• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIN ABDULLAHFITK Pengaruh pendekatan openended terhadap kemampuan berpikir intuitif matematis siswa HASIN ABDULLAH FITK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HASIN ABDULLAHFITK Pengaruh pendekatan openended terhadap kemampuan berpikir intuitif matematis siswa HASIN ABDULLAH FITK"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENDEKATAN

OPEN-ENDED

TERHADAP

KEMAMPUAN BERPIKIR INTUITIF MATEMATIS SISWA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh RINI

NIM. 1113017000050

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Rini (1113017000050). Pengaruh Pendekatan Open-Ended terhadap Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2018.

Pendekatan Open-Ended adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan permasalahan open-ended yang dibedakan menjadi masalah dengan jawaban akhir yang terbuka, masalah yang menghasilkan beberapa solusi, atau masalah yang menimbulkan beberapa masalah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kemampuan berpikir intuitif matematis siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Open-Ended dan yang diajarkan dengan Pendekatan Saintifik. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 25 Pamulang tahun ajaran 2017/2018. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian posttest-only control design. Sampel penelitian sebanyak 64 siswa yang terdiri dari 32 siswa kelas eksperimen dan 32 siswa kelas kontrol dengan teknik cluster random sampling. Pengumpulan data untuk mengukur kemampuan berpikir intuitif matematis siswa setelah perlakuan menggunakan instrumen tes. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai sig.=

0,000 lebih kecil daripada taraf signifikansi 0,05 pada uji hipotesis. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan berpikir intuitif matematis siswa pada pokok bahasan Barisan dan Deret yang diajarkan dengan Pendekatan Open-Ended

lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Saintifik. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan Pendekatan Open-Ended berpengaruh terhadap kemampuan berpikir intuitif matematis siswa.

(6)

ii ABSTRACT

Rini (1113017000050). The Effect of Open-Ended Approach towards

Students’ Mathematical Intuitive Thinking Ability”. Undergraduate Thesis of Mathematics Education Department, Faculty of Tarbiyah and Educational Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, January 2018.

Open-Ended approach is a learning approach using open-ended problems that distinguished to the problem whose end was open, the problem that produces multiple correct solutions, or the problem that produces multiple problems. The purpose of this research was to know students’ mathematical intuitive thinking ability between students taught with Open-Ended Approach and those taught using a Scientific Approach. The research was conducted at SMA Muhammadiyah 25 Pamulang on 2017/2018 academic year. The method of research used quasi experiment method with posttest-only control group design. The samples are 64 students, they are 32 students in experimental group and 32 students in control group by cluster random sampling technique. Data collection to measure the ability of students’ mathematical intuitive thinking used by test instrument. The result of this research shows that the value of sig.= 0,000 less than signification standard 0,05 on hypothesis test. This indicates that the average of students’ mathematical intuitive thinking ability on teaching sequences and series taught using Open-Ended Approach is higher than those taught with Scientific Approach. This research concludes that learning mathematics using Open-Ended Approach has an effect on students’ mathematical intuitive thinking ability.

Keywords: Open-Ended Approach, Mathematical Intuitive Thinking, quasi

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil ‘alamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT., karena dengan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SWA, keluarga, sahabat dan insya Allah kepada kita selaku umatnya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini dikarenakan terdapat berbagai hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi. Akan tetapi, berkat kekuatan do’a, dukungan, dan keikhlasan hati dari berbagai pihak untuk terus memotivasi penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Kadir, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Abdul Muin, S.Si., M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. Lia Kurniawati, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing I yang telah berkenan

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama proses penyusunan skripsi. Semoga Ibu selalu dalam lindungan-Nya. 5. Dra. Afidah Mas’ud selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama proses penyusunan skripsi. Semoga Ibu selalu dalam lindungan-Nya. 6. Dr. Tita Khalis Maryati, M.Kom. selaku Dosen Penasihat Akademik yang

selalu memberikan bimbingan, arahan, perhatian, dan motivasi untuk segera menyelesaikan penulisan skripsi ini.

(8)

iv

bimbingan selama penulis mengikuti perkuliahan. Semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapat keberkahan-Nya.

8. Staff Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kemudahan dalam proses administrasi.

9. Bapak Kepala Sekolah dan Wakil Kepala Sekolah yang telah menerima dan memberikan izin untuk melakukan penelitian.

10.Teristimewa untuk Ayahanda Rahmatsyah dan Ibunda Hayati tercinta yang tak pernah lelah memberikan kasih sayang, do’a, dan dukungan baik berupa moril maupun materil kepada penulis. Semoga kedua orang tua penulis selalu dalam lindungan serta kemuliaan-Nya.

11.Saudara kandung penulis, Ka Yanti, Aa Hendra, Ka Ulan, Reni, dan Iam serta kakak ipar penulis, Mas Danang, Mba Eka, dan Mas Wawan yang senantiasa membantu dan mendo’akan penulis dalam menempuh pendidikan. Keponakan tercinta yaitu Alm. Arif dan keponakan tersayang yaitu Nabil, Danish, Naufal, Chacha, dan Kinan yang selalu menghibur dan menghidupkan suasana di rumah.

12.Keluarga besar dari Alm. Kakek Darmansyah dan Alm. Kakek Husein. 13.Sahabat seatap tercinta, Ana, Ferra, Ida, Ismi, dan Yuli yang selalu menemani

hari-hari penulis dengan penuh canda dan tawa serta dukungan dalam berbagai hal. Semoga tali silaturahmi yang terjalin tidak pernah putus.

14.Sahabat jurusan tersayang, Grai, Hanna, dan Anti yang telah menemani masa perkuliahan dengan sangat menyenangkan.

15.Teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika angkatan 2013 yang selalu memotivasi, bertukar informasi dan ilmu yang dimiliki.

16.Teman seperjuangan selama proses bimbingan, Ka Ai, Liha, Elke, Fatimah, dan Andin yang selalu menyemangati, membantu, dan memotivasi untuk terus berjuang.

17.Kakak tingkat terbaik, Ka Rifky, Ka Biah, Ka Fathul, dan Ka Yusuf yang telah meluangkan waktu untuk membantu selama penulisan skripsi.

(9)

v

Mardhiyah, Kiki, Pido, dan Khalis. Terima kasih atas kerjasama dan pengalaman berharga yang telah kita lalui bersama.

19.Sahabat tersayang sejak SMA, Ayu, Tria, Ade, Mirna, dan Apriska yang selalu menemani penulis dan memberikan dukungan hingga saat ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan perlindungan baik dunia maupun akhirat. Amin amin yaa robbal’alamin.

Akhir kata, penulis memohon maaf atas segala kesalahan dalam penulisan skripsi ini. Kritik dan saran dari siapapun yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati yang lapang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi banyak orang khususnya bagi yang membacanya.

Jakarta, Januari 2018

(10)

vi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah... 6

E. Tujuan Penelitian... 7

F. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ...8

A. Deskripsi Teoritik ... 8

1. Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis ... 8

a. Pengertian Berpikir ... 8

b. Pengertian Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis... 9

c. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis... 12

d. Indikator Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis ... 13

(11)

vii

a. Definisi Pendekatan Open-Ended ... 16

b. Tahapan Pendekatan Open-Ended ... 18

c. Keunggulan Pendekatan Open-Ended ... 20

3. Pendekatan Saintifik ... 20

B. Hasil Penelitian yang Relevan... 22

C. Kerangka Berpikir ... 23

D. Hipotesis Penelitian ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...27

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

B. Metode dan Desain Penelitian ... 27

C. Populasi dan Sampel ... 28

D. Variabel Penelitian ... 28

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Instrumen Penelitian ... 28

1. Uji Validitas ... 31

2. Uji Reliabilitas ... 32

3. Uji Taraf Kesukaran ... 33

4. Uji Daya Pembeda ... 34

G. Teknik Analisis Data ... 35

1. Uji Normalitas Data ... 36

2. Uji Homogenitas Data ... 36

3. Uji Hipotesis ... 37

H. Hipotesis Statistik ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...39

(12)

viii

1. Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa Kelas

Eksperimen ... 40

2. Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 40

3. Perbandingan Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 41

4. Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Ditinjau Berdasarkan Indikator .... 42

B. Analisis Data ... 44

1. Uji Prasyarat Analisis ... 45

a. Uji Normalitas... 45

b. Uji Homogenitas ... 45

2. Hasil Uji Hipotesis ... 46

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 47

1. Analisis Hasil Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis ... 47

2. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 59

3. Proses Pembelajaran Kelas Kontrol ... 64

D. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...68

A. Kesimpulan... 68

B. Saran ... 69

(13)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Berpikir Intuitif Saat Menyelesaikan Masalah ... 15

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 27

Tabel 3.2 Desain Penelitian ... 27

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis .... 29

Tabel 3.4 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Matematis ... 30

Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Intuitif ... 30

Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Uji Validitas... 32

Tabel 3.7 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 32

Tabel 3.8 Hasil Perhitungan Reliabilitas ... 33

Tabel 3.9 Klasifikasi Taraf Kesukaran ... 33

Tabel 3.10 Hasil Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 34

Tabel 3.11 Klasifikasi Daya Pembeda ... 34

Tabel 3.12 Hasil Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 35

Tabel 3.13 Hasil Rekapitulasi Uji Coba Instrumen TesKemampuan Berpikir Intuitif Matematis ... 35

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa ... 40

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa ... 40

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa .. 41

Tabel 4.4 Rata-rata Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa ... 43

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 45

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 46

(14)

x

DAFTAR GAMBAR .

Gambar 1.1 Contoh Soal Tes PISA ... 4 Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ... 25 Gambar 4.1 Perbandingan Penyebaran Data Distribusi Frekuensi Nilai ... 42 Gambar 4.2 Diagram Batang Rata-rata Kemampuan Berpikir Intuitif

Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 44 Gambar 4.3 Contoh Soal Indikator Kemampuan Menyelesaikan Masalah

dengan Cepat Secara Masuk Akal ... 49 Gambar 4.4 Jawaban Siswa untuk Soal Indikator Kemampuan

Menyelesaikan Masalah dengan Cepat Secara Masuk Akal (a) Eksperimen, (b) Kontrol ... 49 Gambar 4.5 Hasil Angket Siswa Kelas (a) Eksperimen dan (b) Kontrol

Pertama ... 50 Gambar 4.6 Contoh Soal Indikator Kemampuan Menyelesaikan Masalah

dengan Cepat Menggunakan Kombinasi Rumus dan Algoritma yang Dimiliki ... 52 Gambar 4.7 Jawaban Siswa untuk Soal Indikator Kemampuan

Menyelesaikan Masalah dengan Cepat Menggunakan Kombinasi Rumus dan Algoritma yang Dimiliki (a) Eksperimen, (b) Kontrol ... 53 Gambar 4.8 Hasil Angket Siswa Kelas (a) Eksperimen dan (b) Kontrol

Kedua ... 54 Gambar 4.9 Contoh Soal Indikator Kemampuan Menyelesaikan Masalah

dengan Cepat Berdasarkan Generalisasi dari Contoh atau Konsep ... 55 Gambar 4.10 Jawaban Siswa untuk Soal Indikator Kemampuan

Menyelesaikan Masalah dengan Cepat Berdasarkan Generalisasi dari Contoh atau Konsep (a) Eksperimen, (b) Kontrol ... 56 Gambar 4. 11 Hasil Angket Siswa Kelas (a) Eksperimen dan (b) Kontrol

(15)

xi

Gambar 4.14 Pekerjaan Siswa di Tahap Diskusi Kelas dan Perbandingan Konsep Pertemuan Pertama ... 62 Gambar 4.15 Pekerjaan Siswa di Tahap Kesimpulan Berdasarkan Hubungan

Ide Siswadi Kelas Pertemuan Pertama ... 63 Gambar 4.16 Aktivitas Siswa di Kelas Eksperimen pada (a) Tahap Belajar

(16)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen...73

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol...88

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen...103

Lampiran 4. Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis...131

Lampiran 5. Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis...132

Lampiran 6. Angket Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis...135

Lampiran 7. Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis...136

Lampiran 8. Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis....139

Lampiran 9. Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis...141

Lampiran 10. Hasil Uji Validitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis...142

Lampiran 11. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis... ...143

Lampiran 12. Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis...1454

Lampiran 13. Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis...145

Lampiran 14. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Kelas Eksperimen...146

Lampiran 15. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Kelas Kontrol...147

Lampiran 16. Hasil Uji Normalitas Data...148

Lampiran 17. Hasil Uji Homogenitas...149

Lampiran 18. Hasil Uji Hipotesis Statistik...150

Lampiran 19. Hasil Pra Penelitian SMA Muhammadiyah 25 Pamulang...151

(17)

xiii

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu adalah fondasi manusia untuk memiliki derajat tinggi di dunia dan di akhirat. Dengan adanya ilmu, manusia dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapi di dunia dengan sebaik-baiknya. Hal ini tertuang dalam sabda Rasulullah SAW sebagai berikut.1 Artinya: ‘Barang siapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka dengan ilmu. Barang siapa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka dengan ilmu. Barang

siapa yang menghendaki keduanya maka dengan ilmu.’ (HR. Bukhari dan

Muslim).

Ilmu dapat diperoleh dari mana saja seperti dari lingkungan keluarga, pendidikan formal, maupun kehidupan bermasyarakat. Akan tetapi, perjalanan dalam memperoleh ilmu tidak selalu berjalan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Salah satunya memperoleh ilmu di sekolah. Anak didik belum mendapatkan internalisasi nilai-nilai secara bermakna. Menurut Prastowo, proses pembelajaran di sekolah masih terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif sehingga mengabaikan aspek afektif dan psikomotorik yang bermuatan karakter.2 Nilai akhir yang didapat siswa lebih utama dibandingkan proses perkembangan siswa baik dari segi perkembangan pemikiran dan karakternya.

Belajar matematika diwajibkan bagi tiap siswa dari sekolah dasar hingga sekolah menengah. Hal ini dikarenakan matematika mempunyai peranan yang sangat penting bagi siswa. Adams dan Hamm yang tercantum dalam Wijaya memandang bahwa matematika sebagai suatu cara untuk berpikir dan sebagai alat

1 Hasbiyallah dan Moh. Sulhan, Hadis Tarbawi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya), 2015, h.

12.

2

(19)

berkomunikasi. 3 Hasil penelitian Wahyudin yang tercantum dalam Gusni Satriawati, menggambarkan proses pembelajaran matematika yaitu siswa sangat jarang mengajukan pertanyaan kepada gurunya. Akibatnya, siswa hanya mencontoh apa yang dikerjakan guru dan mengingat rumus atau aturan matematika tanpa makna dan pemahaman.4 Hal ini diperkuat oleh Prastowo yang menyataan bahwa kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal yang menuntut kemampuan berpikir tinggi masih rendah.5 Ini menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang dilaksanakan belum sepenuhnya mendukung perkembangan kemampuan berpikir matematis siswa.

Memecahkan masalah matematika membutuhkan banyak solusi agar memperoleh hasil yg diinginkan, salah satunya dengan cara berpikir intuitif.6 Saat menyelesaikan permasalahan matematika, tidak jarang kita merasa tidak tahu bagaimana cara menyelesaikannya. Ketika dihadapkan pada situasi tersebut, banyak siswa yang memilih untuk menghindarinya sehingga masalah tidak dapat terpecahkan. Berpikir secara intuitif hadir untuk membantu menjembatani informasi yang hilang antara satu dengan yang lainnya. Pemikiran yang muncul secara tiba-tiba adalah harapan satu-satunya agar masalah dapat terpecahkan.

Para ahli menyadari betapa pentingnya peranan intuisi dalam proses menciptakan penemuan. Poincaré, matematikawan penemu fungsi Fuchsian, mengatakan: “It is by logic that we prove. It is by intuition that we invent” dan

“logic remains barren unless fertilized by intuitition”. Hal ini dipaparkan dalam bukunya bagaimana intuisi hadir ketika ia sedang mengalami kebuntuan dalam memecahkan sebuah masalah mengenai fungsi Fuchsian.7 Para matematikawan

3 Ariyadi Wijaya,

Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, (Graha Ilmu: Yogyakarta), 2012, h. 5.

4

Gusni Satriawati, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended pada Pokok Bahasan Dalil Pythagoras di Kelas II SMP, Dalam Gelar Dwirahayu, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar: Sebuah Antologi, (Jakarta: PIC UIN Jakarta), 2007, h. 157.

5

Prastowo, loc.cit.

6 Sofia Sa’o,

Berpikir Intuitif sebagai Solusi Mengatasi Rendahnya Prestasi Belajar Matematika, (Jurnal Review Pembelajaran Matematika Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya), 2016, h. 45.

7Agus Sukmana, Laporan Penelitian: Profil Berpikir Intuitif Matematik, (LPPM Universitas

(20)

3

menganggap intuisi sebagai cara untuk memahami masalah matematika dan bukti mengkonseptualisasikan masalah matematika.8Maka dari itu, kemampuan berpikir intuitif sangat diperlukan dalam menyelesaikan suatu masalah matematika.

Berdasarkan hasil tes Programme for International Student Assesment

(PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD) tahun 2015, Indonesia mendapat skor 386 dengan rata-rata 490. Jika dilihat dari kemampuan siswa Indonesia menyelesaikan soal level 5-6, siswa Indonesia mendapat nilai 0,8 dari rata-rata 15,3.9 Tingkat kognitif level 5-6 dalam soal PISA yaitu kemampuan untuk mengevaluasi/menilai dan mencipta.10 Kemampuan mencipta dan mengevaluasi/menilai memerlukan kemampuan berpikir kreatif yang tinggi. Hal ini sesuai dengan ciri kemampuan berpikir kreatif yaitu mampu mengelaborasi dan mengevaluasi/menilai dari suatu pernyataan.11

Kemampuan berpikir intuitif berkaitan erat dengan kemampuan berpikir kreatif. Hal ini dapat dilihat dari kesamaan ciri kemampuan berpikir kreatif dan intuitif. Pertama, ciri nonaptitude kemampuan berpikir kreatif yaitu berani mempertahankan gagasan serta tidak mudah dipengaruhi orang lain.12 Ciri ini sama seperti ciri kemampuan berpikir intuitif yaitu perseverance, yang artinya kekokohan. Kedua, ciri aptitude dari kemampuan berpikir kreatif yaitu dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.13 Ciri ini sama seperti ciri kemampuan berpikir intuitif yaitu globality, yang artinya bersifat global atau menyeluruh. Dengan demikian, kemampuan berpikir intuitif siswa rendah berdasarkan rendahnya hasil tes PISA dalam menyelesaikan soal level 5-6. Berikut ini adalah contoh soal PISA yang menuntut siswa menggunakan kemampuan berpikir intuitif matematis.14

8

Talia Ben-Zeev dan Jon Star, Intuitive Mathematics: Theoretical and Educational Implications, (Article of Department of Cognitive and Lingustic Sciences, Box 1978, Brown University), 2001, h. 4.

9 PISA 2015 Result, (PISA: OECD Publishing), 2016, h. 4-5.

10 National Center for Education Statistic (NCES), PISA 2012 Data Tables. Figures, and

Exhibits, 2012, h. 1.

11

Utami Munandar, Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, (Jakarta: PT Grasindo), 1999, h. 89.

(21)

Gambar 1.1 Contoh Soal Tes PISA

Pada contoh soal di atas, siswa diberikan 4 opsi untuk memilih koran mana yang memberikan prediksi terbaik dalam hasil voting pemilihan presiden. Siswa menentukan prediksi yang tepat lalu memberikan alasan untuk mendukung jawabannya.

Hal ini juga didukung dengan penelitian pendahuluan yang dilakukan peneliti di salah satu sekolah di Tangerang Selatan, yaitu SMA Muhammadiyah 25 Pamulang. Peneliti mengajukan instrumen tes kemampuan berpikir intuitif matematis kepada 33 siswa. Hasil yang didapat yaitu kemampuan berpikir intuitif matematis siswa tergolong rendah yakni dengan persentase 31,1%.

Fischbein berpendapat bahwa melalui proses pelatihan, seseorang dapat mengembangkan intuisi baru. Dengan demikian, pandangan ini menyiratkan bahwa intuisi bisa dipelajari, diperoleh, dan dikembangkan.15 Proses pelatihan harus dilakukan secara optimal agar pengembangan intuisi maksimal. Pengajuan masalah matematika dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan intuitif matematis. Menerka penyelesaian matematika dan menuangkannya ke dalam pembuktian logis mampu meningkatkan kemampuan berpikir intuitif matematis.

Implementasi kurikulum 2013 di sekolah yang sudah dimulai di sejumlah sekolah dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, secara terbatas, merupakan salah satu bentuk inovasi pendidikan yang dilakukan pemerintah.16

15 B. Torff & RJ. Sternberg, Understanding and teaching the intuitive mind: student and

teacher learning, (Mahwa, N.J.: Lawrence Erlbaum Associates), h. 33.

16

(22)

5

Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum ini lebih menekankan kepada

student-centered, yaitu pembelajaran terpusat kepada siswa. Siswa dituntut untuk aktif di dalam kelas. Untuk mewujudkan tujuan dalam mengembangkan kemampuan berpikir intuitif siswa, maka proses pembelajaran harus melibatkan siswa secara aktif (student-centered) untuk membangun pemahamannya sendiri terhadap pokok bahasan yang diajarkan dan memunculkan intuisi siswa. Sejalan dengan kedua hal tersebut, maka penerapan pembelajaran Pendekatan Open-Ended sangat dianjurkan.

Pendekatan Open-Ended merupakan pembelajaran berbasis student-centered dengan pengajuan masalah. Masalah yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah masalah open-ended yang bersifat divergen. Menurut Abidin, dalam memecahkan masalah matematika yang bersifat divergen, penggunaan intuisi sangat diperlukan dan sangat berperan.17 Hal ini dikarenakan masalah matematika yang bersifat divergen sangat erat kaitannya dengan masalah terbuka yang senantiasa memerlukan gagasan yang berbeda-beda sehingga dibutuhkan kemampuan berpikir intuitif matematis.

Penerapan Pendekatan Open-Ended di kelas cenderung memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pemikiran matematika melalui intuisi mereka sendiri dalam rangka untuk menemukan aturan matematika, rumus atau prinsip-prinsip sendiri.18 Guru harus mengobservasi cara berpikir siswa ketika di kelas dan menggunakan pertanyaan untuk menstimulasikan ekspresi dari pemikiran siswa itu sendiri. Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan

Open-Ended terhadap Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Siswa”.

17

Zainal Abidin, Intuisi dalam Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia), 2015, h. 39.

18 Kwanta Panbanlame, Kiat Sangaroon, dan Maitree Inprasitha, Students’ Intuition in

(23)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut.

1. Rendahnya kemampuan berpikir intuitif siswa.

2. Proses pembelajaran yang dilaksanakan kurang melibatkan siswa secara aktif untuk membangun pemahamannya sendiri dan memunculkan pemikirannya terutama dalam kemampuan berpikir intuitif matematis. 3. Pemberian soal yang menuntut kemampuan berpikir intuitif matematis

siswa jarang diberikan di sekolah.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, diperoleh batasan masalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini menggunakan Pendekatan Open-Ended yang terdiri dari empat tahapan yaitu mengajukan masalah open-ended, siswa belajar secara mandiri, diskusi dan membandingkan, dan membuat ringkasan. 2. Fokus penelitian ini adalah kemampuan berpikir intuitif matematis. 3. Materi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Barisan dan

Deret.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan di atas, masalah dirumuskan seperti berikut.

1. Bagaimana kemampuan berpikir intuitif matematis siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Open-Ended?

2. Bagaimana kemampuan berpikir intuitif matematis siswa yang diajarkan dengan Pendekatan Saintifik?

(24)

7

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi kemampuan berpikir intuitif matematis siswa yang memperoleh Pendekatan Open-Ended pada pembelajaran matematika. 2. Mengidentifikasi kemampuan berpikir intuitif matematis siswa yang

memperoleh Pendekatan Saintifik pada pembelajaran matematika.

3. Menganalisis perbedaan kemampuan berpikir intuitif matematis siswa yang memperoleh Pendekatan Open-Ended dengan Pendekatan Saintifik.

F. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagi siswa, membantu meningkatkan kemampuan berpikir intuitif matematis siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendekatan Open-Ended.

2. Bagi guru,pembelajaran di kelas menjadi lebih efektif dan efisien dengan menggunakan Pendekatan Open-Ended dalam meningkatkan kemampuan berpikir intuitif matematis siswa serta sebagai sumber informasi dalam menerapkan Pendekatan Open-Ended.

3. Bagi sekolah, dapat memberikan masukan yang bermakna dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran matematika. Peningkatan kualitas sekolah secara umum akan meningkat di mata masyarakat.

(25)

8 BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik

1. Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis a. Pengertian Berpikir

Menurut Kuswana, pengertian berpikir adalah aktivitas mental atau intelektual yang melibatkan kesadaran dan subjektivitas individu dan menuju pada suatu tindakan pemikiran.1 Berpikir juga bentuk eksplorasi sebuah pengalaman yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan. Salah satunya tujuan berbentuk pemahaman, pengambilan keputusan, perencanaan, pemecahan masalah, penilaian, tindakan dan sebagainya.2 Oleh karena itu, berpikir merupakan akar dari semua tindakan manusia.

Bono menyatakan bahwa meyamakan kecerdasan dengan kemampuan berpikir akan memunculkan dua simpulan yang merugikan dalam dunia pendidikan, yaitu sebagai berikut. 3

1. Kita tidak perlu melakukan apa-apa lagi terhadap siswa yang memiliki kecerdasan yang sangat tinggi karena mereka secara otomatis juga pemikir yang baik.

2. Tidak ada yang bisa dilakukan siswa yang tidak memiliki kecerdasan yang tinggi karena mereka tidak akan menjadi pemikir yang baik.

Banyak orang cerdas yang memegang teguh pada suatu pendirian karena mereka menganggap pendirian tersebut merupakan pendirian yang terbaik. Karena bisa mempertahankan pendirian tersebut, mereka jadi merasa bahwa tidak perlu mendalami dan mendengarkan pandangan orang lain tentang subjek tersebut. Ini adalah cara berpikir yang tidak baik. Orang yang sangat cerdas seringkali pandai dalam memecahkan teka-teki atau

1Wowo Sunaryo Kuswana, Taksonomi Berpikir, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset),

2011, h. 2.

2Edward de Bono, Mengajar Berpikir, (Jakarta: Erlangga), 1990, h. 36.

3 Edward de Bono, Revolusi Berpikir Edward de Bono, (Bandung: PT Mizan Pustaka), 2007,

(26)

9

memecahkan masalah hanya dengan menerima potongan-potongan informasi, namun mereka tidak begitu pandai dalam situasi yang mengharuskan mereka menemukan potongan-potongan tersebut dan memperkirakan nilai tiap potongan tersebut.4

Kemampuan berpikir perlu untuk dikembangkan. Belum tentu orang yang cerdas merupakan pemikir yang baik juga. Akan lebih baik jika kecerdasan disertai dengan pengalaman dijadikan penunjang untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa.

Berdasarkan pemaparan di atas, pengertian berpikir menurut peneliti adalah aktivitas intelektual yang menghasilkan ide atau pemahaman yang memadukan kecerdasan dan pengalaman. Pemahaman yang terbentuk akan digunakan untuk mewujudkan suatu tujuan yang ingin dicapai.

b. Pengertian Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis

Pengertian intuisi menurut kamus Webster adalah pemahaman yang segera. Benar atau tidaknya, intuisi masih harus diselidiki dengan analitis.5 Makna dari intuisi sudah banyak dipaparkan para ahli, di antaranya Bruner memberikan penjelasan intuisi dengan membandingkan pemikiran analitik. Lain halnya dengan Poincaré yang membedakan intuisi dengan logika, Skemp menjelaskan intuisi dengan membandingkan pemikiran intuitif dengan pemikiran reflektif.6

Fischbein memandang intuisi bukan sebagai sumber ataupun metode, melainkan sebagai tipe kognisi. Fischbein mengartikan intuisi adalah

immediate knowledge (kognisi segera) yang secara langsung disetujui tanpa membutuhkan justifikasi atau pembuktian.7 Fischbein berpendapat bahwa melalui proses pelatihan yang rutin, intuisi seseorang dapat berkembang.

4 Ibid., h. 25.

5Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, (Jakarta: PT Bumi

Aksara), 2013, Cet. XVII, h. 11.

6Budi Usodo, Karakteristik Intuisi Siswa SMA dalam Memecahkan Masalah Matematika

Ditinjau dari Kemampuan Matematika dan Perbedaan Gender, (Artikel Volume 01 Nomor 01 Maret 2012 Universitas Sebelas Maret Surakarta), h. 2.

7 Zainal Abidin, Intuisi dalam Pembelajaran Matematika, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia),

(27)

Dengan demikian, pandangan ini menyatakan bahwa intuisi dapat dipelajari, diperoleh, dan dikembangkan.8

Fischbein adalah pakar intuisi dalam pembelajaran, terutama dalam pembelajaran matematika dan sains. Fischbein membagi intuisi menjadi dua kelompok berdasarkan proses terbentuknya, yaitu intuisi primer dan sekunder. Intuisi primer adalah pandangan intuisi klasik yang mencakup jenis pengetahuan informal sehari-hari untuk melakukan aritmatika sederhana. Intuisi sekunder adalah intuisi yang dibangun dengan pelatihan formal.9 Keberadaan intuisi sekunder menjadikan pembelajaran berupaya untuk mengembangkan kemampuan intuisi seseorang. Dilihat dari pernyataan tersebut, banyak penelitian yang dilakukan hingga kini untuk mencoba mengembangkan kemampuan berpikir intuitif.

Fischbein mengemukakan sifat intuisi yang dipandang sebagai kognisi segera. Karakteristik tersebut di antaranya self-evident (benar dengan sendirinya), intrinsic certainty (kepastian dari dalam), perseverance

(kekokohan), coerciveness (memaksa), extrapolativaness (ramalan), globality

(menyeluruh), dan implicitness (tidak tampak).10 Penjabaran tentang sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut.

(1) Self-evident, yang artinya benar dengan sendirinya. Dugaan atau terkaan yang diberikan siswa tidak perlu lagi untuk ditindak-lanjuti kebenarannya.

(2) Intrinsic certainty, yang artinya kepastian dari dalam. Intuisi dalam diri seseorang kadang muncul dengan sendirinya dan pemilik intuisi tersebut tidak merasa membutuhkan dukungan eksternal karena kebenarannya sudah mutlak.

8 B. Torff dan Robert J. Sternberg, Understanding and Teaching The Intuitive Mind: Student

and Teacher Learning, (Mahwa, N.J.: Lawrence Erlbaum Associates), h. 33.

9Ibid., h. 34.

10Muniri, Karakteristik Berpikir Intuitif Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika,

(28)

11

(3) Perseverance, yang artinya kekokohan. Maksudnya intuisi seseorang tidak akan mudah berubah karena mereka sudah meyakini intuisi yang muncul dalam pikiran mereka.

(4) Coerciveness, yang artinya memaksa. Walau tidak tahu dari mana asal-usulnya dan bagaimana cara membuktikan kebenarannya, intuisi akan memaksakan kehendaknya bahwa pernyataan tersebut benar adanya. (5) Extrapolativaness, yang artinya bersifat ramalan atau dugaan.

(6) Globality, yang artinya bersifat global atau menyeluruh. Pandangan orang yang mempunyai pemikiran intuitif selalu menyeluruh dan kurang memperhatikan detail dari pemikiran tersebut.

(7) Implicitness, yang artinya tidak tampak. Pemikiran intuitif datang dengan sendirinya tanpa adanya fakta yang mendukung. Fakta tersebut tidak tampak di awal.

Setiap siswa pada awalnya berpikir matematika secara intuitif, bukan berpikir secara kerangka logis-rasionalistik. Dalam perkembangan berpikirnya, siswa mengkonstruksi gagasan matematika yang diperolehnya di sekolah. Mungkin saja siswa kesulitan untuk menjelaskan secara lisan gagasan yang ada dipikirannya, tetapi ia mampu memperagakan atau mencontohkannya. Misalnya, peserta didik yang sudah memahami sifat asosiatif penjumlahan dapat memperagakan bilangan 6 dengan berbagai macam benda dengan susunan yang berbeda-beda, contohnya 2 + 2 + 2, 3 + 3, 2 + (3 + 1), (2 + 3) + 1 dan lain sebagainya.11

Dalam studinya, Wesscott dan Bouthilet menjelaskan karakteristik intuisi dalam memecahkan masalah. Beberapa responden (peserta) diuji sebagai bahan percobaan untuk disertasi. Peserta harus menyelesaikan masalah verbal, numerik dan analogi dengan menggunakan petunjuk yang akan terungkap satu-persatu. Jika peserta merasa bahwa informasi yang didapatkan telah cukup, mereka diijinkan untuk menebak penyelesaian yang

(29)

benar. 12 Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan dalam diri peserta mempengaruhi tingkat kebenaran dan ketepatan penyelesaian masalah. Terdapat kaitan yang erat antara kepercayaan, konsistensi, ketangkasan dan pemecahan masalah.

Menurut Abidin, dalam memecahkan masalah matematika yang bersifat divergen, penggunaan intuisi sangat diperlukan dan sangat berperan. 13 Kriteria berpikir intuitif dalam menyelesaikan masalah matematika divergen yaitu sebagai berikut. 14

(1) Pernyataan tersebut tidak dilandasi dengan definisi atau teorema.

(2) Pernyataan tersebut tidak dilandasi langsung dengan algoritma atau strategi standar seperti dalam buku atau pembelajaran yang didapat sekolah, dan langkahnya tidak saling berurutan.

(3) Pernyataan tersebut dinyatakan dengan segera, global, spontan dan tanpa perlu pembuktian matematik.

(4) Pernyataan bukan persepsi, sehingga tidak dilandasi dengan hasil pengamatan semata.

Kemampuan berpikir intuitif erat kaitannya dengan ketangkasan individu dalam memahami dan memecahkan masalah. Individu menyelesaikannya masalah dengan keyakinan yang tinggi. Berdasarkan uraian di atas, kemampuan berpikir intuitif matematis menurut peneliti adalah kemampuan memahami dan menyelesaikan masalah matematika dengan kognitif individu yang bersifat segera dalam sebuah pernyataan.

c. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Ada beberapa faktor tertentu yang mempengaruhi intuisi sehingga seseorang dapat berpikir secara intuitif di bidang tertentu akan tetapi tidak dalam bidang lain. Faktor yang mempengaruhi intuisi belum diketahui apa saja dan bagaimana mempengaruhinya, namun dianggap bahwa

12 Marita A. O’brien, Wendy A. Rogers, dan Arthur D. Fisk, Developing An Organization

Model For Intuitive Design, (Atlanta: Georgia Institute of Technology), 2010, h. 13.

13

Abidin, op.cit., h. 39.

(30)

13

variabel berikut dapat mempengaruhinya. Faktor tertentunya antara lain adalah sebagai berikut.15

(1) Penugasan bahan. Orang yang telah menguasai dengan baik suatu bidang akan berpikir secara intuitif pada bidang tersebut. Beda halnya dengan orang yang kurang menguasai bidang tersebut. Seorang dokter berpengalaman dapat memberikan diagnosis yang tepat dengan informasi yang sedikit.

(2) Struktur pengetahuan. Memahami struktur suatu ilmu pengetahuan membuka peluang lebih besar untuk berpikir intuitif pada bidang ilmu pengetahuan tersebut. contohnya dalam bidang matematika, siswa ditekankan untuk memahami struktur bidang tersebut.

(3) Prosedur heuristik, yaitu menemukan jawaban secara yang sederhana. Misalnya, mengajak siswa untuk menyelesaikan permasalahan yang rumit dengan memikirkan masalah yang sama dengan lebih sederhana seperti melukiskannya atau membuat diagram.

(4) Menerka. Jawaban yang tepat sering didapat dari suatu terkaan, walaupun kebenarannya perlu dibuktikan lagi. Dalam menghadapi permasalahan, kita selalu dihadapkan dengan pengambilan keputusan menggunakan informasi yang sedikit sehingga kita terpaksa menerka tindakan yang sebaiknya dilakukan.

d. Indikator Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis

Hasil dari penelitian Wesscott dan Bouthilet tentang karakteristik intuisi dalam memecahkan masalah adalah sebagai berikut.16

(1) Cepat, segera, dan muncul secara tiba-tiba.

(2) Terlepas dari kesegeraan, dahulu kala intuisi dapat diidentifikasi dari pembuktian dalam mengorientasikan masalah dan solusi.

(3) Kepercayaan diri pada solusi yang diberikan.

15Nasution, op.cit., h. 12.

16O’brien,

(31)

(4) Keterlibatan emosi dan penggunaan perasaan untuk mengantarkan kepada pengeksplorasian masalah dan beberapa solusi yang mungkin. (5) Menggunakan recentering dimana peserta memikirkan masalah secara

natural dengan waktu yang singkat. (6) Menggunakan pengalaman sebelumnya.

(7) Perbedaan individu dalam menggunakan intuisi yaitu dari pengukuran, kestabilan, dan pengoperasian dalam rangkaian kesatuan.

(8) Keefektifan dalam menggunakan intuisi mengharuskan peserta mengembangkan ekspektasi tentang hasil berdasarkan hipotesis mereka. Jika petunjuk baru sejalan dengan hipotesis, kepercayaan akan meningkat dan peserta mungkin akan mendapatkan solusinya. Jika petunjuk tidak sejalan, kepercayaan akan menurun dan peserta harus melihat dari petunjuk dan pengetahuan sebelumnya untuk mengubah hipotesis.

(9) Untuk mencoba beberapa masalah, peserta mengharapkan pengetahuan yang belum lengkap dapat terisi oleh informasi yang dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam memberikan hipotesis. Ini dilakukan dengan mengenali beberpaa petunjuk yang tidak berguna dari konteks tertentu. Mereka mungkin mengkategorikan dengan cepat untuk mengisi informasi yang hilang.

Wesscott juga menyoroti empat karakteristik intuitif yang tidak disdiskusikan dari penelitian sebelumnya, yaitu sebagai berikut.17

(1) Tiap petunjuk mempengaruhi peserta menggunakan kognisi intuitif dalam beberapa cara. Ketika informasi yang didapat kompleks atau terbatas, dan peserta hanya mempunyai sedikit waktu mengolah informasi menjadi lebih mudah diproses, Wesscott berpendapat bahwa peserta akan menggunakan kognisi intuitif.

(2) Waktu yang diharapkan dari pengamatannya membuat kognisi intuitif mengoperasi persepsi dengan cepat dan mudah.

17

(32)

15

(3) Ketergantungan dalam lingkungan, termasuk pemahaman masalah dan kondisi stimulus, membuat peserta menggunakan informasi secara efisien.

(4) Sikap santai dengan mengabaikan pusat perhatian memudahkan peserta untuk mengakses petunjuk yang lain untuk mengembangkan pola tertentu.

Muniri membagi karakter berpikir intuitif dalam tiga ciri, yaitu sebagai berikut.18

Tabel 2.1

Indikator Berpikir Intuitif Saat Menyelesaikan Masalah Karakter

Berpikir Intuitif Indikator Deskriptor Catalitic Inference Subjek menjawab soal

secara langsung, segera,

Power of Synthesis Subjek menjawab soal secara langsung, segera

(33)

Sukmana dan Wahyudin menyatakan bahwa indikator intuitif yang selalu muncul pada saat siswa menggunakan kemampuan berpikirnya sebagai berikut.19

(1) Konsepsi yang masuk akal dari pandangan sehari-hari.

(2) Konsepsi yang dibangun lebih berdasarkan pada contoh daripada definisi. (3) Konsepsi yang merupakan generalisasi dari contoh atau konsep.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan indikator kemampuan berpikir intuitif sebagai berikut.

(1) Kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat secara masuk akal. (2) Kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat menggunakan

kombinasi rumus dan algoritma yang dimiliki.

(3) Kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat berdasarkan generalisasi dari contoh atau konsep.

2. Pendekatan Open-Ended

a. Pengertian Pendekatan Open-Ended

Teori mengenai Pendekatan Open-Ended berasal dari negara Jepang sekitar tahun 1970. Di tahun tersebut diadakan penelitian mengenai evaluasi, saat itu penelitian yang terkemuka ialah penelitian yang dilakukan oleh Shimada dan kawan-kawannya mengenai evaluasi prestasi matematika siswa, mereka mengembangkan masalah open-ended dalam rangka mengevaluasi aktivitas siswa.20 Beberapa tahun kemudian beberapa peneliti dan guru-guru sekolah ikut berpartisipasi dalam penelitian ini sehingga akhirnya terbit buku The Open-Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics yang diterbitkan oleh NCTM.21 Menurut Shimada yang tercantum dalam Muhsinin, Pendekatan Open-Ended adalah suatu

19

Agus Sukmana dan Wahyudin, A Teaching Material Development for Developing Students’ Intuitive Thinking through REACT Contextual Teaching Approach, (Jurnal Mat Stat, Vol. 11 No. 2), 2011, h. 78.

20Nobuhiko Nohda, Teaching by Open-Approach Method in Japanese Mathematics

Classroom, (Proceedings of the Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education), 2000, h. 2.

(34)

17

pendekatan dalam pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan penyelesaian yang benar lebih dari satu.22

Seiring perkembangan jaman, permasalahan open-ended dipisahkan menjadi tiga ciri, yaitu masalah dengan jawaban akhir yang terbuka, masalah yang menghasilkan beberapa solusi dan masalah yang menimbulkan beberapa masalah. Jika ketiga ciri dari permasalahan open-ended digabungkan dalam satu masalah maka pendekatan pembelajaran ini disebut sebagai Open Approach. Dalam Open Approach, selain masalah dengan jawaban akhir yang terbuka, dapat disertakan juga masalah yang menghasilkan beberapa solusi dan masalah yang menghasilkan beberapa masalah.23 Teori tentang Open Approach diadopsi oleh negara Thailand yang digagasi oleh Maitree Inprasitha. Di negara tersebut, teori Open Approach diintegrasikan dengan

lesson study serta menjadi suatu metode pengajaran dalam proses pembelajaran.24 Terdapat empat tahapan pembelajaran Open Approach

menurut Inprasitha, yaitu posing open-ended problem, students’ self-learning, whole class discussion and comparison of concepts, dan summarization through connecting students’ mathematical ideas emerged in the classroom.25

Berdasarkan pembelajaran matematika tingkat dasar, permasalahan

open-ended dalam pengertian Open Approach dapat kita jumpai walaupun terbilang jarang. Akan tetapi, semakin tinggi jenjang pendidikan, permasalahan matematika seperti itu sulit bahkan jarang sekali kita temui. Maka dari itu, peneliti bermaksud untuk menggunakan tahapan pembelajaran

Open Approach yang dikemukakan Inprasitha dengan menggunakan permasalahan open-ended yang tidak selalu menggabungkan ketiga cirinya.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka pengertian Pendekatan Open-Ended menurut peneliti adalah pendekatan pembelajaran yang menggunakan permasalahan open-ended yang dibedakan menjadi tiga ciri, yaitu masalah

22Ummil Muhsinin, Pendekatan Open Ended dalam Pembelajaran Matematika, (Jurnal

Edu-Math Volume 4), 2013, h. 47-48.

23Nohda, op.cit., h. 6.

24Kwanta Panbanlame, Kiat Sangaroon, dan Maitree Inprasitha, Students’ Intuition in

Mathematics Class Using Lesson Study and Open Approach, (Psychology, 5, 1503-1516; Khon Kaen University, Thailand), 2014, h. 1506.

(35)

dengan jawaban akhir yang terbuka, masalah yang menghasilkan beberapa solusi, atau masalah yang menimbulkan beberapa masalah.

b. Tahapan Pendekatan Open-Ended

Pendekatan Open-Ended yang dikemukakan Inprasitha mempunyai empat tahapan. Tahapan tersebut adalah Posing Open-Ended Problem,

Students’ Self-Learning through Open-Ended Problem Solving, Whole Class Discussion and Comparison of Concept, dan Summarization through Connecting Students’ Mathematical Ideas That Emerged In The Classroom.26 Perkembangan kemampuan berpikir intuitif matematis lebih terlihat pada tahap Posing Open-Ended Problem dan Students’ Self-Learning through Open-Ended Problem Solving.27 Di tahap Posing Open-Ended Problem siswa mencoba memahami masalah dan berpikir dengan menggunakan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya. Di tahap Students’ Self-Learning through Open-Ended Problem Solving, siswa akan berusaha untuk bereksperimen dengan metode yang berbeda dari yang telah dipelajari sebelumnya dengan beracuan pada konsep yang ada.

Jaijan dan Suttiamporn menjelaskan tahapan Pendekatan Open-Ended

sebagai berikut.28

(1) Posing Open-Ended Problem

Di tahap ini, guru mengajukan masalah open-ended dengan menggunakan beberapa media dan memberikan waktu kepada siswa untuk memahami masalah.

(2) Students’ Self-Learning through Open-Ended Problem Solving

Tahap ini adalah tahap dimana siswa belajar berusaha secara mandiri memecahkan masalah open-ended dengan berbagai metode. Guru mengkompilasi semua solusi yang diusulkan oleh siswa.

(3) Whole Class Discussion and Comparison

26

Ibid.

27

Ibid., h. 1513.

28Wasukree Jaijan dan Wipaporn Suttiamporn, Mathematical Connection of Students in

(36)

19

Pada tahap ini, siswa menyajikan solusi dari masalah open-ended. Guru menghargai semua solusi yang diusulkan siswa dan menghubungkan semua ide matematika.

(4) Summarization through Connecting Students’ Mathematical Ideas That Emerged In The Classroom

Siswa menghubungkan semua ide sehingga memperoleh generalisasi, aturan, dan rumus matematika sebelum siswa mencatatnya di papan dan buku catatan mereka sendiri dengan menggunakan bahasa mereka.

Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menggunakan tahapan Pendekatan Open-Ended dengan penjelasan sebagai berikut.

(1) Pengajuan Masalah Open-Ended

Di tahap pertama, guru membagi siswa ke dalam kelompok. Guru membagikan LKS kepada siswa dengan pengajuan masalah open-ended

yang dapat dijumpai dalam kehidupan. Siswa diberikan kesempatan untuk memahami masalah tersebut secara berkelompok.

(2) Belajar Mandiri

Dalam tahap ini, siswa mengidentifikasi informasi yang ada dalam permasalahan open-ended. Siswa mencari cara dengan berbagai metode untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Cara yang digunakan siswa bebas berdasarkan pemikirannya yang masuk akal. Guru mengarahkan siswa jika mengalami kesulitan.

(3) Diskusi Kelas dan Perbandingan Konsep

Pada tahap ini, siswa mendiskusikan penyelesaian dalam kelompok dan menyajikannya di kelas. Setelah presentasi, siswa membandingkan hasil penyelesaian kelompok lain. Keberagaman algoritma dan rumus yang digunakan tiap siswa dapat terlhat di tahap ini. Tugas guru di sini adalah mengasosiasikan ide yang muncul dari siswa terhadap permasalahan yang diberikan.

(4) Kesimpulan Berdasarkan Hubungan Ide Siswa di Kelas

(37)

c. Keunggulan Pendekatan Open-Ended

Pendekatan Open-Ended memberikan siswa pengalaman dalam menemukan sesuatu yang baru dari cara menjawab permasalahan matematika. Berikut adalah keunggulan dari Pendekatan Open-Ended.29

1. Siswa lebih aktif selama pembelajaran berlangsung dan mampu mengungkapkan idenya. Hal ini dikarenakan pendekatan ini menggunakan soal open-ended yang tidak hanya mengacu ke satu proses dan jawaban. Ide masing-masing siswa diperhatikan dan dapat tersalurkan melalui proses berpikir mereka pada saat menyelesaikan soal.

2. Siswa mendapatkan kesempatan untuk memanfaatkan ilmu dan keterampilan matematik secara konprehensif.

3. Siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah dapat memecahkan permasalahan dengan ungkapan mereka sendiri. Hal ini dikarenakan siswa dapat mengekspresikan pemahaman mereka secara bebas sesuai dengan yang siswa pahami.

4. Siswa memiliki motivasi untuk menjelaskan suatu bukti.

5. Siswa mendapat banyak pengalaman untuk menjawab permasalahan yang tidak mudah.

3. Pendekatan Saintifik

Pendekatan Saintifik adalah pendekatan pembelajaran berbasis ilmiah. Proses pembelajaran berlangsung berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan. Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang dipandu dengan Pendekatan Saintifik.30 Maka dari itu, Pendekatan Saintifik sudah mulai diterapkan di sekolah dasar dan menengah.

29 Gusni Satriawati, Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Open-Ended pada Pokok

Bahasan Dalil Pythagoras di Kelas II SMP, Dalam Gelar Dwirahayu, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar: Sebuah Antologi, (Jakarta: PIC UIN Jakarta), 2007, h. 163.

30

(38)

21

Berikut ini adalah keterangan dari tiap langkah Pendekatan Saintifik berdasarkan acuan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013.31

(1) Mengamati

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dapat dilakukan siswa dengan cara menentukan secara jelas objek apa yang akan diobservasi, mengumpulkan data yang diperlukan, menentukan cara dan melakukan pencatatan hasil observasi. Hal tersebut didapat dengan membaca, mendengar, menyimak, dan melihat.

(2) Menanya

Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan tentang informasi yang kurang dipahami dari pengamatan yang dilakukan sebelumnya atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan. Bertanya berfungsi untuk melatih siswa untuk berargumentasi dan meningkatkan rasa ingin tahu. Guru memandu siswa untuk dapat memberikan pertanyaan dari apa yang telah dilihat dan disimak.

(3) Mengumpulkan informasi/mencoba

Dalam tahap ini, siswa mencoba berbagai cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Dengan adanya percobaan, siswa dapat menyimpulkan hal kacil mana solusi yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Selama proses ini guru ikut membimbing dan mengamati proses percobaan.

(4) Mengasosiasikan/menalar

Setelah proses mencoba, siswa dilatih menghubungkan tiap informasi yang ada. Informasi yang tersebut diolah sehingga menimbulkan keterkaitan yang relevan. Pengolahan informasi yang dikumpulkan bersifat menambah keluasan sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi. (5) Mengkomunikasikan

31

(39)

Siswa menyimpulkan hasil pengamatan dengan mengkomunikasikannya di dalam kelas. Dalam tahap ini melatih siswa untuk lebih berani dalam berbicara di depan kelas dan mengeluarkan pendapatnya.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang dijadikan referensi bagi penulis, di antaranya sebagai berikut.

1. Hasil penelitian kuasi eksperimen yang dilakukan oleh Robiah Adawiyah (2016) dengan judul “Pengaruh Pembelajaran dengan Open Approach

terhadap Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis Siswa”. Penelitian ini dilakukan di kelas VII SMP Negeri 178 Jakarta Selatan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kemampuan berpikir induktif-kreatif matematis siswa dengan yang diajarkan menggunakan pembelajaran Open Approach lebih berkembang dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan strategi konvensional.32

2. Hasil penelitian kuasi eksperimen yang dilakukan oleh Rifky Dian Hasna (2016) dengan judul “Pengaruh Model Pencapaian Konsep (Concept Attainment Model) terhadap Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis”. Penelitian ini dilaksanakan di tingkat SMA kelas XI. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kemampuan berpikir intuitif matematis siswa dengan yang diajarkan menggunakan Concept Attainment Model lebih berkembang dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan strategi konvensional.33 3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kwanta Panbanlame, Kiat Sangaroon,

dan Maitree Inprasitha (2014) yang dituangkan dalam jurnal internasional berjudul “Students’ Intuition in Mathematics Class Using Lesson Study and Open Approach”. Penelitian ini dilakukan kepada 3 siswa kelas matematika

tingkat dua Ban Bueng Niam Bueng Krainoon School di provinsi Khon Kaen.

32

Robiah Adawiyah, Pengaruh Pembelajaran dengan Open Approach terhadap Kemampuan Penalaran Induktif-Kreatif Matematis, (Jakarta: Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2016, h. 72.

33

(40)

23

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah intuisi siswa dapat dikembangkan menggunakan Lesson Study dan Open Approach.34

C. Kerangka Berpikir

Pemikiran yang muncul dengan segera membantu siswa menyelesaikan masalah. Terlebih di saat siswa tidak tahu lagi bagaimana caranya menyelesaikan permasalahan yang diajukan guru. Intuisi diharapkan hadir untuk membantu menyelesaikan masalah yang sukar diatasi. Berpikir intuitif matematis sangat diperlukan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

Pendekatan Open-Ended adalah pembelajaran berbasis masalah open-ended yang mengajak siswa untuk berpikir secara holistik mengenai permasalahan yang diajukan. Masalah open-ended melatih kemampuan berpikir intuitif siswa karena siswa melakukan terkaan dalam memecahkan masalah tersebut. Tahapan pembelajaran ini ada empat yaitu mengajukan masalah open-ended, siswa belajar secara mandiri, diskusi dan membandingkan konsep, dan kesimpulan berdasarkan hubungan ide siswa.

Pada setiap tahapan Pendekatan Open-Ended, peneliti melihat bahwa kemampuan bepikir intuitif matematis siswa dapat berkembang dengan baik. Di tahap mengajukan masalah open-ended, guru memberikan masalah open-ended

dan memberikan waktu kepada siswa untuk memahami masalah tersebut. Ini berarti siswa meggunakan cara menerka-nerka solusi apa yang paling tepat. Terkaan yang dilakukan dilakukan secara spontan. Siswa memilih alasan yang logis dan dapat diterima oleh akal. Di tahap siswa belajar secara mandiri, siswa mencari cara dengan berbagai metode untuk memecahkan permasalahan yang diberikan guru. Berbagai cara siswa lakukan untuk memecahkan sendiri permasalahan tersebut dengan kemampuannya. Bisa saja siswa memecahkannya secara langsung dan memberikan penjelasan yang logis, secara langsung karena mengacu kepada kemampuan mengkombinasikan rumus yang dimiliki atau berdasarkan generalisasi dari contoh atau konsep dalam mengerjakan permasalahan yang hampir serupa. Di tahap diskusi dan membandingkan konsep,

34

(41)

siswa menyajikan solusi dari masalah tersebut dan menghubungkan ide yang ada di kelompoknya masing-masing. Ini menandakan bahwa siswa harus menggeneralisasikan ide-ide yang terdapat dalam kelompok. Di tahap kesimpulan berdasarkan hubungan ide siswa, seluruh siswa menggeneralisasikan solusi yang telah dibahas oleh tiap kelompok sebelum siswa mencatat menggunakan bahasa sendiri.

Langkah-langkah Pendekatan Saintifik yaitu mengamati, menanya, mencoba, menalar, mengkomunikasikan. Peneliti melihat hanya pada tahap mencoba, menalar dan mengkomunikasikan kemampuan berpikir intuitif matematis siswa dapat berkembang dengan baik. Di tahap mencoba, siswa mencoba berbagai cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Siswa menggunakan kemampuan menyelesaikan masalah secara masuk akal dan menggunakan kombinasi rumus yang dimiliki. Di tahap menalar, informasi yang ada diolah sehingga menimbulkan keterkaitan yang relevan dan masuk akal. Di tahap mengkomunikasikan siswa menggeneralisasikan informasi yang sudah dikaitkan pada tahap menalar.

(42)
(43)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan, peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut.

(44)

27 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Muhammadiyah 25 Pamulang kelas XI IPA. Waktu penelitian dilaksanakan di semester ganjil tahun ajaran 2017/2018 yaitu pada bulan November 2017. Jadwal persiapan dan pelaksanaan kegiatan penelitian disajikan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

No. Jenis Kegiatan Agust Sept Okt Nov Des

1. Persiapan dan perencanaan √ √ √

2. Observasi √

3. Pelaksanaan pembelajaran √

4. Analisis data √

5. Laporan penelitian √

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Post-Test Only Control Design. Bentuk desain penelitian disajikan dalam Tabel 3.2 sebagai berikut.1

Tabel 3.2 Desain Penelitian

Kelompok (Kelas) Treatment Post-Test

Eksperimen XE Y

Kontrol XK Y

Keterangan:

XE: perlakuan pada kelas eksperimen dengan Pendekatan Open-Ended

XK : perlakuan pada kelas kontrol dengan Pendekatan Saintifik Y : hasil post-test kelas eksperimen dan kontrol

1

(45)

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah populasi target dan populasi terjangkau. Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di SMA Muhammadiyah 25 Pamulang. Populasi terjangkau adalah seluruh siswa kelas XI.

Sampel dalam penelitian ini berasal dari populasi terjangkau dengan cara pengambilan sampel dari seluruh kelas XI dengan teknik cluster random sampling. Sampel akan dipilih dari dua kelas secara acak yang akan menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok eksperimen adalah kelas dengan perlakuan Pendekatan Open-Ended, sedangkan kelompok kontrol adalah kelas dengan perlakuan Pendekatan Saintifik.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas (independen) dan terikat (dependen). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended dan variabel dependen adalah kemampuan berpikir intuitif matematis siswa.

E. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah data skor kemampuan berpikir intuitif matematis siswa. Data tersebut diperoleh melalui pemberian tes kemampuan berpikir intuitif matematis di akhir pembelajaran. Peneliti memberikan tes berupa soal uraian dengan materi barisan dan deret sebanyak 6 butir soal pada kedua kelompok penelitian.

F. Instrumen Penelitian

(46)

29

kombinasi rumus dan algoritma yang dimiliki, dan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat berdasarkan generalisasi dari contoh atau konsep. Kisi-kisi tes yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.3 dengan Kompetensi Dasar (KD) di bawah ini:

KD 3: Menganalisis barisan berdasarkan pola iteratif dan rekursif terutama yang meliputi barisan aritmatika dan geometri

KD 4: Menggunakan pola barisan aritmatika atau geometri untuk menyajikan dan menyelesaikan masalah kontekstual (termasuk pertumbuhan, peluruhan, bunga majemuk, dan anuitas)

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Intuitif Matematis Indikator Kemampuan

Berpikir Intuitif Indikator Soal

Nomor

Soal

Kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat secara masuk akal

1. Menggunakan konsep barisan geometri

secara cepat dan masuk akal 4

2. Menyelesaikan masalah kontekstual peluruhan berdasarkan konsep barisan dan deret secara cepat dan masuk akal

2

Kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat menggunakan kombinasi rumus dan algoritma yang dimiliki

3. Menggunakan kombinasi konsep barisan dan deret aritmatika dalam menyelesaikan masalah dengan cepat

3

4. Menyelesaikan masalah kontekstual anuitas berdasarkan kombinasi konsep barisan dan deret dengan cepat

6

Kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat berdasarkan generalisasi dari contoh atau konsep

5. Menemukan pola barisan dalam soal berdasarkan generalisasi dari konsep pola bilangan dengan cepat

1

6. Menyelesaikan masalah berdasarkan generalisasi konsep barisan dan deret geometri dengan cepat

5

Jumlah 6

(47)

Tabel 3.4

Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Matematis

Indikator Kriteria Penilaian Skor Skor

Kemampuan

Menyelesaikan masalah dengan memberikan alasan yang logis. 4

Menyelesaikan masalah dengan memberikan alasan yang kurang logis.

3

Menyelesaikan masalah dengan memberikan alasan yang tidak logis.

2

Menyelesaikan masalah tanpa memberikan alasan. 1

Tidak memberikan jawaban. 0

Kemampuan

Menyelesaikan masalah dengan menggunakan rumus dan algoritma sesuai dengan materi.

4

Menyelesaikan masalah dengan menggunakan rumus dan algoritma tetapi kurang sesuai dengan materi.

3

Menyelesaikan masalah dengan menggunakan rumus dan algoritma tetapi tidak sesuai dengan materi.

2

Menyelesaikan masalah dengan tidak menggunakan rumus dan algoritma.

1

Tidak memberikan jawaban. 0

Kemampuan

Menyelesaikan masalah dengan mengidentifikasi informasi dalam soal dan menerapkannya secara tepat.

4

Menyelesaikan masalah dengan mengidentifikasi informasi dalam soal dan menerapkannya dengan kurang tepat.

3

Menyelesaikan masalah dengan mengidentifikasi informasi yang akan digunakan dan menerapkannya dengan tidak tepat.

2

Menyelesaikan masalah dengan menentukan informasi dalam soal tanpa menyeleksi informasi yang akan digunakan dan menerapkannya dengan tidak tepat.

1

Tidak memberikan jawaban. 0

Tabel 3.5

Pedoman Penskoran Kemampuan Berpikir Intuitif

Indikator Kriteria Penilaian Skor Skor

Kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat dan jawaban yang masuk akal

Memahami masalah dengan 1 kali membaca soal. 4 Memahami masalah dengan 2 kali membaca soal. 3 Memahami masalah dengan 3 kali membaca soal. 2 Memahami masalah lebih dari 3 kali membaca soal. 1

(48)

31

Memahami masalah dengan 1 kali membaca soal. 4 Memahami masalah dengan 2 kali membaca soal. 3 Memahami masalah dengan 3 kali membaca soal. 2 Memahami masalah lebih dari 3 kali membaca soal. 1

Tidak memberikan jawaban. 0

Kemampuan

Memahami masalah dengan 1 kali membaca soal. 4 Memahami masalah dengan 2 kali membaca soal. 3 Memahami masalah dengan 3 kali membaca soal. 2 Memahami masalah lebih dari 3 kali membaca soal. 1

Tidak memberikan jawaban. 0

Sebelum digunakan, instrumen harus diuji dengan beberapa pengujian seperti berikut.

1. Uji Validitas

Uji validitas menggunakan rumus correlation product moment sebagai berikut.2

Kriteria pengujian validitas pada soal dengan membandingkan hasil dari rhitung dan rtabel pada taraf signifikansi 5% (� = 0,05). Soal dikatakan valid apabila rhitung rtabel. Sebaliknya soal dikatakan tidak valid jika nilai rhitung < rtabel.

Berdasarkan hasil perhitungan validitas dengan cara yang sudah disebutkan di atas, dari 6 butir soal diperoleh 5 butir soal valid dan 1 butir soal tidak valid. Perhitungan uji validitas disajikan pada Tabel 3.6 berikut.

2

Gambar

Gambar 4.17 Aktivitas Siswa di Kelas Kontrol ..................................................
Tabel 2.1 Indikator Berpikir Intuitif Saat Menyelesaikan Masalah
Gambar 2.1
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pengumpulan data dibutuhkan untuk menentukan instrumen yang digunakan untuk menjaring informasi dari subjek penelitian (guru mata pelajaran.. program produktif, ketua

Hal ini dikarenakan pengeluaran konsumsi yaitu pengeluaran rutin negara dalam hal ini belanja pegawai yang mencakup gaji dan pensiun, tunjangan serta belanja barang-barang

Pengeluaran Konsumsi yaitu pengeluaran rutin negara dalam hal ini belanja pegawai yang mencakup gaji dan pensiun, tunjangan serta belanja barang-barang dalam negeri, dana

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses

Lampiran 3.Uji Korelasi pada Komponen Produksi Tandan Buah Segar bulanan Kebun Sei Baruhur pada Tanaman Berumur 5, 7,dan 9 Tahun selama 3

Hak-hak atas tanah bekas hak barat yang didaftar menurut Overschrijvingsordonnantie (S. 1884), yang terletak di daerah-daerah di mana pendaftaran tanah belum diselenggarakan menurut

Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme , digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya

2.1.4.5 Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Alokasi Belanja Modal Hampir sama dengan PAD, DAU merupakan salah satu sumber pembiayaan untuk belanja modal guna pengadaan sarana