LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR KLORAMFENIKOL ZENICHLOR SUSPENSI SECARA KCKT DI BALAI
BESAR POM MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Diploma III Analis farmasi
Fakultas farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh :
DEWI OKTAVIANI 052410025
Medan, Mei 2008
Disetujui Oleh :
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. rer. Nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt NIP : 131 283 723
Disahkan Oleh : Dekan,
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kepada allah SWT, Karena atas segala rahmat dan
karuni-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Diploma III (D-3)Analis
Farmasi di Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Selama penulisan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat dukungan,
bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak, maka dalam kesepakatan ini penulis
dengan tulus hati mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hdisahputra, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr.rer. nat. Effendy De Lux Putra, SU., Apt selaku
dosenpembimbing yang telah meberikan pengarahan dan bimbingan kepada
penulis dengan penuh perhatian hingga selesainya tugas akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App. Sc, Apt selaku koordinator
program studio Diploma III Analis Farmasi.
4. Seluruh Bapak/ibu staff Pengajar dan Pegawai Program study Diploma III
Analis Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh Bapak/ibu staff dan pegawai di Balai Besar POM Medan, yang
telah membantu penulis selama menjalani Praktek Kerja Lapangan.
6. Ayahanda dan ibunda tercinta yang telah memberikan doa restu, kasih
sayang dan motivasi hingga Tugas Akhir ini selesai.
7. Kakak dan Adikku “Yuni dan Riena” tersayang, serta keponakan ku “Aura”
8. Sahabat-sahabat terbaikku “Winda, Ayu, Ca’i, Nia, Putri, Qiqi, Irfan, yang
selalu siap memberikan bantuan kepanpun penulis butuhkan, semangat, dan
selalu menghiburku juga menemaniku setiap saat.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan “Analis Farmasi 2005” dan semua pihak
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan berjasa
kepada penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis menyadari dalam tugas akhir ini masih banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan. Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun yang pada akhirnya dapat digunakan
untuk menambah pengetahuan dan berguna bagi kita semua. Akhir kata semoga
Allah SWT melimpahkan rahmat dan karuni-Nya untuk kita semua, Amin.
Medan, Mei 2008
Penulis,
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGASAHAN KATA
PENGANTAR……….………...i
DAFTAR ISI………iii
BAB I : PENDAHULUAN………...1
1.1.Latar Belakang………...2
1.2.Tujuan dan Manfaat………...2
1.2.1. Tujuan………...2
1.2.2. Manfaat………...2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA……….3
2.1. Suspensi……….3
2.2. Sirup………...4
2.3. Antibiotik………...5
2.4. Kloramfenikol………6
2.4.1.Sifat Fisikokimia………..6
2.4.2. Sejarah……….7
2.4.3. Farmakokinetika………..8
2.4.4. Efek Samping………..9
2.4.5. Interaksi Kloramfenikol………10
2.5. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi………11
BAB III : METODOLOGI………13
3.2. Prinsip………13
3.3. Alat……….13
3.4. Bahan………..13
3.5. Sampel………13
3.6. Prosedur………..14
3.7. Persyaratan……….15
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN……….16
4.1. Hasil………16
4.1.1. Penetapan Bobot Jenis……….16
4.1.2. Penetapan Kadar kloramfenikol………..16
4.2. Pembahasan………18
BAB V : KESIMPULA DAN SARAN………19
5.1. Kesimpulan……….19
5.2. Saran………...19
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Kegiatan antibiotik untuk prtama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh
dr.Alexander Fleming (Inggris, 1928, Penisillin) tetapi baru dikembangkan dan
digunakan pada permulaan Perang Dunis II ditahun 1941 ketika obat-obat anti
bakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi. Suatu infeksi terjadi
apabila mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh menyebabkan berbagai
gangguan fisiologis normal tubuh sehingga timbul penyakit infeksi. Antibiotik
termasuk kelompok obat yang sering dan terbanyak digunakan untuk memerangi
penyakit infeksi namun berhubung sebagai obat, salah satunya yang terpenting
adalah kloramfenikol (Wattimena, 1991).
Kloramfenikol diisolasi pertama kali pada tahun 1947 dari Streptomyces
venezuelae. Karena ternyata mempunyai daya anti mikroba yang kuat maka
penggunaan obat ini meluas dengan cepat sampai pada tahun 1950, diketahui bahw
obat ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Obat ini merupakan
antibiotik pertama yang memiliki spectrum luas. Kloramfenikol bekerja dengan
jalan menghambat sintesis protein kuman, yang dihambatialah enzim peptidil
transferase yang berperan sebagai katalisator untuk ikatan-ikatan peptida pada
proses sintesis protein kuman (Ganiswara,1995).
Berbagai turunan kloramfenikol berhasil disintesis, akan tetapi tidak ada
senyawa yang khasiatnya melampaui khasiat kloramfenikol. Karena amat pahit
biasanya kloramfenikol digunakan dalam bentuk kapsul. Untuk pediatri dan pasien
setelah mengalami hidrolisis dalam tubuih. Untuk pemakaian parenteral digunakan
garam ester natrium monosuksinat. Pada pemakaian kloramfenikol palmetat
besarnya kadar dalam darah bervariasi tergantung bentuk kristal yang digunakan
(Wattimena, 1991).
1.2. Tujuan dan Manfaat 1.2.1. Tujuan
Penulisan Tugas Akhir ini bertujuan untuk menelaah secara teoritis melalui
literatur dan juga untuk mengetahui metode yang digunakan dalam penetapan kadar
kloramfenikol khususnya KCKT.
1.2.2. Manfaat
Manfaaat penyusunan Tugas Akhir ini adalah :
- Bagi mahasiswa untuk menambah pengetahuan menganai pemakaian
antibiotik khuususnya Kloramfenikol dan untuk melatih ketrampilan
dalam penggunaan KCKT.
- Bagi perusahaan yang memproduksi antibiotik agar dapat memberikan
kualitas atau mutu obat yang baik bagi masyarakat.
- Bagi masyarakat sebagai informasi tambahan sehingga dapat memakai
antibiotik Kloramfenikol dengan tepat dan benar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat dalam bentuk halus
yang tidak larut tetapi terdispersi dalam cairan. Zat yang terdispersi harus halus dan
tidak boleh cepat mengendap, jika dikocok perlahan-lahan endapan haris segera
terdispersi kembali. Suspensi umumnya mengandung zat tambahan untuk menjamin
stabilitasnya, sebagai stabilisator dapat dipergunakan bahan-bahan disebut sebagai
emulgator (joenoes, 1990).
Suspensi juga dapat didefenisikan sebagai preparat yang mengandung
partikel obat yang terbagi sevara halus (dikenal sebagai suspensoid) disebarkan
secara merata dalam pembawa dimana obat menunjukan kelarutan yang sangat
minimum. Beberapa suspensi resmi diperdagangkan tersedi dalam bentuk siap
pakai, telah disebarkan dalam cairan pembawa dengan atau tanpa penstabil dan
bahan tambahan farmasetik lainnya (Ansel, 1989).
Bahan obat yangdiberikan dalam bentuk suspensi yntuk obat minum,
mempunyai keuntungan bahwa (oleh karena partikel sangat halus) penyarapan zat
berkhasiatnya lebih cepat dari pada bila obat diberikan dalam bentuk kapsul atau
tablet, bioavailabilitasnya pun baik. Suspensi dapat dibagi dalam dua jenis yaitu:
suspensiyang siap digunakan atau suspensi yang dikonstitusikan dengan jumlah air
untuk injeksi atau pelarut lain yang sesuai sebelum digunakan. Suspensi tidak boleh
diinjeksikan secara intevena. Pada bentuk sediaan suspensi harus diperhatikan
bahawa obatnya betul diminum denagn sendok yang sesuai, sehingga obat diminum
Menurut joenoes (1990), beberapa faktor penting dalam formulasi sediaan
obat bentuk suspensi adalah :
- Derajat kehalusan partikel yang terdispersi,
- Tidak tebentuk garam kompleks yang tidak dapat diabsorbsi dari saluran
pencernaan.
- Tidak terbentuk kristal/hablur,
- Derajat viskositas cairan.
Menurut Ansel (1989), sifat-sifat yang diinginkan dalam semua sediaan
farmasi dan sifat-sifat lain yang lebih spesifik untuk suspensi untuk suspensi
farmasi adalah :
1. Suatu suspensi farmasi yang dibuat dengan tepat mebgendap secara lambat
dan harus rata bila dikocok.
2. Karakteristik suspensi harus sedenikian rupa sehingga partikel dari
suspensoid tetap agak konstan untuk yang lama pada penyiapan.
3. Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan homogen.
2.2. Sirup
Sirup dalah bentuk sediaan cair yang mengandung Saccharosa atau gula.
Konsistensi sirup kental kadar Saccharosa yang tinggi, yaitu 64,0-66,0%. Pada
sirup dengan kadar gula yang rendah dapat terjadi fermentasi, kadar gula yang
tinggi mempunyai tekanan osmotik yang cukup tinngi sehingga pertumbuhan
bakteri dan fungi dapat terhambat. Bila sebagian dari Saccharosa berubah menjadi
gula invert, maka sirup cepat menjadi rusak, kerusakan sirup dapat dihindarkan
dengan menambahkan suatu bahan pengawet kedalam sirup, misalnya nipagi dan
Sirup merupakan alat yang sangat menyenangkan untuk pemberian suatu
bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak. Sirup-sirup terutama sfektif
dalam pemberian obat untuk anak-anak untuk meminum obat. Kenyataan bahwa
sirup-sirup mengandung sedikit alkohol atau tidak, menambah kesenangan siantara
orang tua (Ansel,1989).
2.3. Antibiotik
Antibiotik adalah metabolit mikroba yang dalam keadaan encer dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, obat ini juga merupakan obat yang
penting yang dapat digunakan untuk membrantas berbgai penyakit infeksi.
Terdapat banyak zat anti mikroba, termasuk antiseptik yang disintesis secara kimia,
tetapi karena secara kimia tidak bertalian dengan produk mikroba, dengan makna
yang diterima saat sekarang ini, diperkenalkan pada tahun 1942 oleh Waksman.
Waksman secara sistematik mencar zat anti mikroba dari suatugolongan
Streptomyces yang berasal dari tanah. Streptomyces ternyata digunakan dalam
pengobatan berbagai infeksi bekteri khususnya Tuberkulosis (Foye, 1996).
Antibiotik umumnya dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakkan
dalam tangki-tangki besar bersama zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara
disalurkan kedalam cairan pembiakan guna mempercepat pertumbuhan fungi dan
meningkatkan produksi antibiotiknya. Setelah diisolasi dari cairan kultur, antibiotik
dimurnikan dan aktivitas ditentukan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Menurut Wattimena (1991), penggolongan antibiotik berdasarkan
struktur dan kimianya dapat dibagi dalam sembilan kelompok yaitu:
1. Laktam (contoh : Penicillin G dan derivatnya, Sefalotin).
3. Kloramfenikol (contoh : Kloramfenikol, Tiamfenikol).
4. Tetrasiklin (contoh : Tetrasiklin, Oksitetraksillin).
5. Maklorida dan antibiotik sejenis (contoh : Eritromisin,Linkomisin).
6. Rifamisin (contoh : Rifamisin, Rifampisin).
7. Polipeptida siklin (contoh : Polikmisin B, polimiksin E).
8. Antibiotik Polien (contoh : Nistatin, Amfoterisin B).
9. Antibiotik lain (contoh : Vankomisin, Ristosetin).
2.4. Kloramfenikol 2.4.1. Sifat fisikokimia
Antibiotik ini bersifat unik diantara senyawa alam karena adanya gugus
nitrobenzen dan merupakan turunan asam dikloroasetat. Bentuk yang aktif secara
biologis adalah bentuk levonya. Zat ini larut sedikit dalam air (1:400) dan relatif
stabil. Kloramfenikol diinaktivasi oleh enzim yang ada dalam filtrat bakteri
tertentu. Disini terjadi reduksi gugus nitro dan hidrolisis ikatan amida, juga terjadi
asetilasi (Wattimena, 1991).
Menurut Ditjen POM (1995), kloramfenikol mengandung tidak kurang dari
90,0 % dan tidak lebih dari 120,0 % dengan berat molekul = 323,13.
- Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang, putih hingga
putih kekuningan, larutan praktis netral terhadap lakmus P, stabil dalam larutan
netral atau agak asam.
- Kelarutan : Sukar larut dalam air,mudah larut dalam Etanol, dalam propilen
glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.
2.4.2. Sejarah
Kloramfenikol pertama kali dipisahkan pada tahun 1947 dari pembiakan
streptomyces venezuelae. Senyawa ini disintesis pada tahun 1949, kemudian
menjadi antibiotik penting pertama yang sepenuhnya disintesis dandiproduksi
secarakomersial. Kepentingan ini mulai memudar seiring dengan tersedianya
antibiotik yang lebih aman dan efektif, kloramfenikol jarang digunakan, kecuali di
negara-negara berkembang. Senyawa ini larut dalam alkohol, namun sulit larut
dalam air. Kloramfenikol suksinat yang digunakan untuk pemberian non-parenteral,
sangat larut air. Kloramfenikol suksinat mengalami hidrolisis secara in vivo
melepaskan kloramfenikol bebas (Katzung, 2004).
2.4.3. Farmakokinetika
Dosis kloramfenikol yang umum adalah 50-100 mg/kg/hari. Setelah
pemberian peroral, kristal kloramfenikol diabsorbsi dengan cepat dan tuntas. Dosis
oral 1 gr menghasilkan kadar darah antara 10-15 µg/ml. Kloramfenikol zenichlor
merupakan suatu obat yang hidrolisis dalam usus untuk menghasilkan
kloramfenikol bebas melalui hidrolisis, menyebabkan kadar darah sedikit lebih
rendah dibandingkan kadar yang dicapai dengan obat yang diberikan secara oral.
Setelah absorbsi, kloramfenikol didistribusikan secara luas keseluruh jaringan dan
cairan tubuh. Hal ini meliputi juga sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal,
sehingga konsentrasi dalam serum (Katzung, 2004).
Obat ii memliki penetrasi membran sel secara cepat. Sebagian besar obat di
nonaktifkan melalui konjugasi oleh asam glukuronil (terutama di hati) atau (sekitar
10% dari dosis total yang keseluruhan) dan produk-produk degradasi yang aktif
aktif yang diekskresi dalam empedu atau fases. Dosis sistemik kloramfenikol tidak
perlu diubah pada saat kerja ginjal menurun, namun harus dikurangi dalam jumlah
besar pada kegagalan hati. Bayi –bayi berusia kurang dari seminggu dan bayi-bayi
prematur memiliki efek kloramfenikol yang kurang baik, sehingga dosis harus
dikurangi manjadi 25 mg/kg/hari (Katzung, 2004).
Kloramfenikol kadang-kadang juga digunakan secara topikal untuk
pengobatan infeksi mata spektrum anti bakterinya yang luas dan kemampuannya
mempenetrasi jaringan okuler dan cairan bola mata. Obat ini tidak efektif untuk
infeksi-infeksi klamedia (Katzung, 2004).
2.4.4. efek samping
Efek samping yang ditimbulkan koramfenikol antara lain adalahdepresi
sumsum tulang belakang, yang menimbulkan kelainan darah yang serius, seperti
anemia aplastik, anemis hiploplastik, granulositopenis. Selain itu, obat juga
menyebabkan gangguan saluran cerna, neurotoksik, suprainfeksi dan reaksi
hipersensitivitas. Oleh karena itu kloramfenikol tidak boleh digunakan untuk
pengobatan infeksi yang bukan indikasinya, seperti influenza, infeksi kerongkongan
atau untuk pencegahan infeksi (Soekardjo, dkk, 1995).
Menurut Tjay dan Rahardja (2002), efek samping yang berupa depresi
sumsum tulang dapat tampak dalam dua bentuk anel\mia, yakni sebagai berikut:
a. Penghambat pembentukan sel-sel darah (eritrisis, trombosis, dan
granulosit)yang timbul dalam waktu lima hari sesudah dimulainya terapi.
Gangguan ini tergantung I dan bersifat reversible.
b. Anemia aplastis, yang dapat timbul sesudah beberapa minggu sampai
mata tidak boleh digunakan lebih lama dari 10 hari. Menurut dugaan,
kerusakan sumsum tulang ini disebabkan oleh metabolit kloramfenikol
tokdid yang dibentuk oleh kuman usus. Telah dipastikan bahwa obat
diuraikan oleh sinat UV menjadi senyawa nitro (so) yang toksis bagi sel-sel
sumsum.
Kloramfenikol menghambat enzim pada membran mitokondris
bagian dalam, kemungkinan dengan menghambat peptidil transferasi
ribosom. Ensim lain yang dipengaruhi adalah sitokrom axidase,
ATP-ase dan ferrokhelatase (yang berperan pada biosintesis hem).
Toksisitas yang diamati pada obat ini dapat dikorelasikan dengan
efek-efek tadi (Wattimena, 1991).
2.4.5. Interaksi Kloramfenikol
Obat ini dapat menghambat enxim mokrosomal hari sehigga dapat
memperpanjang waktu paro obat yang dimetabolisme dengan cra ini,
obat-obat tersebut adalah; dikumarol, fenitoin, klorpropamid dan tolbutamid.
Keuntungan penghambatan enzim ini oleh kloramfenikol ini menyebabkan
produk-produk yang toksik. Resiko aplastik anemia bukan merupakan kontraindikasi
penggunaan kloramfenikol bila penggunaannya memang diperlukan.walaupun
demikian ditekankan obat ini jaringan diberikan pada penyakit-penyakit yang dapat
ditanggulangi oleh obat-obat antibiotik lain yang lebih aman, atau pada keadaan
yang belum didiagnosa, efek iritasinya dapat berupa : mual, rasa tidak enak,
muntah, diare dapat menyertai penggunaan kloramfenikol. Dapat pula terjadi
penyakit hepar sering menyebabkan gangguan eritropoesis, lebih-lebih pada
penderita yang telah mengalami asites dan ikterus (Munaf, 1994).
2.5. kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC, High performance Liquid
Chromatography) merupakan suatu teknis analisis obat yang paling cepat
berkembang. Cara ini ideal untuk analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan
biologi, karena sederhana, kemenjenisan dan kepekaannya tinggi. Pertumbuhan
yang sangat pesat ini dapat dibuktikan dengan meninjau journal of pharmaceutical
sciences atau journal of chromatography. Dengan mudah akan ditemukan 5-10
karya analisis obat secara KCKT setiap bulan penertiban ditahun 1983. teknik ini
menjadi sangat terkenal sehingga temu ilmiah nasional di Amerika dan temu
internasional, diadakan tiap tahun. KCKT dan GC (kromatografi gas) mempunyai
kesamaan dan perbedaan. Kedua metode ini komponen dipisahkan di suatu jalur
aliran. Mekanisme tambatan banyak berbeda, tetapi dalam beberapa hal dapat
disejajarkan, dengan kesamaan yaitu: komponen yang lebih suka berinteraksi
dengan fase dian atau gas pembawa terhadap pemisahan kecil. Sehingga pemisahan
dicapai dengan mengubah-ubah fae diam atau terokan (misalnya dengan
derivatisasi untuk meningkatkan keterapan). Sejumlah jenis fase diam telah
dikembangkan dan dipasarkan (Munson, 1991).
Menurut Sardjoko (1992), ciri-coro KCKT sangat cocok untuk menetapkan
koefesian partisi. Keuntungan metode KCKT untuk menetapkan nilai lipofilisitas
terutama bagi senyawa lopofilik tinggi, mempunyai farak pengukuran yang sangat
luas, dan tidak memerlukan proses pemurnian. Kerugian hanya dapat dipakai bago
senyawa anima pada eluen untuk menekan interaksi antara sampel dengan sisa
gugus silanol fase diam supaya menghasilkan log k’ yahng tinggi, dan juga jarak
BAB III METODOLOGI 3.1. Metode
Penetapan kadar kloramfenikol secara KCKT.
3.2. Prinsip
Identifikasi dan penetapan kadar kloramfenikol secara KCKT.
3.3. Alat
Alat yang digunakan :
KCKT (Shimadzu), piknometer (duran), neraca analitik (denver), sonofikasi
(elma), spatula, kertas perkamen, kertas saring whatman, labu tentukur 25 ml dan
100 ml, pipet volume 2 ml, erlenmeyer, beaker glass, pipet volume 10 ml.
3.4. Bahan
Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah bahan
berkualitas untuk analisis (p.a) atas spesifikasi E. Merck yaitu metanol, asam asetat
glasial, akuades lokal dan akuabides lokal.
3.5. Sampel
Nama sampel : Zenichlor suspensi
Pabrik : Zenith
No. Batch : 17.10704
N0. Kode contoh : 92/ DI/ III/ OB/ 02/08
Tgl kadaluwarsa : Juni 2011
3.6. Prosedur
Larutan Uji
- Timbang setara 80 mg kloramfenikol,masukkan kedalam labu tentukur
100 ml.
- Ditambahkan 10 ml metanol dan 2 ml asam asetat glasial dan disonifikasi
kurang lebih selama 5 menit.
- Kemudian dilarutkan dan diencerkandengan metanol hingga garis tanda.
Saringg, bilas penyaring.
- Kemudian dipipet 10 ml filtrat ke dalam labu 25 ml.
- Encerkan dengan fase gerak sampai garis tanda.
- Kemudian saring kedalam vial dan ditutup dengan aluminium foil.
Larutan Baku
- Timbang 16,1 g kloramfenikol dimasukkan kedalam labu tentruktur 25 ml.
- Dilarutkan dan diencerkan dengan fase gerak sampai garis tanda.
- Kemudian disaring kedalam vial dan ditutup dengan aluminium foil..
Cara Penetapan
Suntikkan secara terpisah sejumlah volume sama (20 ) larutan baku dan
larutan uji ke dalam kromatograf. Ukuran respon puncak utama.
Fase gerak : metanol-air-asam asetat glasial (172 : 27 : 1)
Kolom : 3,9 mm x 30 cm
Laju alir : 1,5 ml / menit
Baku pembanding : kloramphenicol 100 %.
3.7. Persyaratan
Kadar kloramfenikol tidak kurang dari 90,0 % dan tidak lebih dari 120,0 %
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil
4.1.1. Penetapan Bobot Jenis
Pemerian
Bentuk : Cairan Warna : Kuning
[image:19.595.137.452.296.459.2]Rasa : Manis Bau : Normal
Tabel 4.1. Berat Jenis Zenichlor Suspensi
Piknometer kosong
Piknometer + aquades Piknometer + zat
17,6012 gr 27,5433 gr 28,436 gr
Berat jenis =
Piknometer + air - piknometer kosong Piknometer sampel - piknometer kosong
=
27,5433 -17,6012 28,3436 - 17,6012
= 1,08
4.1.2. Penetapan Kadar Kloramfenikol
KCKT
Fase gerak : metanol - air - asam asetat glasial (172 : 27 : 1)
Kolom : 3,9 mm x 30 cm
Laju alir : 1,5 ml / menit
Volume : 20 µl
Tabel 4.2. Data Kromatogram KCKT
Nama zat Bobot
zat
Faktor
pengenceran
Volume
penyuntikan
Respon
puncak
Rasio
Baku
pembanding
16,1 50 20 µl 280 nm 439808,3
Zat Uji
3,4560 250 20 µl 280 nm 2445814
3,4561 250 20 µl 280 nm 2465499
3,8420 250 20 µl 280 nm 3055795
Perhitungan :
Berat molekul Chloramphenikol 323,33
Berat molekul Chloramphenikol palmitat 561,54
Kadar Chloramphenikol :
AU x BB x BJ sampel x PS x BM C. Palmitat AB BU Komposisi PB BM Chloramphenikol
x 100%
Keterangan :
AU : Area zat uji
AB : Area zat baku
PS : Pengenceran sampel
PB : Pengenceran baku
BB : Bobot baku
Kadar Chloramphenikol 1
= 2445814 x 16,1 x 1,08 x 5 x 250 x 561,54 4183535,5 3,4560 125 50 323,33
x 100%
= 102,16 %
Kadar Chloramphenikol 2
= 2465699 x 16,1 x 1,08 x 5 x 250 x 561,54 4183535,5 3,4560 125 50 323,33
x 100%
= 102,99 %
Kadar Chloramphenikol 3
= 2465699 x 16,1 x 1,08 x 5 x 250 x 561,54 4183535,5 3,4560 125 50 323,33
x 100%
= 114,82 %
Maka kadar rata-rata =
3
102,16 % + 102,99 % + 114,82 %
= 106,65 %
4.2. Pembahasan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
Kadar Kloramfenikol Zenichlor Suspensi dari hasil Balai Besar POM
Medan telah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia Edisi IV yaitu 106,65 %.
Demikian pula dengan pengujian pH dari Kloramfenikol Zenichlor Suspensi telah
memenuhi persyaratan yaitu syarat pH antara 4,5-7.
5.2. Saran
Penetapan kadar suatu sediaan obat sebaiknya dilakukan berbagai metode
lain agar dapat dibandingkan hasilnya. Untuk penetapan kadar dengan cara
menggunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) sebaiknya menggunakan
sampel lebih dari satu agar dapat dibandingkan hasilnya sehingga dapat diperoleh
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, C., H 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi IV. UI Press. Jakarta. Ganiswara, G., S. 1995. Farmakologi dan Terapi. Gaya Baru. Jakarta.
Ditjen POM Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI. Jakarta.
Foye, W., O. 1996. Prinsip-Prinsip Kimia Medisinal. Gajah mada University Press. Yogyakarta.
Joenoes, N., Z. 1990. Ars Prescribendi Resep Yang Rasional. Airlangga University. Surabaya.
Katzung, B., G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika. Jakarta. Munaf, S., S. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi. Universitas Sriwijaya. Jakarta. Munson, J., W. 1991. Analisis Farmasi Metode Modern. Airlangga University
Press. Surabaya.
Sardjoko. 1992. rancangan Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Soekardjo, B., dan Siswandono. 1995. Kimia Medicinal. Airlangga University press. Surabaya.
Tjay, T., dan Rahardja, K. 2002. Obat-obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya. Gramedia. Jakarta.
Wattimena, J., K. 1991. Farmakodinami dan Terapi Antibiotik. Gajah Mada University press. Yogyakarta.