PERBAIKAN FASILITAS DAN POSTUR KERJA PADA PROSES PEMBUATAN SEPATU DI UD. HENRY SHOES
TUGAS SARJANA
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
OLEH
MHD. ISNAN SYAHPUTRA NIM. 070403039
D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I
F A K U L T A S T E K N I K
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
UD. Henry Shoes merupakan salah satu industri kecil pembuatan sepatu yang ada di Medan. Proses pembuatan sepatu terdiri dari 7 tahapan yaitu pembuatan pola, pembuatan upper, penggerindaan, perakitan antara upper
dengan tapak sepatu, pengepresan, pengecetan dan packing. Pada kondisi aktual, proses pengerjaan pembuatan sepatu sebagian besar dilakukan secara manual dan menggunakan fasilitas yang tidak ergonomis. Kondisi nyata yang ada di lantai produksi khususnya di stasiun tapak, pekerja mengerjakan pekerjaannya dengan postur tubuh duduk dengan fasilitas kerja tidak ergonomis yang tidak sesuai dengan anthropometri tubuh pekerja, duduk dengan punggung membungkuk membentuk sudut antara 200 sampai 600, menjangkau benda kerja dengan membungkuk dengan sudut lebih dari 600, leher yang selalu membungkuk dengan sudut lebih 200, duduk dengan fasilitas yang tidak nyaman dan tidak sesuai anthropometri tubuh operator sehingga mengakibatkan postur tubuh tidak ergonomis. Pergerakan postur tubuh operator merupakan kontraksi dinamis dengan beban kerja yang ringan. Teknik pengukuran sudut sendi dilakukan denga goniometer. Penentuan jumlah data anthropometri dilakukan dengan Estimation technique by Probability Statistics. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal adalah dengan merancang fasilitas kerja usulan yang ergonomis. Dalam hal ini, fasilitas kerja yang akan dirancang berupa kursi kerja yang ergonomis bagi operator. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbaikan postur kerja dan merancang fasilitas kerja usulan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja.. Keluhan musculoskeletal disorders operator dengan kategori sakit dan sangat sakit yang paling banyak dirasakan operator di stasiun tapak yang dibuktikan dengan hasil pengolahan Standard Nordic Questionnaire (SNQ). Penilaian postur kerja dilakukan menggunakan metode RULA. Pada hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang berkategori perbaikan sekarang juga dengan nilai skor level 7. Kemudian dilakukan usulan perancangan fasilitas kerja dengan menerapkan prinsip-prinsip anthropometri untuk menentukan dimensi tubuh operator. Postur kerja usulan dengan menggunakan usulan fasilitas kerja baru menghasilkan nilai skor level 3 sampai 4 dengan kategori tindakan diperlukan perbaikan beberapa waktu kedepan. Hal tersebut membuktikan bahwa usulan perancangan fasilitas kerja baru serta postur kerja usulan dapat mengurangi
musculosceletal disorders.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT atas semua berkat,
rahmat, lindungan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.
Kegiatan penelitian ini dilakukan di UD. Henry Shoes yang beralamat di
daerah Jl. Utama Gg. M Syukur Medan yang dijadikan sebagai salah satu dari
beberapa syarat yang telah ditentukan untuk dapat memperoleh gelar Sarjana
Teknik di Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara.
Adapun judul Tugas Sarjana ini adalah “PERBAIKAN FASILITAS DAN POSTUR KERJA PADA PROSES PEMBUATAN SEPATU DI UD.HENRY SHOES”. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada Tugas Sarjana ini, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari
pembaca untuk dapat menyempurnakan Tugas Sarjana ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tugas sarjana ini
bermanfaat bagi seluruh pembaca dan kita semua.
Universitas Sumatera Utara
Medan, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Dalam melaksanakan Tugas Sarjana sampai dengan selesainya laporan ini,
banyak pihak yang telah membantu, maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. ALLAH Tuhan Maha Esa, atas berkat rahmat dan hidayahnya kepada penulis
sehingga penelitian ini dapat di selesaikan dengan baik.
2. Kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan semangat kepada
penulis sehingga tetap semangat dalam menyelesaikan penelitian ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang MSIE selaku Dosen Pembimbing I
atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan
arahan kepada penulis dalam penulisan laporan.
4. Ibu Dr. Eng. Listiani Nurul Huda, MT selaku Dosen Pembimbing II atas
kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan
kepada penulis dalam penulisan laporan.
5. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku ketua departemen teknik industri yang
telah banyak memberikan motivasi kepada penulis.
6. Bapak Ir. Ukurta Tarigan, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Industri
Universitas Sumatera Utara.
7. Abang Ikhsanul Putra Lubis yang telah memberikan software penilaian postur
8. Pegawai administrasi departemen Teknik Industri, Bang Mijo, Bang
Nurmansyah, Kak Dina, Bang Ridho, Buk Ani yang telah membantu mengurus
keperluan administrasi.
9. Bapak Henry selaku pemilik atau pimpinan perusahaan yang telah memberikan
izin untuk melakukan riset pada penulis di perusahaan beliau
10.Teman-teman dan adik-adik asisten Laboratorium Tata Letak Pabrik, Roy,
Maywanto, Mega, Meity, Dian, dan Andri dan asiaten 2008 yang telah
memberikan motivasi kepada penulis.
11. Semua teman angkatan 2007 (KOSTUTI) di Departemen Teknik Industri USU
yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis, khusus kepada
teman-teman yang sudah mendahului seperti Fanny Hardianti, Dita Arizty, Fahri
Zulmy, Soraya Nastiti,dll.
12. Rekan seperjuangan penyelesaian Tugas Sarjana, Zaid Afkar dan Armijal.
13.Adik-adik stambuk 2008,2009,2010 atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
Kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaian
laporan ini dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan
terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2012
DAFTAR ISI
BAB HALAMAN
LEMBAR JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang Masalah ... I-1 1.2. Rumusan Permasalahan ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-4 1.4. Asumsi dan Batasan Masalah ... I-4 1.5. Manfaat Penelitian ... I-5 1.6. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Sarjana ... I-6
II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
2.5.1. Mesin Produksi ... II-8 2.5.2. Peralatan (Equipment) ... II-9
III LANDASAN TEORI
3.1. Dasar Keilmuan dari Ergonomi ... III-1 3.2. Tujuan dan Pentingnya Ergonomi ... III-1 3.3. Postur Kerja ... III-2 3.4. Kerja Otot Statis dan Dinamis ... III-4 3.5. Standard Nordic Questionnaire (SNQ) ... III-9 3.6. Metode Penilaian Postur Kerja... III-10 3.6.1. REBA (Rapid Entire Body Assesment) ... III-11 3.6.2. RULA (Rapid Upper Limb Assessment) ... III-12 3.6.3. QEC (The Quick Exposure Check) ... III-15 3.7. Anthropometri ... III-16 3.7.1. Defenisi Anthropometri ... III-16 3.7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pengukuran Anthropometri ... III-17 3.7.3. Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya ... III-19 3.7.4. Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan
Produk/Fasilitas Kerja ... III-20 3.7.5. Aplikasi Distribusi normal dan Persentil Dalam Penetapan
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Objek Penelitian ... IV-1 4.3. Jenis Penelitian ... IV-2 4.4. Kerangka Konseptual ... IV-2 4.5. Instrumen Penelitian... IV-2 4.6. Pengumpulan Data ... IV-3 4.7. Pengolahan Data... IV-4 4.8. Analisis dan Pembahasan ... IV-5 4.9. Kesimpulan dan Saran... IV-6 4.10. Blok Diagram Prosedur Penelitian ... IV-6
V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.1.1. Data Standard Nordic Questionare (SNQ) ... V-1 5.1.2. Elemen Kegiatan pada Kondisi Aktual di Stasiun Tapak V-9 5.1.3. Fasilitas Kerja Aktual di Stasiun Tapak ... V-17 5.2. Pengolahan Data... V-20
5.2.1. Penentuan Modus Keluhan Berdasarkan Kuisioner SNQ pada Stasiun Tapak... V-20 5.2.1.1. Perhitungan Persentase Keluhan Bagian Tubuh V-20 5.2.2. Perhitungan Waktu Proses Perakitan ... V-21 5.2.3. Penilaian Postur Kerja dengan Metode RULA ... V-24 5.2.4. Perhitungan Data Anthropometri ... V-31 5.2.4.1. Penentuan Data Dimensi Tubuh Operator ... V-31 5.2.4.2. Nilai Rata-rata, Standar Deviasi, Minimum
DAFTAR ISI (LANJUTAN)
BAB HALAMAN
5.2.4.5. Uji Kenormalan Data Anthropometri... V-38 5.2.4.6. Perhitungan Persentil ... V-39
VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Tingkat Keluhan Muskuloskeletal ... VI-1 6.2. Analisis Postur Kerja Aktual ... VI-2 6.3. Analisis Kondisi Aktual Fasilitas Kerja ... VI-5 6.4. Perancangan Fasilitas Kerja ... VI-7 6.5. Perbandingan Fasilitas Kerja Aktual Dengan Fasilitas Kerja
Usulan ... VI-12 6.6. Perbandingan Elemen Gerakan Aktual Dengan Elemen Gerakan
Usulan ... VI-13 6.7. Perbandingan Hasil Penilaian Postur Kerja Aktual dengan Postur
Kerja Usulan... VI-19
VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-2
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
2.1. Daftar Nama Mesin Produksi ... II-8 2.2. Daftar Nama Peralatan Produksi ... II-10 3.1. Nilai Level Tindakan QEC ... III-16 3.2. Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal ... III-25 5.1. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Pengemalan ... V-3 5.2. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Mukaan... V-4 5.3. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Tapak ... V-4 5.4. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Gerinda ... V-5 5.5. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Press ... V-5 5.6. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Pengecetan ... V-6 5.7. Rekapitulasi Data SNQ Operator Bagian Packing... V-6 5.8. Rekapitulasi Hasil Kategori Data SNQ ... V-8 5.9. Hasil Pengukuran Data Waktu Proses ... V-17 5.10. Data Hasil Rekapitulasi Bobot Standard Nordic Questionnaire di
Stasiun Tapak ... V-20 5.11. Data Waktu Proses ... V-21 5.12. Skor Lengan Atas RULA Elemen Kegiatan Mengambil
Mukaan (Upper) ... V-25 5.13. Skor Lengan Bawah RULA Elemen Kegiatan Mengambil
Mukaan (Upper) ... V-25 5.14. Skor Pergelangan Tangan RULA Elemen Kegiatan Mengambil
Mukaan (Upper) ... V-25 5.15. Skor Wrist Twist RULA Elemen Kegiatan Mengambil
DAFTAR TABEL (LANJUTAN)
TABEL HALAMAN
5.18. Skor Beban ... V-26 5.19. Skor Leher RULA Elemen Kegiatan Mengambil
Mukaan (Upper) ... V-27 5.20. Skor Punggung RULA Elemen Kegiatan Mengambil
Mukaan (Upper) ... V-27 5.21. Skor Kaki RULA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) .. V-27 5.22. Tabel B RULA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-28 5.23. Tabel C RULA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-28 5.24. Kategori Tindakan RULA Elemen Kegiatan Mengambil
Mukaan (Upper) ... V-28 5.25. Skor Batang Tubuh REBA Elemen Kegiatan Mengambil
Mukaan (Upper) ... V-29 5.26. Skor Leher REBA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) . V-33 5.27. Skor Kaki REBA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-34 5.28. Skor Beban REBA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) V-38 5.29. Tabel A REBA Elemen Kegiatan Mengambil Mukaan (Upper) ... V-40 6.1. Perbandingan Fasilitas Kerja Aktual Dengan Fasilitas Kerja
Usulan ... VI-12 6.2. Perbandingan Elemen Gerakan Aktual dengan Elemen
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
GAMBAR HALAMAN
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
GAMBAR HALAMAN
ABSTRAK
UD. Henry Shoes merupakan salah satu industri kecil pembuatan sepatu yang ada di Medan. Proses pembuatan sepatu terdiri dari 7 tahapan yaitu pembuatan pola, pembuatan upper, penggerindaan, perakitan antara upper
dengan tapak sepatu, pengepresan, pengecetan dan packing. Pada kondisi aktual, proses pengerjaan pembuatan sepatu sebagian besar dilakukan secara manual dan menggunakan fasilitas yang tidak ergonomis. Kondisi nyata yang ada di lantai produksi khususnya di stasiun tapak, pekerja mengerjakan pekerjaannya dengan postur tubuh duduk dengan fasilitas kerja tidak ergonomis yang tidak sesuai dengan anthropometri tubuh pekerja, duduk dengan punggung membungkuk membentuk sudut antara 200 sampai 600, menjangkau benda kerja dengan membungkuk dengan sudut lebih dari 600, leher yang selalu membungkuk dengan sudut lebih 200, duduk dengan fasilitas yang tidak nyaman dan tidak sesuai anthropometri tubuh operator sehingga mengakibatkan postur tubuh tidak ergonomis. Pergerakan postur tubuh operator merupakan kontraksi dinamis dengan beban kerja yang ringan. Teknik pengukuran sudut sendi dilakukan denga goniometer. Penentuan jumlah data anthropometri dilakukan dengan Estimation technique by Probability Statistics. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal adalah dengan merancang fasilitas kerja usulan yang ergonomis. Dalam hal ini, fasilitas kerja yang akan dirancang berupa kursi kerja yang ergonomis bagi operator. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan perbaikan postur kerja dan merancang fasilitas kerja usulan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorders pada pekerja.. Keluhan musculoskeletal disorders operator dengan kategori sakit dan sangat sakit yang paling banyak dirasakan operator di stasiun tapak yang dibuktikan dengan hasil pengolahan Standard Nordic Questionnaire (SNQ). Penilaian postur kerja dilakukan menggunakan metode RULA. Pada hasil penilaian menunjukkan bahwa terdapat beberapa elemen kerja dengan postur kerja yang berkategori perbaikan sekarang juga dengan nilai skor level 7. Kemudian dilakukan usulan perancangan fasilitas kerja dengan menerapkan prinsip-prinsip anthropometri untuk menentukan dimensi tubuh operator. Postur kerja usulan dengan menggunakan usulan fasilitas kerja baru menghasilkan nilai skor level 3 sampai 4 dengan kategori tindakan diperlukan perbaikan beberapa waktu kedepan. Hal tersebut membuktikan bahwa usulan perancangan fasilitas kerja baru serta postur kerja usulan dapat mengurangi
musculosceletal disorders.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Studi tentang musculoskeletal disorder pada berbagai jenis industri telah
banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa keluhan otot skeletal yang
paling banyak dialami pekerja adalah otot bagian pinggang dan bahu. Aktivitas
kerja yang berulang dan terus menerus atau aktivitas dengan postur yang janggal
dapat mengakibatkan musculoskeletal disorder. Menurut NIOSH (1997)
Musculoskeletal Disorders adalah sekumpulan kondisi patologis yang
mempengaruhi fungsi normal dari jaringan halus sistem musculoskeletal yang
mencakup syaraf, tendon, otot, dan struktur penunjang seperti discus intervertebral.
Postur kerja yang salah sering diakibatkan oleh fasilitas yang digunakan
kurang sesuai dengan anthropometri operator sehingga mempengaruhi kinerja
operator. Postur kerja yang tidak alami misalnya postur yang selalu berdiri,
jongkok, membungkuk, mengangkat dan mengangkut dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan ketidaknyamanan dan nyeri pada salah satu anggota tubuh. Kelelahan
dini pada pekerja juga dapat menimbulkan penyakit akibat kerja dan kecelakaan
kerja yang mengakibatkan cacat bahkan kematian.
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut maka setiap perusahaan
wajib memperhatikan tentang kesehatan dan keselamatan bagi pekerjaannya dengan
cara penyesuaian antara pekerja dengan metode kerja, proses kerja dan lingkungan
Keluhan MSDs dapat dilihat dari beberapa studi kasus antara lain terjadi
pada pekerja di Lathan Furniture yang diteliti oleh Fitri Prasetyaningrum di
Surakarta. Penelitian ini membahas postur kerja pada pekerjaan yang bekerja
dengan cara duduk yaitu pada stasiun perakitan kursi makan yang masih sederhana.
Hasil kuesioner Nordic Body Map yang disebarkan kepada pekerja mengalami
cidera otot pada bagian leher bawah (80%), bahu (20%), punggung (40%),
pinggang kebelakang (40%), pinggul kebelakang (20%), pantat (20%), paha (40%),
lutut (60%), dan betis (80%). Berdasarkan Penilaian postur kerja dengan metode
Rapid Entire Body Assesment pada aktivitas menganyam sandaran kursi bagian
belakang, membalik kursi dan menaruh kursi setelah dibalik berada dalam level
tinggi dengan skor REBA 11, 9, dan 8 dalam arti kategori tindakan perlu perbaikan
sekarang juga. (Prasetyaningrum, Fitri. 2010. Perancangan Meja Pencekam dan
Kursi Guna Memperbaiki Postur Kerja Berdasarkan Pendekatan Anthropometri di
Lathan Furniture. Universitas Sebelas Maret: Surakarta.)
UD. Henry Shoes adalah salah satu industri kecil menengah yang berada di
Jl. Utama Gg.M.Syukur Medan. Usaha ini bergerak dalam bidang pembuatan
sepatu. Kondisi nyata yang ada di lantai produksi khususnya di stasiun tapak,
pekerja mengerjakan pekerjaannya dengan postur tubuh duduk dengan fasilitas
tidak ergonomis yang tidak sesuai dengan anthropometri tubuh pekerja, duduk
dengan punggung membungkuk membentuk sudut antara 200 sampai 600,
menjangkau benda kerja dengan membungkuk dengan sudut lebih dari 600, leher
yang selalu membungkuk dengan sudut 200, duduk dengan fasilitas yang tidak
postur tubuh tidak ergonomis. Dengan kondisi seperti itu, pekerja banyak
mengalami keluhan muskuloskeletal pada anggota tubuh. Keluhan rasa sakit hingga
sangat sakit terjadi di daerah pinggang, pergelangan tangan kiri dan kanan serta
paha kiri dan paha kanan. Kondisi tersebut dilakukan oleh pekerja secara
berulang-ulang setiap harinya dalam melakukan pekerjaannya.
Berdasarkan gambaran kegiatan aktual diatas, maka akan dilakukan
penilaian postur kerja pekerja dengan metode RULA. Setelah itu, akan dilakukan
perancangan fasilitas kerja usulan untuk mereduksi keluhan Musculoskeletal
Disorders (MSDs).
1.2. Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan yang akan dibahas adalah usulan perbaikan fasilitas
dan postur kerja pekerja di stasiun tapak. Para pekerja tersebut bekerja
menggunakan fasilitas kerja yang tidak ergonomis yang mengakibatkan operator
mengalami keluhan musculoskeletal disorders. Operator bekerja dengan postur
yang tidak ergonomis diantaranya duduk dengan punggung membungkuk
membentuk sudut antara 200 sampai 600, menjangkau benda kerja dengan
membungkuk membentuk sudut lebih dari 600, leher yang selalu membungkuk
dengan sudut 200..
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan usulan perbaikan fasilitas dan
Untuk mencapai tujuan penelitian maka sasaran penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi tingkat muscoleskeletal disorders yang dialami pekerja dengan
SNQ.
2. Identifikasi postur kerja aktual pada pekerja di stasiun tapak.
3. Perhitungan postur kerja dengan metode RULA.
4. Melakukan pengukuran dimensi tubuh sebagai pedoman untuk perancangan
fasilitas kerja yang dibutuhkan.
5. Melakukan usulan perbaikan fasilitas dan postur kerja pekerja
1.4. Asumsi dan Batasan Masalah
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Pekerja yang diteliti sehat secara jasmani dan rohani.
2. Proses produksi dan prosedur kerja tidak mengalami perubahan selama
penelitian berlangsung.
3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berada pada kondisi baik dan
sesuai standar.
4. Subjektivitas penilaian Standard Nordic Questionaire tidak mengalami bias
yang terlalu tinggi.
5. Penggunaan otot pada saat dinamis kontraksi dan statis kontraksi dengan beban
kerja yang sedang dianggap sama.
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
2. Pemecahan masalah hanya dilakukan pada rekayasa teknik yaitu pada alternatif
substitusi dengan cara mengganti fasilitas kerja yang lama dengan mendesain
kembali fasilitas kerja baru yang aman.
3. Penentuan jumlah sample dilakukan dengan estimation technique by probability
statistics.
4. Pengukuran sudut postur kerja hanya dilakukan dengan menggunakan
goniometer.
5. Penilaian postur kerja hanya menggunakan metode RULA.
6. Penilaian postur kerja dan perancangan fasilitas kerja usulan hanya dilakukan
pada stasiun tapak.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk memberikan pengalaman dalam
menerapkan teori-teori ergonomi, khususnya dalam penilaian postur kerja,
perancangan fasilitas kerja berdasarkan dimensi dan prinsip anthropometri yang
telah didapat di perguruan tinggi ke dalam lingkungan industri secara nyata
dalam menyelesaikan suatu permasalahan-permasalahan praktis.
2. Menambah jumlah dari hasil karya mahasiswa departemen Teknik Industri yang
dapat menjadi literatur dan dimanfaatkan menjadi referensi penelitian bagi
Sistem Kerja dalam hal penilaian postur kerja dan perancangan ulang fasilitas
kerja.
3. Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai masukan bagi perusahaan untuk
merancang fasilitas kerja usulan yang ergonomis serta mengetahui postur kerja
yang ergonomis untuk mengurangi keluhan musculoskeletal disorders dibagian
leher, punggung, pinggang, lengan atas, lengan bawah, dan bagian kaki yang
dialami oleh operator.
1.6. Sistematika Penulisan Laporan Tugas Sarjana
Sistematika penulisan laporan Tugas Sarjana adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah
tujuan penelitian, asumsi dan batasan masalah, manfaat penelitian.
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Menceritakan gambaran umum perusahaan, sejarah perusahaan, ruang
lingkup bidang usaha, organisasi dan manajemen, uraian tugas dan
tanggung jawab, proses produksi, bahan baku, mesin dan fasilitas
produksi di UD. Henry Shoes.
BAB III LANDASAN TEORI
Menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan pokok permasalahan
yang dikaji dalam tugas akhir ini, rumus, metode dan pendekatan yang
digunakan sebagai dasar pemecahan masalah. Landasan teori ini
pentingnya ergonomi, postur kerja, kerja otot statis dan dinamis,
standard nordic questionaire, metode penilaian postur kerja, metode
REBA, RULA, dan QEC, anthropometri, dan metode mengukur
pergerakan sendi.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisikan mengenai lokasi dan waktu penelitian, jenis
penelitian, objek penelitian, kerangka konseptual, instrumen
penelitian, blok diagram prosedur penelitian, pengumpulan data,
tahapan pengolahan data, analisis dan evaluasi serta kesimpulan dan
saran.
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab pengumpulan dan pengolahan data berisi tentang pengumpulan
data, yaitu data keluhan muscoluskeletal dengan menggunakan SNQ,
elemen kegiatan pada kondisi aktual, data waktu kerja, data fasilitas
kerja aktual, dan data anthropometri pekerja.
Sedangkan pengolahan data yang dilakukan adalah perhitungan
persentase keluhan muscoluskeletal, penilaian postur kerja dengan
metode RULA, penentuan level tindakan postur kerja dengan metode
RULA, penentuan dimensi tubuh yang dibutuhkan untuk perancangan
BAB VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini analisis pembahasan dilakukan untuk menganalisis
tingkat keluhan muskuloskeletal, analisis postur kerja aktual, analisis
kondisi aktual fasilitas kerja.
Selain itu juga diuraikan pembahasan dari hasil penelitian yang
dilakukan, yaitu berupa perancangan fasilitas kerja untuk memperbaiki
postur pekerja saat bekerja yang tidak ergonomis, membandingkan
postur tubuh kerja aktual dan postur tubuh kerja usulan serta
perbandingan fasilitas kerja aktual dan usulan.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang menjawab tujuan akhir dari penelitian
berdasarkan hasil pengolahan dan analisa data yang telah dilakukan
serta saran-saran yang disampaikan untuk implementasi bagi pihak
BAB II
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
2.1. Sejarah Perusahaan
UD. Henry Shoes merupakan usaha kecil menengah yang bergerak di bidang
pembuatan sepatu serta pendistribusian sepatu. Usaha ini didirikan pada tahun 1990
oleh bapak Henry selaku pemilik usaha tersebut. Seiring berjalannya waktu, usaha
ini terus berkembang sangat pesat. Pemasaran sepatu dipasarkan di daerah lokal
seperti Sun Plaza hingga ke luar kota seperti Pekan Baru, Jogjakarta, Palembang
hingga Batam. UD. Henry Shoes saat ini memiliki 35 karyawan yang terbagi-bagi
pada stasiun kerja masing-masing. UD. Henry Shoes memiliki lokasi kantor
pemasaran sekaligus tempat penyimpanan produk jadi di Jalan Halat Gg. Amat
Besar no 45 Medan. Lokasi daerah produksi berbeda dengan lokasi daerah
pemasaran sekaligus kantor UD. Henry Shoes. Lokasi produksi di daerah Jl. Utama
Gg. M Syukur Medan.
2.2. Ruang Lingkup Bidang Usaha
UD. Henry Shoes memproduksi beberapa merek dengan bentuk atau model
sepatu yang berbeda-beda, yaitu:
1. Merk Bally
Adapun sepatu merk bally dengan model yang berbeda dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Sepatu Merk Bally
2. Merk Aldo Brue
Adapun sepatu merk aldo brue dengan berbakai model atau bentuk dapat dilihat
pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Sepatu Merk Aldo Brue
3. Merk Agner
Adapun sepatu merk agner dengan berbakai model atau bentuk dapat dilihat
Gambar 2.3. Sepatu Merk Agner
Selain itu, UD. Henry Shoes juga melayani permintaan model atau bentuk
dengan ukuran dan warna sesuai dengan konsumen.
2.3. Organisasi dan Manajemen 2.3.1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan gambaran mengenai pembagian tugas serta
tanggung jawab kepada individu maupun bagian tertentu dari organisasi. Struktur
organisasi ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan dan
memperlancar jalannya roda perusahaan. Bentuk struktur organisasi yang
digunakan pada UD. Henry Shoes adalah bentuk line structure karena manager
umumnya atau pemilik dari perusahaan itu sendiri. Disini semua keputusan baik
yang bersifat strategis maupun operasional akan diambil sendirian oleh pemilik.
Strategi utama yang diterapkan pada tipe organisasi usaha semacam ini adalah
bagaimana perusahaan bisa terus berjalan dan tetap ada permintaan di pasar.
Pemilik
Operator Bagian pengemalan
Operator Bagian mukaan
Operator Bagian tapak
Operator Pengepresan
Operator pengecetan
Operator Bagian Packing Operator
Bagian Gerinda
Gambar 2.4. Struktur Organisasi UD. Henry Shoes
2.3.2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab
Pembagian tugas dan tanggung jawab pada UD. Henry Shoes dibagi
menurut keahlian yang dimiliki pekerja. Uraian tugas dan tanggung jawab di UD.
Henry Shoes adalah sebagai berikut :
1. Pimpinan (Pemilik)
Pimpinan di UD. Henry Shoes merupakan pemilik usaha tersebut yaitu pak
Henry yang diberikan wewenang atau kekuasaan melakukan tindakan untuk
perusahaan.
Tugas :
a. Pemimpin dan pemegang tertinggi dalam perusahaan.
b. Melakukan pengawasan dengan mengadakan pemeriksaan serta penilaian
seluruh kegiatan perusahaan.
Tanggung jawab :
a. Memimpin dan mengendalikan semua usaha, kegiatan pekerjaan untuk
b. Memperhatikan, memelihara dan mengawasi kelancaran administrasi,
pengamanan dan pelaksanaan tugas secara seimbang dan berhasil.
c. Mengatur pembelian dan penjualan produk.
d. Memberi tugas, membayar upah atau gaji.
2. Operator bagian pengemalan
Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian pengemalan adalah sebagai
berikut :
a. Menggambar pola dasar model sepatu yang akan dibuat.
b. Menggunting pola dasar yang telah digambar.
3. Operator bagian mukaan
Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian mukaan adalah sebagai
berikut:
a. Menyesek pola yang sudah digunting.
b. Melatek bagian yang disesek dan kemudian melipatkannya agar dapat
digabungkan dengan bentuk lainnya.
c. Mengelem bagian yang sudah dilipat.
d. Menggabunggakn satu bagian ke bagian lainnya.
e. Menjahit bagian yang sudah di gabungkan.
4. Operator bagian tapak
Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian tapak adalah sebagai berikut:
a. Menggabungkan mukaan dengan acuan untuk memberikan bentuk sepatu.
5. Operator bagian gerinda
Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian gerinda adalah sebagai
berikut:
a. Membuat pola pada tapak sepatu.
b. Menggerinda tapak sepatu agar bentuk sesuai dengan pola.
c. Mengelem tapak sepatu.
d. Mengelem gabungan mukaan dengan acuan.
6. Operator bagian pengepresan
Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian pengepresan adalah sebagai
berikut:
a. Mengepres sepatu yang sudah jadi untuk memberikan kerekatan yang lebih
kuat.
b. Mencabut acuan yang masih ada didalam sepatu.
7. Operator bagian pengecetan
Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian pengecetan adalah sebagai
berikut:
a. Memberikan warna pada sepatu dengan cara menyemprotkan cairan warna ke
sepatu.
b. Menjemur sepatu yang sudah diberikan warna.
8. Operator bagian packing
Uraian tugas dan tanggung jawab operator bagian packing adalah sebagai
a. Membersihkan sepatu yang sudah siap dijual.
b. Memasukkan sepatu ke plastik putih.
c. Memasukkan sepatu yang sudah siap dijual ke kotak produk.
2.4. Proses Produksi
Jenis proses produksi di perusahaan ini adalah proses produksi yang
terputus-putus (intermittent process). Hal ini dapat dilihat dari adanya waktu yang
pendek (short run) dalam persiapan (set-up) peralatan untuk perubahan yang cepat
guna dapat menghadapi variasi produk yang berganti-ganti. Proses produksi
pembuatan sepatu terbagi-bagi dalam beberapa tahap yaitu pembentukan pola,
pembuatan mukaan (upper), penggerindaan, perakitan tapak dengan upper,
pengepresan, pemberian warna dan packing.
[image:33.595.119.505.477.707.2]Layout lantai produksi di UD. Henry Shoes dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Layout Lantai Produksi Pembuatan Sepatu di UD. Henry Shoes Stasiun Pengemalan
Bagian Pengguntingan
Stasiun Tapak
Stasiun Tapak
Gudang bahan baku
Stasiun gerinda
Stasiun Mukaan
Stasiun Pengecetan
Bagian Penjemuran
Stasiun Pengepresan Stasiun Mukaan
Stasiun Packing
Gudang Produk WC WC
2.4.1. Bahan yang Digunakan
Bahan baku merupakan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan
produk. Bahan baku yang digunakan UD. Henry Shoes dalam pembuatan sepatu
adalah adalah:
1. Kulit sepatu
2. Tapak sepatu
Bahan penolong yang digunakan dalam pembuatan sepatu adalah latek, lem,
dan paku kecil.
2.5. Mesin dan Peralatan 2.5.1. Mesin Produksi
Adapun mesin produksi yang digunakan oleh UD. Henry Shoes untuk
mendukung kegiatan proses produksinya antara lain:
Tabel 2.1. Daftar Nama Mesin Produksi Nama
Mesin
Merk
Mesin Fungsi
Lebar Mesin
Panjang Mesin
Daya
Listrik Jumlah
Mesin
Seset Yakumo Penyesekan Kulit 40 cm 55 cm
220/380
VA 2 unit
Mesin
Press Shark
Penguat sambungan dan
pembentuk sepatu
- - 220/380
VA 1 unit
Mesin
Jahit Standard Menjahit 25 cm 50 cm
220/380
VA 2 unit
Sumber: UD. Henry Shoes
Gambar 2.6 Mesin Seset Merk Yakumo
Gambar 2.7. Mesin Press Merk Shark
Gambar 2.8. Mesin Jahit Merk Standard
2.5.2. Peralatan (Equipment)
Adapun peralatan yang digunakan oleh UD. Henry Shoes untuk mendukung
Tabel 2.2. Daftar Nama Peralatan Produksi
No Nama Fungsi Jumlah
1 Pen Putih Untuk menggambar atau membuat pola di kulit
sepatu 40 buah
2 Mal Untuk memberikan pola pada kulit sepatu 200 buah
3 Gunting Untuk mengunting kulit sepatu 200 buah
4 Pisau
seset Untuk menyeset kulit secara manual 50 buah
5 Kayu
acuan Untuk pemberi bentuk sepatu 300 buah
6 Martil Untuk memukul lengketan kulit 50 buah
7. Tang Untuk menguatkan gabungan antara upper dengan
acuan 20 buah
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1. Dasar Keilmuan dari Ergonomi1
Ilmu ergonomi berkenaan dengan optimasi, efisiensi, kesehatan,
keselamatan dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah atau di tempat
lainnya. Didalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia,
fasilitas kerja dan lingkungannya saling berinteraksi dengan tujuan utama yaitu
menyesuaikan kerja dengan suasananya. Penerapan ergonomi pada umumnya
merupakan aktivitas rancang bangun (design) ataupun rancang ulang (redesign).
Hal ini dapat meliputi perangkat keras seperti misalnya perkakas kerja (tools),
bangku kerja (benches), platform, kursi pegangan alat kerja (workholders), sistem
pengendali (controls), alat peraga (display), jalan lorong (access way ), pintu
(doors), jendela (windows), dan lain-lain.
3.2. Tujuan dan Pentingnya Ergonomi
Tujuan Ergonomi adalah untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja
pada suatu perusahaan atau organisasi. Hal ini dapat tercapai apabila terjadi
kesesuaian antara pekerja dengan pekerjaannya. Banyak yang menyimpulkan
bahwa tenaga kerja harus dimotivasi dan kebutuhannya terpenuhi. Dengan demikian
akan menurunkan jumlah tenaga kerja yang tidak masuk kerja. Namun pendekatan
1
Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Prima Printing, Surabaya. Hal
ergonomi mencoba mencapai kebaikan antara pekerja dan pimpinan perusahaan.
Hal itu dapat dicapai dengan memperhatikan empat tujuan utama, antara lain:
1. Memaksimalkan efisiensi tenaga kerja.
2. Memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja.
3. Menganjurkan agar bekerja aman, nyaman dan bersemangat.
4. Memaksimalkan performansi kerja yang menyakinkan.
Konsekuensi situasi kerja yang tidak ergonomis adalah kondisi tubuh
menjadi kurang optimal, tidak efisien, kualitas rendah dan seseorang bisa
mengalami gangguan kesehatan nyeri (low back pain), gangguan otot rangka dan
lain-lain. Oleh karena itu, ergonomi penting karena pendekatan ergonomi adalah
membuat keserasian yang baik antara manusia dengan mesin atau lingkungan.
3.3. Postur Kerja
Pertimbangan-pertimbangan ergonomi yang berkaitan dengan postur kerja
dapat membantu mendapatkan postur kerja yang nyaman bagi pekerja, baik itu
postur kerja berdiri, duduk, angkat maupun angkut. Beberapa jenis pekerjaan akan
memerlukan postur kerja tertentu terkadang tidak menyenangkan. Kondisi kerja
seperti ini memaksa dalam jangka waktu yang lama. Hal ini akan mengakibatkan
pekerja cepat lelah, adanya keluhan sakit pada bagian tubuh, cacat produk bahkan
cacat tubuh. Untuk menghindari postur kerja yang demikian,
pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Mengurangi keharusan pekerja untuk bekerja dengan postur kerja membungkuk
Untuk mengatasi hal ini maka stasiun kerja harus dirancang terutama sekali
dengan memperhatikan fasilitas kerja seperti meja, kursi dan lain-lain yang
sesuai dengan data anthropometri agar pekerja dapat menjaga postur kerjanya
tetap tegak dan normal. Ketentuan ini terutama sekali ditekankan bilamana
pekerjaan harus dilaksanakan dengan postur berdiri.
2. Pekerja tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimal. Pengatura
postur kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak jangkauan normal
(konsep/prinsip ekonomi gerakan). Disamping itu pengaturan ini bisa
memberikan postur kerja yang nyaman. Untuk hal-hal tertentu pekerja harus
mampu dan cukup leluasa mengatur tubuhnya agar memperoleh postur kerja
yang lebih leluasa dalam bergerak.
3. Pekerja tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu
yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam postur kerja
miring.
4. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalama frekuensi atau periode waktu
yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level siku
yang normal.
Postur duduk memerlukan lebih sedikit energi dari pada berdiri, karena hal
ini dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Seorang operator yang
bekerja dalam postur duduk memerlukan sedikit istirahat dan secara potensial lebih
produktif. Sedangkan postur berdiri merupakan sikap siaga baik fisik maupun
Berdiri lebih melelahkan daripada duduk dan energi yang dikeluarkan lebih banyak
10-15% dibandingkan duduk.
Beberapa masalah berkenaan dengan postur kerja yang sering terjadi sebagai
berikut:
1. Hindari kepala dan leher yang mendongak.
2. Hindari tungkai kaki yang pada posisi terangkat.
3. Hindari postur memutar atau asimetris.
4. Sediakan sandara bangku yang cukup disetiap bangku.
Kerja seseorang dihasilkan dari tugas pekerjaan. Rancangan tempat kerja
dan karakteristik individu seperti ukuran dan bentuk tubuh. Pertimbangan untuk
semua komponen dibutuhkan analisa postur dan perancangan tempat kerja.
3.4. Kerja Otot Statis dan Dinamis
Otot adalah organ yang terpenting dalam sistem gerak tubuh. Otot dapat
bekerja secara statis (postural) dan dinamis (rythmic). Pada kerja otot dinamis,
kontraksi dan relaksasi terjadi silih berganti sedangkan pada kerja otot statis otot
menetap dan berkontraksi untuk suatu periode tertentu.
Pada kerja otot statis pembuluh darah tertekan oleh pertambahan tekanan
dalam otot akibat kontraksi sehingga mengakibatkan peredaran darah dalam otot
terganggu. Otot yang bekerja statis tidak memperoleh oksigen dan glukosa dari
darah dan harus menggunakan cadangan yang ada. Selain itu sisa metabolisme tidak
tersebut menumpuk dan menimbulkan rasa nyeri. Pekerjaan statis menyebabkan
kehilangan energi yang tidak perlu.
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada otot skeletal yang dirasakan
oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai pada yang sangat
sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang
lama, maka dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan
tendon. Keluhan hingga kerusakan ini disebut juga musculoskeletal disorders
(MSDs) atau cedera pada sistem musculoskeletal. Secara garis besar keluhan otot
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
1. Keluhan sementara (Reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, keluhan tersebut segera hilang apabila pembebanan
dihentikan.
2. Keluhan menetap (Persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walaupun pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih berlanjut.
Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi oleh beberapa penyebab, diantaranya
adalah :
1. Peregangan otot yang berlebihan.
Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada umumnya sering
dikeluhkan oleh pekerja yang aktivitas kerjanya menuntut pengerahan tenaga
yang besar seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, dan menahan
beban yang berat. Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena
hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan
otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal.
2. Aktivitas berulang
Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus-menerus
seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu, dan sebagainya. Keluhan otot
terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus-menerus
tanpa memperoleh waktu untuk relaksasi.
3. Sikap kerja tidak alamiah.
Posisi bagian tubuh yang bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya
pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat,
dan sebagainya dapat menyebabkan keluhan pada otot skeletal. Sikap kerja
tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja
dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja.
4. Faktor penyebab sekunder.
Faktor ini meliputi:
a. Tekanan
Terjadi tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak, sebagai contoh
pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot tangan yang
lunak akan menerima tekan langsung dari pegangan alat dan apabila hal ini
sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap.
b. Getaran
Getaran dan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah.
penimbunana asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri pada
otot.
c. Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja menjadi lamban,
sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Demikian
juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan suhu
tubuh yang terlampaui besar menyebabkan sebagian energi yang ada dalam
tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungan
tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi pasokan energi yang cukup, maka
kan terjadi kekurangan suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme
karbohidrat terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat
menimbulkan rasa nyeri pada otot.
5. Penyebab kombinasi
Resiko terjadinya keluhan otot skeletal akan semakin meningkat apabila dalam
melakukan tugasnya pekerja dihadapkan pada beberapa faktor resiko dalam
waktu yang bersamaan, misalnya pekerja harus melakukan aktivitas
mengangkat beban di bawah tekanan panas matahari.
Langkah-langkah untuk mengatasi keluhan muskuloskeletal sebagai berikut:
1. Rekayasa Teknik
Rekayasa teknik dilakukan melalui pemilihan beberapa alternatif sebagai
a. Eliminasi, yaitu menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal ini jarang
dapat dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang
mengharuskan menggunakan peralatan yang ada.
b. Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru yang
aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur
penggunaan peralatan
c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan pekerja,
contonya memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan ruang kerja
lainnya.
d. Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi resiko sakit,
misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa Manajemen
Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan sebagai berikut :
a. Pendidikan dan pelatihan
Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih memahami
lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan lebih inovatif dalam upaya
pencegahan resiko sakit akibat kerja.
b. Pengaturan waktu kerja istirahat yang seimbang
Menyesuaikan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik pekerjaan
sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
c. Pengawasan yang intensif
Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan pencegahan secara lebih
3.5. Standard Nordic Questionnaire (SNQ)
Standard Nordic Questionnaire merupakan salah satu alat ukur yang
biasanya digunakan untuk mengenali sumber penyebab keluhan musculoskeletal.
Melalui Standard Nordic Questionnaire dapat diketahui bagian-bagian otot yang
mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari rasa tidak sakit sampai
sangat sakit. Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada Gambar 3.1
maka diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.
Cara ini sangat sederhana namun kurang teliti karena mengandung subjektivitas
yang tinggi. Untuk menekan bias yang mungkin terjadi, maka sebaiknya
pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas kerja.
Keterangan:
1 = Leher bagian atas 16 = Tangan kiri
2 = Bahu kiri 17 = Tangan kanan
3 = Bahu kanan 18 = Paha kiri
4 = Lengan atas kiri 19 = Paha kanan
5 = punggung 20 = lutut kiri
6 = Lengan atas kanan 21 = Lutut kanan
7 = Pinggang 22 = Betis kiri
8 = Bokong 23 = Betis kanan
9 = Pantat 24 = Pergelangan kaki
10 = Siku kiri 25 = Pergelangan kaki kanan
11 = Siku kanan 26 = Kaki kiri
12 = Lengan bawah kiri 27 = Kaki kanan
[image:45.595.143.509.396.639.2]13 = Lengan bawah kanan 14 = Pergelangan tangan kiri 15 = Pergelangan tangan kanan
Gambar 3.1 Peta Tubuh Manusia
Dimensi-dimensi tubuh tersebut dapat dibuat dalam format Standard Nordic
Questionnaire. Standard Nordic Questionnaire dibuat atau disebarkan untuk
mengetahui keluhan-keluhan yang dirasakan pekerja akibat pekerjaannya. Standard
tergantung pada kondisi fisik masing-masing individu. Keluhan rasa sakit pada
bagian tubuh akibat aktivitas kerja tidaklah sama antara satu orang dengan orang
yang lain. Format Standard Nordic Questionnaire dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.6. Metode Penilaian Postur Kerja
Penilaian postur kerja diperlukan ketika didapati bahwa postur kerja
memiliki resiko menimbulkan cedera musculoskeletal yang diketahui secara visual
atau melalui keluhan dari pekerja itu sendiri. Dengan adanya penilaian dan analisis
perbaikan postur kerja, diharapkan dapat diterapkan untuk mengurangi atau
menghilangkan resiko cedera musculoskeletal yang dialami pekerja.
Selain saat terjadi perubahan spesifikasi atau penambahan jenis produk baru,
penilaian kembali postur kerja juga diperlukan saat dilakukan rotasi kerja. Rotasi
kerja dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi rasa kebosanan pekerja karena
melakukan pekerjaan yang sama dan terus-menerus (monoton). Maka saat ini
dikarenakan pekerja tersebut akan beradaptasi terlebih dahulu terhadap
pekerjaannya, dan postur kerjanya dalam melakukan pekerjaan tersebut akan
berbeda dengan pekerjaan yang sebelumnya, sehingga perlu dilakukan penilaian
kembali postur kerja dari pekerja. Namun juka tidak terjadi perubahan spesifikasi
produk, atau penambahan jenis produk, atau rotasi kerja, tidak perlu dilakukan
3.6.1. REBA (Rapid Entire Body Assesment)2
REBA dirancang oleh Lynn Mc Atemney dan sue Hignett (2000) sebagai
sebuah metode penilaian postur kerja untuk menilai faktor resiko gangguan tubuh
secara keseluruhan. Data yang dikumpulkan adalah data mengenai postur tubuh,
kekuatan yang digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan dan pegangan.
Skor akhir REBA dihasilkan untuk memberikan sebuah indikasi tingkat resiko dan
tingkat keutamaan dari sebuah tindakan yang harus diambil.
Faktor postur tubuh yang dinilai dibagi atas dua kelompok utama atau grup
yaitu grup A yang terdiri atas postur tubuh kanan dan kiri dari batang tubuh (trunk),
leher (neck) dan kaki (legs). Sedangkan grup B terdiri atas potur tubuh kanan dan
kiri dari lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan pergelangan
tangan (wrist). Pada masing-masing grup, diberikan suatu skala postur tubuh dan
suatu pernyataan tambahan. Diberikan juga faktor beban/kekuatan dan pegangan
(coupling).
REBA dapat digunakan ketika penilaian postur kerja diperlukan dan dalam
sebuah pekerjaan:
1. Keseluruhan bagian badan digunakan.
2. Postur tubuh statis, dinamis, cepat berubah, atau tidak stabil.
3. Melakukan sebuah pembebanan seperti mengangkat benda baik secara rutin
ataupun sesekali.
4. Perubahan dari tempat kerja, peralatan, atau pelatihan pekerja sedang dilakukan
dan diawasi sebelum atau sesudah perubahan.
2
Tabel-tabel penilaian skor dengan metode REBA dapat dilihat pada
Lampiran 2.
3.6.2. RULA (Rapid Upper Limb Assessment)
RULA merupakan suatu metode penelitian untuk menginvestigasi gangguan
pada anggota badan bagian atas. Metode ini tidak menggunakan peralatan spesial
dalam penetapan penilaian postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap
pergerakan diberi dengan skor yang telah ditetapkan. Metode ini didesain untuk
menilai para pekerja dan mengetahui beban musculosceletal yang kemungkinan
dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan atas.
Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian
postur leher, punggung, dan lengan atas. Setiap pergerakan diberi skor yang telah
ditetapkan. RULA dikembangkan sebagai suatu metode untuk mendeteksi postur
kerja yang merupakan faktor resiko. Metode didesain untuk menilai para pekerja
dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan menimbulkan gangguan
pada anggota badan atas.
Metode ini menggunakan diagram dari postur tubuh dan tiga tabel skor
dalam menetapkan evaluasi faktor resiko. Faktor resiko yang telah diinvestigasi
dijelaskan oleh McPhee sebagai faktor beban eksternal yaitu:
1. Jumlah pergerakan.
2. Kerja otot statik.
3. Tenaga/kekuatan.
5. Waktu kerja tanpa istirahat.
Dalam usaha untuk penilaian 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan,
kerja otot statis, tenaga kekuatan dan postur), RULA dikembangkan untuk (Mc
Atamney dan Corlett 1993):
1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat yang
berhubungan dengan kerja yang beresiko yang menyebabkan gangguan pada
anggota badan bagian atas.
2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan
tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan kelelahan otot.
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian
ergonomi yaitu epidomologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.
Pengembangan dari RULA terdiri atas 3 tahapan yaitu:
1. Mengidentifikasi postur kerja.
2. Sistem pemberian skor.
3. Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat risiko
yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail
berkaitan dengan analisis yang didapat.
Ada empat hal yang menjadi aplikasi utama dari RULA, yaitu untuk:
1. Mengukur resiko musculoskeletal, biasanya sebagai bagian dari perbaiakan yang
lebih luas dari ergonomi.
2. Membandingkan beban musculoskeletal antara rancangan stasiun kerja yang
3. Mengevaluasi keluaran misalnya produktivitas atau kesesuaian penggunaan
peralatan.
4. Melatih pekerja tentang beban musculoskeletal yang diakibatkan perbedaan
postur kerja.
Dalam mempermudah penilaiannya, maka tubuh dibagi atas 2 segmen grup
yaitu, grup A terdiri atas lengan atas (upper arm), lengan bawah (lower arm), dan
pergelangan tangan (wrist). Sedangkan grup B terdiri dari leher (neck), punggung
(trunk), dan kaki (legs). Penilaian skor RULA dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.6.3. QEC (The Quick Exposure Check)
QEC adalah suatau alat untuk penilaian terhadap risiko kerja yang
berhubungan dengan gangguan otot (work-related musculosceletal
disorders-WMSDs) di tempat kerja. Selain itu QEC juga sering digunakan untuk meneliti
postur kerja yang banyak digunakan oleh para ahli kesehatan di Amerika. Metode
ini menggunakan observer dan berbeda dengan teknik pengukuran yang lain.
QEC menilai gangguan risiko yang terjadi pada bagian belakang punggung
(back), bahu/lengan (should arm), pergelangan tangan (hand/wrist), dan leher
(neck). Fungsi QEC sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi faktor risiko WMSDs.
2. Mengevaluasi gagguan risiko untuk daerah/bagian tubuh yang berbeda-beda.
3. Menyarankan suatu tuindakan yang perlu diambil dalam rangka mengurangi
gangguan risiko yang ada.
5. Mendidik para pemakai tentang risiko musculosceletal di tempat kerja.
Penilaian QEC dilakukan kepada observer dan pekerja. Selanjutnya dengan
penjumlahan setiap skor hasil kombinasi masing-masing bagian, diperoleh skor
dengan kategori level tindakan.
Expose level (E) dihitung berdasarkan persentase antar total skor aktual
exposure (X) dengan total skor maksimum (Xmaks) yaitu:
Dimana: % 100 (%) maks X X E
X = Total skor yang diperoleh dari penilaian terhadap postur (punggung +
bahu/lengan + pergelangan tangan + leher)
Xmaks = Total skor maksimum untuk postur kerja (punggung + bahu/lengan +
pergelangan tangan + leher).
Xmaks adalah konstan untuk tipe-tipe tugas tertentu. Pemberian skor
maksimum (Xmaks = 162) apabila tipe tubuh adalah statis, termasuk duduk atau
berdiri dengan/tanpa pengulangan (repetitive) yang sering dan penggunaan
tenaga/beban yang relatif rendah. Untuk pemberian skor maksimum (Xmaks = 176)
apabila dilakukan manual hadling yaitu pengangkatan, mendorong, menarik, dan
membawa beban. Format penilaian postur kerja dengan metode QEC dapat dilihat
pada Lampiran 4. Level tindakan dari hasil penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Nilai Level Tindakan QEC Level
Tindakan
Persentase
Skor Tindakan
Total Skor Exposure
1 0-40% Aman 32-70
2 41-50% Diperlukan beberapa waktu
ke depan
71-88
3 51-70% Tindakan dalam waktu dekat 89-123
3.7. Anthropometri3
3.7.1. Definisi Anthropometri.
Istilah anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definitif anthropometri dapat dinyatakan sebagai satu
studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Manusia pada
dasarnya akan memiliki bentuk, ukuran (tinggi, lebar, berat) yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai
pertimbangan-pertimbangan ergonomis dalam proses perancangan (desain) produk
maupun sistem kerja yang akan memerlukan interaksi manusia. Data antropometri
yang berhasil diperoleh akan diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
1. Perancangan areal kerja ( work station, interior mobil, dll )
2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas (tools) dan
sebagainya.
3. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer dan
lain-lain.
4. Perancangan lingkungan kerja fisik.
3.7.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran Anthropometri
Manusia pada umumnya akan berbeda-beda dalam hal bentuk dan dimensi
ukuran tubuhnya. Di sini ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran
3
Sritomo Wignjosoebroto. 1995. Ergonomi, Studi Gerak dan Waktu, Guna Widya, Surabaya,. Hal
tubuh manusia, sehingga sudah semestinya seorang perancang produk harus
memperhatikan faktor-faktor tersebut yang antara lain adalah:
a. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah
besar, seiring dengan bertambahnya waktu, yaitu seejak awal kelahiranya
sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Dari suatu penelitian yang dilakukan
oleh A.F.Roche dan G.H.Davila (1972) di USA diperoleh kesimpulan bahwa
laki-laki akan tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia 21,2 tahun,
sedangkan wanita 17,3 tahun, meskipun ada sekitar 10 % yang masih terus
bertambahtinggi sampai usia23,5 tahun (laki-laki) dan 21,1 tahun (wanita).
Setelah itu, tidak akan terjadi pertumbuhan bahkan akan cendrung berubah
menjadi penurunan ataupun penyusutan yang dimulai sekitar umur 40 tahunan.
b. Jenis kelamin (sex). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umunya akan lebih besar
dibandingkan dengan wanita,terkecuali untuk beberapa bagian tubuh tertentu
seperti pinggul, dan sebagainya.
c. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku,bangsa ataupun kelompok etnik akan
memilki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang lainya.
d. Jenis pekerjaan. Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan
dalam seleksi karyawan/stafnya. Misalnya: buruh dermaga/pelabuhan adalah
harus mempunyai postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan
karyawan perkantoran pada umumnya. Apalagi dibandingkan dengan jenis
e. Cacat tubuh, dimana data antropometri disini akan diperlukan untuk
perancaangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki/tangan palsu,
dan lain-lain).
f. Tebal/tipisnya pakain yang harus dikenakan, dimana faktor iklim yang berbeda
akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam pula dalam bentuk
rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi tubuh orangpun
akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lain.
g. Kehamilan (pregnancy), dimana kondisi semacam ini jelas akan mempengaruhi
bentuk daan ukuran tubuh (khusus perempuan). Hal tersebut jelas memerlukan
perhatian khusus terhadap produk-produk yang dirancang bagi segmentasi
seperti ini.
3.7.3. Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya
Dalam penggunaan data anthropometri perlu menggunakan ukuran persentil.
Hal ini dimaksudkan agar ukuran yang dipakai dalam perancangan terasa nyaman
bagi pemakai maupun bagi operator. Adapun persentil yang sering digunakan
adalah 5P, 10P, 50P, 90P, dan 95P. Menurut Wignjosoebroto (2000), cara
pengukuran dimensi tubuh manusia berdasarkan posisi kerja tubuh dibedakan
menjadi dua macam pengukuran, yaitu:
1. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension)
Pengukuran tubuh dengan cara ini dilakukan pada saat tubuh berada dalam posisi
diam dan tidak bergerak. Istilah lain untuk pengukuran dengan menggunakan
dengan menggunakan cara ini adalah tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun
duduk, ukuran kepala, tinggi maupun panjang lutut pada saat berdiri maupun
pada saat duduk, panjang lengan dan lain sebagainya. Ukuran tubuh diambil
dengan menggunakan persentil tertentu seperti 5P, 50P dan 95P.
2. Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimensions)
Pengukuran tubuh pada cara ini dilakukan ketika tubuh berfungsi melakukan
gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus
diselesaikan. Hal yang ditekankan dalam pengukuran dengan menggunakan
metode ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan
dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan tertentu. Pengukuran dengan cara ini sering disebut dengan
dynamic anthropometry. Pengukuran anthropometri dinamis akan diaplikasikan
dalam perancangan fasilitas maupun ruang kerja.
3.7.4. Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk/Fasilitas Kerja
Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat
suatu rancangan produk maupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu
produk bisa sesuai dengan orang yang mengoperasikannya, maka pengukuran data
1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim
Rancangan produk dibuat untuk bisa memenuhi dua sasaran, yaitu bisa sesuai
untuk mengikuti klasifikasi ekstrim (terlalu besar maupun terlalu kecil
dibandingkan dengan rata-rata) dan memenuhi ukuran tubuh mayoritas. Untuk
dimensi minimum digunakan nilai persentil ke-90, ke-95 atau ke-99 dan untuk
dimensi maksimum digunakan persentil ke-1, ke-5, atau ke-10. Pada umumnya
persentil yang paling sering digunakan adalah persentil ke-95 dan ke-5.
2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang
Produk dirancang dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel
dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh.
Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel umumnya digunakan rentang
persentil ke-5 sampai dengan ke-95.
3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata
Produk dirancang berdasarkan ratarata ukuran manusia. Dalam hal ini
kemungkinan orang yang berada dalam ukuran rata-rata sedikit, sedangkan
ukuran ekstrim dibuatkan rancangan tersendiri.
Untuk memperjelas prinsip pengukuran anthropometri untuk perancangan suatu
Gambar 3.2. Anthropometri Tubuh Manusia
Keterangan:
1. Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s/d ujung kepala). 2. Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.
3. Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.
4. Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).
5. Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan).
6. Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk/pantat sampai dengan kepala.
7. Tinggi mata dalam posisi duduk. 8. Tinggi bahu dalam posisi duduk.
9. Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus). 10. Tebal atau lebar paha.
11. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d ujung lutut.
12. Panjang paha yang diukur dari pantat s/d bagian belakang dari lutut/betis. 13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.
14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha. 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk).
16. Lebar pinggul/pantat.
17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan dalam gambar).
18. Lebar perut.
19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jarijari dalam posisi siku tegak lurus.
21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22. Lebar telapak tangan.
23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebarlebar kesamping kiri-kanan (tidak ditunjukkan dalam gambar).
24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal).
25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak,
26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan.
3.7.5. Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil Dalam Penetapan Data Anthropometri
Data anthropometri jelas diperlukan supaya rancangan produk sesuai dengan
orang yang mengoperasikannya. Kesulitan dalam penetapan data anthropometri
biasanya disebabkan karena perbedaan hasil pengukuran antara individu yang satu
dengan yang lainnya. Permasalahan adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih
mudah diatasi bilamana mampu merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan
sifat „mampu suai‟ dengan suatu rentang ukuran tertentu.
Pada umumnya distribusi normal sering diterapkan dalam penetapan data
anthropometri. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata
(x) dan simpangan standarnya (x) dari data yang ada. Berdasarkan nilai yang ada
tersebut, maka persentil (nilai yang menunjukkan prosentase tertentu dari orang
yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut) bisa ditetapkan sesuai tabel
probabilitas distribusi normal. Contoh penerapan distribusi normal dalam penetapan
data anthropometri ditunjukkan dalam Gambar 3.3. Apabila diharapkan ukuran
yang mampu mengakomodasi 95% dari populasi yang ada, maka di sini diambil