• Tidak ada hasil yang ditemukan

Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT – USU)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT – USU)"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS AKHIR

PANAS PADA GENERATOR INDUKSI SAAT PEMBEBANAN

( Aplikasi pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT-USU )

O l e h

AHMAD TAUFIQ

060402006

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan Nama ALLAH Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat ALLAH S.W.T dimana atas

berkah, karunia dan rahmat-NYA lah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini,

dengan judul “PANAS PADA GENERATOR INDUKSI SAAT

PEMBEBANAN” (Aplikasi Pada Laboratorium Konversi Energi Listrik FT – USU)

Tugas Akhir ini merupakan suatu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknik dari Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara

Dengan selesainya Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyelesaikan Tugas Akhir ini, antara lain kepada :

1. Ayahanda Armensyah Lubis dan Ibunda tercinta Rosmiah Nasution, ananda

hanturkan terima kasih atas do’a yang tak pernah putus, kasih sayang yang

tulus tanpa pernah pupus dalam mengasuh, mendidik dan membimbing

penulis.

2. Saudara-saudariku kakanda Kurniadi Lubis, adinda Mutia Rahmi Lubis dan

Melisa Lanniari Lubis yang menjadikan penulis terinspirasi dan termotivasi.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai selaku Pelaksana Harian Ketua Departemen

Teknik Elektro FT-USU dan Bapak Rachmad Fauzi ST, MT selaku Sekretaris

(3)

4. Bapak Ir.A. Rachman Hasibuan, selaku dosen pembimbing penulis yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

5. Ibu Ir. Windalina Syafiar, selaku dosen wali penulis yang telah membimbing

penulis selama menjalani masa perkuliahan.

6. Bapak Ir. Satria Ginting, selaku kepala Laboratorium Konversi Energi Listrik

yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

7. Bapak Ir. Mustafrind Lubis, Bapak Ir. Sumantri Zulkarnaen dan Bapak Ir.

Eddy Warman selaku staf pengajar di Laboratorium Konversi Energi Listrik

yang telah membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

8. Kakanda Isroi Tanjung, ST, selaku pegawai pada Laboratorium Konversi

Energi Listrik Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan sesama Asisten Laboratorium Konversi Energi Listrik, Ahmad

Faisal (polo), Martua Sitompul, Muhammad Iqbal, Ferry, dan Ardiansyah

yang telah membantu dalam pengambilan data-data percobaan dalam

penulisan tugas akhir ini.

10.Rekan-rekan seperjuangan menuju kesuksesan, Rudi (peak), Nasir, Randi,

Bang Ferry, Helmi, Ibeng, Agung, Fahmi (jembai), Hendra, Bale, Roji,

Q-bar, Salman, Ijong, Alfi, Jemi, Teguh, Fauzi (akaw), Azari, Supenson

(pengon), Rahmuddin (wae), Denni (omon), Ina (koneng), Liza, Sukesih

(sasuke), Muti, Sanita, Pingkan dan rekan – rekan lainnya yang tidak dapat

(4)

11.Seluruh Staf Pengajar di Departemen Teknik Elektro USU dan Seluruh

Karyawan di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro USU.

Kepada orang – orang yang telah membantu penulis selama menjalani masa

perkuliahan penulis do’akan jazakumullahu khairan katsira (semoga ALLAH

membalas kalian dengan kebaikan yang banyak).

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna karena masih

banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun susunan bahasanya. Saran dan

kritik dari pembaca dengan tujuan menyempurnakan dan mengembangkan kajian

dalam bidang ini sangat penulis harapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga penulisan tugas akhir ini dapat berguna

memberikan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Medan, Agustus 2010

Penulis,

(5)

ABSTRAK

Penggunaan Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) telah banyak

diterapkan secara luas pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh).

Meskipun memiliki kekurangan dalam hal efisiensi dan regulais tegangan, generator

induksi banyak digunakan karena mudah diperoleh, murah, konstruksi sederhana dan

perawatannya mudah. Secara umum konstruksi generator induksi adalah sama

dengan konstruksi motor induksi, hanya saja dalam pengoperasiannya generator

induksi memerlukan penggerak mula (prime mover) untuk menggerakkan rotor

motor induksi tersebut. Rotor tersebut dikopelkan ke prime mover lalu diputar

sedemikian sehingga menghasilkan slip negatif (s < 1). Artinya kecepatan putaran

rotor harus di atas kecepatan medan putar stator (nr > ns). Perputaran medan magnet

ini timbul karena adanya arus magnetisasi yang diberikan jala-jala kepada kumparan

stator

Akibat pertambahan beban yang dilayani oleh generator induksi maka akan

bertambah pula arus di bagian stator dari generator tersebut. Arus tersebut akan

memperbesar rugi-rugi (panas) yang terjadi pada stator yang akan mengakibatkan

kenaikan temperatur dari generator tersebut. Panas yang berlebihan akan

menyebabkan penurunan kondisi atau kerusakan pada isolasi dalam belitan mesin,

sehingga mengurangi umur pakai. Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas kenaikan

temperatur (panas) pada generator induksi saat pembebanan linier. Untuk

mendapatkan panas yang timbul, maka dilakukan pengujian terhadap generator

induksi. Pengujian ini dilakukan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik Fakultas

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR….. ... i

ABSTRAK……… ... iv

DAFTAR ISI………. ... v

DAFTAR GAMBAR…… ... ix

DAFTAR TABEL………. ... xi

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 2

I.3 Batasan Masalah ... 3

I.4 Metode Penulisan ... 4

I.5 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR II.1 Umum ... 6

II.1.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa ... 7

II.1.2 Slip ... 10

II.1.3 Medan Putar... 11

II.1.4 Prinsip Kerja Motor Induksi ... 12

(7)

II.1.6 Efisiensi ... 14

II.2 Disain Motor Induksi Tiga Phasa ... 15

II.3 Penentuan Parameter Motor Induksi ... 16

II.3.1 Pengujian Tanpa Beban ... 17

II.3.2 Pengujian Tahanan Stator ... 18

II.3.3 Pengujian Rotor Tertahan ... 20

II.4 Syarat-syarat Motor Induksi Sebagai Generator ... 22

II.5 Prinsip Kerja Generator Induksi ... 23

II.6 Proses Pembangkitan Tegangan ... 27

II.7 Alliran Daya Nyata Generator Induksi Penguatan Sendiri ... 31

II.8 Pengaruh Pembebanan Terhadap Arus Eksitasi ... 32

II.9 Pembebanan Dengan Faktor Kerja Satu ... 33

II.10 Keuntungan dan Kelemahan Motor Induksi Sebagai Generator ... 34

BAB III PANAS PADA MESIN INDUKSI III.1 Umum ... 36

III.2 Panas Pada Konduktor Yang Dialiri Arus ... 36

III.3 Kapasitas Panas dan Panas Spesifik ... 39

III.4 Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar ... 40

III.4.1 Jenis Pendinginan ... 40

III.4.2 Transfer Panas Pada Mesin Induksi ... 41

(8)

Mesin Induksi ... 44

III.4.4 Isolasi Pada Mesin Induksi... 44

III.4.5 Pengaruh Panas Terhadap Isolasi Mesin Induksi ... 47

III.4.6 Kenaikan Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar .. 49

BAB IV PENGUJIAN DAN HASIL PENGUKURAN IV.1 Umum ... 52

IV.2 Peralatan Yang Digunakan ... 52

IV.3 Penentuan besar Nilai Kapasitor ... 54

IV.4 Pengujian Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan . 56 IV.4.1 Pengujian Pengukuran Tahanan Stator ... 56

IV.4.1.1 Rangkaian Pengujian ... 57

IV.4.1.2 Prosedur Pengujian ... 57

IV.4.1.3 Data Hasil Pengujian ... 58

IV.4.1.4 Analisa Data Pengujian ... 58

IV.4.2 Pengujian Panas Pada Motor Induksi Sebagai Generator ... 59

IV.4.2.1 Pengujian Beban Nol ... 59

IV.4.2.1.1 Rangkaian Pengujian ... 59

IV.4.2.1.2 Prosedur Pengujian ... 60

IV.4.2.1.3 Data Hasil Pengujian... 61

IV.4.2.2 Pengujian Berbeban ... 62

(9)

IV.4.2.2.2 Prosedur Pengujian ... 62

IV.4.2.2.3 Data Hasil Pengujian... 64

IV.4.3 Analisa Data Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan ... 66

IV.4.4 Tabel Analisa Data Percobaan ... 70

IV.4.5 Kurva Panas Pada Generator Induksi Saat Pembebanan ... 71

IV.4.5.1 Pengaruh Penambahan Beban Terhadap Temperatur Generator Induksi Penguatan Sendiri ... 71

IV.4.5.2 Pengaruh Penambahan Beban Terhadap Energi Panas Di Stator Generator Induksi Penguatan Sendiri……… 72

BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan ... 73

V.2 Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(10)
(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penampang rotor dan stator motor induksi ... 7

Gambar 2.2 (a) Lempengan inti, ... 8

Gambar 2.2 (b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya ... 8

Gambar 2.2 (c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator. ... 8

Gambar 2.3 (a) Rotor motor induksi ... 9

Gambar 2.3 (b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar ... 9

Gambar 2.4 (a) Rotor belitan ... 9

Gambar 2.4 (b) Motor induksi rotor belitan ... 9

Gambar 2.5 (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa ... 11

Gambar 2.5 (b) Arus tiga phasa seimbang ... 11

Gambar 2.6 Medan putar pada motor induksi tiga phasa ... 12

Gambar 2.7 Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi pada berbagai disain ... 15

Gambar 2.8 Rangkaian ekivalen pada saat beban nol ... 17

Gambar 2.9 Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi ... 19

Gambar 2.10 Rangkaian rotor ditahan motor induksi ... 20

Gambar 2.11 Proses penguatan ... 25

Gambar 2.12 Generator induksi penguatan sendiri dengan sebuah kapasitor bank sebaga penyedia daya reaktif ... 25

(12)

Gambar 2.14 Rangkaian ekivalen per phasa generator induksi ... 27

Gambar 2.15 Proses pembangkitan tegangan pada generator induksi penguatan sendiri ... 29

Gambar 2.16 Rangkaian resonansi beban nol generator induksi ... 30

Gambar 2.17 Blok diagram aliran daya dan rugi-rugi pada generator induksi31 Gambar 2.18 Diagram vektor generator induksi ... 33

Gambar 3.1 Arus yang mengalir pada sebuah tahanan ... 37

Gambar 3.2 Transfer panas pada motor induksi ... 41

Gambar 3.3 Konduksi pada sebuah slot konduktor pada motor induksi ... 42

Gambar 3.4 Belitan pada sebuah slot yang berisolasi ... 45

Gambar 3.5 Kurva umur isoalasi motor induksi untuk masing-masing kelas apabila dioperasiikan diatas batas temperatur kelas isolasi ... 49

Gambar 4.1 Rangkaian percobaan dengan suplai DC ... 57

Gambar 4.2 Rangkaian pengujian beban nol generator induksi penguatan sendiri ... 60

Gambar 4.3 Rangkaian pengujian berbeban generator induksi penguatan sendiri ... 62

Gambar 4.4 Pengaruh pembebanan terhadap temperatur generator induksi penguatan sendiri ... 71

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor... 22 Tabel 3.1 Kelas Isolasi motor induksi berdasarkan standar IEC 60034-18-1 .. 47 Tabel 4.1 Data hasil pengujian tahanan stator DC ... 58 Tabel 4.2 Data hasil pengujian beban nol generator induksi

penguatan sendiri ... 62

Tabel 4.3 Data hasil pengujian berbeban generator induksi

penguatan sendiri ... 64

Tabel 4.4 Data hasil pengujian tanpa beban generator induksi

penguatan sendiri ... 67

Tabel 4.5 Tabel analisa data panas pada generator induksi penguatan

(14)

ABSTRAK

Penggunaan Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) telah banyak

diterapkan secara luas pada Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh).

Meskipun memiliki kekurangan dalam hal efisiensi dan regulais tegangan, generator

induksi banyak digunakan karena mudah diperoleh, murah, konstruksi sederhana dan

perawatannya mudah. Secara umum konstruksi generator induksi adalah sama

dengan konstruksi motor induksi, hanya saja dalam pengoperasiannya generator

induksi memerlukan penggerak mula (prime mover) untuk menggerakkan rotor

motor induksi tersebut. Rotor tersebut dikopelkan ke prime mover lalu diputar

sedemikian sehingga menghasilkan slip negatif (s < 1). Artinya kecepatan putaran

rotor harus di atas kecepatan medan putar stator (nr > ns). Perputaran medan magnet

ini timbul karena adanya arus magnetisasi yang diberikan jala-jala kepada kumparan

stator

Akibat pertambahan beban yang dilayani oleh generator induksi maka akan

bertambah pula arus di bagian stator dari generator tersebut. Arus tersebut akan

memperbesar rugi-rugi (panas) yang terjadi pada stator yang akan mengakibatkan

kenaikan temperatur dari generator tersebut. Panas yang berlebihan akan

menyebabkan penurunan kondisi atau kerusakan pada isolasi dalam belitan mesin,

sehingga mengurangi umur pakai. Dalam Tugas Akhir ini akan dibahas kenaikan

temperatur (panas) pada generator induksi saat pembebanan linier. Untuk

mendapatkan panas yang timbul, maka dilakukan pengujian terhadap generator

induksi. Pengujian ini dilakukan pada Laboratorium Konversi Energi Listrik Fakultas

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan terhadap penyediaan energi

listrik semakin meningkat. Saat ini di Indonesia pembangkitan energi listrik masih

mengandalkan batubara, minyak bumi dan gas bumi yang bersifat tak terbarukan.

Oleh karena itu, perlu dikembangkan pemanfaatan energi alternatif seperti energi

matahari, angin, air, biomassa dan panas bumi. Potensi energi alternatif yang

melimpah di Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai penggerak mula pembangkit

tenaga listrik di daerah terpencil. Untuk mengkonversi energi alternatif tersebut

menjadi energi listrik, maka digunakan generator. Dengan mempertimbangkan

berbagai keunggulan yang dimiliki generator induksi maka perlu dikembangkan

pemakaian generator induksi yang berdiri sendiri (stand alone).

Pemakaian generator induksi mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan

dengan generator sinkron antara lain harga unitnya murah, konstruksinya kuat dan

sederhana, mudah dalam pengoperasiannya, memerlukan sedikit perawatan, dan

mempunyai keandalan yang tinggi. Menurut Bansal (2005), keunggulan generator

induksi lainnya adalah reduksi unit cost dan ukuran, tanpa sikat, ketiadaan sumber

DC terpisah, kemampuan proteksi diri terhadap beberapa kondisi beban lebih dan

(16)

Disamping mempunyai keunggulan, generator induksi juga mempunyai

beberapa kelemahan, antara lain masalah kebutuhan daya reaktif, tegangan dan

frekuensi yang timbul ketika beroperasi sendiri (stand alone). Generator induksi juga

menghasilkan harmonik akibat inti besinya jenuh (Grady and Santosa, 2001).

Abbreau et al (2003) mengamati bahwa pada sistem tenaga listrik terisolasi

yang terhubung dengan beban non linear akan menghasilkan arus harmonik yang

menyebabkan distorsi tegangan. Abbreau et al (2004) juga mengamati bahwa motor

induksi yang disuplai dengan tegangan tak sinusoidal akan mengalami pemanasan

lebih pada rotornya. Panas yang berlebihan akan menyebabkan penurunan kondisi

atau kerusakan pada isolasi dalam kumparan pada mesin, sehingga mengurangi umur

pakai. Secara umum, dikatakan bahwa setiap penambahan panasan 100 C pada

winding dengan waktu lama atau terus menerus, mengakibatkan umur isolasi

berkurang setengahnya. Untuk itu dalam tugas akhir ini, penulis akan membahas

mengenai panas pada generator induksi saat pembebanan.

I.2. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tugas Akhir ini bertujuan untuk mengetahui panas pada generator induksi

saat pembebanan.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah wawasan mengenai generator induksi bagi penulis khususnya

dan pembaca umumnya.

2. Mengetahui kenaikan temperatur/panas pada generator induksi akibat

(17)

3. Menambah aplikasi-aplikasi pada laboratorium konversi energi listrik.

I.3. Batasan Masalah

Untuk menjaga agar pembahasan materi dalam Tugas Akhir ini lebih terarah,

maka penulis menetapkan beberapa batasan masalah sebagai berikut :

1. Motor induksi yang penulis ambil sebagai MISG (Motor Induksi Sebagai

Generator) adalah Motor Induksi Tiga Phasa Rotor Sangkar Tupai pada

Laboratorium Konversi Energi Listrik FT.USU.

2. Analisa dilakukan dalam kondisi steady state.

3. Membahas panas pada generator induksi akibat pertambahan beban.

4. Tidak membahas tentang pengaturan.

5. Tidak membahas gangguan yang terjadi pada generator induksi.

6. Data yang diambil adalah tegangan terminal generator, temperatur mesin,

arus beban, arus kapasitor, frekuensi, daya keluaran dan kecepatan

putaran rotor sesuai dengan perubahan nilai beban.

7. Semua parameter mesin diasumsikan tetap.

8. Kondisi beban yang menjadi objek penelitian adalah beban yang bersifat

resistif berupa lampu pijar.

9. Tidak membahas mengenai sistem proteksi pada MISG.

10.Analisa data berdasarkan peralatan yang tersedia di Laboratorium

(18)

I.4 Metode Penulisan

Untuk dapat menyelesaikan tugas akhir ini maka penulis menerapkan

beberapa metode studi diantaranya :

1. Studi literatur yaitu dengan membaca teori-teori yang berkaitan dengan

topik tugas akhir ini, dari buku-buku referensi baik yang dimiliki oleh

penulis atau di perpustakaan dan juga dari artikel-artikel, jurnal, internet

dan lain-lain.

2. Studi lapangan yaitu dengan melaksanakan percobaan di Laboratorium

Konversi Energi Listrik FT USU.

3. Studi bimbingan yaitu dengan melakukan diskusi tentang topik tugas

akhir ini dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak

Departemen Teknik Elektro USU, asisten Laboratorium Konversi Energi

Listrik dan teman-teman sesama mahasiswa

I.5 Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang

masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode

penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II. MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR ( MISG )

Bab ini membahas mengenai motor induksi sebagai generator

(19)

prinsip kerja generator induksi penguatan sendiri, proses

pembangkitan tegangan dan rangkaian ekivalen, aliran daya nyata

generator induksi penguatan sendiri, pengaruh pembebanan

terhadap arus eksitasi, pembebanan dengan faktor kerja satu,

keuntungan dan kelemahan motor induksi sebagai generator.

BAB III. PANAS PADA MESIN INDUKSI

Bab ini membahas mengenai panas pada konduktor yang dialiri

arus, kapasitas panas dan panas spesifik, panas pada motor induksi

rotor sangkar, transfer panas pada mesin induksi, temperatur

lingkungan saat pengoperasian mesin induksi, pengaruh panas

terhadap isolasi mesin induksi dan kenaikan panas pada motor

induksi rotor sangkar.

BAB IV. PENGUJIAN DAN HASIL PENGUKURAN

Bab ini membahas tentang pengujian panas pada generator induksi

akibat penambahan beban linier. Pengambilan data dilakukan

dengan melakukan percobaan di laboratorium. Hasil yang

diinginkan adalah kenaikan temperatur yang timbul akibat

pertambahan beban di generator induksi.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian penutup berupa kesimpulan dan saran

yang berkaitan dengan pembahasan mengenai panas yang muncul

(20)

BAB II

MOTOR INDUKSI SEBAGAI GENERATOR (MISG)

II.1 Umum

Motor induksi tiga phasa merupakan motor yang banyak digunakan baik di

industri rumah tangga maupun industri skala besar. Hal ini dikarenakan konstruksi

motor induksi yang kuat, murah, sederhana serta tidak membutuhkan perawatan yang

sangat banyak.

Secara umum konstruksi motor induksi sama dengan generator induksi,

hanya saja generator induksi memerlukan adanya prime mover sebagai penggerak

mula. Oleh karena itu motor induksi tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator

dengan cara memutar rotor pada kecepatan di atas kecepatan medan putar, sehingga

menghasikan slip (s) negatif. Untuk menjadikan motor induksi sebagai generator

maka mesin ini membutuhkan daya reaktif untuk membangkitkan arus eksitasi.

Dengan cara ini maka motor listrik tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator.

Motor induksi sebagai generator banyak diterapkan pada Pembangkit Listrik

Tenaga Mikrohidro (PLTMh) yang bekerja secara sendiri. Mesin ini dipilih sebagai

alternatif pembangkit tenaga listrik karena tidak banyak membutuhkan perawatan

seperti mesin sinkron dan tidak membutuhkan bahan bakar pada saat diaplikasikan di

lapangan, tapi cukup bergantung pada sumber energi terbarukan seperti air, angin,

(21)

II.1.1 Konstruksi Motor Induksi Tiga Phasa

Secara umum motor induksi terdiri dari rotor dan stator. Rotor merupakan

bagian yang bergerak, sedangkan stator bagian yang diam. Diantara stator dengan

rotor ada celah udara yang jaraknya sangat kecil. Konstruksi motor induksi dapat

dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 Penampang rotor dan stator motor induksi

Komponen stator adalah bagian terluar dari motor yang merupakan bagian

yang diam dan mengalirkan arus phasa. Stator terdiri atas tumpukan laminasi inti

yang memiliki alur yang menjadi tempat kumparan dililitkan yang berbentuk

silindris. Alur pada tumpukan laminasi inti diisolasi dengan kertas (Gambar 2.2.(b)).

Tiap elemen laminasi inti dibentuk dari lembaran besi (Gambar 2.2 (a)). Tiap

lembaran besi tersebut memiliki beberapa alur dan beberapa lubang pengikat untuk

menyatukan inti. Tiap kumparan tersebar dalam alur yang disebut belitan phasa

dimana untuk motor tiga phasa, belitan tersebut terpisah secara listrik sebesar 120o.

Kawat kumparan yang digunakan terbuat dari tembaga yang dilapis dengan isolasi

tipis. Kemudian tumpukan inti dan belitan stator diletakkan dalam cangkang silindris

(22)

lempengan inti yang telah disatukan, belitan stator yang telah dilekatkan pada

cangkang luar untuk motor induksi tiga phasa.

(c)

Gambar 2.2 Menggambarkan komponen stator motor induksi tiga phasa,

(a) Lempengan inti,

(b) Tumpukan inti dengan kertas isolasi pada beberapa alurnya.

(c) Tumpukan inti dan kumparan dalam cangkang stator.

Rotor motor induksi tiga phasa dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu rotor

sangkar (squirrel cage rotor) dan rotor belitan (wound rotor). Rotor sangkar terdiri

dari susunan batang konduktor yang dibentangkan ke dalam slot – slot yang terdapat

(a) (b)

(23)

pada permukaan rotor dan tiap – tiap ujungnya dihubung singkat dengan

menggunakan shorting rings.

(a) (b)

Gambar 2.3 (a) Rotor motor induksi

(b) Konstruksi motor induksi rotor sangkar

Sementara itu pada rotor belitan, rotornya dibentuk dari satu set belitan tiga

phasa yang merupakan bayangan dari belitan statornya. Biasanya belitan tiga phasa

dari rotor ini terhubung Y dan kemudian tiap-tiap ujung dari tiga kawat rotor tersebut

diikatkan pada slip ring yang berada pada poros rotor. Pada motor induksi rotor

belitan, rangkaian rotornya dirancang untuk dapat disisipkan dengan tahanan

eksternal, yang mana hal ini akan memberikan keuntungan dalam memodifikasi

karakteristik torsi – kecepatan dari motor.

(a) (b)

Gambar 2.4 (a) Rotor belitan

(24)

II.1.2 Slip

Slip adalah nilai suatu dari perbedaan antara frekuensi listrik (rotasi dari

medan magnet internal dengan frekuensi gerak (rotasi dari rotor) pada mesin listrik.

Selisih antara kecepatan rotor dengan kecepatan medan putar stator disebut slip (s).

Slip dapat dinyatakan dalam putaran setiap menit, tetapi lebih umum dinyatakan

sebagai persen dari kecepatan sinkron.

Slip ( s ) =

s r s

n n n

x 100 %... ( 2. 1 )

dimana:

nr = kecepatan rotor

ns = kecepatan medan putar stator

Apabila nr < ns, (0 < s < 1), kecepatan dibawah sinkron akan menghasilkan

kopel, rotor dijalankan dengan mempercepat rotasi medan magnet, tenaga listrik

diubah ke tenaga gerak (daerah motor).

Bila nr = ns, ( s = 0 ), tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan

mengalir pada belitan rotor, sehingga tidak akan dihasilkan kopel.

Bila nr > ns, ( s < 0 ), kecepatan di atas sinkron, rotor dipaksa berputar lebih

cepat daripada medan magnet. Tenaga gerak diubah ke tenaga listrik (daerah

generator).

s = 1, rotor ditahan, tidak ada transfer tenaga.

s > 1, kecepatan terbalik, rotor dipaksa bekerja melawan medan magnet (

(25)

II.1.3 Medan Putar

Perputaran motor pada mesin arus bolak – balik ditimbulkan oleh adanya

medan putar (fluks yang berputar) yang dihasilkan dalam kumparan statornya.

Medan putar ini terjadi apabila kumparan stator dihubungkan dalam fasa banyak,

umumnya fasa 3. Hubungan dapat berupa hubungan bintang atau delta.

Misalkan kumparan a – a; b – b; c – c dihubungkan 3 fasa, dengan beda fasa

masing – masing 1200 (gambar 2.5a ) dan dialiri arus sinusoid. Distribusi arus ia, ib,

ic sebagai fungsi waktu adalah seperti gambar 2.5b. Pada keadaan t1, t2, t3, dan t4,

fluks resultan yang ditimbulkan oleh kumparan tersebut masing – masing adalah

seperti gambar 2.6c, d, e, dan f.

Pada t1 fluks resultan mempunyai arah sama dengan arah fluks yang

dihasilkan oleh kumparan a – a; sedangkan pada t2, fluks resultannya mempunyai

arah sama dengan arah fluks yang dihasilakan oleh kumparan c – c; dan untuk t3

fluks resultan mempunyai arah sama dengan fluks yang dihasilkan oleh kumparan b

– b. Untuk t4, fluks resultannya berlawanan arah dengan fluks resultan yang

dihasilkan pada saat t1 keterangan ini akan lebih jelas pada analisa vektor.

Gambar 2.5 (a) Diagram phasor fluksi tiga phasa

(26)

(b)Arus tiga phasa setimbang

Gambar 2.6 Medan putar pada motor induksi tiga phasa

Dari gambar c, d ,e, dan f tersebut terlihat fluks resultan ini akan berputar satu

kali. Oleh karena itu untuk mesin dengan jumlah kutub lebih dari dua, kecepatan

sinkron dapat diturunkan sebagai berikut :

ns =

p f

. 120

... ( 2. 2 )

f = frekuensi jala-jala p = jumlah kutub

II.1.4 Prinsip Kerja Motor Induksi

Prinsip kerja dari motor induksi tiga fasa sehingga terjadi putaran pada rotor

motor adalah sebagai berikut :

 Jika kumparan stator diberi tegangan tiga fasa, maka akan terjadi medan putar

dengan kecepatan sinkron (ns).

 Medan putar stator tersebut akan mengimbas pada penghantar yang ada pada

(27)

E2s = 4,44. f '. ns. Φm…... ( 2. 3

)

Dimana : E2s = tegangan induksi pada saat rotor berputar (Volt)

f ' = frekuensi arus rotor (Hertz)

Φm = fluks magnetik (Weber)

 Tegangan yang terjadi pada rotor menyebabkan timbulnya arus pada

penghantar rotor.

Selanjutnya arus pada medan magnet menimbulkan gaya (F) pada rotor.

 Bila kopel mula yang dihasilkan oleh gaya (F) cukup besar untuk

menanggung kopel beban, maka rotor akan berputar searah dengan medan

putar stator.

 Agar timbul tegangan induksi, maka harus ada perbedaan relatif antara

kecepatan medan putar (ns) dengan kecepatan putaran rotor (nr). Perbedaan

antara ns dan nr yang disebut slip (s).

Jika ns = nr maka tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan

mengalir pada kumparan jangkar rotor sehingga tidak dihasilkan kopel. Kopel

pada motor akan timbul, jika ns > nr.

II.1.5 Frekuensi Rotor

Pada waktu start motor dimana s = 100 % maka frekuensi arus pada rotor

sama seperti frekuensi masukan (sumber). Tetapi ketika rotor akan berputar, maka

frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung terhadap

(28)

ns – nr =

P f '

120

, diketahui bahwa ns =

p f

120

……….………….... ( 2.4

)

Dengan membagikan dengan salah satu, maka didapatkan :

f f '

=

ns nr ns

= s ………..………… ( 2.5 )

Maka f’ = sf ( Hz ) ……….………..…. ( 2.6 )

Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f’ = sf

dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing phasa di belitan rotor, akan

memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan

menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif

terhadap putaran rotor sebesar sns.

Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi

medan magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnitud yang

konstan dan kecepatan medan putar ns yang konstan. Kedua hal ini merupakan

medan magnetik yang berputar secara sinkron. Kenyataannya tidak seperti ini karena

pada stator akan ada arus magnetisasi pada belitannya.

II.1.6 Efisiensi

Sama halnya dengan mesin – mesin listrik yang lain, pada motor induksi

sebagai generator rugi – rugi terdiri dari rugi – rugi tetap dan rugi – rugi variabel.

Pada kondisi beban nol daya outputnya sama dengan nol, sehingga efisiensi bernilai

(29)

jika dibandingkan terhadap outputnya, sehingga efisiensi rendah. Jika beban

meningkat, maka efisiensinya juga akan meningkat dan akan menjadi maksimum

sewaktu rugi – rugi variabel sama dengan rugi – rugi inti. Efisiensi maksimum terjadi

saat 80 hingga 95 persen dari rated output. Jika beban ditingkatkan secara terus –

menerus hingga melampaui efisiensi maksimumnya rugi – rugi beban akan

meningkat dengan sangat cepat daripada outputnya, sehingga efisiensi menurun.

II.2 Disain Motor Induksi Tiga Phasa

Standard NEMA pada dasarnya mengkategorikan motor induksi ke dalam

empat kelas berdasarkan karakteristik torsi – kecepatanny yakni disain A,B,C, dan D.

Karakteristik torsi – kecepatannya dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7. Karakteristik torsi-kecepatan motor induksi pada berbagai disain

1. Kelas A : disain ini memiliki torsi start normal (150 – 170%) dari nilai

(30)

paling tinggi dari semua disain NEMA. Motor ini mampu menangani beban

lebih dalam jumlah besar selama waktu yang singkat. Slip < = 5%

2. Kelas B : merupakan disain yang paling sering dijumpai di pasaran. Motor

ini memiliki torsi start yang normal seperti halnya disain kelas A, akan tetapi

motor ini memberikan arus start yang rendah. Torsi locked rotor cukup baik

untuk menstart berbagai beban yang dijumpai dalam aplikasi industri. Slip

motor ini < =5 %. Effisiensi dan faktor dayanya pada saat berbeban penuh

tinggi sehingga disain ini merupakan yang paling populer. Aplikasinya dapat

dijumpai pada pompa, kipas angin/ fan, dan peralatan – peralatan mesin.

3. Kelas C : memiliki torsi start lebih tinggi (200 % dari nilai ratingnya) dari

dua disain yang sebelumnya. Aplikasinya dijumpai pada beban – beban

seperti konveyor, mesin penghancur (crusher), komperessor,dll. Operasi dari

motor ini mendekati kecepatan penuh tanpa overload dalam jumlah besar.

Arus startnya rendah, slipnya < = 5 %

4. Kelas D : memiliki torsi start yang paling tinggi. Arus start dan kecepatan

beban penuhnya rendah. Memiliki nilai slip yang tinggi (5 - 13 %), sehingga

motor ini cocok untuk aplikasi dengan perubahan beban dan perubahan

kecepatan secara mendadak pada motor. Contoh aplikasinya : elevator, crane,

dan ekstraktor.

(31)

Data yang diperlukan untuk menghitung performansi dari suatu motor induksi

dapat diperoleh dari hasil pengujian tanpa beban, pengujian rotor tertahan, dan

pengukuran tahanan dc lilitan stator.

II.3.1 Pengujian Tanpa Beban

Pengujian ini untuk mengukur rugi – rugi putaran dan arus magnetisasi. Pada

keadaan tanpa beban (beban nol), beban yang dipikul hanyalah rugi – rugi angin dan

[image:31.595.153.489.415.552.2]

gesekan. Adapun rangkaian pengujian tanpa beban adalah sebagai berikut :

Gambar 2.8. Rangkaian ekivalen pada saat beban nol

Dengan tidak adanya beban mekanis yang terhubung ke rotor dan tegangan

normal diberikan ke terminal, dari Gambar 3.10 didapat besar sudut phasa antara

arus antara I dan 0 V adalah : 0

    = − 0 0 0 1 0 I V P Cos

θ ……….… ( 2.7 )

Dimana: P0 = Pnl =daya saat beban nol perphasa

Zm

V1

I1 = If

Im Ic Rc jX1 R1 Xm s R'2 2

'

X

0

(32)

1

0 V

V = = V = tegangan masukan saat percobaan beban nol nl nl

I I

I0 = 1 = = arus beban nol

dengan P0 adalah daya input perphasa. Sehingga besar E1 dapat dinyatakan dengan

E1 =V0∠0o −(I0∠−θ0)(R1 + jX1) (Volt ) ……….… ( 2.8 )

Slip yang terjadi umumnya sangat kecil ( ≤ 0,001 ), sehingga :

R2

s s)

1

( −

> > R2 dan juga R2

s s)

1

( −

> > X2'

maka I2 pada percobaan ini diabaikan.

R2

s s)

1

( −

+ jX2 R2

s s)

1

( −

Rugi rotor ini dianggap sebagai rugi angin dan gesekan, sedangkan rugi

tembaga stator dapat dicari sebagai :

Pts = I12 . R1 ……….………..… ( 2.9 )

di mana I1 di sini sama dengan Ibn (fasa) dan R1 dicari lewat pengujian tahanan

stator arus searah.

Dan persamaan daya :

Pin( bn ) = Pts + Prot ………..…...…….. ( 2.10 )

Prot = Pi + Pa & g + rugi lain – lain ………..…….. ( 2.11

)

di mana :

Prot = daya yang hilang akibat adanya putaran.

Pi = rugi inti

(33)

II.3.2 Pengujian Tahanan Stator

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui nilai parameter resistansi stator

(primer) R1. Pada pengujian ini kumparan stator dialiri arus searah, sehingga

suhunya mencapai suatu nilai yang sama jika motor induksi beroperasi pada kondisi

[image:33.595.138.483.341.442.2]

operasi normal (resistansi kumparan merupakan fungsi suhu).

Gambar 2.9. Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi

Pada percobaan ini, jika kumparan stator terhubung bintang (gambar 2.9.a),

maka arus akan mengalir melewati dua kumparan dengan resistansi sebesar 2R1,

sehingga :

AS AS

I V

= 2R1

atau

R1 = AS AS

I V

(34)

Sedangkan jika terhubung segitiga (gambar 2.9.b), maka arus akan mengalir

[image:34.595.112.499.178.410.2]

melewati ketiga kumparan tersebut yang besarnya secara ekivalen terlukis pada

gambar berikut, dengan resistansi total :

1 R 1 R 1 R Sehingga : AS AS I V = 3 2

. Rt

atau

R1 = AS AS I V 2 3

………... ( 2.13 )

Nilai R1 yang didapat hanya merupakan nilai pendekatan, karena pada

kondisi operasi normal, motor induksi diberikan pasokan tegangan arus bolak-balik

yang dapat menimbulkan efek kulit (skin effect) yang mempengaruhi besarnya nilai

R1.

II.3.3 Pengujian Rotor Tertahan

Pengujian ini pada prinsipnya adalah seperti pengujian hubung – singkat pada

transformator. Motor induksi dihubungkan dengan sumber daya listrik, serta

(35)

P1 P2 V A A A Motor IR IS IT

fr = fj = f uji

[image:35.595.118.520.111.238.2]

Rotor Ditahan

Gambar 2.10. Rangkaian rotor ditahan motor induksi Dimana :

fr = frekuensi rotor; fj = frekuensi jaringan listrik; fuji = frekunsi uji

Pada pengujian ini, rotor ditahan agar tidak berputar dan pada saat itu nilai–

nilai pada instrumen ukur dicatat. Pada pengujian ini ketika setelah frekuensi dan

tegangan diatur, serta rotor ditahan, arus yang mengalir pada motor harus dengan

segera disetel pada nilai nominalnya, data daya masukan, tegangan dan arus yang

terukur harus dengan segera dicatat sebelum rotor menjadi sangat panas. Sumber

daya yang digunakan adalah sumber daya yang tagangan dan frekuensinya dapat

disetel atau diatur (adjustable).

IRT ( jala – jala ) =

3

T S

R I I

I + +

Inominal ………..… ( 2.14 )

di mana IRT = arus rata – rata pada saat pengujian rotor ditahan.

Adapun nilai impedansi per fasa pada percobaan ini sebesar :

ZRT = RT

ph

R V

……….……….…………... ( 2.15 )

di mana :

ZRT = RRT + jXRT' ………... ( 2.16 )

(36)

XRT' = X1' + X2'………..…... ( 2.18 )

Dimana :

R1 dan R2 adalah besarnya resistansi kumparan stator dan kumparan rotor.

X'1 dan X'2 adalah besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada frekuensi uji.

Sedangkan besarnya reaktansi kumparan stator dan rotor pada kondisi operasi

normal adalah :

XRT = uji

al no

f f min

. XRT' = X1 + X2 ……….… ( 2.19 )

Adapun untuk menentukan besarnya nilai X1 dan X2 dapat dilihat pada tabel

[image:36.595.155.481.495.670.2]

berikut :

Tabel 2.1. Standar besarnya reaktansi berbagai jenis desain rotor.

Tabel di atas didasarkan pada percobaan yang telah dilakukan bertahun –

tahun lamanya dan dijadikan standar NEMA ( National Electrical Manufacturers

Association ).

Disain Rotor X1 X2

Rotor belitan 0,5 XRT 0,5 XRT

Kelas A 0,5 XRT 0,5 XRT

Kelas B 0,4 XRT 0,6 XRT

Kelas C 0,3 XRT 0,7 XRT

(37)

II.4 Syarat – Syarat Motor Induksi Sebagai Generator

Motor induksi tiga phasa dapat dioperasikan sebagai generator dengan cara

memutar rotor pada kecepatan di atas kecepatan medan putar (nr > ns) dan atau

mesin bekerja pada slip negatip (s < 0).

ns =

p f

120

………... ( 2.20 )

Dengan :

ns = kecepatan medan putar (rpm)

f = frekuensi sumber daya (Hz) p = jumlah kutub motor induksi.

Sehingga ;

s =

s r s

n n n

. 100 % , nr > ns……….. ( 2.21 )

Dengan : s = slip

ns = kecepatan medan putar (rpm) nr = kecepatan putar rotor (rpm)

Karena Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) ini bekerja stand alone

maka mesin ini memerlukan kapasitor untuk membangkitkan arus eksitasi. Fungsi

pemasangan kapasitor pada Motor Induksi Sebagai Generator (MISG) beroperasi

sendiri ini adalah untuk menyediakan daya reaktif.

(38)

Prinsip kerja generator induksi adalah kebalikan daripada saat mesin induksi

bekerja sebagai motor. Dimana ketika mesin berfungsi sebagai motor, kumparan

stator diberi tegangan tiga fasa sehingga akan timbul medan putar dengan kecepatan

sinkron (ns). Namun jika motor berfungsi sebagai generator, pada rotor motor diputar

oleh sumber penggerak dengan kecepatan lebih besar daripada kecepatan sinkronnya.

Bila suatu konduktor yang berputar didalam medan magnet (kumparan stator) akan

membangkitkan tegangan sebesar

e = B.l.v…...( 2. 22 )

Dimana :

e = tegangan induksi yang dihasilkan (volt)

B = fluks magnetik (weber)

l = panjang konduktor yang dilewati medan magnet (m)

v = kecepatan medan magnet melewati konduktor (m/s)

dan bila dihubungkan ke beban akan mengalirkan arus. Arus pada rotor ini akan

berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan stator sehingga timbul arus pada

kumparan stator sebagai reaksi atas gaya mekanik yang diberikan.

Pada proses perubahan motor induksi menjadi generator induksi dibutuhkan

daya reaktif atau daya magnetisasi untuk membangkitkan tegangan pada terminal

keluarannya. Dalam hal ini yang berfungsi sebagai penyedia daya reaktif adalah

kapasitor yang besarnya disesuaikan dengan daya reaktif yang diperlukan.

Kebutuhan daya reaktif dapat dipenuhi dengan memasang suatu unit

kapasitor pada terminal keluaran, dimana kapasitor menarik daya reaktif kapasitif

(39)

induksi. Kerja dari kapasitor ini dapat dipandang sebagai suatu sistem penguat

(eksitasi) sehingga generator induksi juga dikenal dengan sebutan generator induksi

penguatan sendiri (self excited of induction generator).

Hal terpenting yang harus diperhatikan dalam kinerja generator induksi

adalah fluksi sisa atau medan magnet pada kumparan stator, dimana tanpa adanya

fluksi sisa ini proses pembangkitan tegangan tidak akan tejadi. Dengan adanya fluksi

sisa ini dan perputaran rotor akan menimbulkan tegangan induksi pada rotor.

Tegangan induksi ini akan terinduksi pula pada sisi stator dan akan menimbulkan

arus yang akan mengisi kapasitor hingga terjadi keseimbangan. Keseimbangan

tersebut ditandai dengan titik pertemuan antara lengkung magnetisasi dengan garis

reaktansi kapasitif seperti terlihat pada gambar 2.11. Lengkung magnetisasi tersebut

[image:39.595.171.485.447.639.2]

terjadi akibat adanya kejenuhan inti besi dari mesin.

(40)

Gambar 2.12. Generator Induksi Penguatan Sendiri Dengan Sebuah Kapasitor Bank Sebagai

Penyedia Daya Reaktif

Pada mesin induksi tidak terdapat hubungan listrik antara stator dengan rotor,

karena arus pada rotor merupakan arus induksi. Jika belitan stator diberi tegangan

tiga phasa, maka pada stator akan dihasilkan arus tiga phasa, arus ini kemudian akan

menghasilkan medan magnet yang berputar dengan kecepatan sinkron (ns) dan

kemudian akan melakukan pengisian muatan ke kapasitor (C) yang dipasang parallel

dengan stator yang tujuannya untuk mensuplai tegangan ke stator nanti untuk

mempertahankan kecepatan sinkron (ns) motor induksi pada saat dilakukan

pelepasan sumber tegangan tiga phasa pada stator.

Mesin dc sebagai prime mover yang dikopel dengan mesin induksi diputar

secara perlahan memutar rotor mesin induksi hingga mencapai putaran sinkronnya

(nr = ns). Saklar sumber tegangan tiga phasa untuk stator dilepas, dan kapasitor yang

sudah discharge akan bekerja dan akan mempertahankan besar ns. Motor dc diputar

hingga melewati kecepatan putaran sinkronnya mesin induksi (nr > ns), sehingga slip

[image:40.595.142.559.125.305.2]
(41)

negatip (s < 0) dan akan menghasilkan tegangan sehingga motor induksi akan

[image:41.595.140.484.170.389.2]

berubah fungsi menjadi generator induksi.

Gambar 2.13. Karakteristik Torsi – Kecepatan Mesin Induksi

Dari kurva karakteristik antara kecepatan dan kopel motor induksi dapat

dilihat, jika sebuah motor induksi dikendalikan agar kecepatannya lebih besar

daripada kecepatan sinkron oleh penggerak mula, maka arah kopel yang terinduksi

akan terbalik dan akan beroperasi sebagai generator. Semakin besar kopel pada

penggerak mula, maka akan memperbesar pula daya listrik yang dihasilkan. Pada

gambar karakteristik diatas generator mulai menghasilkan tegangan pada saat putaran

rotor (nr) sedikit lebih cepat dari putaran sinkron (ns) mesin induksi tersebut.

Pada motor induksi yang dioperasikan sebagai generator tidak terdapat

pengatur tegangan seperti governor pada generator sinkron. Oleh karena itu tegangan

(42)

II.6 Proses Pembangkitan Tegangan

Generator induksi penguatan sendiri dapat membangkitkan tegangannya

sendiri dengan prinsip seperti halnya generator searah berpenguatan sendiri, yaitu

memerlukan adanya remanensi (fluks sisa). Rangkaian pengganti per phasa generator

[image:42.595.127.517.251.388.2]

induksi penguatan sendiri seperti gambar 2.14.

Gambar 2.14 Rangkaian Ekivalen per phasa generator induksi Keterangan simbol :

R1 = tahanan stator per – phasa ke netral

R2 = tahanan rotor per – phasa ke netral

Rc = representasi rugi – rugi inti stator

X1 = reaktansi bocor stator per – phasa ke netral

X2 = reaktansi bocor rotor per – phasa ke netral

Xm = reaktansi magnetisasi per – phasa ke netral

C = kapasitor eksitasi per – phasa ke netral

V = tegangan yang dibangkitkan per – phasa ke netral

S = slip

ωs = kecepatan sinkron

(43)

I2 = arus rotor yang didasarkan ke stator

Ic = arus reaktif yang dihasilkan oleh kapasitor

IRC = arus kerja untuk mengkompensir rugi – rugi inti stator

Im = arus magnetisasi

Ditinjau keadaan beban nol.

Ic = V. ω C

=

Xc V

... ( 2.23 )

sedangkan,

Im =

Xm V

... ( 2.24 )

Dilihat dari gambar 2.14, arus kerja IRC berasal dari I2, sehingga diperoleh :

Im = Ic ... ( 2.25 )

akibatnya,

Xm = Xc ... ( 2.26 )

Persamaan 2.26 menunjukkan, pada keadaan setimbang besar reaktansi Xm sama

dengan besar reaktansi Xc.

Untuk memudahkan analisa pembangkitan tegangan, proses ini dianggap

terjadi setelah generator diputar sampai mencapai putaran nominal beban nolnya.

Pada gambar 2.15, pertama – tama fluksi remanensi membentuk tegangan imbas

yang kecil di rotor dan tegangan kecil ini dirasakan pada stator misalkan sebesar Er.

Dengan adanya V sebesar Er tersebut arus Ic timbul misalkan sebesar Ia yang akan

(44)

Selanjutnya tegangan Ea tersebut membentuk arus kapasitor sebesar Ib, arus Ib

membentuk tegangan sebesar Eb, tegangan Eb membentuk Ic, arus sebesar Ic

[image:44.595.204.440.231.396.2]

membentuk Ec dan seterusnya sampai mencapai titik kesetimbangan yang pada

gambar 2.15 ditunjukkan oleh titik V = Vc.

Gambar 2.15 Proses Pembangkitan Tegangan Pada Generator Induksi Penguatan Sendiri Proses timbal balik tersebut dimungkinkan dengan adanya rangkaian

[image:44.595.203.434.519.634.2]

resonansi yang dibentuk oleh Xc = Xm seperti yang terlihat pada gambar 2.16.

Gambar 2.16 Rangkaian Resonansi Beban Nol Generator Induksi

(45)

f =

LC

π

2 1

... ( 2.27 )

dan kecepatan perputaran rotor tanpa beban pada frekuensi tersebut adalah,

nr =

p 120

.

LC

π

2 1

... ( 2.28 )

dimana

nr = putaran rotor p = jumlah kutub stator

L = induktansi maknetisasi generator

C = kapasitor eksitasi

Frekuensi arus penguat sama dengan frekuensi osilasi dari rangkaian

resonansi tersebut. Sedangkan frekuensi tegangan keluaran sama dengan frekuensi

arus eksitasinya. Sehingga untuk perputaran rotor dengan harga yang tertentu, nilai

kapasitor – kapasitor eksitasi menentukan frekuensi generator.

Dalam resonansi yang umum tanpa adanya sumber tegangan, maka adanya

tahanan akan selalu bersifat menurunkan arus. Dalam pembahasan disini hal tersebut

sama sekali tidak terjadi. Ini disebabkan karena dalam mesin induksi akan

mempunyai slip yang negatip dan tahanan rotor bekerja dengan harga yang negatip

dan ada dalam posisi melakukan arus (teorema expedansi). Dengan adanya "

expedansi " dalam tahanan rotor ini yang juga merupakan bagian dari rangkaian

resonansi seluruhnya pada waktu berbeban, maka generator induksi dapat bekerja

(46)

II.7 Aliran Daya Nyata Generator Induksi Penguatan Sendiri

Diagram aliran daya dan rugi – rugi daya dalam generator induksi

[image:46.595.127.510.202.315.2]

ditunjukkan pada blok diagram gambar 2.17. Diasumsikan belitan stator tiga phasa.

Gambar 2.17 Blok Diagram Aliran Daya Dan Rugi-Rugi Pada Generator Induksi

Pm = Pporos – Pg + a ………... ( 2.29 )

Pg = Pm – Pr ………... ( 2.30 )

PL = Pg – Ps – Pi ………... ( 2.31 )

dimana,

Pm = daya masukan mekanis bersih

Pporos = daya masukan mekanis pada poros generator

Pg + a = rugi – rugi gesekan dan angin

Pg = daya celah udara

Pr = rugi – rugi tembaga rotor

Ps = rugi – rugi tembaga stator

Pi = rugi – rugi inti stator

(47)

Rugi – rugi gesekan angin Pg + a dan rugi – rugi inti stator Pi biasanya dianggap

konstan dan disebut rugi – rugi beban nol. Sedangkan rugi – rugi tembaga stator dan

rotor besarnya tidak tetap tergantung arus beban.

II.8 Pengaruh Pembebanan Terhadap Arus Eksitasi

Apabila terminal generator dipasangkan beban, maka timbul arus kerja pada

stator dan rotor. Persamaan umum yang menggambarkan karakteristik luar generator

adalah sebagai berikut :

V = E1 – I1 ( R1 + jX1 ) ………. ( 2.32 )

dimana,

V = tegangan terminal generator ( Volt )

E1 = GGL induksi stator ( Volt )

I1 = arus stator ( Ampere )

Dari persamaan umum diatas dapat digambarkan diagram vektor generator induksi,

seperti gambar 2.18.

I

2

I

1

I'

2

E'

2

= E

1

I

m

I

o

IRC

I2 R2

E2S jI2X2S

-I 1

R 1

-jI1 X1

V

[image:47.595.141.496.531.684.2]

1

(48)

Tegangan keluaran generator tergantung kepada antara lain komponen

magnetisasi arus stator I1. Tanpa adanya beban yang mampu memberikan arus

maknetisasi ini, tegangan keluaran generator ini akan hilang. Dalam generator

induksi penguatan sendiri, beban yang dimaksudkan dipenuhi dengan pemasangan

kapasitor eksitasi pada terminal generator.

II.9 Pembebanan Dengan Faktor Kerja Satu

Pembebanan dengan faktor kerja satu artinya generator hanya melayani beban

yang bersifat resistif (R). Beban yang bersifat resistif ini hanya menarik arus kerja.

Kenaikkan arus beban akan memperbesar rugi tegangan di tahanan stator dan

memperbesar kebocoran fluksi di reaktansi stator, sehingga tegangan keluaran akan

turun .

Penurunan tegangan keluaran akan menyebabkan arus eksitasi ikut menurun,

seperti diperlihatkan pada persamaan (2.33 ).

IC = V / XC ……… ( 2.33 )

Dengan :

IC = arus eksitasi (Ampere)

V = tegangan keluaran generator (Volts)

XC = reaktansi kapasitansi (Ohm)

II.10 Keuntungan dan Kelemahan Motor Induksi Sebagai Generator

Dalam kenyataan aplikasinya di lapangan, motor induksi tiga phasa sebagai

(49)

Dalam masa yang akan datang diperkirakan motor induksi sebagai generator

ini akan segera dihubungkan ke sistem jaringan listrik untuk menyuplai beban

konsumen. Disamping karena kebutuhan konsumen akan listrik yang semakin lama

semakin meningkat, ada beberapa alasan lain yang mengakibatkan hal ini akan

segera terwujud.

Beberapa Keuntungan Motor Induksi Sebagai Generator

1. Konstruksinya sederhana dan kokoh

2. Harga murah dan mudah perawatannya, serta banyak tersedia di pasaran.

3. Dapat digunakan dalam semua kategori daya.

4. Tidak membutuhkan penguatan dc

5. Tidak membutuhkan sinkronisasi ketika diparalel dengan sistem

6. Tidak mengkonsumsi bahan bakar untuk pembangkitan listrik tetapi memerlukan

sumber energi terbarukan seperti angin dan air.

Beberapa kelemahan-kelemahan Motor Induksi Sebagai Generator adalah:

1. Tidak dapat menghasilkan daya reaktif, bahkan sebaliknya, generator induksi

mengkonsumsi daya reaktif, sehingga diperlukan sumber daya reaktif eksternal

untuk menjaga keberadaan medan magnet stator.

2. Pengontrolan tegangan harus juga dilakukan oleh sumber daya reaktif tersebut,

dikarenakan tidak ada arus medan, sehingga generator induksi tidak dapat

(50)

3. Perubahan tegangan dan frekuensi generator induksi sangat besar atau bervariasi

(51)

BAB III

PANAS PADA GENERATOR INDUKSI

III. 1. Umum

Panas pada motor induksi merupakan bagian penting yang perlu dibahas.

Pada motor induksi sumber panas yang paling utama adalah berasal dari konduktor

yang dialiri arus yaitu pada kumparan stator dan pada rotor. Sedangkan panas yang

timbul pada inti, casing stator, udara di permukaan motor maupun bagian yang

lainnya merupakan hasil dari transfer panas yang dihasilkan rotor maupun belitan

stator dengan cara konduksi, konveksi, maupun radiasi.

Pada motor induksi rotor sangkar bagian yang perlu diperhatikan dalam

hubungannya dengan panas adalah bagian stator, karena pada bagian stator terdapat

belitan yang memiliki batas ketahanan terhadap temperatur yang jauh lebih rendah

dibandingkan pada stator.

III. 2. Panas Pada Konduktor Yang Dialiri Arus

Untuk dapat memahami kenaikan panas pada belitan stator maka terlebih

dahulu kita memahami hubungan antara arus yang mengalir pada suatu konduktor

dengan panas yang dihasilkan konduktor tersebut.

Arus adalah kecepatan muatan yang mengalir melalui suatu permukaan

tertentu. Arus listrik timbul karena adanya aliran elektron. Arus listrik diluar

(52)

kutub negatif ke kutub positif. Jadi aliran arus listrik adalah kebalikan dari arah

aliran elektron

Persamaan arus dirumuskan pada persamaan 3.1:

I =

t Q

………….…….………...……... ( 3.1 )

Jika aliran muatan berubah setiap waktu, maka arus juga akan berubah setiap

waktu, untuk waktu yang sesaat maka persamaan untuk arus menjadi:

I =

dt dQ

[image:52.595.228.412.321.509.2]

………...…....………….………….... ( 3.2 )

Gambar 3.1 Arus yang mengalir pada sebuah tahanan

Pada Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa arus mengalir dari terminal a ke

terminal b. Pada saat arus mengalir dari terminal c ke d melalui tahanan sebesar R

maka arus akan mengalami kehilangan sebagian energi potensial listrik (electrical

potential energy) karena diakibatkan tubrukan dengan atom-atom pada tahanan.

Sehingga pada tahanan R akan dibangkitkan energi dalam seiring dengan

meningkatnya gerakan vibrasi atom-atom. Energi tersebut akan mengakibatkan

(53)

Besar energi potensial listrik yang hilang pada tahanan R dapat diketahui

melalui persamaan 3.3:

=I.V ………...………... ( 3.3 )

Dimana:

I = Arus yang mengalir pada resistor

V = Beda potensial diantara c dan d

Kehilangan sebagian energi potensial listrik pada saat arus melalui tahanan

sama dengan energi yang dalam dibangkitkan pada resistor tersebut. Besarnya daya

yang menunjukkan energi dalam yang dibangkitkan pada resistor tersebut

dirumuskan dalam:

P = V.I ………..……….... ( 3.4 )

Karena besarnya tegangan pada resistor sebanding dengan arus yang mengalir

dikali dengan tahanan maka energi dalam yang dibangkitkan pada resistor menjadi:

P = I2.R = V.I (Watt) ……….…….. ( 3.5 )

Karena energi dalam yang dibangkitkan pada resistor menyebabkan kenaikan

temperatur, maka energi dalam tersebut sama dengan energi panas yang dibangkitkan

pada tahanan tersebut. Untuk selang waktu tertentu besarnya energi panas yang

dibangkitkan pada tahanan tersebut adalah:

H = P.t = I2.R.t Joule (Watt.s) ……… ( 3.6 )

Dimana:

H = Energi panas yang dibangkitkan (Joule)

I = arus yang mengalir di tahanan tersebut (Ampere)

V t Q

(54)

t = selang waktu (sekon)

R = Besarnya resistansi dari tahanan tersebut (Ohm)

III. 3. Kapasitas Panas dan Panas Spesifik

Kapasitas panas dapat diartikan sebagai energi yang dibutuhkan untuk

menaikkan temperatur dari suatu benda dengan berat tertentu. Besar energi yang

dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu benda dengan massa tertentu

dirumuskan dengan:

Q = C.ΔT (Joule) …..…………...…… ( 3.7 )

Dimana:

Q = energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur (Joule)

C = kapasitas panas (Joule/ºC)

ΔT = perubahan suhu (ºC)

Besarnya kapasitas panas bergantung terhadap panas spesifik dan berat benda

tersebut. Jadi besarnya energi yang diperlukan untuk menaikkan temperatur suatu

benda dengan berat tertentu dapat diketahui dengan persamaan 3.8:

Q = C.Δ T = m.c. ΔT (Joule) ……… ( 3.8 )

Dimana:

Q = energi yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur (Joule)

m = berat benda (kg)

ΔT = perubahan suhu (ºC)

(55)

Dari Persamaan 3.6 dan 3.8 dapat diketahui bahwa besarnya energi panas

pada suatu konduktor yang dialiri arus sebanding dengan energi panas (H) yang

dibutuhkan untuk menaikkan temperatur suatu benda (Q), yang dapat dirumuskan

dengan persamaan 3.9

I2.R.t = m.c. ΔT ………..……… ( 3.9 )

III. 4. Panas Pada Motor Induksi Rotor Sangkar Sebagai Generator

Pada motor induksi rotor sangkar, panas yang biasanya ditinjau adalah bagian

stator. Hal ini disebabkan karena pada bagian stator memiliki batasan terhadap

temperatur yang lebih rendah dibandingkan rotor.

Kenaikan panas pada motor induksi dipengaruhi oleh faktor-faktor yaitu:

a. Jenis pendinginan.

b. Transfer panas.

c. Temperatur lingkungan tempat motor berada.

d. Dan beban yang dipikul motor yang mana beban tersebut berpengaruh

terhadap besarnya arus pada saat motor dioperasikan.

III. 4. 1. Jenis Pendinginan

Hampir secara keseluruhan jenis pendinginan motor induksi menggunakan

pendingin udara dengan metode pendinginan udara tidak langsung atau yang biasa

disebut indirect air cooling. Disebut pendinginan tidak langsung karena konduktor

pada belitan tidak berhubungan langsung dengan udara pendingin yang dikarenakan

(56)

III. 4. 2. Transfer Panas Pada Mesin Induksi

Panas yang dihasilkan oleh belitan stator tidak akan tinggal pada belitan, akan

tetapi panas yang dihasilkan akan di buang (didisipasikan) ke bagian-bagian lain dari

mesin tersebut, salah satu proses pembuangan panas tersebut adalah melalui transfer

panas. Transfer panas pada motor induksi bergantung kepada besarnya panas yang

dihasilkan belitan, konstruksi dari motor, dan metode pendinginan motor.

Transfer panas pada motor induksi dibedakan menjadi tiga bagian yaitu

[image:56.595.233.379.326.505.2]

konduksi, konveksi dan radiasi.

Gambar 3. 2 Transfer Panas Pada Motor Induksi a. Konduksi

Pada konduksi, energi panas mengalir dari belitan stator ke isolasi slot kemudian

ke inti stator. Demikian juga pada rotor, panas mengalir dari konduktor rotor ke

inti rotor dan kemudian ke tangkai rotor.

Gambar 3.3 menunjukkan proses konduksi pada sebuah slot konduktor pada

(57)
[image:57.595.215.358.124.273.2]

Gambar 3.3 Konduksi pada sebuah slot konduktor pada motor induksi.

Besarnya energi panas yang ditransfer pada proses konduksi sesuai dengan

persamaan 3.10:

Q = q. l. A (Joule) ……….……… ( 3.10 )

Dimana:

q = panas yang dihasilkan per unit volume (W/m3)

A = luas area slot (m2)

l = panjang slot (m)

Untuk tinjauan satu slot seperti pada Gambar 3.3 maka besarnya nilai q dapat

ditentukan dengan persamaan 3.11:

q = 2 2

. .

x K

δδ θ

− …………...……… ( 3.11 )

sedangkan untuk secara keseluruhan slot maka besarnya nilai q ditentukan

dengan persamaan 3.12:

(58)

Dimana:

K = konduktivitas thermal (W/m.ºC)

Δθ = θ1- θ2 (ºC)

θ1 = temperatur belitan di dalam slot (ºC)

θ2 = temperatur inti stator (ºC)

Δθ = perbedaan temperatur antara belitan di dalam slot dengan inti stator.

b. Konveksi

Pada konveksi, energi panas mengalir antara permukaan rangka stator dengan

udara sekitar motor. Panas yang di transfer melalui konduksi dapat dirumuskan

pada persamaan 3.13:

Qconv = h. A. Δθ (Watt) ………..… ( 3. 13 )

Dimana:

Qconv = besarnya Energi panas yang di transfer (Watt)

Δθ = perbedaan Temperatur antara permukaan rangka stator denganudara

sekitarnya.

A = luas permukaan yang berhubungan dengan udara (m2)

h = koefisien konveksi panas (W/m2. ºC)

c. Radiasi

Pada radiasi, transfer energi panas terjadi antara bagian motor yang menghasilkan

(59)

Energi panas yang diradiasikan dari stator ke benda disekeliling motor yang

menyerap panas dirumuskan dengan persamaan 3.14:

qrad = σ.ε.A.( θ14 – θ24 ) (Watt) …….…..………… ( 3.14 )

Dimana:

σ = Konstanta Boltzman = 5,67 . 10-8 W/(m2.K4)

ε = emissivitas

A = luas daerah radiasi

III. 4. 3. Temperatur Lingkungan Pengoperasian Mesin Induksi

Temperatur lingkungan merupakan sesuatu hal yang perlu diperhatikan,

karena itu mempengaruhi disisipasi panas (pembuangan panas) yang juga

mempengaruhi temperatur motor.

Hampir secara keseluruhan motor di rancang bekerja dengan temperatur

lingkungan yang tidak melebihi 40ºC. Temperatur lingkungan yang tinggi akan

menyebabkan panas pada motor induksi lebih besar dibandingkan dengan pada saat

motor induksi bekerja pada temperatur lingkungan yang lebih rendah.

Persamaan 3.13 menunjukkan bahwa apabila temperatur lingkungan motor

semakin tinggi maka besar Δθ akan semakin kecil, sehingga panas yang

didisipasikan (dibuang) melalui konveksi akan semakin kecil, sehingga panas yang

tinggal di dalam belitan stator akan semakin besar.

III. 4. 4. Isolasi Pada Mesin Induksi

Fungsi utama dari isolasi adalah memisahkan komponen yang memiliki

(60)

meningkatkan kemampuan dari struktur belitan, mempengaruhi panas antara belitan

dengan lingkungan sekitar, dan juga melindungi belitan dari tekanan luar seperti

debu, kelembapan dan reaksi kimia.

Secara umum isolasi pada motor induksi dibagi dua kategori utama yaitu

isolasi groundwall dan isolasi konduktor. Fungsi isolasi groundwall adalah

memisahkan komponen-komponen motor sehingga tidak terjadi hubungan galvanis

antara satu sama lainnya.

Sebagai contoh isolasi groundwall digunakan untuk memisahkan belitan

stator dengan inti stator. Sedangkan isolasi konduktor digunakan untuk memisahkan

masing-masing konduktor pada belitan.

Gambar 3.4 menunjukkan konduktor dari belitan stator pada sebuah slot yang

[image:60.595.246.389.456.601.2]

berisolasi.

Gambar 3. 4 Belitan pada sebuah slot yang berisolasi

Isolasi konduktor merupakan bagian yang paling mendapat perhatian dari

keseluruhan isolasi pada motor induksi. Hal ini dikarenakan isolasi ini merupakan

(61)

merupakan bagian isolasi yang paling tipis. Isolasi konduktor biasanya berupa

lapisan yang terbuat dari bahan thermoset atau thermoplastik seperti

polyamide-imide, polyester with polyamide-imide ataupun polyamide-imide polymer.

Isolasi belitan stator dapat dibagi berdasarkan kemampuan untuk bertahan

dalam temperatur tinggi tanpa menimbulkan kerusakan. Tabel 3.1 menunjukkan

[image:61.595.228.411.329.441.2]

kelas isolasi motor berdasarkan standard IEC.

Tabel 3.1. Kelas Isolasi motor induksi berdasarkan standar IEC 60034-18-1

Kelas Isolasi Batas Temperatur

A 105ºC

E 120ºC

B 130 ºC

F 155 ºC

H 180 ºC

Batas temperatur pada tabel merupakan temperatur maksimal dari isolasi

belitan stator dengan umur kerja 20.000 jam. Artinya isolasi belitan akan dapat

bertahan selama 20.000 jam apabila temperatur belitan sama dengan temperatur yang

ada pada tabel. Selang waktu tersebut merupakan durasi yang singkat, hal ini

dikarenakan motor dirancang untuk bekerja dengan waktu yang lebih lama sehingga

(62)

III. 4. 5. Pengaruh Panas Terhadap Isolasi Mesin Induksi

Energi panas menimbulkan kenaikan temperatur, sehingga apabila energi

panas yang dihasilkan dari belitan stator besar maka akan menimbulkan kenaikan

temperatur yang tinggi

Salah satu penyebab terjadinya kerusakan pada belitan stator adalah karena

temperatur belitan yang tinggi. Motor yang dioperasikan dengan temperatur tinggi

akan menimbulkan tekanan termal yang tinggi yang dapat mengakibatkan

berkurangnya umur dari isolasi belitan stator.

Pengurangan umur isolasi akibat panas (Thermal Aging) bergantung kepada

material isolasi dan lingkungan tempat pengoperasian.

Pada motor induksi yang berpendingin udara dengan isolasi terbuat dari

bahan thermoset atau thermoplastik, pengurangan umur isolasai akibat panas pada

dasarnya disebabkan oleh reaksi oksidasi kimia. Hal ini dikarenakan, pada

temperatur yang cukup tinggi, ikatan kimia bahan isolasi dengan komponen

penyusunnya baik itu komponen organik maupun dengan senyawa karbon dapat

rusak disebabkan adanya getaran (vibrasi) yang disebakan panas, peristiwa ini

disebut juga dengan pemotongan ikatan kimia.

Ketika pemotongan ikatan kimia terjadi, maka oksigen akan mengisi ikatan

kimia yang rusak, sehingga menyebabkan rantai polimer penyusun isolasi akan lebih

pendek dan lebih lemah. Secara makro maka isolasi akan lebih rapuh dan daya

mekanis yang lebih kecil. Untuk selang waktu yang lama atau untuk temperatur yang

(63)

Umur isolasi motor induksi akibat temperatur tinggi dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan Arrhenius seperti ditunjukka pada persamaan 3.15:

L = A.eB/T ……… ( 3.15 )

Dimana:

L = umur isolasi (jam)

A = konstanta

B = energi aktivasi

T = temperatur absolut (ºC)

Persamaan 3.15 hanya berlaku apabila isolasi motor dioperasikan pada

temperatur tertentu yang cukup tinggi yaitu diatas batas temperatur kelas isolasi,

apabila dioperasikan dibawah temperatur tersebut maka pengurangan umur isolasi

(Thermal Aging) tidak akan terjadi karena getaran (vibrasi) akibat panas pada isolasi

belum cukup untuk merusak ikatan kimia pada isolasi tersebut.

Gambar 3.5 menunjukkan kurva umur isolasi motor induksi untuk

(64)
[image:64.595.203.434.112.409.2]

Gambar 3.5 Kurva umur isolasi motor induksi untuk masing-masing kelas apabila dioperasikan

diatas batas temperatur kelas isolasi.

Batas temperatur dari masing-masing kelas isolasi pada Tabel 3.1 merupakan

batas temperatur yang dapat menyebabkan terjadinya pengurangan umur (thermal

aging) pada isolasi motor. Sehingga apabila temperatur belitan melebihi batas

temperatur pada tabel maka akan menyebabkan terjadinya pengurangan umur dari

isolas

Gambar

Gambar 2.8. Rangkaian ekivalen pada saat beban nol
Gambar 2.9. Rangkaian pengujian tahanan stator arus searah motor induksi
gambar berikut, dengan resistansi total :
Gambar 2.10. Rangkaian rotor ditahan motor induksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penting tidaknya aturan asosisasi dapat diketahui dengan 2 parameter, minimum support (prosentase kombinasi item dalam database) dan minimum confidence (kuatnya

Bumi Siak Pusako sebagaimana tersebut pada ayat (1) Pasal ini, dengan Peraturan Daerah ini terlepas dari Perusahaan Daerah Sarana Pembangunan Siak dan dialihkan

Peningkatan pemberian berbagai macam urin sapi seperti pada perlakuan pemberian urin sapi sebanyak 40 cc/liter air kecenderungan pertumbuhannya terlihat tidak

Deskriptif Analisis yaitu 22 dari penelitian yang telah dilakukan menguraikan dan memaparkan mengenai putusan pengujian undang-undang yang berkaitan dengan Mahkamah

Untuk mengetahui perbedaan nilai rata-rata pre-tes dan post-tes data kemandirian anak usia 5-6 tahun di TK Melati Indah Sayang-sayang sebelum dan sesudah mengikuti

Permasalahan pada penelitian ini adalah bagaimana cara mengamobilisasi enzim papain dengan menggunakan kitosan dari limbah udang sebagai matriks pendukung, dan mengetahui

Uraian dan penjelasan tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan strategi pemberdayaan waralaba lokal menuju global dengan implementasi GCG pada concept, system,