• Tidak ada hasil yang ditemukan

Genetic Diversity of Artemisia annua L. and Artemisia vulgaris L. Based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and Morphological Traits

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Genetic Diversity of Artemisia annua L. and Artemisia vulgaris L. Based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and Morphological Traits"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

LENGTH POLYMORPHISM (AFLP)

DAN SIFAT MORFOLOGI

MEDIKCA TANJUNG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi merupakan karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

MEDIKCA TANJUNG. Genetic Diversity of Artemisia annua L. and Artemisia vulgaris L. Based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and Morphological Traits. Under supervision of UTUT WIDYASTUTI and SUHARSONO

Malaria remains a serious problem in Indonesia. Artemisinin is an antimalarial compound that is able to treat malaria disease. Until now, Artemisia annua is still the only one source of artemisinin. On the other hand Artemisia vulgaris is Artemisia species that grows widely in Indonesia. The introduction of A. annua from China to Indonesia produces diverse phenotypes and unstable artemisinin content. The objective of this research was to analyse the genetic diversity of A. annua and A. vulgaris based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and morphological traits. Amplification was performed by using the labeled P11 primer IRD 700 and three selective primers, CAC, M-CAG and M-CAT. Three morphological traits were observed. The data from AFLP and morphological traits were translated into binary data. Similarity matrix analysis was carried out by using the software NTSYSpc version 2.02i. Principal Component Analysis was done by using the Minitab 14 program. By using these three selective primers, 111 AFLP loci were amplified. These loci can not clustered Artemisia into its species. There is not any specific loci addressed to specific accession from 111 AFLP loci, but from 48 AFLP loci, locus number 38 can be used as specific marker for three accessions consist of A. vulgaris accession which has light brown stems and wide leaves (VCOL), A. vulgaris accession which has light brown stems and narrow leaves (VCOS) and A. annua accession which has purple green stems and narrow leaves (AHUS). Analysis of 63 AFLP loci consist of loci number 49-111, showed that loci number 101, 103 and 109 addressed to A. annua accession which has purple green stems and wide leaves that arranged like a roset (AHULr). Based on morphological traits, the diversity between A. annua and A. vulgaris was 39%, while the diversity within A. annua species was 29%. Analysis of morphological traits and 48 AFLP loci showed that the A. annua accession which has purple green stems and wide leaves that arranged like a roset (AHULr) not cluster into A. annua species or A. vulgaris species.

(4)

RINGKASAN

MEDIKCA TANJUNG. Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI, SUHARSONO.

Penyakit malaria masih merupakan masalah serius di Indonesia. Artemisinin merupakan senyawa antimalaria yang mampu mengobati penyakit malaria. Sampai saat ini Artemisia annua masih merupakan satu-satunya sumber artemisinin. A. annua adalah tanaman hari pendek yang berasal dari China. Introduksi A. annua ke daerah tropik menyebabkan tanaman cepat berbunga sehingga kandungan artemisinin turun. Di Indonesia ada lima aksesi A. annua hasil introduksi yang dikoleksi oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo. Aksesi ini bervariasi pada warna batang, ukuran relatif daun dan susunan daun pada batang. Selain itu terdapat perbedaan kerapatan trikoma kelenjar dan kandungan artemisinin antara aksesi hijau dan aksesi ungu. Belum ada data mengenai keragaman genetik antar aksesi A. annua hasil introduksi di Indonesia.

Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia yang ada di Indonesia yang dikenal dengan nama daerahnya sudamala. Herba ini tersebar hampir di semua dataran tinggi di Indonesia namun paling banyak ditemukan di Papua. BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo, memiliki dua aksesi A. vulgaris, yaitu aksesi berdaun lebar dan aksesi berdaun sempit. Kandungan artemisinin A. vulgaris jauh lebih rendah dibandingkan dengan A. annua, namun spesies ini memiliki potensi sebagai sumber artemisinin lokal karena tumbuh secara alami di Indonesia. Belum ada laporan mengenai hubungan kekerabatan A. annua hasil introduksi di Indonesia dengan A. vulgaris.

Kekerabatan dapat dilihat dari persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan morfologi yang dimiliki oleh individu yang dibandingkan. Penanda morfologi memberikan hasil yang bias, sebab genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama. Penanda molekuler dapat memberikan hasil yang lebih baik karena hasilnya konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Penanda Amplified Fragment Legth Polymorphism (AFLP) dapat digunakan untuk mengetahui keragaman genetik antar klon dan antar spesies. Pengetahuan tentang keragaman genetik tanaman dapat digunakan untuk keperluan evaluasi dan seleksi tanaman yang akan dikonservasi dan dibudidayakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik antara A. annua dengan A. vulgaris berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan sifat morfologi.

Bahan tanaman yang digunakan adalah lima tumbuhan A. annua dan dua tumbuhan A. vulgaris koleksi BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo. Buffer CTAB 2% digunakan untuk isolasi DNA total dari daun. Enzim restriksi Pst1 dan Mse1 digunakan untuk memotong DNA total. Enzim T4 ligase digunakan untuk menyambung hasil reaksi restriksi dengan Pst1 adaptor dan Mse1 adaptor. Primer

(5)

reaksi amplifikasi selektif. Primer selektif yang digunakan adalah primer

M-CAC(5’GATGAGTCCTGAGTAAACAC3’), primer M-CAG (5’GATGAGTCCTGA

GTAAACAG3’) dan primer M-CAT (5’GATGAGTCCTGAGTAAACAT3’).

Karakter morfologi yang diamati terdiri dari empat kelas warna batang, dua kelas tipe daun dan dua kelas susunan daun pada batang. Analisis keragaman menggunakan program NTSYSpc 2-02i dan program Minitab 14.

Hasil amplifikasi DNA pada analisis AFLP menggunakan primer P11 IRD 700 dengan tiga primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT adalah 657 fragmen dengan ukuran 100-565 pb yang terdiri dari 111 lokus. Fragmen berukuran 100-255 pb yang terdiri atas 48 lokus diamplifikasi paling banyak oleh masing-masing aksesi. Analisis terhadap 111 lokus AFLP dengan ukuran 100-565 pb tidak menghasilkan satu lokus yang benar-benar spesifik untuk aksesi tertentu. Lokus ke -38 menjadi penciri aksesi VCOL, VCOS dan AHUS pada analisis terhadap 48 lokus AFLP dengan ukuran 100-255 pb. Analisis terhadap 63 lokus AFLP dengan ukuran 255565 pb menunjukkan bahwa lokus ke 101, 103 dan -109 adalah penciri aksesi AHULr. Analisis morfologi menunjukkan keragaman antara A. annua dan A. vulgaris sebesar 39% dan keragaman di dalam spesies A. annua sebesar 29%.

Analisis gabungan data morfologi dan 48 lokus AFLP menghasilkan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris sebesar 29% dan menunjukkan bahwa aksesi AHULr tidak mengelompok ke spesies A. annua maupun A. vulgaris.

(6)

©Hak Cipta milik IPB

dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan

Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB dan BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo

(7)

LENGTH POLYMORPHISM (AFLP)

DAN SIFAT MORFOLOGI

MEDIKCA TANJUNG

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi

Nama : Medikca Tanjung NIM : G353090191

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi” telah diselesaikan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M. Si. dan Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA, selaku pembimbing atas saran, bimbingan serta dukungannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M. Si. yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tesis dan memberikan saran untuk kelengkapan informasi pada tesis ini, dan kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena atas saran dan bimbingannya. Terima kasih kepada Dra. Yuli Widyastuti, M. Si dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo untuk sampel tanaman yang sudah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Hibah Penelitian Fundamental No: 25/I 3.24.4/ SPP/PF/2011 a. n. Utut Widyastuti yang telah mendukung dalam pendanaan proyek penelitian ini dan Departemen Agama Republik Indonesia melalui program beasiswa utusan daerah (BUD Depag). Terima kasih kepada Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian – Netherlands), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga atas fasilitas penelitian yang diberikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah mengadakan program beasiswa Pascasarjana. Terima kasih kepada Ibu Pepi atas bantuan dan kebersamannya, juga kepada teman-teman di biologi tumbuhan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Syahrinal Efendi, S. T. atas kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Ibunda yang mulia Asnawati, Ayahanda Chandra Irawan serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama bagi dunia kesehatan Indonesia.

Bogor, Agustus 2011

(11)

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 12 Oktober 1982 sebagai anak satu satunya pasangan Bapak Chandra Irawan dan Ibu Asnawati. Tahun 2001 penulis lulus dari MAN 1 Koto Baru Padang Panjang dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Padang. Penulis lulus dari Universitas Negeri Padang pada tahun 2005.

(12)

DAFTAR ISI

Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) ... 8

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 11

Bahan ... 11

Metode Penelitian ... 12

Pengamatan Karakter Morfologi ... 13

Isolasi DNA ... 13

Kuantifikasi dan Kualifikasi DNA Total. ... 13

Analisis AFLP ... 14

Restriksi dan Ligasi ... 14

Pre-amplifikasi ... 14

Amplifikasi Selektif ... 14

Visualisai Fragmen DNA ... 15

Analisis Kemiripan 111 Lokus AFLP ... 24

Analisis Gerombol 111 Lokus AFLP ... 25

Analisis Komponen Utama 111 Lokus AFLP ... 26

Analisis 48 Lokus AFLP (lokus 1-48) ... 29

Analisis Kemiripan 48 Lokus AFLP ... 29

Analisis Gerombol 48 Lokus AFLP ... 30

Analisis Komponen Utama 48 Lokus AFLP ... 31

Analisis 63 Lokus AFLP (lokus ke 49-111 ) ... 34

Analisis Kemiripan 63 Lokus AFLP ... 34

Analisis Gerombol 63 Lokus AFLP ... 35

(13)

Analisis Gerombol Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP ... 39

Analisis Komponen Utama Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP 40 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 43

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Karakter kualitatif 7 sampel Artemisia. ... 17

2 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris ... 27

3 Nilai mutlak komponen utama terbesar dari 111 lokus dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris ... 28

4 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP ... 31

5 Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 48 lokus AFLP dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris ... 33

6 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP. ... 36

7 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 63 lokus AFLP dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris ... 37

8 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP. ... 41

(15)

Halaman 1 Struktur artemisinin (www.kanaya.naist.jp) ... 6

2 Struktur trikoma kelenjar Artemisia annua (Olsson et al. 2009) ... 6 3 Diagram skematis teknik AFLP menggunakan enzim restriksi EcoR 1 dan

Mse 1 (Vos et al. 1995) ... 9 4 Bagan alir penelitian identifikasi keragaman genetik Artemisia annua L.

berdasarkan penanda morfologi dan AFLP dengan menggunakan enzim restriksi Pst 1 dan Mse 1 ... 12 5 Variasi warna batang pada Artemisia. a: coklat terang, b: hijau, c: hijau

ungu, d: ungu. a: A. vulgaris, b, c, d: A. annua I = 5 cm ... 17

6 Tipe daun Artemisia. a: tunggal lebar, b: tunggal sempit, c: majemuk ganda 2 lebar, d. majemuk ganda 2 sempit. a, b: A. vulgaris, c, d: A. annua I = 1 cm ... 18 7 Tipe susunan daun Artemisia pada batang. a: berselang-seling, b:

menyerupai roset. I = 5 cm ... 18

8 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi. ... 20 9 Profil pita AFLP hasil amplifikasi DNA Artemisia menggunakan primer

P11 IRD 700 dan Primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT. 1:VCOL, 2: AHUL, 3: AUNL, 4: AHIL, 5: AHUS, 6: VCOS, 7: AHULr . 22

10 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP ... 26

11 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP ... 27

12 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP ... 30

13 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP ... 32

(16)

15 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP. ... 36

16 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP ... 40

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Habitus lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.vulgaris yang digunakan

dalam penelitian. ... 49

2 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data morfologi ... 50

3 Skor fragmen DNA hasil AFLP lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris ... 50

4 Skor karakter morfologi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris . 53

5 Jumlah dan sebaran lokus yang teramplifikasi pada masing-masing aksesi 53

6 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP ... 54

7 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP ... 54

8 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP ... 54

9 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 111 lokus AFLP ... 55

10 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 63 lokus AFLP (lokus 49-111) ... 55

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium spp. merupakan satu dari sepuluh penyakit yang paling mematikan di dunia. Lebih dari 600 juta kasus di dunia terinfeksi malaria, dan menyebabkan 1.7 – 2.5 juta orang/tahun mengalami kematian. Empat puluh persen dari jumlah tersebut terdapat di negara berkembang, antara lain India, Indonesia, Amerika Latin dan negara-negara di Afrika (Graz et al. 2011). Pil kina (quinine) dan senyawa sintesisnya (kloroquinine) selama ini menjadi obat yang diandalkan untuk mengatasi penyakit malaria, namun pemakaian jangka panjang menyebabkan Plasmodium falciparum menjadi resisten terhadap obat tersebut (WHO 2004). Sampai tahun 2008, 80% kabupaten di Indonesia masih merupakan wilayah endemis malaria dan 50% diantaranya endemis P. falcifarum (Depkes 2010).

Upaya untuk mencari obat malaria pengganti kina telah banyak dilakukan. Klayman (1985) melaporkan bahwa pada tahun 1972 peneliti telah berhasil mengidentifikasi artemisinin sebagai senyawa antimalaria pada ekstrak daun Artemisia annua. Artemisinin mampu mengobati penyakit malaria yang sudah resisten terhadap quinine dan kloroquinine. Tahun 2001 WHO menganjurkan penggunaan terapi kombinasi berbasis artemisinin untuk penanganan malaria, terutama malaria resisten kloroquinine.

Artemisia annua merupakan herba annual yang memiliki banyak percabangan yang berasal dari daerah China dan sudah diintroduksi ke banyak Negara seperti Vietnam, Argentina, Brasilia, Indonesia dan USA. Tinggi batang dapat mencapai 300 cm. Daun majemuk menyirip ganda dengan panjang mencapai 12 cm. Di China A. annua dikenal dengan nama qinghao (QACRG 1979).

(19)

artemisinin pada aksesi hijau dan aksesi ungu (Widyastuti 2009). DePadua et al. (1999) menyatakan bahwa A. annua merupakan satu-satunya jenis Artemisia yang menghasilkan artemisinin. Artemisia annua merupakan tanaman hari pendek. Introduksi A. annua dari daerah asalnya yang beriklim subtropik ke daerah tropik menyebabkan tanaman cepat berbunga sehingga produktivitas artemisinin turun.

Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia lokal Indonesia yang dikenal dengan nama daerahnya sudamala. Herba ini tersebar hampir di semua dataran tinggi di Indonesia namun paling banyak ditemukan di Papua. BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo, memiliki dua aksesi A. vulgaris, yaitu aksesi berdaun lebar dan aksesi berdaun sempit. Aryanti et al. (2006) telah berhasil memperoleh 2.55 ppm artemisinin dari daun A. vulgaris jauh lebih rendah dibandingkan kandungan artemisinin A. annua (4.99 ppm) dan membuktikan bahwa A. vulgaris juga memiliki daya antimalaria terhadap P. falcifarum. Hasil penelitian ini membuka peluang pengembangan sumber artemisinin lokal yang cukup potensial. Untuk keperluan ini hubungan kekerabatan antar aksesi dalam spesies A. annua dan hubungan kekerabatan antara A. annua dengan A. vulgaris perlu diketahui.

Hubungan kekerabatan secara sederhana dapat dilihat dengan menggunakan penanda morfologi. Kekerabatan dapat dilihat dari persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh individu yang diperbandingkan. Semakin banyak persamaan yang dimiliki semakin dekat hubungan kekerabatannya. Seringkali penanda morfologi memberikan hasil yang bias, sebab genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama. Penanda molekuler dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik lebih baik, karena hasilnya konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Azrai 2005).

(20)

3

nenas (Surtiningsih 2008), jarak pagar (Dewi 2008) dan jamur tiram putih budidaya (Jusuf 2010). Pengetahuan tentang keragaman genetik tanaman dapat digunakan untuk keperluan evaluasi dan seleksi tanaman yang akan dibudidayakan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik beberapa aksesi A. annua hasil introduksi dan A. vulgaris berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) dan sifat morfologi dengan menggunakan tiga primer selektif,

(21)

Genus Artemisia L. termasuk ke dalam famili Asteraceae, terdiri dari hampir 200 spesies. Artemisia annua, Artemisia capilaris dan Artemisia vulgaris adalah tiga spesies dominan. Genus ini berasal dari daerah subtropis Asia Barat Daya yang kemudian menyebar ke Malesiana dan Amerika Selatan (DePadua et al. 1999). Artemisia dimanfaatkan sejak lama dalam pengobatan tradisional. Di Cina A. annua digunakan sebagai obat demam. Orang Jepang mengunakan A. capilaris untuk mengobati radang hati, sedangkan orang India menggunakan A. vulgaris untuk mengobati rematik.

Artemisia annua L.

Artemisia annua L. atau sweet wormwood telah digunakan dalam sistem pengobatan tradisional Cina sejak tahun 40M sebagai obat demam (QACRG 1979). Terdapat 131 senyawa metabolit sekunder pada A. annua yang sudah diidentifikasi (http://kanaya.naist.jp/knapsack_jsp), salah satunya adalah artemisinin yang diakumulasi pada trikoma kelenjar.

Artemisia annua berasal dari China yang dikenal dengan nama Qinghao.

Tumbuhan ini sudah dibudidayakan di banyak Negara seperti Argentina, Bulgaria, Prancis, Brasilia dan USA. Artemisia annua merupakan herba semusim yang tumbuh baik pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1000-1500 m dpl. Artemisia annua hidup baik pada tanah berpasir atau berlempung dengan drainase baik dengan pH 5.5-8.5 dengan curah hujan berkisar 700-1000 mm per tahun (Gusmaini & Nurhayati 2007). Batang utama memiliki banyak percabangan dengan tinggi mencapai 300 cm. Daun majemuk menyirip ganda yang tersusun selang-seling. Panjang daun mencapai 12 cm. Artemisia annua memiliki bunga majemuk biseksual yang tersusun berbentuk panikula dengan warna mahkota bunga kekuningan (DePadua et al. 1999). Bunga muncul 13 minggu setelah tanam (Gusmaini & Nurhayati 2007).

(22)

5

(Gusmaini & Nurhayati 2007). Hal ini menjadi suatu kelemahan ketika A. annua diintroduksikan ke daerah tropik dengan lama siang kurang dari 13 jam. Tanaman akan cepat berbunga sehingga produktivitas artemisinin turun. Selain itu A. annua bersifat spesifik lokasi. Klon unggul dari Vietnam memiliki kandungan artemisinin yang lebih rendah ketika diintroduksi di Brasilia dan USA (Gusmaini & Nurhayati 2007).

Artemisia vulgaris L.

Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia yang ada di Indonesia. Tumbuhan ini berbentuk herba perennial yang memiliki batang tegak dan stolon. Batang umumnya tidak bercabang dengan tinggi mencapai 200 cm. Daunnya bertulang menyirip dengan tepi bercangap. Panjang daun berkisar 7-10 cm (DePadua et al. 1999). Artemisia vulgaris dikenal dengan nama daerah Sudamala. Herba ini banyak terdapat di Papua, namun tersebar hampir merata di dataran tinggi di Indonesia (Aryanti et al. 2006).

Ekstrak A. vulgaris bersifat insektisida dan mempunyai aktivitas anthemintik. Ekstrak cair A. vulgaris dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif secara in vitro, namun tidak ditemukan aktivitas antimalaria (DePadua et al. 1999). Aryanti et al. (2006) menguji daya antimalaria Artemisia spp. terhadap Plasmodium falcifarum dan menyatakan bahwa A. vulgaris memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan P. falcifarum dan memiliki kandungan artemisinin 2.55 ppm, jauh lebih rendah dibanding kandungan artemisinin A. annua, 4.99 ppm.

Artemisinin

(23)

Gambar 1 Struktur artemisinin (www.kanaya.naist.jp)

Biosintesis artemisinin dimulai dengan konversi farnesil diposfat (FPP) menjadi artemisinin dengan bantuan enzim amorpha-4,11-diene synthase yang kemudian dilanjutkan dengan enzim amorpha-4,11-diene hydroxylase, cytochrome P450 monoxygenase (CYP71AV1) dan artemisinic aldehyde Δ11(13) reductase (Teoh et al. 2006). Proses biosintesis artemisinin terjadi di trikoma kelenjar.

Trikoma merupakan struktur khusus yang terdapat pada permukaan tumbuhan yang berada di atas tanah. Artemisia annua memiliki dua jenis trikoma, yaitu trikoma kelenjar dan trikoma non kelenjar. Trikoma kelenjar A. annua terdiri dari sepuluh sel, yang terdiri atas: dua pasang sel basal, dua pasang sel sub apikal dan sepasang sel apikal (Gambar 2). Jumlah trikoma kelenjar yang paling banyak terdapat pada daun.

(24)

7

Penanda Morfologi

Penanda morfologi adalah penanda yang berdasarkan sifat morfologi yang tampak. Penanda morfologi dapat digunakan untuk mengukur besarnya keragaman pada tanaman berdasarkan karakter fenotipe, baik pada fase vegetatif mapun pada fase generatif. Karakter morfologi pada fase vegetatif dapat dilihat pada pengamatan batang dan daun, sedangkan pada fase generatif dapat dilihat melalui bunga, buah dan biji. Penanda morfologi sering digunakan untuk deskripsi taksonomi karena lebih mudah, murah, sederhana dan cepat (Chen 2004).

Informasi yang akurat mengenai hubungan kekerabatan antar spesies atau antar aksesi dalam satu spesies tidak dapat diperoleh hanya dengan pengamatan secara morfologi, karena karakter morfologi memiliki beberapa kelemahan, antara lain: hanya memperlihatkan sifat pewarisan dominan dan resesif, tingkat polimorfismenya sedikit dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Tanskley 1983). Akibatnya individu yang memiliki genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama dan individu yang mempunyai genotipe yang sama dapat menunjukkan fenotipe yang berbeda bila lingkungannya berbeda. Kemiripan pada tingkat fenotipe belum tentu menunjukkan kemiripan pada tingkat DNA (Chen 2004)

(25)

Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP)

Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) merupakan jenis penanda

yang didasarkan pada amplifikasi selektif potongan DNA hasil restriksi genom total dengan enzim restriksi endonuklease. Prinsip utama AFLP terdiri dari empat langkah, yaitu: preparasi DNA cetakan, restriksi dan ligasi, pre-amplifikasi dan amplifikasi selektif. Visualisasi fragmen dilakukan dengan gel poliakrilamid. Prosedur AFLP terdiri dari beberapa tahap yang dimulai dengan pemotongan DNA genom dengan sepasang enzim restriksi. Kedua enzim restriksi tersebut memiliki tipe yang berbeda yaitu pemotong jarang dan pemotong sering. Enzim pemotong jarang mengenali 6 basa. Jumlah fragmen yang dihasilkan dari pemotongan enzim ini sedikit dan ukuran fragmennya besar. Enzim pemotong sering mengenali 4 basa. Jumlah fragmen yang dihasilkan dari pemotongan enzim ini banyak dan ukuran fragmennya kecil. Alasan digunakannya dua enzim restriksi yang berbeda tipe adalah dapat memberikan fleksibilitas yang tinggi dalam pengaturan jumlah fragmen yang akan diamplifikasi dan dihasilkannya sejumlah besar sidik jari yang berbeda (Vos et al. 1995).

(26)

9

Gambar 3 Diagram skematis teknik AFLP menggunakan enzim restriksi EcoR1 dan Mse 1 (Vos et al. 1995).

Visualisasi fragmen AFLP menggunakan gel poliakrilamid. Fragmen DNA hasil AFLP dapat dideteksi dengan sekuenser DNA otomatis (LI-COR 4300 DNA Analizer). Polimorfisme yang terdeteksi berupa ada atau tidak ada pita yang dimiliki oleh masing-masing individu, sehingga AFLP termasuk ke dalam marka dominan (Muller & Wolfenbarger 1999).

Teknik AFLP mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan biaya yang mahal. Namun teknik ini memiliki beberapa keunggulan dibanding penanda DNA lainnya. Keunggulan teknik AFLP antara lain (1) tidak memerlukan informasi sekuen dari genom dan perangkat (kit) oligonukleotida yang sama ketika dilakukan analisis dan dapat diaplikasikan pada semua organisme termasuk tanaman, (2) hasil amplifikasinya bersifat stabil, tingkat pengulangan dan variabilitasnya sangat tinggi, (3) sangat efisien dalam pemetaan lokus karena dapat meliputi beberapa lokus dalam satu kali amplifikasi, (4) dapat digunakan untuk menganalisis sidik jari semua DNA dengan mengabaikan kompleksitas dan asal-usulnya, (5) serta dapat bertindak sebagai

Fragmen restriksi

19 pb sekuen umum Ligasi adaptor

Basa selektif Primer AFLP

amplifikasi

Primer AFLP Basa selektif

(27)

jembatan informasi antara peta genetik dan peta fisik pada kromosom (Vos at al. 1995).

(28)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2010 hingga April 2011 di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian – Netherlands), Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga.

Bahan

Bahan tanaman yang digunakan untuk isolasi DNA adalah daun tumbuhan A. annua dan A. vulgaris koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo. Penelitian ini menggunakan lima aksesi A. annua, yaitu: A. annua berbatang hijau, bentuk anak daun lebar (AHIL), A. annua berbatang ungu, bentuk anak daun lebar (AUNL), A. annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun lebar (AHUL), A. annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr) dan A. annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun sempit (AHUS). Aksesi A. vulgaris yang digunakan adalah A. vulgaris berbatang coklat, bentuk daun lebar (VCOL) dan A. vulgaris berbatang coklat bentuk daun sempit (VCOS). Setiap aksesi diambil satu

tanaman sebagai bahan analisis.

(29)

(5’GATGAGTCCTGAGTAAACAC3’), primer M-CAG (5’GATGAGTCCTGAGT AAACAG3’) dan primer M-CAT (5’GATGAGTCCTGAGTAAACAT3’).

Metode Penelitian

Penelitian ini meliputi beberapa tahapan yang disajikan dalam bentuk bagan alir penelitian (Gambar 4).

Gambar 4 Bagan alir penelitian identifikasi keragaman genetik A. annua L. dan Artemisia vulgaris L. berdasarkan AFLP dengan menggunakan enzim restriksi Pst 1 dan Mse 1 dan sifat morfologi.

Bahan Tanaman

Analisis AFLP

1. Pemotongan DNA genom dan ligasi adaptor (menggunakan enzim restriksi Pst1 dan Mse1 serta adaptor yang cocok dengan kedua enzim) 2. Amplifikasi dengan PCR

a. Preamplifikasi b. Amplifikasi Selektif

3. Visualisasi fragmen hasil amplifikasi

Data Biner Data Biner

Analisis Komponen Utama Analisis Gerombol Analisis Kemiripan Analisis Morfologi

1. Warna batang 2. Tipe daun

3. Ukuran relatif daun 4. Tipe susunan daun pada

batang

(30)

13

Pengamatan Karakter Morfologi. Tujuh sampel Artemisia yang digunakan memiliki beberapa perbedaan morfologi. Perbedaan morfologi yang digunakan sebagai parameter pengamatan adalah: warna batang, susunan daun pada batang, tipe daun dan ukuran relatif daun. Data morfologi hasil pengamatan kemudian diubah menjadi data biner.

Isolasi DNA Total. Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB (Cetil Trimetil Amonium Bromida) menurut Doyle dan Doyle (1990) yang dimodifikasi oleh Manoj et al. (2007). Sebanyak 0.5 g daun ditambahkan nitrogen cair kemudian digerus dalam lumpang porselin sampai menjadi serbuk lalu

dimasukkan kedalam tabung ependorf yang berisi 600 l campuran buffer ekstrak [

CTAB 2% (b/v), EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic acid) 0.02 M, Tris-HCL 1 M pH 8, NaCl 1.4 M, PVP (PolyVinilPyrilidon) 2%] serta 2 l β-merkaptoetanol. Ekstrak diinkubasi pada suhu 65 °C selama 1 jam. Pemurnian dilakukan di dalam campuran larutan kloroform dan isoamil alkohol (CIAA) dengan perbandingan 24:1 sebanyak satu kali volume ekstrak. Suspensi dibolak-balik secara perlahan. Suspensi disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm (Jouan BR4i) pada suhu 4 °C selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh ditambahkan dengan 1 kali volume campuran larutan PCI (Phenol: Kloroform: Isoamilalkohol) dengan perbandingan 25:24:1 lalu dibolak-balik. Campuran disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 °C selama 20 menit. Supernatan diendapkan dengan sodium asetat 2 M pH 5.2 sebanyak 0.1 kali volume dan etanol absolut sebanyak 2 kali volume dan dibilas dengan 500 l alkohol 70 %(v/v). Pelet yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan vakum, lalu

disuspensikan dengan 50 l ddH2O. Selanjutnya ditambahkan 0.1 kali RNAse (10 mg/ml), diinkubasi semalam pada suhu 37 °C, kemudian disimpan sebagai stok pada suhu -20 °C.

Kuantifikasi dan Kualifikasi DNA Total. Kuantitas DNA total dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer, absorbansi diukur pada panjang gelombang

(31)

Analisis AFLP. Analisis AFLP menggunakan metode Vos et al. (1995) yang dimodifikasi pada pelabelan primer dengan IRD 700 (Chen et al. 2004). Tahap-tahap AFLP terdiri dari restriksi dan ligasi, pre-amplifikasi, amplifikasi selektif dan visualisasi fragmen.

Restriksi dan Ligasi(RL). Untuk satu kali reaksi restriksi dan ligasi dibutuhkan

2.5 l buffer reaksi 10x (Tris-HCL 50 mM pH 7.5, Mg-asetat 5 mM, K-asetat 250 diencerkan 5x dengan dH2O sehingga diperoleh diluted RL.

Pre-Amplifiksi. Proses pre-amplifikasi menggunakan 10 l diluted RL

ditambah dengan 1.2 l primer P00 (30 ng/ l ), 1.2 l primer M02 (30 ng/ l ), 0.8 l dNTP (10 mM), 4.0 l super buffer 10x, 0.4 l super Taq (5U/ l ) dan 22.4 l dH2O sehingga volume total reaksi menjadi 40 l. Campuran kemudian diamplifikasi melalui mesin PCR sebanyak 24 siklus yang terdiri dari 30 detik denaturasi pada suhu 94 °C, 30 detik penempelan primer pada suhu 56 °C, dan 60 detik pemanjangan pada suhu 72 °C. Produk pre-amplifikasi kemudian diencerkan 3x dengan dH2O sehingga diperoleh diluted pre-amp.

Amplifikasi Selektif. Amplifikasi selektif dilakukan dengan menggunakan 3 primer selektif (M-CAC, M-CAG, M-CAT) dan satu primer yang diberi label dengan IRD 700 dengan diluted pre-amp sebagai cetakan. Amplifikasi selektif dilakukan

dengan mencampur 10 l diluted pre-amp, 0.6 l primer selektif (50 ng/ l ), 1.0 l

primer P11 IRD 700 (1 pmol/ l ), 0.4 l dNTP 10 mM, 2.0 l super buffer 10x, 0.2 l Taq polymerase (5U/ l ), dan 5.8 l dH2O sehingga volume total reaksi menjadi

20 l. Reaksi amplifikasi selektif dilakukan dengan mesin PCR sebanyak 36 siklus

(32)

15

Visualisasi Fragmen DNA. Elektroforesis hasil amplifikai selektif menggunakan gel poliakrilamid 6% dengan peralatan LI-COR DNA Analyzer. Gel yang digunakan untuk elektroforesis dibuat dengan mencampur 20 ml KB plus 6.5%,

15 l Tetrametil-ethilenediamine (TEMED) dan 150 l Amonium persulfat (APS) 10% (b/v). Campuran tersebut dimasukkan pada plat kaca dan didiamkan selama 1 jam hingga membeku. Plat kaca yang berisi gel kemudian dipasang pada peralatan elektroforesis kemudian ditambahkan TBE 1x. Campuran diencerkan 10 kali untuk

mendapatkan TBE 1x. Produk amplifikasi selektif sebanyak 10 l , ditambah dengan 10 l loading buffer formamid 2x (formamid 98% b/v), EDTA 10 mM, bromofenol biru 0.025% (b/v). Campuran tersebut didenaturasi pada suhu 90 °C selama 3 menit dan segera diinkubasi ke dalam es selama 60 menit. Permukaan plat kaca dibersihkan dan dipasang pada peralatan LI-COR DNA Analyzer, kemudian sisir dipasang pada

gel. Sebanyak 1 l sampel dimasukkan kedalam sela-sela sisir, dielektroforesis selama 180 menit dengan daya 12 watt, 1500 volt sehingga pita dapat dideteksi melalui komputerisasi.

Analisis Data

Analisis similaritas. Hasil pengamatan morfologi diskoring dan diubah ke dalam data biner. Satu sifat diasumsikan dikendalikan oleh satu lokus. Data pita hasil amplifikasi DNA dengan metode AFLP diterjemahkan kedalam data biner dengan ketentuan nilai 0 jika tidak ada pita dan nilai 1 jika ada pita. Pita-pita yang terbentuk dari hasil amplifikasi dianggap sebagai satu karakter. Semua pita DNA dengan laju migrasi yang sama diasumsikan sebagai lokus yang homolog. Data AFLP dan data morfologi dari 7 aksesi Artemisia dengan menggunakan tiga primer selektif, M-CAC, M-CAG dan M-CAT diolah dengan NTSYSpc versi 2.02i dengan proses Similarity for Qualitative Data (SIMQUAL) dan dihitung berdasarkan metode Simple Matching Coefficient (SM) ( Rohlf 1990).

(33)

Method Arithmatic (UPGMA) pada program NTSYSpc versi 2.02i. Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendogram.

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penanda Morfologi

Pengamatan karakter morfologi dilakukan terhadap empat aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu (Lampiran 1). Pengamatan morfologi dilakukan terhadap karakter vegetatif saja yaitu warna batang, tipe daun dan susunan daun pada batang untuk lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris (Tabel 1 ).

Tabel 1 Karakter kualitatif tujuh sampel Artemisia

No Kode Spesies Warna

Batang Tipe Daun

Susunan Daun pada Batang 1 VCOL A. vulgaris coklat terang tunggal selang seling 2 VCOS A. vulgaris coklat terang tunggal selang seling 3 AHIL A. annua hijau majemuk ganda 2 selang seling 4 AHUL A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 selang seling 5 AHULr A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 menyerupai roset 6 AUNL A. annua ungu majemuk ganda 2 selang seling 7 AHUS A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 selang seling

Pengamatan terhadap karakter morfologi pada tujuh sampel Artemisia memperlihatkan bahwa pada karakter warna batang terdapat empat karakter ciri warna batang, yaitu coklat terang, hijau, hijau ungu dan ungu (Gambar 5).

a b c d

(35)

Artemisia vulgaris memiliki warna batang coklat terang, sedangkan A. annua memiliki variasi pada warna batang, yaitu: hijau, hijau ungu, dan ungu. Variasi warna batang mulai terlihat ketika tanaman sudah berumur ± 4 minggu dengan tinggi batang ± 15 cm.

Ada dua tipe daun Artemisia, yaitu daun tunggal dan daun mejemuk ganda dua. A. vulgaris memiliki tipe daun tunggal sedangkan A. annua memiliki tipe daun majemuk ganda dua (Gambar 6). Susunan daun A. vulgaris pada batang berselang seling sedangkan A. annua memiliki dua tipe susunan daun pada batang yaitu berselang seling dan ada yang menyerupai roset (Gambar 7).

a b

Gambar 6 Tipe daun Artemisia. a: A. vulgaris, tunggal lebar, b: A. annua, tunggal sempit, I = 1 cm

a b

(36)

19

Analisis Kemiripan

Hasil matriks koefisien kemiripan berdasarkan karakter morfologi antara lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris rentang nilainya berkisar 0.285-0.857 (Lampiran 2). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi VCOS dengan AHULr, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi VCOS dengan VCOL, AHUL dengan AHUS dan antara AHUL dengan AHULr. Hal ini berarti bahwa hubungan genetik antara aksesi VCOS dengan AHULr jauh, karena hanya mempunyai kemiripan 28.5%. Aksesi VCOL dengan VCOS, AHUL dengan AHUS dan AHUL dengan AHLr memiliki hubungan genetik yang dekat karena mempunyai kemiripan 85.7%. Semakin besar koefisien kemiripan diantara dua aksesi maka semakin dekat hubungan genetik diantara keduanya (Dewi 2008).

VCOS dan AHULr memiliki nilai kemiripan terendah dibandingkan dengan lima aksesi lain. Keduanya berasal dari spesies yang berbeda sehingga secara morfologi sangat berbeda. VCOL dan VCOS memiliki nilai kemiripan yang paling tinggi. Perbedaan morfologi kedua aksesi ini terdapat pada ukuran relatif daun. Secara taksonomis VCOL dan VCOS berasal dari spesies yang sama. Demikian juga dengan aksesi AHUL dan AHUS serta aksesi AHUL dan AHULr, yang juga memiliki koefisien kemiripan yang paling tinggi, juga hanya berbeda pada ukuran relatif daun saja.

Analisis Gerombol

(37)

AHUS dan AHULr dan kelompok II terdiri atas aksesi AHIL dan AUNL. Kelompok I merupakan kumpulan aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu, sedangkan kelompok II merupakan kumpulan aksesi A. annua yang memiliki warna batang selain hijau ungu. Aksesi AUNL dan aksesi AHIL terpisah dari aksesi AHUL, AHUS dan AHULr karena tidak memiliki warna batang hijau ungu. Aksesi AHUL, AHUS dan AHULr memiliki persamaan pada karakter warna batang tetapi berbeda pada karakter susunan daun pada batang. Sedangkan satu-satunya karakter pembeda pada aksesi AUNL dan aksesi AHIL adalah karakter warna batang. Oleh karena itu, berdasarkan karakter morfologi keragaman di dalam spesies A. annua yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 29% dan karakter yang paling berpengaruh terhadap keragaman adalah karakter warna batang. Menurut Park et al. (2004) nilai keragaman yang kecil dari 50% menunjukkan bahwa aksesi yang dibandingkan memiliki kekerabatan yang dekat.

Gambar 8 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi.

Posisi ovarium bunga A. annua inferior terhadap posisi kepala sari. Tangkai sari menjulur keluar lebih tinggi dari tepi mahkota bunga dan penyerbukannya dibantu oleh serangga (DePadua et al. 1999). Struktur ini memungkinkan terjadi penyerbukan tetangga antara satu indivudu dengan individu lainnya di dalam spesies A. annua. Diduga persilangan terbuka yang terjadi secara terus menerus pada A. annua

(38)

21

menyebabkan terbentuknya keragaman morfologi yang antara lain dapat terlihat pada warna batang, lebar daun dan tipe susunan daun pada batang.

Analisis 111 Lokus AFLP

Analisis AFLP dengan tiga primer selektif menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran berkisar ~50 - ~650 pasang basa. Analisis hanya dilakukan pada fragmen yang berukuran 100-565 pb (Gambar 9). Visualisai fragmen yang berukuran dibawah 100 pb tumpang tindih sehingga sulit dibedakan, sedangkan fragmen berukuran diatas 650 pb tidak jelas terlihat.

Pada gel juga terlihat perbedaan tebal dan tipisnya fragmen yang dihasilkan. Fragmen tebal merupakan tumpukan dari beberapa fragmen yang memiliki ukuran yang sama. Jumlah fragmen antara 100-565 pb adalah 657 fragmen. Analisis AFLP dengan menggunakan primer selektif M-CAC, M-CAG, dan M-CAT terhadap tujuh sampel Artemisia dapat mendeteksi 111 lokus (Lampiran 3).

Perbedaan jumlah fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing primer menunjukkan bahwa sebagian genom Artemisia yang dipelajari pada penelitian ini memiliki keragaman pada daerah yang berdekatan dengan ujung tiga situs restriksi enzim Mse1. Data ini sekaligus menunjukkan bahwa genom Artemisia yang berdekatan dengan ujung tiga situs restriksi enzim Mse1 memiliki nukleotida G yang lebih dominan dibandingkan dengan nukleotida C dan A.

(39)

1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 M-CAC M-CAG M-CAT

Gambar 9 Profil pita AFLP hasil amplifikasi DNA Artemisia menggunakan primer P11 IRD 700 dan Primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT.

1:VCOL, 2: AHUL, 3: AUNL, 4: AHIL, 5: AHUS, 6: VCOS, 7: AHULr. 100 pb 145 pb 200 pb 255 pb 300 pb 350 pb 460 pb

400 pb

(40)

23

Kelompok 2 terdiri atas fragmen yang berukuran lebih besar dari 255-400 pb, mengamplifikasi 208 fragmen. Kelompok 3 terdiri atas fragmen yang berukuran lebih besar dari 400 pb, mengamplifikasi 77 fragmen. Jumlah total fragmen yang teramplifikasi dari 100-565 pb adalah 657 fragmen. Fragmen-fragmen pada kelompok 1 dan kelompok 2 teramplifikasi pada ketujuh sampel yang digunakan, sedangkan fragmen pada kelompok 3 didominasi oleh aksesi VCOS dan diikuti oleh aksesi AHULr, sedangkan aksesi VCOL dan empat aksesi A. annua lainnya teramplifikasi sangat sedikit pada kelompok ini (Lampiran 5).

DNA genom lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris telah berhasil diisolasi dengan menggunakan metode CTAB dan dimigrasikan pada gel agarosa 1% (b/v). Penggunaan buffer CTAB dalam ekstraksi DNA bertujuan untuk memisahkan polisakarida dengan DNA. CTAB bekerja optimum pada suhu 65 0C, oleh karena itu CTAB dipanaskan terlebih dahulu. Proses ekstraksi dengan CTAB dimodifikasi dengan penambahan Polyvinil-polypirollidone (PVP) dan β merkaptoetanol (Manoj et al. 2007). PVP berfungsi untuk mencegah reaksi oksidasi yang dapat menyebabkan pencoklatan jaringan. Beta merkaptoetanol berfungsi untuk memutus ikatan disulfida enzim polifenol oksidase. Keberadaan enzim polifenol oksidase dapat mendegradasi rantai DNA. Polisakarida dan polifenol tinggi dapat menurunkan kuantitas DNA yang diperoleh.

Polisakarida dan senyawa organik yang sudah keluar dari jaringan dipisahkan dari DNA dengan penggunaan fenol, kloroform dan isoamilalkohol (25:24:1). Setelah itu DNA diendapkan dengan alkohol absolut, sementara senyawa lain tetap terlarut (Sambrook et al. 1989). Teknik AFLP membutuhkan DNA yang memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. DNA yang berkualitas rendah menyebabkan hilangnya beberapa situs restriksi sehingga mengganggu pengenenalan situs oleh enzim restriksi (Vos et al. 1995).

(41)

yang digunakan pada pre-amlifikasi adalah P00 dan M02, sedangkan pada amplifikasi selektif adalah M-CAC, M-CAG dan M-CAT yang masing-masingnya dipasangkan dengan P11. Primer P00 komplemen dengan situs enzim Pst1 sedangkan primer M02 komplemen dengan situs enzim Mse1, dengan tambahan satu nukleotida selektif. Primer P11 memiliki tambahan dua nukleotida selektif dan dilabel dengan IRD 700, sedangkan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT memiliki tambahan masing-masing tiga nukleotida selektif. Penambahan nukleotida selektif bertujuan untuk meningkatkan spesifitas dan polimorfisme DNA yang teramplifikasi (Vos et al. 1995). Semakin banyak nukleotida selektif yang ditambahkan maka akan semakin sedikit fragmen yang teramplifikasi namun lebih spesifik. Fragmen DNA yang berhasil diamplifikasi dianggap satu karakter yang mewakili satu lokus. Fragmen DNA yang memiliki laju migrasi yang sama dianggap sebagai lokus yang homolog.

Analisis Kemiripan 111 Lokus AFLP

Hasil matriks koefisien kemiripan penanda AFLP antara tujuh aksesi Artemisia berdasarkan 111 lokus yang teramplifikasi dengan menggunakan tiga primer spesifik rentang nilainya berkisar 0.523-0.829 (Lampiran 6). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi AHIL dengan VCOS, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi AHUL dengan AUNL. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara aksesi AHIL dengan VCOS tidak terlalu jauh, karena mempunyai kemiripan 52.3%. Aksesi AHUL dengan AUNL memiliki jarak genetik yang dekat, karena mempunyai kemiripan 82.9%.

Analisis Gerombol 111 Lokus AFLP

(42)

25

annua (AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr) dibandingkan ke spesies A. vulgaris (VCOS). Aksesi VCOS teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran 100-565 pb, sementara aksesi VCOL tidak teramplifikasi sebaik amplifikasi aksesi VCOS pada lokus yang berukuran 255-400 pb namun kembali teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran 400-565 pb. Aksesi AHULr terpisah dari empat aksesi A. annua lainnya karena aksesi AHULr teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran 100-565 pb sedangkan empat aksesi A. annua lainnya hanya teramplifikasi dengan baik sampai lokus yang berukuran 400 pb. Namun demikian amplifikasi aksesi AHULr pada lokus yang lebih besar dari 400 pb tidak sebaik amplifikasi aksesi VCOS. Hal ini dapat dilihat dari jumlah fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing aksesi pada masing-masing kelompok lokus tersebut (Lampiran 5).

VCOL dan VCOS secara taksonomis berasal dari spesies yang sama dengan nilai kemiripan yang diperoleh dalam penelitian ini 65.8%. Karakteristik pembeda antara kedua aksesi pada taraf molekuler berdasarkan penelitian ini adalah pola amplifikasi AFLP pada lokus 255-400 pb.

(43)

Gambar 10 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP.

Adanya perbedaan amplifikasi pada lokus yang berukuran lebih besar dari 255 pb, baik pada aksesi A. annua mapupun aksesi A. vulgaris, meyebabkan lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris tidak mengelompok berdasarkan spesiesnya. Pengelompokan aksesi yang berasal dari spesies A. annua dengan aksesi yang berasal dari spesies A. vugaris pada analisis dengan menggunakan 111 lokus AFLP menyebabkan tidak dapat dijelaskan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian genom Artemisia yang dipelajari berdasarkan situs restriksi Pst1 dan Mse1 dengan menggunakan tiga primer selektif belum cukup untuk menjelaskan keragaman keseluruhan genom A. annua maupun A. vulgaris.

Analisis Komponen Utama 111 Lokus AFLP

Analisis Komponen Utama berdasarkan penanda 111 lokus AFLP menunjukkan bahwa karakter yang diamati memiliki nilai keragaman 100% pada karakter ke 6 (Tabel 2). Berdasarkan analisis ini terdapat 105 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris.

(44)

27

Tabel 2 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP

Karakter Nilai Ciri Persentase Keragaman

Hasil plot dua dimensi hanya dapat menggambarkan keragaman sebanyak 63%. Plot dua dimensi menunjukkan bahwa lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pola pengelompokan berdasarkan Analisis Komponen Utama serupa dengan pola pengelompokan berdasarkan dendogram dengan koefisien kemiripan 0.65 (Gambar 11).

Gambar 11 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP.

Hasil Analisis Komponen Utama berdasarkan data 111 lokus hasil amplifikasi AFLP terhadap lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris menunjukkan nilai

(45)

ciri lebih dari satu diperoleh pada karakter satu sampai karakter enam (Tabel 2). Komponen Utama I dapat menerangkan keragaman lokus hasil AFLP sebesar 44%, sedangkan Komponen Utama II, Komponen Utama III, Komponen Utama IV, Komponen Utama V, dan Komponen Utama VI berturut-turut sebesar 19%, 12%, 10%, 9% dan 6%.

Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner hasil AFLP menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berhasil mengidentifikasi sepuluh lokus yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada Komponen Utama I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 3). Nilai terbesar pada Komponen Utama I terdapat pada lokus ke 53. Nilai terbesar pada KU Komponen Utama II terdapat pada lokus ke 20, 101, 103 dan 109. Nilai terbesar pada Komponen Utama III, terdapat pada lokus ke 98. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada lokus ke 34 dan 35. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke 9. Nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat pada lokus ke 4.

Tabel 3 Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 111 lokus AFLP lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris

No Lokus

(46)

29

AHULr dan VCOL. Lokus ke -34, -35, -53 dan -98 teramplifikasi pada semua sampel, kecuali AHIL.

Analisis Komponen Utama pada 111 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi VCOL yang lebih mengelompok ke aksesi AHUL, AUNL, AHUS, AHIL dan AHULr (berdasarkan dendogram) memiliki hubungan paling dekat dengan aksesi AHULr berdasarkan amplifikasi lokus ke -20, -101, -103 dan -109.

Analisis 48 Lokus AFLP(lokus 1-48)

Analisis berdasarkan 48 lokus AFLP yang terdiri atas fragmen yang berukuran 100-255 pb, perlu dilakukan karena dari 657 fragmen total yang teramplifikasi dari 565 pb lebih separuhnya, 372 fragmen, berada pada daerah yang berukuran 100-255 pb (Lampiran 5). Selain itu sebaran amplifikasi pada masing-masing aksesi hampir merata. Pada daerah 100-255 pb semua aksesi mempunyai hasil amplifikasi yang baik sehingga dilakukan analisis untuk daerah ini. Hasil analisis diharapkan dapat lebih menggambarkan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris dan keragaman diantara spesies A. annua sendiri.

Analisis Kemiripan 48 Lokus AFLP

(47)

Analisis Gerombol 48 Lokus AFLP

Analisis gerombol berdasarkan data AFLP membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar 0.65-0.76 (Gambar 12). Pada koefisien kemiripan 0.68 dapat dibentuk dua kelompok. Kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan AHULr. Kelompok II terdiri atas aksesi VCOL, AHUS, AHUL, AUNL dan AHIL.

Gambar 12 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP

Analisis menggunakan 48 lokus AFLP memberikan hasil yang berbeda dengan hasil analisis 111 lokus AFLP. Perbedaan paling jelas terlihat pada aksesi VCOS dan AHULr yang mengelompok pada koefisien kemiripan 68% terpisah dari lima aksesi lainnya. Analisis 111 lokus menunjukkan bahwa aksesi VCOS tidak mengelompok ke spesies A. vulgaris ataupun ke spesies A. annua. Diduga hal ini terjadi karena aksesi VCOS teramplifikasi lebih baik pada lokus yang berukuran 100-565 pb daripada aksesi AHULr, sedangkan empat aksesi lainnya kecuali aksesi VCOL hanya teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran 100-255 pb. Analisis 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa dugaan tersebut benar. Tidak dianalisisnya lokus-lokus yang lebih besar dari 255 pb pada analisis 48 lokus AFLP menyebabkan aksesi VCOS mengelompok ke aksesi AHULr.

(48)

31

Secara taksonomis VCOS dan AHULr berasal dari spesies yang berbeda dan karakter morfologinya berbeda. Secara molekuler, dengan menggunakan 48 lokus AFLP hasil penelitian ini, aksesi VCOS memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan aksesi AHULr dibandingkan dengan lima aksesi lainnya dengan keragaman sebesar 32%.

Analisis Komponen Utama 48 Lokus AFLP

Analisis Komponen Utama berdasarkan 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa karakter yang diamati memiliki nilai keragaman 100% pada karakter ke 6 (Tabel 4). Berdasarkan analisis ini terdapat 42 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman 5 aksesi A. annua dan 2 aksesi A. vulgaris.

Tabel 4 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP

Karakter Nilai Ciri Persentase Keragaman

(49)

VCOS mengelompok ke aksesi AHULr pada koefisien 0.68. Tetapi pengelompokan AUNL dan AHIL kedalam satu kelompok dan tetap terpisahnya aksesi AHIL dari aksesi A. annua lainnya mirip dengan pola pengelompokan berdasarkan dendogram pada koefisien kemiripan 0.68.

Gambar 13 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP

Hasil Analisis Komponen Utama berdasarkan data 48 lokus hasil amplifikasi AFLP terhadap lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris menunjukkan nilai ciri lebih dari 1 diperoleh pada karakter 1 sampai karakter 6 (Tabel 4). Komponen Utama I dapat menerangkan keragaman lokus hasil AFLP sebesar 43%, sedangkan Komponen Utama II, Komponen Utama III, Komponen Utama IV, Komponen Utama V, dan Komponen Utama VI dapat menerangkan keragaman lokus hasil AFLP berturut-turut sebesar 20%, 12%, 10%, 8% dan 7%.

Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner hasil AFLP menggunakan lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan penanda AFLP dengan menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT berhasil mengidentifikasi tujuh lokus yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada Komponen Utama I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 5). Nilai terbesar pada

(50)

33

Komponen Utama I terdapat pada lokus ke -25. Nilai terbesar pada Komponen Utama II terdapat pada lokus ke -5. Nilai terbesar pada Komponen Utama III terdapat pada lokus ke -34 dan -35. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada lokus ke -36. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke -38. Nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat pada lokus ke -7.

Tabel 5 Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 48 lokus AFLP dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris

No Lokus Ke KU I

Masing-masing lokus teramplifikasi secara beragam pada ketiga primer. Lokus ke -5 teramplifikasi pada sampel VCOL, AHUL, AUNL, VCOS dan AHULr. Lokus ke 7 teramplifikasi pada sampel AUNL, AHUS dan VCOS. Lokus ke 25, 34 dan -35 terampliikasi pada semua sampel, kecuali AHIL. Lokus ke -36 spesifik untuk AHUL karena lokus ini tidak teramplifikasi pada 6 sampel lainnya. Lokus ke -38 teramplifikasi pada VCOL, AHUS dan VCOS.

Analisis Komponen Utama pada 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi VCOL, VCOS dan AHUS mengelompok kedalam satu kelompok berdasarkan amplifikasi lokus ke -38. Selanjutnya gambaran plot dua dimensi menunjukkan bahwa aksesi VCOS lebih dekat dengan aksesi VCOL karena berada pada kuadran yang sama. Aksesi AHIL terpisah jauh dari enam aksesi lainnya karena tidak mampu mengamplifikasi lokus ke -25, -34 dan -35.

(51)

Komponen Utama pada 111 lokus AFLP yang menunjukkan bahwa aksesi VCOL memiliki hubungan paling dekat dengan aksesi AHULr berdasarkan amplifikasi lokus ke -20, -101, -103 dan -109, sedangkan hasil Analisis Komponen Utama 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi VCOL memiliki hubungan paling dekat dengan aksesi VCOS berdasarkan amplifikasi lokus ke -38. Tidak dianalisisnya lokus yang lebih besar dari lokus ke 48 (255 pb) menyebabkan aksesi VCOL yang semula mengelompok ke aksesi AHULr menjadi lebih mengelompok ke aksesi VCOS. Diduga lokus-lokus yang lebih besar dari 255 pb merupakan lokus pembeda antara aksesi VCOL dengan aksesi AHULr.

Analisis 63 Lokus AFLP (lokus ke 49-111 )

Perbedaan analisis gerombol dan hasil Analisis Komponen Utama antara 111 lokus AFLP dengan 48 lokus AFLP hanya menunjukkan bahwa aksesi VCOL, VCOS dan AHULr memiliki perbedaan pola amplifikasi pada lokus yang lebih besar dari 255 pb, namun tidak dapat menunjukkan lokus-lokus yang dapat membedakan aksesi-aksesi tersebut. Analisis 63 lokus AFLP yang dimulai dari lokus ke 49-111 dengan ukuran 255-565 pb dilakukan untuk mengetahui lokus pembeda antara aksesi VCOL, VCOS dan AHULr.

Analisis Kemiripan 63 Lokus AFLP

(52)

35

Analisis Gerombol 63 Lokus AFLP

Analisis gerombol berdasarkan 63 lokus AFLP membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar 0.58-0.90 (Gambar 14). Pada koefisien kemiripan 0.66 terbentuk dua kelompok yaitu kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan kelompok II terdiri atas aksesi VCOL, AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr. Analisis gerombol pada 63 lokus AFLP sama dengan analisis gerombol pada 111 lokus AFLP.

Gambar 14 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP.

Analisis Komponen Utama 63 Lokus AFLP

Analisis Komponen Utama berdasarkan 63 lokus AFLP menunjukkan bahwa nilai keragaman 100% diperoleh pada karakter ke 6 (Tabel 6). Berdasarkan analisis ini terdapat 57 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris.

(53)

Tabel 6 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP.

Komponen Utama Nilai Ciri Persentase Keragaman Persentase Akumulasi Keragaman

Plot dua dimensi berdasarkan Analisis Komponen Utama dapat menjelaskan keragaman pada tujuh aksesi Artemisia sebanyak 71% (Gambar 15). Plot dua dimensi menunjukkan bahwa lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok aksesi VCOL, AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr yang terpisah dari aksesi VCOS. Pola pengelompokan berdasarkan Analisis Komponen Utama serupa dengan pola pengelompokan berdasarkan dendogram dengan koefisien kemiripan 0.66.

(54)

37

Karakter yang paling berpengaruh terhadap keragaman ditentukan berdasarkan nilai mutlak yang paling tinggi pada masing-masing komponen utama. Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner berdasarkan 63 lokus AFLP pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berhasil mengidentifikasi delapan lokus yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada komponen I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 7). Nilai terbesar pada Komponen Utama I terdapat pada lokus ke 71. Nilai terbesar pada Komponen Utama II terdapat pada lokus ke 101, -103 dan -109. Nilai terbesar pada Komponen Utama III terdapat pada lokus ke -98. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada lokus ke -50. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke -97 dan nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat lokus ke -66.

Tabel 7 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 63 lokus AFLP dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris

No Lokus Ke KU I

Masing-masing lokus teramplifikasi secara beragam pada ketiga primer. Lokus ke -50 teramplifikasi pada aksesi AUNL, AHIL, VCOS, dan VCOL. Lokus ke -66 teramplifikasi pada aksesi AUNL dan AHULr. Lokus ke -71 teramplifikasi pada aksesi VCOS, AHULr dan VCOL. Lokus ke -97 menjadi penciri aksesi AHUL. Lokus ke -98 menjadi penciri aksesi VCOL dan Lokus ke -101, -103 dan -109 menjadi penciri aksesi AHULr.

(55)

Analisis Komponen Utama pada 111 lokus AFLP dan 48 lokus AFLP. Hasil Analisis Komponen Utama pada 63 lokus AFLP menunjukkan bahwa Lokus ke -101, -103 dan -109 merupakan lokus penciri aksesi AHULr. Lokus-lokus inilah yang memisahkan aksesi AHULr dari empat aksesi A. annua lainnya pada analisis 111 lokus. Lokus ke -98 menjadi penciri aksesi VCOL, sehingga ketika lokus tersebut tidak dianalisis (analisis 48 lokus) VCOL menjadi lebih mengelompok ke aksesi VCOS.

Analisis Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP

Analisis gabungan antara karakter morfologi dan data AFLP dilakukan untuk melihat kontribusi karakter morfologi terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris. Analisis gabungan karakter morfologi dan 111 lokus AFLP tidak menunjukkan perbedaan dengan hasil analisis pada 111 lokus AFLP saja (Lampiran 9). Demikian juga dengan analisis gabungan karakter morfologi dengan 63 lokus AFLP (Lampiran 10). Hal ini dikarenakan jumlah karakter ciri morfologi yang dianalisis sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah lokus AFLP. Jumlah karakter ciri morfologi yang dianalisis adalah delapan karakter, sehingga ketika digabungkan dengan 111 lokus AFLP atau 48 lokus AFLP tidak terlihat kontribusinya terhadap keragaman. Analisis gabungan delapan karakter ciri morfologi dengan jumlah lokus yang lebih sedikit namun tetap mewakili keragaman lokus AFLP diharapkan dapat menunjukkan kontribusi karakter morfologi terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris.

Selain itu analisis gerombol dengan menggunakan data 48 lokus AFLP pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris menunjukkan pola pengelompokan yang berbeda dengan Analisis Komponen Utamanya. Sehingga analisis ini belum cukup untuk menjelaskan keragaman pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris.

(56)

39

menggunakan 48 lokus AFLP saja serta melihat kontribusi karakter morfologi pada keragaman Artemisia.

Analisis Kemiripan Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP

Hasil matriks koefisien kemiripan berdasarkan gabungan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP antara lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris dengan menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT rentang nilainya berkisar 0.536-0.768 (Lampiran 11). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi AHIL dengan VCOS, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi AHUL dan AHUS. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara aksesi AHIL dengan VCOS tidak terlalu jauh, karena mempunyai kemiripan 53.6%. Aksesi AHUL dengan AUNL memiliki jarak genetik yang dekat karena mempunyai kemiripan 76.8%. Semakin besar koefisien kemiripan diantara dua aksesi maka semakin dekat jarak genetik diantara keduanya.

Analisis Gerombol Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP

(57)

Gambar 16 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP.

Analisis karakter morfologi mengelompokkan aksesi AHULr kedalam kelompok A. annua. Analisis 111 lokus AFLP tidak dapat menunjukkan pola pengelompokan aksesi AHULr kespesies A. annua atau A. vulgaris, namun Analisis Komponen Utama yang dilakukan pada 111 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi AHULr lebih mengelompok dengan aksesi VCOL. Sebaliknya analisis 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi AHULr lebih dekat dengan aksesi VCOS, sedangkan Analisis Komponen Utama yang dilakukan pada 48 lokus AFLP mengelompokkan aksesi VCOS dan VCOL kedalam satu kelompok bersama-sama dengan aksesi AHUS. Analisis gabungan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP tidak mengelompokkan aksesi AHULr kedalam spesies A. annua maupun A. vulgaris. Hal ini menunjukkan bahwa aksesi AHULr tidak mirip dengan keduanya. Berdasarkan hasil penelitian ini diduga aksesi AHULr adalah bentuk mutasi dari spesies A. annua.

Analisis Komponen Utama Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP

Analisis Komponen Utama berdasarkan gabungan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa nilai keragaman 100% diperoleh pada karakter ke 6

(58)

41

(Tabel 8). Berdasarkan analisis ini terdapat 50 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris.

Tabel 8 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP.

Komponen Utama Nilai Ciri Persentase Keragaman Persentase Akumulasi Keragaman

Hasil plot dua dimensi berdasarkan Analisis Komponen Utama hanya dapat menjelaskan keragaman pada tujuh aksesi Artemisia sebanyak 61% (Gambar 17).

Gambar 17 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP.

Karakter yang paling berpengaruh terhadap keragaman ditentukan berdasarkan nilai mutlak yang paling tinggi pada masing-masing komponen utama. Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner berdasarkan karakter morfologi

(59)

dan 48 lokus AFLP pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berhasil mengidentifikasi empat lokus dan dua karakter morfologi yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada komponen I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 9). Nilai terbesar pada Komponen Utama I terdapat pada lokus ke -25. Nilai terbesar pada Komponen Utama II terdapat pada lokus ke -5. Nilai terbesar pada Komponen Utama III terdapat pada karakter warna batang hijau ungu. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada karakter tipe susunan daun pada batang yang menyerupai roset. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke -36 dan nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat lokus ke -28.

Tabel 9 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 56 karakter lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan AFLP

(60)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Analisis AFLP pada lima aksesi Artemisia annua dan dua aksesi Artemisia vulgaris berdasarkan situs restriksi Pst1 dan Mse1 menggunakan primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT menghasilkan 111 lokus AFLP, terdiri 657 fragmen yang dapat dianalisis, dengan ukuran 100-565 pb. Primer M-CAC mengamplifikasi lokus paling banyak yaitu 253 fragmen, diikuti oleh primer M-CAT yaitu 207 fragmen, dan terakhir primer M-CAG, 197 fragmen. Aksesi AHIL tidak teramplifikasi dengan baik pada ketiga primer.

Analisis berdasarkan tiga karakter morfologi menunjukkan keragaman antara A. annua dan A. vulgaris sebesar 39% dan keragaman di dalam spesies A. annua sebesar 29%. Analisis 111 lokus AFLP dengan ukuran 100-565 pb tidak ditemukan satu lokus yang benar-benar spesifik untuk aksesi tertentu. Analisis 48 lokus AFLP dengan ukuran 100-255 pb menunjukkan lokus ke -38 menjadi penciri aksesi A. vulgaris yang memiliki warna batang coklat terang dan daun lebar (VCOL), A. vulgaris yang memiliki warna batang coklat terang dan daun sempit (VCOS) dan A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun sempit (AHUS). Analisis 63 lokus AFLP dengan ukuran 255-565 pb menunjukkan lokus ke -101, -103 dan -109 sebagai penciri aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr).

(61)

(AHUL), A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu daun sempit (AHUS) dan A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar yang tersusun

menyerupai roset (AHULr) sedangkan susunan daun menyerupai roset menjadi penciri aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu dan daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr).

Saran

Gambar

Gambar 5 Variasi warna batang pada Artemisia.  a: coklat terang, b: hijau, c: hijau
Gambar 6  Tipe daun Artemisia.  a: A. vulgaris, tunggal lebar, b: A. annua, tunggal sempit, I = 1 cm
Gambar 8 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
Gambar 9 Profil pita AFLP hasil amplifikasi DNA Artemisia menggunakan primer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah semua juri telah selesai memberikan penilaiannya terhadap semua peserta pada suatu babak, Administrator akan dapat melihat nilai-nilai tersebut dalam suatu

Sebuah skripsi yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Konsentrasi Pendidikan Seni Musik. ©

Selain yang telah dijelaskan sebelumnya diduga terdapat faktor lain yang mungkin dapat menyebabkan ikatan semen yang buruk pada sumur Y-1 seperti, alat yang tidak dikalibrasi

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, Peraturan Gubernur Nomor 044 Tahun 2015 tentang Unit Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan

Setiap variasi katalis pada penelitian ini dilakukan secara duplo.Pada umumnya reaksi glikolisis menggunakan katalis garam logam asetat seperti seng asetat.Namun logam dari

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, maka Biaya

 Adalah setiap komponen dari solusi yang benar? Telah desain dan kode diperiksa?.. 4) Memeriksa hasil untuk akurasi (pengujian dan

Muhammad Amunuddin, dr., SpJP(K), FIHA, FAsCC selaku Ketua Program Studi saat saya memulai pendidikan dan saat ini selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan