• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pendekatan Concrete - Representasional - Abstract (CRA) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pendekatan Concrete - Representasional - Abstract (CRA) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VII SMP Al – Hasra)

Skripsi

DiajukankepadaFakultasIlmuTarbiyahdanKeguruan untukMemenuhi Salah SatuSyaratMencapaiGelarSarjana

Pendidikan

Oleh:

DewantiMustika Sari

NIM 1110017000099

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

DEWANTI MUSTIKA SARI (NIM: 1110017000099). Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMP Al-Hasra Depok).

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

Concrete-Representational-Abstarct (CRA), (2) membandingkan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete-Representational-Abstarct (CRA) dan konvensional. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan desain penelitian two group randomized subject posttest only. Teknik cluster random sampling digunakan untuk menentukan 2 kelas sebagai sampel penelitian, dengan kelas 7.1 sebagai eksperimen dan kelas 7.2 sebagai kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapatkan nilai rata-rata 80,71 dan nilai rata-rata kelas kontrol sebesar 66,67. Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan analisis Independent Sample T Test, P-value < α sehingga

H0 ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan

pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Kata Kunci: Komunikasi Matematis, Concrete – Representational – Abstract

(6)

ii

ABSTRACT

DEWANTI MUSTIKA SARI (NIM: 1110017000099), The Effect of Concrete – Representational – Abstract (CRA) to Students Mathematical Communication Skill (Quasi Experiments research at SMP Al-Hasra Depok)

The purpose of the study are : (1) inspect and analyze how students mathematical communication skill who are thought using Concrete – Representational – Abstract and the conventional learning. (2) compare students mathematical communication skill who are thought using Concrete – Representational – Abstract with the conventional learning. The methods of study is used a quasi-experimental method with the research design by two group randomized subject post-test only. Cluster Random Sampling technique used to determine 2 group, 7.1 for experimental group and 7.2 for control group. The results of this study indicates that experimental group obtained the average is Xe=80,71 and control group is Xk =66,6. Based on hypothesis with Independent Sample T Test analyze, P-value < α H0 was rejected. The result of this research shows that the application of Concrete-Representational-Abstract (CRA) could increase the student’s mathematical communication skill.

(7)

iii

Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta

karunia nikmatNya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA)

terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa” ini dengan baik. Sholawat

dan salam semoga selalu tercurahkan atas baginda Nabi Muhammad SAW, yang

telah memberikan cahaya dalam hidup penulis berupa cahaya Islam.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun waktu, tenaga dan pikiran

telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki,

demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi

pembaca pada umumnya.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan,

dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sebagai sekretaris Jurusan Pendidikan

Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, selaku Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu

(8)

iv

memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

7. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada

umumnya dan Jurusan Pendidikan Matematika khususnya yang telah

memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan

dengan skripsi ini.

9. Andi Suhandi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Al-Hasra Depok, serta segenap

guru dan karyawan sekolah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk mengadakan penelitian.

10. Paling istimewa untuk ayahanda dan Ibunda tercinta yang nuraninya mengalir

indah dalam darahku, yang telah tulus merawat, membesarkan, mendidik, dan

mencurahkan kasih sayang serta tak bosan-bosannya memberikan dukungan

moril, materil, semangat dan do’a untuk penulis.

11. Kakak ku Aji Purnomo dan adik ku Caca Wulandari yang selalu memberikan

semangat kepada penulis.

12. Sahabat terkasih Jahra, Pance, Depi, Henoy, Dije, Pature, Idoy, Mae, Anis, dan

M. Rian, terima kasih karena selalu menebar canda tawa, keisengan, serta

semangat kebersamaannya, together we can yosha.

13. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’10,

Sparta, Wasabi, dan terutama Cuspid. Terima kasih atas kebersamaan dan

(9)

v

Penulis,

(10)

vi

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR GRAFIK ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah... 9

D.Perumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 11

A.Deskripsi Teoretis ... 11

1. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) ……….. 11

a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran………. 11

b. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) ... 12

c. Tahapan Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) ... 14

2. Kemampuan Komunikasi Matematis.………... 17

a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis………….... 17

b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis……….. 21

(11)

vii

B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 24

C. Kerangka Berpikir……… 25

D.Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODOLODI PENELITIAN... 29

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

B. Metode dan Desain Penelitian ... 29

C. Populasi dan Sampel ... 30

D.Teknik Pengumpulan Data ... 31

E. Instrumen Penelitian ... 32

F. Analisis Instrumen ... 33

1. Validitas Instrumen ... 33

2. Reliabilitas Instrumen ... 35

3. Taraf Kesukaran ... 35

4. Daya Pembeda ... 37

G.Teknik Analisis Data ... 38

1. Uji Prasyarat ... 38

a. Uji Normalitas ... 38

b. Uji Homogenitas Varians... 40

2. Uji Hipotesis ... 40

H. Hipotesis Statistik... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 42

A. Deskripsi Data ... 42

1. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen.. 44

2. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 45

B. Analisis Data ... 46

1. Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 47

2. Uji Homogenitas Data ... 47

3. Uji Hipotesis ... 48

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 49

(12)

viii

2. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Mathematical

Expression ... 57

D.Keterbatasan Penelitian ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 62

A.Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 62

(13)

ix

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis .. 32

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis 33

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen... 34

Tabel 3.5 Rekapitulasi Taraf Kesukaran Uji Coba Instrumen ... 36

Tabel 3.6 Rekapitulasi Daya Pembeda Uji Coba Instrumen ... 38

Tabel 4.1 Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis . 43

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Kelas Eksperimen ... 44

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Kelas Kontrol………. 45

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan

Kontrol... 47

Tabel 4.5 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi

Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 48

Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis……… 49

Tabel 4.7 Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

(14)

x

Gambar 4.2 Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Representational ... 54

Gambar 4.3 Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Abstract………. 55

Gambar 4.4 Jawaban Siswa Kelas Kontrol pada Aspek Written Text .... 56

Gambar 4.5 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen pada Aspek Written Text 56

Gambar 4.6 Jawaban Siswa Kelas Kontrol pada Aspek Mathematical

Expression ... 58

Gambar 4.7 Jawaban Siswa Kelas Eksperimen pada Aspek

[image:14.595.114.510.153.637.2]
(15)

xi

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol 45

Grafik 4.2 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol 46

[image:15.595.114.510.145.645.2]
(16)

xii

Lampiran 2 Hasil Wawancara ... 70

Lampiran 3 RPP Kelas Eksperimen ... 72

Lampiran 4 RPP Kelas Kontrol ... 76

Lampiran 5 LKS Kelas Eksperimen ... 81

Lampiran 6 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 84

Lampiran 7 Soal Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis………. 85

Lampiran 8 Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 87

Lampiran 9 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 89

Lampiran 10 Perhitungan Uji Validitas ... 90

Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 92

Lampiran 12 Perhitungan Uji Realibilitas ... 93

Lampiran 13 Reliabilitas Instrumen ... 94

Lampiran 14 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 96

Lampiran 15 Taraf Kesukaran Instrumen ... 97

Lampiran 16 Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 98

Lampiran 17 Daya Pembeda Instrumen ... 99

Lampiran 18 Hasil Rekapitulasi ... 101

Lampiran 19 Skor Kelas Eksperimen ... 102

Lampiran 20 Skor Kelas Kontrol ... 104

Lampiran 21 Uji Normalitas, Homogenitas dan Uji T Skor Posttest ... 106

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan orang banyak, memiliki peran yang penting bagi perkembangan suatu individu yang selanjutnya berujung pada

maju dan mundurnya suatu bangsa dan Negara. Pendidikan juga merupakan

suatu proses pembentukan pola pikir manusia yang memungkinkan untuk

tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Agar orang-orang

terdidik di masa depan menjadi manusia yang berkualitas diperlukan adanya

reformasi dalam pembelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam

kurikulum 2013.

Tingkat ketercapaian pelaksanaan reformasi pendidikan dan

pembelajaran matematika tersebut dapat diketahui melalui ketercapaian tujuan

mata pelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam salah satu

Kompetensi Inti Kurikulum 2013 yang menyebutkan bahwa peserta didik

diharapkan mampu mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret

(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah

abstrak (menulis, membaca menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai

dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut

pandang/teori.1

Kemampuan yang diharapkan dalam Kompetensi Inti Kurikulum 2013

yang telah dikemukakan di atas tidak lain merupakan pengembangan daya

matematis (mathematical power). Hal ini diungkapkan oleh NCTM yang

dikutip oleh Sumarmo menyatakan, daya matematis adalah kemampuan untuk mengeksplorasi, menyusun konjektur, dan memberikan alasan secara logis;

kemampuan menyelesaikan masalah non rutin; mengomunikasikan ide

mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi;

1

(18)

menghubungkan ide-ide dalam matematika, antar matematika, dan kegiatan

intelektual lainnya.2 Dengan kata lain daya matematis memuat kemampuan pemahaman, pemecahan masalah, koneksi, komunikasi dan penalaran

matematis. Sebagai implikasinya, daya matematis merupakan kemampuan

yang perlu dimiliki siswa yang belajar matematika pada jenjang sekolah

manapun.

Mutu pendidikan Indonesia khususnya pada pelajaran matematika

masih rendah. Dapat dilihat dari hasil studi TIMSS (Trends In International

Mathematics and Science Study) tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh TIMSS bahwa diantara 58 negara peserta TIMSS, peserta

didik Indonesia berada pada urutan ke-38 dengan skor skala rata-rata

kemampuan matematik siswa secara keseluruhan sebesar 386. Aspek yang

dinilai yaitu pengetahuan dengan skor 378, penerapan dengan skor 384, dan

penalaran dengan skor 386.3 Skor rata-rata Indonesia ini mengalami

penurunan, yang mana pada tahun 2007 skor rata-rata Indonesia yaitu 397.

Hal ini menunjukkan bahwa prestasi matematika di Indonesia menurun.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di SMP Al-Hasra

menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong

rendah. Hal ini dikarenakan siswa tidak dibiasakan dengan soal-soal yang

membutuhkan komunikasi dalam penyelesaiannya.4

Salah satu yang harus ditekankan dalam pembelajaran matematika

adalah kemampuan komunikasi matematis, hal ini dikarenakan matematika merupakan bahasa dan alat, matematika menggunakan definisi-definisi yang

jelas dan simbol-simbol khusus dan sebagai alat matematika digunakan setiap

orang dalam kehidupannya. Matematika memberi peluang berkembangnya

kemampuan bernalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat, kreatif,

menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat

2

Utari Sumarmo, “Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik”. 2010. h. 3

3

Ina V.S. Mullis, et.al., TIMSS 2011 International Results in Mathematics, (USA: TIMSS & PIRLS International Study Center, 2012), p.150.

4

(19)

matematika, serta mengembangkan sifat objektif dan terbuka yang sangat

diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah.

Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs) yang dikutip

Armiati, komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam

matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika

secara koheren kepada teman, guru dan lainnya secara lisan dan tulisan.5

Melalui keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam

pemahaman matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa

matematika yang benar untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka

kerjakan. Bila siswa berbicara dan menulis tentang matematika, mereka

mengklarifikasi ide-ide mereka dan belajar bagaimana membuat argumen

yang meyakinkan dan merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal,

gambar dan simbol.

Kemampuan komunikasi matematika siswa penting untuk

dikembangkan karena mencakup kemampuan mengkomunikasikan

pemahaman konsep, penalaran, dan pemecahan masalah sebagai tujuan

pembelajaran matematika. Matematika yang dipelajari di sekolah adalah

matematika yang materinya dipilih sedemikian rupa agar mudah

dialihfungsikan kegunaannya dalam kehidupan siswa yang mempelajarinya.

Dalam pembelajaran matematika, seorang siswa yang sudah

mempunyai kemampuan pemahaman matematis dituntut juga untuk bisa

mengkomunikasikannya, agar pemahamannya tersebut bisa dimengerti oleh orang lain. Dengan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang

lain, seorang siswa bisa meningkatkan pemahaman matematisnya. Seperti

yang diungkapkan Huggins yang dikutip Abdul bahwa untuk meningkatkan

pemahaman konseptual matematis, siswa bisa melakukannya dengan

mengemukakan ide-ide matematisnya kepada orang lain.6 Komunikasi

5 Armiati, “Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 5 Desember 2009. h. 271

6

(20)

merupakan suatu cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui

komunikasi, ide-ide menjadi obyek refleksi, diskusi, dan pengembangan. Proses komunikasi juga membangun makna dan kekokohan ide. Ketika siswa

ditantang berfikir dan bernalar tentang matematika dan mengkomunikasikan

hasilnya kepada yang lain secara verbal ataupun tertulis, mereka belajar untuk

menjadi lebih memahami dan lebih yakin.7

Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara

benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya

kemampuan-kemampuan matematika yang lain.8 Siswa yang memiliki

kemampuan komunikasi matematis yang baik akan dapat membuat

representasi yang beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan

alternatif-alternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya

kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika. Oleh karena itu, siswa

perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap

setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan

oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna

baginya.

Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan

paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih

dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa,

sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan

dari guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika, guru adalah manajer belajar dari masyarakat belajar di dalam kelas, guru

mengkondisikan agar siswa aktif berkomunikasi dalam belajarnya. Guru

membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta

meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat.

7

Hamdani, “Pengembangan Pembelajaran Dengan Mathematichal Discourse dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Siswa Sekolah Menengah Pertama” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009. h.164

(21)

Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa

aktif berkomunikasi tidaklah mudah. Dalam suatu wawancara yang dilakukan peneliti dengan salah satu guru matematika SMP Al-Hasra Depok terungkap

bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik

komunikasi secara lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan

pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran

mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan

gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga kurang terbiasa dengan

soal-soal yang memerlukan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya,

misalnya “Pak Ali mempunyai kebun berbentuk persegi panjang dengan

ukuran lebar 8 m dan panjangnya 10 m. Seperempat bagian kebun ditanami

kol, seperenam bagian kebun ditanami cabe dan sisanya ditanami jagung. a)

Gambarlah sketsa kebun pak Ali seluruhnya dan bagian kebun yang ditanami

kol, cabe dan jagung. b) hitung luas kebun seluruhnya dan luas kebun kol,

kebun cabe, dan kebun jagung.”9 soal-soal seperti ini yang masih

membingungkan siswa. Pada soal ini siswa masih merasa bingung untuk

menentukan luas kebun yang ditanami cabe, kol, dan jagung. Karena biasanya

siswa hanya mengerjakan soal yang tidak memerlukan komunikasi matematis

dalam penyelesaiannya.

Penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa adalah

pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran bersifat konvensional,

yaitu pendekatan yang dalam pembelajarannya menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran. Guru menjelaskan materi sedangkan siswa hanya duduk dan

mendengarkan penjelasan guru sambil mencatat. Hal ini terjadi pada hampir

setiap materi yang diajarkan, akibatnya pembelajaran menjadi monoton dan

menyebabkan motivasi siswa untuk belajar matematika menjadi berkurang.

Siswa akan merasa jenuh dengan pola pembelajaran yang sama terus menerus.

Pada akhirnya, siswa hanya mengikuti proses pembelajaran sebagai rutinitas

tanpa diiringi dengan kesadaran untuk menambah ilmu atau keterampilan.

9

(22)

Aktivitas siswa di kelas hanya memerhatikan penjelasan guru tanpa

berperan aktif selama proses pembelajaran. Pembelajaran matematika yang melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa dapat menggunakan

kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah

matematika. Guru harus membangun komunitas dimana para siswa merasa

bebas mengekspresikan ide mereka dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan

melalui berbagai aktivitas salah satunya berkomunikasi.

Begitu pentingnya kemampuan komunikasi matematis karena berkaitan

dengan peningkatan pemahaman konseptual matematis, sehingga para guru

perlu menerapkan suatu pendekatan khusus untuk menciptakan suatu

pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa. Pendekatan tersebut meliputi langkah-langkah guru dalam

penyampaian materi, dan bagaimana peranan guru untuk membelajarkan

siswa. Salah satu pendekatan yang memungkinkan adalah pendekatan

Concrete Representational Abstract (CRA).

Pendekatan CRA merupakan instruksi dalam pembelajaran

matematika yang menggabungkan representasi visual. CRA adalah

pendekatan yang memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan

guru menggunakan Concrete (seperti chip berwarna, angka geometris, pola

blok, kubus, dan aktivitas langsung siswa) untuk model konsep matematika

yang harus dipelajari, kemudian menunjukkan konsep melalui

Representational (seperti menggambar bentuk), dan yang terakhir adalah

Abstract atau simbolis (seperti angka, notasi, atau simbol matematika

lainnya).10

Pendekatan CRA menggunakan suatu model sebagai jembatan

pemahaman siswa. Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan

kesempatan mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk membantu siswa

dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis. Aktivitas yang langsung

dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan ingatan

yang lama pada otak. Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis

(23)

siswa dalam berpikir. De Walle mengemukakan bahwa model dapat

memainkan peran yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul.11 Dengan pendekatan ini siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam

simbol-simbol matematika dengan benar sehingga dapat menyelesaikan

persoalan matematika dengan tepat.

Ada dua pandangan penting menurut Freudenthal yaitu matematika

dihubungkan dengan realitas dan matematika dipandang sebagai aktivitas

manusia.12 Berdasarkan dua pandangan tersebut, maka matematika harus

diusahakan dekat dengan kehidupan siswa, harus dikaitkan dengan kehidupan

sehari-hari, dan bila memungkinkan real bagi siswa. Siswa harus diberi

kesempatan yang leluasa untuk belajar melakukan aktivitas matematik atau

matematisasi.

Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan CRA sangat cocok dalam

menunjang kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dikarenakan

dalam tahap pengajaran CRA guru memulai dengan pemodelan konsep

matematika dengan benda konkret, kemudian tahap selanjutnya guru

mengubah model menjadi tahap representasi (semikonkret) dan diakhiri

memodelkan konsep matematika dengan hanya menggunakan angka, notasi,

dan simbol matematika. Penerapan tahap konkret lalu ke tahap representasi

dan diakhiri dengan tahap abstrak mengajarkan siswa untuk mengasah

kemampuan komunikasi matematisnya. Karena untuk mengubah suatu

konsep matematik dengan benda konkret menjadi semikonkret siswa harus mengekspresikan ide-ide matematisnya. Selanjutnya mengubah semikonkret

menjadi abstrak, siswa diharuskan mengkomunikasikan tahap representasi

dengan menggunakan angka, notasi, dan simbol matematika.

11

John A. Van De Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. (Jakarta: Erlangga, 2006), h. 37

12

(24)

Pembelajaran dengan pendekatan CRA dapat berhasil diterapkan

karena, adanya interaksi antara benda konkret dengan representasi gambar-gambar yang dapat meningkatkan kemungkinan bagi siswa untuk mengingat

dan memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah matematika.

Siswa lebih mungkin untuk menghafal, menulis, dan mengambil informasi

ketika informasi disajikan dalam format multiindrawi: visual, auditorally,

tactilely, dan kinesthetically. Menggunakan benda-benda konkret dan

mengaitkannya dengan representasi gambar yang dijelaskan dalam program

ini akan membantu siswa mendapatkan akses tambahan untuk memunculkan

ide-ide saat menemukan kesulitan dalam pembelajaran abstrak. Bahkan,

ketika siswa disajikan dengan pertanyaan-pertanyaan abstrak dalam

matematika, mereka dapat kembali ke level sebelumnya (konkret atau

representasi) untuk memecahkan masalah.

Dari beberapa uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk

meneliti mengenai “Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

SMP”. Pendekatan ini diharapkan bisa menjembatani siswa untuk memahami konsep dan mampu mengeluarkan ide-ide matematisnya sehingga

kemampuan komunikasi matematisnya bisa meningkat.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat

diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya.

2. Siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya.

3. Siswa kurang terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan komunikasi

matematis dalam penyelesaiannya, sehingga kemampuan komunikasi

matematis yang dimiliki siswa masih rendah.

4. Guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan

(25)

5. Pendekatan pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru

sehingga kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.

C.

Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup

luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada:

1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan Concrete

Representational Abstract (CRA). Pendekatan CRA mengajarkan siswa

melalui tiga tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi, dan (3)

abstrak. Pengajaran dengan CRA adalah tiga tahap proses pembelajaran

dimana siswa memecahkan masalah matematika melalui manipulasi fisik

benda konkret atau aktivitas langsung, diikuti dengan pembelajaran

melalui representasi bergambar dari aktivitas langsung maupun manipulasi

benda konkret, dan diakhiri dengan pemecahan masalah matematika

melalui notasi abstrak.

2. Kemampuan komunikasi matematis pada penelitian ini adalah kemampuan

komunikasi matematis dengan indikator :

a. Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa

sendiri untuk mengekspresikan ide-ide matematika, menjelaskan ide,

dan situasi matematik.

b. Mathematical Expression, yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari

dalam konsep matematika.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas maka dapat

dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pendekatan Concrete-Representasional

-Abstract (CRA) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis

(26)

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa

yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete

Representational Abstarct (CRA).

2. Membandingkan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang

dalam pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete

Representational Abstarct (CRA) dan siswa yang pembelajarannya

dilakukan secara konvensional.

F.

Manfaat Penelitian

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi:

1. Peneliti, dapat memperluas wawasan tentang cara pembelajaran

matematika dengan menggunakan pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA).

2. Siswa, mendapatkan pengalaman belajar matematika melalui pendekatan

Concrete Representational Abstarct (CRA) dapat meningkatkan

kemampuan komunikasi matematis siswa.

3. Guru, pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA) dapat

menjadi pendekatan pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam

menigkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

4. Sekolah, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk

mengembangkan atau menerapkan pendekatan Concrete Representational

Abstarct (CRA) dikelas-kelas lain.

5. Pembaca, dapat memberi gambaran/informasi tentang penerapan

pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA) terhadap

[image:26.595.123.514.140.604.2]
(27)

11

BAB II

DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR

DAN HIPOTESISPENELITIAN

A.

Deskripsi Teoritis

1. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA) a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran

W. Gulo mengemukakan bahwa, pendekatan pembelajaran adalah suatu

pandangan dalam mengupayakan cara siswa berinteraksi dengan

lingkungannya.1 Sedangkan menurut Sanjaya “pendekatan dapat diartikan

sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.

Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses

yang sifatnya masih sangat umum”.2

Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan

titik tolak atau sudut pandang terhadap pembelajaran untuk pembentukan

suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian. Pendekatan

akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk menggambarkan

perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau objek kajian yang akan

dipelajari.

Roy Kellen mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam

pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teachers-centered

approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered

approaches).3

Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran

yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar

bersifat klasik atau konvensional.Pendekatan ini memiliki ciri bahwa

pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru.Peran siswa

1

Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), cet. 1, h. 75

2

Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), cet. 2, h. 380

3

(28)

dalam pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk

guru.Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya.Selanjutnya pendekatan ini

menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran

deduktif dan pembelajaran ekspositori.4

Sedangkan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah

pendekatan pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai subjek

belajar.Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, manajemen,

dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa.Pada pendekatan ini siswa memiliki

kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan

potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan

keinginannya.Pendekatan ini, selanjutnya menurunkan strategi pembelajaran

discoverydan inquiryserta strategi pembelajaran induktif, yaitu pembelajaran

yang berpusat pada siswa.Pada strategi ini peran guru hanya sebagai

fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih

terarah.5

b. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA)

Pendekatan Concrete-Representasional-Abstract (CRA).pertama kali

digunakan oleh Mercer dan Miller. Mereka menggunakan pendekatan CRA

untuk mengajarkan konsep dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian dan

pembagian pada anak yang mengalami kesulitan belajar matematika. Secara signifikan siswa yang diajarkan dengan pendekatan CRA memperoleh hasil

yang lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pendekatan

konvesional.6 Kemudian penelitian terhadap pendekatan CRA terus

dikembangkan oleh peneliti yang lain. Bradley S. Witzel dalam penelitiannya

mengemukakan pendekatan instruksional

4

Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis Tekhnologi Informasi dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013), cet. 3, h. 45

5

Ibid., h. 46

6

(29)

Abstract(CRA) yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu: Concrete (belajar melalui

benda-benda nyata) – Representasional (belajar melalui perwakilan gambar) –

Abstract (belajar melalui notasi abstrak).7

Pendekatan CRA merupakan instruksi dalam pembelajaran matematika

yang menggabungkan representasi visual. CRA adalah pendekatan yang

memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan guru menggunakan

Concrete (seperti chip berwarna, angka geometris, pola blok, atau kubus, serta

aktivitas langsung yang dilakukan oleh siswa) untuk model konsep

matematika yang harus dipelajari, kemudian menunjukkan konsep melalui

Representational (seperti menggambar bentuk), dan yang terakhir adalah

Abstract atau simbolis (seperti angka, notasi, atau simbol matematika

lainnya).8

Pendekatan CRA menggunakan suatu model atau alat peraga sebagai

jembatan pemahaman siswa.Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan

kesempatan kepada para siswa untukmempraktikkan dan mendemonstrasikan

model atau alat peraga tersebut dalam mencapai kemampuan komunikasi

matematis.Aktivitas tersebut dapat membantu pemahaman materi ajar dan

ingatan yang lama pada otak.Model juga mampu mengeluarkan ide-ide

matematis siswa dalam berpikir.

Selain itu, tujuan dari pendekatan CRA ini sendiri adalah untuk

memperkuat pemahaman konsep matematika siswa yang mereka pelajari.

Ketika siswa yang mempunyai masalah matematika diizinkan untuk mengembangkan pemahaman matematika secara konkret mereka akan lebih

memahami konsep pada level abstrak.

7

Bradley S. Witzel, “Using CRA to Teach Algebra to Students with Math Difficulties in Inclusive Settings”. Learning Disabilities: A Contemporary Journal 3(2), 2005, p. 50

8

(30)

c. Tahapan Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA)

Pendekatan CRA mengajarkan siswa melalui tiga tahap belajar, yaitu:

(1) konkret, (2) representasi,dan (3) abstrak.9 Berikut akan dipaparkan lebih

lanjut mengenai ketiga tahap tersebut.

1) Concrete

Concrete yaitu tahapan “melakukan” dengan menggunakan objek

konkret menjadi suatu model permasalahan. Pada tahap ini setiap konsep

matematika dimodelkan dengan bahan konkret (misalnya chip berwarna,

pola blok, kubus, balok dll).10 Pembelajaran concrete memberikan banyak

kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan

memanipulasi benda-benda konkret atau melakukan aktivitas langsung

yang berkaitan dengan konsep matematika sehingga dapat memecahkan

masalah. Bagi siswa yang memiliki masalah dalam belajar matematika,

guru melakukan pemodelan eksplisit menggunakan benda-benda konkret

yang spesifik untuk memecahkan masalah matematika tersebut.

Pada tahap “melakukan” ini, siswa secara berkelompok mencari

informasi yang dibutuhkan untuk membuat suatu model permasalahan dari

konsep statistika. Dengan cara mewawancarai responden atau pun

observasi untuk mendapatkan data dan menjadikannya suatu model

permasalahan matematika yang kemudian dapat diselesaikan.

2) Representasional

Selanjutnya adalah tahapan “melihat” dengan menggunakan

representasi atau benda semikonkret menjadi suatu model

permasalahan.Pada tahap ini konsep matematika dimodelkan pada tingkat

representasional (semikonkret) yang melibatkan gambar yang mewakili

objek konkret yang digunakan sebelumnya.

9

Susan P. Miller and Meghan Kennedy, Using the Concrete-Representational-Abstract Sequence with Integrated Strategy Instruction to Teach Subtraction with Regrouping to Students with Learning Disabilities,Learning Disabilities Research & Practice, 27(4), 152-166, 2012, p. 153.

10

(31)

Pada tingkat pemahaman representasi, siswa belajar untuk

memecahkan masalah dengan menggambar.Gambar tersebut

merepresentasikan objek konkret yang menjadi sumber informasi

pengumpulan data oleh siswa saat pemecahan masalah pada tahap

concrete. Hal ini tepat bagi siswa untuk mulai menggambar solusi dari

masalah yang akan diselesaikan. Meskipun tidak semua siswa perlu untuk

menggambarkan suatu solusi permasalahan sebelum berpindah dari tingkat

pemahaman konkret ke tingkat pemahaman abstrak, pada khususnya siswa

yang belajar mengenai suatu masalah membutuhkan latihan memecahkan

masalah melalui gambar.

3) Abstract

Tahapan abstract merupakan tahapan “penyimbolan” dengan

menggunakan lambang matematika yang abstrak menjadi suatu model

permasalahan.Pada tahap ini, konsep matematika tersebut akhirnya

dimodelkan pada tingkat abstrak menggunakan angka dan simbol

matematika. Dengan data yang diperoleh pada tahap concrete, siswa dapat

menyimbolkan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan pada materi

statistika seperti Xmaks, Xmin, , ∑ dan sebagainya.

Siswa yang memecahkan masalah pada tingkat abstrak, melakukan

pemecahannya tanpa menggunakan benda konkret atau tanpa

menggambar.Pemahaman abstrak sering disebut sebagai “mengerjakan

matematika di kepala anda”.Melengkapi masalah matematika dimana

masalah matematika tersebut dituliskan dan siswa memecahkan masalah

ini dengan menggunakan kertas dan pensil adalah contoh umum dari

pemecahan suatu masalah abstrak.

Pendekatan CRA memberikan kerangka kerja yang secara konseptual

membantu siswa untuk membentuk hubungan yang bermakna antara

kemampuan dalam tingkat konkret, representasi dan abstrak.Pemahaman

siswa dimulai dari pengalaman visual, dan kinestetik untuk membangun

(32)

abstrak.11De Walle mengemukakan bahwa model dapat memainkan peran

yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul.12 Dengan pendekatan ini siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam simbol-simbol

matematika dengan benar sehingga dapat menyelesaikan persoalan

matematika dengan tepat.

Pembelajaran dengan pendekatan CRA memiliki kemiripan dengan

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).Pendekatan RME adalah

pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan

kenyataan dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran.13Jadi

pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan

selanjutnya diikuti dengan contoh-contoh soal.Namun sifat-sifat, definisi,

teorema itu diharapkan ditemukan kembali oleh siswa.

Kegiatan RME dalam pembelajarannya di kelas, dimulai dari masalah

kontekstual dan memberi kebebasan kepada siswa untuk dapat

mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyelesaikan masalah

kontekstual tersebut dengan caranya sendiri sesuai dengan pengetahuan awal

yang dimiliki. Proses penjelajahan, penginterpretasian, dan penemuan kembali

dalam RME menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal, yang

diinspirasi oleh cara-cara pemecahan masalah informal yang digunakan oleh

siswa.14

Matematisasi horizontal berkaitan dengan pengetahuan yang telah

dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Aktivitas yang dapat

digolongkan dalam matematisasi horizontal antara lain: mengidentifikasi

masalah, memvisualisasikan masalah dengan cara yang berbeda,

mentransformasikan masalah dunia nyata ke masalah matematik. Sedangkan

11

Jane Hauser, Concrete-Representational-Abstract Instructional Approach, (U.S: American Institutes for Research, 2010), p.1.

12

John A. Van De Walle, Elementary and Midle School Mathematics Teaching Devellopmentally. (USA: Pearson Education Inc., 2006), p. 34

13

Tri Diyah Prastiti, “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan Awal terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika Siswa SMP Kelas VII”, (Dosen FKIP Universitas Terbuka di UPBJJ Surabaya), h. 201

14

(33)

matematisasi vertikal berkaitan dengan proses pengorganisasian kembali

pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih abstrak. Aktivitas matematisasi vertikal contohnya: representasi

hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik,

penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian.

Pendekatan CRA berkaitan dengan prinsip matematisasi horizontal dan

vertikal dalam RME, dimana prinsip pentransformasian masalah dunia real ke

masalah matematik yang diawali dengan pengenalan konsep melalui hal yang

konkret, erat hubungannya dengan pembelajaran pada tahap concrete pada

CRA.Kemudian prinsip matematisasi horizontal mengenai pemvisualisasian

masalah berkaitan dengan tahap representational.Selanjutnya, pada prinsip

matematisasi vertikal menyangkut representasi hubungan-hubungan dalam

rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan

model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai dalam tahap abstract pada CRA.

2. Kemampuan Komunikasi Matematis

a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan komunikasi sangat diperlukan dalam proses pembelajaran

karena dengan komunikasi akan terjadi interaksi timbal balik dan terjadinya

transfer informasi. Kemampuan komunikasi yang baik akan memungkinkan

siswa aktif dalam pembelajaran dan memudahkannya dalam memberikan penalaran terhadap informasi tersebut.

Kata “komunikasi” berasal dari kata latincum, yaitu kata depan yang

berarti dengan dan bersama dengan, dan unnus, yaitu kata bilangan yang

berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communio yang dalam

bahasa inggris menjadi communion dan berarti kebersamaan.”15Menurut

Cronkhite ada empat asumsi pokok untuk memahami suatu komunikasi, yaitu

15

(34)

Pertama, komunikasi adalah suatu proses (communication is a process). Kedua, komunikasi adalah pertukaran pesan (communication is transactive). Ketiga, komunikasi adalah interaksi yang berarti multidimensi (communication is multi-dimensional). Artinya, karakteristik sumber (source), saluran (channel), pesan (massage), audiensi, dan efek dari pesan, semuanya berdimensi kompleks.Keempat, komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai tujuan-tujuan atau maksud-maksud ganda (communication us multiproposeful).16

Evertt M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang

didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada

penerima dengan tujuan untuk mengubah perilakunya.17 Pendapat senada

dikemukakan oleh Theodore Herbert yang mengatakan bahwa komunikasi

merupakan proses yang didalamnya menunjukan arti pengetahuan

dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud

mencapai beberapa tujuan khusus.18

Menurut Hardjana, dalam sudut pandang pertukaran makna,

komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna dalam

bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media

tertentu.19

Berdasarkan definisi yang ada di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

komunikasi merupakan proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan

atau informasi dari seseorang kepada orang lainmelalui media tertentu.

Pertukaran makna merupakan inti yang terdalam kegiatan komunikasi karena

yang disampaikan orang dalam komunikasi bukanlah kata-kata, melainkan arti

atau makna-makna dari kata-kata. Di dalam berkomunikasi tersebut harus

dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu

dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan

komunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk

bahasa matematis.

16

Ibid, h. 19.

17

Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2013. h.282

18

Ibid.h. 282

19

(35)

Untuk dapat berkomunikasi diperlukan alat.Alat utama dalam

melakukan komunikasi adalah bahasa.Matematika merupakan salah satu bahasa yang juga dapat digunakan dalam berkomunikasi selain bahasanya

sendiri.Matematika merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu

simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa

apapun didunia, misalnya dalam matematika untuk menyatakan jumlah

digunakan lambang Σ, dan semua orang memahami bahwa lambang itu menyatakan jumlah.

Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs), komunikasi

matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu

kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren

kepada teman, guru dan lainnya secara lisan dan tulisan.20 Melalui

keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman

matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar

untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa

berbicara dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide

mereka dan belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan

merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol.

Sri menyatakan bahwa siswa dikatakan mampu dalam komunikasi

secara matematik bila ia mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,

tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.21

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Sumarmo bahwa kegiatan yang tergolong pada komunikasi matematik di antaranya adalah:22

a. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam

bahasa, simbol, ide, atau model matematik.

b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan.

20

Armiati, “Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional” dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.5 Desember 2009. h. 271

21

Sri Wardhani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008), h.19

22

(36)

c. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

d. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis. e. Menggunakan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam

bahasa sendiri.

Baroody menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa

komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa.

Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar

alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola,

menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga

sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide atau

gagasan secara jelas, tepat, dan cermat. Kedua, mathematics learning as social

activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, juga

sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan

siswa.23

Cockroft dalam laporannya menyatakan bahwa “we believe that all

these perseptions of the usefulness of mathematics arise from the fact that

mathematics provides a means of communication which is powerful, concise,

and unbiguou.”24 Pernyataan ini menunjukkan tentang pentingnya para siswa

belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat

komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.

Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara

benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya kemampuan-kemampuan matematika yang lain. Siswa yang memiliki

kemampuan komunikasi yang baik akan bisa membuat representasi yang

beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan

alternatif-alternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya kemampuan

menyelesaikan permasalahan matematika.

23

Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order Mthematical Thinking dan Affective Behavior”, Makalah disampaikan pada Workshop Pendidikan Matematika, Universitas Islam Negeri Jakarta, Jakarta, 22 Oktober 2014

24

(37)

Berdasarkan pengertian yang telah dibahas sebelumnya, dapat

disimpulkan kemampuan komunikasi matematis sebagai kemampuan untuk berkomunikasi dalam matematika secara tulisan berupa aktivitas memberikan

jawaban dengan tulisan, mengekspresikan ide-ide matematis, menjelaskan ide,

situasi matematik secara tulisan serta menyatakan peristiwa sehari-hari dalam

bahasa atau simbol matematika

b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan

menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan

simbol-simbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari

informasi yang diperoleh. Seseorang dikatakan dapat berkomunikasi bilaia

mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.25

Indikator komunikasi matematis menurut NCTM dapat dilihat dari :

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,

dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.

2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi

ide-ide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual

lainnya.

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi

matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.26

Sedangkan menurut Sumarmo komunikasi matematis meliputi

kemampuan siswa:27

25

Sri Wardhani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008), h.19

26

Darto, “Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematika Dalam Pembelajaran Geometri di Sekolah Dasar”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2013 UIN, Jakarta: 2013, h. 77

27

(38)

1) Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide

matematika.

2) Menjelaskan ide, situasi , dan relasi matematik secara lisan atau tulisan

dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol

matematika.

4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

5) Membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis.

6) Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan

generalisasi.

7) Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah

dipelajari.

Satriawati membagi kemampuan komunikasi matematis menjadi tiga

yaitu sebagai berikut:28

1) Written text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa

sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan,

tulisan, konkrit, grafik, dan aljabar, menjelaskan dan membuat

pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan,

mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur,

menyusun argumen dan generalisasi.

2) Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram

ke dalam ide-ide matematika.

3) Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika

dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol

matematika.

Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat

disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi yang akan diteliti

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

28

(39)

1) Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa

sendiri untuk mengekspresikan ide-ide matematis, menjelaskan ide, dan situasi matematik.

2) Mathematical Expression, yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari

dalam konsep matematika.

3. Pendekatan Konvensional

Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang

selama ini masih banyak diterapkan oleh guru ketika mengajar. Pendekatan

konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendekatan yang terdiri

atas lima pengalaman belajar pokok, yaitu:29

a. Mengamati

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi

kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan

melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta

didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan

(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.

b. Menanya

Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada

peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak,

dibaca atau dilihat. Guru membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan

pertanyaan-pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal

lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada

pertanyaan yang bersifat hipotetik.

c. Mengumpulkan informasi dan Mengasosiasi

Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi

dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat

membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang

29

(40)

lebih teliti atau bahkan melakukan eksperimen.Dari kegiatan tersebut

terkumpul sejumlah informasi. d. Mengkomunikasikan.

Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang

ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan

menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan dan dinilai oleh guru sebagai

hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.

B.

Hasil Penelitian yang Relevan

1) Winda Sudirja (2011). Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif dengan Metode

Pengajaran Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematisk

Siswa Pada Sub Bab Relasi dan Fungsi. Meneliti tentang kemampuan

komunikasi matematis siswa di kelas VIII SMP pada materi Relasi dan

Fungsi dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif dengan metode

pengajaran terbimbing. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis yang meliputi tiga aspek yaitu

Written Text, Drawing dan Mathematical Expression yang pembelajaran

matematikanya diterapkan strategi pembelajaran aktif dengan metode

pengajaran terbimbing lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan

komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dilakukan secara

konvensional. Hal lain dari penelitian ini menunjukan bahwa strategi

pembelajaran aktif dengan metode pengajaran terbimbing memberi pengaruh

yang sangat signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis dalam

tiga aspek kemampuan yaitu Written Text, Drawing dan Mathematical

Expression.

2) Ati Yuliati (2013). Penerapan Pendekatan Concrete–Representational–

Abstract (CRA) untuk Meningkatkan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa

SMP dalam Pembelajaran Geometri. Meneliti tentang penerapan pendekatan

CRA untuk meningkatkan kemampuan abstraksi matematis siswa. Dalam

penelitiannya, Ati Yuliati menggunakan pendekatan CRA pada pokok

(41)

bahwa pelaksanaan pendekatan CRA mampu membuat siswa meningkatkan

kemampuan abstraksi matematis dengan rata-rata pencapaian 74.33.

Dari kedua penelitian tersebut di atas maka penulis menganggap bahwa

terdapat hubungan/keterkaitan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang

penulis akan lakukan. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan

diteliti meliputi Written Text, dan Mathematical Expression dengan menggunakan

pendekatan Concrete–Representational–Abstract (CRA).

C.

Kerangka Berfikir

Untuk dapat berkomunikasi diperlukan alat, alat utama dalam melakukan

komunikasi adalah bahasa.Matematika merupakan salah satu bahasa yang juga

dapat digunakan dalam berkomunikasi selain bahasanya sendiri.Matematika

merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu simbol dalam matematika

dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa apapun didunia, misalnya dalam

matematika untuk menyatakan jumlah digunakan lambang Σ, dan semua orang memahami bahwa lambang itu menyatakan jumlah.

Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam

matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara

koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Melalui

keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman

matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar

untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa bicara

dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide mereka dan

belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan merepresentasikan

ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol.

Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan

yang diperlukan dalam belajar matematika dan sangat diperlukan dalam

menghadapi masalah dalam kehidupan siswa serta perlu mendapat perhatian

untuk lebih dikembangkan.Namun nyatanya terungkap bahwa siswa masih kurang

baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi secara lisan atau

(42)

ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut

salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga kurang terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan komunikasi matematis dalam

penyelesaiannya.

Upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tentunya

tidak terlepas dari adanya kerja sama antara siswa dan guru. Untuk terciptanya

situasi pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan komunikasi

matematis, sebaiknya siswa diberikan suatu pendekatan pembelajaran yang

memberikan kesempatan untuk mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk

membantu siswa dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis.Aktivitas

yang langsung dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan

ingatan yang lama pada otak.Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis

siswa dalam berpikir.

Pendekatan CRA (Concrete–Representational–Abstract) mengajarkan

siswa melalui 3 tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi, dan (3) abstrak.

Pengajaran dengan CRA adalah tiga tahap proses pembelajaran dimana siswa

memecahkan masalah matematika melalui manipulasi fisik benda konkret, diikuti

dengan pembelajaran melalui representasi bergambar dari manipulasi benda

konkret, dan diakhiri dengan pemecahan masalah matematika melalui notasi

abstrak.

Ketiga tahapan dalam CRA ini saling mendukung satu sama lain dan

pelaksanaannya pun tidak dilakukan secara linear tetapi secara siklik. CRA tidak harus dilihat atau dipraktekkan sebagai pendekatan yang terpisah tetapi lebih

sebagai pendekatan yang terintegrasi untuk memastikan bahwa setiap siswa

berhasil.Setiap tahap dalam CRA membangun pengajaran sebelumnya untuk

mendorong belajar siswa, kemampuan mengingat, dan untuk memanggil

pengetahuan konseptual.

Pembelajaran dengan pendekatan CRA memiliki kemiripan dengan

pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).Pendekatan CRA berkaitan

dengan prinsip matematisasi horizontal dan vertikal dalam RME, dimana prinsip

(43)

pengenalan konsep melalui hal yang konkret, erat hubungannya dengan

pembelajaran pada tahap concrete pada CRA.kemudian prinsip matematisasi horizontal mengenai penvisualisasian masalah berkaitan dengan tahap

representational. Selanjutnya, pada prinsip matematisasi vertikal menyangkut

representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model

matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam tahap abstract pada CRA.

Berdasarkan uraian diatas terlihat terdapat keterkaitan antara pendekatan

Concrete-Representational-Abstract (CRA) dengan kemampuan komunikasi

matematis siswa.Dengan demikian, diduga bahwa penggunaan pendekatan

Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat mempengaruhi kemampuan

(44)

Bagan 2.1

D.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian serta kajian hasil

penelitian relevan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai

berikut : kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan Concrete-Representasional-Abstract (CRA) lebih

tinggi dari pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan

konvensional.

Pendekatan Pembelajaran Concrete Representational Abstract (CRA)

Concrete

Representational

Abstract

1. Written Text 2. Mathematical

Expression

Kemampuan komunikasi matematis siswa meningkat Siswa kesulitan untuk

mengungkapkan pendapatnya.

Siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya. Siswa kurang terbiasa

(45)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Hasra Depok, Jalan Bojongsari

Baru No. 24, Depok. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada semester

[image:45.595.115.511.227.589.2]

genap tahun ajaran 2014/2015 di kelas VII pada bulan Maret.

Tabel 3.1 Agenda Penelitian

No. Kegiatan Feb Mar Apr Mei

1. Persiapan dan Perencanaan √

2. Observasi (Studi Lapangan) √

3. Pelaksanaan Pembelajaran √

4. Analisis Data √

5. Laporan Penelitian √

B.

Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

quasi eksperimen. Sampel terdiri dari dua kelas berbeda yang nantinya akan

mendapatkan pembelajaran dengan metode yang berbeda. Kelas eksperimen akan

mendapat pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA)

dan kelas kontrol akan belajar dengan pembelajaran konvensional.

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Randomized Post-test

Only Control Group Design. Dalam desain ini objek yang ingin di teliti akan di

tes pada tes akhir yang diberikan setelah kedua kelas mendapatkan perlakuan

seperti yang telah dipaparkan di atas. Desain penelitian jenis ini dinilai sebagai

desain yang paling efisien dan pilihan terbaik untuk jenis penelitian eksperimen

(46)

Adapun skemanya1 sebagai berikut :

Dimana:

R1 = Kelompok eksperimen yang dipilih secara acak

R2 = Kelompok kontrol yang dipilih secara acak

X1 = Perlakuan dengan pendekatan CRA

X2 = Perlakuan dengan pembelajaran konvensional

O = Posttest dengan tes kemampuan komunikasi matematis

Simbol X menunjukan variabel eksperimental dalam hal ini adalah pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA). Simbol O

mewakili observasi yang dilakukan untuk memperoleh data dari objek yang

ditelit

Gambar

Gambar 4.1 Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Concrete..............................
Grafik 4.1 Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir
gambaran/informasi
Tabel 3.1 Agenda Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mendapatkan penjelasan tentang penelitian ini, maka saya menyatakan bersedia berpartisipasi menjadi subjek dalam penelitian yang akan dilakukan oleh saudari

The elements that should be prepared in sustainable property design such as the design layout, the building physical, reforestation/landscape, open area, absorption,

1 Kalkulus supragingival menutupi tidak lebih dari 1/3permukaan gigi yang terkena.. 2 Debris menutupi lebih dari

Pihak Pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang

4.10 Rataan Skor Gain Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Kelas Eksperimen Berdasarkan Kategori Kemampuan Mahasiswa .... 4.11 Analisis Varians Gain Kemampuan Berpikir

Lampiran 3.Uji Korelasi pada Komponen Produksi Tandan Buah Segar bulanan Kebun Sei Baruhur pada Tanaman Berumur 5, 7,dan 9 Tahun selama 3

(1) Dengan tidak mengurangi kewadjiban untuk memperoleh izin menurut peraturan- peraturan lain jang berlaku, maka kepada pemegang Kuasa Pertambangan jang telah

Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme , digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya