(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VII SMP Al – Hasra)
Skripsi
DiajukankepadaFakultasIlmuTarbiyahdanKeguruan untukMemenuhi Salah SatuSyaratMencapaiGelarSarjana
Pendidikan
Oleh:
DewantiMustika Sari
NIM 1110017000099
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
ABSTRAK
DEWANTI MUSTIKA SARI (NIM: 1110017000099). Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMP Al-Hasra Depok).
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
Concrete-Representational-Abstarct (CRA), (2) membandingkan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete-Representational-Abstarct (CRA) dan konvensional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian two group randomized subject posttest only. Teknik cluster random sampling digunakan untuk menentukan 2 kelas sebagai sampel penelitian, dengan kelas 7.1 sebagai eksperimen dan kelas 7.2 sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapatkan nilai rata-rata 80,71 dan nilai rata-rata kelas kontrol sebesar 66,67. Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan analisis Independent Sample T Test, P-value < α sehingga
H0 ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan
pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kata Kunci: Komunikasi Matematis, Concrete – Representational – Abstract
ii
ABSTRACT
DEWANTI MUSTIKA SARI (NIM: 1110017000099), The Effect of Concrete – Representational – Abstract (CRA) to Students Mathematical Communication Skill (Quasi Experiments research at SMP Al-Hasra Depok)
The purpose of the study are : (1) inspect and analyze how students mathematical communication skill who are thought using Concrete – Representational – Abstract and the conventional learning. (2) compare students mathematical communication skill who are thought using Concrete – Representational – Abstract with the conventional learning. The methods of study is used a quasi-experimental method with the research design by two group randomized subject post-test only. Cluster Random Sampling technique used to determine 2 group, 7.1 for experimental group and 7.2 for control group. The results of this study indicates that experimental group obtained the average is Xe=80,71 and control group is Xk =66,6. Based on hypothesis with Independent Sample T Test analyze, P-value < α H0 was rejected. The result of this research shows that the application of Concrete-Representational-Abstract (CRA) could increase the student’s mathematical communication skill.
iii
Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta
karunia nikmatNya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA)
terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa” ini dengan baik. Sholawat
dan salam semoga selalu tercurahkan atas baginda Nabi Muhammad SAW, yang
telah memberikan cahaya dalam hidup penulis berupa cahaya Islam.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun waktu, tenaga dan pikiran
telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki,
demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan,
dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sebagai sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, selaku Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu
iv
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
7. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada
umumnya dan Jurusan Pendidikan Matematika khususnya yang telah
memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan
dengan skripsi ini.
9. Andi Suhandi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Al-Hasra Depok, serta segenap
guru dan karyawan sekolah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengadakan penelitian.
10. Paling istimewa untuk ayahanda dan Ibunda tercinta yang nuraninya mengalir
indah dalam darahku, yang telah tulus merawat, membesarkan, mendidik, dan
mencurahkan kasih sayang serta tak bosan-bosannya memberikan dukungan
moril, materil, semangat dan do’a untuk penulis.
11. Kakak ku Aji Purnomo dan adik ku Caca Wulandari yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
12. Sahabat terkasih Jahra, Pance, Depi, Henoy, Dije, Pature, Idoy, Mae, Anis, dan
M. Rian, terima kasih karena selalu menebar canda tawa, keisengan, serta
semangat kebersamaannya, together we can yosha.
13. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’10,
Sparta, Wasabi, dan terutama Cuspid. Terima kasih atas kebersamaan dan
v
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR GRAFIK ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah... 9
D.Perumusan Masalah ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 11
A.Deskripsi Teoretis ... 11
1. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) ……….. 11
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran………. 11
b. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) ... 12
c. Tahapan Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) ... 14
2. Kemampuan Komunikasi Matematis.………... 17
a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis………….... 17
b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis……….. 21
vii
B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 24
C. Kerangka Berpikir……… 25
D.Hipotesis Penelitian ... 28
BAB III METODOLODI PENELITIAN... 29
A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
B. Metode dan Desain Penelitian ... 29
C. Populasi dan Sampel ... 30
D.Teknik Pengumpulan Data ... 31
E. Instrumen Penelitian ... 32
F. Analisis Instrumen ... 33
1. Validitas Instrumen ... 33
2. Reliabilitas Instrumen ... 35
3. Taraf Kesukaran ... 35
4. Daya Pembeda ... 37
G.Teknik Analisis Data ... 38
1. Uji Prasyarat ... 38
a. Uji Normalitas ... 38
b. Uji Homogenitas Varians... 40
2. Uji Hipotesis ... 40
H. Hipotesis Statistik... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 42
A. Deskripsi Data ... 42
1. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen.. 44
2. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 45
B. Analisis Data ... 46
1. Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 47
2. Uji Homogenitas Data ... 47
3. Uji Hipotesis ... 48
C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 49
viii
2. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Mathematical
Expression ... 57
D.Keterbatasan Penelitian ... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
A.Kesimpulan ... 62
B. Saran ... 62
ix
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis .. 32
Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis 33
Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen... 34
Tabel 3.5 Rekapitulasi Taraf Kesukaran Uji Coba Instrumen ... 36
Tabel 3.6 Rekapitulasi Daya Pembeda Uji Coba Instrumen ... 38
Tabel 4.1 Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis . 43
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Kelas Eksperimen ... 44
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Kelas Kontrol………. 45
Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan
Kontrol... 47
Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 48
Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis……… 49
Tabel 4.7 Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
x
Gambar 4.2 Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Representational ... 54
Gambar 4.3 Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Abstract………. 55
Gambar 4.4 Jawaban Siswa Kelas Kontrol pada Aspek Written Text .... 56
Gambar 4.5 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen pada Aspek Written Text 56
Gambar 4.6 Jawaban Siswa Kelas Kontrol pada Aspek Mathematical
Expression ... 58
Gambar 4.7 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen pada Aspek
[image:14.595.114.510.153.637.2]xi
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol 45
Grafik 4.2 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol 46
[image:15.595.114.510.145.645.2]xii
Lampiran 2 Hasil Wawancara ... 70
Lampiran 3 RPP Kelas Eksperimen ... 72
Lampiran 4 RPP Kelas Kontrol ... 76
Lampiran 5 LKS Kelas Eksperimen ... 81
Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 84
Lampiran 7 Soal Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis………. 85
Lampiran 8 Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 87
Lampiran 9 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 89
Lampiran 10 Perhitungan Uji Validitas ... 90
Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 92
Lampiran 12 Perhitungan Uji Realibilitas ... 93
Lampiran 13 Reliabilitas Instrumen ... 94
Lampiran 14 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 96
Lampiran 15 Taraf Kesukaran Instrumen ... 97
Lampiran 16 Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 98
Lampiran 17 Daya Pembeda Instrumen ... 99
Lampiran 18 Hasil Rekapitulasi ... 101
Lampiran 19 Skor Kelas Eksperimen ... 102
Lampiran 20 Skor Kelas Kontrol ... 104
Lampiran 21 Uji Normalitas, Homogenitas dan Uji T Skor Posttest ... 106
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan orang banyak, memiliki peran yang penting bagi perkembangan suatu individu yang selanjutnya berujung pada
maju dan mundurnya suatu bangsa dan Negara. Pendidikan juga merupakan
suatu proses pembentukan pola pikir manusia yang memungkinkan untuk
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Agar orang-orang
terdidik di masa depan menjadi manusia yang berkualitas diperlukan adanya
reformasi dalam pembelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam
kurikulum 2013.
Tingkat ketercapaian pelaksanaan reformasi pendidikan dan
pembelajaran matematika tersebut dapat diketahui melalui ketercapaian tujuan
mata pelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam salah satu
Kompetensi Inti Kurikulum 2013 yang menyebutkan bahwa peserta didik
diharapkan mampu mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah
abstrak (menulis, membaca menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori.1
Kemampuan yang diharapkan dalam Kompetensi Inti Kurikulum 2013
yang telah dikemukakan di atas tidak lain merupakan pengembangan daya
matematis (mathematical power). Hal ini diungkapkan oleh NCTM yang
dikutip oleh Sumarmo menyatakan, daya matematis adalah kemampuan untuk mengeksplorasi, menyusun konjektur, dan memberikan alasan secara logis;
kemampuan menyelesaikan masalah non rutin; mengomunikasikan ide
mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi;
1
menghubungkan ide-ide dalam matematika, antar matematika, dan kegiatan
intelektual lainnya.2 Dengan kata lain daya matematis memuat kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, koneksi, komunikasi dan penalaran
matematis. Sebagai implikasinya, daya matematis merupakan kemampuan
yang perlu dimiliki siswa yang belajar matematika pada jenjang sekolah
manapun.
Mutu pendidikan Indonesia khususnya pada pelajaran matematika
masih rendah. Dapat dilihat dari hasil studi TIMSS (Trends In International
Mathematics and Science Study) tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh TIMSS bahwa diantara 58 negara peserta TIMSS, peserta
didik Indonesia berada pada urutan ke-38 dengan skor skala rata-rata
kemampuan matematik siswa secara keseluruhan sebesar 386. Aspek yang
dinilai yaitu pengetahuan dengan skor 378, penerapan dengan skor 384, dan
penalaran dengan skor 386.3 Skor rata-rata Indonesia ini mengalami
penurunan, yang mana pada tahun 2007 skor rata-rata Indonesia yaitu 397.
Hal ini menunjukkan bahwa prestasi matematika di Indonesia menurun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di SMP Al-Hasra
menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong
rendah. Hal ini dikarenakan siswa tidak dibiasakan dengan soal-soal yang
membutuhkan komunikasi dalam penyelesaiannya.4
Salah satu yang harus ditekankan dalam pembelajaran matematika
adalah kemampuan komunikasi matematis, hal ini dikarenakan matematika merupakan bahasa dan alat, matematika menggunakan definisi-definisi yang
jelas dan simbol-simbol khusus dan sebagai alat matematika digunakan setiap
orang dalam kehidupannya. Matematika memberi peluang berkembangnya
kemampuan bernalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat, kreatif,
menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat
2
Utari Sumarmo, “Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik”. 2010. h. 3
3
Ina V.S. Mullis, et.al., TIMSS 2011 International Results in Mathematics, (USA: TIMSS & PIRLS International Study Center, 2012), p.150.
4
matematika, serta mengembangkan sifat objektif dan terbuka yang sangat
diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah.
Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs) yang dikutip
Armiati, komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam
matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika
secara koheren kepada teman, guru dan lainnya secara lisan dan tulisan.5
Melalui keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam
pemahaman matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa
matematika yang benar untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka
kerjakan. Bila siswa berbicara dan menulis tentang matematika, mereka
mengklarifikasi ide-ide mereka dan belajar bagaimana membuat argumen
yang meyakinkan dan merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal,
gambar dan simbol.
Kemampuan komunikasi matematika siswa penting untuk
dikembangkan karena mencakup kemampuan mengkomunikasikan
pemahaman konsep, penalaran, dan pemecahan masalah sebagai tujuan
pembelajaran matematika. Matematika yang dipelajari di sekolah adalah
matematika yang materinya dipilih sedemikian rupa agar mudah
dialihfungsikan kegunaannya dalam kehidupan siswa yang mempelajarinya.
Dalam pembelajaran matematika, seorang siswa yang sudah
mempunyai kemampuan pemahaman matematis dituntut juga untuk bisa
mengkomunikasikannya, agar pemahamannya tersebut bisa dimengerti oleh orang lain. Dengan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang
lain, seorang siswa bisa meningkatkan pemahaman matematisnya. Seperti
yang diungkapkan Huggins yang dikutip Abdul bahwa untuk meningkatkan
pemahaman konseptual matematis, siswa bisa melakukannya dengan
mengemukakan ide-ide matematisnya kepada orang lain.6 Komunikasi
5 Armiati, “Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 5 Desember 2009. h. 271
6
merupakan suatu cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui
komunikasi, ide-ide menjadi obyek refleksi, diskusi, dan pengembangan. Proses komunikasi juga membangun makna dan kekokohan ide. Ketika siswa
ditantang berfikir dan bernalar tentang matematika dan mengkomunikasikan
hasilnya kepada yang lain secara verbal ataupun tertulis, mereka belajar untuk
menjadi lebih memahami dan lebih yakin.7
Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara
benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya
kemampuan-kemampuan matematika yang lain.8 Siswa yang memiliki
kemampuan komunikasi matematis yang baik akan dapat membuat
representasi yang beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan
alternatif-alternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya
kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika. Oleh karena itu, siswa
perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap
setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan
oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna
baginya.
Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan
paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih
dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa,
sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan
dari guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika, guru adalah manajer belajar dari masyarakat belajar di dalam kelas, guru
mengkondisikan agar siswa aktif berkomunikasi dalam belajarnya. Guru
membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta
meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat.
7
Hamdani, “Pengembangan Pembelajaran Dengan Mathematichal Discourse dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Siswa Sekolah Menengah Pertama” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009. h.164
Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa
aktif berkomunikasi tidaklah mudah. Dalam suatu wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru matematika SMP Al-Hasra Depok terungkap
bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik
komunikasi secara lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan
pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran
mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan
gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga kurang terbiasa dengan
soal-soal yang memerlukan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya,
misalnya “Pak Ali mempunyai kebun berbentuk persegi panjang dengan
ukuran lebar 8 m dan panjangnya 10 m. Seperempat bagian kebun ditanami
kol, seperenam bagian kebun ditanami cabe dan sisanya ditanami jagung. a)
Gambarlah sketsa kebun pak Ali seluruhnya dan bagian kebun yang ditanami
kol, cabe dan jagung. b) hitung luas kebun seluruhnya dan luas kebun kol,
kebun cabe, dan kebun jagung.”9 soal-soal seperti ini yang masih
membingungkan siswa. Pada soal ini siswa masih merasa bingung untuk
menentukan luas kebun yang ditanami cabe, kol, dan jagung. Karena biasanya
siswa hanya mengerjakan soal yang tidak memerlukan komunikasi matematis
dalam penyelesaiannya.
Penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa adalah
pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran bersifat konvensional,
yaitu pendekatan yang dalam pembelajarannya menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran. Guru menjelaskan materi sedangkan siswa hanya duduk dan
mendengarkan penjelasan guru sambil mencatat. Hal ini terjadi pada hampir
setiap materi yang diajarkan, akibatnya pembelajaran menjadi monoton dan
menyebabkan motivasi siswa untuk belajar matematika menjadi berkurang.
Siswa akan merasa jenuh dengan pola pembelajaran yang sama terus menerus.
Pada akhirnya, siswa hanya mengikuti proses pembelajaran sebagai rutinitas
tanpa diiringi dengan kesadaran untuk menambah ilmu atau keterampilan.
9
Aktivitas siswa di kelas hanya memerhatikan penjelasan guru tanpa
berperan aktif selama proses pembelajaran. Pembelajaran matematika yang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa dapat menggunakan
kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah
matematika. Guru harus membangun komunitas dimana para siswa merasa
bebas mengekspresikan ide mereka dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
melalui berbagai aktivitas salah satunya berkomunikasi.
Begitu pentingnya kemampuan komunikasi matematis karena berkaitan
dengan peningkatan pemahaman konseptual matematis, sehingga para guru
perlu menerapkan suatu pendekatan khusus untuk menciptakan suatu
pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Pendekatan tersebut meliputi langkah-langkah guru dalam
penyampaian materi, dan bagaimana peranan guru untuk membelajarkan
siswa. Salah satu pendekatan yang memungkinkan adalah pendekatan
Concrete Representational Abstract (CRA).
Pendekatan CRA merupakan instruksi dalam pembelajaran
matematika yang menggabungkan representasi visual. CRA adalah
pendekatan yang memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan
guru menggunakan Concrete (seperti chip berwarna, angka geometris, pola
blok, kubus, dan aktivitas langsung siswa) untuk model konsep matematika
yang harus dipelajari, kemudian menunjukkan konsep melalui
Representational (seperti menggambar bentuk), dan yang terakhir adalah
Abstract atau simbolis (seperti angka, notasi, atau simbol matematika
lainnya).10
Pendekatan CRA menggunakan suatu model sebagai jembatan
pemahaman siswa. Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan
kesempatan mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk membantu siswa
dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis. Aktivitas yang langsung
dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan ingatan
yang lama pada otak. Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis
siswa dalam berpikir. De Walle mengemukakan bahwa model dapat
memainkan peran yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul.11 Dengan pendekatan ini siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam
simbol-simbol matematika dengan benar sehingga dapat menyelesaikan
persoalan matematika dengan tepat.
Ada dua pandangan penting menurut Freudenthal yaitu matematika
dihubungkan dengan realitas dan matematika dipandang sebagai aktivitas
manusia.12 Berdasarkan dua pandangan tersebut, maka matematika harus
diusahakan dekat dengan kehidupan siswa, harus dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari, dan bila memungkinkan real bagi siswa. Siswa harus diberi
kesempatan yang leluasa untuk belajar melakukan aktivitas matematik atau
matematisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan CRA sangat cocok dalam
menunjang kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dikarenakan
dalam tahap pengajaran CRA guru memulai dengan pemodelan konsep
matematika dengan benda konkret, kemudian tahap selanjutnya guru
mengubah model menjadi tahap representasi (semikonkret) dan diakhiri
memodelkan konsep matematika dengan hanya menggunakan angka, notasi,
dan simbol matematika. Penerapan tahap konkret lalu ke tahap representasi
dan diakhiri dengan tahap abstrak mengajarkan siswa untuk mengasah
kemampuan komunikasi matematisnya. Karena untuk mengubah suatu
konsep matematik dengan benda konkret menjadi semikonkret siswa harus mengekspresikan ide-ide matematisnya. Selanjutnya mengubah semikonkret
menjadi abstrak, siswa diharuskan mengkomunikasikan tahap representasi
dengan menggunakan angka, notasi, dan simbol matematika.
11
John A. Van De Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 37
12
Pembelajaran dengan pendekatan CRA dapat berhasil diterapkan
karena, adanya interaksi antara benda konkret dengan representasi gambar-gambar yang dapat meningkatkan kemungkinan bagi siswa untuk mengingat
dan memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah matematika.
Siswa lebih mungkin untuk menghafal, menulis, dan mengambil informasi
ketika informasi disajikan dalam format multiindrawi: visual, auditorally,
tactilely, dan kinesthetically. Menggunakan benda-benda konkret dan
mengaitkannya dengan representasi gambar yang dijelaskan dalam program
ini akan membantu siswa mendapatkan akses tambahan untuk memunculkan
ide-ide saat menemukan kesulitan dalam pembelajaran abstrak. Bahkan,
ketika siswa disajikan dengan pertanyaan-pertanyaan abstrak dalam
matematika, mereka dapat kembali ke level sebelumnya (konkret atau
representasi) untuk memecahkan masalah.
Dari beberapa uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
meneliti mengenai “Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SMP”. Pendekatan ini diharapkan bisa menjembatani siswa untuk memahami konsep dan mampu mengeluarkan ide-ide matematisnya sehingga
kemampuan komunikasi matematisnya bisa meningkat.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat
diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya.
2. Siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya.
3. Siswa kurang terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan komunikasi
matematis dalam penyelesaiannya, sehingga kemampuan komunikasi
matematis yang dimiliki siswa masih rendah.
4. Guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan
5. Pendekatan pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru
sehingga kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
C.
Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup
luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada:
1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan Concrete
Representational Abstract (CRA). Pendekatan CRA mengajarkan siswa
melalui tiga tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi, dan (3)
abstrak. Pengajaran dengan CRA adalah tiga tahap proses pembelajaran
dimana siswa memecahkan masalah matematika melalui manipulasi fisik
benda konkret atau aktivitas langsung, diikuti dengan pembelajaran
melalui representasi bergambar dari aktivitas langsung maupun manipulasi
benda konkret, dan diakhiri dengan pemecahan masalah matematika
melalui notasi abstrak.
2. Kemampuan komunikasi matematis pada penelitian ini adalah kemampuan
komunikasi matematis dengan indikator :
a. Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa
sendiri untuk mengekspresikan ide-ide matematika, menjelaskan ide,
dan situasi matematik.
b. Mathematical Expression, yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam konsep matematika.
D.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas maka dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pendekatan Concrete-Representasional
-Abstract (CRA) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa
yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete
Representational Abstarct (CRA).
2. Membandingkan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang
dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete
Representational Abstarct (CRA) dan siswa yang pembelajarannya
dilakukan secara konvensional.
F.
Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
1. Peneliti, dapat memperluas wawasan tentang cara pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA).
2. Siswa, mendapatkan pengalaman belajar matematika melalui pendekatan
Concrete Representational Abstarct (CRA) dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
3. Guru, pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA) dapat
menjadi pendekatan pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam
menigkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
4. Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
mengembangkan atau menerapkan pendekatan Concrete Representational
Abstarct (CRA) dikelas-kelas lain.
5. Pembaca, dapat memberi gambaran/informasi tentang penerapan
pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA) terhadap
[image:26.595.123.514.140.604.2]11
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESISPENELITIAN
A.
Deskripsi Teoritis
1. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA) a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
W. Gulo mengemukakan bahwa, pendekatan pembelajaran adalah suatu
pandangan dalam mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan
lingkungannya.1 Sedangkan menurut Sanjaya “pendekatan dapat diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum”.2
Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan
titik tolak atau sudut pandang terhadap pembelajaran untuk pembentukan
suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian. Pendekatan
akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk menggambarkan
perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau objek kajian yang akan
dipelajari.
Roy Kellen mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teachers-centered
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered
approaches).3
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran
yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar
bersifat klasik atau konvensional.Pendekatan ini memiliki ciri bahwa
pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru.Peran siswa
1
Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), cet. 1, h. 75
2
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), cet. 2, h. 380
3
dalam pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk
guru.Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya.Selanjutnya pendekatan ini
menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran
deduktif dan pembelajaran ekspositori.4
Sedangkan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah
pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek
belajar.Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, manajemen,
dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa.Pada pendekatan ini siswa memiliki
kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan
potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan
keinginannya.Pendekatan ini, selanjutnya menurunkan strategi pembelajaran
discoverydan inquiryserta strategi pembelajaran induktif, yaitu pembelajaran
yang berpusat pada siswa.Pada strategi ini peran guru hanya sebagai
fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih
terarah.5
b. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA)
Pendekatan Concrete-Representasional-Abstract (CRA).pertama kali
digunakan oleh Mercer dan Miller. Mereka menggunakan pendekatan CRA
untuk mengajarkan konsep dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian pada anak yang mengalami kesulitan belajar matematika. Secara signifikan siswa yang diajarkan dengan pendekatan CRA memperoleh hasil
yang lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pendekatan
konvesional.6 Kemudian penelitian terhadap pendekatan CRA terus
dikembangkan oleh peneliti yang lain. Bradley S. Witzel dalam penelitiannya
mengemukakan pendekatan instruksional
4
Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis Tekhnologi Informasi dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), cet. 3, h. 45
5
Ibid., h. 46
6
Abstract(CRA) yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu: Concrete (belajar melalui
benda-benda nyata) – Representasional (belajar melalui perwakilan gambar) –
Abstract (belajar melalui notasi abstrak).7
Pendekatan CRA merupakan instruksi dalam pembelajaran matematika
yang menggabungkan representasi visual. CRA adalah pendekatan yang
memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan guru menggunakan
Concrete (seperti chip berwarna, angka geometris, pola blok, atau kubus, serta
aktivitas langsung yang dilakukan oleh siswa) untuk model konsep
matematika yang harus dipelajari, kemudian menunjukkan konsep melalui
Representational (seperti menggambar bentuk), dan yang terakhir adalah
Abstract atau simbolis (seperti angka, notasi, atau simbol matematika
lainnya).8
Pendekatan CRA menggunakan suatu model atau alat peraga sebagai
jembatan pemahaman siswa.Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan
kesempatan kepada para siswa untukmempraktikkan dan mendemonstrasikan
model atau alat peraga tersebut dalam mencapai kemampuan komunikasi
matematis.Aktivitas tersebut dapat membantu pemahaman materi ajar dan
ingatan yang lama pada otak.Model juga mampu mengeluarkan ide-ide
matematis siswa dalam berpikir.
Selain itu, tujuan dari pendekatan CRA ini sendiri adalah untuk
memperkuat pemahaman konsep matematika siswa yang mereka pelajari.
Ketika siswa yang mempunyai masalah matematika diizinkan untuk mengembangkan pemahaman matematika secara konkret mereka akan lebih
memahami konsep pada level abstrak.
7
Bradley S. Witzel, “Using CRA to Teach Algebra to Students with Math Difficulties in Inclusive Settings”. Learning Disabilities: A Contemporary Journal 3(2), 2005, p. 50
8
c. Tahapan Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA)
Pendekatan CRA mengajarkan siswa melalui tiga tahap belajar, yaitu:
(1) konkret, (2) representasi,dan (3) abstrak.9 Berikut akan dipaparkan lebih
lanjut mengenai ketiga tahap tersebut.
1) Concrete
Concrete yaitu tahapan “melakukan” dengan menggunakan objek
konkret menjadi suatu model permasalahan. Pada tahap ini setiap konsep
matematika dimodelkan dengan bahan konkret (misalnya chip berwarna,
pola blok, kubus, balok dll).10 Pembelajaran concrete memberikan banyak
kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan
memanipulasi benda-benda konkret atau melakukan aktivitas langsung
yang berkaitan dengan konsep matematika sehingga dapat memecahkan
masalah. Bagi siswa yang memiliki masalah dalam belajar matematika,
guru melakukan pemodelan eksplisit menggunakan benda-benda konkret
yang spesifik untuk memecahkan masalah matematika tersebut.
Pada tahap “melakukan” ini, siswa secara berkelompok mencari
informasi yang dibutuhkan untuk membuat suatu model permasalahan dari
konsep statistika. Dengan cara mewawancarai responden atau pun
observasi untuk mendapatkan data dan menjadikannya suatu model
permasalahan matematika yang kemudian dapat diselesaikan.
2) Representasional
Selanjutnya adalah tahapan “melihat” dengan menggunakan
representasi atau benda semikonkret menjadi suatu model
permasalahan.Pada tahap ini konsep matematika dimodelkan pada tingkat
representasional (semikonkret) yang melibatkan gambar yang mewakili
objek konkret yang digunakan sebelumnya.
9
Susan P. Miller and Meghan Kennedy, Using the Concrete-Representational-Abstract Sequence with Integrated Strategy Instruction to Teach Subtraction with Regrouping to Students with Learning Disabilities,Learning Disabilities Research & Practice, 27(4), 152-166, 2012, p. 153.
10
Pada tingkat pemahaman representasi, siswa belajar untuk
memecahkan masalah dengan menggambar.Gambar tersebut
merepresentasikan objek konkret yang menjadi sumber informasi
pengumpulan data oleh siswa saat pemecahan masalah pada tahap
concrete. Hal ini tepat bagi siswa untuk mulai menggambar solusi dari
masalah yang akan diselesaikan. Meskipun tidak semua siswa perlu untuk
menggambarkan suatu solusi permasalahan sebelum berpindah dari tingkat
pemahaman konkret ke tingkat pemahaman abstrak, pada khususnya siswa
yang belajar mengenai suatu masalah membutuhkan latihan memecahkan
masalah melalui gambar.
3) Abstract
Tahapan abstract merupakan tahapan “penyimbolan” dengan
menggunakan lambang matematika yang abstrak menjadi suatu model
permasalahan.Pada tahap ini, konsep matematika tersebut akhirnya
dimodelkan pada tingkat abstrak menggunakan angka dan simbol
matematika. Dengan data yang diperoleh pada tahap concrete, siswa dapat
menyimbolkan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan pada materi
statistika seperti Xmaks, Xmin, , ∑ dan sebagainya.
Siswa yang memecahkan masalah pada tingkat abstrak, melakukan
pemecahannya tanpa menggunakan benda konkret atau tanpa
menggambar.Pemahaman abstrak sering disebut sebagai “mengerjakan
matematika di kepala anda”.Melengkapi masalah matematika dimana
masalah matematika tersebut dituliskan dan siswa memecahkan masalah
ini dengan menggunakan kertas dan pensil adalah contoh umum dari
pemecahan suatu masalah abstrak.
Pendekatan CRA memberikan kerangka kerja yang secara konseptual
membantu siswa untuk membentuk hubungan yang bermakna antara
kemampuan dalam tingkat konkret, representasi dan abstrak.Pemahaman
siswa dimulai dari pengalaman visual, dan kinestetik untuk membangun
abstrak.11De Walle mengemukakan bahwa model dapat memainkan peran
yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul.12 Dengan pendekatan ini siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam simbol-simbol
matematika dengan benar sehingga dapat menyelesaikan persoalan
matematika dengan tepat.
Pembelajaran dengan pendekatan CRA memiliki kemiripan dengan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).Pendekatan RME adalah
pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan
kenyataan dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran.13Jadi
pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan
selanjutnya diikuti dengan contoh-contoh soal.Namun sifat-sifat, definisi,
teorema itu diharapkan ditemukan kembali oleh siswa.
Kegiatan RME dalam pembelajarannya di kelas, dimulai dari masalah
kontekstual dan memberi kebebasan kepada siswa untuk dapat
mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah
kontekstual tersebut dengan caranya sendiri sesuai dengan pengetahuan awal
yang dimiliki. Proses penjelajahan, penginterpretasian, dan penemuan kembali
dalam RME menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal, yang
diinspirasi oleh cara-cara pemecahan masalah informal yang digunakan oleh
siswa.14
Matematisasi horizontal berkaitan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Aktivitas yang dapat
digolongkan dalam matematisasi horizontal antara lain: mengidentifikasi
masalah, memvisualisasikan masalah dengan cara yang berbeda,
mentransformasikan masalah dunia nyata ke masalah matematik. Sedangkan
11
Jane Hauser, Concrete-Representational-Abstract Instructional Approach, (U.S: American Institutes for Research, 2010), p.1.
12
John A. Van De Walle, Elementary and Midle School Mathematics Teaching Devellopmentally. (USA: Pearson Education Inc., 2006), p. 34
13
Tri Diyah Prastiti, “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan Awal terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika Siswa SMP Kelas VII”, (Dosen FKIP Universitas Terbuka di UPBJJ Surabaya), h. 201
14
matematisasi vertikal berkaitan dengan proses pengorganisasian kembali
pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Aktivitas matematisasi vertikal contohnya: representasi
hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik,
penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian.
Pendekatan CRA berkaitan dengan prinsip matematisasi horizontal dan
vertikal dalam RME, dimana prinsip pentransformasian masalah dunia real ke
masalah matematik yang diawali dengan pengenalan konsep melalui hal yang
konkret, erat hubungannya dengan pembelajaran pada tahap concrete pada
CRA.Kemudian prinsip matematisasi horizontal mengenai pemvisualisasian
masalah berkaitan dengan tahap representational.Selanjutnya, pada prinsip
matematisasi vertikal menyangkut representasi hubungan-hubungan dalam
rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan
model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam tahap abstract pada CRA.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis
a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi sangat diperlukan dalam proses pembelajaran
karena dengan komunikasi akan terjadi interaksi timbal balik dan terjadinya
transfer informasi. Kemampuan komunikasi yang baik akan memungkinkan
siswa aktif dalam pembelajaran dan memudahkannya dalam memberikan penalaran terhadap informasi tersebut.
Kata “komunikasi” berasal dari kata latincum, yaitu kata depan yang
berarti dengan dan bersama dengan, dan unnus, yaitu kata bilangan yang
berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communio yang dalam
bahasa inggris menjadi communion dan berarti kebersamaan.”15Menurut
Cronkhite ada empat asumsi pokok untuk memahami suatu komunikasi, yaitu
15
Pertama, komunikasi adalah suatu proses (communication is a process). Kedua, komunikasi adalah pertukaran pesan (communication is transactive). Ketiga, komunikasi adalah interaksi yang berarti multidimensi (communication is multi-dimensional). Artinya, karakteristik sumber (source), saluran (channel), pesan (massage), audiensi, dan efek dari pesan, semuanya berdimensi kompleks.Keempat, komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan-tujuan atau maksud-maksud ganda (communication us multiproposeful).16
Evertt M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang
didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada
penerima dengan tujuan untuk mengubah perilakunya.17 Pendapat senada
dikemukakan oleh Theodore Herbert yang mengatakan bahwa komunikasi
merupakan proses yang didalamnya menunjukan arti pengetahuan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud
mencapai beberapa tujuan khusus.18
Menurut Hardjana, dalam sudut pandang pertukaran makna,
komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna dalam
bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media
tertentu.19
Berdasarkan definisi yang ada di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
komunikasi merupakan proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan
atau informasi dari seseorang kepada orang lainmelalui media tertentu.
Pertukaran makna merupakan inti yang terdalam kegiatan komunikasi karena
yang disampaikan orang dalam komunikasi bukanlah kata-kata, melainkan arti
atau makna-makna dari kata-kata. Di dalam berkomunikasi tersebut harus
dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu
dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk
bahasa matematis.
16
Ibid, h. 19.
17
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2013. h.282
18
Ibid.h. 282
19
Untuk dapat berkomunikasi diperlukan alat.Alat utama dalam
melakukan komunikasi adalah bahasa.Matematika merupakan salah satu bahasa yang juga dapat digunakan dalam berkomunikasi selain bahasanya
sendiri.Matematika merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu
simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa
apapun didunia, misalnya dalam matematika untuk menyatakan jumlah
digunakan lambang Σ, dan semua orang memahami bahwa lambang itu menyatakan jumlah.
Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs), komunikasi
matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu
kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren
kepada teman, guru dan lainnya secara lisan dan tulisan.20 Melalui
keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman
matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar
untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa
berbicara dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide
mereka dan belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan
merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol.
Sri menyatakan bahwa siswa dikatakan mampu dalam komunikasi
secara matematik bila ia mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.21
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Sumarmo bahwa kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik di antaranya adalah:22
a. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam
bahasa, simbol, ide, atau model matematik.
b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan.
20
Armiati, “Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.5 Desember 2009. h. 271
21
Sri Wardhani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008), h.19
22
c. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
d. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis. e. Menggunakan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam
bahasa sendiri.
Baroody menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa
komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa.
Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar
alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola,
menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga
sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide atau
gagasan secara jelas, tepat, dan cermat. Kedua, mathematics learning as social
activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, juga
sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan
siswa.23
Cockroft dalam laporannya menyatakan bahwa “we believe that all
these perseptions of the usefulness of mathematics arise from the fact that
mathematics provides a means of communication which is powerful, concise,
and unbiguou.”24 Pernyataan ini menunjukkan tentang pentingnya para siswa
belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat
komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.
Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara
benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya kemampuan-kemampuan matematika yang lain. Siswa yang memiliki
kemampuan komunikasi yang baik akan bisa membuat representasi yang
beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan
alternatif-alternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya kemampuan
menyelesaikan permasalahan matematika.
23
Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order Mthematical Thinking dan Affective Behavior”, Makalah disampaikan pada Workshop Pendidikan Matematika, Universitas Islam Negeri Jakarta, Jakarta, 22 Oktober 2014
24
Berdasarkan pengertian yang telah dibahas sebelumnya, dapat
disimpulkan kemampuan komunikasi matematis sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dalam matematika secara tulisan berupa aktivitas memberikan
jawaban dengan tulisan, mengekspresikan ide-ide matematis, menjelaskan ide,
situasi matematik secara tulisan serta menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa atau simbol matematika
b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan
menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan
simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari
informasi yang diperoleh. Seseorang dikatakan dapat berkomunikasi bilaia
mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.25
Indikator komunikasi matematis menurut NCTM dapat dilihat dari :
1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi
ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya.
3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.26
Sedangkan menurut Sumarmo komunikasi matematis meliputi
kemampuan siswa:27
25
Sri Wardhani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008), h.19
26
Darto, “Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematika Dalam Pembelajaran Geometri di Sekolah Dasar”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2013 UIN, Jakarta: 2013, h. 77
27
1) Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide
matematika.
2) Menjelaskan ide, situasi , dan relasi matematik secara lisan atau tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika.
4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5) Membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis.
6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi.
7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
dipelajari.
Satriawati membagi kemampuan komunikasi matematis menjadi tiga
yaitu sebagai berikut:28
1) Written text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa
sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan,
tulisan, konkrit, grafik, dan aljabar, menjelaskan dan membuat
pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan,
mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur,
menyusun argumen dan generalisasi.
2) Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram
ke dalam ide-ide matematika.
3) Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika
dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
28
1) Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa
sendiri untuk mengekspresikan ide-ide matematis, menjelaskan ide, dan situasi matematik.
2) Mathematical Expression, yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam konsep matematika.
3. Pendekatan Konvensional
Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang
selama ini masih banyak diterapkan oleh guru ketika mengajar. Pendekatan
konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendekatan yang terdiri
atas lima pengalaman belajar pokok, yaitu:29
a. Mengamati
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan
melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta
didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan
(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada
peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak,
dibaca atau dilihat. Guru membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal
lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada
pertanyaan yang bersifat hipotetik.
c. Mengumpulkan informasi dan Mengasosiasi
Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi
dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat
membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang
29
lebih teliti atau bahkan melakukan eksperimen.Dari kegiatan tersebut
terkumpul sejumlah informasi. d. Mengkomunikasikan.
Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan
menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan dan dinilai oleh guru sebagai
hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.
B.
Hasil Penelitian yang Relevan
1) Winda Sudirja (2011). Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif dengan Metode
Pengajaran Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematisk
Siswa Pada Sub Bab Relasi dan Fungsi. Meneliti tentang kemampuan
komunikasi matematis siswa di kelas VIII SMP pada materi Relasi dan
Fungsi dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif dengan metode
pengajaran terbimbing. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis yang meliputi tiga aspek yaitu
Written Text, Drawing dan Mathematical Expression yang pembelajaran
matematikanya diterapkan strategi pembelajaran aktif dengan metode
pengajaran terbimbing lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan
komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dilakukan secara
konvensional. Hal lain dari penelitian ini menunjukan bahwa strategi
pembelajaran aktif dengan metode pengajaran terbimbing memberi pengaruh
yang sangat signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis dalam
tiga aspek kemampuan yaitu Written Text, Drawing dan Mathematical
Expression.
2) Ati Yuliati (2013). Penerapan Pendekatan Concrete–Representational–
Abstract (CRA) untuk Meningkatkan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa
SMP dalam Pembelajaran Geometri. Meneliti tentang penerapan pendekatan
CRA untuk meningkatkan kemampuan abstraksi matematis siswa. Dalam
penelitiannya, Ati Yuliati menggunakan pendekatan CRA pada pokok
bahwa pelaksanaan pendekatan CRA mampu membuat siswa meningkatkan
kemampuan abstraksi matematis dengan rata-rata pencapaian 74.33.
Dari kedua penelitian tersebut di atas maka penulis menganggap bahwa
terdapat hubungan/keterkaitan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang
penulis akan lakukan. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan
diteliti meliputi Written Text, dan Mathematical Expression dengan menggunakan
pendekatan Concrete–Representational–Abstract (CRA).
C.
Kerangka Berfikir
Untuk dapat berkomunikasi diperlukan alat, alat utama dalam melakukan
komunikasi adalah bahasa.Matematika merupakan salah satu bahasa yang juga
dapat digunakan dalam berkomunikasi selain bahasanya sendiri.Matematika
merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu simbol dalam matematika
dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa apapun didunia, misalnya dalam
matematika untuk menyatakan jumlah digunakan lambang Σ, dan semua orang memahami bahwa lambang itu menyatakan jumlah.
Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam
matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara
koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Melalui
keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman
matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar
untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa bicara
dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide mereka dan
belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan merepresentasikan
ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol.
Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan
yang diperlukan dalam belajar matematika dan sangat diperlukan dalam
menghadapi masalah dalam kehidupan siswa serta perlu mendapat perhatian
untuk lebih dikembangkan.Namun nyatanya terungkap bahwa siswa masih kurang
baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi secara lisan atau
ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut
salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga kurang terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan komunikasi matematis dalam
penyelesaiannya.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tentunya
tidak terlepas dari adanya kerja sama antara siswa dan guru. Untuk terciptanya
situasi pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan komunikasi
matematis, sebaiknya siswa diberikan suatu pendekatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan untuk mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk
membantu siswa dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis.Aktivitas
yang langsung dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan
ingatan yang lama pada otak.Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis
siswa dalam berpikir.
Pendekatan CRA (Concrete–Representational–Abstract) mengajarkan
siswa melalui 3 tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi, dan (3) abstrak.
Pengajaran dengan CRA adalah tiga tahap proses pembelajaran dimana siswa
memecahkan masalah matematika melalui manipulasi fisik benda konkret, diikuti
dengan pembelajaran melalui representasi bergambar dari manipulasi benda
konkret, dan diakhiri dengan pemecahan masalah matematika melalui notasi
abstrak.
Ketiga tahapan dalam CRA ini saling mendukung satu sama lain dan
pelaksanaannya pun tidak dilakukan secara linear tetapi secara siklik. CRA tidak harus dilihat atau dipraktekkan sebagai pendekatan yang terpisah tetapi lebih
sebagai pendekatan yang terintegrasi untuk memastikan bahwa setiap siswa
berhasil.Setiap tahap dalam CRA membangun pengajaran sebelumnya untuk
mendorong belajar siswa, kemampuan mengingat, dan untuk memanggil
pengetahuan konseptual.
Pembelajaran dengan pendekatan CRA memiliki kemiripan dengan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).Pendekatan CRA berkaitan
dengan prinsip matematisasi horizontal dan vertikal dalam RME, dimana prinsip
pengenalan konsep melalui hal yang konkret, erat hubungannya dengan
pembelajaran pada tahap concrete pada CRA.kemudian prinsip matematisasi horizontal mengenai penvisualisasian masalah berkaitan dengan tahap
representational. Selanjutnya, pada prinsip matematisasi vertikal menyangkut
representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model
matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam tahap abstract pada CRA.
Berdasarkan uraian diatas terlihat terdapat keterkaitan antara pendekatan
Concrete-Representational-Abstract (CRA) dengan kemampuan komunikasi
matematis siswa.Dengan demikian, diduga bahwa penggunaan pendekatan
Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat mempengaruhi kemampuan
Bagan 2.1
D.
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian serta kajian hasil
penelitian relevan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut : kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan Concrete-Representasional-Abstract (CRA) lebih
tinggi dari pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
konvensional.
Pendekatan Pembelajaran Concrete Representational Abstract (CRA)
Concrete
Representational
Abstract
1. Written Text 2. Mathematical
Expression
Kemampuan komunikasi matematis siswa meningkat Siswa kesulitan untuk
mengungkapkan pendapatnya.
Siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya. Siswa kurang terbiasa
29
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Hasra Depok, Jalan Bojongsari
Baru No. 24, Depok. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada semester
[image:45.595.115.511.227.589.2]genap tahun ajaran 2014/2015 di kelas VII pada bulan Maret.
Tabel 3.1 Agenda Penelitian
No. Kegiatan Feb Mar Apr Mei
1. Persiapan dan Perencanaan √
2. Observasi (Studi Lapangan) √
3. Pelaksanaan Pembelajaran √
4. Analisis Data √
5. Laporan Penelitian √
B.
Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
quasi eksperimen. Sampel terdiri dari dua kelas berbeda yang nantinya akan
mendapatkan pembelajaran dengan metode yang berbeda. Kelas eksperimen akan
mendapat pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA)
dan kelas kontrol akan belajar dengan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Randomized Post-test
Only Control Group Design. Dalam desain ini objek yang ingin di teliti akan di
tes pada tes akhir yang diberikan setelah kedua kelas mendapatkan perlakuan
seperti yang telah dipaparkan di atas. Desain penelitian jenis ini dinilai sebagai
desain yang paling efisien dan pilihan terbaik untuk jenis penelitian eksperimen
Adapun skemanya1 sebagai berikut :
Dimana:
R1 = Kelompok eksperimen yang dipilih secara acak
R2 = Kelompok kontrol yang dipilih secara acak
X1 = Perlakuan dengan pendekatan CRA
X2 = Perlakuan dengan pembelajaran konvensional
O = Posttest dengan tes kemampuan komunikasi matematis
Simbol X menunjukan variabel eksperimental dalam hal ini adalah pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA). Simbol O
mewakili observasi yang dilakukan untuk memperoleh data dari objek yang
ditelit