PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY
ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN
RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973 DALAM
KONFLIK DI LIBYA
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan
Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
JANRI MARTUA MANURUNG
NIM: 080200210
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI
DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA.
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
JANRI MARTUA MANURUNG NIM: 080200210
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
Disetujui Oleh :
Ketua Departemen Hukum Internasional
NIP: 196403301993031002 Arif,S.H.,M.H.
Pembimbing I Pembimbing II
NIP.196201171989032002 NIP.197308012002121002 Prof.Dr.Ningrum Natasya Sirait,S.H.,M.LI.Dr. Jelly Leviza,S.H.,M.Hum.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa, Jesus Kristus, dan
Roh Kudus, karena atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN NORTH
ATLANTIC TREATY ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN
RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO. 1973 DALAM KONFLIK DI
LIBYA” ini telah selesai dengan baik dan sesuai dengan harapan.
Penulisan skripsi ini bukanlah semata-mata hanya untuk kelulusan
kegiatan akademik guna memperoleh gelar Sarjana Hukum saja. Penulis juga
ingin memberikan seidikit sumbangsih pemikiran dan gagasan tentang hukum
internasional khususnya mengenai organisasi internasional dalam hal
pertanggungjawabannya. Pengakuan organisasi internasional sebagai salah satu
subjek hukum internasional telah lama diakui oleh masyarakat internasional
sehingga ia mampu menjalankan hal dan kewajibannya berdasarkan personalitas
yuridik yang diberikan padanya.
Isu-isu mengenai tuntutan pertanggungjawaban organisasi internasional
mulai terangkat kepermukaan ketika masyarakat internasional mulai menyadari
bahwa betapa pentingnya hal tersebut dilakukan guna menjamin seluruh
kepentingan baik kepentingan negara-negara anggota secara langsung maupun
negara-negara non anggota yang secara sengaja maupun tidak sengaja terkena
imbas dari kegiatan yang dilakukan organisasi internasional. Dikatakan bahwa
dimintai pertanggungjawaban. Pada dasarnya suatu organisasi internasional
dibentuk guna menjamin dan melindungi hak asasi manusia. Akan tetapi dalam
prakteknya dewasa ini, tidak jarang beberapa organisasi internasional justru
pelanggaran-pelanggaran yang tidak sedikit menimbulkan dampak buruk bagi
negara-negara lain dalam melakukan praktek kegiatan organsiasinya. Oleh karena
itu banyak para ahli hukum internasional ingin mengkaji lebih dalam mengenai
organisasi internasional khususnya dalam hal pertanggungjawabannya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengakui dengan sadar bahwa
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan, baik
didasarkan karena keterbatasan kemampuan penulis maupun disebabkan karena
perkembangan hukum internasional begitu pesat dan luas mengenai
pertanggungjawaban organisasi internasional sehingga suatu karya tulis sering
menemukan kesulitan untutk menjelaskan serta menggambarkan perkembangan
hukum yang begitu dinamis secara lengkap dan akurat. Oleh karena itu, penulis
mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak manapun
demi kesempurnaan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak yang
dengan senag hati memberikan bantuan dan dukungan serta doa yang begitu
berharga selama penulisan skripsi ini, antara lain:
1. Teristimewa buat Bapakku Wilson Manurung dan Mamaku tersayang
selama ini telah mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih dan sabar.
Terima kasih buat doa dan dukungan Bapak dan Mamak.
2. Seluruh adik-adikku yang tersayang : Tigor Ericson Manurung, Rezeki
Apriyanto Manurung, Roni Oberton Manurung, Ester Yuni Wati
Manurung. Tidak lupa buat itok awak Romina Manurung.
3. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu.,S.H.,M.H, selaku Dekan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara,Medan.
4. Bapak Arif.,S.H.,M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Internasional
Universitas Sumatera Utara,Medan.
5. Ibu Prof.Ningrum Natasya Sirait.,S.H.,M.LI,selaku dosen pembimbing
I yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Dr.Jelly Leviza.,S.H.,M.Hum selaku dosen pembimbing II serta
Sekretaris Departemen Hukum Internasional yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
7. Ibu Rafiqoh Lubis.,S.H dan selaku dosen pembimbing akademik penulis.
8. Seluruh dosen Fakultas Hukum USU yang telah memberikan sumbangsih
berupa ilmu pengetahuan serta pengalaman yang berharga buat penulis
selama mengikuti kegiatan akademik di Fakultas Hukum USU. Terlebih
buat Pak Deni Purba, makasih motivasi yang bapak berikan, semoga bias
9. Seluruh civitas Fakultas Hukum USU : jajaran staff administrasi dan
seluruh pegawai Fakultas hukum USU.
10.Sahabat-sahabat ku selamanya, Wira Yudha Nugraha.,S.H, Dedy
Fanata Ginting.,S.H, ( Impal awak…), Lidya Tarigan.,S.H., Angfier
Sinaga.,S.H. terima kasih buat dukungan dan doa kalian semua. Semoga
kita jadi orang yang sukses sesuai impian kita.
11.Buat kakak kelompok awak, kak Ingrid dan kak Evlyn tidak lupa buat
bang Iman, makasih bimbingan rohani dari kalian smua walaupun masih
banyak bolong-bolong ibadah awak.
12.Kawan-kawan awak Heri Ginting, Haryanto, Ranto”artis Korea”,
Kufner Gultom, Marthin, Ode, Jepri“Jepli”, Gorby. Kawan-kawan
ILSA yang awak banggakan Doroty, Saddam, Bowok, Rahayu, Nissa
Cibi, serta seluruh teman-teman angkatan 2008. Sukses buat kita
semua.Amin.
Akhir kata penulis ucapkan kembali terimakasih sebesar-besarnya terlebih
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kiranya karya tulis ini dapat bermanfaat bagi kita
semua. Terima kasih.
Medan, 2012
Hormat Penulis,
NIM. 080200210
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ABSTRAKSI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……… 1
B. Rumusan Masalah ………... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... 7
D. Keaslian Penelitian ……….. 8
E. Tinjauan Pustaka ………. 9
F. Metode Penelitian ……… 13
G. Siatematika Penelitian………. 16
BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP RESOLUSI PBB A. Pegertian resolusi dan Fungsi Resolusi………... 19
B. Resolusi Majelis Umum PBB………. 21
1. Proses Pembuatan Resolusi Majelis Umum PBB……….… 21
2. Kekuatan Mengikat Resolusi Majelis Umum PBB……… 29
C. Resolusi Dewan Keamanan PBB………. 33
1. Proses Pembuatan Resolusi Dewan Keamanan PBB………. 33
BAB III. INTERVENSI NATO DI NEGARA LIBYA
A. Latar Belakang Konflik di Libya……….. 40
B. Tinjauan Umum Tentang NATO………. 52
1. Sejarah dan perkembangan NATO……… 52
2. Kedudukan NATO dalam HukumInternasional……… 62
C. Intervensi NATO dalam Konflik di Negaraibya……… 65
D. Pelanggaran yang Dilakukan NATO diibya……….. 74
E. Dampak yang Ditimbulkan Akibat Pelanggaran Resolusi Dewan Keamanan PBB NO.1973 yang Dilakukan NATO di Libya……….… 76
BAB IV. PERTANGGUNG JAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY ORGANIZATION (NATO ) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973. A. Pertanggungjawaban Organisasi Internsional Terhadap Pelanggaran yang Dilakukannya Menurut Hukum Internasional……… 80
B. Sanksi terhadap pelanggaran resolusi Dewan Keamanan PBB……….. 81
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan……….. 92
B. Saran ………...……… 93
PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY
ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI
DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA
Prof.Ningrum Natasya Sirait,S.H.M.LI *) Dr. Jelly Leviza,S.H.**)
Janri Martua Manurung***)
ABSTRAKSI
Tuntutan terhadap tanggung jawab organisasi internasional hanya dapat dilakukan terhadap organisasi internasional yang memiliki personalitas hukum internasional. Personalitas North Atlantic Treaty Organization (NATO) dapat dilihat pada praktiknya dimana organisasi diberikan hak-hak kekebalan (immunities right) dalam mengadakan hubungan dengan negara anggotanya dan melakukan perjanjian internasional dengan subjek hukum internasional lainnya.
Metode penelitian yang dipakai ialah metode peneltian penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan situasi atau peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisanya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pendekatan yang digunakan adalah analisis yuridis normatif, yaitu dengan berusaha mengkaji dan menguji data yang berkaitan dengan permasalahan dalam hukum organisasi internasional. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan.
Secara yuridis normatif NATO telah melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973. Namun NATO tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum disebabkan adanya kekosongan hukum yang membuat NATO tidak dapat dimintai pertanggungjawaban baik oleh Mahkamah Internasional maupun pengadilan Internasional ad hoc. Advisory Opinion Mahkamah Internasional pada kasus Reparation for Injuries Suffered in the
Service of The United Nations case 1949 dinilai kurang cukup dijadikan sebagai
landasan hukum dalam menuntut pertanggungjawaban NATO. Seharusnya, sebagai konsekuensi logis jika suatu organisasai internasional dapat menuntut jika organisasi internasional maka ia juga dapat dituntut.
Kata Kunci : NATO, Pertanggungjawaban Organisasi Internasional. *) Dosen Pembimbing I
**) Dosen Pembimbing II
PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY
ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI
DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA
Prof.Ningrum Natasya Sirait,S.H.M.LI *) Dr. Jelly Leviza,S.H.**)
Janri Martua Manurung***)
ABSTRAKSI
Tuntutan terhadap tanggung jawab organisasi internasional hanya dapat dilakukan terhadap organisasi internasional yang memiliki personalitas hukum internasional. Personalitas North Atlantic Treaty Organization (NATO) dapat dilihat pada praktiknya dimana organisasi diberikan hak-hak kekebalan (immunities right) dalam mengadakan hubungan dengan negara anggotanya dan melakukan perjanjian internasional dengan subjek hukum internasional lainnya.
Metode penelitian yang dipakai ialah metode peneltian penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan situasi atau peristiwa yang sedang diteliti dan kemudian menganalisanya berdasarkan fakta-fakta berupa data sekunder yang diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Metode pendekatan yang digunakan adalah analisis yuridis normatif, yaitu dengan berusaha mengkaji dan menguji data yang berkaitan dengan permasalahan dalam hukum organisasi internasional. Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan cara studi kepustakaan.
Secara yuridis normatif NATO telah melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB No. 1973. Namun NATO tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hukum disebabkan adanya kekosongan hukum yang membuat NATO tidak dapat dimintai pertanggungjawaban baik oleh Mahkamah Internasional maupun pengadilan Internasional ad hoc. Advisory Opinion Mahkamah Internasional pada kasus Reparation for Injuries Suffered in the
Service of The United Nations case 1949 dinilai kurang cukup dijadikan sebagai
landasan hukum dalam menuntut pertanggungjawaban NATO. Seharusnya, sebagai konsekuensi logis jika suatu organisasai internasional dapat menuntut jika organisasi internasional maka ia juga dapat dituntut.
Kata Kunci : NATO, Pertanggungjawaban Organisasi Internasional. *) Dosen Pembimbing I
**) Dosen Pembimbing II
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Sejak lama masyarakat internasional ingin mewujudkan suatu organisasi
internasional yang bersifat universal yang memiliki visi dan misi untuk menjaga
perdamaian dan keamanan dunia. Hal ini disebabkan sebagai reaksi terhadap
banyaknya sengketa maupun konflik yang terjadi antar negara di dunia ini.
Masyarakat internasional memerlukan sebuah wadah yang mampu menghimpun
semua negara ke dalam suatu badan yang terorganisir untuk mencegah atau
mengatasi masalah-masalah internasional tersebut.
Rasa aman suatu negara dapat dinilai dengan tidak adanya bahaya
ancaman dan tekanan bersifat militer, politik, serta pemaksaan kebijakan
ekonomi, sehingga setiap negara mampu untuk melakukan pembangunan
khususnya bagi negara-negara berkembang agar mampu mengejar ketertinggalan
mereka dari negara maju. Keamanan internasional merupakan kumulatif daripada
keamanan nasional setiap bangsa dan negara. Kemanan internasional mustahil
dapat diwujudkan jikalau tidak adanya integrasi kerjasama internasional.1
Seluruh negara di dunia memiliki hak atas keamanan serta berhak untuk
mempertahankan keamanan nasional mereka. Negara dapat mempergunakan
kebijakan nasional mereka yakni dengan penggunaan kekuatan militer, namun
1 “Berbagai Konsep Keamanan, (New York : PBB, 1986), terjemahan, Nana. S.
hanya untuk melindungi dan mempertahankan diri. Selain tujuan tersebut,
penggunaan kekuataan militer dianggap tidak sah.2
Konflik Libya terjadi pada tanggal 15 Februari 2011 yang diawali dengan
demonstrasi besar-besaran yang terjadi di Benghazi yang ingin menuntut
digulingkannya rezim pemerintahan Moammar Qadhafi yang sedang berkuasa.
Terjadinya demonstrasi besar-besaran yang ingin menggulingkan rezim Qadhafi
menjadi awal dari pemberontakan anti pemerintah. Hal ini ditanggapi Didalam pasal 2 ayat (4) Piagam PBB secara tegas melarang penggunaan
kekuatan militer terhadap sebuah negara yang berdaulat, kecuali semata-mata
untuk kepentingan self defense dari serangan militer negara lain. Prinsip
non-intervensi dalam hukum internasional ini harus diterapkan demi menghormati
prinsip kedaulatan sebuah negara (state sovereignty principle). Dengan prinsip
non-intervensi ini maka semua negara dilarang keras melakukan intervensi
terhadap permasalahan dalam negeri sebuah negara yang berdaulat.
Ketentuan mengenai hal tersebut bukanlah dipandang sebagai ketentuan
yang mutlak. Dalam kondisi-kondisi tertentu, Bab VI dan VII Piagam PBB
memberikan kewenangan kepada Dewan Keamanan PBB untuk menerapkan
non-defensive use of force untuk menanggapi segala bentuk ancaman terhadap
perdamaian dan keamanan dunia. Pada kasus Libya, pengeluaran Resolusi
Dewan Keamanan PBB No. 1973 untuk Libya berdasarkan pada Bab VII Piagam
PBB.
Qadhafidengan jalan kekerasan. Ia memerintahkan para tentara untuk menembak
mereka. Jikalau mereka menolak maka tentara tersebut akan dibunuh,
demikianlah pengakuan tentara yang ditangkap para demonstran. Pihak oposisi
yang selama ini di kekang bersama kekuatan rakyat segera mendeklarasikan 17
Februari 2011 sebagai “Hari Kemarahan”. Moammar Qadhafi mulai
mengerahkan tentara sewaan dari Chad untuk menembak para demonstran.3 Pada awal bulan Maret 2011, masyarakat internasional mulai tidak tahan
dengan sikap pemimimpin Libya tersebut. Banyaknya kasus pelanggaran hak
asasi manusia serta tindakan keji yang dilakukan Qadhafi mendapat respon
amarah dari dunia internasional. Negara-negara Barat seperti Inggris, Amerika
serikat dan Perancis mulai melakukan tindakan pengancaman militer dengan cara
melakukan pengiriman ratusan penasihat militer mereka ke Libya serta
mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Libya yakni di kota Benghazi dan
Tobruk yang telah dikuasai oleh penduduk anti- Qadhafi.4
Banyaknya jatuh korban selama berlangsungnya konflik di Libya,
memaksa Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk turut campur terhadap kedaulatan Sebelumnya juga
Amerika Serikat dan Inggris telah lebih dahulu memasuki kota Benghazi dan
Tobruk pada tanggal 24 Februari lalu. Bahkan Pentagon dalam konfirmasinya
melalui juru bicara Departemen Pertahanan AS, telah mengkerahkan pasukan
Angkatan Laut dan Udara ke wilayah dekat Libya.
3
Apriadi Tamburaka, ”Revolusi Timur Tengah : Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di
Negara-Negara Timur Tengah”, (Yogyakarta : Narasi, 2011). hal. 224.
negara yang tengah mengalami krisis tersebut.5
NATO yang diberi mandat oleh Dewan Keamanan PBB tanggal 24
Maret 2011 dengan nama operasi ''Operation Unified Protector'' mengintervensi
Libya dari darat laut dan udara demi melindungi warga sipil.
Desakan masyarakat internasional
yang mengecam tindakan yang dilakukan pemerintah Libya yang represif
disambut hangat oleh PBB. Akhirnya, pada tanggal 17 Maret 2011, Dewan
Keaman PBB melakukan sidang ke- 6.498, lalu mengeluarkan serta mengesahkan
Resolusi Dewan Keamanan PBB No.1973 terkait dengan situasi di Libya yang
semakin memburuk. Resolusi tersebut secara garis besar antara lain mengatur
mengenai penerapan gencatan senjata (cease-fire) dan penghentian seluruh
tindakan kekerasan serta penyerangan terhadap penduduk sipil dalam waktu
sesegera mungkin, perlunya upaya-upaya yang intensif untuk merumuskan suatu
solusi politik yang damai dan berkelanjutan atas krisis di Libya, kewajiban bagi
Otoritas Libya untuk mematuhi hukum internasional, perlindungan atas penduduk
sipil (Protection of Civillians), pelaksanaan Zone Larangan Terbang (No Fly
Zone), pelaksanaan Embargo Senjata (Enforcement of the Arms Embargo), dan
pembekuan sejumlah aset perorangan, instansi pemerintah maupun perusahaan
Libya.
6
5“PBBSiap Melakukan Intervensi”, Media Indonesia, 18 Maret 2011,hal. 7. 6
NATO and Libya - Operation Unified Protector, NATO, diunduh tanggal
2November2011http://www.nato.int/cps/en/SID-492E0213-1D7EE83A/natolive/topics_71652.html.
Setelah
pemberontakan rakyat yang dimulai di Benghazi pada tanggal 17 Februari 2011,
Dewan Keamanan PBB mengadopsi Resolusi 1970 pada 17 Maret. Resolusi PBB
menerapkan larangan perjalanan tokoh politik Libya.7
Sebagaimana telah dinyatakan diatas, PBB memberikan mandat kepada
NATO untuk mengintervensi Libya bertujuan untuk menegakkan zona larangan
terbang serta demi melindungi penduduk sipil. Tidak dapat dipungkiri bahwa
selama berlangsungnya konflik di Libya, NATO tidak sedikit memberikan
peluang bagi rakyat Libya untuk bebas dari rezim yang selama ini telah
membatasi hak konstitusi mereka. Namun dalam kenyataannya di lapangan,
NATO gagal dalam melindungi penduduk sipil.
Bahkan Dewan Keamanan
PBB berdasarkan Resolusi No. 1973, yang menyetujui negara anggota dan
organisasi regional untuk mengambil “semua langkah yang diperlukan” untuk
melindungi warga sipil di Libya.
8
Resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Kemanan PBB tentang konflik di
Libya yang bertujuan untuk melindungi rakyat sipil bukan hanya berlaku pada
pemerintahan Libya melainkan juga kepada seluruh negara-negara anggota yang
melakukan tindakan yang diperlukan guna mencapai perdamaian dan kemananan
di negara tersebut. Serangan NATO yang membabi-buta dan sistematis telah
menodai mandat yang diberikan PBB kepadanya. Dalam hukum humaniter
internasional dinyatakan bahwa,yang dapat dijadikan sasaran tembak ialah
7Ibid.
8 “NATO Serang Rumah Sakit di Libya”.
hanyalah kombatan, sementara penduduk sipil serta tempat pemukiman penduduk
tidak dapat dijadikan sasaran tembak. Sebagai salah satu subjek hukum
intermasional, NATO yang merupakan organisasi internasional harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum Internasional.9
Pemilikan personalitas yuridik NATO sebagai suatu organisasi
intetnasional yang merupakan salah satu subjek hukum internasional bukan
berarti menjadikan NATO kebal dari hukum. Ia harus menghormati hukum
internasional. Tiap-tiap perbuatan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan hukum
internasional merupakan suatu pelanggaran yang harus dipertanggungjawabkan.
Dalam hal ini tanggung jawab internasional yang dirumuskan untuk negara
dengan sedikit adaptasi kiranya dapat berlaku bagi organisasi internasional.10
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian diatas inilah yang menjadi latar belakang penulisan skripsi ini
untuk meneliti tanggung jawab NATO terkait situasi di Libya.
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang hendak diangkat
dalam penelitian ini ialah sebagai berikut:
1. Bagaimana kekuatan mengikat suatu Resolusi Dewan Keamanan PBB dalam
pelaksanaannya?
2. Pelanggaran seperti apa yang dilakukan NATO sehingga menimbulkan
dampak di Negara Libya?
9
Ibid.
10 Boer Mauna, “Hukum Internasional : Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era
3. Bagaimana pertanggungjawaban NATO sebagai subjek hukum internasional
terhadap pelanggaran yang dilakukannya menurut hukum internasional ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini selain daripada untuk melengkapi tugas akhir
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum adalah :
1. Agar dapat mengetahui serta memahami resolusi yang dikeluarkan oleh
Perserikatan Bangsa-Bangsa khususnya kekuatan hukum mengikatnya
ditinjau dari hukum internasional.
2. Mampu mengetahui, menganalisis serta mengkategorikan pelanggaran
seperti yang yang dilakukan NATO selama melakukan intervensi di
negara Libya ditinjau dari sudut pandang hukum internasional.
3. Agar mengetahui pertanggungjawaban NATO terhadap pelanggaran yang
dilakukannya selaku organisasi internasional yang juga merupakan salah
satu subjek hukum internasional yang dapat menuntut dan dituntut
dihadapan hukum.
Selain itu kiranya penelitian ini dapat memberikatan manfaat sebagaimana
beriktut :
1. Secara Teoritis.
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan hukum secara umum, khususnya bagi perkembangan
hukum internasional. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat
internasional khususnya pada bidang hukum organisasi internasional
dalam hal pertanggung jawabannya dihadapan hukum selayaknya subjek
hukum hukum internasional yang lain.
2. Secara Praktis
Diharapkan juga dengan adanya penelitian ini dapat memberikan masukan
dan pemahaman yang lebih mendalam bagi organisasi-organisasi
internasional manapun di dunia agar tidak hanya memahami hak-hak
istimewa yang melekat padanya melainkan juga memahami tanggung
jawab mereka dihadapan hukum internasional.
D. Keaslian Penulisan.
Bahwasanya penelitian ini merupakan karya tulis asli oleh penulis.
Peneliti berupaya untuk menuangkan seluruh gagasannya melalui
analisis-analisnya dengan berdasarkan sudut pandang dari segi hukum internasonal
terhadap pertanggung jawaban suatu organisasi internasional yakni North Atlantic
Treaty Organization ( NATO ) terhadap pelanggarannya terhadap resolusi Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 1973 pada konflik di negara Libya.
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui peneliti di lingkungan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penelitian yang berjudul
“PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY
ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN RESOLUSI
DEWAN KEAMANAN PBB NO. 1973 DALAM KONFLIK DI LIBYA”
Khususnya pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, keaslian
penelitian ini ditunjukkan dengan adanya surat penegasan dari administrator
jurusan Hukum Internasional serta pengesahan dari ketua jurusan Hukum
Internasional.
E. Tinjauan Pustaka
Menurut Oppenheim, hukum internasional merupakan kumpulan
kebiasaan dan perjanjian yang secara hukum dianggap mengikat oleh
negara-negara dalam hubungan mereka satu dengan yang lain. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Breiery yang mengatakan, bahwa hukum internasional tersebut
ialah seerangkat kaedah perilaku yang mengikat negara yang satu dengan negara
yang lainnya. Kedua pendapat sarjana tersebut menyatakan bahwa yang menjadi
subjek hukum internasional hanyalah negara saja, selain daripada itu bukanlah
dianggap sebagai suatu subjek hukum internasional.11
Mochtar Kusumaatmadja mengatakan, hukum internasional adalah
keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang bersifat publik yang melintasi batas-batas negara antara negara Pendapat kedua sarjana
tersebut didasarkan pada kenyataan sejarah, dimana pada awalnya penggunaan
istilah hukum yang mengatur hubungan antar negara ialah hukum antar negara
atau hukum antar bangsa-bangsa dan praktik internasional yang berlaku pada
masa itu pribadi negara lebih menonjol.
11
dengan negara; dan negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek
hukum bukan negara satu sama lain.12
1. Kerjasama yang ruang lingkupnya melintasi batas negara.
Pada dasarnya setiap negara adalah
pelaku-pelaku dalam hubungan internasional, setiap negara berupaya menjalin interaksi
dengan negara lain, dengan membuka kerangka kerjasama baik itu berupa bentuk
hubungan resmi yang membentuk kewajiban seperti keterlibatan dalam suatu
organisasi internasional. Dalam hal ini organisasi internasional adalah NATO
sebagai organisasi yang diberi mandat oleh PBB guna menangani konflik di
Libya dengan menggunakan tindakan militer.
Suatu organisasi bisa dinamakan organisasi internasional jika memiliki unsur-unsur:
2. Mencapai tujuan-tujuan yang disepakati bersama 3. Baik antar-pemerintah maupun non-pemerintah 4. Struktur organisasi yang jelas dan lengkap 5. Melaksanakan fungsi secara berkesinambungan.
Clive Archer, dalam bukunya International Organization mengemukakan
peranan organisasi international dapat dibagi kedalam tiga kategori, yaitu:13
1. Sebagai Instrumen. Organisasi internasional digunakan oleh negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar negerinya.
2. Sebagai arena. Organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi anggota-angotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-masalah yang dihadapi. Tidak jarang organisasi internasional digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat masalah dalam negerinya, atapun masalah dalam negeri negara lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional.
3. Sebagai aktor independen. Organisasi internasional dapat membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau paksaan dari luar organisasi.
12 Mochtar Kusumaatmadja, Etty.R.Agoe, Pengantar Hukum Internasional.cetakan
ke-2.( Alumni, Bandung,2003). hal. 98.
13 Clive Archer, International Organization. (London : Allen & Unwin Ltd, 1983), hal.
Organisasi Internasional, akan lebih lengkap dan menyeluruh jika
didefinisikan sebagai berikut: Pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara,
dengan didasari struktur organisasi jelas dan lengkap serta diharapkan atau
diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara
berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan
yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan
pemerintah maupun antara sesama kelompok non pemerintah pada negara yang
berbeda.14
Penentuan dan interpretasi wewenang suatu organisasi internasional
berasal dari campuran antara beberapa ketentuan hukum internasional umum dan
ketentuan-ketentuan yang berasal dari organisasi itu sendiri. 15
Disamping wewenang normatif suatu organisasi internasional juga
mencakup hak untuk ikut dalam konvensi-konvensi internasional. Pasal 6
Konvensi Wina tahun 1986 memberikan kepada organisasi internasional kapasitas Wewenang
normatif adalah wewenang yang memperbolehkan organisasi internasional
membuat norma-norma seperti ketentuan hukum dan keuangan.
Organisasi-organisasi internasional banyak yang menggunakan wewenang normatif dengan
tujuan untuk memperlancar kegiatan intern. Wewenang ini akan lebih luas lagi
bila organisasi melakukan kegiatan operasional dan untuk itu diperlukan rezim
yuridis dari kegiatan-kegiatan tersebut.
14 T. May Rudy, Administrasi dan Organisasi Internasional, (Bandung, PT.Refika
Aditama ,2005). hal 93-95.
15 Boer Mauna, Hukum Internasional : Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
untuk membuat perjanjian internasional dengan subjek-subjek hukum lainnya.16 Organisasi internasional juga memiliki hak pengawasan pada dirinya. Wewenang
pengawasan adalah wewenang suatu organisasi internasional untuk mengawasi
negara-negara anggota yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah
disepakati sebelumnya.17
Persoalan sumber hukum internasional merupakan suatu aspek yang
sangat penting dalam setiap pembahasan topik mengenai hukum internasional.
Berdasarkan pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional (International
Court Of Justice), dinyatakan bahwa yang menjadi sumber-sumber hukum
internasional antara lain :18
a. international convention,whether general or particular,estabilishing rules expressly recognized by the contesting states.
b. international custom, as evidence of a general practice acctepted as law. c. the general principles of law recognized by civilized nations.
d. subject to the provisions of Article 59, judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various, as subsidiary means for the determination of rules of law.
Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah yang telah
disetujui melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata
cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional atau badan yang
bersangkutan. Resolusi pada umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu paragraf
yang bersifat mukadimah (preambule paragraph), dan paragraf yang bersifat
operasional (operative paragraph ).
16
Ibid, hal. 442.
17Ibid, hal. 443.
North Atlantic Treaty Organization (NATO) merupakan suatu organisasi
internasional yang bergerak pada bidang pertahanan dan keamanan yang
berkantor pusat di Brussel, Belgia. Pada dasarnya NATO merupakan aliansi
militer regional yang dibentuk guna mencari dukungan dan solidaritas
anggotanya apabila suatu waktu terjadi penyerangan terhadap
anggota-anggotanya. Ppenyerangan terhadap salah satu atau lebih kepda negara-negara
anggota NATO dianggap sebagai penyerangan terhadap semua anggota dan oleh
karena itu baik secara individu maupun kolektif, para pihak dapat melakukan
tindakan yang dianggap perlu termasuk penggunaan kekuatan bersenjata untuk
mejaga keamanan wilayah Atlantik Utara.19
F. Metode Penelitian
Ditegaskan pula bahwa dalam
pembukaan Piagam Atlantik Utara bahwa NATO menjalankan kegiatan
organisasinya berdasarkan tujuan dan prinsip-prinsip piagam PBB dan untuk
hidup dalam perdamaian terhadap semua bangsa dan semua pemerintahan.
Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan manusia untuk
memperkuat, membina, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Penelitian tidak
bisa dipisahkan dari ilmu pengetahuan dan begitu pula sebaliknya. Metode
merupakan suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian, teknik yang
umum dipergunakan dalam ilmu penggetahuan serta cara untuk melaksanakan
prosedur.
Skripsi ini, sebagai bentuk kegiatan ilmiah, mengguankan pula metode
penelitian. Adapun pengertian daripada skripsi adalah :
“karya ilmiah yang mengemukanan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain. Pendapat yang diajukan harus didukung oleh data dan fakta empiris-objektif., baik penelitian langsung (observasi lapangan) maupun penelitian tidak langsung (studi kepustakaan) . Skripsi ditulis biasanya, untuk melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana muda/diploma atau sarjana dan penyusunannya dibimbing oleh dosen atau tim yang ditunjuk oleh suatu lembaga pendidikan tinggi” 20
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah yuridis normative
dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap
Resolusi Dewan Keamanan PBBNo. 1973, Piagam PBB, Statuta
Mahkamah Internaional, dan Piagam NATO. Maka tipe penelitian yang
digunakan adalah penelitian yuridis normative, yakni penelitian yang
difokuskan untuk mengkaji penerapan kaedah-kaedah atau norma-norma
hukum organisasi internasional. Hal ini dilakukan dengan penelitian
kepustakaan. Olehkarena penelitian yang digunakan adalah yuridis
normative maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
perundang-undangan. Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan
yang berhubungan dengan tanggung jawab organisasi internasional.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data, penulis menelaah sejumlah literatur
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti berupa buku, jurnal, dokumen,
artikel dalam berbagai media, baik internet maupun surat kabar harian.
Adapun bahan-bahan tersebut diperoleh dari beberapa tempat yang telah
penulis kunjungi, yaitu:
a. Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara.
b. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
c. Perpustakaan Daerah Sumatera Utara.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data
sekunder, dengan cara mengumpulkan bahan-bahan hukum antara lain :
a. Bahan hukum primer
Berbagai dokumen tertulis, yang sifatnya mengikat dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang. Dalam skripsi ini antara lain adalah
Resolusi Dewan Keamanan PBB, Piagam PBB, Piagam NATO,
Statuta Mahkamah Internasional, dan Konvensi Wina 1969.
b. Bahan hukum Sekunder
Yakni bahan-bahan yang dipergunakan dalam penulisan skripsi
yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer, serta dapat
dipergunakan untuk menganalisa dan memahami bahan hukum
primer yang ada. Semua dokumen yang berisikan informasi atau
hasil kajian tentang pertanggungjawaban suatu organisasi
internasional serta Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa
khususnya resolusi Dewan Keamanan PBB misalnya tulisan para
jurnal, artikel, majalah, media massa, serta sumber-sumber lainnya
yang berkaitan dengan persoalan yang dibahas.
c. Bahan Hukum Tersier
Sumber yang memberikan pentunjuk maupun penjelasan terhdap
bahan hukum primer dan sekunder. Dalam hal ini mencakup
Black’s Law Dictionary.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis
data hasil penelitian adalah teknik analisis kualitatif. Adapun dalam
menganalisis permasalahan dengan cara mengelompokan dan menyeleksi
data yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian
dihubungkan dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan
sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.
G. Sistematika Penulisan.
Dalam pembahsannya penulis telah menyusunnya secara sistematis
dimana setiap bab saling berhubungan dengan bab lain. Adapaun sistematika
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah penulisan skripsi,
rumusan permasalahan,tujuan penulisan, keaslian penulisan,
BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP RESOLUSI PBB
Bab ini menjelaskan mengenai resolusi yang dikeluarkan oleh
PBB,khususnya resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamana
PBB. Tidak hanya menjelaskan pengertian daripada resolusi itu
sendiri, melainkan latar belakang serta tujuan suatu resolusi yang
dikeluarkan PBB. Pemaparan mengenai bagaimana mekanisme
penerbitan suatu resolusi yang dikeluarkan baik itu oleh Majelis
Umum PBB maupun Dewan Keamanan PBB. Serta tidak dapat
dipungkiri pula bahwasanya resolusi PBB yang telah banyak
dikeluarkan oleh PBB selama ini banyak memberikan kontribusi
bagi hukum internasional. Oleh karena itu dalam bab ini juga
menjelaskan bagaimana kekuatan hukum mengikat daripada
resolusi itu sendiri.
BAB III : INTERVENSI NATO DI NEGARA LIBYA
Di dalam bab ini mengemukakan tentang latar belakang konflik di
negara Libya. Selanjutnya membahas tinjuan umum NATO antara
lain tentang sejarah dan perkembangan NATO serta Kedudukan
NATO dalam hukum internasional. Pada sub bab selanjutnya
membahas tentang intervensi NATO dalam konflik di negara
Lilbya dan berusaha menjawab legalitas intervensinya. Lebih
lanjut lagi, dalam bab ini membahas pelanggaran serta dampak
oleh Dewan Kemanan PBB terkait situasi di Libya,dalam hal ini
dilakukan oleh NATO.
BAB IV: PERTANGGUNGJAWABAN NORTH ATLANTIC TREATY
ORGANIZATION (NATO) TERHADAP PELANGGARAN
RESOLUSI DEWAN KEAMANAN PBB NO.1973.
Bab ini menjelasakan bagaimana pertanggungjawaban yang
seharusnya suatu organisasi internasional terhadap pelanggaran
yang dilakukannya. Dijelaskan juga apa yang menjadi sanksi
terhadap pelanggaran resolusi yang dikeluarkan oleh PBB
khususnya resolusi yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan PBB.
Dan terakhir, bab ini menjelaskan bentuk pertanggung jawaban
seperti apa yang harus dilakukan oleh NATO dalam
mempertanggung jawabkan tindakannya.
BAB V: PENUTUP
Dalam bab ini diuraikan apa yang menjadi kesimpulan daripada
penelitian yang mencakup isi dari semua pembahasan yang ada
pada bab-bab sebelumnya. Disertai juga saran-saranyang
mencakup gagasan-gagasan maupun pendapat daripada penulis
terhadap permasalahn yang dianggkat serta dibahas dalam
penulisan ini berdasarkan fakta-fakta serta pertimbangan hukum
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG RESOLUSI PBB
A. Pengertian Resolusi.
Seiring perkembangan kedinamisan hukum internasional melahirkan suatu
tatanan sumber hukum baru yaitu resolusi atau keputusan suatu organisasi
internasional yang menurut kebiasaan internasional diakui oleh negara-negara di
dunia saat ini. Keputusan-keputusan yang dikeluarkan dapat berasal dari organ
eksekutif, legislatif maupun yudikatif suatu organisasi internasional.21
Menurut Black’s Law Dictionary, Keputusan (decision): “a determination
arrived at after consideration of facts, and in legal context law”. Disebutkan
bahwa keputusan itu adalah suatu ketentuan yang telah dicapai setelah
mempertimbangkan fakta-fakta, dan dalam konteks hukum. Sedangkan
Resolution “ a formal expression of the opinion or will of an official body or a Resolusi adalah suatu hasil keputusan dari suatu masalah yang telah
disetujui melalui konsensus maupun pemungutan suara menurut aturan dan tata
cara yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional atau badan yang
bersangkutan. Resolusi pada umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu paragraf
yang bersifat mukadimah (preambule paragraph), dan paragraf yang bersifat
operasional (operative paragraph ).
public assembly, adopted by vote; as a legislative resolution.22
Istilah “resolusi” sebagaimana yang digunakan oleh PBB memiliki arti
yang luas, yakni tidak hanya mencakup akan suatu rekomendasi melainkan juga
keputusan.
Hal ini berarti
bahwa suatu resolusi merupakan suatu bentuk pertnyataan yang resmi mengenai
suatu pendapat atau kehendak dari suatu badan yang resmi atau suatu majelis
yang bersifat umum serta disahkan melalui pemungutan suara serta dinyatakan
bahwa suatu resolusi intu merupakan sebagai suatu bentuk penyelesaian secara
legislatif.
23
Pada umumnya resolusi merupakan suatu pernyataan tercatat yang
berisi kesepakatan oleh negara-negara anggota.24 Secara umum, organisasi internasional merupakan suatu betuk kerjasama atau koordinasi antar negara
dalam suatu wadah yang telah mereka sepakati.25
22
Bryan A Garner, Black’s Law Dictionary. hal. 457
23 Marko Divac Oberg, The Legal Effect of Resolution of The UN Security Council and
General Assembly in The Jurisprudence of The ICJ, 16 Eur.J.Int’l.L.2006. hal. 879.
24
Richard K.Gardiner, International Law, (England : Pearson Education Limited,2003), hal. 254.
25 Boer Mauna, Op.Cit, hal. 465.
Kesepakatan-kesepakatan antar
negara tersebut mereka tuangkan dalam bentuk suatu perjanjian yang mengikat
antar negara tersebut. Keputusan-keputusan atau resolusi yang dilahirkan oleh
suatu organisasi internasional ada yang mengikat pada ruang lingkup intern
organisasinya saja. Namun ada juga organisasi interanasional yang mana
keputusan yang dikeluarkannya tidak hanya berlaku dan mengikat bagi
negara-negara anggotanya saja melainkan juga mengikat bagi negara-negara-negara-negara non
anggota. Oleh karena itu pengaruh dan ruang lingkup berlakunya keputusan
yang dikeluarkan oleh Majelis Umum maupun Dewan Keamanan PBB dimana
ruang lingkup resolusi yang dikeluarkannya juga berlaku bagi negara non anggota
PBB.26
Dalam praktiknya, adapaun fungsi-fungsi suatu resolusi yang dikeluarkan oleh suatu organisasi internasional adalah :27
1. menciptakan kewajiban, hak dan tau kekuatan mapupun wewenang (fungsi subtantif)
2. menentukan fakta atau keadaan hukum yang dapat menentukan fungsi subtantif tersebut.
3. Menentukan bagaimana dan kapan suatu fungsi subtantif tersebut dapat berlaku.
B. Resolusi Majelis Umum PBB
1. Proses Pembuatan Resolusi Majelis Umum PBB
Dari keseluruhan badan terpenting PBB, Majelis Umum merupakan badan
PBB yang berfungsi sebagai badan paripurna secara menyeluruh. Wewenang
badan ini bersifat umum, dan bukan bersifat khusus. Dilihat dari susunan internal
organisasinya,28
Dalam hal susunan eksternalnya, organ ini merupakan fungsi-fungsi
dalam bidang politik, social, ekonomi, kemanusiaan dan kebudayaan. Badan ini Majelis Umum merupakan inti daripada organisasi dan
melaksanakan fungsi-fungsi yang saling berbeda dalam kaitannya dengan badan
PBB lainnya dan tentu saja juga dalam kaitannya dengan aturan, prosedur dan
metode serta prosedur operasinya sendiri.
26
Ibid.
27 Marko Divac Oberg,Op.Cit, hal. 881.
28 J.G.Starke, Pengantar hukum Internasional. Edisi ke-10,Jilid II,( Jakarta : Sinar
merupakan konferensi diplomatik bagi seluruh anggota PBB. Badan ini berhak
meminta pendapat serta nasihat dari Mahkamah Internasional dan memberi kuasa
kepada badan-badan lainnya untuk melakukan hal yang serupa. Namun Majelis
Umum bukanlah badan pembuat undang-undang layaknya badan paripurna suatu
negara. Organ ini tidak menghasilkan undang-undang, melainkan menghasilkan
suatu keputusan bersama yang disebut resolusi. Majelis Umum juga bukanlah
sebuah parlemen, karena Majelis Umum tidak memiliki kekuasaan untuk
menggeser Dewan Keamanan dari kedudukannya.29
Dipandang dari perspektif historis yang luas, ketentuan-ketentuan Piagam
PBB mengenai Majelis Umum, melambangkan formulasi cara-cara yang telah
dibentuk oleh pendahulunya, yaitu Majelis Umum Liga Bangsa-Bangsa.30
Majelis Umum terdiri dari seluruh anggota PBB. Beberapa negara bukan anggota
yang mempunyai wakil yang mereka tunjuk di PBB menghadiri sidang-sidang
Majelis Umum hanya sebagai tamu saja. Majelis Umum biasanya mengadakan
sidang tetap sekali setahun, dimulai pada hari Selasa ketiga pada bulan
September. Majelis Umum biasanya mengadakan sidangnya di markas PBB di
New York, kecuali manyoritas anggota menyetujui tempat lain 120 hari sebelum
persidangan Majelis Umum mengeluarkan garis-garis prosedurnya.31
29 James Barros, United Nation, Past,Present and Future, diterjemahkan oleh D.H.Gulo,
PBB, Dulu,kini dan Esok, Edisi Pertama, (Jakarta: Bumi Aksara,1984). hal 64.
30
Ibid., hal. 65. Piagam merumuskan kebiasaan sidang-sidang tahunan Majelis Umum
sebagaimana Liga Bangsa-Bangsa itu sendiri memutuskan dalam siding pertamanya pada tahun 1920, meskipun negara Inggris dan Perancis berpendapat agar organ tersebut hanya bertemu sekali dalam empat tahun dan merupakan suatu “Badan Sementara.”
31 Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional
Tidak satupun negara anggota yang boleh mengirim lebih dari lima orang
wakilnya dalam sidang-sidang Majelis Umum. Ketetapan ini dikeluarkan dalam
Konferensi San Fransisco (25 April – 26 Juni 1945) dengan maksud melindungi
kepentingan-kepentingan negara-negara anggota yang lebih kecil. Namun
berdasarkan prosedur Majelis Umum, negara-negara anggota dapat mengirim
lima wakil yang bergantian pada sidang-sidangnya. Tiap-tiap delegasi tersebut
dapat memiliki sejumlah penasihat dalam stafnya untuk membantu pekerjaan dam
meliputi berbagai komite Majelis Umum. Mandat dari wakil-wakil pemerintah ini
harus dikirimkan kepada Sekretaris Jenderal oleh Kepala Negara atau Pemerintah
atau Menteri Luar Negeri, tidak kurang dari satu minggu sebelum tanggal
pembukuan sidang. Majelis Umum beroperasi melalui :32 1. Sidang-sidang paripurna;
2. Tujuh komite utama; 3. Dua komite organisasi; dan
4. Komite-komite ad hoc tak berkala ( occansional ) yang dibentuk untuk memperlancar pekerjaan sidang.
Pemilihan ketua Majelis Umum PBB bersifat rahasia dan tanpa
penunjukan calon. Larangan ini memperkecil adanya pidato-pidato pencalonan
dan protes pencalonan ini mengambil tempat di belakang panggungsampai pada
pemilihan selesai. Dengan meningkatnya jumlah anggota PBB, Majelis Umum
memutuskan untuk memilih 17 orang wakil ketua dan memilih mereka
berdasarkan kepastian sifat representatif dari General Committee, yaitu: 7 dari
negara Asia Afrika, 3 dari negara Amerika Latin, 2 dari
negara-negara Eropa Barat dan negara-negara-negara-negara lainnnya, dan 1 dari negara-negara Eropa Timur.
Bersama dengan ketua Majelis dan ketua ketujuh Komite Utama serta
Wakil Ketua Majelis membentuk General Committee yang mengorganisasikan
pekerjaan Majelis Umum diseluruh persidangannya. General Committee
menganjurkan kepada Majelis pencakupan, pengeluaran dan penanggungan
pokok-pokok dalam agenda; penyusunan kembali kata-kata dan pengelompokan
atau penggabungan pokok-pokok acara tersebut kepada siding Majelis Paripurna
itu sendiri atau kepada komite-komite utama ; dan tanggal penutupan sidang.
Majelis Umum juga menunjuk anggota-anggota Credential Committee
berdasarkan usul ketua sidang sementara. Untuk mempersiapkan hal-hal untuk
dipertimbangkan lebih jauh oleh Majelis Umum untuk implementasi resolusinya,
Majelis Umum berhak membentuk berbagai badan subsider.33
Untuk membuat keputusan dalam Majelis Umum, setiap anggota
mempunyai satu suara. Hal ini sesuai dengan kebiasaan internasional dimasa lalu
ataupun sesuai dengan pernyataan piagam bahwasanya organisasi PBB
didasarkan atas prinsip persamaan hak dari negara-negara anggota. Hal ini
tidaklah mengherankan jika negara-negara yang lebih kecil, meskipun
mempunyai sumber-sumber yang terbatas dalam wilayah, populasi dan
kemakmuran akan menolak setiap usaha yang hendak membuang prinsip hukum
internasional yang telah mengakar tradisional. Suara yang berat sebelah hanya
terdapat dalam Dewan Keamanan PBB dengan adanya kekuasaan Veto dari
anggota-anggota tetapnya.
33James Barros ,Ibid., Sejak awal berdirinya PBB, Majelis Umum telah membentuk lebih
Keputusan-keputusan Majelis Umum selalu berbentuk resolusi-resolusi.
Resolusi terdiri dari klausul-klausul preambular atau deklaratif dan klausul
operatif. Klausul pertama menerangkan alasan-alasan atau latar belakang
pengeluaran resolusi. Majelis Umum mengeluarkan resolusi dengan dua tipe
suara mayoritas. Dibandingkan dengan kebiasaan konferensi internasional
sebelumnya, pemungutan suara mayoritas merupakan suatu pembaharuan. Sesuai
dengan piagam, kebulatan suara merupakan suatu peraturan kecuali dalam hal-hal
yang secara tegas ditetapkan dalam piagam dan dalam masalah-masalah prosedur
Majelis Umum.
Pemilihan pejabat-pejabat Majelis Umum PBB maupun komite dilakukan
dengan pemungutan suara rahasia. Atas permintaan dari salah satu anggota
manapun, suatu roll call vote dapat diterapkan.34
Majelis Umum dapat mengeluarkan suatu resolusi dengan suatu mayoritas
sederhana dari anggota yang hadir dan pemungutan suara. Dalam hal yang
dianggap penting dan mendesak, harus terdapat mayoritas dua pertiga suara.
Peserta yang bersikap abstain dianggap non-partisipan dalam pemungutan suara Untuk menghemat waktu, tidak
perlu diadakan pemungutan suara resmi apabila terdapat suatu consensus, dimana
dalam hal ini diumumkan oleh Ketua Majelis. Anggota-anggota baru yang
direkomendasikan oleh Dewan Kemanan PBB biasanya disambut dengan
aklamasi.
34Ibid.hal 72., Dalam masalah-masalah teknis pemungutan suara dalam Majelis Umum
tersebut. Oleh sebab itu kadang-kadang Majelis Umum mengeluarkan resolusinya
dengan suatu pemungutan suara minoritas dari total keanggotaannya.
Dalam Piagam PBB dinyatakan bahwa terhadap sejumlah masalah penting
dimana Majelis Umum harus menerapkan prinsip suatu mayoritas dua pertiga.
Tetapi dengan suatu suara mayoritas sederhana, Majelis Umum dapat menentukan
apakah sebuah masalah yang sedang dipertimbangkan harus diputuskan oleh dua
pertiga suara. Masalah-masalah penting yang dimaksud ialah masalah-masalah
yang berhubungan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi konstituante dan pemilihan,
fungsi-fungsi yang berkaitan dengan operasi sistem perwalian dan pemeliharaan
perdamaian dan keamanan internasional. Majelis Umum juga terpaksa
menggunakan suara mayoritas dua pertiga untuk memasukkan pokok-pokok
tambahan dalam Piagam PBB. Untuk hal ini, suara mayoritas dua pertiga dala
keanggotaan total PBB harus dengan persetujuan kelima anggota tetap Dewan
Kemanan PBB.35
1. Fungsi konstituante
Dalam menjalankan tugasnya, Majelis Umum PBB memiliki fungsi
internal dan eksternal. Fungi-fungsi internal Majelis Umum adalah :
2. Fungsi elektif
3. Fungsi finansial dan administasi
Ad 1. Fungsi Konstituante
Majelis Umum melakukan pemungutan suara terhadap sesuatu atas
rekomendasi Dewan Keamanan mengenai hal pengakuan anggota baru PBB,
skorsing anggota dimana Dewan Keamanan telah mengambil tindakan
penyelenggaraan berdasarkan Bab VII Piagam, atau melakukan pemecatan
anggota karena melakukan pelanggaran Piagam secara terus-menerus.36
Fungsi dimana Majelis Umum memilih sepuluh anggota tidak tetap
Dewan Keamanan PBB yang bertugas selama selama dua tahun dan tidak dapat
dipilih dua kali berturut-turut. Majelis Umum juga memilih dua puluh tujuh
anggota Economic and Social Council (Dewan Ekonomi dan Sosial) untuk jangka
waktu tiga tahun dan dapat dipilih lagi pada pemilihan berikutnya. Atas dasar
rekomendasi Dewan Keamanan PBB, Majelis Umum PBB menunjuk Sekretaris
Jenderal.
Ad 2. Fungsi Elektif
37
Majelis umum mempertimbangkan dan menyetujui anggaran bealanja
organisasi serta mengawasi seluruh keuangan dan administrasi organisasi.
Pemeriksaan rencana-rencana finansial badan-badan spesialisasi dan berhak
membuat rekomendasi kepada badan-badan tersebut. Dalam kondisi-kondisi
tertentu Majelis Umum juga menguasakan Sekretaris Jenderal untuk
memperkirakan biaya-biaya tak terduga dan biaya-biaya ekstra. Dalam fungsi
administrasinya, Majelis Umum juga diberi wewenang untuk meninjau kembali Ad 3. Fungsi Finansial dan Aministrasi
36
Ibid., hal. 74.
37Ibid., hal. 75.Dalam memilih anggota dewan keamanan tidak tetap, Majelis Umum
pekerjaan organ-organ PBB lainnya yang mengirim laporan tahunan atau laporan
khusus mengenai pekerjaan mereka. Bahkan Majelis Umum PBB diberi kuasa
untuk meninjau ulang laporan tahunan Dewan Keamanan PBB.38
Dalam menjalankan fungsi eksternalnya Majelis Umum berhak
mendiskusikan dan mengeluarkan resolusi bukan saja terhadap hal-hal yang
berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi-fungsi PBB maupun hal-hal yang
bersifat internal lainnya melainkan juga terhadap masalah-masalah yang berada
dalam jangkauan ruang lingkupnya, yaitu setiap masalah yang timbul dari
lingkungan eksternal PBB, tak peduli apakah hal tersebut berkaitan dengan
ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, atau lainnya bahkan yang melibatkan hak
asasi manusia dan kebebasan fundamental selama masalah tersebut berada dalam
lingkup Piagam PBB. Dalam artikel 10 dan 11 Majelis dikatakan bahwa Majelis
Umum PBB berwenang untuk mendiskusikan tanggung jawab Dewan Keamanan
PBB yaitu pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu
Majelis Umum PBB dapat mengeluarkan resolusi yang pada dasarnya adalah
wewenang Dewan Keamanan dengan syarat Dewan Keamanan mendiskusikan
masalah yang sama. Hal ini dapat dilihat pada tahun 1967, Majelis Umum PBB
mengeluarkan sebuah resolusi mengenai Krisis Timur Tengah dimana pada saat
yang sama Dewan Keamanan sedang mempertimbangkan resolusi terhadap
masalah tersebut.39
38Ibid.
Oleh karena itu, peranan Majelis Umum dalam pemeliharaan perdamaian
dan keamanan internasional adalah bersifat pembantuan dan mengembangkan
kondisi-kondisi politik, ekonomi, sosial dan kondisi-kondisi lainnya untuk
perdamaian dan kerjasama internasional. Dengan mengaju pada artikel 10 dan 11
piagam, Majelis dapat memperbesar peranannya dalam menciptakan dan juga ikut
serta dalam pembuatan keputusan dan pengelolaan krisis apabila Dewan
Keamanan tidak sanggup menjalankan fungsi utamanya. Setiap anggota PBB dan
bahkan negara yang bukan anggggota PBB selama negara tersebutota PBB
selama negara tersebut menyatakan keinginannya untuk lebih dulu menerima
kewajiban berdasarkan Piagam untuk mencari penyelesaian sengketa secara
damai atau Dewan Keamanan dapat meminta Majelis Umum mendiskusikan dan
mengeluarkan sebuah reesolusi yang melibatkan masalah perdamaian dan
keamanan internasional.
1. Kekuatan Mengikat Resolusi Majelis Umum PBB
Sebagaimana dijelaskan diatas bahwa resolusi Majelis Umum PBB
dikeluarkan melalau prosedur-prosedur yang telah dinyatakan tegas dalam
Piagam PBB. Terhadap keseluruhan keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh
Majelis Umum PBB atau dalam hal ini disebut resolusi, haruslah diuji sifat, ruang
lingkup serta efek hukumnya.
Resolusi-resolusi dalam hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan
internal organisasi atau dikategorikan bersifat non-rekomendatory memiliki
dikategorikan sebagai rekomendasi. Yang termasuk ke dalam ruang lingkup
resolusi Majelis Umum PBB yakni resolusi yang berkaitan dengan agenda
Majelis Umum, pelaksanaan fungsi-fungsi konstituante, elektif, dan fungsi
finansial dan aministasi serta hal yang berkaitan dengan pengakuan anggota baru,
penunjukan Sekretaris Jenderal, pemilihan berbagai dewan PBB serta ketua
Majelis dan wakilnya maupun hakim-hakim Mahkamah Internasional.
Dengan demikian Resolusi Majelis Umum untuk memilih negara-negara
tertentu sebagai salah satu anggota Dewan Keamanan juga mengikat
anggota-anggota yang bersuara tidak setuju. Anggota-anggota-anggota yang tidak setuju tersebut
dapat melakukan pemboikotan kerja atau menarik diri dari struktur keanggotaan
organisasi. Hal ini pernah terjadi ketika Indonesia melakukan penarikan diri dari
keanggotaan PBB karena tidak setuju dengan pengangkatan Malaysia sebagai
anggota tidak tetap Dewan Keamanan pada tahun 1960. Penolakan terhadap
pembayaran anggaran belanja organisasi baik seluruhnya maupun sebagian akan
dikenakan sanksi akan kehilangan hak suara dalam pemungutan suara.40
Reolusi-resolusi Majelis Umum yang berkaitan dengan masalah-masalah
yang bersifat eksternal pada pokoknya adalah dalam bentuk Tidak
ada pertolongan hukum ataupun uapaya hukum apapun yang dapat dilakukan
terhadap anggota yang menentang keputusan-keputusan Majelis Umum tersebut.
Dengan demikian nyatalah kekuatan hukum mengikat suatau resolusi Majelis
Umum PBB dengan memberikan suatu sanksi yang tegas sebagaimana tertuang
dalam Piagam PBB.
rekomendasi sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Piagam. Dalam hal ini
rekomendasi Majelis Umum diartikan sebagai nasihat yang ditujukan oleh
organisasi kepada pelaku atau sejumlah pelaku tertentu dalam dunia politik yang
memintanya melaksanakan atau menahan diri dari pelaksanaan tindakan atau
serangkaian tindakan tertentu tanpa tidak menyatakan secara tidak langsung
bahwa negara atau pelaku yang dituju dalam resolusi tersebut mempunyai suatu
kewajiban hukum untuk dilaksanakan. Bentuk dari komunikasi politik
internasional ini adalah berbentuk kerjasama sukarela dari para negara yang dapat
diikat atau bertindak maupun menahan diri dari tindakan tanpa persetujuan sesuai
dengan prinsip kedaulatan.41
41
Affandi Sitamala, Penyelesaian Sengketa Internasional melalui Majelis Umum PBB, http:/ /www.docstoc.com/mobile/doc/51765894/General Assembly. diakses tanggal 02 November 2011.
Isi daripada rekomendasi ini dapat berbentuk prosedural ataupun subtantif
bahkan dapat berbentuk kedua-duanya. Berbentuk procedural jika meminta
peranan mediator dari Majelis Umum dan berbentuk subtantif jika rekomendasi
ini meminta pelayanan perdamaian dari Majelis Umum. Rekomendasi ini
merupakan suatu nasihat atau pendapat dari konsesnsus diplomatik, baik berasal
dari dua pertiga suara anggota yang hadir maupun berasal dari suara bulat dari
seluruh anggota PBB. Efek dari rekomendasi ini lebih cenderung bersifat moril
Mengutip dari pendapat pakar hukum internasional, Mochtar
Kusumaatmadja yang memandang dari unsur psikologis dan hukum kebiasaan
suatu Resolusi Majelis Umum PBB, mengatakan bahwa:42
Ada unsur-unsur psikologis dan hukum kebiasaan yang mengikat
negara-negara untuk mematuhi resolusi Majelis Umum tersebut. Hal dapat dilihat dari “Resolusi Makelis Umum PBB mau tidak mau mempunyai pengaruh besar pada pembentukan suatu pendapat umum yang tersebar di seluruh dunia apabila yang diputuskan itu menyangkut hal-hal yang bertalian dengan hukum seperti misalnya hak-hak asasi manusia, kemerdekaan bangsa-bangsa dan hak bangsa-bangsa atas kekayaan alam di wilayah negaranya, maka mau tidak mau keputusan-keputusan dengan demikian mempunyai akibat terhadap pembentukan suatu pendapat umum (communis opinion) mengenai hal-hal tersebut tadi yang memegang peranan penting dalam membina suatu kesadaran hukum walaupun keputusan-keputusan tadi mungkin dalam tingkat pertama terdorong oleh motif-motif politik.”
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa terdapat beberapa resolusi yang
dikeluarkan Majelis Umum PBB memiliki karakter mengikat serta memberikan
sumbangsih bagi perkembangan hukum internasional. Secara menyeluruh,
resolusi Majelis Umum PBB dalam dunia politik sangat bergantung pada
faktor-faktor yang sama seperti yang menyebabkan adanya karakter mengikat, yaitu inti
yang jelas dan stabil dari persetujuan negara-negara besar. Memang didalam
Pasal 10 Piagam PBB menyebutkan bahwa keputusan Majelis Umum hanya
merupakan anjuran-anjuran yang ditujukan kepada anggota-anggota PBB.
Walaupun demikian tidak dapat disangkal bahwa keputusan-keputusan Majelis
Umum PBB ini ada kalanya mempunyai kekuatan yang jauh melebihi arti formal
keputusan itu sebagaimana diatur dalam Piagam PBB.
Resolusi Majelis Umum tanggal 10 Desember 1948 tentang Hak-Hak Asasi
Manusia (Universal Declaration of Human Rights). Pernyataan Majleis Umum ini
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sebagaimana resolusi yang dikeluarkan
oleh Dewan Keamanan. Namun demikian hingga saat ini belum ada negara yang
dengan terang-terangan tidak mengakui ataupun menentang keputusan Majelis
Umum tersebut dengan tegas. Contoh lain dari Resolusi Majelis Umum PBB yang
tidak memiliki kekuatan hukum mengikat namun mempunyai pengaruh yang
lebih besar yakni Keputusan Majelis Umum PBB tentang Kedaulatan
Bangsa-Bangsa Atas Kekayaan Alamnya.43
D. Resolusi Dewan Keamanan PBB
1. Prosedur Pembuatan Resolusi Dewan Keamanan PBB.
Menurut Pasal 23 Piagam PBB yang telah diamandemen, Dewan
Keamanan PBB terdiri atas 15 negara anggota. Dari 15 negara anggota ini, 5
negara diantaranya merupakan Negara yang merupakan anggota tetap dan 10
negara lainnya merupakan Negara yang merupakan anggota tidak tetap. Yang
merupakan Negara anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB adalah Amerika
serikat, Rusia, Perancis, China, dan Inggris. Sebagai Negara yang merupakan
Negara anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB, kelima Negara ini memiliki
beberapa hak-hak istimewa yang tidak dimiliki oleh Negara-negara lain yang
merupakan Negara anggota tidak tetap. Kelima anggota tetap ini memiliki status
43UN General Assembly Resolution NO.1803(XVII) on The Permanent Soverignty Over
luar biasa (eksepsional) tidak hanya berdasarkan atas kepermanenannyasaja akan
tetapi juga oleh alasan-alasan hak-hak suara khusus terutama hak “veto”.
Alasan sah bagi pemberian status luar biasa untuk kelima anggota tetap ini
terletak dalam “inescapable fact of power differential”. Dengan perkataan lain,
dasar pemikiran yang melandasinya yaitu bahwa negara-negara inilah yang
dibebabankan tanggung jawab terberat untuk memelihara perdamaian dan
keamanan internasional dan oleh karena itu kepada mereka harus diberikan hak
suara final dan menentukan dalam memutuskan tentang bagaimana tanggung
jawab itu harus dilaksanakan.44
Namun terdapat asumsi yang bernuansa politis terkait penunjukan kelima
Negara ini sebagai Negara naggota tetap dari Dewan Keamanan PBB adalah
karena kelima Negara ini dianggap sebagai Negara-negara yang memiliki
kemampuan dan kekuatan besar (great powers) yang merupakan Negara-negara
pemenang dalam Perang Dunia kedua. Sementara untuk Negara-negara yang
merupakan Negara anggota tidak tetap, akan dipilih dengan mengikuti ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 Piagam PBB. Adapun formulasi alokasi
kursi dari Negara-negara yang merupakan Negara anggota tidak tetap adalah 5
kursi untuk Negara-negara Afrika-Asia, 1 kursi untuk Negara-negara Eropa
Timur, 2 kursi untuk Negara-negara Amerika Latin dan Karibia, dan 2 kursi untuk
Negara-negara Eropa Barat dan Negara-negara lainnya.45
44
James Barros, Op.Cit., hal. 8.
45
Kesepuluh anggota Dewan Keamanan lainnya, anggota-anggota tidak
tetap, dipilih untuk masa jabatan dua tahun melalui Majelis Umum, dana tidak
dapat dipilih kembali pada pemilihan periode berikutnya. Agar terjaminnya suatu
kontinuitas tertentu, pemilihan itu dilakukan secara bergilir, setiap tahun dipilih
lima anggota dengan melalui 2/3 suara mayoritas.
Syarat-syarat untuk dapat dipilih menjadi anggota tidak tetap DK PBB
sesuai dengan pasal 23 ayat 1 Piagam PBB adalah:
1. Mempertimbangkan sumbangan dalam memberikan pemeliharan dan
keamanana internasional dan tujuan lain dari organisasi PBB.
2. Mempertimbangkan pembagian secara geografis.
Dalam penyelesaian sengketa internasional, Dewan Kemanan memiliki
fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi berdasarkan Bab VI, yaitu mengadakan penyelidikan atas sengketa dan
menentukan apakah suatu situasi tampaknya akan membahayakan perdamaian
dan kemanan internasional.
2. Fungsi Dewan kemanan memberikan rekomendasi kepada para pihak dengan
tujuan untuk menyelesaikan sengketa secara damai (Pasal 33 ayat (2) dan
Pasal 38). Rekomendasi terdiri atas :
a. Rekomendasi yang berisi syarat-syarat penyelesaian sengketa tertentu
(Pasal 36)
b. Rekomendasi kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketanya
c. Rekomendasi terhadap penyelesaian sengketa berdasarkan atau
menurut ketentuan yang berlaku di organisasi regional ( Bab VII).46
PBB bukanlah organisasi supra-negara atau supra-nasional, hal ini
tercermin dalam pasal 2 ayat (1) Piagam PBB bahwa badan tersebut didirikan atas
dasar prinsip persamaan kedaulatan diantara semua anggotanya. Karena itu,
walaupun Dewan Keamanan dikatakan mempunyai kekuasaan yang berlebihan
(ultra vires), hal ini bukanlah berarti kekuasaannya tidak terbatas, melainkan ada
pembatasan-pembatasan secara hukum.
Oleh karena itu Dewan Keamanan tidak dapat bertindak di luar
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Piagam PBB, yakni semua tindakan Dewan
Keamanan yang dilakukan termasuk tindakan dalam rangka pengenaan sanksi
ekonomi maupun militer haruslah tetap didasarkan atas prinsip-prinsip dan tujuan
PBB yaitu tetap menghormati persamaan kedaulatan hak negara untuk
mempertahankan kemerdekaan politik dan keutuhan wilayah suatu negara. Dalam
rangka memelihara perdamaian dan keamanan internasional melalui
langkah-langkah secara kolektif untuk mengatasi adanya ancaman dan pelanggaran
perdamaian maupun tindakan agresi terhadap suatu negara. Tindakan Dewan
Kemanan tersebut haruslah didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan hukum
internasional tanpa merugikan kepentingan nasional suatu negara.47
46
J.G.Merrills, International Dispute Settlement, (Cambridge : Cambridge U.P,1995), hal. 105.
Dalam melakukan pemungutan suara dalam forum Dewan Keamanan
PBB, dilaksanakan :48
1. Setiap anggota Dewan Keamanan memiliki satu suara.
2. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan mengenai masalah-masalah prosedural harus ditetapkan dengan suara setuju dari 9 anggota.
3. Keputusan-keputusan Dewan Keamanan mengenai hal-hal lainnya diputuskan dengan melalui suara setuju dari 9 anggota termasuk suara bulat dari anggota tetap;
Dengan ketentuan bahwa, dalam keputusan-keputusan berdasarkan Bab VI, dan menurut Pasal 52 ayat 3, pihak yang bersengketa tidak diperkenankan memberikan suaranya.
2. Kekuatan Mengikat Resolusi Dewan Keamanan PBB
Sifat dan keputusan atau resolusi yang ditetapkan oleh Dewan Keamanan
PBB adalah sangat berbeda dengan resolusi yang dikeluarkan oleh badan utama
lainnya seperti Majelis Umum PBB, Dewan Perwalian, dan Dewan ECOSOC.
Keputusan-keputusan dari ketiga badan utama tersebut mempunyai dua sifat,
yakni bersifat hanya mengikat secara internal dan rekomendatif.49Sedangkan
keputusan Dewan Keamanan benar-benar mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat dan bahkan dapat bertentangan dengan prinsip hukum internasional,
yang mana kekuatan mengikat resolusi Dewan kemanan tidak hanya mengikat
bagi negara yang merupakan anggota PBB melainkan juga mengikat bagi
negara-negara yang bukan anggota PBB.50
Untuk menjamin agar PBB dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya
dengan lancar dan tepat maka anggota memberikan tanggung jawab utama
48
Pasaal 27 Piagam PBB.
49 James Barros, Op.Cit, hal.102.