KERAGAMAN GENETIK Artemisia annua L. DAN Artemisia Vulgaris L. BERDASARKAN AMPLIFIED FRAGMENT
LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) DAN SIFAT MORFOLOGI
MEDIKCA TANJUNG
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi merupakan karya bersama saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2011
Medikca Tanjung G353090191
ABSTRACT
MEDIKCA TANJUNG. Genetic Diversity of Artemisia annua L. and Artemisia vulgaris L. Based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and Morphological Traits. Under supervision of UTUT WIDYASTUTI and SUHARSONO
Malaria remains a serious problem in Indonesia. Artemisinin is an antimalarial compound that is able to treat malaria disease. Until now, Artemisia annua is still the only one source of artemisinin. On the other hand Artemisia vulgaris is Artemisia species that grows widely in Indonesia. The introduction of A. annua from China to Indonesia produces diverse phenotypes and unstable artemisinin content. The objective of this research was to analyse the genetic diversity of A. annua and A. vulgaris based on Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) and morphological traits. Amplification was performed by using the labeled P11 primer IRD 700 and three selective primers, M-CAC, M- CAG and M-CAT. Three morphological traits were observed. The data from AFLP and morphological traits were translated into binary data. Similarity matrix analysis was carried out by using the software NTSYSpc version 2.02i. Principal Component Analysis was done by using the Minitab 14 program. By using these three selective primers, 111 AFLP loci were amplified. These loci can not clustered Artemisia into its species. There is not any specific loci addressed to specific accession from 111 AFLP loci, but from 48 AFLP loci, locus number 38 can be used as specific marker for three accessions consist of A. vulgaris accession which has light brown stems and wide leaves (VCOL), A. vulgaris accession which has light brown stems and narrow leaves (VCOS) and A. annua accession which has purple green stems and narrow leaves (AHUS). Analysis of 63 AFLP loci consist of loci number 49-111, showed that loci number 101, 103 and 109 addressed to A. annua accession which has purple green stems and wide leaves that arranged like a roset (AHULr). Based on morphological traits, the diversity between A. annua and A. vulgaris was 39%, while the diversity within A.
annua species was 29%. Analysis of morphological traits and 48 AFLP loci showed that the A. annua accession which has purple green stems and wide leaves that arranged like a roset (AHULr) not cluster into A. annua species or A. vulgaris species.
Key Word: Artemisia annua L., Artemisia vulgaris L., Genetic diversity, Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)
RINGKASAN
MEDIKCA TANJUNG. Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI, SUHARSONO.
Penyakit malaria masih merupakan masalah serius di Indonesia. Artemisinin merupakan senyawa antimalaria yang mampu mengobati penyakit malaria.
Sampai saat ini Artemisia annua masih merupakan satu-satunya sumber artemisinin. A. annua adalah tanaman hari pendek yang berasal dari China.
Introduksi A. annua ke daerah tropik menyebabkan tanaman cepat berbunga sehingga kandungan artemisinin turun. Di Indonesia ada lima aksesi A. annua hasil introduksi yang dikoleksi oleh Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo. Aksesi ini bervariasi pada warna batang, ukuran relatif daun dan susunan daun pada batang. Selain itu terdapat perbedaan kerapatan trikoma kelenjar dan kandungan artemisinin antara aksesi hijau dan aksesi ungu. Belum ada data mengenai keragaman genetik antar aksesi A. annua hasil introduksi di Indonesia.
Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia yang ada di Indonesia yang dikenal dengan nama daerahnya sudamala. Herba ini tersebar hampir di semua dataran tinggi di Indonesia namun paling banyak ditemukan di Papua. BBPPTO- OT Tawangmangu, Solo, memiliki dua aksesi A. vulgaris, yaitu aksesi berdaun lebar dan aksesi berdaun sempit. Kandungan artemisinin A. vulgaris jauh lebih rendah dibandingkan dengan A. annua, namun spesies ini memiliki potensi sebagai sumber artemisinin lokal karena tumbuh secara alami di Indonesia. Belum ada laporan mengenai hubungan kekerabatan A. annua hasil introduksi di Indonesia dengan A. vulgaris.
Kekerabatan dapat dilihat dari persamaan-persamaan dan perbedaan- perbedaan morfologi yang dimiliki oleh individu yang dibandingkan. Penanda morfologi memberikan hasil yang bias, sebab genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama. Penanda molekuler dapat memberikan hasil yang lebih baik karena hasilnya konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
Penanda Amplified Fragment Legth Polymorphism (AFLP) dapat digunakan untuk mengetahui keragaman genetik antar klon dan antar spesies. Pengetahuan tentang keragaman genetik tanaman dapat digunakan untuk keperluan evaluasi dan seleksi tanaman yang akan dikonservasi dan dibudidayakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman genetik antara A. annua dengan A. vulgaris berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan sifat morfologi.
Bahan tanaman yang digunakan adalah lima tumbuhan A. annua dan dua tumbuhan A. vulgaris koleksi BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo. Buffer CTAB 2% digunakan untuk isolasi DNA total dari daun. Enzim restriksi Pst1 dan Mse1 digunakan untuk memotong DNA total. Enzim T4 ligase digunakan untuk menyambung hasil reaksi restriksi dengan Pst1 adaptor dan Mse1 adaptor. Primer P00 (5’GACTGCGTACATGCAG3’) dan primer M02 ( 5’GATGAGTCCTG
AGTAAC3’) digunakan untuk reaksi pre-amplifikasi sedangkan primer P11 IRD 700 (5’GACTGCGTACATGCAGAA3’) dengan 3 primer selektif digunakan untuk reaksi amplifikasi selektif. Primer selektif yang digunakan adalah primer M- CAC(5’GATGAGTCCTGAGTAAACAC3’), primer M-CAG (5’GATGAGTCCTGA GTAAACAG3’) dan primer M-CAT (5’GATGAGTCCTGAGTAAACAT3’).
Karakter morfologi yang diamati terdiri dari empat kelas warna batang, dua kelas tipe daun dan dua kelas susunan daun pada batang. Analisis keragaman menggunakan program NTSYSpc 2-02i dan program Minitab 14.
Hasil amplifikasi DNA pada analisis AFLP menggunakan primer P11 IRD 700 dengan tiga primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT adalah 657 fragmen dengan ukuran 100-565 pb yang terdiri dari 111 lokus. Fragmen berukuran 100-255 pb yang terdiri atas 48 lokus diamplifikasi paling banyak oleh masing-masing aksesi. Analisis terhadap 111 lokus AFLP dengan ukuran 100-565 pb tidak menghasilkan satu lokus yang benar-benar spesifik untuk aksesi tertentu.
Lokus ke -38 menjadi penciri aksesi VCOL, VCOS dan AHUS pada analisis terhadap 48 lokus AFLP dengan ukuran 100-255 pb. Analisis terhadap 63 lokus AFLP dengan ukuran 255-565 pb menunjukkan bahwa lokus ke -101, -103 dan - 109 adalah penciri aksesi AHULr. Analisis morfologi menunjukkan keragaman antara A. annua dan A. vulgaris sebesar 39% dan keragaman di dalam spesies A.
annua sebesar 29%.
Analisis gabungan data morfologi dan 48 lokus AFLP menghasilkan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris sebesar 29% dan menunjukkan bahwa aksesi AHULr tidak mengelompok ke spesies A. annua maupun A.
vulgaris.
Kata kunci: Artemisia annua, Artemisia vulgaris, AFLP
©Hak Cipta milik IPB
dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB dan BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB dan BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo
KERAGAMAN GENETIK Artemisia annua L. DAN Artemisia Vulgaris L. BERDASARKAN AMPLIFIED FRAGMENT
LENGTH POLYMORPHISM (AFLP) DAN SIFAT MORFOLOGI
MEDIKCA TANJUNG
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Tesis : Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L. Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi
Nama : Medikca Tanjung NIM : G353090191
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.
Tanggal Ujian : 12 Agustus 2011 Tanggal Lulus :
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si.
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Keragaman Genetik Artemisia annua L. dan Artemisia vulgaris L.
Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Sifat Morfologi” telah diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Utut Widyastuti, M. Si. dan Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA, selaku pembimbing atas saran, bimbingan serta dukungannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini.
Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M. Si. yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian tesis dan memberikan saran untuk kelengkapan informasi pada tesis ini, dan kepada Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena atas saran dan bimbingannya. Terima kasih kepada Dra. Yuli Widyastuti, M. Si dari Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo untuk sampel tanaman yang sudah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Hibah Penelitian Fundamental No: 25/I 3.24.4/ SPP/PF/2011 a. n. Utut Widyastuti yang telah mendukung dalam pendanaan proyek penelitian ini dan Departemen Agama Republik Indonesia melalui program beasiswa utusan daerah (BUD Depag).
Terima kasih kepada Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian – Netherlands), Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga atas fasilitas penelitian yang diberikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah mengadakan program beasiswa Pascasarjana. Terima kasih kepada Ibu Pepi atas bantuan dan kebersamannya, juga kepada teman-teman di biologi tumbuhan yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada suami tercinta Syahrinal Efendi, S. T. atas kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Ibunda yang mulia Asnawati, Ayahanda Chandra Irawan serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama bagi dunia kesehatan Indonesia.
Bogor, Agustus 2011
Medikca Tanjung
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara, pada tanggal 12 Oktober 1982 sebagai anak satu satunya pasangan Bapak Chandra Irawan dan Ibu Asnawati.
Tahun 2001 penulis lulus dari MAN 1 Koto Baru Padang Panjang dan pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Negeri Padang. Penulis lulus dari Universitas Negeri Padang pada tahun 2005.
Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar Biologi di MAN 1 Koto Baru Padang Panjang. Tahun 2009 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Mayor Biologi Tumbuhan, melalui beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Kementerian Agama Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Artemisia annua L ... 4
Artemisia vulgaris L ... 5
Artemisinin ... 5
Penanda Morfologi ... 7
Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) ... 8
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 11
Bahan ... 11
Metode Penelitian ... 12
Pengamatan Karakter Morfologi ... 13
Isolasi DNA ... 13
Kuantifikasi dan Kualifikasi DNA Total. ... 13
Analisis AFLP ... 14
Restriksi dan Ligasi ... 14
Pre-amplifikasi ... 14
Amplifikasi Selektif ... 14
Visualisai Fragmen DNA ... 15
Analisis Data ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Penanda Morfologi ... 17
Analisis Kemiripan ... 19
Analisis Gerombol ... 20
Analisis 111 Lokus AFLP ... 21
Analisis Kemiripan 111 Lokus AFLP ... 24
Analisis Gerombol 111 Lokus AFLP ... 25
Analisis Komponen Utama 111 Lokus AFLP ... 26
Analisis 48 Lokus AFLP (lokus 1-48) ... 29
Analisis Kemiripan 48 Lokus AFLP ... 29
Analisis Gerombol 48 Lokus AFLP ... 30
Analisis Komponen Utama 48 Lokus AFLP ... 31
Analisis 63 Lokus AFLP (lokus ke 49-111 ) ... 34
Analisis Kemiripan 63 Lokus AFLP ... 34
Analisis Gerombol 63 Lokus AFLP ... 35
Analisis Komponen 63 Lokus AFLP... 35
Analisis Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP ... 38
Analisis Kemiripan Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP ... 39
Analisis Gerombol Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP ... 39
Analisis Komponen Utama Karakter Morfologi dan 48 Lokus AFLP 40 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 43
Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 45
LAMPIRAN ... 48
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Karakter kualitatif 7 sampel Artemisia. ... 17 2 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris ... 27
3 Nilai mutlak komponen utama terbesar dari 111 lokus dari lima aksesi A.
annua dan dua aksesi A. vulgaris ... 28
4 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP ... 31 5 Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 48 lokus AFLP dari
lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris ... 33 6 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP. ... 36 7 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 63 lokus AFLP dari
lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris ... 37 8 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP. ... 41 9 Nilai mutlak komponen utama (KU) terbesar pada 56 karakter lima
aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi dan AFLP ... 42
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Struktur artemisinin (www.kanaya.naist.jp) ... 6 2 Struktur trikoma kelenjar Artemisia annua (Olsson et al. 2009) ... 6 3 Diagram skematis teknik AFLP menggunakan enzim restriksi EcoR 1 dan
Mse 1 (Vos et al. 1995) ... 9 4 Bagan alir penelitian identifikasi keragaman genetik Artemisia annua L.
berdasarkan penanda morfologi dan AFLP dengan menggunakan enzim restriksi Pst 1 dan Mse 1 ... 12 5 Variasi warna batang pada Artemisia. a: coklat terang, b: hijau, c: hijau
ungu, d: ungu. a: A. vulgaris, b, c, d: A. annua I = 5 cm ... 17 6 Tipe daun Artemisia. a: tunggal lebar, b: tunggal sempit, c: majemuk
ganda 2 lebar, d. majemuk ganda 2 sempit. a, b: A. vulgaris, c, d: A.
annua I = 1 cm ... 18 7 Tipe susunan daun Artemisia pada batang. a: berselang-seling, b:
menyerupai roset. I = 5 cm ... 18 8 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan karakter morfologi. ... 20 9 Profil pita AFLP hasil amplifikasi DNA Artemisia menggunakan primer
P11 IRD 700 dan Primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT.
1:VCOL, 2: AHUL, 3: AUNL, 4: AHIL, 5: AHUS, 6: VCOS, 7: AHULr . 22 10 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan data 111 lokus AFLP ... 26 11 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan data 111 lokus AFLP ... 27 12 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan
data 48 lokus AFLP ... 30 13 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan data 48 lokus AFLP ... 32 14 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan 63 lokus AFLP. ... 35
15 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP. ... 36 16 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP ... 40 17 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan karakter morfologi dan 48 lokus AFLP... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Habitus lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.vulgaris yang digunakan
dalam penelitian. ... 49 2 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data morfologi ... 50 3 Skor fragmen DNA hasil AFLP lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris ... 50 4 Skor karakter morfologi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris . 53 5 Jumlah dan sebaran lokus yang teramplifikasi pada masing-masing aksesi 53 6 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP ... 54 7 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP ... 54 8 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan 63 lokus AFLP ... 54 9 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan
karakter morfologi dan 111 lokus AFLP ... 55 10 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan
karakter morfologi dan 63 lokus AFLP (lokus 49-111) ... 55 11 Nilai koefisien kemiripan genetik lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris berdasarkan data morfologi dan 48 lokus AFLP ... 56
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium spp. merupakan satu dari sepuluh penyakit yang paling mematikan di dunia. Lebih dari 600 juta kasus di dunia terinfeksi malaria, dan menyebabkan 1.7 – 2.5 juta orang/tahun mengalami kematian.
Empat puluh persen dari jumlah tersebut terdapat di negara berkembang, antara lain India, Indonesia, Amerika Latin dan negara-negara di Afrika (Graz et al. 2011). Pil kina (quinine) dan senyawa sintesisnya (kloroquinine) selama ini menjadi obat yang diandalkan untuk mengatasi penyakit malaria, namun pemakaian jangka panjang menyebabkan Plasmodium falciparum menjadi resisten terhadap obat tersebut (WHO 2004). Sampai tahun 2008, 80% kabupaten di Indonesia masih merupakan wilayah endemis malaria dan 50% diantaranya endemis P. falcifarum (Depkes 2010).
Upaya untuk mencari obat malaria pengganti kina telah banyak dilakukan.
Klayman (1985) melaporkan bahwa pada tahun 1972 peneliti telah berhasil mengidentifikasi artemisinin sebagai senyawa antimalaria pada ekstrak daun Artemisia annua. Artemisinin mampu mengobati penyakit malaria yang sudah resisten terhadap quinine dan kloroquinine. Tahun 2001 WHO menganjurkan penggunaan terapi kombinasi berbasis artemisinin untuk penanganan malaria, terutama malaria resisten kloroquinine.
Artemisia annua merupakan herba annual yang memiliki banyak percabangan yang berasal dari daerah China dan sudah diintroduksi ke banyak Negara seperti Vietnam, Argentina, Brasilia, Indonesia dan USA. Tinggi batang dapat mencapai 300 cm. Daun majemuk menyirip ganda dengan panjang mencapai 12 cm. Di China A.
annua dikenal dengan nama qinghao (QACRG 1979).
Di Indonesia terdapat 4 aksesi A. annua introduksi dari China yang sudah beradaptasi dengan iklim Indonesia yang merupakan koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT), Tawangmangu Solo. Masing-masing aksesi bervariasi pada warna batang, ukuran relatif daun, kerapatan trikoma kelenjar (Juliarni dan Ermayanti 2007) dan kandungan
2
artemisinin pada aksesi hijau dan aksesi ungu (Widyastuti 2009). DePadua et al.
(1999) menyatakan bahwa A. annua merupakan satu-satunya jenis Artemisia yang menghasilkan artemisinin. Artemisia annua merupakan tanaman hari pendek.
Introduksi A. annua dari daerah asalnya yang beriklim subtropik ke daerah tropik menyebabkan tanaman cepat berbunga sehingga produktivitas artemisinin turun.
Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia lokal Indonesia yang dikenal dengan nama daerahnya sudamala. Herba ini tersebar hampir di semua dataran tinggi di Indonesia namun paling banyak ditemukan di Papua. BBPPTO-OT Tawangmangu, Solo, memiliki dua aksesi A. vulgaris, yaitu aksesi berdaun lebar dan aksesi berdaun sempit. Aryanti et al. (2006) telah berhasil memperoleh 2.55 ppm artemisinin dari daun A. vulgaris jauh lebih rendah dibandingkan kandungan artemisinin A. annua (4.99 ppm) dan membuktikan bahwa A. vulgaris juga memiliki daya antimalaria terhadap P. falcifarum. Hasil penelitian ini membuka peluang pengembangan sumber artemisinin lokal yang cukup potensial. Untuk keperluan ini hubungan kekerabatan antar aksesi dalam spesies A. annua dan hubungan kekerabatan antara A. annua dengan A. vulgaris perlu diketahui.
Hubungan kekerabatan secara sederhana dapat dilihat dengan menggunakan penanda morfologi. Kekerabatan dapat dilihat dari persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang dimiliki oleh individu yang diperbandingkan. Semakin banyak persamaan yang dimiliki semakin dekat hubungan kekerabatannya. Seringkali penanda morfologi memberikan hasil yang bias, sebab genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama. Penanda molekuler dapat digunakan untuk menganalisis keragaman genetik lebih baik, karena hasilnya konsisten dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan (Azrai 2005).
Penanda Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) merupakan salah satu penanda DNA yang dapat digunakan untuk mengenali hubungan kekerabatan yang sangat dekat antar genotipe, perbedaan antar klon dalam satu kultivar, keragaman yang disebabkan oleh mutasi yang sangat sedikit atau adanya perbedaan genetik yang sangat kecil (Cabrita et al. 2001). Identifikasi keragaman tanaman dengan menggunakan AFLP telah banyak dilakukan, diantaranya keragaman genetik
3
nenas (Surtiningsih 2008), jarak pagar (Dewi 2008) dan jamur tiram putih budidaya (Jusuf 2010). Pengetahuan tentang keragaman genetik tanaman dapat digunakan untuk keperluan evaluasi dan seleksi tanaman yang akan dibudidayakan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik beberapa aksesi A. annua hasil introduksi dan A. vulgaris berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) dan sifat morfologi dengan menggunakan tiga primer selektif, M-CAC, M-CAG dan M-CAT, berdasarkan enzim restriksi Pst1 dan Mse1.
TINJAUAN PUSTAKA
Genus Artemisia L. termasuk ke dalam famili Asteraceae, terdiri dari hampir 200 spesies. Artemisia annua, Artemisia capilaris dan Artemisia vulgaris adalah tiga spesies dominan. Genus ini berasal dari daerah subtropis Asia Barat Daya yang kemudian menyebar ke Malesiana dan Amerika Selatan (DePadua et al. 1999).
Artemisia dimanfaatkan sejak lama dalam pengobatan tradisional. Di Cina A. annua digunakan sebagai obat demam. Orang Jepang mengunakan A. capilaris untuk mengobati radang hati, sedangkan orang India menggunakan A. vulgaris untuk mengobati rematik.
Artemisia annua L.
Artemisia annua L. atau sweet wormwood telah digunakan dalam sistem pengobatan tradisional Cina sejak tahun 40M sebagai obat demam (QACRG 1979).
Terdapat 131 senyawa metabolit sekunder pada A. annua yang sudah diidentifikasi (http://kanaya.naist.jp/knapsack_jsp), salah satunya adalah artemisinin yang diakumulasi pada trikoma kelenjar.
Artemisia annua berasal dari China yang dikenal dengan nama Qinghao.
Tumbuhan ini sudah dibudidayakan di banyak Negara seperti Argentina, Bulgaria, Prancis, Brasilia dan USA. Artemisia annua merupakan herba semusim yang tumbuh baik pada daerah dataran tinggi dengan ketinggian 1000-1500 m dpl. Artemisia annua hidup baik pada tanah berpasir atau berlempung dengan drainase baik dengan pH 5.5- 8.5 dengan curah hujan berkisar 700-1000 mm per tahun (Gusmaini & Nurhayati 2007). Batang utama memiliki banyak percabangan dengan tinggi mencapai 300 cm.
Daun majemuk menyirip ganda yang tersusun selang-seling. Panjang daun mencapai 12 cm. Artemisia annua memiliki bunga majemuk biseksual yang tersusun berbentuk panikula dengan warna mahkota bunga kekuningan (DePadua et al. 1999). Bunga muncul 13 minggu setelah tanam (Gusmaini & Nurhayati 2007).
Artemisia annua merupakan tanaman hari pendek dengan titik kritis 13 jam, artinya tanaman ini akan berbunga bila sinar matahari kurang dari 13 jam perhari
5 (Gusmaini & Nurhayati 2007). Hal ini menjadi suatu kelemahan ketika A. annua diintroduksikan ke daerah tropik dengan lama siang kurang dari 13 jam. Tanaman akan cepat berbunga sehingga produktivitas artemisinin turun. Selain itu A. annua bersifat spesifik lokasi. Klon unggul dari Vietnam memiliki kandungan artemisinin yang lebih rendah ketika diintroduksi di Brasilia dan USA (Gusmaini & Nurhayati 2007).
Artemisia vulgaris L.
Artemisia vulgaris adalah jenis Artemisia yang ada di Indonesia. Tumbuhan ini berbentuk herba perennial yang memiliki batang tegak dan stolon. Batang umumnya tidak bercabang dengan tinggi mencapai 200 cm. Daunnya bertulang menyirip dengan tepi bercangap. Panjang daun berkisar 7-10 cm (DePadua et al. 1999).
Artemisia vulgaris dikenal dengan nama daerah Sudamala. Herba ini banyak terdapat di Papua, namun tersebar hampir merata di dataran tinggi di Indonesia (Aryanti et al.
2006).
Ekstrak A. vulgaris bersifat insektisida dan mempunyai aktivitas anthemintik.
Ekstrak cair A. vulgaris dapat menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif secara in vitro, namun tidak ditemukan aktivitas antimalaria (DePadua et al. 1999). Aryanti et al. (2006) menguji daya antimalaria Artemisia spp. terhadap Plasmodium falcifarum dan menyatakan bahwa A. vulgaris memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan P. falcifarum dan memiliki kandungan artemisinin 2.55 ppm, jauh lebih rendah dibanding kandungan artemisinin A. annua, 4.99 ppm.
Artemisinin
Artemisinin adalah suatu senyawa sesquiterpen lakton dengan jembatan peroksida (Gambar 1). Senyawa ini bersifat anti malaria karena kemampuannya yang bersifat sitotoksik dengan cara melepaskan radikal bebas dan aldehid reaktif sehingga membunuh Plasmodium. Selain itu artemisinin dapat menyebabkan kerusakan membran, mengoksidasi protein dan lemak dan menghambat sintesis asam nukleat pada parasit. Akibatnya parasit tidak dapat memperbanyak diri (Graz et al. 2011).
6
Gambar 1 Struktur artemisinin (www.kanaya.naist.jp)
Biosintesis artemisinin dimulai dengan konversi farnesil diposfat (FPP) menjadi artemisinin dengan bantuan enzim amorpha-4,11-diene synthase yang kemudian dilanjutkan dengan enzim amorpha-4,11-diene hydroxylase, cytochrome P450 monoxygenase (CYP71AV1) dan artemisinic aldehyde Δ11(13) reductase (Teoh et al.
2006). Proses biosintesis artemisinin terjadi di trikoma kelenjar.
Trikoma merupakan struktur khusus yang terdapat pada permukaan tumbuhan yang berada di atas tanah. Artemisia annua memiliki dua jenis trikoma, yaitu trikoma kelenjar dan trikoma non kelenjar. Trikoma kelenjar A. annua terdiri dari sepuluh sel, yang terdiri atas: dua pasang sel basal, dua pasang sel sub apikal dan sepasang sel apikal (Gambar 2). Jumlah trikoma kelenjar yang paling banyak terdapat pada daun.
Gambar 2 Struktur trikoma kelenjar Artemisia annua (Olsson et al. 2009).
7 Penanda Morfologi
Penanda morfologi adalah penanda yang berdasarkan sifat morfologi yang tampak. Penanda morfologi dapat digunakan untuk mengukur besarnya keragaman pada tanaman berdasarkan karakter fenotipe, baik pada fase vegetatif mapun pada fase generatif. Karakter morfologi pada fase vegetatif dapat dilihat pada pengamatan batang dan daun, sedangkan pada fase generatif dapat dilihat melalui bunga, buah dan biji. Penanda morfologi sering digunakan untuk deskripsi taksonomi karena lebih mudah, murah, sederhana dan cepat (Chen 2004).
Informasi yang akurat mengenai hubungan kekerabatan antar spesies atau antar aksesi dalam satu spesies tidak dapat diperoleh hanya dengan pengamatan secara morfologi, karena karakter morfologi memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
hanya memperlihatkan sifat pewarisan dominan dan resesif, tingkat polimorfismenya sedikit dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Tanskley 1983). Akibatnya individu yang memiliki genotipe yang berbeda dapat menampilkan fenotipe yang sama dan individu yang mempunyai genotipe yang sama dapat menunjukkan fenotipe yang berbeda bila lingkungannya berbeda. Kemiripan pada tingkat fenotipe belum tentu menunjukkan kemiripan pada tingkat DNA (Chen 2004)
Informasi genetik tanaman tersimpan dalam genom inti maupun organel (mitokondria dan kloroplas). Genom dapat didefinisikan sebagai keseluruhan gen yang dimiliki oleh suatu organisme dan mengatur seluruh proses metabolisme sehingga organisme tersebut dapat hidup. Gen pada organisme dapat mengalami mutasi tetapi tidak menyebabkan perubahan pada tingkat fenotipe. Hal ini dapat terjadi pada mutasi satu basa yang menghasilkan kodon sinonim sehingga menghasilkan asam amino yang sama dengan kodon aslinya, sehingga tidak mengubah fenotipe organisme (Jusuf 2001). Oleh karena itu identifikasi menggunakan penanda morfologi saja kurang akurat, sehingga perlu dikombinasikan dengan identifikasi pada tingkat DNA dengan menggunakan penanda DNA.
8 Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP)
Amplified Fragment Length Polymorfism (AFLP) merupakan jenis penanda yang didasarkan pada amplifikasi selektif potongan DNA hasil restriksi genom total dengan enzim restriksi endonuklease. Prinsip utama AFLP terdiri dari empat langkah, yaitu: preparasi DNA cetakan, restriksi dan ligasi, pre-amplifikasi dan amplifikasi selektif. Visualisasi fragmen dilakukan dengan gel poliakrilamid. Prosedur AFLP terdiri dari beberapa tahap yang dimulai dengan pemotongan DNA genom dengan sepasang enzim restriksi. Kedua enzim restriksi tersebut memiliki tipe yang berbeda yaitu pemotong jarang dan pemotong sering. Enzim pemotong jarang mengenali 6 basa. Jumlah fragmen yang dihasilkan dari pemotongan enzim ini sedikit dan ukuran fragmennya besar. Enzim pemotong sering mengenali 4 basa. Jumlah fragmen yang dihasilkan dari pemotongan enzim ini banyak dan ukuran fragmennya kecil. Alasan digunakannya dua enzim restriksi yang berbeda tipe adalah dapat memberikan fleksibilitas yang tinggi dalam pengaturan jumlah fragmen yang akan diamplifikasi dan dihasilkannya sejumlah besar sidik jari yang berbeda (Vos et al. 1995).
Setelah dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi, oligonukleotida adaptor utas ganda diligasikan pada frgamen DNA. Adaptor terdiri dari sekuen inti adaptor dan sekuen spesifik enzim restriksi (Gambar 3). Enzim akan menggabungkan adaptor dengan fragmen hasil pemotongan sehingga diperoleh fusi antara adaptor dan fragmen. Primer dalam proses pre-amplifikasi didesain berdasarkan urutan DNA pada adaptor yang mengandung situs restriksi. Primer AFLP terdiri dari tiga bagian, yaitu sekuen inti, sekuen situs restriksi dan pemanjangan selektif yang terdiri dari satu sampai tiga basa. Proses pre-amplifikasi menggunakan primer yang hanya memiliki satu nukleotida selektif sedangkan proses amplifikasi selektif menggunakan primer yang memiliki tiga nukleotida selektif. Proses amplifikasi selektif menggunakan sepasang primer yang salah satunya diberi label dengan bahan kimia yang bersifat fluoresen, Infra Red Dye (IRD) 700. IRD 700 merupakan pelabel fluoresen dengan panjang absorbansi maksimal pada 685 nm yang lebih mudah penanganannya dan lebih aman dibandingkan pelabel radioaktif namun memiliki sensitifitas yang sama (Ying et al. 2007).
9
Gambar 3 Diagram skematis teknik AFLP menggunakan enzim restriksi EcoR1 dan Mse 1 (Vos et al. 1995).
Visualisasi fragmen AFLP menggunakan gel poliakrilamid. Fragmen DNA hasil AFLP dapat dideteksi dengan sekuenser DNA otomatis (LI-COR 4300 DNA Analizer). Polimorfisme yang terdeteksi berupa ada atau tidak ada pita yang dimiliki oleh masing-masing individu, sehingga AFLP termasuk ke dalam marka dominan (Muller & Wolfenbarger 1999).
Teknik AFLP mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi dan biaya yang mahal.
Namun teknik ini memiliki beberapa keunggulan dibanding penanda DNA lainnya.
Keunggulan teknik AFLP antara lain (1) tidak memerlukan informasi sekuen dari genom dan perangkat (kit) oligonukleotida yang sama ketika dilakukan analisis dan dapat diaplikasikan pada semua organisme termasuk tanaman, (2) hasil amplifikasinya bersifat stabil, tingkat pengulangan dan variabilitasnya sangat tinggi, (3) sangat efisien dalam pemetaan lokus karena dapat meliputi beberapa lokus dalam satu kali amplifikasi, (4) dapat digunakan untuk menganalisis sidik jari semua DNA dengan mengabaikan kompleksitas dan asal-usulnya, (5) serta dapat bertindak sebagai
Fragmen restriksi
19 pb sekuen umum Ligasi adaptor
Basa selektif Primer AFLP
amplifikasi
Primer AFLP Basa selektif
22 pb sekuen umum
10 jembatan informasi antara peta genetik dan peta fisik pada kromosom (Vos at al.
1995).
Teknik AFLP telah banyak digunakan untuk analisis keragaman secara molekuler. Jusuf (2010) menggunakan AFLP untuk menganalisis keragaman jamur tiram putih budidaya. AFLP juga telah digunakan dalam menganalisis keragaman genetik pada tanaman nenas (Surtiningsih 2008), jarak pagar (Dewi 2008) dan klon karet (Zulkifli 2001) yang dikombinasikan dengan penanda RAPD. Mechanda et al.
(2004) juga telah menggunakan penanda AFLP untuk mengetahui keragaman pada populasi alami dan populasi unggul tanaman Echinaceae, sedangkan Baydar et al.
(2004) telah menggunakan penanda AFLP untuk mengetahui hubungan genetika diantara tumbuhan Rosa damascena yang tumbuh di Turki yang dikombinasikan dengan penanda mikrosatelit.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2010 hingga April 2011 di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesian – Netherlands), Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB Dramaga.
Bahan
Bahan tanaman yang digunakan untuk isolasi DNA adalah daun tumbuhan A.
annua dan A. vulgaris koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu, Solo. Penelitian ini menggunakan lima aksesi A. annua, yaitu: A. annua berbatang hijau, bentuk anak daun lebar (AHIL), A. annua berbatang ungu, bentuk anak daun lebar (AUNL), A.
annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun lebar (AHUL), A. annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun lebar yang tersusun menyerupai roset (AHULr) dan A.
annua berbatang hijau ungu, bentuk anak daun sempit (AHUS). Aksesi A. vulgaris yang digunakan adalah A. vulgaris berbatang coklat, bentuk daun lebar (VCOL) dan A. vulgaris berbatang coklat bentuk daun sempit (VCOS). Setiap aksesi diambil satu tanaman sebagai bahan analisis.
Buffer CTAB (Cetylmethilammonium bromida) ditambah dengan Polyvinil- polypirollidone (PVPP) dan β-merkaptoetanol digunakan untuk isolasi DNA total.
Enzim restriksi Pst1 dan Mse1 digunakan untuk memotong DNA total. Enzim T4 ligase digunakan untuk menyambung hasil reaksi restriksi dengan Pst1 adaptor (3’ACGTACATGCGTCAGATGCTC5’ komplemen mulai pada basa urutan keempat dari sekuen 5’TGTACGCAGTCTAC3’) dan Mse1 adaptor (5’GACGATGAGTCCT GAG3’ komplemen pada basa keempat dangan sekuen 3’TACTCAGGACTCAT5’).
Primer P00 (5’GACTGCGTACATGCAG3’) dan primer M02 ( 5’GATGAGTCCTG AGTAAC3’) digunakan untuk reaksi pre-amplifikasi sedangkan primer P11 IRD 700 (5’GACTGCGTACATGCAGAA3’) dengan 3 primer selektif digunakan untuk reaksi amplifikasi selektif. Primer selektif yang digunakan adalah primer M-CAC
12 (5’GATGAGTCCTGAGTAAACAC3’), primer M-CAG (5’GATGAGTCCTGAGT AAACAG3’) dan primer M-CAT (5’GATGAGTCCTGAGTAAACAT3’).
Metode Penelitian
Penelitian ini meliputi beberapa tahapan yang disajikan dalam bentuk bagan alir penelitian (Gambar 4).
Gambar 4 Bagan alir penelitian identifikasi keragaman genetik A. annua L. dan Artemisia vulgaris L. berdasarkan AFLP dengan menggunakan enzim restriksi Pst 1 dan Mse 1 dan sifat morfologi.
Bahan Tanaman
Analisis AFLP
1. Pemotongan DNA genom dan ligasi adaptor (menggunakan enzim restriksi Pst1 dan Mse1 serta adaptor yang cocok dengan kedua enzim) 2. Amplifikasi dengan PCR
a. Preamplifikasi b. Amplifikasi Selektif
3. Visualisasi fragmen hasil amplifikasi
Data Biner Data Biner
Analisis Komponen Utama Analisis Gerombol Analisis Kemiripan Analisis Morfologi
1. Warna batang 2. Tipe daun
3. Ukuran relatif daun 4. Tipe susunan daun pada
batang
Kesimpulan
13 Pengamatan Karakter Morfologi. Tujuh sampel Artemisia yang digunakan memiliki beberapa perbedaan morfologi. Perbedaan morfologi yang digunakan sebagai parameter pengamatan adalah: warna batang, susunan daun pada batang, tipe daun dan ukuran relatif daun. Data morfologi hasil pengamatan kemudian diubah menjadi data biner.
Isolasi DNA Total. Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB (Cetil Trimetil Amonium Bromida) menurut Doyle dan Doyle (1990) yang dimodifikasi oleh Manoj et al. (2007). Sebanyak 0.5 g daun ditambahkan nitrogen cair kemudian digerus dalam lumpang porselin sampai menjadi serbuk lalu dimasukkan kedalam tabung ependorf yang berisi 600 μl campuran buffer ekstrak [ CTAB 2% (b/v), EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic acid) 0.02 M, Tris-HCL 1 M pH 8, NaCl 1.4 M, PVP (PolyVinilPyrilidon) 2%] serta 2 μl β-merkaptoetanol.
Ekstrak diinkubasi pada suhu 65 °C selama 1 jam. Pemurnian dilakukan di dalam campuran larutan kloroform dan isoamil alkohol (CIAA) dengan perbandingan 24:1 sebanyak satu kali volume ekstrak. Suspensi dibolak-balik secara perlahan. Suspensi disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm (Jouan BR4i) pada suhu 4 °C selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh ditambahkan dengan 1 kali volume campuran larutan PCI (Phenol: Kloroform: Isoamilalkohol) dengan perbandingan 25:24:1 lalu dibolak-balik. Campuran disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 °C selama 20 menit. Supernatan diendapkan dengan sodium asetat 2 M pH 5.2 sebanyak 0.1 kali volume dan etanol absolut sebanyak 2 kali volume dan dibilas dengan 500 μl alkohol 70 %(v/v). Pelet yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan vakum, lalu disuspensikan dengan 50 μl ddH2O. Selanjutnya ditambahkan 0.1 kali RNAse (10 mg/ml), diinkubasi semalam pada suhu 37 °C, kemudian disimpan sebagai stok pada suhu -20 °C.
Kuantifikasi dan Kualifikasi DNA Total. Kuantitas DNA total dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer, absorbansi diukur pada panjang gelombang 260 (λ260), dan 280 (λ280). Keutuhan DNA total dianalisis secara kualitatif menggunakan metode elektroforesis, dengan memigrasikan DNA pada gel agarosa 1% (b/v) di dalam bufer TAE 1X.
14 Analisis AFLP. Analisis AFLP menggunakan metode Vos et al. (1995) yang dimodifikasi pada pelabelan primer dengan IRD 700 (Chen et al. 2004). Tahap-tahap AFLP terdiri dari restriksi dan ligasi, pre-amplifikasi, amplifikasi selektif dan visualisasi fragmen.
Restriksi dan Ligasi(RL). Untuk satu kali reaksi restriksi dan ligasi dibutuhkan 2.5 μl buffer reaksi 10x (Tris-HCL 50 mM pH 7.5, Mg-asetat 5 mM, K-asetat 250 mM), 10 μl DNA (100 ng/μl ), 0.125 μl Pst1 (20U/μl ) dan 0.25 Mse1 (5U/μl ), 0.5 μl Pst1 adaptor (5 pmol/μl ), 0.5 μl Mse1 adaptor (50 pmol/μl ), 0.5 μl ATP (10 mM), 0.16 μl T4 ligase (3U/μl ), dan 10.465 μl dH2O sehingga total volume reaksi menjadi 25 μl. Campuran diinkubasi semalam pada 37 0C. Campuran kemudian diencerkan 5x dengan dH2O sehingga diperoleh diluted RL.
Pre-Amplifiksi. Proses pre-amplifikasi menggunakan 10 μl diluted RL ditambah dengan 1.2 μl primer P00 (30 ng/μl ), 1.2 μl primer M02 (30 ng/μl ), 0.8 μl dNTP (10 mM), 4.0 μl super buffer 10x, 0.4 μl super Taq (5U/μl ) dan 22.4 μl dH2O sehingga volume total reaksi menjadi 40 μl. Campuran kemudian diamplifikasi melalui mesin PCR sebanyak 24 siklus yang terdiri dari 30 detik denaturasi pada suhu 94 °C, 30 detik penempelan primer pada suhu 56 °C, dan 60 detik pemanjangan pada suhu 72 °C. Produk pre-amplifikasi kemudian diencerkan 3x dengan dH2O sehingga diperoleh diluted pre-amp.
Amplifikasi Selektif. Amplifikasi selektif dilakukan dengan menggunakan 3 primer selektif (M-CAC, M-CAG, M-CAT) dan satu primer yang diberi label dengan IRD 700 dengan diluted pre-amp sebagai cetakan. Amplifikasi selektif dilakukan dengan mencampur 10 μl diluted pre-amp, 0.6 μl primer selektif (50 ng/μl ), 1.0 μl primer P11 IRD 700 (1 pmol/ μl ), 0.4 μl dNTP 10 mM, 2.0 μl super buffer 10x, 0.2 μl Taq polymerase (5U/μl ), dan 5.8 μl dH2O sehingga volume total reaksi menjadi 20 μl. Reaksi amplifikasi selektif dilakukan dengan mesin PCR sebanyak 36 siklus dengan kondisi 30 detik denaturasi pada suhu 94 °C, 30 detik penempelan primer dan 60 detik pemanjangan pada suhu 72 °C. Suhu penempelan primer pada siklus pertama adalah 65 °C yang dikurangi 0.7 °C setiap siklus sampai 12 siklus berikutnya dan dilanjutkan dengan suhu 56 °C untuk 23 siklus sisanya.
15 Visualisasi Fragmen DNA. Elektroforesis hasil amplifikai selektif menggunakan gel poliakrilamid 6% dengan peralatan LI-COR DNA Analyzer. Gel yang digunakan untuk elektroforesis dibuat dengan mencampur 20 ml KB plus 6.5%, 15 μl Tetrametil-ethilenediamine (TEMED) dan 150 μl Amonium persulfat (APS) 10% (b/v). Campuran tersebut dimasukkan pada plat kaca dan didiamkan selama 1 jam hingga membeku. Plat kaca yang berisi gel kemudian dipasang pada peralatan elektroforesis kemudian ditambahkan TBE 1x. Campuran diencerkan 10 kali untuk mendapatkan TBE 1x. Produk amplifikasi selektif sebanyak 10 μl , ditambah dengan 10 μl loading buffer formamid 2x (formamid 98% b/v), EDTA 10 mM, bromofenol biru 0.025% (b/v). Campuran tersebut didenaturasi pada suhu 90 °C selama 3 menit dan segera diinkubasi ke dalam es selama 60 menit. Permukaan plat kaca dibersihkan dan dipasang pada peralatan LI-COR DNA Analyzer, kemudian sisir dipasang pada gel. Sebanyak 1 μl sampel dimasukkan kedalam sela-sela sisir, dielektroforesis selama 180 menit dengan daya 12 watt, 1500 volt sehingga pita dapat dideteksi melalui komputerisasi.
Analisis Data
Analisis similaritas. Hasil pengamatan morfologi diskoring dan diubah ke dalam data biner. Satu sifat diasumsikan dikendalikan oleh satu lokus. Data pita hasil amplifikasi DNA dengan metode AFLP diterjemahkan kedalam data biner dengan ketentuan nilai 0 jika tidak ada pita dan nilai 1 jika ada pita. Pita-pita yang terbentuk dari hasil amplifikasi dianggap sebagai satu karakter. Semua pita DNA dengan laju migrasi yang sama diasumsikan sebagai lokus yang homolog. Data AFLP dan data morfologi dari 7 aksesi Artemisia dengan menggunakan tiga primer selektif, M-CAC, M-CAG dan M-CAT diolah dengan NTSYSpc versi 2.02i dengan proses Similarity for Qualitative Data (SIMQUAL) dan dihitung berdasarkan metode Simple Matching Coefficient (SM) ( Rohlf 1990).
Analisis Gerombol. Data AFLP dari 7 aksesi Artemisia dengan menggunakan tiga primer selektif dan data morfologi selanjutnya dianalisis dengan menggunakan Sequential Aglomerative Hierarchical and Nested (SAHN) Unweighted Pair Group
16
Method Arithmatic (UPGMA) pada program NTSYSpc versi 2.02i. Hasil analisis disajikan dalam bentuk dendogram.
Analisis Komponen Utama. Analisis Komponen Utama bertujuan untuk menyederhanakan variabel sehingga variabel baru menjadi lebih sedikit, namun informasi yang diperoleh relatif tidak berubah. Analisis Komponen Utama dilakukan dengan program Minitab 14. Hasil Analisis Komponen Utama berdasarkan AFLP dan sifat morfologi ditampilkan dalam bentuk plot dua dimensi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penanda Morfologi
Pengamatan karakter morfologi dilakukan terhadap empat aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (BBPPTO-OT) Tawangmangu (Lampiran 1). Pengamatan morfologi dilakukan terhadap karakter vegetatif saja yaitu warna batang, tipe daun dan susunan daun pada batang untuk lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris (Tabel 1 ).
Tabel 1 Karakter kualitatif tujuh sampel Artemisia No Kode Spesies Warna
Batang Tipe Daun Susunan Daun pada Batang 1 VCOL A. vulgaris coklat terang tunggal selang seling 2 VCOS A. vulgaris coklat terang tunggal selang seling 3 AHIL A. annua hijau majemuk ganda 2 selang seling 4 AHUL A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 selang seling 5 AHULr A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 menyerupai roset 6 AUNL A. annua ungu majemuk ganda 2 selang seling 7 AHUS A. annua hijau ungu majemuk ganda 2 selang seling
Pengamatan terhadap karakter morfologi pada tujuh sampel Artemisia memperlihatkan bahwa pada karakter warna batang terdapat empat karakter ciri warna batang, yaitu coklat terang, hijau, hijau ungu dan ungu (Gambar 5).
a b c d
Gambar 5 Variasi warna batang pada Artemisia. a: coklat terang, b: hijau, c: hijau ungu, d: ungu. a: A. vulgaris, b, c, d: A. annua I = 5 cm
Ι Ι
Ι Ι
18
Artemisia vulgaris memiliki warna batang coklat terang, sedangkan A. annua memiliki variasi pada warna batang, yaitu: hijau, hijau ungu, dan ungu. Variasi warna batang mulai terlihat ketika tanaman sudah berumur ± 4 minggu dengan tinggi batang
± 15 cm.
Ada dua tipe daun Artemisia, yaitu daun tunggal dan daun mejemuk ganda dua.
A. vulgaris memiliki tipe daun tunggal sedangkan A. annua memiliki tipe daun majemuk ganda dua (Gambar 6). Susunan daun A. vulgaris pada batang berselang seling sedangkan A. annua memiliki dua tipe susunan daun pada batang yaitu berselang seling dan ada yang menyerupai roset (Gambar 7).
a b
Gambar 6 Tipe daun Artemisia. a: A. vulgaris, tunggal lebar, b: A. annua, tunggal sempit, I = 1 cm
a b
Gambar 7 Tipe susunan daun Artemisia pada batang. a: berselang-seling, b: menyerupai roset. I = 5 cm
Ι Ι
Ι Ι
19 Analisis Kemiripan
Hasil matriks koefisien kemiripan berdasarkan karakter morfologi antara lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris rentang nilainya berkisar 0.285-0.857 (Lampiran 2). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi VCOS dengan AHULr, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi VCOS dengan VCOL, AHUL dengan AHUS dan antara AHUL dengan AHULr. Hal ini berarti bahwa hubungan genetik antara aksesi VCOS dengan AHULr jauh, karena hanya mempunyai kemiripan 28.5%. Aksesi VCOL dengan VCOS, AHUL dengan AHUS dan AHUL dengan AHLr memiliki hubungan genetik yang dekat karena mempunyai kemiripan 85.7%. Semakin besar koefisien kemiripan diantara dua aksesi maka semakin dekat hubungan genetik diantara keduanya (Dewi 2008).
VCOS dan AHULr memiliki nilai kemiripan terendah dibandingkan dengan lima aksesi lain. Keduanya berasal dari spesies yang berbeda sehingga secara morfologi sangat berbeda. VCOL dan VCOS memiliki nilai kemiripan yang paling tinggi. Perbedaan morfologi kedua aksesi ini terdapat pada ukuran relatif daun.
Secara taksonomis VCOL dan VCOS berasal dari spesies yang sama. Demikian juga dengan aksesi AHUL dan AHUS serta aksesi AHUL dan AHULr, yang juga memiliki koefisien kemiripan yang paling tinggi, juga hanya berbeda pada ukuran relatif daun saja.
Analisis Gerombol
Analisis gerombol berdasarkan karakter morfologi membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar 0.47-0.86 (Gambar 8). Pada koefisien kemiripan 0.61 terbentuk dua kelompok yaitu kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan VCOL, sedangkan kelompok II terdiri atas aksesi AHUL, AHUS, AHULr, AUNL, dan AHIL. Koefisien kemiripan 0.61 dapat dipakai untuk membedakan aksesi yang berasal dari spesies A. vulgaris dengan aksesi yang berasal dari spesies A. annua.
Berdasarkan karakter morfologi keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris pada penelitian ini adalah 39%. Pada koefisien 0.71 lima aksesi A. annua terbagi menjadi dua kelompok berdasarkan warna batang. Kelompok I terdiri atas aksesi AHUL,
20 AHUS dan AHULr dan kelompok II terdiri atas aksesi AHIL dan AUNL. Kelompok I merupakan kumpulan aksesi A. annua yang memiliki warna batang hijau ungu, sedangkan kelompok II merupakan kumpulan aksesi A. annua yang memiliki warna batang selain hijau ungu. Aksesi AUNL dan aksesi AHIL terpisah dari aksesi AHUL, AHUS dan AHULr karena tidak memiliki warna batang hijau ungu. Aksesi AHUL, AHUS dan AHULr memiliki persamaan pada karakter warna batang tetapi berbeda pada karakter susunan daun pada batang. Sedangkan satu-satunya karakter pembeda pada aksesi AUNL dan aksesi AHIL adalah karakter warna batang. Oleh karena itu, berdasarkan karakter morfologi keragaman di dalam spesies A. annua yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 29% dan karakter yang paling berpengaruh terhadap keragaman adalah karakter warna batang. Menurut Park et al. (2004) nilai keragaman yang kecil dari 50% menunjukkan bahwa aksesi yang dibandingkan memiliki kekerabatan yang dekat.
Gambar 8 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan karakter morfologi.
Posisi ovarium bunga A. annua inferior terhadap posisi kepala sari. Tangkai sari menjulur keluar lebih tinggi dari tepi mahkota bunga dan penyerbukannya dibantu oleh serangga (DePadua et al. 1999). Struktur ini memungkinkan terjadi penyerbukan tetangga antara satu indivudu dengan individu lainnya di dalam spesies A. annua.
Diduga persilangan terbuka yang terjadi secara terus menerus pada A. annua
koefisien
21 menyebabkan terbentuknya keragaman morfologi yang antara lain dapat terlihat pada warna batang, lebar daun dan tipe susunan daun pada batang.
Analisis 111 Lokus AFLP
Analisis AFLP dengan tiga primer selektif menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran berkisar ~50 - ~650 pasang basa. Analisis hanya dilakukan pada fragmen yang berukuran 100-565 pb (Gambar 9). Visualisai fragmen yang berukuran dibawah 100 pb tumpang tindih sehingga sulit dibedakan, sedangkan fragmen berukuran diatas 650 pb tidak jelas terlihat.
Pada gel juga terlihat perbedaan tebal dan tipisnya fragmen yang dihasilkan.
Fragmen tebal merupakan tumpukan dari beberapa fragmen yang memiliki ukuran yang sama. Jumlah fragmen antara 100-565 pb adalah 657 fragmen. Analisis AFLP dengan menggunakan primer selektif M-CAC, M-CAG, dan M-CAT terhadap tujuh sampel Artemisia dapat mendeteksi 111 lokus (Lampiran 3).
Perbedaan jumlah fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing primer menunjukkan bahwa sebagian genom Artemisia yang dipelajari pada penelitian ini memiliki keragaman pada daerah yang berdekatan dengan ujung tiga situs restriksi enzim Mse1. Data ini sekaligus menunjukkan bahwa genom Artemisia yang berdekatan dengan ujung tiga situs restriksi enzim Mse1 memiliki nukleotida G yang lebih dominan dibandingkan dengan nukleotida C dan A.
Masing-masing aksesi teramplifikasi secara beragam pada setiap primer. Aksesi VCOS teramplifikasi dengan baik dari lokus yang berukuran 100-565 pb pada ketiga primer yang digunakan. Enam aksesi lainnya teramplifikasi dengan baik dari lokus yang berukuran 100-400 pb, kecuali aksesi AHIL yang teramplifikasi sangat sedikit pada ketiga primer yang digunakan dan aksesi AHULr yang teramplifikasi pada lokus yang lebih besar dari 400 pb walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit dari aksesi VCOS. Amplifikasi paling baik terlihat pada fragmen yang berukuran lebih kecil dari 255 pb. Hal ini dapat dilihat jika 111 lokus yang teramplifikasi dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 1 terdiri atas fragmen yang berukuran 100-255 pb, mengamplifikasi 372 fragmen.
22
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7
M-CAC M-CAG M-CAT
Gambar 9 Profil pita AFLP hasil amplifikasi DNA Artemisia menggunakan primer P11 IRD 700 dan Primer selektif M-CAC, M-CAG dan M-CAT.
1:VCOL, 2: AHUL, 3: AUNL, 4: AHIL, 5: AHUS, 6: VCOS, 7: AHULr.
100 pb 145 pb 200 pb 255 pb 300 pb 350 pb 460 pb
400 pb
364 pb 530 pb 565 pb
23 Kelompok 2 terdiri atas fragmen yang berukuran lebih besar dari 255-400 pb, mengamplifikasi 208 fragmen. Kelompok 3 terdiri atas fragmen yang berukuran lebih besar dari 400 pb, mengamplifikasi 77 fragmen. Jumlah total fragmen yang teramplifikasi dari 100-565 pb adalah 657 fragmen. Fragmen-fragmen pada kelompok 1 dan kelompok 2 teramplifikasi pada ketujuh sampel yang digunakan, sedangkan fragmen pada kelompok 3 didominasi oleh aksesi VCOS dan diikuti oleh aksesi AHULr, sedangkan aksesi VCOL dan empat aksesi A. annua lainnya teramplifikasi sangat sedikit pada kelompok ini (Lampiran 5).
DNA genom lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris telah berhasil diisolasi dengan menggunakan metode CTAB dan dimigrasikan pada gel agarosa 1%
(b/v). Penggunaan buffer CTAB dalam ekstraksi DNA bertujuan untuk memisahkan polisakarida dengan DNA. CTAB bekerja optimum pada suhu 65 0C, oleh karena itu CTAB dipanaskan terlebih dahulu. Proses ekstraksi dengan CTAB dimodifikasi dengan penambahan Polyvinil-polypirollidone (PVP) dan β merkaptoetanol (Manoj et al. 2007). PVP berfungsi untuk mencegah reaksi oksidasi yang dapat menyebabkan pencoklatan jaringan. Beta merkaptoetanol berfungsi untuk memutus ikatan disulfida enzim polifenol oksidase. Keberadaan enzim polifenol oksidase dapat mendegradasi rantai DNA. Polisakarida dan polifenol tinggi dapat menurunkan kuantitas DNA yang diperoleh.
Polisakarida dan senyawa organik yang sudah keluar dari jaringan dipisahkan dari DNA dengan penggunaan fenol, kloroform dan isoamilalkohol (25:24:1). Setelah itu DNA diendapkan dengan alkohol absolut, sementara senyawa lain tetap terlarut (Sambrook et al. 1989). Teknik AFLP membutuhkan DNA yang memiliki kualitas dan kuantitas yang baik. DNA yang berkualitas rendah menyebabkan hilangnya beberapa situs restriksi sehingga mengganggu pengenenalan situs oleh enzim restriksi (Vos et al. 1995).
Pemotongan DNA dengan kombinasi dua enzim restriksi Pst1 dan Mse1 menghasilkan fragmen yang memiliki ujung pemotongan yang berbeda. Penambahan sekuen adaptor Pst1 dan Mse1 bertujuan agar primer memiliki situs pelekatan sehingga komplemen dengan adaptor, situs restriksi dan genom. Pasangan primer
24 yang digunakan pada pre-amlifikasi adalah P00 dan M02, sedangkan pada amplifikasi selektif adalah M-CAC, M-CAG dan M-CAT yang masing-masingnya dipasangkan dengan P11. Primer P00 komplemen dengan situs enzim Pst1 sedangkan primer M02 komplemen dengan situs enzim Mse1, dengan tambahan satu nukleotida selektif.
Primer P11 memiliki tambahan dua nukleotida selektif dan dilabel dengan IRD 700, sedangkan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT memiliki tambahan masing-masing tiga nukleotida selektif. Penambahan nukleotida selektif bertujuan untuk meningkatkan spesifitas dan polimorfisme DNA yang teramplifikasi (Vos et al.
1995). Semakin banyak nukleotida selektif yang ditambahkan maka akan semakin sedikit fragmen yang teramplifikasi namun lebih spesifik. Fragmen DNA yang berhasil diamplifikasi dianggap satu karakter yang mewakili satu lokus. Fragmen DNA yang memiliki laju migrasi yang sama dianggap sebagai lokus yang homolog.
Analisis Kemiripan 111 Lokus AFLP
Hasil matriks koefisien kemiripan penanda AFLP antara tujuh aksesi Artemisia berdasarkan 111 lokus yang teramplifikasi dengan menggunakan tiga primer spesifik rentang nilainya berkisar 0.523-0.829 (Lampiran 6). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi AHIL dengan VCOS, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi AHUL dengan AUNL. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara aksesi AHIL dengan VCOS tidak terlalu jauh, karena mempunyai kemiripan 52.3%. Aksesi AHUL dengan AUNL memiliki jarak genetik yang dekat, karena mempunyai kemiripan 82.9%.
Analisis Gerombol 111 Lokus AFLP
Analisis gerombol berdasarkan data AFLP membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar 0.61-0.83 (Gambar 10). Pada koefisien kemiripan 0.65 terbentuk dua kelompok yaitu kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan kelompok II aksesi VCOL, AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr. Dua aksesi A. vulgaris, VCOS dan VCOL tidak mengelompok kedalam satu kelompok. Hal yang sama juga terjadi pada lima aksesi A. annua. Aksesi VCOL lebih mengelompok ke spesies A.
25
annua (AHUL, AUNL, AHIL, AHUS dan AHULr) dibandingkan ke spesies A.
vulgaris (VCOS). Aksesi VCOS teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran 100-565 pb, sementara aksesi VCOL tidak teramplifikasi sebaik amplifikasi aksesi VCOS pada lokus yang berukuran 255-400 pb namun kembali teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran 400-565 pb. Aksesi AHULr terpisah dari empat aksesi A. annua lainnya karena aksesi AHULr teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran 100-565 pb sedangkan empat aksesi A.
annua lainnya hanya teramplifikasi dengan baik sampai lokus yang berukuran 400 pb. Namun demikian amplifikasi aksesi AHULr pada lokus yang lebih besar dari 400 pb tidak sebaik amplifikasi aksesi VCOS. Hal ini dapat dilihat dari jumlah fragmen yang teramplifikasi pada masing-masing aksesi pada masing-masing kelompok lokus tersebut (Lampiran 5).
VCOL dan VCOS secara taksonomis berasal dari spesies yang sama dengan nilai kemiripan yang diperoleh dalam penelitian ini 65.8%. Karakteristik pembeda antara kedua aksesi pada taraf molekuler berdasarkan penelitian ini adalah pola amplifikasi AFLP pada lokus 255-400 pb.
Lima aksesi A. annua tidak mengelompok ke dalam satu kelompok, melainkan terbagi menjadi dua kelompok pada koefisien kemiripan 0.71. Aksesi AHULr memisah dari empat aksesi A. annua lainnya (AHUL, AHIL, AUNL dan AHUS) yang lebih mengelompok. Hal ini disebabkan aksesi AHULr masih teramplifikasi sampai lokus yang yang berukuran 565 pb walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit dibanding aksesi VCOS, sedangkan empat aksesi A. annua lainnya hanya teramplifikasi dengan baik sampai lokus 400 pb, sehingga sebagian genom Artemisia yang dipelajari berdasarkan situs restriksi Pst1 dan Mse1 menunjukkan aksesi VCOL lebih mengelompok ke spesies A. annua dibanding spesies A. vulgaris, sedangkan aksesi AHULr tidak mengelompok kepada empat aksesi dari spesies A. annua lainnya.
26
Gambar 10 Dendogram dari lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP.
Adanya perbedaan amplifikasi pada lokus yang berukuran lebih besar dari 255 pb, baik pada aksesi A. annua mapupun aksesi A. vulgaris, meyebabkan lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris tidak mengelompok berdasarkan spesiesnya.
Pengelompokan aksesi yang berasal dari spesies A. annua dengan aksesi yang berasal dari spesies A. vugaris pada analisis dengan menggunakan 111 lokus AFLP menyebabkan tidak dapat dijelaskan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian genom Artemisia yang dipelajari berdasarkan situs restriksi Pst1 dan Mse1 dengan menggunakan tiga primer selektif belum cukup untuk menjelaskan keragaman keseluruhan genom A. annua maupun A. vulgaris.
Analisis Komponen Utama 111 Lokus AFLP
Analisis Komponen Utama berdasarkan penanda 111 lokus AFLP menunjukkan bahwa karakter yang diamati memiliki nilai keragaman 100% pada karakter ke 6 (Tabel 2). Berdasarkan analisis ini terdapat 105 karakter yang diasumsikan tidak berpengaruh terhadap keragaman lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris.
koefisien
27 Tabel 2 Analisis komponen utama lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
berdasarkan data 111 lokus AFLP Karakter Nilai Ciri Persentase
Keragaman
Persentase Akumulasi Keragaman
1 48.781 44 44
2 21.346 19 63
3 12.973 12 75
4 11.162 10 85
5 9.907 9 94
6 6.832 6 100
Hasil plot dua dimensi hanya dapat menggambarkan keragaman sebanyak 63%.
Plot dua dimensi menunjukkan bahwa lima aksesi A. annua dan dua aksesi A.
vulgaris dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pola pengelompokan berdasarkan Analisis Komponen Utama serupa dengan pola pengelompokan berdasarkan dendogram dengan koefisien kemiripan 0.65 (Gambar 11).
Gambar 11 Plot dua dimensi lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 111 lokus AFLP.
Hasil Analisis Komponen Utama berdasarkan data 111 lokus hasil amplifikasi AFLP terhadap lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris menunjukkan nilai
10 5
0 -5
-10 10.0
7.5
5.0
2.5
0.0
-2.5
-5.0
komponen pertama
komponen kedua
AHULr
VCOS AHIL AHUS
AUNL AHUL
VCOL
28 ciri lebih dari satu diperoleh pada karakter satu sampai karakter enam (Tabel 2).
Komponen Utama I dapat menerangkan keragaman lokus hasil AFLP sebesar 44%, sedangkan Komponen Utama II, Komponen Utama III, Komponen Utama IV, Komponen Utama V, dan Komponen Utama VI berturut-turut sebesar 19%, 12%, 10%, 9% dan 6%.
Analisis Komponen Utama dari matriks peragam data biner hasil AFLP menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT pada lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berhasil mengidentifikasi sepuluh lokus yang mempunyai nilai mutlak Komponen Utama terbesar pada Komponen Utama I, II, III, IV, V, dan VI (Tabel 3). Nilai terbesar pada Komponen Utama I terdapat pada lokus ke 53. Nilai terbesar pada KU Komponen Utama II terdapat pada lokus ke 20, 101, 103 dan 109.
Nilai terbesar pada Komponen Utama III, terdapat pada lokus ke 98. Nilai terbesar pada Komponen Utama IV terdapat pada lokus ke 34 dan 35. Nilai terbesar pada Komponen Utama V terdapat pada lokus ke 9. Nilai terbesar pada Komponen Utama VI terdapat pada lokus ke 4.
Tabel 3 Nilai mutlak Komponen Utama (KU) terbesar dari 111 lokus AFLP lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris
No Lokus Ke
KU I (44%)
KU II (19%)
KU III (12%)
KU IV (10%)
KU V (9%)
KU VI (6%)
1 4 0.033 0.114 0.033 0.044 0.074 0.292
2 9 0.055 0.028 0.039 0.07 0.271 0.067
3 20 0.051 0.183 0.046 0.04 0.102 0.041
4 34 0.049 0.003 0.037 0.274 0.043 0.039
5 35 0.049 0.003 0.037 0.274 0.043 0.039
6 53 0.137 0.012 0.022 0.077 0.036 0.007
7 98 0.039 0.015 0.266 0.008 0.015 0.016
8 101 0.033 0.183 0.085 0.045 0.098 0.051
9 103 0.033 0.183 0.085 0.045 0.098 0.051
10 109 0.033 0.183 0.085 0.045 0.098 0.051
Masing-masing lokus teramplifikasi secara beragam pada ketiga primer. Lokus ke 4 teramplifikasi pada VCOL, AUNL, VCOS dan AHULr. Lokus -9 teramplifikasi pada AHUL dan AUNL. Lokus ke -20, -101, -103 dan -109 teramplifikasi pada
29 AHULr dan VCOL. Lokus ke -34, -35, -53 dan -98 teramplifikasi pada semua sampel, kecuali AHIL.
Analisis Komponen Utama pada 111 lokus AFLP menunjukkan bahwa aksesi VCOL yang lebih mengelompok ke aksesi AHUL, AUNL, AHUS, AHIL dan AHULr (berdasarkan dendogram) memiliki hubungan paling dekat dengan aksesi AHULr berdasarkan amplifikasi lokus ke -20, -101, -103 dan -109.
Analisis 48 Lokus AFLP(lokus 1-48)
Analisis berdasarkan 48 lokus AFLP yang terdiri atas fragmen yang berukuran 100-255 pb, perlu dilakukan karena dari 657 fragmen total yang teramplifikasi dari 100-565 pb lebih separuhnya, 372 fragmen, berada pada daerah yang berukuran 100- 255 pb (Lampiran 5). Selain itu sebaran amplifikasi pada masing-masing aksesi hampir merata. Pada daerah 100-255 pb semua aksesi mempunyai hasil amplifikasi yang baik sehingga dilakukan analisis untuk daerah ini. Hasil analisis diharapkan dapat lebih menggambarkan keragaman antara A. annua dengan A. vulgaris dan keragaman diantara spesies A. annua sendiri.
Analisis Kemiripan 48 Lokus AFLP
Hasil matriks koefisien kemiripan penanda AFLP antara lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan 48 lokus yang teramplifikasi dengan menggunakan primer M-CAC, M-CAG dan M-CAT, rentang nilainya berkisar 0.542- 0.764 (Lampiran 7). Nilai koefisien terendah ditemukan antara aksesi AHIL dengan VCOS, sedangkan nilai koefisien tertinggi ditemukan antara aksesi AHUL dengan AHUS dan VCOL dan AHUS. Hal ini berarti bahwa jarak genetik antara aksesi AHIL dengan VCOS tidak terlalu jauh, karena mempunyai kemiripan 54.2%. Aksesi AHUL dengan AHUS dan VCOL dan AHUS memiliki jarak genetik yang dekat, karena mempunyai kemiripan 76.4%.
30 Analisis Gerombol 48 Lokus AFLP
Analisis gerombol berdasarkan data AFLP membentuk dendogram dengan koefisien kemiripan berkisar 0.65-0.76 (Gambar 12). Pada koefisien kemiripan 0.68 dapat dibentuk dua kelompok. Kelompok I terdiri atas aksesi VCOS dan AHULr.
Kelompok II terdiri atas aksesi VCOL, AHUS, AHUL, AUNL dan AHIL.
Gambar 12 Dendogram lima aksesi A. annua dan dua aksesi A. vulgaris berdasarkan data 48 lokus AFLP
Analisis menggunakan 48 lokus AFLP memberikan hasil yang berbeda dengan hasil analisis 111 lokus AFLP. Perbedaan paling jelas terlihat pada aksesi VCOS dan AHULr yang mengelompok pada koefisien kemiripan 68% terpisah dari lima aksesi lainnya. Analisis 111 lokus menunjukkan bahwa aksesi VCOS tidak mengelompok ke spesies A. vulgaris ataupun ke spesies A. annua. Diduga hal ini terjadi karena aksesi VCOS teramplifikasi lebih baik pada lokus yang berukuran 100-565 pb daripada aksesi AHULr, sedangkan empat aksesi lainnya kecuali aksesi VCOL hanya teramplifikasi dengan baik pada lokus yang berukuran 100-255 pb. Analisis 48 lokus AFLP menunjukkan bahwa dugaan tersebut benar. Tidak dianalisisnya lokus-lokus yang lebih besar dari 255 pb pada analisis 48 lokus AFLP menyebabkan aksesi VCOS mengelompok ke aksesi AHULr.
koefisien