya menjadi bubuk yoghurt.
Pemanfaatan bengkuang umumnya masih sebagai bahan dasar untuk
kosmetik dan sebagai bahan dasar obat, sedangkan pemanfaatan bengkuang
menjadi produk olahan masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan
diversifikasi produk dari bengkuang, salah satunya adalah menjadi bentuk yoghurt
bengkuang, sehingga bengkuang tidak hanya dapat dikonsumsi segar atau
digunakan untuk bahan rujak, asinan, keripik, maupun manisan saja oleh
masyarakat. Daya simpan yoghurt bengkuang relatif singkat (tidak tahan lama),
pengamatan yang telah dilakukan pada studi pendahuluan menunjukkan
penyimpanan yoghurt bengkuang di dalam lemari pendingin hanya bertahan
1 minggu, sehingga yoghurt bengkuang tersebut perlu dibuat menjadi bentuk
instan untuk memperpanjang daya simpannya.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian dengan
memanfaatkan bengkuang sebagai pelengkap gizi dalam pembuatan yoghurt
sehingga produk yang dihasilkan dapat berupa pangan fungsional yang dapat
yang mendorong penulis memilih judul “Studi Pembuatan Yoghurt Bengkuang
Instan dengan Berbagai Konsentrasi Susu Bubuk dan Starter”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi susu bubuk dan
starter yang sesuai untuk menghasilkan yoghurt bengkuang instan dengan
karakteristik terbaik, selain itu juga untuk memperkenalkan produk olahan dari
bengkuang serta untuk mengetahui cara pembuatan yoghurt bengkuang instan.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan bengkuang pada penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat adanya bentuk olahan
yoghurt bengkuang instan, sebagai minuman fungsional yang
berkhasiat dan tidak berbahaya atau yang dapat menimbulkan efek
samping bagi kesehatan.
2. Sebagai bahan diversifikasi olahan umbi bengkuang menjadi produk
yoghurt bengkuang instan.
3. Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu
dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh konsentrasi susu bubuk dan starter serta interaksi antara
TINJAUAN PUSTAKA
Bengkuang
Bengkuang (Pachyrhizus erosus) dikenal daricormus) putihnya
yang bisa dimakan sebagai kompone
untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit. Tumbuhan yang berasal dari
tempat asalnya, tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jícama
menyebutnya sebagai besusu (Wikipediaa, 2012).
Bengkuang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak
diminati oleh masyarakat sebagai bahan konsumsi. Bengkuang juga telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan produk-produk kecantikan seperti
lulur bengkuang, handbody bengkuang, dan sebagainya. Namun demikian
bengkuang masih belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga bengkuang
bukanlah buah yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan berharga mahal
(Williams, dkk., 1993).
Bagian umbinya dapat dimakan, namun bagian bengkuang yang lain
sangat beracun karena mengandung ± 0,01%rotenoid (biji dan daun
bengkuang). Racun ini sering dipakai untuk membunuh serangga atau menangkap
ikan, terutama yang diambil dari biji-bijinya. Meski beracun, biji bengkuang pun
dapat dijadikan bahan obat. Biji yang ditumbuk dan dicampur denga
digunakan untuk menyembuhkan sejenis kudis. Sementara, di
setengah butir biji bengkuang dapat digunakan sebagai obat urus-urus. Keracunan
digunakan untuk memperlancar
serat yang relatif lebih tinggi daripada mangga (Wikipediaa, 2012).
Komposisi Kimia Umbi Bengkuang
Seperti bahan alami lain yang bermanfaat bagi kesehatan kulit, bengkuang
mengandung antioksidan vitamin C, flavonoid, dan saponin yang berperan
mencegah kerusakan kulit oleh radikal bebas. Bengkuang juga memiliki manfaat
lain sebagai pemutih kulit, karena kandungan zat fenolik yang berfungsi dapat
menghambat proses pembentukan melanin (pigmentasi) akibat sinar UV matahari,
menghilangkan bekas jerawat atau efek samping kosmetik
(Majalah kesehatan, 2011).
Kandungan vitamin C pada buah bengkuang yang tinggi yaitu sebesar
20 mg/100 gram yang sangat berperan sebagai antioksidan yang bermanfaat untuk
menangkal serangan radikal bebas penyebab kanker dan penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung, diabetes, dan stroke. Sementara kandungan vitamin
B1-nya bermanfaat untuk memperlancar metabolisme tubuh, mengoptimalkan fungsi otak, mencegah terjadinya kerusakan saraf, maupun memperlancar
sirkulasi darah (Dike, 2011).
Di dalam bengkuang terdapat juga fitoestrogen. Bagi kaum perempuan,
kehadiran fitoestrogen sangat diperlukan untuk mempertahankan kualitas hidup di
usia tua. Ketika memasuki masa monopause, dimana hormon estrogen tak lagi
diproduksi tubuh, perempuan mengalami kemunduran fisik, diantaranya kulit
cepat mengeriput serta organ tulang mulai rapuh dan mudah patah
Bengkuang termasuk umbi-umbian yang memiliki kandungan air tinggi.
Bentuknya bulat dengan ujung yang meruncing. Buah ini sering digunakan untuk
bahan rujak. Bengkuang kaya vitamin C, kalsium, fosfor, dan serat makanan
(Sekarindah dan Rozaline, 2006). Umbi bengkuang mengandung gizi yang cukup
baik, yang secara umum dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan nutrisi dalam 100 gram bengkuang
Komposisi Gizi Jumlah
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1992)
Manfaat Umbi Bengkuang
Kebanyakan masyarakat mengenal manfaat bengkuang hanya sebatas
sebagai kosmetik pemutih wajah atau kulit saja. Hal ini memang tidak juga salah
karena sesuai dengan sifat bengkuang yang memiliki banyak kandungan air yang
bervitamin dan mengandung antioksidan, sehingga sering digunakan oleh industri
kosmetik dalam pembuatan krim pemutih atau penghalus wajah (Dike, 2011).
Kandungan mineral kalsium pada bengkuang bermanfaat untuk kesehatan
tulang dan gigi, mencegah terjadinya keropos tulang (osteoporosis), melenturkan
otot, menyetimbangkan tingkat keasaman darah, menurunkan risiko kanker usus,
fosfornya bermanfaat untuk memperbaiki fungsi saraf dan otot, membantu
penyerapan lemak di usus, mengoptimalkan fungsi jantung dan ginjal, atau dapat
mengatasi kelelahan (Dike, 2011).
Sari Bengkuang
Pembuatan sari bengkuang pada dasarnya adalah memproses umbi
bengkuang untuk diambil sarinya. Kualitas umbi bengkuang yang bisa dilihat dari
warna, penampakan, tekstur, dan lain-lain sebagai bahan baku dalam pembuatan
sari bengkuang perlu diperhatikan karena sangat mempengaruhi mutu produk
yang dihasilkan. Syarief dan Irawati (1988) menyatakan bahwa untuk
umbi-umbian, yang penting diperhatikan adalah warna bagian dalam dari umbi.
Kelainan dari warna-warna tersebut menjadi indeks penurunan kualitas bagi umbi
tertentu, misalnya mungkin disebabkan memar atau mulai busuk.
Laktosa
Laktosa adalah bentuk
menjadi bentuk lebih sederhana yait
dalam kandunga
Laktosa mempunyai12H22O11. Mamalia yang baru dilahirkan akan disusui oleh induknya, dimana air susu ini kaya dengan nutrisi dan laktosa. Untuk
mencerna laktosa air susu dibutuhkan enzim
molekul laktosa menjadi dua bagian: glukosa dan galaktosa, yang kemudian dapat
diserap usus. Pada kebanyakan mamalia produksi enzim pencernaan laktase ini
berangsur-angsur menurun seiring dengan semakin bertambahnya umur. Hal ini
menghindari mengonsumsi produk makanan dan minuman yang mengandung
laktosa (Wikipediab, 2012).
Laktosa yang terdapat dalam susu akan digunakan oleh bakteri sebagai
sumber energi dan sumber karbon selama pertumbuhan pada saat fermentasi.
Sumber energi juga dapat diperoleh dari bahan baku bengkuang atau bahan
tambahan lain. Semakin banyak senyawa yang dapat memproduksi asam laktat,
semakin tinggi asam laktat yang terbentuk. Proses tersebut diawali hidrolisis
laktosa menjadi glukosa dan galaktosa atau galaktosa-6-fosfat. Selanjutnya
melalui rantai glikolisis dan piruvat glukosa diubah menjadi asam laktat. Asam
laktat yang dihasilkan akan mempengaruhi terhadap karakteristik yoghurt yang
dihasilkan. Semakin tinggi laktosa maka jumlah asam laktat yang dihasilkan akan
semakin tinggi juga. Penguraian laktosa menjadi asam laktat dipengaruhi oleh
banyaknya laktosa dan jumlah bakteri asam laktat yang ditambahkan. Susu bubuk
digunakan untuk mencapai kandungan solid non fat dan sebagai sumber protein
(Triyono, 2010). Gambar 1 berikut adalah hidrolisis laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa.
Komponen susu bubuk yang dapat mempengaruhi total padatan terlarut
adalah laktosa. Semakin banyak penambahan susu bubuk maka semakin tinggi
jumlah laktosa yang terkandung. Jumlah laktosa yang semakin banyak akan
mengakibatkan semakin besar jumlah laktosa yang diubah menjadi asam laktat
(Teja, 1990).
Penyediaan Starter Yoghurt
Starter yoghurt terdiri dari dua jenis bakteri yaitu Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dalam perbandingan 1 : 1, kedua jenis
bakteri hidup dalam simbiosis dan untuk memperoleh produksi asam yang cepat
perbandingan ini harus tetap dipertahankan. Rasio antara Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus dapat dipertahankan dengan mengatur
suhu inkubasi dan persentase inokulum Streptococcus thermophillus menyukai
suhu 40oC sedangkan Lactobacillus bulgaricus menyukai suhu lebih tinggi dan waktu inkubasi yang lebih lama. Bila persentase inokulum diturunkan maka
diperlukan waktu inkubasi lebih lama (Sumanti, 2007).
Sejak bibit ditanam pada susu terjadilah persaingan pertumbuhan antara
kedua mikroba tersebut, Streptococcus thermophillus lebih cepat pertumbuhannya
sehingga dalam waktu singkat, pertumbuhannya jauh melebihi Lactobacillus
bulgaricus. Hal ini berlangsung sampai rasio 3 : 1. Pada tahap ini jumlah asam
laktat yang dihasilkan besar sehingga dapat menghambat pertumbuhan
Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus berkembang pesat
karena tumbuh dalam kondisi asam yang cukup tinggi. Akhirnya pertumbuhan
Pembuatan Yoghurt
Yoghurt adalah salah satu produk fermentasi. Yoghurt didefenisikan
sebagai produk pangan berasal dari susu sapi dengan bentuk seperti bubur atau es
krim, yang merupakan hasil fermentasi susu sapi dengan bakteri Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Yoghurt mengandung kultur aktif
sehingga yoghurt merupakan produk probiotik (Koswara, 1992). Teknologi dasar
pembuatan yoghurt meliputi persiapan bahan baku (susu) dan bahan-bahan
tambahan lainnya tergantung dari jenis yoghurt, pasteurisasi, homogenisasi
campuran, penambahan kultur, pemeraman, dan pengepakan
(Hidayat, dkk., 2006).
Untuk memperoleh yoghurt dengan kualitas yang baik diperlukan susu
yang berkualitas baik pula. Selain itu, kualitas yoghurt yang baik juga ditentukan
oleh kadar lemak dalam susu, jenis bakteri yang digunakan dalam fermentasi, cara
pembuatan, dan cara penyimpanan setelah fermentasi. Cara pembuatan yoghurt
adalah dengan cara memanaskan susu yang akan difermentasi pada suhu 90oC
selama 15-30 menit.
Pendinginan susu yang telah dipanaskan sampai suhunyamencapai 40oC. Selanjutnya dilakukan inokulasi dengan menggunakan biakan
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebanyak 2% dari
jumlah susu yang akan difermentasikan, kemudian ditutup dengan plastik dengan
prefarasi yang cukup. Susu yang telah diinokulasikan tersebut disimpan dalam
Standar Nasional Indonesia (SNI) yoghurt dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat mutu yoghurt
No. Kriteria Uji Satuan Yoghurt tanpa perlakuan
panas setelah fermentasi
1.1 Penampakan - cairan kental-padat cairan kental-padat
1.2 Bau - normal/khas normal/khas
9.0 Cemaran mikroba
9.1 Bakteri
10 Jumlah bakteri
starter
koloni/g
min. 107 -
* Sesuai dengan pasal 2 (istilah dan defenisi)
Dalam pembuatan yoghurt, total padatan dari susu ditingkatkan sampai
16% dengan rincian 1-5% adalah lemak dan 11-14% adalah padatan bukan lemak
(SNF). Ini dapat dicapai dengan penguapan air dalam susu atau penambahan susu
konsentrat atau susu bubuk. Penambahan total padatan meningkatkan nilai gizi
dari yoghurt, memudahkan untuk menghasilkan yoghurt yang semi-padat dan
meningkatkan kestabilan dari kandungan susu pada saat difermentasi sampai
menjadi yoghurt. Yoghurt campuran harus mengandung SNF minimal 12% untuk
menambah viskositas dan juga menambah ketahanan dari terjadinya wheying off
pada yoghurt yang dihasilkan (Watson, 2012).
Yoghurt mempunyai tekstur setengah padat seperti keju yang lembut.
Manfaat yang diperoleh dengan mengkonsumsi yoghurt yaitu lebih mudah dicerna
dari pada susu, penting untuk kesehatan usus, membantu penyembuhan infeksi
usus, mengandung banyak kalsium, sumber protein yang sangat baik, dapat
menurunkan kolesterol, dan sebagai makanan untuk pertumbuhan
(Sears, dkk., 2004).
Semakin tinggi konsentrasi susu skim dan waktu fermentasi yang semakin
lama maka akan terjadi peningkatan protein, hal ini disebabkan karena adanya
penambahan protein dari aktivitas mikrobia yang digunakan. Streptococcus
thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang ditambahkan akan
memanfaatkan sumber nitrogen dan karbon yang terdapat pada susu kedelai untuk
hidup dan berkembang biak. Semakin banyak jumlah mikrobia yang terdapat di
dalam soyghurt maka akan semakin tinggi kandungan proteinnya karena sebagian
besar koimponen penyusun mikrobia/ bakteri adalah protein
Pengeringan Yoghurt
Pengeringan adalah suatu metoda untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air
tersebut dengan menggunakan energi panas. Keuntungan dari pengeringan adalah
bahan menjadi lebih awet dengan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan
juga menjadi berkurang sehingga mempermudah pengangkutan, dengan demikian
diharapkan biaya produksi menjadi lebih mudah (Winarno, dkk., 1984).
Yoghurt relatif lebih awet dibandingkan susu segar atau susu bubuk yang
telah direhidrasi, tetapi penyimpanannya harus dalam keadaan dingin. Untuk
meningkatkan daya awet, memperluas kisaran suhu penyimpanan, dan
memperluas jangkauan pemasaran maka perlu perlakuan lebih lanjut. Perlakuan
ini diharapkan dapat mempertahankan atau hanya sedikit mengurangi kandungan
gizi, sifat fisikokimia dan nilai organoleptiknya. Salah satu alternatif perlakuan
tersebut adalah pengeringan. Proses pengeringan yoghurt akan merubah bentuk
kental menjadi bentuk kering dan harus direhidrasi kembali pada saat akan
dikonsumsi (Warintek, 2010).
Proses untuk membuat starter kering biasanya dilakukan dengan teknik
enkapsulasi. Selain untuk mendapatkan bentuk serbuk (powder), enkapsulasi juga
dimaksudkan untuk melindungi BAL probiotik dan kondisi lingkungan yang
ekstrim seperti pH rendah, adanya H2O2, garam empedu (bile salts), serta kompetisi bakteri lain dalam sistem pencernaan (Frazier dan Westhoff, 1998).
Yoghurt bubuk dapat dengan mudah digunakan untuk membuat minuman.
seperti yoghurt dan bersifat rehidrasi. Beberapa contoh dari zat aditif ini adalah
sukrosa, dekstrosa, penstabil, kalsium, asam organik, dan acidogen
(Tamime dan Robinson, 1999).
Sekarang ini, yoghurt bubuk diproduksi secara komersial menggunakan
spray drying, tetapi perlu dipertimbangkan beberapa tindakan pencegahan.
Pertama konsentrasi yoghurt sebelum kering dapat dilakukan pada 50-60oC dan kedua, kondisi pengeringan cukup untuk memastikan hitungan sel yang hidup
tinggi dari Streptococcus thermophillus, Lactobacillus delbruechii, dan
Lactobacillus bulgaricus dalam produk kering. Sebagai tambahan, konsentrasi
yoghurt pada temperatur tinggi akan meningkatkan kegosongan permukaan
evaporator dan mengakibatkan kehilangan warna pada hasil (bubuk) akhir
(Sharma dan Arora, 1993).
Penelitian Karinawatie, dkk. (2008) menyatakan bahwa setelah inkubasi
pupulasi bakteri asam laktat tertinggi terdapat pada penambahan WPC sebanyak
4%. Hal ini disebabkan semakin tinggi penambahan WPC maka nutrisi yang
tersedia bagi pertumbuhan BAL semakin besar. Viabilitas BAL dipengaruhi oleh
konsentrasi nutrisi bahan yang ditambahkan. Pertumbuhan bakteri dipengaruhi
oleh beberapa hal antara lain nutrisi, temperatur, kelembaban, oksigen, pH, dan
substansi penghambat. Kultur starter yoghurt kering cenderung mangalami stress
dan sakit sehingga aktivitas yang dimilikinya rendah. Hal ini mengakibatkan
waktu adaptasi dan perbaikan kondisi fisik lebih lama daripada kondisi
normalnya.
Bubuk yoghurt secara normal diperlukan sebagai pencuci mulut didalam
biskuit dengan teh. Usaha komersial untuk memproduksi bubuk yoghurt ditujukan
pada konsumen dalam beberapa bentuk antara lain permen yoghurt, wafer, coklat
dan luluran (Tamime danRobinson, 1999).
Bahan-bahan yang ditambahkan dalam pembuatan yoghurt
Susu bubuk
Susu bubuk berasal dari susu segar baik dengan atau tanpa rekombinasi
dengan zat lain seperti lemak atau protein yang kemudian dikeringkan. Umumnya
pengeringan dilakukan dengan menggunakan spray dryer atau roller dryer. Umur
simpan susu bubuk maksimal adalah 2 tahun dengan penanganan yang baik dan
benar. Susu bubuk dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu susu bubuk
berlemak (full cream milk powder), susu bubuk rendah lemak (partly skim milk
powder), dan susu bubuk tanpa lemak (skim milk powder) (Astawan, 2005).
Komposisi kimia susu bubuk fullcream dapat dilihat pada Tabel 4. Komposisi
susu bubuk ini dapat bervariasi tergantung pada komposisi susu segar yang
digunakan dalam pembuatannya.
Tabel 4. Komposisi kimia susu bubuk fullcream
Komposisi kimia Jumlah (%)
Sumber: Buckle, dkk. (1987)
Susu bubuk adalah
bubuk mempunyai daya tahan yang lebih lama daripada susu cair dan tidak perlu
disimpan di
dikarenakan sedikitnya kandungan air (bakteri sangat cepat berkembangbiak pada
makanan yang basah atau minuman) (Wikipediac, 2011).
Susu bubuk fullcream adalah produk susu berbentuk bubuk yang diperoleh
dari susu cair, atau susu hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu
bubuk, yang telah dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan. Susu jenis ini
kadar lemak susunya tidak kurang dari 26% dan kadar airnya tidak lebih dari 15%
(Utami, 2009).
Total padatan merupakan bagian padat dari susu, nilai nutrisi yang
terkandung di dalamnya terdiri dari protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral
yang tidak larut dalam air dan sebagian kecil air. Penambahan total padatan
yoghurt dengan penambahan susu bubuk ke dalam yoghurt akan meningkatkan
nilai gizi dan memperbaiki nilai gizi dan memperbaiki kekentalan, tekstur dan
bentuk yoghurt yang dihasilkan (Askar dan Sugiarto, 2005). Pertumbuhan starter
dalam susu dengan total padatan yang tinggi mempunyai waktu inkubasi yang
lebih pendek dibandingkan dengan total padatan dalam susu yang lebih rendah
(Mahdian dan Tehrani, 2007).
Gula
Gula adalah suatu
komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
keadaan makanan atau
diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam) menyimpan
Walaupun gula sendiri mampu untuk memberi stabilitas mikroorganisme
pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (diatas
70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan), dari teknik pengawetan bahan pangan.
Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi (pH rendah),
perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan pada suhu rendah,
dan dehidrasi merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting
(Buckle, dkk., 1987).
Dekstrin
Dekstrin merupakan polisakarida dengan berat molekul (BM) sekitar
50.000 dan menyerupai glikogen. Dekstrin dapat diperoleh melalui sintesis dari
sukrosa suatu jenis bakteri tertentu dan merupakan polimer dari unit-unit
D-glukopiranosa. Dekstrin terdiri dari rantai dengan ikatan α-1,6 dan α-1,4
(Winarno, 1992).
Beberapa sifat pati adalah mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut
dalam air dingin tetapi di dalam air panas dapat membentuk sol atau jel yang
bersifat kental. Sifat kekentalan ini dapat digunakan untuk mengatur tekstur
makanan, dan sifat jelnya dapat diubah oleh gula atau asam. Pati yang terkandung
di dalam tanaman dapat merupakan energi cadangan; di dalam biji-bijian pati
terdapat dalam bentuk granula. Penguraian tidak sempurna dari pati dapat
menghasilkan dekstrin yaitu suatu bentuk oligosakarida (Winarno, dkk., 1984).
Gum Arab
Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satu-satuan D-galaktosa,
L-arabinosa, asam D-glukoronat, dan L-Ramnosa. Berat molekulnya antara
hidrokoloid lainnya. Pada olahan pangan banyak mengandung gula, gum arab
digunakan untuk mendorong pembentukan emulsi lemak yang mantap dan
mencegah kristalisasi gula (Tranggono, dkk., 1991).
Di samping sifat kelarutannya di dalam air, sifat lain gum yang penting
adalah bahwa gum dapat menghasilkan larutan yang kental seperti dispersi dalam
air. Banyak keragaman sifat kekentalan larutan jenis-jenis gum. Gum arab dapat
membentuk larutan yang sangat kental pada konsentrasi 10-20% (Cahyadi, 2009).
Gum arab dapat digunakan untuk memperbaiki kekentalan atau viskositas,
tekstur dalam bentuk makanan. Selain itu gum arab dapat mempertahankan flavor
dari bahan yang dikeringkan dengan pengering semprot. Gum arab membentuk
lapisan yang dapat melapisi partikel flavour, sehingga melindungi dari oksidasi,
evaporasi, dan absorbsi air dari udara(Tranggono, dkk., 1991).
Mikroba yang aktif selama fermentasi
Komposisi starter harus terdiri dari bakteri termofilik dan mesofilik. Yang
umum digunakan adalah Lb. bulgaricus dengan suhu optimum 42-45oC dan
Streptococcus thermophillus dengan suhu optimum 38-42oC. Perbandingan
jumlah starter biasanya 1:1 sampai 2:3. Selama pertumbuhan terjadi simbiosis
antara kedua jenis bakteri. S. thermophillus akan berkembang lebih cepat
mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa. Pertumbuhan ini
terus berlangsung sampai mencapai pH 5,5. Selain itu juga akan dihasilkan
senyawa-senyawa volatil dan pelepasan oksigen. Kondisi ini memberikan
lingkungan yang sangat baik untuk pertumbuhan Lb. bulgaricus. Aktivitas enzim
proteolitik dari Lb. bulgaricus menyebabkan terurainya protein susu,
pertumbuhan Streptococcus. Lactobacillus juga akan menguraikan lemak,
menghasilkan asam-asam lemak yang memberikan flavor khas pada produk akhir
yoghurt (Hidayat, dkk., 2006).
Kultur starter yoghurt pada umumnya terdiri dari bakteri asam laktat
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus yang merupakan
pasangan bakteri utama dalam pembuatan yoghurt. Bergabungnya kedua bakeri
ini akan menghasilkan nilai organoleptik yang lebih tinggi dibandingkan dengan
penggunaan kultur tunggalnya. Keadaan ini disebabkan oleh adanya simbiosis
antara kedua bakteri tersebut yang saling menguntungkan, karena bakteri yang
satu akan mensintesis dan membebaskan senyawa yang saling menguntungkan
atau menstimulasi bakteri lainnya. L. Bulgaricus yang terdapat dalam starter
mempunyai aktivitas peptidase semakin tinggi dengan semakin meningkatnya
konsentrasi starter yang ditambahkan sehingga aroma yoghurt menjadi asam
(Ramadzanti, 2006)
Starter adalah kultur atau mikroba yang ditambahkan ke dalam air susu
supaya menstimulasi perubahan air susu menjadi yoghurt. Mikroba yang sering
digunakan sebagai starter dalam pembuatan yoghurt adalah Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Kedua bakteri ini tergolong pada
bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat dilihat dari asam yang dihasilkannya
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu homofermentatif dan heterofermentatif.
Bakteri homofermentatif adalah bakteri yang mampu memfermentasi laktosa/
glukosa yang hanya menghasilkan asam laktat sekitar 85%, sedangkan bakteri
selain menjadi asam laktat 40% juga menghasilkan asam asetat 60%
(Pelczar,dkk., 1988).
Uji organoleptik
Aroma dari suatu bahan pangan disebabkan oleh adanya zat atau
komponen yang mempunyai sifat volatil. Aroma dapat dikatakan atribut yang
terpenting setelah rasa dari suatu bahan pangan karena kontribusi aroma dapat
memberikan persepsi untuk panelis tentang tingkat penerimaan bahan pangan
tersebut (Maulidya, 2007).
Elastisitas atau tekstur suatu produk dapat mengubah rasa karena
mempengaruhi kecepatan timbulnya ransangan terhadap sel olfaktori dan ke
kelenjar air liur sehingga rasa akan semakin meningkat dengan menurunnya
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada
bulan April sampai Juni 2012.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bengkuang dari daerah
Binjai Kecamatan Tanah merah, susu dancow fullcream, gula, dan yoghurt yang
diperoleh dari pasar swalayan Padang Bulan, Medan.
Reagensia Penelitian
Reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaOH 0,01 N,
indikator phenolphtalein 1%, K2SO4 : CuSO4 (1:1), asam sulfat 0,02 N, NaOH 0,02 N, NaOH 40%, asam sulfat pekat, indikator mengsel, dekstrin, gum arab,
acryl, PCA (Plate Count Agar), dan akuades.
Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk ekstraksi umbi
yaitu pisau, blender, kain saring, piring, baskom, panci kukusan, sendok makan,
sendok garpu, kompor gas, termometer, plastik polietilen, oven, timbangan.
Peralatan yang digunakan untuk menganalisa mutu yoghurt bengkuang instan
meliputi timbangan analitik, cawan aluminium, kertas saring, corong, gelas ukur,
handrefraktometer, pipet tetes, labu kjedahl, gelas ukur, colony counter, desikator,
mortal, alu, dan peralatan gelas lainnya.
Metoda Penelitian
Penelitian ini menggunakan metoda Rancang Acak Lengkap (RAL)
faktorial yang terdiri dari 2 faktor, yaitu:
Faktor I : Konsentrasi Susu Bubuk (B) yang terdiri dari 3 taraf, yaitu:
B1 = 14% B2 = 15% B3 = 16%
Faktor II : Konsentrasi Starter (S) yang terdiri dari 5 taraf, yaitu:
S1 = 2,0% S2 = 2,5% S3 = 3,0% S4 = 3,5% S5 = 4,0%
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 3 x 5 = 15, maka jumlah ulangan
(n) adalah sebagai berikut:
Tc (n-1) ≥ 15
15 (n-1) ≥ 15
15n - 15 ≥ 15
15n ≥ 30
n ≥ 2
Model Rancangan (Bangun, 1991)
Penelitian ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan model sebagai berikut:
Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Ŷijk : Hasil Pengamatan dari Faktor B dari taraf ke-i dan Faktor S pada
taraf ke–j dengan ulangan k
µ : Efek nilai tengah
αi : Efek dari Faktor Konsentrasi Susu Bubuk (B) pada taraf ke–i
βj : Efek dari Faktor Konsentrasi Starter (S) pada Taraf ke–j
(αβ)ij : Efek interaksi faktor B pada taraf ke–i dan faktor S pada taraf ke–j
ε
ijk : Efek galat dari faktor B pada taraf ke–i dan faktor S pada taraf ke–jdengan ulangan ke-k.
Pelaksanaan Penelitian
Penyediaan starter yoghurt
Susu bubuk sebanyak 16% dilarutkan dengan air mendidih pada suhu 90oC hingga 500 ml kemudian ditambahkan gula pasir 2% dan diaduk. Suhunya
diturunkan sampai 40-45oC, kemudian ditambahkan yoghurt komersial 4% (kultur murni Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus). Diinkubasi
pada suhu 40-45oC selama 4-6 jam. Skema penyediaan starter dapat dilihat pada Gambar 2.
Bengkuang dikupas kulitnya dan dicuci sampai bersih. Bengkuang
kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender lalu disaring filtratnya dengan
menggunakan kain saring. Kemudian filtrat susu bengkuang dipanaskan sampai
suhu 80oC (dipasteurisasi). Skema pembuatan sari bengkuang dapat dilihat pada Gambar 3.
Pembuatan yoghurt bengkuang
Sari bengkuang yang diperoleh ditambahkan gula 2% dan starter dengan
konsentrasi 2,0%; 2,5%; 3,0%; 3,5%; dan 4% . Ditutup dengan plastik polietilen
dan dilubangi. Diinkubasi pada suhu 40-45oC selama 4 jam. Skema pembuatan yoghurt bengkuang dapat dilihat pada Gambar 4.
Pembuatan yoghurt bengkuang instan
Yoghurt dikeringkan di dalam oven pada suhu 50ºC-55ºC dengan
penambahan dekstrin 8%, gum arab 0,4%, dan acryl 3%. Setelah kering, diblender
sampai halus dan disimpan atau dikemas dalam kemasan plastik. Dilakukan
analisa terhadap total padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam,
total mikroba, daya larut, viabilitas, dan uji organoleptik terhadap aroma dan rasa.
Skema pembuatan yoghurt bengkuang instan dapat dilihat pada Gambar 5.
Pengamatan dan Pengukuran Data
Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap
parameter:
- Total padatan
- Kadar protein
- Total asam laktat
- Total mikroba
- Daya larut
- Viabilitas
- Uji organoleptik terhadap aroma dan rasa
Penentuan total padatan (%) (Fox, 1981)
Ditimbang cawan kosong yang sebelumnya telah dipanaskan di dalam
oven pada suhu 100°C selama 10 menit. Ditimbang 2 gram contoh dan
dimasukkan ke dalam cawan. Diletakkan cawan di oven pada suhu 80°C sampai
permukaannya berwarna coklat. Didinginkan dalam desikator selama 5 menit.
Ditimbang cawan dan isinya. Dihitung total padatan dengan rumus :
Total padatan (%) = BeratAkhir−BeratCawan
BeratAwal x 100%
Penentuan total padatan terlarut (Muchtadi dan Sugiyono, 1990)
Contoh diencerkan terlebih dahulu, kemudian diteteskan pada lensa alat
handrefraktometer yang sebelumnya alat telah dibersihkan terlebih dahulu dengan
alkohol dan dikeringkan dengan tissue. Kemudian nilai total padatan terlarut
bahan ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih.
Rumus: Nilai x FP
FP = Faktor pengencer
Penentuan kadar protein (Sudarmadji, dkk., 1989)
Kadar protein ditetapkan dengan cara contoh dihitung dengan menentukan
semi mikro kjedhal. Contoh yang telah dikeringkan sebanyak 0,2 gram
dimasukkan ke dalam labu kjedhal dan ditambahkan 2 gram campuran K2SO4 dan Cu2SO4 (1:1) dan 3 ml H2SO4 pekat lalu didekstruksi sampai cairan berwarna hijau jernih dan dibiarkan dingin. Setelah dingin ditambahkan 10 ml akuades dan
dipindahkan ke erlenmeyer 500 ml. Ditambahkan 10 ml NaOH 40 % atau lebih
sampai terbentuk warna hitam dan segera didestilasi. Hasil penyulingan
ditampung dengan erlenmeyer berisi 25 ml H2SO4 0,02 N dan 3 tetes indikator mengsel (425 mg metil red dan 500 mg metil blue yang dilarutkan dengan 100 ml
alkohol 96%). Hasil sulingan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02 N sampai terjadi
perubahan warna dan juga dilakukan dengan cara yang sama pada blanko (tanpa
bahan).
Kadar protein (%) = (b– c) xNx0,014xFK
a x 100%
Keterangan: a = Bobot contoh (g)
b = Titrasi blanko (ml)
c = Titrasi contoh (ml)
N = Normalitas larutan NaOH yang digunakan
FK = Faktor Konversi = 6,25
Penentuan total asam laktat (Fox, 1981)
Ditimbang contoh sebanyak 10 gram, dimasukkan ke dalam labu ukur dan
ditambahkan akuades sampai volume 100 ml. Dihomogenkan dan diambil
filtratnya sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan
NaOH 0,01 N. Titrasi dihentikan setelah timbul warna merah jambu yang stabil.
Total asam laktat dapat dihitung sebagai berikut: .
Total asam laktat (%) = mlNaOHxNNaOHx0,09xFP
Beratcontoh (g) x100%
FP = Faktor Pengencer
Penentuan total mikroba dengan metode total plate count (Fardiaz, 1992) Bahan diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan akuades 9 ml dan diaduk sampai merata. Hasil
pengenceran ini diambil dengan pipet tetes sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan
akuades 9 ml. Pengenceran ini dilakukan sampai 100000 kali (105).
Dari hasil pengenceran pada tabung reaksi yang terakhir diambil sebanyak
1 ml dan diratakan pada medium agar PCA yang telah disiapkan di atas cawan
petridish, selanjutnya diinkubasi selama 24 jam pada suhu 32°C dengan posisi
terbalik. Jumlah koloni yang ada dihitung dengan colony counter.
Total koloni = jumlah koloni x FP
FP = Faktor Pengencer
Penentuan daya larut (Badan Standardisasi Nasionala, 1992)
Sampel ditimbang dengan teliti sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam
labu ukur 100 ml kemudian dilarutkan dengan air sampai volumenya lebih kurang
100 ml lalu dikocok dan dibiarkan beberapa menit sambil terkadang
digoyang-goyangkan. Ditambahkan air sampai tanda tera, kemudian disaring filtrat dan
diambil dengan pipet volume sebanyak 10 ml ke atas pinggan porselein 50 ml
kemudian pinggan porselein dipanaskan dalam oven selama 3 jam hingga
diperoleh berat konstan.
Daya larut = 10 (A−B)
C x 100%
Dimana: A = berat pinggan porselein dan isinya (g)
B = berat pinggan kosong (g)
C = berat sampel (g)
Uji Viabilitas (Purba dan Rusmarilin, 1989)
Ditimbang gula sebanyak 1 gram dan susu 16 gram, kemudian dilarutkan
dengan menggunakan air mendidih sampai 100 ml. Diaduk hingga suhu mencapai
40°C - 45°C, ditambahkan bubuk yoghurt bengkuang sebanyak 2 gram dan diaduk
hingga merata. Kemudian ditutup rapat dengan plastik polietilen yang dilubangi
dan diinkubasi pada suhu 40°C - 45°C. Dihitung waktu inkubasinya.
Uji organoleptik aroma (Modifikasi Soekarto, 1985)
Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji
hedonik. Caranya contoh diuji secara acak dengan memberikan kode pada bahan
yang akan di uji kepada 15 panelis yang melakukan penilaian. Penilaian dilakukan
berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 4 berikut:
Tabel 3. Skala uji hedonik aroma
Skala Hedonik Skala Numerik
Sedikit aroma susu 4
Aroma susu campur aroma asam 3
Aroma asam 2
Aroma sangat asam 1
Uji organoleptik rasa (Modifikasi Soekarto, 1985)
Penentuan uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan atau uji
yang akan di uji kepada 15 panelis yang melakukan penilaian. Penilaian dilakukan
berdasarkan kriteria seperti pada Tabel 5 berikut:
Tabel 4. Skala uji hedonik rasa
Skala Hedonik Skala Numerik
Agak asam 4
Asam 3
Sangat asam 2
Amat sangat asam 1
Gambar 2. Skema penyediaan starter yoghurt
Gambar 3. Skema pembuatan sari bengkuang Susu Bubuk 16%
Starter yoghurt
Dicuci sampai bersih dan dikupas kulitnya
Ditambahkan yoghurtkomersial 4 % (kultur murni
Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus)
Suhu diturunkan sampai 40-45oC Ditambahkan gula 2 %
Dipanaskan sampai suhu 80oC Filtrat sari bengkuang
Bengkuang
Diinkubasi 40-45oC selama 4-6 jam
Sari bengkuang
Dilarutkan dengan air panas pada suhu 80oC hingga 500 ml
Dihaluskan dengan blender
Gambar 4. Skema pembuatan yoghurt bengkuang
Gambar 5. Skema pembuatan yoghurt bengkuang instan
Sari bengkuang
Ditambahkan susu bubuk
Ditambahkan gula 2 %
Didinginkan sampai suhu 40-45oC
Ditambahkan starter
Ditutup dengan plastik polietilen yang dilubangi
Diinkubasi pada suhu 40-45oC selama 4 jam
Yoghurt bengkuang
Dikeringkan dalam oven dengan suhu 50-55°C
Yoghurt bengkuang instan
Dilakukan Analisa : 1.Penentuan Total Padatan
Terlarut
2. Penentuan Kadar Protein 3. Penentuan Total Asam Laktat 4. Penentuan Total Mikroba 5. Penentuan Daya Larut 6. Penentuan Viabilitas
7. Penentuan Uji Organoleptik Aroma
8. Penentuan Uji Organoleptik Rasa
Dilakukan analisa: Penentuan total padatan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Konsentrasi Susu Bubuk terhadap Parameter yang Diamati
Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
penambahan konsentrasi susu bubuk memberikan pengaruh terhadap total
padatan, total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya
larut, viabilitas, dan uji organoleptik aroma dan rasa seperti pada Tabel 6 berikut
ini.
Tabel 6. Pengaruh konsentrasi susu bubuk terhadap parameter yang diamati
Parameter yang diuji
Konsentrasi Susu Bubuk
B1 B2 B3
14% 15% 16%
Total padatan (%) 20,900 22,200 25,700
Total padatan terlarut (°Brix) 64,300 67,500 69,000
Kadar protein (%) 3,251 3,377 3,966
Total asam laktat (%) 0,324 0,331 0,344
Total mikroba (log CFU/g) 6,995 7,038 7,054
Daya larut (%) 41,074 50,947 54,693
Viabilitas (jam) 9,470 8,843 8,232
Uji Organoleptik (numerik)
Aroma 3,248 3,316 3,418
Rasa 3,489 3,197 3,006
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa perbandingan konsentrasi susu bubuk
memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Total padatan tertinggi
perlakuan B1 (14%) yaitu sebesar 3,251%. Total asam laktat tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (16%) yaitu sebesar 0,344% dan terendah terdapat pada perlakuan B1 (14%) yaitu sebesar 0,324%. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (16%) yaitu sebesar 7,054 log CFU/gram dan terendah terdapat pada perlakuan B1 (14%) yaitu sebesar 6,995 log CFU/gram. Daya larut tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (16%) yaitu sebesar 54,693% dan terendah terdapat pada perlakuan B1 (14%) yaitu sebesar 41,074%. Viabilitas tertinggi terdapat pada perlakuan B1 (14%) yaitu sebesar 9,470 jam dan terendah terdapat pada perlakuan B3 (16%) yaitu sebesar 8,232 jam. Nilai uji organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (16%) yaitu sebesar 3,418 artinya yoghurt bengkuang instan beraroma susu campur aroma asam dan terendah terdapat pada perlakuan
B1 (14%) yaitu sebesar 3,248 artinya yoghurt bengkuang instan beraroma susu campur aroma asam. Nilai uji organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan
Pengaruh Konsentrasi Starter terhadap Parameter yang Diamati
Secara umum hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa
penambahan konsentrasi starter memberikan pengaruh terhadap total padatan,
total padatan terlarut, kadar protein, total asam laktat, total mikroba, daya larut,
viabilitas, dan uji organoleptik aroma dan rasa seperti pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Pengaruh konsentrasi starter terhadap parameter yang diamati
Parameter yang diuji Uji organoleptik (numerik)
Aroma 3,222 3,272 3,331 3,385 3,428
Rasa 3,378 3,289 3,238 3,150 3,099
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa perbandingan konsentrasi starter
memberikan pengaruh terhadap parameter yang diuji. Dari Tabel 7 dapat dilihat
0,283%. Total mikroba tertinggi terdapat pada perlakuan S5 (4,0%) yaitu sebesar 7,063 log CFU/gram dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (2,0%) yaitu sebesar 6,656 log CFU/gram. Daya larut tertinggi terdapat pada perlakuan S5 (4,0%) yaitu sebesar 60,819% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (2,0%) yaitu sebesar 36,166%. Viabilitas tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (2,0%) yaitu sebesar 10,083 jam dan terendah terdapat pada perlakuan S5 (4,0%) yaitu sebesar 7,549 jam. Nilai uji organoleptik aroma tertinggi terdapat pada perlakuan S5 (4,0%) yaitu sebesar 3,428 artinya yoghurt bengkuang instan beraroma susu campur
aroma asam dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (2,0%) yaitu sebesar 3,222 artinya yoghurt bengkuang instan beraroma susu campur aroma asam. Nilai uji
organoleptik rasa tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (2,0%) yaitu sebesar 3,378 artinya yoghurt bengkuang instan memiliki rasa asam dan terendah terdapat pada
perlakuan S5 (4,0%) yaitu sebesar 3,099 artinya yoghurt bengkuang instan memiliki rasa asam.
Total Padatan (%)
Pengaruh konsentrasi susu bubuk terhadap total padatan (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa
konsentrasi susu bubuk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
Untuk melihat pengaruh konsentrasi susu bubuk yang ditambahkan telah
dilakukan uji LSR seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi susu bubuk terhadap total padatan (%)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 susu bubuk 0,05 0,01
- - - B1=14% 20,900 c B
2 1,255 1,735 B2=15% 22,200 b B
3 1,316 1,809 B3=16% 25,700 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan B1 berbeda nyata dengan B2, dan berbeda sangat nyata dengan B3. Perlakuan B2 berbeda sangat nyata dengan B3. Total padatan tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (konsentrasi susu bubuk 16%) yaitu sebesar 25,700% dan terendah terdapat pada perlakuan B1 (konsentrasi susu bubuk 14%) yaitu sebesar 20,900%. Hal ini disebabkan karena adanya
penambahan konsentrasi susu bubuk yang dapat meningkatkan nilai gizi juga
memperbaiki tekstur dari yoghurt bengkuang yang dihasilkan. Semakin banyak
konsentrasi susu bubuk yang ditambahkan semakin padat tekstur yoghurt yang
dihasilkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Askar dan Sugiarto (2005) yang
menyatakan bahwa penambahan total padatan yoghurt dengan penambahan susu
bubuk ke dalam yoghurt akan meningkatkan nilai gizi dan memperbaiki nilai gizi
Hubungan antara konsentrasi susu bubuk dengan total padatan dapat
dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Grafik hubungan konsentrasi susu bubuk dengan total padatan (%)
Pengaruh konsentrasi starter terhadap total padatan (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2) dapat dilihat bahwa
konsentrasi starter memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap total padatan yoghurt bengkuang yang dihasilkan.
Untuk melihat pengaruh konsentrasi starter yang ditambahkan telah
dilakukan uji LSR seperti pada Tabel 9.
Tabel 9. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi starter terhadap total padatan (%)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 starter 0,05 0,01
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
20.9
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda sangat nyata dengan S2, S3, S4 dan S5. Perlakuan S2 berbeda tidak nyata dengan S3 dan S4, berbeda sangat nyata dengan S5. Perlakuan S3 berbeda tidak nyata dengan S4 dan S5. Perlakuan S4 berbeda tidak nyata dengan S5. Total padatan tertinggi terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi starter 2,0%) yaitu sebesar 24,667% dan terendah terdapat pada perlakuan S5 (konsentrasi starter 4,0%) yaitu sebesar 21,167%. Semakin meningkat konsentrasi starter yang ditambahkan maka semakin menurun
total padatan yoghurt bengkuang. Hal ini disebabkan karena terjadinya
peningkatan jumlah bakteri asam laktat (Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophillus) yang menghidrolisis total padatan di dalam susu
ataupun sari bengkuang seperti protein yang akan diuraikan menjadi asam-asam
amino, oligosakarida maupun laktosa yang akan diubah menjadi asam laktat
sehingga menurunkan total padatan di produk akhir. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hidayat, dkk. (2006) yang menyatakan bahwa aktivitas enzim
proteolitik dari Lb. bulgaricus menyebabkan terurainya protein susu,
menghasilkan asam-asam amino dan peptida-peptida yang akan menstimulasi
pertumbuhan Streptococcus. Lactobacillus juga akan menguraikan lemak,
menghasilkan asam-asam lemak yang memberikan flavor khas pada produk akhir
yoghurt sehingga total padatannya menurun. Bakteri asam laktat akan
mendegradasi lemak, laktosa, protein (total padatan) menjadi lebih sederhana
sehingga diduga mengandung kelarutan yang lebih tinggi daripada yang
Hubungan antara konsentrasi starter dengan total padatan dapat dilihat
pada Gambar 7.
Gambar 7. Grafik hubungan konsentrasi starter dengan total padatan (%)
Pengaruh interaksi konsentrasi susu bubuk dengan konsentrasi starter terhadap total padatan (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 2)dapat dilihat bahwa interaksi
konsentrasi susu bubuk dan konsentrasi starter tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (P>0,05) terhadap total padatan yoghurt bengkuang yang dihasilkan
sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Total Padatan Terlarut (°Brix)
Pengaruh konsentrasi susu bubuk terhadap total padatan terlarut (°Brix)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa
konsentrasi susu bubuk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap total padatan terlarut yoghurt bengkuang instan yang
dihasilkan.
Konsentrasi starter (%)
Untuk melihat pengaruh konsentrasi susu bubuk yang ditambahkan telah
dilakukan uji LSR seperti pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi susu bubuk terhadap total padatan terlarut (°Brix)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 susu bubuk 0,05 0,01
- - - B1=14% 64,300 b B
2 2,534 3,503 B2=15% 67,500 a AB
3 2,656 3,653 B3=16% 69,000 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa perlakuan B1 berbeda nyata dengan B2, dan berbeda sangat nyata dengan B3. Perlakuan B2 berbeda tidak nyata dengan B3. Total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (konsentrasi susu bubuk 16%) yaitu sebesar 69,000°Brix dan terendah terdapat pada perlakuan B1
(konsentrasi susu bubuk 14%) yaitu sebesar 64,300°Brix. Hal ini disebabkan
karena karena total padatan dari susu dan sari bengkuang dimanfaatkan oleh
bakteri asam laktat sebagai energi untuk menghasilkan asam laktat, CO2, dan air sehingga total padatan terlarutnya meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Teja (1990) yang menyatakan bahwa komponen susu yang dapat mempengaruhi
total padatan terlarut adalah laktosa. Peningkatan penambahan susu bubuk pada
sari bengkuang akan meningkatkan total padatan terlarut setelah menjadi yoghurt
yang disebabkan semakin banyaknya jumlah laktosa yang terkandung. Jumlah
laktosa yang semakin banyak akan mengakibatkan semakin besar jumlah laktosa
Hubungan antara konsentrasi susu bubuk dengan total padatan terlarut
dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8. Grafik hubungan konsentrasi susu bubuk dengan total padatan terlarut (°Brix)
Pengaruh konsentrasi starter terhadap total padatan terlarut (°Brix)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa
konsentrasi starter memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap
total padatan terlarut yoghurt bengkuang instan yang dihasilkan.
Untuk melihat pengaruh konsentrasi starter yang ditambahkan telah
dilakukan uji LSR seperti pada Tabel 11.
Tabel 11. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi starter terhadap total padatan terlarut (°Brix)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 Starter 0,05 0,01
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda tidak nyata dengan S2, S3, dan S4, berbeda nyata dengan S5. Perlakuan S2 berbeda tidak nyata dengan S3, S4 dan S5. Perlakuan S3 berbeda tidak nyata dengan S4 dan S5. Perlakuan S4 berbeda tidak nyata dengan S5. Total padatan terlarut tertinggi terdapat pada perlakuan S5 (konsentrasi starter 4,0%) yaitu sebesar 68,833°Brix
dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi starter 2,0%) yaitu sebesar 64,833°Brix. Hal ini disebabkan terjadinya peningkatan jumlah bakteri asam laktat
yang diperoleh dari peningkatan starter sehingga total padatan dalam susu maupun
sari bengkuang diubah menjadi asam laktat, CO2, air, dan komponen volatil sehingga semakin banyak total padatan yang terlarut. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Hidayat, dkk. (2006) yang menyatakan bahwa aktivitas enzim
proteolitik dari Lb. bulgaricus menyebabkan terurainya protein susu,
menghasilkan asam-asam amino dan peptida-peptida yang akan menstimulasi
pertumbuhan Streptococcus. Lactobacillus juga akan menguraikan lemak,
menghasilkan asam-asam lemak yang memberikan flavor khas pada produk akhir
Hubungan antara konsentrasi starter dengan total padatan terlarut dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Grafik hubungan konsentrasi starter dengan total padatan terlarut (°Brix)
Pengaruh interaksi konsentrasi susu bubuk dengan konsentrasi starter terhadap total padatan terlarut (°Brix)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 3)dapat dilihat bahwa interaksi
konsentrasi susu bubuk dan konsentrasi starter tidak memberikan pengaruh yang
berbeda nyata (P>0,05) terhadap total padatan terlarut yoghurt bengkuang instan
yang dihasilkan sehingga uji LSR tidak dilanjutkan.
Kadar Protein (%)
Pengaruh konsentrasi susu bubuk terhadap kadar protein (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa
konsentrasi susu bubuk memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap kadar protein yoghurt bengkuang instan yang dihasilkan.
64.833
Konsentrasi starter (%)
Untuk melihat pengaruh konsentrasi susu bubuk yang ditambahkan telah
dilakukan uji LSR seperti pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi susu bubuk terhadap kadar protein (%)
Jarak LSR Konsentrasi
susu bubuk Rataan
Notasi
0,05 0,01 0,05 0,01
- - - B1=14% 3,251 b B
2 0,437 0,605 B2=15% 3,377 b AB
3 0,459 0,631 B3=16% 3,966 a A
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa perlakuan B1 berbeda tidak nyata dengan B2, dan berbeda sangat nyata dengan B3. Perlakuan B2 berbeda nyata dengan B3. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan B3 (konsentrasi susu
bubuk 16%) yaitu sebesar 3,966% dan terendah terdapat pada perlakuan
B1 (konsentrasi susu bubuk 14%) yaitu sebesar 3,251%. Hal ini disebabkan karena susu bubuk sendiri merupakan sumber protein sehingga secara otomatis kadar
protein yoghurt bengkuang instan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Triyono (2010) yang menyatakan bahwa susu bubuk digunakan untuk
Hubungan antara konsentrasi susu bubuk dengan kadar protein dapat
dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Grafik hubungan konsentrasi susu bubuk terhadap kadar protein (%)
Pengaruh konsentrasi starter terhadap kadar protein (%)
Dari daftar analisis sidik ragam (Lampiran 4) dapat dilihat bahwa
konsentrasi starter memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01)
terhadap kadar protein yoghurt bengkuang instan yang dihasilkan.
Untuk melihat pengaruh konsentrasi starter yang ditambahkan telah
dilakukan uji LSR seperti pada Tabel 13.
Tabel 13. Uji LSR efek utama pengaruh konsentrasi starter terhadap kadar protein (%)
Jarak LSR Konsentrasi Rataan Notasi
0,05 0,01 starter 0,05 0,01
Keterangan : Notasi huruf yang berbeda menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar).
3.251 3.377
Konsentrasi susu bubuk (%)
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa perlakuan S1 berbeda tidak nyata dengan S2, berbeda sangat nyata dengan S3, S4 dan S5. Perlakuan S2 berbeda sangat nyata dengan S3, S4 dan S5. Perlakuan S3 berbeda nyata dengan S4, berbeda sangat nyata dengan S5. Perlakuan S4 berbeda tidak nyata dengan S5. Kadar protein tertinggi terdapat pada perlakuan S5 (konsentrasi starter 4,0%) yaitu sebesar 4,810% dan terendah terdapat pada perlakuan S1 (konsentrasi starter 2,0%) yaitu sebesar 2,226%. Hal ini disebabkan oleh karena adanya penambahan
protein dari aktivitas bakteri asam laktat. Streptococcus thermophillus dan
Lactobacillus bulgaricus yang ditambahkan akan memanfaatkan sumber nitrogen
dan karbon yang terdapat pada susu untuk hidup dan berkembang biak. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Herawati dan Wibawa (2003) yang menyatakan bahwa
semakin tinggi banyak jumlah mikrobia yang terdapat di dalam yoghurt maka
akan semakin tinggi kandungan proteinnya karena sebagian besar komponen
penyusun mikrobia/ bakteri adalah protein.
Hubungan antara konsentrasi starter dengan kadar protein dapat dilihat
pada Gambar 11.
Gambar 11. Grafik hubungan konsentrasi starter terhadap kadar protein (%)
2.226 2.56