ADSORPSI–FOTODEGRADASI BIRU METILENA OLEH
NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO
2YANG DIEMBAN
DENGAN ZnO
SHINTA PURWASIH
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Adsorpsi– fotodegradasiBiru Metilena oleh Nanokomposit Kaolin/TiO2 yang Diemban
dengan ZnO adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
SHINTA PURWASIH. Adsorpsi–fotodegradasi Biru Metilena oleh Nanokomposit Kaolin/TiO2 yang Diemban dengan ZnO.Dibimbing oleh SRI
SUGIARTI dan AHMAD SJAHRIZA.
Limbah zat warna sintetik seperti biru metilena mencemari perairan.Nanokomposit kaolin/TiO2 dibuat untuk digunakan dalam proses
adsorspsi–fotodegradasi di bawah sinar ultraviolet (UV). Nanokomposit tersebut dibuat dengan cara pasta dan ball milling.Semikonduktor ZnO digunakan sebagai pengemban untuk menjalankan proses fotodegradasi pada daerah sinar tampak.Hasil difraksi sinar-X menunjukkan bahwa nanokomposit kaolin/TiO2
maupun kaolin/TiO2/ZnO berhasil dibuat.Namun, pengembanan ZnO menurunkan
kristalinitas nanokomposit.Hasil scanning electron microscopy menunjukkan morfologi permukaan nanokomposit kaolin/TiO2 dengan cara pasta dan setelah
diemban dengan cara ball millingberbeda. Pengembanan ZnO meningkatkan kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2.Hasil fotodegradasi menunjukkan
bahwa ZnO meningkatkan aktivitas fotokatalisisdi bawah penyinaran UV maupun tampak.Akan tetapi, aktivitas fotokatalisis nanokomposit ini masih lebih baik di bawah penyinaran UV daripada di bawah penyinaran tampak.
Kata kunci: fotodegradasi, kaolin, kapasitas adsorpsi, nanokomposit kaolin/TiO2/ZnO
ABSTRACT
SHINTA PURWASIH. Adsorption–photodegradation of Methylene Blue by ZnO-Doped Kaolin/TiO2 Nanocomposite.Supervised by SRI SUGIARTI and AHMAD
SJAHRIZA.
Synthetic dye waste such as methylene blue pollutes aquatic evironment. Kaolin/TiO2 nanocomposite was made for adsorption–photodegradation process
under UV light. The nanocomposite was prepared by paste and ball milling methods. Semiconductor ZnO was used as dopant to ease photodegradation in visible-light range. X-ray diffraction results showed that kaolin/TiO2 and
kaolin/TiO2/ZnO nanocomposites were successfully made. However, ZnO doping
decreased crystallinity of the nanocomposites. Scanning electron microscopy results showed that the surface morphology of the nanocomposite made by using paste method and that of doped nanocomposite made by using ball milling method were different. ZnO doping increased the adsorption capacity of the nanocomposite. Photodegradation results showed that ZnO doping improved the photocatalytic activity of the nanocomposites under UV and visible irradiation. However, the photocatalytic activity of the nanocomposites was relatively better under UV irradiation than that under the visible irradiation.
Keywords: adsorption capacity, kaolin, kaolin/TiO2/ZnO nanocomposites,
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Program Studi Kimia
SHINTA PURWASIH
ADSORPSI–FOTODEGRADASI BIRU METILENA OLEH
NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO
2YANG DIEMBAN
DENGAN ZnO
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Adsorpsi–fotodegradasi Biru Metilena oleh Nanokomposit Kaolin/TiO2 yang Diemban dengan ZnO
Nama : Shinta Purwasih
NIM : G44090022
Disetujui oleh
Sri Sugiarti, PhD Pembimbing I
Drs Ahmad Sjahriza Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Eti Rohaeti, MS Plh. Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Adsorpsi-fotodegradasi Biru Metilena oleh Nanokomposit Kaolin/TiO2
yang Diemban dengan ZnO”.Skripsi ini adalah hasil dari penelitian yang dilaksanakan dari bulan Mei hingga Juli 2013 bertempat di Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Sri Sugiati, PhD selaku pembimbing pertama dan Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku pembimbing kedua atas semua bimbingan, saran, dan kerja samanya yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak, Ibu, adik, dan keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Bapak Syawal, Bapak Sunarsa, Bapak Mulyadi, Bapak Wawan, dan Mas Eko yang telah membantu dalam memfasilitasi penelitian di dalam laboratorium. Terima kasih kepada teman-teman kimia 46, Indri, Sara, Tri, dan Hendri atas semangat yang telah diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki kekurangan.Oleh karena itu, kritik dan saran diharapkan guna memperbaiki skripsi ini.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
METODE 3
Bahan dan Alat 3
Lingkup Penelitian 3
Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2 (Nisaa 2011) 3
Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2/ZnO 3
Pencirian Nanokomposit 4
Penentuan Kapasitas Adsorpsi (Nisaa 2011) 4
Uji Fotodegradasi (Nisaa 2011) 4
HASIL DAN PEMBAHASAN 4
Nanokomposit Kaolin/TiO2 dan Kaolin/TiO2/ZnO 4
Karakteristik Nanokomposit Kaolin/TiO2 dengan Metode XRD 5
Karakteristik Nanokomposit Kaolin/TiO2/ZnO dengan Metode XRD 6
Morfologi Nanokomposit KT3 dan KT3Z 9
Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO2 10
Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO2/ZnO 11
Fotodegradasi Nanokomposit Kaolin/TiO2 12
Fotodegradasi Nanokomposit Kaolin/TiO2/ZnO 15
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 20
DAFTAR TABEL
1 Kristalinitas nanokomposit kaolin/TiO2 dan kaolin/TiO2/ZnO 9
DAFTAR GAMBAR
1 Struktur biru metilena 1
2 Struktur kaolinit (Murray 1999) 1
3 Difraktogram nanokomposit KT1, KT2, dan KT3 5 4 Difraktogram kaolin Bangka Belitung dan TiO2 (Nisaa 2011) 6
5 Difraktogram nanokomposit KT1 dan KT1Z 7
6 Difraktogram nanokomposit KT2 dan KT2Z 7
7 Difraktogram nanokomposit KT3 dan KT3Z 8
8 Difraktogram nanokomposit KT1Z, KT2Z, dan KT3Z 8 9 Morfologi permukaan: (a) KT3 dan (b) KT3Z 10 10 Kapasitas adsorpsi kaolin, KB, KT1, KT2, dan KT3 10 11 Kapasitas adsorpsi kaolin, KT1Z, KT2Z, dan KT3Z 12 12 Spektrum fotodegradasi dengan penyinaran UV: BM, TiO2, ZnO, KT1,
KT2, dan KT3 12
13 Residu BM, TiO2, ZnO, KT1, KT2, dan KT3 hasil penyinaran UV 14
14 Spektrum fotodegradasi dengan penyinaran tampak: BM, TiO2, ZnO,
KT1, KT2, dan KT3 14
15 Residu BM, TiO2, ZnO, KT1, KT2, dan KT3 hasil penyinaran tampak 15
16 Spektrum fotodegradasi dengan penyinaran UV: BM, TiO2, ZnO, TZ,
KT1Z, KT2Z, dan KT3Z 16
17 Residu TiO2, ZnO, TZ, KT1Z, KT2Z, dan KT3Z hasil penyinaran UV 16
18 Spektrum fotodegradasi dengan penyinaran tampak: BM, TiO2, ZnO,
TZ, KT1Z, KT2Z, dan KT3Z 17
19 Residu TiO2, ZnO, TZ, KT1Z, KT2Z, dan KT3Z hasil penyinaran
tampak 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data 2θ dan intensitas puncak nanokomposit kaolin/TiO2 20
2 Data 2θ dan intensitas puncak nanokomposit kaolin/TiO2/ZnO 20
3 Kristalinitas nanokomposit kaolin/TiO2 dan kaolin/TiO2/ZnO 21
4 Kapasitas adsorpsi kaolin, kaolin/bahan pengikat, dan nanokomposit
kaolin/TiO2 22
5 Kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2/ZnO 25
PENDAHULUAN
Limbah zat warna sintetik merupakan salah satu penyebab utama pencemaran di perairan. Zat warna sintetik yang banyak digunakan dalam industri adalah biru metilena (Basic Blue 9). Zat warna ini merupakan bahan pewarna dasar yang sangat penting dan relatif murah dibandingkan dengan zat warna lain. Biru metilena adalah zat warna kationik yang termasuk ke dalam kelompok zat warna fenotiazin (Zaharia & Suteu 2012).Zat warna ini memiliki struktur kompleks aromatik dan memiliki rumus molekul C16H18N3SCl (Gambar
1).Struktur kompleks aromatiknya membuat zat warna ini lebih stabil sehingga sulit diurai secara hayati.Oleh karena itu, biru metilena dapat berbahaya bagi lingkungan.
Gambar 1 Struktur biru metilena
Kaolin adalah salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai penjerap dalam proses adsorpsi limbah zat warna. Kaolin merupakan campuran dari berbagai mineral berupa lempung dengan komponen utamanya yaitu kaolinit.Kaolinit merupakan suatu aluminium silikat tak berserat yang memiliki rumus molekul Al2O3.2SiO2.2H2O.Kaolinit diklasifikasikan sebagai lempung 2
lapis, yaitu selembar silika tetrahedral dikombinasikan dengan hidroksil oktahedral yang dibagi dengan lembar alumina oktahedral (lapisan 1:1) (Gambar 2).
Gambar 2 Struktur kaolinit (Murray 1999)
2
(sludge) yang kemudian dibakar atau diproses secara mikrobiologi. Proses tersebut menimbulkan masalah baru, yaitu pada proses pembakaran sludgeakan menghasilkan senyawa klorin oksida yang berbahaya dan proses mikrobiologi hanya dapat mendegradasi senyawa yang biodegradabel sedangkan senyawa yang nonbiodegradabel tetap berada dalam sludge yang akan kembali ke lingkungan (Christina et al. 2007).
Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kekurangan proses adsorpsi tersebut adalah menggunakan semikonduktor, seperti TiO2 dan ZnO yang bersifat
fotokalis sebagai bahan komposit dengan kaolin. Proses itu disebut adsorpsi– fotodegradasi. Proses tersebut menggabungkan proses adsorpsi dan fotodegrasi, yaitu proses penguraian suatu senyawa dengan bantuan energi foton. Dalam 1 dasawarsa terakhir, fotodegradasi menggunakan semikonduktor telah terbukti efektif untuk menghancurkan polutan di perairan (Hegde et al. 2005).
Adsorpi–fotodegradsi zat warna Congo Red telah dilakukan oleh Wijaya et al. (2006) dengan membuat nanokomposit TiO2/zeolit dengan bantuan sinar
ultraviolet (UV). Pembuatan nanokomposit tersebut dilakukan dengan cara inklusi oligokation titanium yang diikuti dengan kalsinasi. Nisaa (2011) juga telah melakukan adsorpsi–fotodegradasi zat warna biru metilena. Nanokomposit kaolin/TiO2 dibuat dengan cara pencampuran secara fisik yang ditambahkan
bahan pengikat. Pada penelitian ini, nanokomposit kaolin/TiO2akan dibuat
berdasarkan Nisaa (2011). Pencampuran secara fisik dipilih karena mudah dalam pengerjaan dan membutuhkan waktu yang lebih singkat. Pada penelitian ini, pencampuran juga akan dilakukan menggunakan proses mekanik-kimia, yaitu ball milling. Proses tersebut menggunakan energi mekanik untuk mengaktifkan reaksi kimia dan perubahan struktur. Tujuan dari proses ini antara lain reduksi ukuran partikel, pencampuran, dan perubahan bentuk partikel (McCormick & Froes 1998).
Titanium dioksida (TiO2) merupakan suatu semikonduktor yang bersifat
fotokatalis.Oleh karena itu, logam oksida tersebut banyak digunakan dalam proses fotodegradasi limbah di perairan. TiO2dipilih karena merupakan fotokatalis yang
memiliki fotoaktivitas yang efisien, stabilitas yang tinggi, dan harga yang murah serta tidak bersifat racun (Hashimotoet al. 2005).TiO2 adalah semikonduktor yang
memilki energi band gap sebesar 3.2 eV.Hal itu menunjukkan bahwa TiO2 sebagai
fotokatalis hanya dapat diaktifkan atau dipicu oleh penyinaran pada daerah UV (λ
≤ 387 nm untuk anatase) (Pelaez et al. 2012).Sementara, sinar UV terjadi hanya 4-5% dari spektrum matahari sedangkan sekitar 40% dari foton matahari berada di daerah sinar tampak.
Upaya untuk membuat fotoaktivitas TiO2 berada dalam daerah sinar
tampak dapat dilakukan dengan coupling atau pengembanan suatu semikonduktor.Pada penelitian ini, ZnO digunakan sebagai pengemban.Fei et al. (2012) telah membuat komposit ZnO/TiO2 serta menguji aktivitas fotokatalisnya
dan melaporkan bahwa komposit tersebut memiliki aktivitas fotokatalis yang lebih baik di bawah sinar matahari dibandingkan di bawah sinar UV.
Penelitian ini bertujuan membuat nanokomposit kaolin/TiO2 dengan cara
METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah kaolin dari Bangka Belitung, bahan pengikat, serbuk biru metilena (Merck), serbuk TiO2 anatase (Setia Guna), serbuk
ZnO (Brataco), dan akuades.
Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, alat-alat gelas, oven, shaker (EYELA), sentrifuga (HERMLE), planetory mono mill (FRITSCH), spektrofotometer UV-tampak (Shimadzu Pharmaspec UV-17000), lampu UV, lampu sinar tampak (SIN SEN Blue 14W), Scanning Electron Microscope (SEM), difraktometer sinar-X (XRD)Shimadzu XRD-7000 Maxima.
Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi beberapa tahapan percobaan, yaitu pembuatan nanokomposit kaolin/TiO2 dengan cara pasta dan ball milling, pembuatan
nanokomposit kaolin/TiO2 teremban ZnO dengan cara ball milling, pencirian
nanokomposit dengan XRD dan SEM, penentuan kapasitas adsorpsi, dan uji fotodegradasi.
Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2 (Nisaa 2011)
Nanokomposit kaolin/TiO2 dibuat berdasarkan komposisi kaolin, bahan
pengikat, dan TiO2 dengan perbandingan 7:2:1. Komposisi tersebut dicampur
menggunakan ball milling. Nanokomposit ini diberi kode KT1.Nanokomposit kaolin/TiO2 tanpa bahan pengikat juga dibuat dengan perbandingan kaolin dan
TiO2 adalah 9:1.Nanokomposit ini kemudian disebut KT2. Proses ball milling
dilakukan pada kecepatan rotasi 300 rpm selama 4jam. Nankomposit kaolin/TiO2juga dibuat degan cara pasta. Kaolin, bahan pengikat, dan TiO2
dengan perbandingan 7:2:1 ditambahkan air sehingga menjadi pasta. Pasta diaduk hingga homogen lalu dikeringkan pada suhu 100 oC.Nanokomposit yang kering diuji kestabilannya dalam air.Nanokomposit ini diberi kode KT3.
Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2/ZnO
Nanokomposit yang telah dibuat dengan cara pasta maupun ball milling dicampur dengan serbuk ZnO dengan perbandingan 20:1. Campuran diproses menggunakan ball milling dengan kecepatan 300 rpm selama 4 jam.Nanokomposit kaolin/TiO2 (KT1, KT2, dan KT3) yang telah diemban dengan
Pencirian Nanokomposit
Nanokomposit yang telah dibuat dianalisis menggunakan XRDuntuk mengetahui komposisi dan kristalinitasnya dengan kondisi: atom target Cu, tegangan 40.0 kV, arus 30.0 mA, dan daerah sudut difraksi (2θ): 10-80o. Pencirian nanokomposit juga dilakukan menggunakan SEM untuk mengetahui morfologi dari permukaan nanokomposit.
Penentuan Kapasitas Adsorpsi (Nisaa 2011)
Sebanyak 50 mg sampel ditambahkan larutan biru metilena 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 300 mg/L sebanyak 15 mL.Larutan tersebut dikocok selama 2 jam.Setelah itu, larutan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15 menit.Konsentrasi dari supernatan (biru metilena Ceq) ditentukan dengan spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang maksimum (λmaks).Penentuan λmaks dilakukan dengan mengukur serapan larutan biru metilena pada rentang panjang gelombang 600-700 nm. Larutan baku biru metilena dibuat dengan konsentrasi 0.5, 1.0, 1.5, 2.0, 2.5, dan 3.0 mg/L. Kapasitas adsorpsi ditentukan dengan persamaan berikut,
dimana Q = kapasitas adsorpsi (mg/g), V = volume larutan (L), C0 = konsentrasi
awal (mg/L), Ce = konsentrasi akhir (mg/L), dan m = massa sampel.
Uji Fotodegradasi (Nisaa 2011)
Sebanyak 100 mg sampel dimasukkan ke dalam cawan petri lalu ditambahkan 15 mL larutan biru metilena 100 mg/L. Sampel tersebut diletakkan dalam kotak tertutup dan disinari dengan lampu UV 365 nm dan lampu Sin Sen Blue 14W selama 6 jam. Filtrat sampel dianalisis serapannya dengan sprektofotometer UV-tampak pada panjang gelombang 200-700 nm.Sebagai kontrol juga dilakukan pengujian tanpa penyinaran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nanokomposit Kaolin/TiO2 dan Kaolin/TiO2/ZnO
Nanokomposit kaolin/TiO2 dibuat untuk proses adsorpsi–fotodegradasi.
Kaolin sebagai bahan untuk proses adsorpsi sedangkan TiO2 untuk proses
5
dapat mereduksi ukuran partikel.Ball milling merupakan proses penggilingan dengan menggunakan beberapa bola dengan kecepatan rotasi tertentu. Cara pasta dibuat dengan mencampurkan serbuk kaolin, bahan pengikat, dan TiO2 dengan air
dan diaduk.Pasta nanokomposit kemudian dikeringkan dan digerus.Berdasarkan cara pengerjaannya, cara ball milling lebih praktis dibandingkan dengan cara pasta karena hanya 1 tahap.
Nanokomposit kaolin/TiO2 dicampurkan dengan serbuk ZnO sebagai
pengemban.Pengembanan dilakukan agar aktivitas fotokatalis TiO2ke daerah sinar
tampak. Nanokomposit kaolin/TiO2/ZnO dibuat dengan caraball milling.
Nanokomposit kaolin/TiO2 maupun kaolin/TiO2/ZnO dicirikan dengan XRD dan
digunakan dalam proses adsorpsi fotodegradasi.
Karakteristik Nanokomposit Kaolin/TiO2dengan Metode XRD
Nanokomposit KT1, KT2, dan KT3 masing-masing dicirikan dengan XRD.Gambar 3 adalah perbandingan difraktogram nanokomposit KT1, KT2, dan KT3.Berdasarkan Nisaa 2011, puncak khas kaolin Bangka Belitung yang digunakan dalam pembuatan nanokomposit ini adalah pada 2θ 12.36 dan 24.88 (Gambar 4).Sudut-sudut difraksi tersebut juga mengacu pada JCPDS No. 29-1488 bahwa puncak pada sudut difraksi tersebut adalah puncak khas dari kaolin.Adanya kaolin pada nanokomposit KT1 ditunjukkan pada 2θ 12.3942 dan 24.9194.Pada nanokomposit KT2 ditunjukkan pada 2θ 12.4063 dan 24.9196 sedangkan nanokomposit KT3 ditunjukkan pada 2θ 12.3840 dan 24.9073.Data 2θ dan intensitas nanokomposit KT1, KT2, dan KT3 ditunjukkan pada Lampiran 1.
Puncak khas TiO2 anatase menurut Nisaa 2011 pada 2θ sekitar 25.28
(Gambar 4).Jika dibandingkan dengan difraktogram JCPDS No. 21-1272, maka difraktogram nanokomposit KT1, KT2, dan KT3 menunjukkan adanya TiO2. Pada
nanokomposit KT1, puncak TiO2 berada di 2θ 25.3054 sedangkan puncak TiO2
pada nanokomposit KT2 berada di 2θ 25.3453 sementara puncak TiO2 pada KT3
berada di 2θ 25.3153. Sudut-sudut difraksi tersebut menunjukkan bahwa TiO2
menempel pada kaolin (Nisaa 2011).
6
Difraktogram nanokomposit KT1 dan KT3 memperlihatkan puncak secara berurutan pada 2θ 29.4607 dan 29.4256.Puncak tersebut menunjukkan adanya senyawa kalsium silikat dalam nanokomposit berdasarkan JCPDS No. 51-0092.Hal itu karena dalam pembuatan nanokomposit KT1 dan KT3 menggunakan bahan pengikat dengan komponen utamanya adalah kalsium silikat.
Gambar 4 Difraktogram kaolin Bangka Belitung (---) dan TiO2 (---) (Nisaa 2011)
Karakteristik Nanokomposit Kaolin/TiO2/ZnO dengan Metode XRD
Nanokomposit kaolin/TiO2/ZnO yang telah dibuat masing-masing
dicirikan dengan XRD.Gambar 5 adalah difraktogram nanokomposit kaolin/TiO2
dengan bahan pengikat menggunakan ball milling (KT1) dan nanokomposit KT1 yang telah diemban dengan ZnO (KT1Z).Gambar tersebut menunjukkan puncak kaolin pada 2θ 12.3942 di difraktogram nanokomposit KT1 telah menurun intensitasnya di difraktogram nanokomposit KT1Z (data 2θ dan intensitas tersaji pada Lampiran 2). Hal itu dapat disebabkan pada proses pembuatan nanokomposit KT1Z menggunakan ball milling yang menghasilkan panas sehingga struktur kaolin dapat berubah atau hancur.
Puncak kaolin pada 2θ 24.9194 di difraktogram KT1 telah hilang pada difraktogram KT1Z. Hal itu disebabkan dari efek proses ball milling. Pada difraktogram KT1Z masih terdapat puncak untuk TiO2 pada 2θ 25.3316 dan
7
Gambar 5 Difraktogram nanokomposit KT1 dan KT1Z
Sama seperti nanokomposit KT1Z, difraktogram KT2Z (Gambar 6) menunjukkan intensitas puncak kaolin yang menurun pada 2θ 12.3859 dan 24.9460.Nanokomposit KT2 maupun KT2Z tidak memilki puncak kalsium silikat karena tidak mengandung bahan pengikat.Puncak TiO2 pada difraktogram KT2Z
muncul pada 2θ 25.3415 dan puncak ZnO muncul pada 2θ 31.8094, 34.4662, dan 36.2902 (Lampiran 2).Kristalinitas nanokomposit KT2 sebesar 80.9918% sedangkan nanokomposit KT2Z sebesar 57.6249% (Tabel1, Lampiran 3).
Gambar 6 Difraktogram nanokomposit KT2 dan KT2Z
Intensitas puncak kaolin dalam difraktogram KT3Z menurun dibandingkan dengan puncak kaolin dalam difraktogram KT3 pada 2θ 12.3951 dan 24.8861 (Gambar 7).Pada gambar tersebut, puncak TiO2 dalam nanokomposit
8
Gambar 7 Difraktogram nanokomposit KT3 dan KT3Z
Gambar 8 Difraktogram nanokomposit KT1Z, KT2Z, dan KT3Z
Gambar 8 merupakan perbandingan difraktogram nanokomposit KT1Z, KT2Z, dan KT3Z.Berdasarkan intensitas puncak-puncaknya, nanokomposit KT3Z mengandung lebih banyak kaolin. Hal itu dapat dikarenakan dalam pembuatan nanokomposit KT3 menggunakan cara pasta. Cara ini tidak menggunakan suhu yang terlalu tinggi sehingga terkandung kaolin lebih banyak. Intensitas puncak ZnO pada nanokomposit KT1Z, KT2Z, dan KT3Z hampir sama. Hal ini dapat dikatakan bahwa ZnO menyebar secara merata di semua nanokomposit.Banyaknya senyawa yang terkandung dalam nanokomposit juga dapat mempengaruhi kapasitas adsorpsi dan fotodegradasi.
Tabel 1 adalah data kristalinitas dari nankomposit yang telah dibuat.Berdasarkan tabel tersebut, kristalinitas nanokomposit kaolin/TiO2
menurun setelah diemban dengan ZnO. Penurunan kristalinitas menunjukkan adanya perubahan struktur kristal kaolin (Al2O3.2SiO2.2H2O) menjadi metakaolin
(Al2O3.2SiO2) yang bersifat amorf. Berdasarkan Gambar 5, 6, dan 7 bahwa
9
pemanasan menghilangkan molekul air pada kaolin sehingga struktur kristal kaolin runtuh dan menghasilkan suatu aluminosilikat amorf, metakaolin. Proses ini dikenal sebagai dehidroksilasi. Persamaan reaksi sebagai berikut:
Al2O3.2SiO2.2H2O Æ Al2O3.2SiO2 + 2H2O (Ilic et al. 2010)
Tabel 1 Kristalinitas nanokomposit kaolin/TiO2 dan kaolin/TiO2/ZnO Sampel Kristalinitas (%) Δ Penurunan Kristalinitas
KT1 88.9218
12.1228
KT1Z 76.7990 KT2 80.9918
23.3669
KT2Z 57.6249 KT3 90.6723
13.5771
KT3Z 77.0952
Perubahan struktur kaolin menjadi metakaolin dimulai antara suhu 400 oC dan 500 oC. Pembentukan fase metakaolin didahului oleh variasi bertahap dari jarak interlayer yang meningkat tajam hanya saat runtuhnya struktur berlangsung. Proses ini berlanjut bahkan pada suhu 600 oC sampai perubahan struktur ini selesai (Mitra & Bhattacherjees 1969). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Ilic et al (2010) bahwa metakaolin hampir seluruhnya terbentuk dari kaolin pada suhu 650 oC selama 90 menit. Terbentuknya metakaolin pada nanokomposit yang telah dibuat disebabkan oleh panas dan tekanan dari proses ball milling. Menurut Yadav et al (2012), suhu selama penggilingan bergantung pada energi kinetik bola dan karakteristik bahan dari serbuk dan media penggilingan. Suhu dari serbuk mempengaruhi difusi dan kerusakan serbuk mempengaruhi transformasi fasa yang disebabkan oleh penggilingan.Berdasarkan Tabel 1, nanokomposit dengan bahan pengikat (KT1Z dan KT3Z) memiliki Δ penurunan kristalinitas yang lebih kecil. Hal itu menunjukkan bahwa bahan pengikat membuat nanokomposit dapat mempertahankan struktur kristalnya.
Morfologi Nanokomposit KT3 dan KT3Z
Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk melihat morfologi permukaan nanokomposit KT3 dan KT3Z. Nanokomposit tersebut dibandingkan karena diproses dengan cara yang berbeda. KT3 merupakan nanokomposit kaolin/TiO2 yang diproses dengan cara pasta. Nanokomposit tersebut kemudian
dicampur dengan serbuk ZnO menggunakan ball milling (KT3Z).Gambar 9 adalah hasil SEM perbandingan nanokomposit KT3 dan KT3Z.Gambar 9(a) menunjukkan bahwa nanokomposit kaolin/TiO2 memiliki tekstur permukaan yang
10
Gambar 9 Morfologi permukaan: (a) KT3 dan (b) KT3Z
Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO2
Uji adsorpsi bertujuan untuk menentukan kapasitas adsorpsi dan konsentrasi optimum biru metilena yang terjerap.Gambar 10 adalah grafik perbandingan kapasitas adsorpsi kaolin, komposit kaolin/bahan pengikat (KB), nanokomposit KT1, KT2, dan KT3. Pada penelitian ini, komposit KB dibuat dengan cara pasta. Komposit tersebut dibuat untuk mengetahui pengaruh bahan pengikat yang digunakan terhadap daya adsorpsi nanokomposit.Konsentrasi awal biru metilena yang dapat dijerap oleh kaolin dan komposit KB adalah 100 mg/L dengan kapasitas adsorpsi kaolin dan komposit KB secara berurutan sebesar 20.6122 mg/g dan 19.4420 mg/g (Gambar 10, Lampiran 4).Berdasarkan hasil yang didapat, bahan pengikat tidak secara signifikan mempengaruhi kapasitas adsorpsi dari kaolin.
Gambar 10 Kapasitas adsorpsi kaolin, KB, KT1, KT2, dan KT3
Kapasitas adsorpsi kaolin sebesar 20.6122 mg/g termasuk rendah dibandingkan dengan zeolit P1 yang telah dibuat oleh Erviana (2013) yaitu sebesar 147.13 mg/g. Hal itu karena, struktur kaolinit merupakan lembar silika tetrahedral dengan lembar alumina oktahedral yang digabung dengan hidroksil
0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000
25 50 75 100 150 200 300
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
Konsentrasi Awal (mg/L)
11
oktahedral membentuk lapisan 1:1. Struktur ini memiliki sedikit peluang untuk penggantian dengan unsur-unsur lain. Penggantian tersebut terbatas pada lapisan kaolin sehingga muatan pada lapisan tersebut menjadi rendah (Murray 1999).Prinsip adsorpsi adalah pertukaran antar ion.Rendahnya muatan pada lapisan kaolin menyebabkan kapasitas tukar kation juga rendah sehingga daya jerap kaolin menjadi rendah.Penggantian unsur-unsur menyebabkan kaolin bermuatan negatif yang diimbangi dengan ion H+.Oleh karena itu, kaolin dapat digunakan sebagai penjerap zat warna kationik, seperti biru metilena.Zat warna tersebut dapat mengion dalam larutannya dan kationnya menggantikan ion H+ pada kaolin sehingga biru metilena dapat terjerap.
Nanokomposit KT1 dan KT2 dapat menjerap sampai konsentrasi optimum biru metilena 100 mg/L dengan kapasitas adsorpsi masing-masing 17.7978 mg/g dan 17.9938 mg/g (Gambar 10, Lampiran 4).Nilai tersebut menunjukkan bahwa daya jerap KT1 dan KT2 tidak berbeda nyata. Nanokomposit KT3 dapat menjerap mencapai konsentrasi awalbiru metilena 150 mg/L tetapi dengan daya jerap yang lebih kecil dari KT1 dan KT2, yaitu 16.0516 mg/g. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa daya jerap nanokomposit yang dibuat dengan cara ball milling lebih baik dibandingkan dengan cara pasta. Hal itu dikarenakan proses ball milling dapat mereduksi ukuran partikel (McCormick & Froes 1998) sehingga luas permukaan menjadi lebih besar. Akan tetapi, daya jerap nanokomposit menjadi lebih rendah dibandingkan dengan kaolin. Menurut Fatimah & Wijaya (2005), pengembanan TiO2 pada zeolit menyebabkan agregasi
TiO2 pada permukaan zeolit sehingga menutupi sisi aktif zeolit sebagai penjerap.
Hal tersebut dimungkinkan dapat terjadi juga pada permukaan kaolin.
Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO2/ZnO
Pengaruh pengembanan ZnO terhadap kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2 juga dilakukan.Gambar 11 merupakan perbandingan kapasitas
adsorpsi antara nanokomposit kaolin, KT1Z, KT2Z, dan KT3Z. Nanokomposit KT1Z dapat menjerap biru metilena mencapai konsentrasi awal 100 mg/L dengan kapasitas adsorpsinya sebesar 16.3800 mg/g. Hal ini terjadi penurunan kapasitas adsorpsi setelah KT1 diemban dengan ZnO. Kapasitas adsorpsi KT1 sebesar 17.7978 mg/g. Hal tersebut dapat disebabkan oleh proses ball milling yang mengubah struktur kaolin dan bahan pengikat yang menutupi permukaan kaolin.Berbeda dengan KT1Z, nanokomposit KT2Z dan KT3Z dapat menjerap biru metilena mencapai konsentrasi awal 150 mg/L dengan kapasitas adsorpsinya masing-masing 20.3176 mg/g dan 22.8527 mg/g (Gambar 11, Lampiran 5). Pengembanan ZnO pada nanokomposit KT3 meningkatkan kapasitas adsorpsinya dari sebesar 16.0516 mg/g menjadi 22.8527 mg/g. Nilai tersebut juga lebih tinggi dari kapasitas adsorpsi kaolin, yaitu 20.6122 mg/g pada konsentrasi awal biru metilena 100 mg/L. Nanokomposit kaolin/TiO2 dengan cara pasta yang teremban
G metilena m tersebut. G
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
Gambar 11
Fo
arutan biru g sekitar 60 uktor TiO2
ngalami fot s paling ba ebih baik ak anokomposi h karena itu ebih banyak
12 Spektru KT1, K
u metilena 00-665 nm.
dapat dilih todegradasi na.Artinya, onsentrasi b
menunjukk g sama. Hal dasarkan G ik untuk pr ktivitas fotok
it KT2 terd u, KT2 mem
k terjerap pa
um fotodegr i memiliki
absorbans biru metilen kan bahwa n
l tersebut m Gambar 12 n roses fotode katalisnya d diri dari ka miliki abso na yang tela nanokompo ih kecil da ah berkuran osit KT1 dan
n aktivitas osit KT2 m ru metilena an dengan T sedangkan g lebih ren
aran UV: B ari larutan ng dalam sa
13
Nanokomposit kaolin/TiO2 merupakan media untuk proses
adsorpsi-fotodegradasi. Mekanisme dalam proses tersebut yang diharapkan adalah kaolin berperan dalam proses adsorpsi kemudian TiO2 dengan adanya penyinaran
menyebabkan terjadinya proses fotodegradasi. Proses fotodegradasi merupakan suatu reaksi oksidasi-reduksi dan akhirnya keseluruhan degradasi dari berbagai polutan organik melalui interaksi tersebut dengan menghasilkan lubang (holes) foton atau spesi oksigen reaktif, seperti OH• dan O2•– (Vamathevan et al 2002).
Ketika partikel semikonduktor seperti TiO2 disinari dengan energi sinar yang
sama atau lebih besar dari energi band gap, elektron tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi. Kejadian itu membentuk holes bermuatan positif dalam pita valensi. Elektron dan holes tersebut berpartisipasi dalam reaksi redoks dengan spesi yang terjerap pada permukaan semikonduktor seperti ion hidroksil, molekul air, molekul oksigen terlarut, spesies organik, dan ion logam.Berdasarkan Pelaez et al (2012), keseluruhan reaksi fotodegrasi polutan oleh fotokatalis TiO2 sebagai
berikut,
TiO2 + hv Æ hVB+ + eCB–
hVB+ + eCB–Æ energi
H2O + hVB+Æ •OH + H+
O2 + eCB–Æ O2•–
•OH + polutan ÆÆÆ H2O + CO2
O2•–+ H+Æ •OOH
•OOH + •OOH Æ H2O2 + O2
O2•–+ polutan ÆÆÆ CO2 + H2O
•OOH + polutan Æ CO2 + H2O
Cara lain untuk mengetahui terjadinya proses fotodegradasi adalah mengamati residu dari masing-masing sampel. Berdasarkan Gambar 13, warna residu TiO2 lebih pudar dibandingkan residu nanokomposit kaolin/TiO2. Hasil
spektrum TiO2 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel KT1, KT2, dan KT3
dikarenakan TiO2 yang hampir tidak memiliki daya jerap seperti kaolin pada
nanokomposit kaolin/TiO2.Sebaliknya, spektrum KT1, KT2, dan KT3 lebih
rendah dari TiO2 disebabkan adanya proses adsorpsi biru metilena. Berdasarkan
Gambar mbar 12. Aka ata-rata lebih
4 Spektrum KT1, KT ama seperti
mbar 13, dasi biru m milki absorb
u BM, TiO2,
menunjukka n KT3 mem an tetapi, ab h kecil diba hwa TiO2, K V yang ener
adasi dengan 3
u metilena, ada Gamba da sampel T paling kec
, KT2, dan spektrum sa
n yang sam ang dimiliki dengan sam
cil. Hal itu
KT3 hasil p ampel biru ma dengan s
oleh sampe mpel di baw memiliki akt aan tersebut k yang dig
h besar dari
an tampak:
ZnO, KT1 nunjukkan asarkan Gam
u dapat dik
penyinaran metilena, spektrum sa
el di bawah wah sinar UV
15 warna putih y
mbar 15 Res
Gambar , TZ, KT degradasi b ball milling katalisis TiO sampel TZ m
itu menunj katalisis TiO
2 melalui pe
degradasi b Z memiliki katalisis nan yang lebih b
sidu BM, Ti i bawah pen
es fotodegr ontak pada p na dibanding
na itu, pros an fotodeg otogenerasi inasi e–-h+d n logam ke an dalam pe ekombinasi nyinaran tam
adasi terjad i sampel KT
KT1, KT2, d
komposit K
ektrum foto T3Z. Samp n nanokomp
but dibuat tanpa adan ang lebih tin mbanan Zn
hwa ZnO m permukaan gkan ZnO.G g rendah.Ha g teremban KT3 (spektru enelitian ini
e–-h+dapat posit TiO2
untuk meng nya kaolin.
nggi dari sa O tidak m menghalang
TiO2. Fotok
Gambar 16 al tersebut m
ZnO (KT3Z um KT3 pa
memiliki n/TiO2 tanpa
aruhi oleh TiO2 mem erupakan s
2/ZnO (20:
getahui efe Berdasarka ampel TiO2
meningkatkan gi proses fo
katalis TiO
adi pada da leh rekomb obaan telah alisis. Sala ehnajady et O. Pengemb fkan terjadin
kan residu
ran tampak
ena, TiO2,
sampel uji 1) dengan ek aktivitas
an Gambar
2 dan ZnO.
n aktivitas otokatalisis
2lebih baik
kan sampel an aktivitas lebih baik r 12).Tidak otokatalisis
band gap y band gap aerah sinar binasi dari h dilakukan
Gambar 1
6 Spektrum KT1Z, K ambar 17 le O, dan TZ. R
u dapat dik iliki absorb pak yang di
m fotodegra KT2Z, dan K
ebih terlihat Residu TiO konfirmasi p bans lebih todegradasi
t bahwa pro O2 terlihat le
pada hasil s besar diba i lebih baik
TZ, KT1Z, ktrum UV-KT3Z hasil mbar terseb dan TZ, sam O memiliki
nyata jika n sinar UV pel KT1Z,
n penyinara
oses fotodeg ebih pudar d spektrum U andingkan ma seperti p
absorbans
n oleh foto
KT3Z hasi ampel biru n sinar lamp l TiO2 mem
adi pada sa h residu ZnO
17
g lebih rend Hal itu me kan tetapi, aik di baw pel KT3Z le
esidu TiO2, wa sampel K
ebih besar m
ZnO, TZ, ut, sampel K asil spektrum memiliki abs KT2Z lebih b mengalami p
KT1Z, KT
l KT1, KT2 ZnO men lebih baik nanokomp r UV diba
yinaran tam
du sampel T KT3Z menu ing kecil. O galami prose degradasi.
T3Z hasil p
3 (Gambar n aktivitas
penyinaran /TiO2/ZnO
di bawah
TiO2, ZnO,
TZ, KT1Z, ru metilena 8), gambar Oleh karena es adsorpsi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pencirian dengan XRD menghasilkan data kristalinitas yang menunjukkan nanokomposit kaolin/TiO2 dengan cara pasta (KT3) paling tinggi kristalinitasnya,
yaitu 90.6723% jika dibandingkan dengan nanokomposit kaolin/TiO2 lainnya.
Nanokomposit KT3Z juga memiliki kristalinitas paling tinggi, yaitu 77.0952% jika dibandingkan dengan kaolin/TiO2/ZnO lainnya. Pengembanan ZnO terhadap
nankomposit kaolin/TiO2dengan caraball millingmenurunkan kristalinitas
nanokomposit. Pengembanan TiO2 terhadap kaolin menurunkan kapasitas
adsorpsi karena adanya agregasai TiO2 di permukaan kolin yang menutupi
pori-pori kaolin.Akan tetapi, pengembanan ZnO meningkatkan kembali kapasitas adsorpsinya untuk nanokomposit KT2Z dan KT3Z.Spektrum UV-Tampak fotodegradasi menunjukkan nanokomposit KT1 aktivitas fotokatalisnya lebih baik di bawah penyinaran sinar UV sedangkan KT2 dan KT3 fotokatalisnya lebih baik di bawah penyinaran sinar tampak dengan perbedaan yang sangat kecil. Pengembanan ZnO meningkatkan proses fotodegradasi. Akan tetapi, proses fotodegradasi masih lebih baik terjadi di bawah penyinaran sinar UV. Penambahan bahan pengikat memperbaiki daya tahan struktur kaolin terhadap proses degradasi oleh panas yang dihasilkan ball milling.
Saran
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah pengembanan ZnO dapat memperbaiki aktivitas fotokatalis nanokomposit kaolin/TiO2.Akan tetapi, aktivitas
fotokatalis tersebut masih lebih baik di bawah penyinaran sinar UV.Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi perbandingan bobot nanokomposit dan pengemban, perhitungan persen fotodegradasi, dan perhitungan energi band gap untuk mengetahui efektivitas ZnO sebagai pengemban di bawah penyinaran sinar tampak.Panas dari proses ball milling dapat mengubah struktur kaolin menjadi metakaolin. Panas ini bergantung pada energi kinetik bola. Energi tersebut merupakan suatu fungsi dari massa dan kecepatan. Oleh karena itu, bahan bola dan ukuran maupun distribusi ukuran bola serta kecepatan penggilingan perlu diperhatikan untuk mengurangi perubahan struktur kaolin menjadi metakaolin.
DAFTAR PUSTAKA
Behnajady MA, Modirshahla N, Shokri M, Rad B. 2008. Enhancement of photocatalytic activity of TiO2 nanoparticles by silver doping: photodeposition
versus liquid impregnation methods. GlobalNEST J. 10(1):1-7.
19
menggunakan mesin berkas elektron 350 keV/10 mA.JForumNukl. 1(1):31-44.
Erviana AE. 2013. Sintesis zeolit dan nanokomposit zeolit/TiO2 dari abu laying
dan waterglass serta uji adsorpsi dan fotodegradasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Fatimah I, Wijaya K. 2005.Sintesis TiO2/zeolit sebagai fotokatalis pada
pengolahan limbah cair industri tapioca secara adsorpsi-fotodegradasi.Teknoin. 10(4):257-267.
Fei X, Jia G, Xu X, Hao Y, Wang D, Guo J. 2012. Study on preparation and sunlight photocatalytic activity of porous coupled ZnO/TiO2 photocatalyst.
Optoelectronic Advanc Mater. 6(7-8):709-712.
Hashimoto K, Irie H, Fujishima A. 2005. TiO2 photocatalysis: A historical
overview and future prospects. Japanese J Appl Phys. 44(12):8269-8285. Hegde MS, Nagaveni K, Roy S. 2005. Synthesis, structure and photocatalytic
activity of nano TiO2 and nano Ti1-χMχO2-δ (M = Cu, Fe, Pt, Pd, V, W, Ce,
Zr). Pramana J Phys. 65(4):641-645.
Ilic BR, Mitrovic A, Milicic LR. 2010. Thermal treatment of kaolin clay to obtain metakaolin. HemijsIndust. 64(4):351-356.
Karaoglu MH, Dogan M, Alkan M. 2009. Removal of cationic dyes by kaolinite.Micropor Mesopor Mater. 122:20-27.
McCormick PG, Froes FH. 1998. The fundamentals of mechanochemical processing. JMater. 50(11):61-65.
Mitra GB, Bhattacherjee S. 1969. X-ray diffraction studies on the transformation of kaolinite into metakaolin: I. variability of interlayer spacings. AmericanMineralog. 54:1409-1418.
Murray HH. 1999. Applied clay mineralogy today and tomorrow. Clay Miner. 34:39-49.
Nisaa S. 2011. Adsorpsi biru metilena pada kaolin dan nanokomposit kaolin/TiO2
serta uji sifat fotokatalisis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pelaez et al. 2012.A review on the visible light active titanium dioxide
photocatalysts for environmental applications.Appl Catalys B. 125:331-349. Vamathevan V, Amal R, Beydoun D, Low G, McEvoy S. 2002. Photocatalytic
oxidation of organics in water using pure and silver-modified titanium dioxide particles.J Photochem Photobiol A. 148:233-245.
Wijaya K, Sugiharto E, Fatimah I, Sudiono S, Kurniaysih D. 2006. Utilisasi TiO2
-zeolit dan sinar UV untuk fotodegradasi zat warna congo red. Teknoin. 11(3):199-209.
Yadav TP, Yadav RM, Singh DP. 2012. Mechanical milling: a top down approach for the synthesis of nanomaterials and nanocomposites. Nanosc Nanotech. 2(3):22-48.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data 2θ dan intensitas puncak nanokomposit kaolin/TiO2
Sampel 2θ Intensitas Senyawa JCPDS
KT1
12.3942 217
Kaolin 29-1488 24.9194 232
25.3054 111 TiO2 21-1272
29.4607 142 CaSi2O5 51-0092
KT2
12.4063 242
Kaolin 29-1488 24.9196 272
25.3453 138 TiO2 21-1272
KT3
12.3840 91
Kaolin 29-1488 24.9073 125
25.3153 105 TiO2 21-1272
29.4256 155 CaSi2O5 51-0092
Lampiran 2 Data 2θ dan intensitas puncak nanokomposit kaolin/TiO2/ZnO
Sampel 2θ Intensitas Senyawa JCPDS
KT1Z
12.3727 9
Kaolin 29-1488 24.7463 9
25.3316 96 TiO2 21-1272
29.4317 114 CaSi2O5 51-0092
31.7944 31
ZnO 36-1451
34.4351 28
36.2831 59
KT2Z
12.3859 22
Kaolin 29-1488 24.9460 33
25.3415 121 TiO2 21-1272
31.8094 38
ZnO 36-1451
34.4662 25
36.2902 65
KT3Z
12.3951 32
Kaolin 29-1488 24.8861 41
25.3256 93 TiO2 21-1272
29.4293 145 CaSi2O5 51-0092
31.8104 39
ZnO 36-1451
34.4596 28
21
Lampiran 3 Kristalinitas nanokomposit kaolin/TiO2 dan kaolin/TiO2/ZnO
a. KT1
b. KT2
c. KT3
d. KT1Z
e. KT2Z
22
Lampiran 4 Kapasitas adsorpsi kaolin, kaolin/bahan pengikat, dan nanokomposit kaolin/TiO2
a. Kaolin C0
(mg/L)
Massa
(g) Absorbans Fp (x)
Ce
(mg/L) Q (mg/g)
Rerata Q (mg/g)
25 0.0508 0.160 0 1.4676 6.9486
6.9254
25 0.0506 0.189 0 1.7167 6.9022
50 0.0503 0.314 0 2.7905 14.0784
14.0481
50 0.0506 0.305 0 2.7132 14.0178
75 0.0504 0.097 10 9.2638 19.5643
19.8058
75 0.0506 0.075 10 7.3739 20.0473
100 0.0501 0.158 20 29.0078 21.2551
20.6122
100 0.0501 0.183 20 33.3030 19.9692
150 0.0503 0.186 50 84.5460 19.5191
19.1989
150 0.0503 0.191 50 86.6936 18.8787
200 0.0500 0.305 50 135.6584 19.3025
20.3551
200 0.0505 0.287 50 127.9272 21.4078
300 0.0501 0.256 100 229.2243 21.1903 19.3724 300 0.0502 0.270 100 241.2508 17.5546
Kurva standar biru metilena:
0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000
0 50 100 150 200 250 300 350
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
23
Lampiran 4 Lanjutan Contoh perhitungan: Kapasitas adsorpsi (Q):
. . L
. g . mg/g
b. Kaolin/bahan pengikat
c. KT1
0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000
0 50 100 150 200 250 300 350
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
Konsentrasi Awal (mg/L)
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000 16.0000 18.0000 20.0000
0 100 200 300 400
Kapasitas
Adsorpsi
(mg/g)
Konsentrasi Awal (mg/L) Keterangan:
Q = kapasitas adsorpsi (mg/g) V = volume larutan (L) C0 = konsentrasi awal (mg/L)
Ce = konsentrasi akhir (mg/L)
24
Lampiran 4 Lanjutan d. KT2
e. KT3
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000 16.0000 18.0000 20.0000
0 50 100 150 200 250 300 350
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
Konsentrasi Awal (mg/L)
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000 16.0000 18.0000
0 50 100 150 200 250 300 350
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
25
Lampiran 5 Kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2/ZnO
a. KT1Z
b. KT2Z
a. KT3Z
0.0000 2.0000 4.0000 6.0000 8.0000 10.0000 12.0000 14.0000 16.0000 18.0000
0 50 100 150 200 250 300 350
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
Konsentrasi Awal (mg/L)
0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000
0 50 100 150 200 250 300 350
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
Konsentrasi Awal (mg/L)
0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000 25.0000
0 50 100 150 200 250 300 350
Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)
26
Lampiran 6 Biru metilena, TiO2, ZnO, KT1, KT2, dan KT3 setelah penyinaran