• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identification of Root Knot Nematode Species, the Pathogen of Branched Tuber Disease on Carrot (Daucus carota L.) in Semarang and Magelang Districts, Central Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identification of Root Knot Nematode Species, the Pathogen of Branched Tuber Disease on Carrot (Daucus carota L.) in Semarang and Magelang Districts, Central Java"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR

PENYEBAB UMBI BERCABANG PADA WORTEL (Daucus

carota L.) DI WILAYAH KABUPATEN SEMARANG DAN

MAGELANG, JAWA TENGAH

RESTU GILANG PRADIKA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

RESTU GILANG PRADIKA. Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar Penyebab Umbi Bercabang pada Wortel (Daucus carota L.) di Wilayah Kabupaten Semarang dan Magelang, Jawa Tengah. Dibimbing oleh SUPRAMANA dan GEDE SUASTIKA.

Meloidogyne spp. merupakan patogen penyebab penyakit umbi bercabang pada wortel. Penelitian dilaksanakan untuk mengetahui keberadaan dan mengidentifikasi spesies nematoda puru akar (Meloidogyne spp.) pada sentra pertanaman wortel di wilayah Kabupaten Semarang dan Magelang. Sampel wortel sakit diambil dari tiga lokasi, yaitu ketinggian 1200-1400 m dpl, 1400-1600 m dpl, dan > 1600 m dpl. Gejala penyakit Meloidogyne spp. di lapangan umumnya berupa malformasi pada umbi seperti umbi bercabang, umbi pecah, umbi bulat memendek, dan umbi berambut (hairy root). Tingkat kejadian penyakit sebesar 52%, 63%, dan 67% pada lokasi 1, 2, dan 3. Identifikasi spesies Meloidogyne spp. dilakukan dengan morfologi pola perineal nematoda betina dan PCR. Primer spesifik digunakan untuk mendeteksi M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria, sedangkan primer multipleks digunakan untuk mendeteksi M. hapla, M. chitwoodi, dan M. fallax. Empat spesies utama nematoda puru akar, yaitu M. incognita, M. javanica, M. arenaria, dan M. hapla berhasil diidentifikasi dari seluruh lokasi yang diteliti.

(3)

ABSTRACT

RESTU GILANG PRADIKA. Identification of Root Knot Nematode Species, the Pathogen of Branched Tuber Disease on Carrot (Daucus carota L.) in Semarang and Magelang Districts, Central Java. Supervised by SUPRAMANA and GEDE SUASTIKA

Root knot nematode (Meloidogyne spp.) is a pathogen causing branched tuber disease on carrot. The objective of this study was to determine the presence and to identify the species of root knot nematode (Meloidogyne spp.) on carrot plantation in the area of Semarang and Magelang districts. Sampel of infected tuber were taken from three locations with defferent elevation ranges, that were 1200-1400 m, 1400-1600 m, and >1600 m asl. The common symptoms of Meloidogyne spp. in the field were malformation of the tubers such as branched tuber, broken tuber, shortened round tuber, and hairy roots. The disease incidence levels were 52% , 63%, and 67% at location 1, 2, and 3, respectively. The identification of Meloidogyne species was based on female perineal pattern and PCR. Spesific primers were used for M. incognita, M. javanica, and M. arenaria, while multiplex primers were used for mixed species of M. hapla, M. chitwoodi, and M. fallax. Four major root knot nematode species, namely M. incognita, M. javanica, M. arenaria, and M. hapla were succesfully identified from all locations investigated.

(4)

IDENTIFIKASI SPESIES NEMATODA PURU AKAR

PENYEBAB UMBI BERCABANG PADA WORTEL (Daucus

carota L.) DI WILAYAH KABUPATEN SEMARANG DAN

MAGELANG, JAWA TENGAH

RESTU GILANG PRADIKA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Identifikasi Spesies Nematoda Puru Akar Penyebab Umbi Bercabang pada Wortel (Daucus carota L.) di Wilayah Kabupaten Semarang dan Magelang, Jawa Tengah

Nama Mahasiswa : RESTU GILANG PRADIKA

NIM : A34080053

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Supramana, M.Si NIP. 19620618 198911 1 001

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc NIP. 19620607 198703 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si NIP. 19650621 198910 2 001

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Restu Gilang Pradika, dilahirkan pada 28 Agustus 1990 di Banjarnegara, Jawa Tengah. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Mulyanto (Almarhum) dan Ibu Lim Supriyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bawang, Banjarnegara pada tahun 2008. Penulis melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008 dan di terima di Departemen Proteksi Tanaman.

(7)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas rahmat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Penyebab Penyakit Umbi Bercabang oleh Nematoda Meloidogyne spp. pada Pertanaman Wortel (Daucus carota L.) Di Jawa Tengah (Kabupaten Semarang dan Magelang) “ sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Supramana, M.Si dan Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan memberikan masukan, arahan, serta perhatiannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc sebagai dosen penguji tamu yang telah memberikan masukan dan arahannya dalam ujian seminar dan sidang tugas akhir ini.

Ucapan rasa hormat penulis sampaikan kepada seluruh dosen Departemen Proteksi Tanaman yang telah mengajar dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat luas. Kepada Dr. Ir. Titiek Siti Yuliani, SU, Dra. Dewi Sartiami, M.Si penulis memberikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala perhatian dan semua pertolongan yang telah diberikan baik berupa materi, nasehat, bimbingan dan dorongan semangat yang selalu diberikan.

Rasa hormat dan sayang yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta atas segala kasih sayang dan perjuangan yang telah diberikan. Ibunda sebagai inspirasi hidup terbesar sehingga penulis dapat melanjutkan studi ke jenjang sarjana, senantiasa bertahan dalam menjalani hidup ini, dan selalu mengajarkan segala pengalaman hidup yang sangat luar biasa selama ini.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada sahabat-sahabat yang selalu menemani: Aris Pracoyo, Busyairi, Ravi, Rusman, Fitrah, Swinda, terima kasih atas persahabatan, kebersamaan, dan segala pertolongan yang telah diberikan. Kepada Pak Hadi dan Bu Suliyem sekeluarga di Kopeng, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang telah diberikan selama penulis melaksanakan penelitian di lapangan. Kepada Pak Gatut Heru Bromo penulis sampaikan terima kasih atas segala arahan dan bantuan selama penulis bekerja di Laboratorium Nematologi. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini penulis sampaikan banyak terima kasih. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dan dapat dipergunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan.

Bogor, November 2012

(8)

   

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

... ix

DAFTAR GAMBAR

... x

PENDAHULUAN

... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA

... 3

Wortel (Daucus carota L.) ... 4

Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) ... 5

Klasifikasi ... 6

Morfologi dan Anatomi ... 6

Biologi ... 7

Reproduksi dan Perkembangan ... 9

Ekologi ... Gejala Penyakit NPA ... 109 Spesies Nematoda Meloidogyne spp. ... Identifikasi Morfologi Spesies Meloidogyne spp... 12

Identifikasi Spesies Meloidogyne spp. Secara Molekuler ... 1513

BAHAN DAN METODE

... 19

Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Metode Penelitian ... 19

Survei dan Pendataan ... 19

Survei ... 19

Pendataan ... 20

Pengambilan Sampel Wortel Sakit... 21

Penghitungan Tingkat Kejadian Penyakit oleh Meloidogyne spp... 21

Identifikasi Spesies NPA Berdasarkan Morfologi Sidik Pantat ... Identifikasi Spesies Meloidogyne spp. dengan Teknik PCR ... 2321 Ekstraksi DNA Nematoda Betina ... 23

Amplifikasi DNA Nematoda ... 24

Elektroforesis DNA Nematoda Betina ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN

... 28
(9)

 

Pertanaman Wortel di Lokasi Pengambilan Sampel ... 28 30 35 37 Gejala penyakit Meloidogyne spp. di Lapangan ...

Tipe Gejala yang Ditemukan pada Umbi Wortel ... Tipe Puru pada Umbi Wortel ... Identifikasi Morfologi Spesies Meloidogyne spp. Melalui Sidik

Pantat (perineal pattern) ... 38 40 41 Identifikasi Spesies Meloidogyne spp. dengan Teknik PCR ...

Distribusi Spesies NPA Berdasarkan Ketinggian Tempat ...

44

KESIMPULAN DAN SARAN

...

44 44 Kesimpulan ...

Saran ...

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Perbedaan morfologi empat spesies utama Meloidogyne spp.

berdasarkan pola perineal... 14 2 Primer yang digunakan untuk mendiagnosa keberadaan spesies

Meloidogyne spp. pada deteksi dengan PCR... 3 Komposisi bahan PCR reagen yang digunakan... 4 Kejadian penyakit oleh infeksi Meloidogyne spp. pada setiap

lokasi pengambilan sampel...

26 24

33 5 Keberadaan tipe gejala penyakit oleh infeksi Meloidogyne spp.

pada umbi wortel di setiap lokasi pengambilan sampel... 6 Keberadaan tipe puru di setiap lokasi pengambilan sampel... 7 Distribusi 4 spesies utama Meloidogyne spp. pada 3 lokasi

ketinggian pengambilan sampel...

38 36

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Paket telur menempel pada bagian posterior nematoda betina (1a),

nematoda betina dewasa di dalam jaringan tanaman inang ... 2 Siklus penyakit yang disebabkan oleh NPA ... 3 Nematoda Meloidogyne spp. betina dewasa (3a), bagian-bagian

dari penampang pola sidik pantat NPA (Meloidogyne spp.) (3b) ...

7 6

4 Teknik pembuatan preparat permanen sidik pantat nematoda betina Meloidogyne spp. ...

13

5 Pertanaman wortel di lokasi pengambilan sampel, 5a) Dusun Sidomukti, Desa Kopeng, Kab. Semarang, 5b) Dusun Deles, Desa Jogonayan, Kab. Magelang...

22

6 Benih wortel lokal yang digunakan oleh petani (6a), umbi wortel yang normal dan berkualitas baik (6b)...

29

7 Gejala kerdil dan tanaman jarang-jarang pada sebagian spot lahan pertanaman wortel yang terinfeksi NPA di Dusun Sidomukti (7a) dan Dusun Deles (7b)...

30

8 Berbagai bentuk gejala infeksi NPA pada umbi wortel 8a) umbi bercabang, 8b) umbi pecah, 8c) umbi pendek membulat, dan 8d) umbi berambut (hairy root)...

31

9 Tipe puru pada umbi wortel 9a) puru bulat kecil pada rambut akar, 9b) puru bulat berukuran besar (+0.5 cm), 9c) puru memanjang pada percabangan akar, 9d) puru seperti akar gada, 9e) puru seperti kudis...

35

10 Pola sisik pantat spesies Meloidogyne spp. 10a) M. incognita, 10b) M. javanica, 10c) M. arenaria, 10d) M. hapla (Sumber: Eisenback et al. 1981), dan hasil identifikasi berdasarkan morfologi sidik pantat 10e) M. incognita, 10f) M. javanica, 10g) M. arenaria, 10h) M. hapla...

37

11 Hasil visualisasi fragmen DNA dari keempat spesies utama Meloidogyne spp. ...

39

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wortel (Daucus carota L.) berasal dari daerah yang beriklim sedang (subtropis) yaitu Asia Timur dan Asia Tengah. Budidaya wortel pada mulanya terjadi di sekitar Laut Tengah, menyebar luas ke kawasan Eropa, Afrika, Asia, dan akhirnya ke seluruh bagian dunia. Di Indonesia budidaya wortel pada mulanya hanya terkonsentrasi di Jawa Barat yaitu daerah Lembang dan Cipanas. Budidaya wortel berkembang luas ke daerah-daerah sentra sayuran di Jawa dan luar Jawa (Rukmana 1995).

Menurut data BPS (2011) Jawa Tengah merupakan sentra produksi wortel terbesar pertama di Indonesia dengan total produksi 143424 ton, luas panen 11383 ha, dan produktivitas 12.60 ton/ha. Di Indonesia, produktivitas wortel masih rendah, yakni 20-25 ton/ha. Di Amerika dan Eropa, produktivitas wortel dapat mencapai kisaran 30-35 ton/ha (Cahyono 2002). Berbagai macam penyakit dapat menurunkan baik hasil panen dan harga pasar dari wortel, dimanapun wortel tumbuh (Davis 2004).

Meloidogyne merupakan genus yang meliputi fitonematoda yang terpenting di dunia. Spesies nematoda puru akar (NPA) yang paling penting adalah M. arenaria, M. exigua, M. graminicola, M. incognita, M. javanica, M. hapla. Spesies tersebut tersebar luas di daerah tropik dan sub tropik (Jepson 1987). Spesies ini berada pada pertanaman yang luas khusunya sayuran seperti tomat, wortel, famili Cucurbitacea, terung, dan lainnya. Kejadian penyakit pada daerah beriklim hangat dapat terjadi setiap saat sepanjang tahun (Singh & Sitaramaiah 1994).

(13)

 

oleh NPA (Meloidogyne spp.) yang menyerang umbi wortel dan menyebabkan puru dan ujung umbi tumpul (stumping) (McKay 2004). Jika tidak terkontrol, nematoda dapat menurunkan hasil hingga 50%. NPA (M. arenaria, M. javanica, M. hapla, M. incognita) merupakan penyakit yang paling penting pada pertanaman wortel di California, dan ditemukan di seluruh wilayah produksi. Kerusakan akibat NPA dapat terlihat pada penurunan kualitas, produktivitas, kuantitas, penurunan hasil di lapangan, dan tanaman kerdil parah (Fennimore et al. 2000).

Penelitian identifikasi spesies Meloidogyne spp., penyebab umbi bercabang pada wortel, telah dilakukan di berbagai sentra pertanaman wortel di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan (2010) di daerah Cipanas, Cianjur, Jawa Barat berhasil mengidentifikasi 5 spesies Meloidogyne, 4 spesies utama yaitu M. incognita, M. javanica, M. arenaria, dan M. hapla. Satu spesies lain yaitu M. fallax. Keempat spesies utama tersebut juga telah dilaporkan keberadaannya oleh Taher (2012) di daerah Dieng, Wonosobo dan Banjarnegara, Jawa Tengah dan Hikmia (2012) di daerah Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Hasil uji Postulat Koch yang dilakukan oleh Kurniawan (2010) menunjukkan bahwa keempat spesies utama tersebut adalah penyebab primer umbi bercabang pada wortel.

(14)

3  

mempunyai potensi untuk meningkatkan efisiensi dan sensitifitas dalam proses deteksi spesies nematoda (Qiu et al. 2006). Pemisahan protein dengan menggunakan elektroforesis baik untuk uji kisaran inang maupun untuk memisah-misahkan populasi Meloidogyne (Dropkin 1989).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian adalah mengidentifikasi spesies nematoda puru akar Meloidogyne spp. penyebab penyakit umbi bercabang yang terdapat pada sentra pertanaman wortel di wilayah Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Manfaat Penelitian

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Wortel (Daucus carota L.)

Wortel termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berbentuk semak (perdu) yang tumbuh tegak dengan ketinggian antara 30-100 cm, tergantung jenis dan varietasnya. Tanaman wortel berumur pendek, yakni berkisar antara 70-120 hari, tergantung pada varietasnya. Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan, tanaman wortel diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji ) Subdivisi : Angiospermae (biji berada dalam buah)

Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua atau biji belah) Ordo : Umbelliferales

Famili : Umbelliferae/Apiaceae/Ammiaceae Genus : Daucus

Spesies : Daucus carota L.

Tanaman wortel memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Dalam pertumbuhannya, akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan. Akar tunggang yang telah berubah bentuk dan fungsi inilah yang sering disebut atau dikenal sebagai “ umbi wortel”. Akar serabut menempel pada akar tunggang yang telah membesar (umbi), tumbuh menyebar ke samping, dan berwarna kekuning-kuningan (putih gading) (Cahyono 2002).

Tanaman wortel banyak ragamnya, tetapi bila dilihat bentuk umbinya dapat dibagi menjadi 3 golongan, yakni :

a) Tipe Chantenay, berbentuk bulat panjang dengan ujung yang tumpul. b) Tipe Imperator, berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing.

c) Tipe Nantes, merupakan tipe gabungan antara imperator dan chantenay.

(16)

5

lingkungan tumbuh dengan suhu udara yang dingin dan lembab. Pertumbuhan dan produksi umbi membutuhkan suhu udara optimal antara 15.6-21.1˚C. Suhu udara yang terlalu tinggi (panas) seringkali menyebabkan umbi kecil-kecil (abnormal) dan berwarna pucat/kusam, bila suhu udara terlalu rendah (sangat dingin) maka umbi yang terbentuk menjadi panjang kecil.Di Indonesia, wortel umumnya ditanam di dataran tinggi pada ketinggian 1000-1200 m dpl,di dataran medium (ketinggian lebih dari 500 m dpl) produksi dan kualitas kurang memuaskan.

Keadaan tanah yang cocok untuk tanaman wortel adalah subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (humus), tata udara dan tata airnya berjalan baik (tidak menggenang). Jenis tanah yang paling baik adalah andosol. Jenis tanah ini pada umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan). Tanaman wortel dapat tumbuh baik pada keasaman tanah (pH) antara 5.5-6.5, untuk hasil optimal diperlukan pH 6.0-6.8. Pada tanah yang pH nya kurang dari 5.0 tanaman wortel akan sulit membentuk umbi. Pada tanah yang mudah becek atau mendapat perlakuan pupuk kandang yang berlebihan, sering menyebabkan umbi wortel berserat, bercabang, dan berambut (Rukmana 1995).

Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.)

(17)

a b ( Sumber: Agrios 2005)

Gambar 1 Paket telur menempel pada bagian posterior nematoda betina (1a), nematoda betina dewasa di dalam jaringan tanaman inang (1b).

Klasifikasi

Semua nematoda parasitik tumbuhan termasuk filum Nematoda. Genus nematoda parasitik tumbuhan yang penting pada umumnya termasuk ordo Tylenchida, tetapi ada beberapa yang termasuk ordo Dorylaimida (Agrios 1988). Klasifikasi nematoda Meloidogyne spp. menurut (Dropkin 1989) adalah sebagai berikut :

Filum : Nematoda Kelas : Secernentea Sub Kelas : Secernenteae Ordo : Thylenchida Famili : Meloidogynidae Genus : Meloidogyne Spesies : Meloidogyne spp.

Morfologi dan Anatomi

(18)

7

apukat, berwarna putih kekuningan, diameter tubuh memanjang antara 440-1300 µm dan lebar 325-700µm. Nematoda betina bersifat menetap (sedentary) dalam akar dan mempunyai dua buah indung telur (ovarium) (Mulyadi 2009).

Biologi

Telur terbentuk di dalam badan betina, yang akhirnya betina ini menjadi kantong telur yang membengkak (Semangun 2006). Telur-telurnya diletakkan di dalam kantung telur yang gelatinus yang mungkin untuk melindungi telur-telur tersebut dari kekeringan dan jasad renik. Puru terbentuk dari interaksi antara inang dan parasit, pada puru tersebut muncul kantong telur. Kantong telur yang baru terbetuk biasanya tidak berwarna dan menjadi coklat setelah tua. Telur-telur mengandung zigot sel tunggal apabila baru diletakkan (Dropkin 1989).

NPA tumbuh dan berkembang, dimulai dari pertumbuhan embrio dalam telur (embriogenesis). Kondisi lingkungan yang sesuai antara lain adanya tanaman inang (menghasilkan eksudat akar yang merangsang penetasan telur) dan kelembaban yang cukup juvenil 2 (J2) akan mendukung telur menetas (Mulyadi 2009). Siklus hidup NPA dan terbentuknya gejala penyakit puru akar ditunjukkan pada gambar 2.

(19)

Larva stadia dua menetas, mereka aktif bergerak baik di dalam tanah maupun dalam jaringan tanaman. Stadia J2 dari Meloidogyne merupakan satu-satunya stadia yang bersifat infektif. Pada umumnya J2 melakukan penetrasi ke dalam akar di jaringan yang berada di belakang ujung akar yaitu daerah yang sedang mengalami perpanjangan. Larva stadia dua yang telah melakukan penetrasi ke dalam akar kemudian migrasi antar sel di daerah korteks mencari tempat makan (feeding site) yang sesuai. Bagian kepala biasanya di tepi jaringan pengangkutan sedang bagian tubuh yang lain di korteks. Stilet mencucuk dinding-dinding sel di sekitarnya, selain itu stilet juga mengeluarkan sekresi dari kelenjar esofagus yang mengakibatkan terbentuknya sel-sel raksasa (giant cells atau syncytia) yang merupakan sumber makanan bagi nematoda. Bersamaan dengan itu terjadi peningkatan jumlah sel yang tidak normal (hiperplasia) serta peningkatan ukuran sel yang tidak normal (hipertrofi) dari jaringan tanaman yang mengakibatkan terbentuknya puru atau galls. Selama terbentuknya sel-sel raksasa dan puru akar, larva stadia dua mengalami perubahan bentuk membesar seperti “botol” (flask-shaped).

Betina bentuk tubuhnya seperti buah alpukat setelah mengalami pergantian kulit kedua, ketiga, dan keempat. Perkembangan nematoda jantan terjadi setelah pergantian kulit ketiga, dalam tubuh larva stadia tiga yang terbentuk seperti botol tersebut terbentuk tubuh nematoda silindris memanjang (vermiform) dan dilengkapi dengan bagian tubuh nematoda jantan. Siklus hidup NPA dari saat terjadinya awal makan (initial feeding) sampai terbentuknya nematoda dewasa antara 3-8 minggu (Mulyadi 2009).

(20)

9

Reproduksi dan Perkembangan

Reproduksi bersifat amfimiktik (nematoda jantan dan betina terpisah) atau partenogenetik (nematoda jantan tidak ada, tidak berfungsi, atau sangat sedikit). Telurnya diletakkan secara tunggal atau berkelompok di dalam suatu massa gelatinus yang dikeluarkan oleh nematoda betina. Massa telur tersebut biasanya berasosiasi pada nematoda betina yang tubuhnya menggelembung dan menjadi menetap. Nematoda pada umumnya mempunyai empat stadium larva antara stadium telur dan dewasa diantaranya terjadi pergantian kulit untuk mencapai ukuran yang lebih besar (Singh & Sitaramaiah 1994).

Produksi telur sangat banyak antara 24-112 butir per hari, dalam jangka waktu yang panjang, sehingga jumlah totalnya dapat mencapai 800-3000 butir setiap betina. Telur menetas secara terus-menerus, seringkali berlangsung sampai berkembangnya generasi berikutnya (Semangun 2006). Daur hidupnya bervariasi tergantung pada inang dan suhu, paling cepat 3 minggu dan paling lama beberapa bulan (Dropkin 1989).

Ekologi

(21)

yang kisaran suhunya antara 24-27˚C. Spesies ini biasanya ditemukan dan berkorelasi dengan keberadaan M. javanica. M. javanica juga memiliki kisaran inang yang luas pada daerah yang curah hujannya tinggi atau rendah. Spesies ini selalu berada sepanjang tahun. Populasi M. arenaria seringkali menghasilkan banyak puru kecil berbentuk manik-manik yang tidak berbentuk akar lateral yang pendek. Tanaman rentan yang terinfeksi populasi M. hapla seringkali menghasilkan gejala pada akar yang dapat mendiagnosa spesies ini. Puru cenderung mengecil dan banyak cabang pada akar yang terpisah yang membuat sistem akar bergerombol dan menyusut (Eisenback et al. 1981). Suhu berpengaruh terhadap perkembangan embrio dalam telur, penetasan, tumbuh, reproduksi, penyebaran, dan kemampuan bertahan hidup (Mulyadi 2009).

Tekstur dan struktur tanah berkaitan langsung dengan kapasitas kandungan air dan aerasi serta pengaruhnya terhadap kehidupan nematoda, penetasan, dan parahnya kerusakan. Tipe tanah dan pH juga mempunyai pengaruh terhadap distribusi nematoda. Tipe tanah berpengaruh terhadap tipe budidaya tanaman, oleh sebab itu mempengaruhi distribusi nematoda, timbulnya populasi, dan intensitas kerusakan (Taylor et al. 1982). Tanah-tanah ringan lebih baik untuk nematoda dan tanah lempung menghambat (Dropkin 1989). Meloidogyne spp. pada umumnya didapatkan pada berbagai tipe tanah, namun demikian kerusakan berat umumnya terjadi di daerah dengan tipe tanah ringan atau berpasir. Nematoda puru akar tumbuh dan berkembang normal pada pH tanah antara 6.4-7.0. Pada pH tanah dibawah 5.2 pertumbuhan dan perkembangannya terhambat (Mulyadi 2009).

Gejala Penyakit NPA

(22)

11

makanannya dari satu tempat tertentu (sel-sel asuh), yang kemudian nematoda tersebut kehilangan mobilitasnya dan tubuhnya menggelembung (Luc et al. 1995).

Puru yang timbul pada sistem akar merupakan gejala awal yang berasosiasi dengan infeksi Meloidogyne spp. Puru yang disebabkan olehnematoda betina menyebabkan pembengkakan pada silinder pusatnya, terjadi perubahan bentuk pada unsur jaringan pengangkutan. Ukuran dan bentuk puru tergantung pada spesies, jumlah nematoda di dalam jaringan, inang, dan umur tanaman. Tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi nematoda, akar-akarnya bereaksi terhadap kehadiran Meloidogyne spp. dengan membentuk puru besar dan lunak, sedangkan pada kebanyakan tanaman sayuran yang lain purunya besar dan keras. Gejala penyakit kadang-kadang berupa puru yang sangat kecil dan pada beberapa kasus puru yang terjadi tidak tampak adanya puru. Gejala penyakit pada tanaman monokotil seperti bawang merah dan bawang prei sangat tidak jelas, gejala yang utama adalah adanya tonjolan massa telur.

Tanaman yang terinfeksi berat oleh Meloidogyne spp. sistem akar normal berkurang sampai pada batas jumlah akar yang berpuru berat dan menyebabkan sistem pengangkutan mengalami disorganisasi secara total. Akar baru hampir tidak terjadi. Sistem akar fungsinya benar-benar terhambat dalam menyerap dan menyalurkan air maupun unsur hara. Tanaman mudah layu, khususnya dalam keadaan kering dan tanaman sering menjadi kerdil. Pertumbuhan terhambat dan daun mengalami klorosis. Di Muangthai, tanaman sering mengalami kelayuan tanpa terjadi klorosis dan disebut “ penyakit layu hijau” .

(23)

Spesies Nematoda Meloidogyne spp.

M. incognita termasuk endoparasit, yakni hidup di dalam tanah dalam waktu pendek dan kemudian masuk ke perakaran tanaman. Nematoda dapat bergerak bebas di dalam tanah dan tertarik pada eksudat, yaitu cairan yang dikeluarkan oleh akar tanaman. M. incognita merupakan penyebab penyakit yang penting di seluruh daerah tropika (Semangun 2006). Nematoda tersebut bersifat polifag. Spesies tanaman yang menjadi inang nematoda tersebut sekitar 700 spesies, beberapa diantaranya adalah kara, kacang, kubis, wortel, waluh, tomat, labu, kentang, tanaman hias, dan rerumputan (Pitojo 2006). Tanaman rentan yang terinfeksi populasi M. incognita membentuk puru yang muncul satu demi satu, akan tetapi biasanya kumpulan puru terbentuk luas dan kadang membentuk puru yang besar. Tipe puru tidak dipertimbangkan untuk digunakan dalam identifikasi spesies (Eisenback et al. 1981).

M. javanica diketahui di Jawa sejak tahun 1885 pada tebu, tersebar di seluruh dunia, khususnya di daerah tropika sampai ketinggian 3000 m dpl. Spesies tersebut merupakan nematoda puru akar yang paling dominan di pegunungan. Kisaran inangnya lebih dari 700 tumbuhan inang, diantaranya teh, tembakau, kentang, tomat, famili Cucurbitaceae, pohon buah-buahan, serealia, dan tanaman hias. Puru yang ditimbulkan oleh nematoda ini sama dengan pada puru yang ditimbulkan oleh M. incognita.

M. arenaria tersebar di seluruh dunia, meskipun tidak seluas M. javanica dan M. incognita. Tanaman inangnya sekitar 330 jenis tumbuhan, khususnya bermacam-macam sayuran, serealia, rumput-rumputan, kacang-kacangan, buah-buahan, tembakau, dan beberapa varietas kapas (Semangun 2006).

(24)

13 Identifika Scan cepat dap SEM mem yang ting identifikas mikroskop membukti nematoda akan lebih melalaui p & Carter 1 Tekn taksonomi khusus. K penandaan pantat me pembeda a

Gambar 3 a

asi Morfoloogi Spesies MMeloidogynne spp.

nning Elect pat memerik mberikan ga

ggi. Metode si. Detail m p cahaya. C ikan keguna

dengan me h cepat dar pola perinea 1985).

tron Micros ksa detail m ambar 3 dim

e SEM ce morfologi ya iri-ciri yang aan dalam p elihat sidik p ripada deng al adalah tid

scope (SEM morfologi n mensi denga

enderung m ang seringk g dapat dilih

proses iden pantat, bent gan tes perb dak dapat m

M) merupak nematoda s an resolusi ti mahal dan ali dilihatad hat oleh mik ntifikasi nem

tuk kepala j bedaan inan membedaka

kan alat yan secara meny inggi dan ti

tidak siap dalah denga kroskop cah matoda. Ide antan, dan m ng. Kelema n antara ras

ng dalam w yeluruh. M ingkat kefok tersedia u an menggun haya sudah entifikasi sp morfologi j ahan identi s spesies. (S

waktu Metode kusan untuk nakan dapat pesies antan fikasi Sasser nik identif i pada spes Karakter itu

n pada bag emiliki bag antar spesie

fikasi mor sies Melo meliputi: si ian pantat gian-bagian es (gambar 3

rfologi yan idogyne sp idik pantat, nematoda b n tertentu 3). ng banyak pp. memfok dimana itu betina dewa yang dapa dilakukan kuskan pada u adalah ran asa (Mai 1 at dijadikan

n oleh pe a ciri morf ngkaian lua 985). Pola n sebagai eneliti fologi r dari sidik dasar b

3 Nematod penampan Eisenback

da Meloidog ng pola sid k et al. 198

gyne spp. b dik pantat N

1)

betina dewa NPA(Meloi

asa (3a), ba idogyne spp

agian-bagian p.) (3b)(Sum

(25)

Banyak spesies Meloidogyne spp. yang telah teridentifikasi, namun yang paling banyak dijumpai hanya ada 4 spesies yaitu: M. incognita, M. javanica, M. arenaria, dan M. hapla. Empat spesies tersebut dapat dibedakan berdasarkan pola perineal yang merupakan karakter diagnostik. Kenampakan paling khas pada Meloidogyne adalah pada pola perineal yaitu pola atau gambaran khas pada kutikula di bagian tubuh posterior nematoda betina yang dapat digunakan untuk mencirikan masing-masing spesies nematoda tersebut. Bagian-bagian dari pantat nematoda yang dapat dijadikan penciri untuk identifikasi morfologi antara lain bagian lengkungan dorsal, bidang lateral, striasi, dan ujung ekor nematoda jantan (Mulyadi 2009) ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1 Perbedaan morfologis empat spesies utama Meloidogyne spp. berdasarkan pola perineal

Spesies

Dorsal arch (lengkungan dorsal)

Bidang lateral Striasi Ujung ekor

M. incognita Tinggi seperti persegi

panjang

Mempunyai garis-garis di bidang lateral, striasi ditandai adanya bagian yang patah atau seperti porok

Kasar,

bergelombang, kadang-kadang zig-zag

Sering dengan distict whort (alur-alur) melingkar jelas

M. javanica Rendah, membulat

Mempunyai garis-garis dibidang lateral

Kasar, halus sampai sedikit bergelombang

(26)

15

Spesies

Dorsal arch (lengkungan

dorsal)

Bidang lateral Striasi Ujung ekor

M. arenaria Rendah, membulat

Tidak mempunyai garis-garis dibidang lateral

Kasar, halus sampai sedikit bergelombang

Umumnya tidak mempunyai alur melingka jelas

M. hapla Rendah, membulat

Tidak mempumyai garis-garis di bidang lateral

Halus sampai sedikit

bergelombang

Tidak mempunyai alur melingkar yang jelas ditandai adanya

“bintik-bintik” atau

punctations

(Sumber: Eisenback 1985)

Identifikasi Spesies Meloidogyne spp. Secara Molekuler

Teknik identifikasi tidak terbatas berdasarkan yang berhubungan dengan stadia (telur, juvenil, atau nematoda dewasa), namun sudah memanfaatkan kemajuan teknologi molekuler. Teknik molekuler telah banyak taksonomis untuk mengidentifikasi spesies nematoda yang sulit dilakukan melalui karakteristik morfologi dan kisaran inang. Teknik molekuler untuk identifikasi nematoda dapat dilakukan dengan PCR, menggunakan marker dan sikuen DNA (Harris et al. 1990).

(27)

sekuen oligonukleotida pendek (15-25 basa nukleotida) yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, 3) deoksiribonukleatida trifosfat (dNTP), dan enzim yang melakukan katalisis reaksi sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa buffer.

Proses PCR menggunakan amplifikasi beberapa menit dari DNA yang telah diekstraksi dari nematoda dewasa, telur, atau juvenil dan menjadi bahan untuk analisis lebih lanjut (Haris et al. 1990). Amplifikasi PCR ditujukan untuk gen target menggunakan sepasang oligonukleotida spesifik (forward dan reverse primers). Kepastian variasi dalam ukuran atau sekuen nukleotida dari produk amplifikasi PCR dapat digunakan untuk identifikasi dan karakterisasi (Singh 2009). Power dan Harris (1993) telah menjelaskan perbedaan spesies Meloidogyne spp. berdasarkan amplifikasi DNA dari mitokondria. Pita fragmen PCR berbeda ukurannya pada spesies yang berbeda jelas terlihat saat produk PCR diseparasi dalam gel agarose.

Beberapa genom telah berhasil digunakan dalam identifikasi spesies Meloidogyne. Ribosomal DNA repeat units (rDNA) yang terdiri dari internal transcribed spacer (ITS 1 dan ITS 2 telah digunakan untuk karakterisasi speises Meloidogyne (Blok et al. 1997, Wiliamson et al. 1997, Zijlstra 1997, Zijltra et al. 1997). Sikuen gen yang mengkode protein yang lain juga dapat digunakan dalam identifikasi spesies jika diketahui proteinnya (Tesarova et al. 2004).

(28)

17

lebih tinggi (55˚C), spesifitas reaksi amplifikasi akan meningkat, tetapi secara keseluruhan efisiensinya akan menurun.

Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu oligonukleotida yang mempunyai sekuen yang identik dengan salah satu rantai DNA cetakan pada ujung 5’-fosfat, dan oligonukleotida yang kedua identik dengan sekuen pada ujung 3’OH rantai DNA cetakan yang lain. Proses annealing biasanya dilakukan selama 1-2 menit. Setelah dilakukan annealing oligonukleotida primer dengan DNA cetakan, suhu inkubasi dinaikkan menjadi 72˚C selama 1.5 menit. DNA polimerase akan melakukan proses polimerasi rantai DNA yang baru berdasarkan informasi yang ada pada DNA cetakan. Rantai DNA yang baru akan membentuk jembatan hidrogen dengan DNA cetakan setelah polimerasi. DNA rantai ganda yang terbentuk dengan adanya ikatan hidrogen antara rantai DNA cetakan dengan rantai DNA baru hasil polimerasi selanjutnya akan didenaturasi lagi dengan menaikkan suhu menjadi 95˚C. Rantai DNA yang baru berfungsi sebagai cetakan bagi reaksi polimerasi berikutnya.

Reaksi-reaksi seperti yang sudah dijelaskan tersebut diulang lagi sampai 25-30 kali (siklus) sehingga pada akhir siklus akan didapatkan molekul-molekul DNA rantai ganda yang baru hasil polimerasi dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah DNA cetakan yang digunakan. Banyaknya siklus amplifikasi tergantung pada konsentrasi DNA target di dalam campuran reaksi.

(29)
(30)

   

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada 3 lokasi yang berbeda, yaitu: Dusun

Sidomukti, Desa Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada

ketinggian 1200-1400 m dpl (07˚23 26 S, 110˚24 42 E dan 07˚24 16 S,

110˚22 19 E); dan Dusun Deles, Desa Jogonayan, Kecamatan Ngablak,

Kabupaten Magelang pada ketinggian 1400-1600 m dpl (07˚24 34 S, 110˚24

37 E dan 07˚23 47 S, 110˚24 53 E) dan >1600 m dpl ( 07˚25 S dan 110˚24 50

E). Identifikasi spesies Meloidogyne spp. dilakukan di Laboratorium Nematologi Tumbuhan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi

Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan dari

bulan April hingga November 2012.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: survei dan pendataan,

identifikasi gejala penyakit di lapangan, identifikasi spesies Meloidogyne spp. berdasarkan morfologi sidik pantat dan teknik Polymerace Chain Reaction (PCR), dan analisis distribusi spesies Meloidogyne spp.

Survei dan Pendataan

Survei

Survei dilakukan secara acak di beberapa lahan pertanaman wortel milik

petani di daerah sentra pertanaman wortel di Kabupaten Semarang dan Magelang.

Lokasi penelitian tersebut dipilih dikarenakan kedua daerah tersebut merupakan

(31)

 

di daerah tersebut. Survei lokasi berdasarkan keberadaan tanaman, gejala

penyakit, dan ketinggian tempat. Berdasarkan hasil survei dilakukan pengambilan

sampel di 3 lokasi yang berbeda, yaitu: lokasi 1 di Dusun Sidomukti, Desa

Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang pada ketinggian 1200-1400 m

dpl; lokasi 2 dan 3 di Dusun Deles, Desa Jogonayan, Kecamatan Ngablak,

Kabupaten Magelang dengan ketinggian 1400-1600 m dpl dan >1600 m dpl.

Metode pengambilan sampel tanaman/tanah yang digunakan adalah pola zig-zag,

diagonal, dan tidak menutup kemungkinan menggunakan metode lain sesuai

dengan kondisi di lapangan (Barker & Campbell 1981). Sampel yang diambil

berupa umbi wortel yang sakit dan tanah dari setiap lokasi . Sampel wortel yang

sakit sebagai bahan untuk mengetahui keberadaan nematoda dalam jaringan atau

bagian dari umbi yang sakit tersebut. Sampel tanah diukur tingkat pH atau derajat

keasaman tanah dan diidentifikasi jenis tanahnya. Sampel dibawa dalam keadaan

lembab, sampel tanah dan umbi wortel dimasukkan ke dalam kantong plastik

secara terpisah. Bagian atas tumbuhan biasanya lebih cepat membusuk sehingga

harus ditempatkan di dalam kantong khusus jika ingin disimpan dalam beberapa

hari (Trigiano et al. 2004).

Pendataan

Pendataan dilakukan untuk mengetahui informasi mengenai keadaan atau

kondisi tanaman di lapangan. Pendataan yang dilakukan meliputi wilayah lahan,

ketinggian tempat, luas kebun, varietas wortel yang ditanam, produksi,

kehilangan hasil, jumlah dan tipe puru, keberadaan wortel bercabang, adanya

hairy root, teknik pengolahan tanah, intensitas dan asal irigasi, jenis tanah, dosis

pupuk kandang, penggunaan pupuk kimia dan nematisida. Hasil pendataan

digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya

infeksi, keragaman gejala yang muncul, populasi, dan distribusi setiap spesies

(32)

21  

Pengambilan Sampel Wortel Sakit

Penentuan lokasi untuk pengambilan sampel dilakukan berdasarkan

keberadaan tanaman, gejala penyakit, dan ketinggian tempat. Metode

pengambilan sampel yang digunakan adalah pola zig-zag, diagonal, dan metode

lain sesuai dengan kondisi di lapangan (Barker & Campbell 1981). Sampel yang

diambil berupa umbi wortel yang sakit dan tanah dari setiap lokasi pengambilan

sampel. Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik dan ditata dalam cooling box.

Penghitungan Tingkat Kejadian Penyakit oleh Meloidogyne spp.

Penghitungan persentase kejadian penyakit dilakukan saat sedang

melakukan panen wortel. Hal tersebut memudahkan dalam melihat gejala dan

menentukan jumlah sampel yang diamati. Sampel wortel sakit yang digunakan

sebanyak 100 umbi. Pengambilan sampel dari setiap guludan secara acak

sistematis. Perhitungan kejadian penyakit menggunakan rumus sebagi berikut:

Kejadian penyakit (%) : Σ

Σ x 100%

Identifikasi Spesies NPA Berdasarkan Morfologi Sidik Pantat

Nematoda di dalam jaringan tumbuhan dapat dicat setempat atau dipisahkan

dari jaringan. Nematoda yang telah dipisahkan dari jaringan tumbuhan dan tanah

harus segera dipersiapkan untuk diamati dengan mikroskop stereo. Nematoda

mempunyai kandungan air yang tinggi di dalam jaringan tubuhnya, sehingga

dibutuhkan metode khusus untuk membuat preparat permanen. Nematoda

cenderung mengkerut dan distorsi, untuk tidak demikian maka secara bertahap air

harus diganti dengan gliserin (Dropkin 1989). Pembuatan sidik pantat dapat

(33)

 

es. Pembu

Hartman &

uatan prepar

& Sasser (19

rat sidik pan

985) (gamb

ntat berdasa

bar 4).

arkan metodde yang telaah dilakukann oleh

Gambar 4

Nem

tersebut d

tunggal ak

Jaringan a

jarum bed

leher betin

hingga isi

dalam caw

melekat p

dipotong

bagian dep

Bag

obyek. B

4 Teknik p Meloidog

matoda betin

diletakkan d

kan lebih m

akar yang m

dah untuk m

na nematod

i tubuhnya

wan petri. A

pada kulit s

dengan pis

pan dan bag

ian pantat

Bagian sam

pembuatan gyne spp. (S

na dewasa dalam cawa mudah dari menutupi n mengeluarka da dipotong keluar. Bag Asam laktat setelah dike sau bedah.

gian pantat n

nematoda

mping dari

preparat pe umber: Saa

diambil da

an sirakus y

pada puru

ematoda be

an nematoda

g dan tubuh

gian tubuh t membantu eluarkan isi Pisau beda nematoda d ditempatkan pantat nem ermanen sid avendra et a

ari puru pad

yang telah

yang bany

etina disobe

a betina dew

betina nem

yang tersis

u menghilan

tubuhnya.

ah harus da

diangkat dar

n pada tem

matoda yan

dik pantat n al. 1997 )

nematoda bbetina

da jaringan

diisi sediki

yak isi nem

ek dengan p

wasa. Kutik

matoda ditek

sa ditetesi a

ngkan isi tu

Bagian pe

alam keada

ri tetesan as

atau akar.

it air. Puru

atoda betin

pisau bedah

kula pada b

kan dengan

asam laktat

ubuh yang m

ertengahan t

[image:33.595.106.520.172.426.2]
(34)

23  

keseluruhan hingga menyisakan bagian sidik pantatnya. Sidik pantat di pindahkan

ke gelas obyek yang telah ditetesi dengan gliserin. Bagian muka sidik pantat

diarahkan menghadap ke atas. Gelas obyek ditutup dengan cover glass secara perlahan. Gliserin sebaiknya ditetesi dengan tetesan yang sedikit saja. Gliserin

yang terlalu banyak dapat diserap dengan kertas penyerap. Bagian sisi cover glass ditutup dengan perekat dan preparat diberi label. Preparat permanen sidik pantat

nematoda dilihat dibawah mikroskop stereo untuk diamati ciri morfologinya

untuk menetukan spesies nematoda. Spesies Meloidogyne spp. ditentukan berdasarkan kunci identifikasi yang telah dibuat oleh Eisenback et al. (1981).

Identifikasi Spesies Meloidogyne spp. dengan Teknik PCR

Ekstraksi DNA Nematoda Betina

Nematoda betina sebanyak 10-20 ekor dimasukkan ke dalam tabung mikro

2 ml. Buffer ekstrak (200 mM Tris HCl pH 8.5, 250 mM Na Cl, 25 mM EDTA

pH 8.0 dan 0.5% SDS) sebanyak 150 µl ditambahkan ke dalam tabung dan

nematoda digerus sampai halus dengan menggunakan “cornical grinder steril”. Larutan C:I = 24:1 sebanyak 150 µl ditambahkan ke dalam tabung, kemudian

disentrifugasi selama 10 menit pada kecepatan 11000 rpm. Hasil sentrifugasi akan

terbentuk endapan dan supernatan, supernatan diambil sebanyak 100 µl dan

dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru. Larutan sodium asetat

(CH3COONa 3M: pH 5.2) sebanyak 0.5 volume (50 µl) ditambahkan ke dalam

tabung dan disimpan dalam suhu -20˚C selama 10 menit. Suspensi disentrifugasi

selama 20 menit pada kecepatan 12000 rpm. Supernatan yang terbentuk diambil

sebanyak 100 µl dan dipindahkan ke dalam tabung mikro yang baru. Sebanyak 1

volume (100 µl) isopropanol ditambahkan ke dalam tabung (larutan dibolak-balik

hingga homogen) dan disimpan dalam suhu ruang selama 30 menit. Suspensi

disentrifugasi selama 20 menit pada kecepatan 12000 rpm. Cairan isopropanol

atau suspensi di dalam tabung dibuang dan ditambahkan 1 volume (100 µl)

(35)

 

Cairan ethanol dibuang dan endapan dikeringkan. Buffer TE pH 8 ditambahkan

pada tabung mikro sebanyak 30-100 µl sesuai ketebalan endapan DNA. DNA

disimpan pada suhu -20˚C hingga digunakan.

Amplifikasi DNA Nematoda

[image:35.595.105.519.228.750.2]

Amplifikasi DNA menggunakan mesin Thermo Cycle PCR. Primer yang digunakan dalam amplifikasi DNA berbeda untuk setiap spesies. M. incognita, M. javanica, dan M. arenaria menggunakan primer spesifik. M. hapla, M. chitwoodi, dan M. fallax menggunakan primer multipleks (tabel 2).

Tabel 2 Primer yang digunakan untuk mendiagnosa keberadaan spesies Meloidogyne spp. pada deteksi dengan PCR

Spesies NPA Tipe

primer

Sequence 5’-3’ Fragmen DNA

(bp)

Sumber

M. incognita Spesifik MI-F 5’- GTG AGG ATT CAG TCT CCC AG-3’

MI-R 5’- ACG AGG

AAC ATA CTT CTC

CGT CC-3’

1000 Meng et al. 2004

M. arenaria Spesifik Far 5’-TCG GCG ATA GAG GTA AAT GAC-3’

Rar 5’-TCG GCG ATA

GAC ACT ACA ACT-3’

420 Zijlstra et al. 2000

M. javanica Spesifik Fjav 5 -GGT GCG CGA TTG AAC TGA GC-3

Rjav 5 -CAG GCC CTT

CAG TGG AAC TAT

AC-3

720 Zijlstra et al. 2000

(36)

25  

Spesies NPA Tipe

primer

Sequence 5’-3’ Fragmen DNA

(bp)

Sumber

M. hapla

M. chitwoodi M. fallax

Multipleks JMV 1 F 5’-GGA TGG

CGT GCT TTC AAC-3’

JMV hapla R 5’- AAA

AAT CCC CTC GAA

AAA TCC ACC-3’

JMV 1 F 5’-GGA TGG

CGT GCT TTC AAC-3’

JMV 2 R 5’-TTT CCC

CTT ATG ATG TTT

ACC C-3’

440

540

670

Wishart et al. 2002

PCR reagen yang digunakan terdiri dari ddH2O, Taq buffer 10x Mg2+,

sukrosa, dNTP, primer F (forward), primer R (reverse), dan Taq DNA polymerase. Komposisi bahan yang dibuat untuk 18 kali kali reaksi yaitu untuk masing-masing spesies Meloidogyne yang akan dideteksi (M. incognita, M. javanica, M. arenaria, M. hapla, M. chitwoodi, dan M. fallax). Keenam spesies tersebut akan dideteksi pada ketiga sampel nematoda betina yang diperoleh dari

ketiga lokasi ketinggian pengambilan sampel yang berbeda. Komposisi bahan

dibuat untuk mendeteksi enam spesies dari masing-masing lokasi ketinggian,

sehingga dibutuhkan 12 komposisi reaksi. M. incognita, M. javanica, M. arenaria dideteksi dengan menggunakan primer spesifik untuk setiap spesies Meloidogyne spp. M. hapla, M. chitwoodi, M. fallax dideteksi dengan menggunakan primer multipleks. Primer ini dapat sekaligus mendeteksi ketiga spesies tersebut.

(37)
[image:37.595.111.514.139.358.2]

 

Tabel 3 Komposisi bahan PCR reagen yang digunakan

Bahan 1 kali reaksi (µl) 12 kali reaksi (µl)

ddH2O 16.25 195

Taqbuffer 10x Mg2+ 2.5 30

Sukrosa 2.5 30

dNTP 0.5 6

Primer F 1 12

Primer R 1 12

Taq DNA polymerase 0.25 3

DNA nematoda 1 12

Total 25 300

Mesin PCR (thermo cycle) diprogram sesuai dengan primer yang digunakan dan spesies yang akan dideteksi. Amplifikasi DNA melalui lima tahapan yaitu

denaturasi, annealing, extension/elongation, final elongation, final hold. Proses denaturasi, extension/elongation, final elongation, final hold pada proses thermo cycle setiap spesies umumnya sama, yang berbeda yaitu pada proses annealing. Proses amplifikasi DNA spesies M. incognita, yaitu proses denaturasi pada suhu 94˚C selama 4 menit, annealing 57˚C selama 45 detik, extension/elongation pada suhu 72˚C selama 1.30 menit, siklus tersebut diulang sebanyak 45 kali.

Setelah 45 siklus dilanjutkan proses final elongation pada suhu 72˚C selama 7 menit dan proses final hold pada suhu 4˚C.

Perbedaan proses annealing pada setiap spesies dikarenakan perbedaan primer yang digunakan pada deteksi setiap spesies. Proses penempelan

(38)

27  

Elektroforesis DNA Nematoda Betina

Proses elektroforesis memerlukan empat komponen yaitu, 1) buffer, 2) zat

padat atau medium “gel”. 3) arus listrik, ) dan 4) cara untuk memvisualisasikan molekul pada medium setelah elektroforesis. TAE dan TBE adalah buffer standar

yang cukup membuffer daya untuk banyak aplikasi. Gel agarose murni dari agar

dan digunakan biasanya pada konsentrasi 1% sampai 3%. Gel agarose digunakan untuk memisahkan asam nukleat (DNA dan RNA) dan kelas lain dari molekul,

tetapi umumnya bukan untuk protein. Gel agarose dilelehkan dengan pemanasan di dalam microwave atau sumber lain, dan kemudian dituangkan secara horisontal atau dalam papan cetakan. Proses elektroforesis memerlukan muatan kutub (kutub

positif dan negatif) untuk menggerakan sampel melalui gel, sehingga arus DC

dibutuhkan sebagai tenaga elektromotor yang mendorong beban partikel negatif

melalui gel menuju kutub negatif. Tegangan yang digunakan diantaranya 50 dan

300 V, walaupun tegangan 100 V juga digunakan dalam banyak aplikasi. Molekul

DNA yang dipisahkan dalam gel agarose mudah divisualisasikan melalui pewarnaan zat warna yang berpengaruh seperti methylene blue atau melalui pewarnaan fluorescent seperti ethidium bromide (Trigiano et al. 2008).

DNA nematoda hasil amplifikasi dianalisis untuk melihat visualisasi DNA

melalui proses elektroforesis. Bahan yang digunakan yaitu gel agarose 1% sebanyak 25 g yang dilarutkan di dalam larutan buffer TBE (Tris-HCl 45 mM, asam borat 45 mM, EDTA 1 mM). Larutan gel agarose dipanaskan pada microwafe selama 2 kali 1 menit, kemudian didinginkan. Larutan gel agarose yang telah dingin ditambahkan EtBr 0.7 µl, kemudian dituangkan ke dalam wadah

cetakan dan dibiarkan hingga mengeras. Pengukuran DNA menggunkan penanda

100 bp ladder. Setiap sampel DNA disiapkan sebanyak 10 µl dan dimasukan ke dalam sumuran yang telah terbentuk pada gel agarose dengan mikro pipet. Elektroforesis dilakukan menggunakan tegangan 50 V DC selama 60 menit. Hasil

elektroforesis divisualisasikan dengan transluminator UV dan direkam dengan

(39)

   

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Geografis Lokasi Pengambilan Sampel

Desa Vokasi Wisata Kopeng terletak di Kecamatan Getasan, Kabupaten

Semarang. Letak geografisnya berada di lereng gunung Merbabu, Gunung

Telomoyo, dan Gunung Andong pada ketinggian 1450 m dpl (Tim KKN Kopeng

UGM 2012). Ketinggian wilayah Kabupaten Semarang berkisar pada 500-2000 m

dpl, dengan ketinggian terendah terletak di Desa Candirejo Kecamatan Pringapus

dan tertinggi di Desa Batur, Kecamatan Getasan. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh

letak geografis Kabupaten Semarang yang dikelilingi oleh pegunungan dan sungai

(PDE Kab. Semarang 2012). Desa Jogonayan terletak di Kecamatan Ngablak,

Kabupaten Magelang. Ketinggian tempat Kecamatan Ngablak antara 1000-1600 m

dpl. Kedua desa ini masih dalam satu area yang sama yaitu tepat di bawah kaki

Gunung Merbabu.

Pertanaman Wortel di Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel yang pertama adalah di Dusun Sidomukti, Desa

Kopeng, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang yang berada pada ketingian

1200-1400 m dpl. Pengambilan sampel dilakukan saat bulan panen raya wortel

yaitu bulan April. Sebagian besar lahan warga sekitar ditanami wortel yang sudah

siap panen dengan rata-rata umur tanaman wortel antara 100-120 hari. Pertanaman

wortel di daerah tersebut sebagian besar dilakukan secara tumpang sari dengan

beberapa jenis tanaman lain seperti seledri, bawang daun, dan tembakau.

Lokasi pengambilan sampel kedua dan ketiga di Dusun Deles, Desa

Jogonayan, Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang, dengan ketinggian tempat

masing 1400-1600 m dpl dan >1600 m dpl. Kondisi pertanaman di lokasi tersebut

masih sama dengan lokasi pengambilan sampel pertama di Desa Kopeng (gambar

(40)
[image:40.595.115.504.110.272.2]

29       Gambar 5 Vari Wortel dip

sayuran s

(Rukmana

membung

menghasil

dilakukan

lebih 30 cm

20 cm. La

pembuatan penyempr secara rut hari, deng daun. Has awal tidak jika lahan hasil pane bercabang memendek a Pertanama Desa Ko Kabupate ietas wortel perbanyak sudah umu

a 1995). Be

akan tanam

lkan biji ya

secara sed

m dan mem

ahan di sem

n bedenga

rotan. Peme

in sesuai ke

gan mencab

sil panen rat

k mengguna

n mereka me

en wortel ak

g banyak, b

k, dan umb

an wortel di peng, Kab en Magelang

l yang bany

secara gene

um memra

enih wortel

man tua hing

ang siap dij

derhana yai

mbuat beden

mprot denga

n. Benih

eliharaan t

ebutuhan. P

but langsung ta-rata pada akan pupuk enggunakan kan banyak berpuru di

i yang tidak

i lokasi pen . Semarang g

yak dibudida

eratif denga

aktekkan p

tersedia sen

gga umur 1

adikan ben itu mencang ngan ukuran an herbisida disebar pa anaman bi Panen dilak g tanaman

a musim pa

k kandang,

n pupuk kan

k yang beram

seluruh b

k normal la b

ngambilan sa g, 5b) Dus

ampel, 5a) D sun Deles, Dusun Sido Desa Jogo omukti, onayan, ayakan oleh an biji-bijin pembenihan

ndiri oleh m

20-150 hari

nih baru (ga

gkul tanah

n 90 x 80 cm

a merek Ro

ada bedeng asanya han kukan setela dan memis nen sekitar karena ber ndang pada

mbut dan b

bagian umb

ainnya akan

h petani ada

ya. Petani d

n (pembijia

masing-mas

i yang kem

ambar 6a).

pada lahan

m dengan tin

oundup pad

gan pada

nya dengan

ah umur tan

sahkan umb

20 ton/ha.

rdasarkan p

a saat pengo

bercabang. U

bi, umbi pe

n ditinggalka

alah varietas

di sentra pr

an) wortel

ing petani d

mudian bung

Pengolahan

n sedalam

nggi bedeng

da 1-2 hari

1-2 hari

n penyiram

naman sekit

bi dari batan

Pengolahan

pengalaman

olahan awa

Umbi worte

ecah, umbi

an di lahan

(41)

 

   

yang panj

(gambar 6

jang tidak b

6b).

[image:41.595.127.433.168.319.2]

bercabang ddan mulus adalah kuaalitas umbi yang palinng baik

Gambar 6 Geja ditemukan pada setia gejala yan yang tanam pada perta Geja perbedaan Pada satu pertumbuh pertumbuh ini disebu (gambar 7

a b

6 Benih wo normal da

ortel lokal y an berkualit

yang diguna tas baik (6b

akan oleh p )

petani (6a), umbi worteel yang

Geja

ala penyak

n di berbaga

ap lokasi p

ng sebabkan mannya ker anaman akib ala penyaki n pertumbuh u guludan han tanam han tanama

ut sebagai p

7).

ala Penyakkit Meloidoggyne spp. ddi Lapangann

kit dilokasi

ai daerah y

pengamatan.

n oleh genu

rdil, dan jar

bat infeksi M

penelitian

yang lain. L

. Di lahan

us Meloid

rang-jarang

Meloidogyn

n pada um

ahan yang

pertanaman

ogyne, yait

. Gejala ter

ne spp. pada

mumnya sam

diamati kur

n wortel d

tu terdapat

rsebut meru

a tanaman in

ma dengan

rang lebih 8

dapat terliha

spot-spot t

upakan gejal

nangnya.

n yang

800 m2

at jelas

tertentu

la khas

it terjadi p

han antara

di lahan a

mannya. Ba

n yang kerd

ola sebaran

pada spot l

tanaman s

antara bagi

agian yang

dil dan jara

n penyakit y

lahan terten

ehat dan s

an pinggir

g terinfeks

ng-jarang. P

yang spasia

ntu yang a

akit dalam

dan tenga

si nematod

Pola sebara

al (Barker &

akan terliha

satu areal

ah dapat b

da akan t

(42)

31  

   

Gambar 7

Tana

satu gulu

Pertumbuh

Gejala yan

dpl. Dalam

tanaman y

terlihat sp kurang leb tanam wo siap tanam sama untu sesuai umu Infek cairan sel Gerakan n sel tanam sehingga Netscher & Ciri bagian ata a

7 Gejala k pertanam Dusun D

aman yang

udan pertu

han tanama

ng lebih jel

m satu lah

yang rimbu

ot tanaman

bih 120 har

rtel umumn

m. Benih di

uk setiap g

ur tanaman

ksi NPA di

l tanaman

nematoda di

man. Nemato

tanaman m

& Sikora 19

khas puru

as pada umu

kerdil dan man wortel Deles (7b)

terinfeksi M umbuhan t

an yang no

las terlihat

an setengah

un dan rapa

yang seluru

ri yang sud

nya dengan

isebar pada

guludan. Ta

, terlihat rap

awali ketik

serta meng

i dalam jari

oda mengis

melakukan r

978). akar berad umnya dise tanaman ja yang terinf Meloidogyne tanaman s

rmal akan

pada gamb

h bagian te

at sedangka

uhnya kerd

dah memasu

menyebar

a setiap gul

anaman yan

pat, dan rim

a nematoda

gadakan pen

ingan akar m

sap cairan

reaksi deng

da di dalam

ebabkan kar

b

arang-jaran feksi NPA d

g pada seb di Dusun S

bagian spot idomukti (7

t lahan 7a) dan

e spp. terlih sangat terl

tampak rim

ar (b) di la

erlihat norm

an pada se

dil. Tanaman

uki masa pa

biji wortel

ludan denga

ng sehat se

mbun daunny

hat pada gam

lihat mera

mbun dan tu

ahan pada k

mal pertum

etengah bag

n wortel di

anen. Pola

yang sudah

an jumlah y

eharusnya t

ya.

mbar a dan b

ana (gamb

umbuh sere

ketinggian 1

mbuhannya d

gain yang l

lahan ini be

tanam peta

h berumur t

yang kurang tumbuh ser b, pada bar a). empak. 1628 m dengan lainnya erumur ani saat tua dan g lebih rempak

a menusuk j

netrasi ke mengakibat sel tersebu gan membe aringan aka ujung akar tkan kerusa

ut dan men

entuk gejala

ar untuk me

r tanaman w

kan mekani

ngeluarkan

a pada tana

engisap wortel. is pada sekresi aman ( sistem per rena malnut rakaran, gej

trisi dan de

jala pada ta

efisiensi air.

anaman

[image:42.595.114.509.102.273.2]
(43)

 

   

NPA mengurangi jumlah dan efisiensi sistem perakaran. Kekuatan akar yang

terinfeksi lebih kecil dari pada akar yang sehat dengan lebih sedikit akar lateral dan

rambut akarnya. Absorbsi air dan nutrisi oleh sistem akar dari dalam tanah akan

menurun. Translokasi normal air dan nutrisi juga terhambat karena pecahnya sistem

pembuluh angkut. Keabnormalan ini membuat tanaman menjadi kerdil, kelayuan

saat cuaca panas, daun menguning dan rontok, dan akhirnya mengurangi

pembungaan dan pembuahan. Umumnya nematoda tidak sampai mematikan

tanaman. Penyakit akar merupakan menyebakan kematian tanaman dikarenakan

hasil infeksi sekunder oleh cendawan, bakteri patogen, atau hama (Singh &

Sitaramaiah 1994).

Tanaman yang terinfeksi Meloidogyne spp., laju fotosintesis terhambat karena adanya hambatan aliran nutrisi dan air ke daun, terjadinya klorosis,

terjadinya penutupan stomata daun (tanaman layu). Hasil-hasil fotosintesis

kemungkinan dipecah kembali menjadi energi kimia terutama untuk memenuhi

kebutuhan energi tinggi akibat terjadinya hiperplasia dan hipertrofi dalam akar yang

membutuhkan energi relatif tinggi. Infeksi NPA menyebabkan terjadinya

pengurangan baik panjang maupun jumlah akar dan zat-zat tumbuh yang dihasilkan

akar terhambat, sperti giberelin dan sitokinin (Mulyadi 2009).

Pengambilan sampel dilakukan saat musim kering yang sangat jarang air. Di

lokasi pertama Dusun Sidomukti pada ketinggian 1362 m dpl sumber pengairan

berasan dari saluran irigasi yang cukup kecil dan persediaan air terbatas, sehingga

kondisi lahan cenderung kering. Di lokasi kedua dan ketiga Dusun Deles pada

ketinggian 1400-1600 m dpl dan >1600 m dpl sumber air berasal dari mata air

pegunungan dengan paralon sebagai penyalur sumber air ke lahan-lahan petani.

Kondisi di lahan kedua dan ketiga umumnya tidak jauh berbeda dengan lahan di

lokasi pertama.

Kondisi lahan dengan tanah yang kering dan kapasitas air dalam tanah yang

terbatas sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan tanaman. Nematoda sangat

peka terhadap kondisi lingkungan hidupnya. Lingkungan yang sesuai dengan

(44)

33  

   

semakin berat. Tingkat kejadian penyakit pada setiap lokasi pengamata disajikan

pada tabel 4.

Tabel 4 Kejadian penyakit oleh infeksi Meloidogyne spp. pada setiap lokasi pengambilan sampel

Lokasi pengambilan sampel Ketinggian (m dpl) Kejadian penyakit (%)

Dusun Sidomukti 1200-1400 52

Dusun Deles 1400-1600 63

Dusun Deles >1600 67

Hasil penghitungan penyakit dilakukan berdasarkan semua gejala penyakit

oleh infeksi Meloidogyne spp., baik berupa puru, umbi bercabang, umbi berambut (hairy root), dan umbi bulat memendek. Di lokasi pertama, Dusun Sidomukti (1200-1400 m dpl) kejadian penyakit sebesar 52%, pada lokasi kedua dan ketiga di

Dusun Deles sebanyak 63% (ketinggian 1400-1600 m dpl) dan 67% (ketinggian

>1600 m dpl). Persentase kejadian penyakit menggambarkan tingkat infeksi oleh

Meloidogyne spp. faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat infeksi oleh nematoda antara lain sistem budidaya, cara olah tanah, suhu, pH tanah, dan kelembaban

tempat. Sistem budidaya dan cara olah tanah pada setiap lokasi pengambilan

sampel umumya tidak berbeda karena daerah tersebut masih berdekatan sehingga

kebiasaan budidaya dan olah lahan petani masih relatif sama. Faktor lain seperti

suhu, pH tanah dan kelembaban berpengaruh terhadap biologi, populasi, dan

persebaran dari setiap spesies Meloidogyne spp. Populasi akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kerusakan di lapangan. Populasi Meloidogyne spp. yang semakin banyak menyebabkan tingkat kerusakan semakin tinggi.

Sifat-sifat tanah sangat berpengaruh terhadap nematoda. Nematoda

membentuk populasi yang besar pada tanah pasiran, tanah lempungan atau tanah

berat yang basah kurang disukai, dan dalam beberapa hal tekstrur tanah tidak

mempengaruhi. Tekstur tanah berpengaruh langsung dalam pengaturan

pertumbuhan populasi nematoda. Tekstur tanah erat hubungannya dengan distribusi

(45)

 

   

tanah untuk kehidupan nematoda. Tekstur tanah sangat penting dalam

patogenisitas, sebab pengaruhnya terhadap tingkat pengeringan. Konsentrasi

nematoda yang rendah menyebabkan kerusakan lebih besar di dalam tanah dengan

kapasitas air tanah yang rendah dibandingkan dengan di dalam tanah yang

mempunyai kapasitas air tinggi (Dropkin 1989 ).

Jenis tanah tanah pada lokasi pengambilan sampel umumnya merupakan

jenis tanah andosol. Kedua lokasi ini tepat berada di daerah kaki Gunung Merbabu.

Wilayah di daerah kaki pegunungan umumnya memiliki jenis tanah andosol yang

terbentuk dari abu vulkan dari letusan gunung berapi yang masih aktif. Tanah

andosol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porus, mengandung bahan

organik dan lempung (clay ) tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroxida besi.

Ciri morfologi tanah andosol yaitu horizon A1 yang tebal berwarna kelam,

coklat sampai hitam, sangat porus, sangat gembur, tidak liat (non-plastic), tidak lekat (non sticky), struktur remah atau granuler, terasa berminyak (smeary) karena mengandung bahan organik antara 8% sampai 30% dengan pH 4.5-6. Sifat

mineralogi berupa fraksi debu dan pasir halus berupa gelas vulkanik, dengan

mineral feromagnesium, dan fraksi lempung sebagian terbesar alofan mengandung

juga halloysit. Sifat fisik tanah andosol adalah selalu jenuh air jika tertutup

vegetasi, sangat gembur tetapi mempunyai derajat ketahanan struktur yang tinggi

sehingga mudah diolah, dan permeabilitas sangat tinggi karena mengandung

banyak makropori (Darmawijaya 1990).

Berdasarkan sifaf-sifat dari jenis tanah andosol tersebut jelas berpengaruh

terhadap tingkat distribusi dan kerusakan oleh nematoda. Sifat tanah yang

bertekstur gembur, tidak liat, sangat porus, banyak mengandung fraksi debu dan

pasir, serta kapasitas air yang tinggi mempermudah nematoda bergerak dan

terdistribusi ke banyak lokasi di lahan. Juvenil di tanah berpasir mampu bergerak

(46)

35  

   

Tipe Gejala yanng Ditemukkan pada UUmbi Worttel

Geja bagian um malformas bercabang dilihat pa ditemukan Kurniawan umbi berc

root) (gam

ala penyaki

mbinya. Um

si dengan

g dua pada

ada pangka

n di lokasi p

n (2010), T

cabang, umb

mbar 8).

it pada wo

mbi wortel y

berbagai b

pangkal ak

al akar dan

pengambila

Taher (2012

bi pecah, u

ortel terliha

yang terinfe

bentuk yan

kar, akar p

n cabang

an sampel sa

2), dan Hik

umbi pendek

at jelas jika

eksi nemato ng berbeda. pecah, dan akar (Davi ama dengan kmia (2012 k membula

a wortel di

da biasanya

. Malforma

juga puru

is 2004). T

n gejala yan

2). Tipe gej

at, dan umb

icabut dan

a akan men

asi selalu t

yang tidak Tipe gejala ng dilaporka ala tersebu bi berambut dilihat ngalami terlihat k bagus a yang an oleh ut yaitu (hairy

Gambar 8

Geja beda. Umb Umbi dap yang beru bergeromb memanjan umbi. Cab simetris at a

8 Berbaga bercaban berambu ala penyaki bi bercaban at bercaban ukuran bes bol. Umbi ng. Cabang

bang pada u

tau tidak sam

ai bentuk g ng, 8b) umb ut (hairy ro

it pada um

ng terbentuk

ng dua atau

sar cabangn yang kecil dapat mun umbi ukuran ma besar. b gejala infek bi pecah, 8c

ot)

mbi wortel m

k mulai dari

lebih, bahk

nya biasan

biasanya b

ncul pada u

nnya berbed

c

ksi NPA p c) umbi pen

memiliki v

i pangkal um

kan ada yan

nya berukur bercabang umbi bagian da-beda, ada c pada umbi ndek membu ariasi bentu mbi bagian

ng sampai b

ran besar

lebih sedik

n pangkal, t

a yang sime

d

wortel 8a) ulat, dan 8d

) umbi d) umbi

uk yang be

atas (gamb

bercabang 8

tetapi mem

kit dan caba

tengah, dan

[image:46.595.103.519.137.813.2]
(47)

 

   

Gejala umbi pecah yaitu umbi pecah atau membelah. Umbi pecah dapat

pecah atau retak yang tidak beraturan dan ada juga yang pecah beraturan (gambar

8b). Umbi yang membulat biasanya akan pecah tidak beraturan dan akan membelah

dimulai dari pangkal sampai ujung umbi. Umbi akan terbelah menjadi dua bagian

tetapi tetap menempel pada pangkal umbi. Umbi yang berbentuk memanjang

biasanya hanya retak secara beraturan dan tampak rapi seperti disayat pisau.

Gejala umbi pendek membulat, umbi dapat berbentuk bulat sempurna dan

memendek (gambar 8c). Gejala lain dapat berbentuk lonjong, oval, atau bulat tidak

beraturan dan memendek. Ukuran umbi antara 3-6 cm.

Gejala umbi berambut (hairy root) berupa rambut akar yang muncul dari setiap bagian permukaan umbi, biasanya pada dua pertiga bagian atas umbi

(gambar 8d). Rambut akar dapat muncul pada setiap gejala yang lain seperti pada

umbi pendek membulat atau umbi bercabang, akan tetapi biasanya rambut akar

berjumlah banyak pada umbi yang memanjang normal. Pada rambut akar biasanya

terdapat puru bulat kecil yang muncul disepanjang rambut akar. Rambut akar dapat

bertekstur halus tanpa adanya puru.

Berbagai bentuk gejala yang ditimbulkan oleh infeksi Meloidogyne spp. umumnya ditemukan disetiap lokasi pengambilan sampel. Intensitas gejala penyakit

pada setiap lokasi ketinggian berbeda. Perbedaan berupa gejala yang dominan

[image:47.595.94.518.582.708.2]

pada lokasi ketinggian tertentu.

Tabel 5 Keberadaan tipe gejala penyakit oleh infeksi Meloidogyne spp. pada umbi wortel di setiap lokasi pengambilan sampel

Bentuk umbi Ketinggian (m dpl)

1200-1400 1400-1600 >1600

Umbi bercabang + + +

Umbi pecah + + +

Umbi pendek membulat + + +

Umbi berambut (hairy root) + + +

Keterangan: + = ada

(48)

37       Pada bercabang

ketiga di D

umbi bera

gejala yan

spp secara

bisa saja m

juga spesi

a lokasi pe

g teramati le

Dusun Dele

ambut (hairy ng ada tidak

a spesifik. B

menimbulka

es yang sud

ertama di D

ebih banyak

es pada keti

y root) tera k dapat digu

Beberapa sp

an gejala ya

dah terinden

Dusun Sido

k dari pada

inggian 140

amati lebih b

unakan untu

pesies Melo ang sama p

ntifikasi men omukti (120 gejala yang 00-1600 m banyak dari u

Gambar

Gambar 1  Paket telur menempel pada bagian posterior nematoda betina (1a),
Gambar 2  Siklus penyakit yang disebabkan oleh NPA (Sumber: Agrios 2005)
Gambar 33  Nematod
Tabel 1  Perbedaan morfologis empat spesies utama Meloidogyne spp.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain dari makanan, menurut dia, kalori dari minuman lebih berbahaya karena mengandung fruktosa atau gula buah karena tubuh dengan mudah mengubahnya menjadi lemak.. Kalori cair

Warna kontras umumnya digunakan untuk sebagai navigasi, headings, link dan body text, kita dapat menggunakan warna yang lebih menyaru untuk menandakan sesuatu

Hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa pemberian kombinasi ketamin 0,25 mg/kgBB dan midazolam 37,5 f.ig/kgBB intravena lebih efektif mencegah kejadian menggigil pada wanita

Sampel yang telah digiling di analisa menggunakan analisis proksimat meliputi kuantifikasi nutrisi seperti air, abu, serat kasar, protein kasar, lemak, dan bahan ekstrak

kolaborasi dengan tim kesehatan lain, merencanakan asuhan, melaksanakan asuhan yang telah direncanakan, mengevaluasi asuhan dan mendokumentasikan dengan metode SOAP

Kohesivitas yang ditunjukkan oleh subjek penelitian tersebut dapat dilihat dari (a) aktifitas kelompok dalam komunitas (main bola bareng, berkumpul setiap hari, bakti sosial

Hal ini menunjukkan bahwa dalam kemampuan passing bawah bola voli, penerapan metode latihan mini games lebih tepat dalam meningkatkan kemampuan passing bawah bola voli dan juga

Hasil proyeksi penduduk baik stagnan maupun menggunakan itriasi dapat dihitung laju pertumbuhan penduduk (LPP), hasil proyeksi tahun 2035 dengan kondisi stagnan tingkat