• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol dan Penetapan Kadar secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol dan Penetapan Kadar secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol Nama Sediaan : Kapsul Kloramfenikol

Zat Berkhasiat : 250 mg Kloramfenikol dalam tiap kapsul Media Disolusi : 900 ml HCl 0,1 N

Tipe Alat : Tipe 1 (keranjang)

Waktu : 30 menit

Panjang Gelombang : ± 278 nm

Persyaratan (Q) : Tidak kurang dari 85% dari jumlah yang tertera pada etiket Faktor perkalian (fk)

Fk = V x Fu x Fb x Kb Fb x Ab x Ke

x 100 %

(2)
(3)

Lampiran 2. Perhitungan Kadar Kapsul Kloramfenikol dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Nama Sediaan : Kapsul Kloramfenikol

Fase Gerak : Air : Metanol : Asam asetat glasial (55 :45 : 0,1) Laju Alir : 1,0 ml/menit

Baku Pembanding : Kloramfenikol BPFI Kadar Baku : 100%

(4)
(5)

Lampiran 3 Alat uji disolusi

(6)
(7)
(8)

Lampiran 5. Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi di BPOM

(9)
(10)
(11)
(12)

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 381.

Anief, M. (1984). Ilmu Farmasi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Hal. 60.

Anief, M. (1994). Farmasetika. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 90. De Lux Putra, E. (2007). Dasar-dasar Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Fakultas

Farmasi USU-Medan.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi ke IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Hal. 2, 189-190, 1084-1085.

Gandjar, I. G., dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Hal. 378- 394, 406.

Gritter, Roy J, dkk. (1991). Pengantar Kromatografi. Bandung: ITB Press. Hal 221. Informasi Spesialite Obat Indonesia. (2007). Volome 42. Penerbit Ikatan Sarjana Farmasi

Indonesia.

Johnson, E.L., and Stevenson, R (1991). Basic Liquid Chromatography. Penerjemah Kosasih Padmawinata. Dasar Kromatografi Cair. Bandung: Penerbit ITB. Hal. 291-302.

Katzung, B, G. (1998). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Hal. 722.

Mulja, Muhammad, dan Suharman. (1995). Analisis Instrumental. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 248.

Munson, James W. (1991). Analisis Farmasi Parwa B. Surabaya: Airlangga University Press. Hal 27.

Rohman, A. (2009). Kromatografi untuk Analisis Obat. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 2. Roth, Hermann J, dan Gottfried Blaschke. (1998). Analisis Farmasi. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press. Hal 431-432.

Snyder, L.R and Kirland, J.J. (1997). Introduction to Modern Liquid Chromatography. Second edision, John Wiley and Sons Inc. Singapore.

Syukri, Yandi. (2002). Biofarmasetika. Yogyakarta. UII Press. Hal. 31-41.

Tan, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-Obat Penting. Edisi keenam. Cetakan Pertama. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Hal. 85-86.

(13)

BAB III

METODE PENGUJIAN 3.1 Tempat Pengujian

Pengujian disolusi dan penetapan kadar Kloramfenikol dalam kapsul dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2 Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol dan Penetapan Kadar secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

3.2.1 Uji disolusi a. Alat dan bahan

Alat yang digunakan ialah labu tentukur 50 ml, pipet volume, disolution tester, spektrofotometer. Bahan yang digunakan adalah Kloramfenikol kapsul (BBPOM), HCl 0,1 sebagai media disolusi.

b. Prosedur

(14)

3.2.2 Penetapan kadar kapsul kloramfenikol secara kromatrografi cair kinerja tinggi

a. Alat dan bahan

KCKT (Kromatografi Cair Kinerja Tinggi), Timbangan analitik, Beker gelas, erlenmeyer, batang pengaduk, alat sonikasi, pipet tetes, labu ukur. Bahan yang digunakan adalah kloramfenikol kapsul (BBPOM), metanol, asam asetat glasial sebagai fase gerak dengan perbandingan (55 : 45 : 0,1).

b. Prosedur a. Larutan baku

Timbang seksama lebih kurang 25mg Kloramfenikol BPFI, masukkan ke dalam labu tentukur 200 ml, tambahkan 10 ml air dan panaskan di atas tangas uap hingga larut sempurna. Dinginkan hingga suhu kamar, encerkan dengan fase gerak sampai tanda. Saring dengan penyaring dengan porositas 0,5µm atau lebih halus, dan gunakan filtrat yang jernih sebagai larutan baku.

b. Larutan uji

(15)

3.3 Interpretasi Hasil

a. Uji disolusi kapsul kloramfenikol

Pengujian disolusi dapat dihitung dengan rumus:

Faktor perkalian (Fk): Fk = Vx

FbxAbxKe FuxBbxKb

Keterangan:

V: Volume (ml) Ab: Absorbansi baku

Fu: Pengenceran Kb: Kemurnian baku Fb: Faktor Pengenceran baku Ke: Kadar etiket Bb: Bobot baku

% zat aktif terlarut (Dx): Fk x Au Keterangan:

Fk: Faktor perkalian Au: Absorbansi uji

b. Penetapan kadar kloramfenikol kapsul secara kromatografi cair kinerja tinggi

Kadar kloramfenikol dalam kapsul dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan:

(16)

3.4 Persyaratan a. Uji disolusi

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, toleransi dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85% (Q) kloramfenikol dari jumlah yang tertera pada etiket.

b. Penetapan kadar kapsul kloramfenikol secara kromatografi cair kinerja tinggi

(17)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Pada percobaan uji disolusi dan penetapan kadar dalam kapsul kloramfenikol dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa zat aktif terlarut kapsul kloramfenikol yang di uji sebagai berikut:

a. Uji disolusi

Pengenceran baku : 250 kaliKe: Kadar etiket Bobot baku : 3,343 mg

Kemurnian baku : 100% Absorbansi baku : 0,3975 Kadar etiket : 250 % zat aktif terlarut (Dx): 98,54%

b.Penetapan kadar kapsul kloramfenikol secara kromatografi cair kinerja tinggi

Tabel 2. Kadar kapsul kloramfenikol

(18)

4.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil uji disolusi dan penetapan kadar kloramfenikol dalam kapsul dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT), diperoleh hasil bahwasannya kapsul kloramfenikol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995, yaitu zat aktif terlarut kapsul kloramfenikol lebih dari 85% dan kadar kapsul kloramfenikol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120% yang tertera pada etiket, yaitu untuk zat aktif terlarut kapsul kloramfenikol 98,54% dan kadar kapsul kloramfenikol 95,8512%.

Kadar zat aktif terlarut dan kadar kloramfenikol yang terdapat di dalam obat harus memenuhi persyaratan apabila tidak memenuhi persyaratan obat tersebut akan tidak memberikan efek terapi atau apabila melebihi kadar yang dipersyaratkan akan menyebabkan toksik jika dikonsumsi.

(19)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan pengujian disolusi dan penetapan kadar kloramfenikol dalam kapsul dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi, diketahui bahwa zat aktif terlarut kapsul kloramfenikol yang di uji 98,54%, dan mengandung kadar kloramfenikol sebesar 95.8512% dimana kapsul kloramfenikol yang diuji tersebut memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995, yaitu toleransi dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85%, dan kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

5.2 Saran

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kapsul

Kapsul adalah bentuk sediaan obat terbungkus cangkang keras atau lunak yang dibuat dari gelatin dengan atau tanpa zat tambahan lain. Cangkang dapat pula dibuat dari metilselulosa atau bahan lain yang cocok (Anief, 1994).

2.1.2 Syarat kapsul

Syarat-syarat kapsul menurut Anief (1984) adalah sebagai berikut: 1. Keseragaman bobot

2. Keseragaman isi zat berkhasiat 3. Waktu hancur

4. Waktu larut

2.2 Antibiotik

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan antibiotik dapat dibuat secara semi sintetis.

Berdasarkan efek terhadap mikroba, antibiotik dapat dibagi atas 2 golongan: 1. Antibiotik dengan kegiatan sempit (Narrow spectrum) yaitu antibiotik yang

aktif terhadap beberapa jenis bakteri.

(21)

2.3 Kloramfenikol

Gambar 2.1 Rumus struktur kloramfenikol Nama Kimia : D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α

-(hidrosimetil)-p-nitrofenetil]asetamida [56-75-7]

Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O

Berat Molekul : 323,13

Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan praktis netral terhadap lakmus

P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam.

Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat.

Persyaratan : Kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol C11H12Cl2N2O5, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

(22)

2.3.1 Mekanisme kerja

Kloramfenikol menghambat sintesis protein bakteri dan juga sel eukariosit, mencegah ikatan antara asam amino, yang mengandung ujung dari aminoasil t-RNA, dengan salah satu tempat ikatannya pada ribosom (Wattimena, 1991). 2.3.2 Efek samping

Efek samping kloramfenikol yang umum terjadi adalah gangguan lambung-usus, neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mukosa mulut, yang sangat berbahaya yaitu dapat mengakibatkan kerusakan pada sumsum tulang belakang (Tjay, 2007).

2.3.3 Bentuk sediaan

Kloramfenikol tersedia dalam bentuk salep mata tube 3,5 g ; tetes mata 15 ml, 8 ml, dan 5 ml ; tetes telinga 10 ml ; kapsul 500 mg/kapsul dan 250 mg/kapsul; sirup (ISO, 2007).

2.4 Uji Disolusi

Disolusi adalah proses pemindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam larutan pada suatu medium. Salah satu obat yang telah memenuhi persyaratan kekerasan, waktu hancur, keseragaman bobot, dan penetapan kadar, belum menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi, karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul. Disolusi menggambarkan efek obat terhadap tubuh, jika disolusi memenuhi syarat maka diharapkan obat akan memberikan khasiat pada tubuh (Syukri, 2002).

(23)

akan berdifusi secara pasif. Sebaliknya kecepatan obat yang kelarutannya kecil akan dibatasi karena kecepatan disolusi dari obat tidak larut atau disentegrasi sediaan relatif pengaruhnya kecil terhadap disolusi zat aktif (Syukri, 2002).

2.4.1 Tipe alat uji disolusi

Uji disolusi dapat dilakukan dengan menggunakan dua tipe alat, yaitu : 1. Alat 1 (Metode keranjang)

Alat terdiri dari sebuah wadah bertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain yang inert, suatu motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor dan keranjang berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai berukuran sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu dalam wadah pada 37̊ ± 0,5̊ selama pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Lebih dianjurkan wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi 160 mm hingga 175 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm dan kapasitas nominal 1000 ml. Pada bagian atas wadah ujungnya melebar, untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang pas. Batang logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti yang tertera pada masing-masing monografi.

(24)

Sama seperti alat 1, bedanya pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata, daun dan batang merupakan satu kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke dasar wadah sebelum dayung mulai berputar (Ditjen POM, 1995). 2.4.2. Media disolusi

1. Air Suling

Pelarut air digunakan untuk uji penetapan pelarutan beberapa tablet. Pengujian menggunakan cairan air memberikan hasil yang sangat berbeda dengan cairan fisiologik, terutama untuk senyawa ionik yang sangat dipengaruhi oleh pH.

2. Larutan Ionik

Larutan ionik banyak digunakan untuk menyesuaikan pH organ tubuh :

i. Larutan asam (pH 1,2) dibuat dari asam klorida encer baik ditambah atau tidak ditambah dengan larutan natrium atau kalium klorida, sehingga pH cairan mendekati komposisi cairan lambung.

ii.Larutan dapar alkali (pH 7-8) paling sering digunakan untuk meniru pH usus dalam pengujian sediaan dengan aksi diperpanjang atau aksi terjaga setelah melewati cairan yang asam.

(25)

Faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan biasanya diklasifikasikan atas tiga kategori yaitu:

1. Faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat

Sifat-sifat fisikokimia dari obat yang mempengaruhi laju disolusi meliputi kelarutan, bentuk kristal, serta ukuran partikel. Sifat-sifat fisikokimia lain seperti kekentalan berperan terhadap munculnya permasalahan dalam disolusi. 2. Faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan

Formulasi sediaan berkaitan dengan bentuk sediaan, bahan tambahan dan cara pengolahan. Pengaruh bentuk sediaan terhadap laju disolusi tergantung pada kecepatan pelepasan bahan aktif yang terkandung didalamnya. Cara pengolahan dari bahan baku, bahan tambahan dan prosedur yang dilakukan dalam formulasi sediaan padat peroral juga akan berpengaruh terhadap laju disolusi. Faktor formulasi yang dapat mempengaruhi laju disolusi di antaranya kecepatan disintegrasi, interaksi obat dengan eksipien, kekerasan dan porositas. 3. Faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji

(26)

penentuan laju disolusi yang berbeda dapat menghasilkan laju disolusi yang sama atau berbeda tergantung pada metode uji yang digunakan (Syukri, 2002).

Kriteria penerimaan hasil uji disolusi dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Penerimaan hasil uji disolusi

No Tahap Jumlah yang diuji

Kriteria penerimaan

1 S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang dari Q+5%

2 S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1+S2) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q dan tidak satu unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15%

3 S3 12 Rata-rata dari 24 unit (S1+S2+S3) adalah sama dengan atau lebih besar dari Q, tidak lebih besar dari 2 unit sediaan yang lebih kecil dari Q-15% dan tidak satu unit pun yang lebih dari kecil dari Q-25%

Keterangan:

S1 : Tahap pertama; S2: Tahap kedua; S3: Tahap ketiga

Q : Jumlah zat aktif yang terlarut dan tertera dalam masing-masing monografi

2.5 Kromatografi

Teknik kromatografi telah berkembang dan digunakan untuk memisahkan berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik. Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan sering digunakan dalam bidang kimia untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, kuantitatif atau preparatif dalam bidang farmasi. (Gandjar dan Rohman, 2007).

(27)

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dibedakan menjadi: 1. kromatografi adsorbsi; 2. kromatografi partisi; 3. kromatografi pasangan ion; 4. kromatografi penukar ion 5. kromatografi eksklusi ukuran dan kromatografi afinitas (Rohman, 2009).

Berdasarkan alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas : a. kromatografi kertas; b. kromatografi lapis tipis, yang keduanya sering disebut kromatografi planar, c. kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan d. kromatografi gas (KG) (Rohman, 2009).

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis bahan obat (Rohman, 2009).

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, detektor sangat sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Dirjen POM, 1995).

(28)

gas. Perbedaan kromatografi cair kinerja tinggi dengan kromatografi kolom klasik ada empat sifat yang khas yaitu:

a. Menggunakan kolom pendek untuk mempersingkat waktu.

b. Menggunakan kolom sempit dengan diameter antara 1 sampai 3 mm, untuk memungkinkan pemisahan dalam jumlah mikro.

c. Ukuran partikel bahan sorbsi (penyerap) terletak dibawah 50 µm, hingga akan tercapai suatu bilangan dasar teoritik yang tinggi.

d. Pelarut elusi dialirkan kedalam kolom dengan tekanan untuk mengkompensasikan tekanan arus di dalam kolom (Roth, 1998).

Menurut Synder (1979), banyak kelebihan metode kromatografi cair kinerja tinggi dibandingkan dengan metode lainnya yaitu:

1. Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran. 2. Mudah melaksanakannya.

3. Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi.

4. Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis. 5. Resolusi yang baik.

6. Dapat digunakan bermacam-macam detektor. 7. Kolom dapat dipergunakan kembali.

2.7 Cara Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

(29)

penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondidi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

2.7.1 Komponen kromatogarfi cair kinerja tinggi (KCKT)

Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada dasarnya terdiri atas enam komponen pokok yaitu:

1. Wadah fase gerak

Biasanya wadah fase gerak yang digunakan harus bersih, agar wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai fase gerak. Wadah ini dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Pompa

Pompa yang cocok untuk KCKT mempunyai beberapa ciri yaitu: harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua macam pelarut, mampu menghasilkan tekanan sampai 5000-6000 pounds per square inch pada kecepatan alir sampai 3 ml/menit, sedangkan jika untuk skala preparative perlu kecepatan alir sampai 20 ml/menit, dan menghantarkan aliran pelarut yang tetap dan terulangkan ke dalam kolom. Ada tiga macam jenis pompa yang banyak dipakai pada KCKT (Gritter, 1991; Munson, 1991; Mulja & Suharman, 1995) yaitu: a. Reciprocating Pumps

b. Displacement Pumps (Syringe Pumps)

c. Pneumatic Pumps (Constant Pressure Pumps)

(30)

Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik (injektor). Ada tiga macam sistem injektor pada KCKT (Mulja & Suharman, 1995) yaitu :

a. Injektor dengan memakai diafragma (septum) b. Injektor tanpa septum

c. Injektor dengan pipa dosis 4. Kolom

Kolom merupakan komponen yang vital pada analisis kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan analisis bergantung pada pilihan kolom dan kondisi kerja yang tepat. Kolom pada kromatografi cair kinerja tinggi merupakan bagian yang sangat penting, karena proses separasi (pemisahan) komponen-komponen sampel akan terjadi di dalam kolom. Kolom akan menjadi kunci penentu keberhasilan pemisahan komponen-komponen sampel serta hasil akhir analisis dengan KCKT. Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 µm di jalur antara penyuntik dan kolom untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak dan memperjang umur dari kolom (Gritter, 1991; Munson, 1991; Mulja & Suharman, 1995).

5. Detektor

(31)

aliran dan suhu, tetapi hal itu selalu tidak terpenuhi. Detektor pada KCKT dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu :

- Detektor universal yaitu detektor yang mampu mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik, dan tidak bersifat selektif seperti detektor indeks bias dan spektrofotometri massa.

- Detektor yang spesifik yang hanya akan mendeteksi analit secara spesifik dan selektif, seperti detektor UV-Vis, detektor fluoresensi, dan elektrokimia (Johnson, 1991; Rohman, 2007).

6. Pengolahan data

Alat pengumpul data seperti computer, integrator , atau recorder, dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.7.2 Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT)

Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) berdasarkan pada sifat fase diam yaitu:

a. Kromatografi absorbsi

(32)

b.Kromatografi partisi

Tenik ini tergantung pada partisi solute diantara dua pelarut yang tidak dapat bercampur, salah satu diantaranya bertindak sebagai fase diam dan yang lainnya

sebagai fase gerak (Putra, 2007).

Ditinjau dari jenis fase diam dan fase geraknya, maka kromatografi partisi dapat dibedakan atas:

1. Kromatografi fase normal

Kromatografi fase normal (fase diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak ini biasanya tidak polar. Dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana sering digunakan. Halida alifatis seperti diklorometana, dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Kromatografi fase terbalik

(33)

c. Kromatografi penukar ion

Kromatografi pertukaran ion adalah salah satu teknik pemurnian senyawa spesifik di dalam larutan campuran. Kromatografi penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organic (Rohman, 2007).

d.Kromatografi eksklusi

Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi (filtrasi) gel, yang digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul lebih besar dari 2000 Dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus atau berdifusi melewati fase diam (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pemisahan tehnik ini berdasarkan pada ukuran molekul dari solut. Kemasan adalah suatu gel dengan suatu permukaan berlubang-lubang sangat kecil yang inert. Molekul-molekul kecil dapat masuk ke dalam jaringan dan ditahan dalam fase gerak yang menggenang. Molekul-molekul yang lebih besar tidak dapat masuk ke dalam jaringan dan lewat melalui kolom tanpa ditahan (Johnson & Stevenson, 1991).

(34)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Salah satu bentuk sediaan yang biasanya digunakan adalah kapsul yang merupakan sediaan padat terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Dirjen POM, 1995).

Antibiotik sering digunakan dalam arti luas dan tidak terbatas pada obat-obat antibakteri yang dihasilkan oleh fungi dan kuman, melainkan juga untuk obat-obat sintetis. Antibiotik digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat kuman atau untuk prevensi infeksi (Tjay, 2007). Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Sediaan kloramfenikol yang di jual dipasaran bermacam-macam misalnya dalam bentuk tetes mata, tetes telinga, salep mata mata, salep kulit dan kapsul (Kunardy dan Setiabudi, 1995). Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari pembenihan Streptomyces venezuelae pada tahun 1947 dan telah disintesis pada tahun 1949, merupakan antibiotika sintetik pertama yang penting diproduksi secara komersial (Katzung, 1995).

Salah satu syarat pengujian kapsul adalah uji disolusi yang merupakan komponen penting untuk penilaian kualitas sediaan oral padat dan suspensi oral, yang menjadi dasar uji disolusi dari sediaan oral padat ini selanjutnya diperluas pada sistem penghantaran transdermal (Agoes, 2008).

(35)

Tinggi (KCKT) menggunakan fase gerak campuran air : metanol : asam asetat glasial dengan perbandingan 55 : 45 : 0,1, laju alir 1,0 ml/menit menggunakan kolom L1-Oktadesilsilan (4,6 mm x 10 cm) pada panjang gelombang 280 nm. Persyaratan kadar untuk kapsul kloramfenikol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Pada pembuatan obat, pemeriksaan kadar zat aktif merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjamin kualitas sediaan obat. Sediaan obat yang berkualitas baik akan menunjang tercapainya efek terapetik yang diharapkan. Prosedur pengujian dan penetapan kadar pengujian diberikan untuk menetapkan kesesuaian dengan persyaratan kadar, mutu dan kemurnian yang tertera pada Farmakope (Dirjen POM, 1995).

Berdasarkan hal ini maka penulis melakukan pengujian disolusi dan kadar kloramfenikol dalam kapsul dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).

1.2Tujuan

Adapun tujuan pengujian disolusi dan kadar pada kapsul kloramfenikol untuk mengetahui apakah zat aktif terlarut dan kadar yang terdapat dalam kapsul kloramfenikol memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan Farmakope Indonesia edisi IV.

1.3Manfaat

(36)
(37)

UJI DISOLUSI KAPSUL KLORAMFENIKOL DAN PENETAPAN KADAR SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Uji disolusi dan penetapan kadar pada kloramfenikol kapsul bertujuan untuk mengetahui zat aktif terlarut dan kadar yang terkandung dalam kapsul kloramfenikol memenuhi persyaratan yang sesuai pada etiket. Uji disolusi dan penetapan kadar kapsul kloramfenikol dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Penetapan kadar kapsul kloramfenikol di lakukan secara HPLC (High Performance Liquid Cromatography). Zat aktif terlarut kapsul kloramfenikol yang di uji 98,54%, dan kadar yang terkandung dalam kapsul kloramfenikol 95,8512%. Dari hasil yang diperoleh, kapsul kloramfenikol yang diuji memenuhi persyaratan sesuai dengan yang tertera pada etiket, dimana toleransi dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85%, dan kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0%.

(38)

CHLORAMPHENICOL CAPSULES DISSOLUTION TESTING AND DETERMINING THE CONTENT HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATOGRAPHY (HPLC) ABSTRACT

Chloramphenicol is a broad-spectrum antibiotics and appropriate to treat a variety of infections caused by microorganisms. Dissolution test and the assay of chloramphenicol capsules aimed to determine levels of active substance dissolved and chloramphenicol capsules contained in the corresponding requirements on the label. Dissolution test and determination of chloramphenicol capsules performed at the Center for Food and Drug Administration (BBPOM) in Medan. Assay of chloramphenicol capsules done in HPLC (High Performance Liquid Cromatography). Active substances dissolved in the test chloramphenicol capsules 98.54%, and the levels contained in the capsules of chloramphenicol 95.8512%. From the results obtained, chloramphenicol capsules are tested to meet the requirements as stated on the label, where tolerance should be within 30 minutes late is not less than 85%, and chloramphenicol capsules chloramphenicol containing not less than 90.0% and not more than 120,0%.

(39)

UJI DISOLUSI KAPSUL KLORAMFENIKOL DAN

PENETAPAN KADAR SECARA KROMATOGRAFI CAIR

KINERJA TINGGI (KCKT)

TUGAS AKHIR

OLEH:

MARISA APRISKA HARAHAP

NIM 102410086

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(40)
(41)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol dan Penetapan Kadar secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya analis farmasi dan makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. 3. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis dengan penuh perhatian hingga Tugas Akhir ini selesai.

4. Bapak Drs. I Gede Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku Kepala Balai Besar POM Medan.

5. Ibu Lambok Okta SR, M.Kes., Apt., selaku Manager Mutu di Balai Besar POM Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.

(42)

7. Bapak dan Ibu staf beserta pegawai Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Marasutan Harahap, SH dan Ibunda Saleha, AmK yang telah mendidik penulis dengan tulus dan penuh kasih sayang hingga sampai sekarang, serta tidak mengurangi rasa sayang penulis kepada adik-adikku M.Indra Rivai Harahap dan Nurul Agustina Harahap yang telah memberi semangat dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis,

(43)

UJI DISOLUSI KAPSUL KLORAMFENIKOL DAN PENETAPAN KADAR SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas dan sesuai untuk mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Uji disolusi dan penetapan kadar pada kloramfenikol kapsul bertujuan untuk mengetahui zat aktif terlarut dan kadar yang terkandung dalam kapsul kloramfenikol memenuhi persyaratan yang sesuai pada etiket. Uji disolusi dan penetapan kadar kapsul kloramfenikol dilakukan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Penetapan kadar kapsul kloramfenikol di lakukan secara HPLC (High Performance Liquid Cromatography). Zat aktif terlarut kapsul kloramfenikol yang di uji 98,54%, dan kadar yang terkandung dalam kapsul kloramfenikol 95,8512%. Dari hasil yang diperoleh, kapsul kloramfenikol yang diuji memenuhi persyaratan sesuai dengan yang tertera pada etiket, dimana toleransi dalam waktu 30 menit harus larut tidak kurang dari 85%, dan kapsul kloramfenikol mengandung kloramfenikol tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 120,0%.

(44)

CHLORAMPHENICOL CAPSULES DISSOLUTION TESTING AND DETERMINING THE CONTENT HIGH PERFORMANCE LIQUID

CHROMATOGRAPHY (HPLC) ABSTRACT

Chloramphenicol is a broad-spectrum antibiotics and appropriate to treat a variety of infections caused by microorganisms. Dissolution test and the assay of chloramphenicol capsules aimed to determine levels of active substance dissolved and chloramphenicol capsules contained in the corresponding requirements on the label. Dissolution test and determination of chloramphenicol capsules performed at the Center for Food and Drug Administration (BBPOM) in Medan. Assay of chloramphenicol capsules done in HPLC (High Performance Liquid Cromatography). Active substances dissolved in the test chloramphenicol capsules 98.54%, and the levels contained in the capsules of chloramphenicol 95.8512%. From the results obtained, chloramphenicol capsules are tested to meet the requirements as stated on the label, where tolerance should be within 30 minutes late is not less than 85%, and chloramphenicol capsules chloramphenicol containing not less than 90.0% and not more than 120,0%.

(45)
(46)

2.5 Kromatografi ... 10

2.5.1 Pembagian kromatografi ... 11

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 11

2.7 Cara Kerja Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 12

2.7.1 Komponen kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) ... 13

2.7.2 Klasifikasi kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) ... 15

BAB III METODE PENGUJIAN ... 18

3.1 Tempat Pengujian ... 18

3.2 Uji Disolusi Kapsul Kloramfenikol dan Penetapan Kadar secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 18

3.2.1 Uji disolusi ... 18

3.2.2 Penetapan kadar kloramfenikol secara kromatografi cair kinerja tinggi ... 19

3.3 Interpretasi Hasil ... 20

3.4 Persyaratan ... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Hasil ... 22

4.2 Pembahasan ... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

5.1 Kesimpulan ... 25

5.2 Saran ... 25

(47)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Perhitungan uji disolusi kapsul kloramfenikol ... 28

2. Perhitungan kadar kapsul kloramfenikol dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 29

3. Alat uji disolusi ... 32

4.Bagan instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) . 34

5. Alat kromatografi cair kinerja tinggi di BPOM ... 35

6. Spektrum uji disolusi ... 36

7. Kromatogram larutan baku kloramfenikol ... 37

(48)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

(49)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar

Gambar 1. Pengaduk bentuk keranjang
Gambar 2. Pengaduk bentuk dayung
Gambar 3. Gambar seperangkat alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Tabel 2. Kadar kapsul kloramfenikol
+3

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penetapan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan detektor UV-Vis dengan

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Uji

Penetapan kadar triklosan yang di lakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) memperoleh hasil bahwa triklosan yang terdapat dalam pasta gigi ini memenuhi

Penetapan kadar triklosan yang di lakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) memperoleh hasil bahwa triklosan yang terdapat dalam pasta gigi ini memenuhi

Perhitungan Penetapan Kadar Trikosan pada Pasta Gigi Secara. Kromatografi Cair Kinerja

Disolusi suatu kapsul atau tablet adalah jumlah atau kadar dalam persen zat berkhasiat dari sediaan padat yang terlarut pada suatu waktu ter- tentu dalam kondisi

karya ilmiah penulis berjudul Penetapan kadar Aspartam Pada Alangsari Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).. Selama proses penulisan tugas akhir, penulis

PENETAPAN KADAR KOFEIN TERLARUT DALAM SECANGKIR KOPI SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI