• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Molekuler pada Serangga Elaedobius kamerunicus Faust.(Coleoptera : Curculionidae) Asal Sumatera Utara Menggunakan Metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Molekuler pada Serangga Elaedobius kamerunicus Faust.(Coleoptera : Curculionidae) Asal Sumatera Utara Menggunakan Metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anggereini, E. 2008. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Suatu Metode Analisis DNA Dalam Menjelaskan Berbagai Fenomena Biologi. Jurnal Biospecies Vol 1 (2) : 73-76.

Ardiana, Dwi W. 2009. Teknik Isolasi DNA Genom Tanaman Pepaya Dan Jeruk Dengan Menggunakan Modifikasi Bufer CTAB. Buletin Teknik Pertanian Vol. 14 No. 1. Hal 12-16.

Arif, G. A. 2009. Pemanenan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Identifikasi Serangga Penyerbuk Di Pt. Bina Sains Cemerlang, Minamas Plantation, Sumatera Selatan. [Skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Astuti, Dwi. 2011. Variasi Gen Mitokondria Cytochrome b pada Dua Jenis Burung

Kakatua Putih (Cacatua alba dan C. Moluccensis). Jurnal Biologi Indonesia, (Online), 7 (2) : 263-276

Azizah, A. 2009. Perbandingan Pola Pita Amplifikasi DNA Daun, Bunga, Dan Buah Kelapa Sawit Normal Dan Abnormal. [Skripsi]. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Erniwati dan S, Kahono. 2012. Keanekaragaman dan Potensi Musuh Alami Dari Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) di Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Vol 21 (2) : 9-5.

Fatchiyah, Dra, M.Kes. Ph. D. 2011. Isolasi DNA & RNA.Table of Genetic Disorders. Jurusan Biologi. Universitas Brawijaya.

Govarthanan, M., Guruchandar A., Arunapriya, S. Selvankumar, T., Selvam, K., 2011.Genetic variability among Coleus sp. studied by RAPD banding pattern analysis.International Journal for Biotechnology and Molecular Biology Research Vol. 2(12), pp. 202-208.

Harumi, E, R. 2011. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Di Ptpn Viii Cimulang, Bogor. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Herlinda, S., Y, Pujiastuti., T, Adam., dan R, Thalib. 2006. Daur Hidup Kumbang Penyerbuk, Elaeidobius kamerunicus (Coleoptera: curculionidae) Bunga Kelapa Sawit (Elaeis guineensis). Vol 3 (1) : 10-12.

(2)

Hutaharuk CH, Sipayung A, Soedharto PS. 1982. Elaeidobius kamerunicus hasil uji kekhususan inang dan perananya sebagai penyerbuk kelapa sawit. BuI PPM 3: 7-21.

Langga, I, F., M, Restu., dan T, Kuswinanti. 2012. Optimalisasi Suhu dan Lama Inkubasi Dalam Ekstraksi Dna Tanaman Bitti (Vitex cofassus Reinw)Serta Analisis Keragaman Genetik Dengan Teknik Rapd-Pcr. Jurnal Sains dan Teknologi Vol (12) : 3 : 265-276.

Mueller, U. G. And Wolfenbarger, L.L. 1999. AFLP Genotyping and Fingerprinting. Reviews.Tree, V.14.

Muzuni., D, A, Adi., dan S, Syarif. 2014. Karakterisasi Fragmen Gen 18S Rrna Pokea (Batissa violacea celebensis Martens, 1897) Di Sungai Pohara Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe. Vol 1 (1) : 25-38.

Padmalatha, K. Jayaram, K., Prasad, M, N, V. 2006.A Rapid Protocol for the Isolation of Polysaccharide and Polyphenolic-Free Genomic DNA for RAPD Analysis of Threatened Medicinal Plants. Medicinal and Aromatic Plant Science and Biotechnology. Global Science Books.

Saefudin. 2007. Genetika. [Skripsi]. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Saunders, J.A., S. Mischke, dan A.A. Hemeida, 2001. The use of AFLP techniques

for DNA fingerprintingin plants. Beckman Coulter, Inc.,Fullerton. 9 hlm.

Simatupang, B dan Widyaiswara. 2011. Pemanfaatan Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeidobius kamerunicus) Dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Kelapa Sawit. [Skripsi]. Universitas Jambi.

Sitepu, R. H. 2008. Kajian Musuh Alami Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaies guineensis Jacq). [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara.

Siregar, A. Z. 2006. Kelapa Sawit Minyak Nabati Berprospek Tinggi. [Skrispsi]. Universitas Sumatera Utara.

Sunarno., A, Rizki., K, Sariadji., A, Malik., A, Karuniawati., dan A, Soebandiro. 2013. Direct Polymerase Chain Reaction:Sebuah Alternatif Metode Diagnostik Difteri Secara Cepat, Mudah dan Hemat. Mekara Sari Kesehatan 17 (2) : 88-94.

(3)

Tamura, K., Dudley, J., Nei, M. And Kumar, S.2007. MEGA 4: Molecular Evolutionary Genetiks Analisis (MEGA) Software Version 4.0. Molecular Biology Evolution, 24(8): 1596-1599.

Vos, P., Hogers, R., Bleeker, M., Reijans, M., van de Lee, T., Hornes,M., Frijters, A., Pot, J., Peleman, J., Kuiper, M., Zabeau, M.,1995. AFLP: a new technique for DNA fingerprinting. Nucleic Acids Res. 11 : 4407–4414. Yanti, F, A. 2011. Populasi Kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust PadaTanaman

Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Di PtpnViii Kebun Sukamaju, Cikidang, Sukabumi. [Skripsi]. Fakultas Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

(4)

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Marihat Sumatera Utara dengan ketinggian tempat ± 400 m di atas permukaan laut mulai bulan Mei sampai dengan September 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah imago E. kamerunicus, imago S. oryzae, ethanol 70%, Genomic DNA Mini Kit, buffer A, dNTP. BioReagents Taq DNA polymerase, EcoR1, Tru91, buffer F, buffer H, ddH2O, T4 DNA ligation buffer, T4 buffer, Agarose, MgCl2, PCR buffer, 1 kb DNA Ladder, NH4 reaction buffer, Biotaq dan bahan lain yang akan mendukung penelitian ini (Lampiran 1).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah PCR Real Time, homogenizer rotorstator, sentrifuge, tabung reaksi, alat elektroforesis, hot plate, gelas ukur, mikropestle, pipet tetes, botol, pinset dan alat lain yang mendukung penelitian ini (Lampiran 1).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode AFLP, dengan mengambil DNA E. kamerunicus kemudian diekstraksi menggunakan Genomic DNA Mini Kit lalu

(5)

Pelaksanaan Penelitian Pengoleksian Serangga Uji

Serangga uji E. kamerunicus diambil dari beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Utara yang telah dikumpulkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Marihat yang kemudian dikumpulkan dan ditempatkan pada botol yang berisi ethanol 70% dan disimpan ke dalam freezer. Sampel yang dipakai pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 (Lampiran 2).

Tabel 1. Sampel Uji Yang Dipakai Dalam Penelitian.

No Kabupaten Jumlah

(6)

Genotipe E. Kamerunicus Berdasarkan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)

Dilakukan penggabungan DNA (dari sampel nomor 1 hingga 6, pada masing-masing daerah pengambilan sampel). Perbandingan volume DNA tiap individu sama dengan konsentrasi masing-masing sampel adalah10 ng/µL. Proses AFLP untuk tiap penggabungan sampel DNA menggunakan protokol Vos et al., (1995). Protokol tersebut diaplikasikan pada masing-masing perlakuan

penggabungan DNA. Tahapan pada protokol AFLP tersebut adalah sebagai berikut:

o Pemotongan DNA genom: setiap campuran terdiri dari 9,75 μl DNA, 0,3 μl

EcoRI (15 U/ μl) (Invitrogen), 0,5 μl Tru9I (10 U/μl) (Promega), 0,6525 μl

buffer F (10x), 0,0725 μl buffer H (10x) dan 0,0725 μl 0,5% BSA (buffer dan

BSA tersedia bersama dengan masing-masing enzim restriksi). Total larutan

diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37°C, kemudian diinkubasi pada suhu

70°C selama 15 menit dan didinginkan hingga suhu kamar.

o Ligasi adaptor dengan fragmen DNA hasil pemotongan: adaptor EcoRI dan

Tru9I dipanaskan masing-masing pada suhu 95°C selama 5 minutes, kemudian

didinginkan perlahan hingga suhu kamar. DNA genom hasil pemotongan kemudian diligasi dengan adaptor dengan mencampur DNA hasil pemotongan dengan adaptor dalam reaksi yang terdiri dari 1,25 μl EcoRI adaptor

(Invitrogen), 1,25 μl Tru9I adaptor (Invitrogen), 1,25 μl T4 DNA ligase (1 U/ μl) (Invitrogen), 2,4 μl T4 DNA ligation buffer (5x) (Invitrogen) dan 5,85 μl

PCR grade water (Invitrogen). Larutan tersebut diinkubasi pada suhu 20°C

selama 2 jam dan kemudian disimpan pada 4°C hingga akan digunakan.

(7)

o Pre-amplifikasi produk ligasi: satu reaksi amplifikasi terdiri dari 2 μl produk

ligasi, 14,76 μl pre-amplification primer mix (Invitrogen), 2 μl PCR buffer (10x), 1,2 μl MgCl2 (25 mM), dan 0,04 μl BioTaq DNA polymerase

(Bioline). PCR buffer dan MgCl2 tersedia bersama dengan taq polymerase. PCR dilakukan pada mesin C1000 Touch Cycler (BioRad),dengan program:

20 siklus pada 94°C selama 30 detik, 56°C selama 1 menit dan 72°C selama 1

menit. Hasil pre-amplifikasi diencerkan 50 kali dengan Ultrapure destillet water (Invitrogen) untuk tahap berikutnya.

o Amplifikasi selektif: Satu reaksi terdiri dari 0,1 μl BioTaq DNA polymerase

(Bioline), 0,8 μl primer selektif Tru9I (5 μM) (Sigma), 0.8 μl primer selektif

EcoRI (5 μM) (Sigma), 2 μl hasil pre-amplifikasi yang sudah diencerkan, 13,3 μl Ultrapure destillet water (Invitrogen), 0,4 μl dNTPs (10 mM) (Promega), 2

μl NH4 reaction buffer (10x) dan 0,6 μl MgCl2 (50 mM). NH4 reaction buffer

dan MgCl2 tersedia bersama dengan taq polymerase. PCR menggunakan

mesin C1000 Touch Cycler (BioRad), dengan program: 94°C selama 2 menit,

13 siklus pada 94°C selama 30 detik, 65°C (annealing temperature) selama 30

detik dan 72°C selama 1 menit, dan menurunkan annealing temperature 0.7°C

setiap siklus. Tahap ini kemudian diikuti oleh 23 siklus pada 94°C selama 30

(8)

Ditahap Amplifikasi selektif PCR sampel DNA E. Kamerunicus menggunakan 3 primer yaitu :

- HEX (EcoR1 ACA – Mse1 CTT) - FAM (EcoR1 AGG – Mse1 CAG) - FAM (EcoR1 AGG – Mse1 CTT)

o Primer selektif EcoRI diberi label fluoresen yang berbeda sehingga hasil

amplifikasi dengan label yang berbeda dapat digabung sebagai satu sampel pada analisis fragmen menggunakan capillary sequencer, menggunakan jasa yang disediakan secara komersial oleh 1stBASE (Malaysia). Profil AFLP pada masing-masing sampel E. kamerunicus dibandingkan menggunakan perangkat lunak GeneMarker®version 1.97 (SoftGenetics LLC®), untuk perbandingan jumlah individu yang DNA-nya digabung pada protokol BSA-AFLP, dan untuk mengidentifikasi polimorfisme antar DNA sampel E. kamerunicus. Sekuensing Langsung Produk PCR (Polymerase Chain Reaction)

Sampel yang digunakan pada masing-masing produk PCR adalah 10 μl. Dilakukan direct sequencing pada hasil amplifikasi menggunakan jasa komersial yang disediakan oleh 1stBASE (Malaysia) (Lampiran 5).

Analisis Keragaman Genetik E. kamerunicus

(9)

Peubah Amatan

Tingkat Keragaman E. kamerunicus di Setiap Kabupaten

Pengamatan dilakukan dengan membandingkan tingkat keragaman E. kamerunicus di beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Utara dengan

menggunakan pohon silsilah sehingga diperoleh hubungan kekerabatan yang sesuai. Filogenetik E. Kamerunicus Berdasarkan Basa Nitrogen Nukleotida

Pengamatan dilakukan dengan membandingkan tingkat keragaman E. Kamerunicus di beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Utara dengan

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi DNA

Beberapa metode isolasi DNA yang dilakukan pada penelitian ini memungkinkan hasil isolat DNA yang berbeda. Hal ini bergantung pada efektifitas metode tersebut dalam menghasilkan isolat DNA baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya serta efisiensi waktu pengerjaan. Hasil yang diperoleh tergantung pada teknik isolasi yang digunakan dan ketelitian cara pengerjaan. Teknik molekuler bervariasi dalam cara pelaksaan untuk mendapatkan data, baik tekniknya maupun tingkatan target data yang diinginkan sesuai kemudahan pelaksanaan, ketersediaan sumber daya manusia, fasilitas, dan dana (Karp dkk., 1997 dalam Ardiana, 2009).

DNA yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil isolasi DNA dari kumbang E. kamerunicus sebanyak 42 sampel dan kutu beras sebagai kontrol sebanyak 3 sampel yang diambil dari beberapa daerah di provinsi Sumatera Utara.

(11)

Elektroforesis Gel Agarose

Dalam penelitian ini penulis menggunakan gel agarose dengan konsentrasi 1%. Konsentrasi gel agarose sangat mempengaruhi laju migrasi DNA pada proses elektroforesis. Hal ini sesuai dengan penelitian Fatciyah (2011) dimana konsentrasi agarose yang digunakan akan menentukan besarnya pori-pori gel yang akan memisah-misahkan DNA. Semakin rendah konsentrasi agarose maka matriks gel akan semakin kecil dan fragmen DNA dapat dipisah semakin jauh berdasarkan ukurannya. DNA yang sudah di ekstraksi langsung di elektroforesis gel agarose untuk melihat jelas atau tidaknya pita DNA dari sampel yang di uji. Elektroforesis gel agarose DNA hasil ekstraksi disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil Elektroforesis DNA hasil ekstraksi E. Kamerunicus dan kutu beras (S. oryzae).

(12)

disimpan pada suhu 4oC, dan dapat digunakan untuk aplikasi selanjutnya (Syam et al., 2012).

Berdasarkan hasil elektroforesis DNA, hasil ekstraksi penelitian ini tampak jelas tetapi terdapat beberapa sampel yang smear (kabur). Hasil yang jelas akan menyebabkan penempelan primer yang sempurna pada DNA tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Langga et al., (2012) menjelaskan bahwa dimana penanda genetik (RAPD) sangat sensitif pada kondisi reaksi serta kualitas DNA template. Oleh karena itu diperlukan konsentrasi dan kemurnian DNA primer serta prosedur penyiapan DNA genom konsisten.

Ekstraksi sampel dengan Genomic DNA mini kit berhasil mengisolasi genom kumbang E. kamerunicus Faust. Hal tersebut dapat dilihat pada pita genom yang jelas, meskipun masih terdapat smear (kabur). Hasil ekstraksi ini menunjukan bahwa isolasi DNA genom berhasil dengan baik sehingga dapat digunakan untuk analisis selanjutnya yaitu Amplifikasi PCR.

Amplifikasi dan Genotyping

Tabel 2. Urutan Primer Yang Dipakai Dalam Penelitian Ini Didalam Proses Amplifikasi dan Genotyping.

No Nama Primer Kombinasi

1. Hex (EcoR1 ACA – Mse1 CTT) Kombinasi 16

2. FAM (EcoR1 AGG – Mse1 CAG) Kombinasi 10

3. FAM (EcoR1 AGG – Mse1 CTT) Kombinasi 14

Sebanyak 45 sampel pada setiap primernya telah dianalisis menggunakan

(13)

hasil ekstraksi DNA E. kamerunicus yang terlalu sedikit. Hal ini sesuai dengan literatur Yulianti (2006) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan metode yang benar dan dapat menghasilkan DNA dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi, sebaiknya dilakukan pengujian mengenai langkah-langkah yang dilakukan, bahan-bahan yang digunakan beserta ukurannya serta eksplan apa yang paling banyak mengandung DNA, sehingga untuk penelitian, DNA yang diperoleh bisa tampak lebih jelas. Pada Gambar 5-7 menunjukkan bahwa produk amplifikasi primer diseparasi dengan elektroforesis gel agarose 1% dan divisualisasikan dengan UV transimulator.

Gambar 5. Hasil Elektroforesis DNA hasil PCR tahap restriksi/ligasi sampel E. kamerunicus dan kutu beras (S. oryzae).

(14)

Adapter berfungsi menyamakan dua ujung pragmen hasil digesti dan sebagai tempat menempelnya primer untuk proses amplifikasi selanjutnya. Hasil positif ligasi dapat dilihat pada akhir proses AFLP karena urutan basa pada primer sehingga bila proses ligasi gagal maka proses amplifikasi tidak akan berjalan (Saunders et al., 2001).

Gambar 6. Hasil Elektroforesis DNA hasil PCR tahap pre-amplifikasi produk ligasi sampel E. kamerunicus dan kutu beras (S. oryzae).

(15)

smear (kabur) pada elektroforesis gel poliakrilamid.

Gambar 7. Hasil Elektroforesis DNA hasil PCR tahap selektif amplifikasi sampel E. kamerunicus dan kutu beras (S. oryzae).

Pada Gambar 7 di atas menjelaskan hasil elektroforesis tahap selektif amplifikasi dari hasil preamplifikasi sebelumnya. Tahap ini bertujuan untuk lebih menunjukkan perbedaan ukuran pita yang mampu menggambarkan polimorfisme dari sampel. Menurut (Saunders et al., 2001) basa-basa selektif pada primer melekat pada fragmen hasil digesti yang memiliki basa–basa berkomplemen. Perbedaan basa–basa selektif pada setiap primer mengakibatkan perbedaan amplifikasi fragmen, sehingga menghasilkan perbedaan pita berdasarkan ukuran pita yang dihasilkan dari masing–masing sampel. Perbedaan ukuran pita menggambarkan polimorfisme dari sampel.

(16)

disebabkan tidak terjadinya amplifikasi, mungkin terjadi karena primer yang digunakan tidak sesuai dengan DNA cetakan. Beberapa bukti percobaan menunjukkan bahwa perbedaan satu pasang basa saja cukup menyebabkan ketidaksesuaian cetakan primer yang kemudian mencegah amplifikasi. (Williams et al., 1990)

Muncul atau tidaknya pita pada setiap primer berpengaruh terhadap konsentrasi primer yang juga berpengaruh terhadap intensitas produk PCR-AFLP. Menurut Padmalatha dan Prasad (2006) konsentrasi primer yang terlalu rendah atau terlalu tinggi menyebabkan tidak terjadinya amplifikasi. Rasio yang rendah antara primer dan DNA cetakan dapat menyebabkan produk AFLP yang dihasilkan tidak konsisten.

Teknik AFLP dapat mendeteksi polimorfisme pada serangga E. Kamerunicus dengan menganalisis seluruh genom. Polimorfisme yang dihasilkan

(17)

Berdasarkan hasil elektroforesis tahap PCR pada gambar 5-7 terdapat beberapa pita DNA tersebut tidak terbentuk secara sempurna. Pada saat didokumentasikan dengan menggunakan Gel-doc terlihat pita-pita yang smear (tidak jelas/kabur). Hal ini disebabkan pita DNA yang tidak terbentuk secara sempurna. Hal ini sesuai dengan literatur Azizah (2009) hasil amplifikasi yang kurang baik dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian primer, efisiensi, dan optimasi proses PCR. Primer yang tidak spesifik atau sesuai dapat menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan sasaran atau sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi. Optimasi PCR juga diperlukan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan yang menyangkut suhu denaturasi dan annealing DNA dalam mesin PCR. Suhu denaturasi yang rendah dapat menyebabkan belum terbukanya DNA utas ganda sehingga tidak memungkinkan terjadinya penempelan primer. Proses penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak terjadi karena primer tidak menempel atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer menempel pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya. Hal ini menyebabkan teramplifikasi banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu penempelan ini ditentukan berdasarkan primer.

Analisis Keragaman Genetik E. kamerunicus Faust.

(18)

biner yang nantinya akan dianalisis di software MEGA versi 6 dengan menggunakan metode Neighbor Joining Tree. Hasil data skoring DNA dengan menggunakan 3 primer (Lampiran 7).

(19)

Gambar 8. Pohon filogenetik 42 sampel kumbang E. kamerunicus dan 3 sampel kutu beras (S. oryzae) yang dianalisis berdasarkan software MEGA versi 6 dengan metode Neighbor Joining Tree.

(20)

Pada hasil dendogram pada Gambar 8 juga menunjukkan pada kelompok A memiliki 2 kelompok yang dimana terdapat kelompok 1 terdiri dari semua kabupaten yang dijadikan sampel uji dan di kelompok 2 terdiri dari Marihat dan Bah Birong Ulu yang dimana pada kelompok 1 juga terdapat 1 sampel yang berasal dari Bah Birong Ulu. Dari kelompok tersebut bisa diliat Marihat dan Bah Birong Ulu memiliki geografis yang sama yaitu merupakan daerah dataran tinggi hal ini sesuai dengan (Astuti, 2011) yang menyatakan berdasarkan letak geografis, variasi genetik dipengaruhi oleh biogeografi atau pengaruh lingkungan. Dalam biogeografi dipelajari bahwa penyebaran organisme dari suatu tempat ke tempat lainnya melintasi berbagai faktor penghalang. Faktor-faktor penghalang ini menjadi pengendali penyebaran organisme. Faktor penghalang yang utama adalah iklim dan topografi. Faktor lingkungan utama yang berpengaruh terhadap persebaran makhluk hidup adalah faktor fisik (abiotik) adalah iklim (suhu, kelembaban udara, angin), air, tanah, dan ketinggian permukaan bumi, dan yang termasuk faktor non fisik (biotik) adalah manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten dan Keadaan Tanaman di Sumatera Utara, Tahun 2014

Daerah/Kabupaten Luas Areal (Ha)

3 Ajamu/Kab. Labuhan Batu Selatan

(21)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa produksi kelapa sawit di 7 daerah di Sumatera Utara memiliki tingkat perbedaan yang signifikan hanya pada daerah Marihat dan Bah Birong Ulu yang memiliki nilai produksi yang sama di karenakan daerah tersebut terletak dalam kabupaten yang sama. Hal ini membuktikan dan mampu menjelaskan dari perbedaan yang terdapat di hasil dendogram pada kelompok 1 dan 2 yang terdapat di dalam kelompok A bahwa hubungan kekerabatan E. kamerunicus di Sumatera Utara tidak mempengaruhi dalam meningkatkan

produksi kelapa sawit.

Pengelompokkan sampel kumbang E. kamerunicus dan kutu beras (S. oryzae) berdasarkan marka AFLP menunjukkan perbedaan dan kemiripan

genetik antar sampel. Perbedaan dan kemiripan genetik tersebut dihasilkan berdasarkan pola pita DNA (Mueller dan Wolfenbarger, 1999). Sampel kumbang E. kamerunicus yang tergolong dalam satu kelompok memiliki beberapa pola pita yang

mirip dari beberapa kabupaten di Sumatera Utara namun untuk sampel kutu beras dari kota Medan yang tergolong dalam satu kelompok terdapat perbedaan pola pita seperti pada sampel Medan 1 berbeda pola pitanya dengan sampel Medan 2 dan Medan 3.

Pada penelitian ini dilakukan perbandingan dengan spesies outgroup yaitu S. oryzae (kutu beras). Dilihat dari pohon filogenetik pada Gambar.9, jarak genetik dan

(22)

yang hampir sama dengan E. kamerunicus, mudah dicari dan memiliki hubungan kekerabatan yang jauh dari E. kamerunicus pada tingkat spesies.

Kelompok outgrup berguna untuk mengetahui keakuratan hubungan kekerabatan E. Kamerunicus pada setiap daerah sehingga dengan adanya kutu beras sebagai outgrup yang telah diketahui memiliki hubungan yang jauh dengan E.

Kamerunicus maka hasil filogenetik akan dapat terpercaya. Menurut Swofford et al., (1996) untuk mendapatkan hasil yang meyakinkan maka

ditambahkan outgrup pada hasil akhir yang sudah diketahui hubungannya yang jauh dengan sempel.

Kelompok outgroup sangat dibutuhkan dalam pembuatan pohon filogenetik karena moyang terakhir dari suatu kelompok yang lebih modern (Kielak, 2009). Oleh karena itu kelompok outgroup yang dipilih dari penelitian ini merupakan spesies yang berbeda pada tingkatan genus. Spesies yang digunakan moyang adalah S. oryzae yang termasuk dalam genus sitophilus. Hasil topologi pohon filogenetik

(23)

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Analisis filogenetik dari DNA genom E. kamerunicus dari berbagai kabupaten di Sumatera Utara dengan menggunakan metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) ditemukan adanya keragaman

genetik.

2. Penggunaan primer HEX (EcoR1 ACA – Mse1 CTT), FAM (EcoR1 AGG – Mse1 CAG) dan FAM (EcoR1 AGG – Mse1 CTT) dalam metode AFLP dinilai sangat efisien dan tepat untuk serangga E. kamerunicus dikarenakan mampu menghasilkan keragaman genetik yang tergolong cukup tinggi dengan koefisien kesamaan yang rendah.

3. Pada pohon filogenetik didapati dua kelompok besar yaitu kelompok A yang terdiri dari kumbang E. kamerunicus yang terdapat di beberapa kabupaten di Sumatera Utara,sedangkan kelompok B terdiri dari kutu beras (S. oryzae) yang terdapat di Kota Medan.

(24)

SARAN

1. Penelitian ini masih perlu di lakukan dengan menggunakan primer yang lebih spesifik lagi agar di dapat hasil yang lebih maksimal untuk kedepannya. 2. Sebaiknya ada penelitian lebih lanjut mengenai sekuen E. kamerunicus

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae)

Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur–larva–pupa–imago. E. kamerunicus memiliki peran dalam penyerbukan tanaman kelapa sawit. Penyerbukan terjadi karena kumbang ini tertarik dengan aroma bunga jantan, kemudian mendekati, dan saat hinggap di bunga jantan, serbuk sari akan melekat di tubuhnya. Sewaktu hinggap di bunga betina yang mekar (reseptif), serbuk sari akan terlepas dari kumbang dan menyerbuki bunga betina. Selain itu, kumbang ini tidak berbahaya dan tidak mengganggu tanaman lain, karena kumbang ini hanya dapat makan dan bereproduksi pada bunga jantan kelapa sawit (Harumi, 2011).

E. kamerunicus merupakan kumbang penyerbuk kelapa sawit yang efektif

karena bersifat spesifik dan beradaptasi sangat baik pada tanaman kelapa sawit (Siregar, 2006). Kumbang ini hanya dapat makan, bertelur, dan berkembang biak pada bunga jantan kelapa sawit, walaupun kumbang ini dapat makan pada tanaman yang lain, seperti kelapa (Cocos nucifera), bunga sepatu (Hibiscus rosasinensis),

bunga kanna (Cana indica), dan ubi kayu (Manihot utilisima) (Hutaharuk et al., 1982).

(26)

penyerbukan yang maksimal. Penyerbukan tidak hanya dilakukan oleh angin tetapi juga perlu dibantu oleh serangga penyerbuk (Herlinda et al., 2006).

Kelapa sawit adalah tanaman monoecious, yaitu bunga jantan dan betina ditemukan dalam satu tanaman. Bunga jantan dan betina matang (anthesis) pada waktu yang berbeda atau sangat jarang terjadi bersamaan. Penyerbukan alami terjadi dengan bantuan angin atau serangga, tetapi biasanya kurang efektif sehingga jumlah buah yang dihasilkan relatif lebih sedikit pada setiap tandannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh tandan-tandan dengan jumlah buah yang optimal, penyerbukan dapat dibantu melalui penyerbukan bantuan (assisted pollination). Penyerbukan kelapa sawit paling efektif menggunakan E. kamerunicus, yang bersifat spesifik dan beradaptasi baik pada musim basah maupun kering (Harumi, 2011).

Tanaman kelapa sawit adalah satu-satunya tanaman inang bagi E. kamerunicus dimana serangga ini dapat bertelur dan berkembang biak dengan

baik. E. kamerunicus bertelur setelah berumur 2-3 hari sebanyak 1-11 butir per hari yang diletakkan di dalam yang dibuat pada sisi luar tangkai kantong sari bunga kelapa sawit yang sedang mekar. Telur bewarna kuning jeruk, bentuknya lonjong, panjang + 0,65 mm dan lebar + 0,40 mm (Sitepu, 2008).

(27)

Gambar1. Kumbang E. kamerunicus tampak dari sisi ventral dengan memakaipembesaran 80 kali dengan mikroskop digital.

.

Adapun klasifikasi dari serangga penyerbuk kelapa sawit ini adalah sebagai berikut :Kingdom : Animalia; Filum : Arthropoda; Kelas: Insecta; Ordo: Coleoptera ; Famili : Curculionidae; Genus: Elaeidobius; Spesies : Elaeidobius kamerunicus Faust. (Simatupang dan Widyaiswara, 2011)

DNA (Deoxyribonucleid acid)

DNA/ADN (Deoxyribonucleid acid /Asam deoksiribosa nukleat) merupakan molekul paling terkenal saat ini, karena molekul ini merupakan substansi penurunan sifat. DNA merupakan suatu polimer heliks ganda yang terdiri dari nukleotida, setiap nukleotida terdiri dari tiga komponen satu basa nitrogen, satu gula pentosa yang disebut deoksiribosa, dan satu gugusfosfat (Saefudin, 2007).

(28)

Gambar 2. Struktur doubel heliks DNA, dan komponen-komponen penyusunnya. Sumber : (Saefuddin, 2007).

Ekstraksi untuk mendapatkan DNA berkualitas tinggi merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam analisis molekuler. Masalah-masalah dalam ekstraksi DNA masih merupakan hal penting yang perlu diatasi. Berbagai teknik analisis biologi molekuler berdasarkan pada hibridisasi molekuler atau Polymerase Chain Reaction (PCR) membutuhkan DNA dalam jumlah yang cukup dan kualitas

yang baik (Restu dan Gusmiaty, 2012).

(29)

spektofotometer, sedangkan kuantitas DNA diukur dengan alat spektrofotometer (Muzuni et al., 2014).

PCR (Polymerase Chain Reaction)

PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah besar fragmen DNA spesifik dengan panjang dan sekuens yang telah ditentukan dari sejumlah kecil template kompleks. PCR merupakan suatu tekhnik sangat kuat dan sensitif yang dapat diaplikasi dalam berbagai bidang seperti biologi molekuler, diagnostik, genetika populasi dan analisis forensik (Anggereini, 2008).

Keberhasilan proses PCR juga ditentukan oleh jenis enzim DNA polimerase yang digunakan. Enzim DNA polimerase yaitu enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Enzim DNA polimerase idealnya harus tahan panas,

mempunyai laju polimerisasi dan prosesivitas yang tinggi (Hewajuli dan Dharmayanti, 2014).

Perkembangan teknik polymerase chain reaction (PCR) terus mengalami kemajuan hingga saat ini. Berbagai modifikasi dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik sesuai tujuan yang ingin dicapai. Salah satu modifikasi dilakukan untuk mempersingkat proses, mempermudah pekerjaan dan menurunkan biaya pemeriksaan melalui pengembangan direct PCR. Jika pada umumnya proses PCR didahului dengan isolasi/ekstraksi DNA yang akan digunakan sebagai sampel atau DNA template, hal itu tidak dilakukan pada direct PCR (Sunarno et al., 2013).

Metode PCR dibedakan menjadi dua yaitu PCR konvensional dan real time. Analisis hasil amplifikasi fragmen DNA pada PCR konvensional

(30)

jumlah DNA yang diamplifikasi dapat dideteksi dan diukur di setiap siklus proses PCR (Hewajuli dan Dharmayanti, 2014).

Metode PCR dibedakan menjadi dua yaitu PCR konvensional dan real time. Perbandingan prosedur antara PCR konvensional dan PCR real time

secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan prosedur PCR konvensional dan real time. Sumber : (Hewajuli dan Dharmayanti, 2014).

AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism)

AFLP adalah teknik yang menggabungkan kekuatan RFLP (pemotongan DNA dengan enzim restriksi) dan fleksibilitas teknologi PCR (Vos et al., 1995). Tahapan teknik AFLP terdiri dari ekstraksi DNA, pemotongan DNA dengan menggunakan enzim restriksi (biasanya menggunakan EcoR1 dan Mse1), meligasi fragmen restriksi dengan sekuen adapter, amplifikasi dengan PCR menggunakan dua

Isolasi DNA atau RNA dan analisis

Transkriptase balik

Analisis data Pengukuran hasil PCR dengan densitometri

(31)

primer yang berkomplemen dengan sekuen adapter, dan pemisahan amplikon dengan mengggunakan gel poliakrimid atau elektroporesis kapiler.

(32)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia Komoditas perkebunan kelapa sawit telah berkembang dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Produksi kelapa sawit di Indonesia telah meningkat selama sepuluh tahun terakhir ini, sebesar 7,5% per tahun. Faktor yang mendukung tanaman ini mencapai produktivitas yang tinggi, diantaranya adalah tanah, iklim, dan faktor pendukung lain yaitu optimalisasi serangga penyerbuk (Yanti, 2011).

Laju perkembangan areal tanam kelapa sawit di Indonesia semakin pesat, sehingga memerlukan jumlah pupuk dan input produksi lain yang juga semakin pesat. Faktor yang mempengaruhi produktivitas kelapa sawit antara lain curah hujan, jenis tanah, pemupukan, umur tanaman, dan populasi tanaman. Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas adalah penyerbukan. Keberhasilan penyerbukan akan meningkatkan fruit set buah tandan sehingga produksi juga meningkat (Arif, 2009).

Penyerbukan kelapa sawit paling efektif menggunakan E. kamerunicus, karena bersifat spesifik, yaitu dapat beradaptasi dengan baik. Bentuk bunga kelapa sawit sesuai dengan ukuran kumbang yang kecil sehingga kumbang tersebut mudah masuk di sela-sela bunga hingga paling dalam. Kondisi populasi kumbang sawit dalam suatu lingkungan perkebunan kelapa sawit sangat menentukan tingkat keberhasilan dari produksi buah (Erniwati dan Kahono, 2012).

(33)

singularis, Elaeidobius bilineattusm, Prosoestus sculplitis, P. minor, Thrips

hawaiiensis, Pyroderces sp. dan beberapa dari ordo coleopteran, dipteral,

hymenoptera serta heteroptera (Simatupang dan Widyaiswara, 2011).

Salah satu jenis serangga penyerbuk kelapa sawit yang dibahas pada penelitian ini adalah Kumbang (E. kamerunicus) yang lebih dikenal dengan sebutan serangga penyerbuk kelapa sawit dimana memiliki peran yang sangat menguntungkan dalam proses penyerbukan kelapa sawit. Namun dewasa ini terjadi penurunan produksi kelapa sawit yang di akibatkan karena adanya penurunan populasi E. kamerunicus di kebun.

Dalam bidang pemuliaan tanaman, pemanfaatan E. kamerunicus hingga saat ini masih terbatas pada seleksi dan uji lapangan dengan menggunakan karakter morfologi dalam mendeskripsikan serangga. Karakter morfologi telah banyak dipergunakan, namun karakter morfologi memiliki kendala yaitu adanya faktor lingkungan sehingga perbedaan antar spesies berkerabat dekat sering kali sulit diamati. Kebanyakan karakter sulit dianalisis karena tidak memiliki sistem pengendalian genetik yang sederhana. Oleh karena itu, diperlukan adanya analisis molekuler. Teknik molekuler memberikan peluang untuk mengembangkan dan mengidentifikasi peta genetik dari suatu kultivar. Pendekatan genetika molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah berhasil membentuk penanda molekuler yang mampu mendeteksi gen dan sifat sifat tertentu dan mengevaluasi keragaman dan evolusi pada tingkat genetik. Beberapa teknik penanda DNA tersebut adalah Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD), Restriction Fragment Length

Polymorphism (RFLP), Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP), Simple

(34)

Variasi genetik E. Kamerunicus dilihat dari polimorfisme yang digambarkan dengan perbedaan pola pita yang dipisahkan berdasarkan ukuran berat molekul. Polimorfisme adalah variasi alel pada lokus DNA tertentu dari suatu populasi. Data polimorfisme dapat digunakan untuk melihat variasi genetik pada populasi E. kamerunicus. Variasi tersebut diharapkan terekspresi sampai tingkat fenotip E.

kamerunicus. Salah satu teknik untuk mendeteksi adanya variasi genetik adalah

AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism).

Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai karakterisasi molekuler dari serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus asal Indonesia dengan menggunakan metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Tujuan Penelitian

Memanfaatkan teknik AFLP untuk mengetahui keragaman genetik E. kamerunicus di beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Utara.

KegunaanPenelitian

- Sebagai dasar pertimbangan untuk mengimpor serangga penyerbuk jenis baru dari Afrika yang akan mempengaruhi jumlah fruit set.

(35)

ABSTRAK

MHD. RIZA FAHLEVI. Karakterisasi Molekuler Pada Serangga Elaeidobius

kamerunicus Faust. (Coleoptera; Curculionidae) Asal Sumatera Utara Menggunakan Metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Di bawah bimbingan DARMA BAKTI dan SUZANNA FITRIANY SITEPU.

Serangga Elaeidobius kamerunicus berasal dari Afrika dan diintroduksi ke Indonesia di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Marihat. Adanya perubahan gen Elaeidobius kamerunicus menjadi salah satu faktor yang mengurangi produksi minyak kelapa sawit di Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman genetik Elaeidobius kamerunicus berdasarkan analisis molekuler dengan teknik Amplified Fragment Length Polimorphysm (AFLP) menggunakan 3 primer. Analisis keragaman menggunakan program MEGA Versi 6. Pohon filogenetik dikontruksi dengan cara ‘Neighbor - Joining Tree’. Hasil amplifikasi Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) terhadap 42 sampel genom Elaeidobius kamerunicus dan 3 sampel genom Sitophilus oryzae sebagai kontrol menunjukkan adanya keragaman yang tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa Elaeidobius kamerunicus secara genetik dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar , dan untuk genom Sitophilus oryzae membentuk satu kelompok besar. Kelompok A terdiri dari Elaeidobius kamerunicus yang terdapat di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, sedangkan kelompok B terdiri dari Sitophilus oryzae yang terdapat di Kota Medan.

(36)

ABSTRACT

MHD. RIZA FAHLEVI.

Insect Molecular characterization Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera; Curculionidae) Origin North Sumatra

Method Using Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Supervised by

DARMA BAKTI and SUZANNA FITRIANY SITEPU.

Elaeidobius kamerunicus insect originated in Africa and was introduced to

Indonesia in Palm Research Center, Marihat. The change of gene Elaeidobius kamerunicus be one of the factors that reduce the production of palm oil

in North Sumatra. This study aims to determine the genetic diversity of Elaeidobius

kamerunicus based molecular analysis techniques amplified fragment length polimorphysm (AFLP) using three primers. Analysis of variance using the program MEGA version 6. The phylogenetic tree constructed by means of 'Neighbor-Joining Tree'. Amplification product amplified fragment length polymorphism (AFLP) of

the 42 samples of genomic Elaeidobius kamerunicus and 3 samples of Sitophilus

oryzae genome as a control showed a high diversity. The analysis showed that Elaeidobius kamerunicus genetically can be grouped into two major groups, and to

the genome of Sitophilus oryzae form one large group. A group consisting of

Elaeidobius kamerunicus contained in several districts in North Sumatra, while

group B consists of Sitophilus oryzae contained in Medan.

Keywords : Elaeidobius kamerunicus, Genetic diversity, Amplified Fragment

(37)

KARAKTERISASI MOLEKULER PADA SERANGGA Elaeidobius kamerunicus Faust.

(Coleoptera: Curculionidae) ASAL SUMATERA UTARA MENGGUNAKAN METODE

Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)

SKRIPSI

MHD. RIZA FAHLEVI

120301038

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(38)

KARAKTERISASI MOLEKULER PADA SERANGGA Elaeidobius kamerunicus Faust.

(Coleoptera: Curculionidae) ASAL SUMATERA UTARA MENGGUNAKAN METODE

Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)

SKRIPSI

MHD. RIZA FAHLEVI

120301038

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(39)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Karakterisasi Molekuler Pada Serangga Elaedobius kamerunicus Faust.(Coleoptera : Curculionidae)

Asal Sumatera Utara Menggunakan Metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP)

Nama : Mhd. Riza Fahlevi NIM : 120301038

Program Studi : Agroekoteknologi

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(40)

ABSTRAK

MHD. RIZA FAHLEVI. Karakterisasi Molekuler Pada Serangga Elaeidobius

kamerunicus Faust. (Coleoptera; Curculionidae) Asal Sumatera Utara Menggunakan Metode Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Di bawah bimbingan DARMA BAKTI dan SUZANNA FITRIANY SITEPU.

Serangga Elaeidobius kamerunicus berasal dari Afrika dan diintroduksi ke Indonesia di Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Marihat. Adanya perubahan gen Elaeidobius kamerunicus menjadi salah satu faktor yang mengurangi produksi minyak kelapa sawit di Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan mengetahui keragaman genetik Elaeidobius kamerunicus berdasarkan analisis molekuler dengan teknik Amplified Fragment Length Polimorphysm (AFLP) menggunakan 3 primer. Analisis keragaman menggunakan program MEGA Versi 6. Pohon filogenetik dikontruksi dengan cara ‘Neighbor - Joining Tree’. Hasil amplifikasi Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) terhadap 42 sampel genom Elaeidobius kamerunicus dan 3 sampel genom Sitophilus oryzae sebagai kontrol menunjukkan adanya keragaman yang tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa Elaeidobius kamerunicus secara genetik dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar , dan untuk genom Sitophilus oryzae membentuk satu kelompok besar. Kelompok A terdiri dari Elaeidobius kamerunicus yang terdapat di beberapa kabupaten di Sumatera Utara, sedangkan kelompok B terdiri dari Sitophilus oryzae yang terdapat di Kota Medan.

(41)

ABSTRACT

MHD. RIZA FAHLEVI.

Insect Molecular characterization Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera; Curculionidae) Origin North Sumatra

Method Using Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP). Supervised by

DARMA BAKTI and SUZANNA FITRIANY SITEPU.

Elaeidobius kamerunicus insect originated in Africa and was introduced to

Indonesia in Palm Research Center, Marihat. The change of gene Elaeidobius kamerunicus be one of the factors that reduce the production of palm oil

in North Sumatra. This study aims to determine the genetic diversity of Elaeidobius

kamerunicus based molecular analysis techniques amplified fragment length polimorphysm (AFLP) using three primers. Analysis of variance using the program MEGA version 6. The phylogenetic tree constructed by means of 'Neighbor-Joining Tree'. Amplification product amplified fragment length polymorphism (AFLP) of

the 42 samples of genomic Elaeidobius kamerunicus and 3 samples of Sitophilus

oryzae genome as a control showed a high diversity. The analysis showed that Elaeidobius kamerunicus genetically can be grouped into two major groups, and to

the genome of Sitophilus oryzae form one large group. A group consisting of

Elaeidobius kamerunicus contained in several districts in North Sumatra, while

group B consists of Sitophilus oryzae contained in Medan.

Keywords : Elaeidobius kamerunicus, Genetic diversity, Amplified Fragment

(42)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 12 Juni 1995, dari Ayahanda Hamzah, Amd dan Ibunda Sri Eka Lestari, SH. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di sekolah dasar pada tahun 2000-2006 di SD Negeri 064979 Medan. Pendidikan menengah pertama di tempuh dari tahun 2006-2009 di SMP Negeri 7 Medan. Penulis menyelesaikan pendidikan

menengah atas di SMA Negeri 3 Medan dengan Jurusan IPA pada tahun 2009-2012.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Agoekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Jalur Undangan. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Satria Windu Seraya Rumbai, Pekanbaru Riau

pada tahun 2015.

(43)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakterisasi Molekuler Pada Serangga E. kamerunicus Faust. (Coleoptera: Curculionidae) Asal Sumatera Utara Menggunakan Metode Amplified Fragment Length Polimorphysm (AFLP)“. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda Hamzah, Amd dan Ibunda Sri Eka Lestari, SH yang telah memberikan dukungan moral maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Meirani Ritonga, S.Pi, dan Adik penulis Mhd. Ichwanul Dwi Nugroho dan Andhara Luthfiah Prameswari yang telah memberikan dukungan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS selaku Ketua dan Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M.Si selaku Anggota yang telah memberikan bimbingan dan masukan yang berharga bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(44)

Terima kasih kepada Bayu Syahputra, SP dan seluruh teman-teman seperjuangan di Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan stambuk 2012 dan juga teman-teman Agroekoteknologi 5 stambuk 2012 Program Studi Agroekoteknologi, terima kasih juga penulis ucapkan kepada mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi stambuk 2009-2011 yang telah memberikan masukan bagi skripsi ini, serta kepada berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang Hama Penyakit Tumbuhan.

Medan, Desember 2016

(45)

DAFTAR ISI

Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae)... 5

DNA (Deoxyribonucleid acid)……….. 6

PCR (Polymerase Chain Reaction)... 8

AFLP (Amplified Fragment Length Polymorphism)... 9

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian... 11

Alat dan Bahan Penelitian ... 11

Metode Penelitian……….. 12

Pelaksanaan Penelitian ... 12

Pengoleksian Serangga Uji ... 12

Pengekstraksian DNA E. Kamerunicus... 12

Genotipe E. kamerunicus Berdasakan Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) ... 13

Sekuensing Langsung Produk PCR ... 15

Analisis Keragaman Genetik E. kamerunicus... 15

Peubah Amatan... ... 16

(46)

Filogenetik E. Kamerunicus Berdasarkan Basa Nitrogen

Nukleotida... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA ... 17

Elektroforesis Gel Agarose ... 18

Amplifikasi dan Genotyping ... 19

Analisis Keragaman Genetik E. kamerunicus Faust. ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 30

Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(47)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kumbang Elaeidobius kamerunicus ... 6 2. Struktur double heliks DNA, dan komponen-komponen penyusunnya 7 3. Perbandingan prosedur PCR konvensional dan real time ... 9 4. Hasil Elektroforesis DNA hasil ekstraksi Elaeidobius kamerunicus

dan kutu beras (Sitophilus oryzae)……….. 18 5. Hasil Elektroforesis DNA hasil PCR tahap restriksi/ligasi sampel

Elaeidobius kamerunicus dan kutu beras (Sitophilus oryzae)………… 20

6. Hasil Elektroforesis DNA hasil PCR tahap pre-amplifikasi produk

ligasi sampel Elaeidobius kamerunicus dan kutu beras (S.oryzae)... 21 7. Hasil Elektroforesis DNA hasil PCR tahap selektif amplifikasi sampel

Elaeidobius kamerunicus dan kutu beras (Sitophilus oryzae). ... 22 8. Pohon filogenetik 42 sampel kumbang Elaeidobius kamerunicus dan 3

(48)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1.. Sampel Uji Yang Dipakai Dalam Penelitian... 12 2. Urutan Primer Yang Dipakai Dalam Penelitian Ini Didalam

Proses Amplifikasi dan Genotyping.. ... 19

3. Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Kabupaten dan Keadaan Tanaman di Sumatera Utara,

(49)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Alat dan Bahan Penelitian ... 35

2. Sampel E. kamerunicus dari beberapa kabupaten Sumatera Utara ... 40

3. Pengekstraksian DNA………. 43

4. Proses elektroforesis gel agarose DNA……….. 44

Gambar

Tabel 1. Sampel Uji Yang Dipakai Dalam Penelitian.
Gambar 4. Hasil Elektroforesis DNA hasil ekstraksi E. Kamerunicus dan kutu beras (S. oryzae)
Tabel 2. Urutan Primer Yang Dipakai Dalam Penelitian Ini Didalam Proses Amplifikasi dan Genotyping
Gambar 5-7 menunjukkan bahwa produk amplifikasi primer diseparasi dengan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bedasarkan penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan terdapat perbedaan yang bermakna pada nilai D-dimer sebelum dan setelah mendapatkan terapi heparin

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, maka Biaya

 Adalah setiap komponen dari solusi yang benar? Telah desain dan kode diperiksa?.. 4) Memeriksa hasil untuk akurasi (pengujian dan

Muhammad Amunuddin, dr., SpJP(K), FIHA, FAsCC selaku Ketua Program Studi saat saya memulai pendidikan dan saat ini selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Jantung dan

Penggunaan kata “ لا ” bermakna “jangan” dalam Al-Qur’an dapat dikategorikan dalam tiga bidang kajian pendidikan Islam, yaitu: (a) Akidah terdapat 102 ayat, di

Birokrasi Nomor 18 Tahun 2017tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2016 tentang Nomenklatur

Ragam hias yang sangat banyak dari suku Melayu Riau biasanya digunakan dalam ukiran dan kerajinan tangan, dalam penulisan ini berkosentrasi pada perancangan dan pengembangan

Bentuk silinder pada massa bangunan utama menciptakan ruang terbuka atau inner court di dalam yang menjadi area primer sedangkan bentuk silindernya sendiri menjadi area