1.1.Latar Belakang
Salah satu produk pertanian Indonesia adalah produk holtikultura. Salah satu produk holtikultura adalah sayur-sayuran. Sayuran merupakan sebutan umum bagi hasil pertanian yang berasal dari tumbuhan yang biasanya mengandung kadar air tinggi dan dikonsumsi dalam keadaan segar atau diolah secara minimal.
Seiring dengan perkembangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia serta kebutuhan industri, maka konsumsi kedelai sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol semakin diminati bagi sejumlah besar masyarakat Indonesia. Sayuran Edamame merupakan salah satu tanaman sejenis kedelai yang berasal dari daerah sub tropika yang telah berhasil dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini dikonsumsi sebagai
vegetable soybean (kedelai segar), dengan rasa yang unik dan sangat tinggi nilai gizinya sebagai sumber vitamin, mineral, protein, energi.
Sayuran Edamame masih kurang populer di Indonesia, karena komoditas Edamame sebagian besar diekspor ke luar negeri, khususnya Negara Jepang dan Negara Amerika, sedangkan dalam negeri, produk ini sering dijumpai di restoran Jepang atau restoran berkelas lainnya untuk disantap atau dimasak menjadi sup. Sayuran Edamame menjadi satu-satunya sayuran yang mengandung semua (sembilan) jenis asam amino esensial yang dapat menstabilkan kadar gula darah, meningkatkan metabolisme dan kadar energi, serta membantu membangun otot dan sel-sel sistem imun. Peluang untuk meningkatkan produksi sayuran Edamame dalam negeri masih terbuka luas, jika dikaitkan untuk keperluan industri pakan ternak, industri tempe, tahu, dan kecap di Tanah Air. Selain itu juga permintaan Edamame di luar negeri masih terbuka luas, khususnya Negara Jepang dan Amerika.
permintaan sayuran Edamame yang semakin meningkat, maka peningkatan permintaan tersebut harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sayuran Edamame untuk memperoleh keunggulan kompetitif sayuran Edamame. Salah satu cara untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yaitu dengan melakukan manajemen rantai pasokan, karena sayuran mempunyai sifat yang mudah rusak. Secara umum, sayuran cepat mengalami pembusukan, berair, dan rusak apabila tidak segera diolah dan dikonsumsi, sehingga diperlukan penanganan segera untuk mengatasi hal tersebut.
Manajemen rantai pasokan merupakan siklus lengkap usaha produksi, mulai dari kegiatan pengelolaan di setiap mata rantai aktivitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai/user. Supply Chain Management
(SCM) menegaskan adanya interaksi antar fungsi produksi, pemasaran pada suatu perusahaan. Memanfaatkan kesempatan untuk meningkatkan pelayanan kepada konsumen dan penurunan biaya yang dapat dilakukan melalui koordinasi dan kerjasama antara pengadaan bahan baku dan pendistribusiaanya (Siagian, 2005). Kegiatan manajemen rantai pasokan sayuran dimulai dari hulu hingga hilir. Mulai dari pemasok sayuran hingga pengecer sayuran.
Anggota rantai pasok terdiri dari hulu sampai ke hilir, maka diperlukan suatu metode untuk mengurutkan anggota rantai pasok tersebut, yaitu dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP). Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) merupakan suatu teknis analisis keputusan dengan menggunakan perbandingan berpasangan. Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan untuk menentukan
prioritas dari risiko sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dan menentukan prioritas dari anggota rantai pasok
pemasaran yang memungkinkan konsumen mendapatkan pasokan produk yang memiliki kualitas yang baik dan layak untuk dikonsumsi.
PT Saung Mirwan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang agribisnis, yang telah memiliki banyak pengalaman dalam bidang hortikultura, yaitu sayuran dan bunga. PT Saung Mirwan memiliki prestasi yaitu sebagai perusahaan yang memperkenalkan sayuran Edamame di Bogor dan sekitarnya, sehingga tidak heran bahwa komoditas sayuran utamanya di bidang ritel adalah sayuran Edamame. Permintaan sayuran Edamame dalam tiga tahun terakhir (tahun 2009-2011) paling besar dibandingkan dengan
Lettuce dan Ceysin, keduanya merupakan komoditas yang diminta juga oleh pihak ritel. Jumlah permintaan sayuran Edamame dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Permintaan Sayuran Edamame, Lettuce, dan Ceysin Pada PT Saung Mirwan Pada Tahun 2009-2011
Komoditi Tahun
2009 2010 2011 Lettuce 36.505 ton 20.971 ton 6.752 ton
Ceysin 4.717 ton 2.766 ton 1.443 ton
Edamame 165.517 ton 119.953 ton 110.165 ton
Sumber: PT Saung Mirwan (2011)
Perusahaan dituntut untuk memiliki keunggulan kompetitif yang tinggi sehingga dapat memberikan sayuran Edamame yang berkualitas sesuai dengan yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen. PT Saung Mirwan selama ini belum melakukan manajemen risiko rantai pasokan sayuran Edamame dengan cara membuat struktur hirarki risiko, sehingga belum memiliki rancangan sistem penunjang keputusan untuk mengelola risiko-risiko pada rantai pasokan. Oleh karena itu, diperlukan suatu struktur hirarki risiko dan membuat rancangan sistem penunjang keputusan yang tepat untuk mengelola risiko-risiko pada rantai pasokan, dan pada akhirnya dapat memberikan sayuran Edamame yang berkualitas, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
rancangan sistem penunjang keputusan untuk mengelola risiko sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen rantai pasok.
1.2.Perumusan Masalah
Masalah-masalah yang dianalisis, dibahas, dan dipecahkan dalam penelitian ini dirangkum dalam beberapa hal, yaitu:
1. Bagaimana manajemen rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan?
2. Bagaimana prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan?
3. Bagaimana manajemen risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan?
4. Bagaimana rancangan sistem penunjang keputusan untuk mengelola risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai
pasokan?
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Menganalisis manajemen rantai pasokan sayuran Edamame PT Saung Mirwan.
2. Menganalisis prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan.
3. Menganalisis manajemen risiko (yang memiliki nilai prioritas paling tinggi) sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan.
diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasokan.
1.4.Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini yaitu sebagai:
1. Saran bagi anggota rantai pasokan sayuran Edamame untuk menjadi bahan pertimbangan dalam menganalisis risiko sayuran Edamame dalam manajemen rantai pasokan.
2. Tambahan informasi dan referensi untuk penelitian selanjutnya. 3. Tambahan informasi untuk memperluas wawasan para pembaca.
4. Media pengembangan serta penerapan ilmu dari disiplin ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah.
1.5.Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Produk yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah produk sayuran Edamame yang diproduksi secara rutin dan merupakan komoditas utama PT Saung Mirwan di bidang ritel.
2. Anggota rantai pasokan yang akan dikaji secara mendalam dalam penelitian ini adalah anggota primer rantai pasokan komoditas sayuran Edamame.
3. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
4. Penilaian risiko difokuskan kepada anggota rantai pasok sayuran Edamame yang memiliki nilai prioritas paling tinggi.
2.1.Manajemen Rantai Pasokan 2.1.1 Rantai Pasokan
Menurut Hadiguna (2010), rantai pasok adalah jejaring fisik dan aktivitas yang terkait dengan aliran bahan dan informasi di dalam atau melintasi batas-batas perusahaan. Sebuah rantai pasok akan terdiri dari rangkaian proses pengambilan keputusan dan eksekusi yang berhubungan dengan aliran bahan, informasi, dan uang. Proses dari rantai pasok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan mulai dari produksi sampai konsumen akhir. Rantai pasok bukan hanya terdiri dari produsen dan pemasoknya tetapi mempunyai ketergantungan dengan aliran logistik, pengangkutan, penyimpanan atau gudang, pengecer, dan konsumen itu sendiri.
Berdasarkan konsep supply chain terdapat tiga tahapan dalam aliran material. Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatu sistem physical supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan kepada konsumen akhir membentuk suatu physical distribution (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Aliran material tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
Pola aliran material pada Gambar 1 menunjukkan bahwa bahan mentah didistribusikan kepada supplier dan manufacture yang melakukan pengolahan, sehingga menjadi barang jadi yang siap didistribusikan kepada customer melalui distributor. Aliran produk terjadi mulai dari supplier hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini adalah aliran permintaan dan informasi. Permintaan dari
Gambar 1. Pola Aliran Material (Arnold dan Chapman dalam Maghfiroh, 2010)
Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Pada negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, mekanisme rantai pasok produk pertanian dicirikan dengan lemahnya produk pertanian dan komposisi pasar. Kedua hal tersebut akan menentukan kelangsungan mekanisme rantai pasok. Mekanisme rantai pasok produk pertanian dapat bersifat tradisional ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang berkualitas, dan memperluas pangsa pasar yang ada.
Pada rantai pasok modern, petani sebagai produsen dan pemasok pertama produk pertanian membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian atau kontrak dengan manufaktur, eksportir, atau langsung dengan pasar sebagai ritel, sehinggga petani memiliki posisi tawar yang baik (Marimin dan Maghfiroh, 2010).
S
2.1.2Manajemen Rantai Pasokan
Manajemen rantai pasokan berawal dari konsep Porter tentang
value chain (rantai nilai) (Haming dan Nurnajamuddin, 2007). Rantai nilai merupakan konsep yang mengajarkan bahwa tujuan utama usaha bisnis untuk mewujudkan laba diproses dan diwujudkan melalui kerja sama antara para aparatur operasi dan aparatur penunjang. Heizer dan Render (2010), mendefinisikan manajemen rantai pasokan adalah integrasi aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan menjadi barang setengah jadi, dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Seluruh aktivitas ini mencakup aktivitas pembeliaan dan pangalihdayaan, ditambah fungsi lain yang penting bagi hubungan antara pemasok dengan distributor.
Manajemen rantai pasokan mencakup aktivitas untuk menetukan (1) penyedia transportasi, (2) transfer uang secara kredit dan tunai, (3) para pemasok, (4)distributor, (5) utang dan piutang usaha, (6) pergudangan dan persediaan, (7) pemenuhan pesanan, serta (8) berbagi informasi pelanggan, prediksi dan produksi. Tujuannya adalah untuk membangun sebuah rantai pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan. Persaingan bukan lagi antar perusahaan, melainkan antar rantai pasokan dan rantai pasokan itu bersifat global.
Menurut Ma’Arif dan Tanjung (2003), manajemen rantai pasokan merupakan suatu perluasan dari logistic management di perusahaan. Dalam manajemen rantai pasokan yang dibahas adalah dimulai dari perusahaan, pemasok, pelanggan, grosir, pengecer, diintegrasikan menjadi satu. Tujuannya adalah supaya lebih efisien. Menurut Ma’Arif dan Tanjung (2003), keuntungan manajemen rantai pasokan adalah persiapan diri dalam menghadapi persaingan bebas, di mana perusahaan kelas dunia akan bertempur di Indonesia dalam tujuan-tujuan global. Dalam manufaktur, 50% - 80% biaya terkait dengan kegiatan manajemen rantai pasokan, apabila manajemen rantai pasokan tidak baik, organisasi tidak akan sanggup menghadapi tujuan global.
Menurut William et al dalam Anatan dan Ellitan (2008) mendefinisikan manajemen rantai pasokan sebagai pengelolaan atau manajemen organisasi yang saling berkaitan dan saling berhubungan satu sama lain baik dengan konsumen maupun pemasok dalam suatu proses untuk menghasilkan nilai produk dan jasa bagi konsumen. Prinsip manajemen rantai pasokan pada dasarnya merupakan sinkronisasi dan koordinasi aktivitas-aktivitas yang terkait dengan aliran material/produk, baik yang ada dalam suatu organisasi maupun antar organisasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur Rantai Pasokan (Anatan dan Ellitan, 2008) Manufa
ktur
Supplier Distribution
Center
Whole saler
Retailer End Customer
Aliran Produk Aliran Biaya
Menurut Tunggal (2009), Supply Chain Management (SCM) terdiri dari tiga elemen yang saling terikat satu sama lain, yaitu:
1. Struktur jaringan supply chain
Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota supply chain
lainnya.
2. Proses bisnis supply chain
Aktivitas – aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.
3. Komponen manajemen supply chain
Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang supply chain.
Menurut Tunggal (2009), ada dua anggota supply chain, yaitu: 1. Primary members (anggota primer)
Semua perusahaan/unit bisnis strategik yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar.
2. Secondary members (anggota sekunder)
Perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di supply chain.
Menurut Austin (1992) dan Brown (1994) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), manajemen rantai pasok pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktur karena:
1. Produk pertanian bersifat mudah rusak
2. Proses pananaman, pertumbuhan, pemanenan tergantung pada iklim dan musim
3. Hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi
4. Produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani
Selain lebih kompleks, manajemen rantai pasok produk pertanian juga bersifat probabilistik dan dinamis.
Perusahaan yang dapat menjalankan kegiatan supply chain akan mendapatkan keuntungan tidak hanya jangka pendek, bahkan juga jangka panjang seperti kemungkinan peningkatan profit dari adanya kerja sama yang berkepanjangan dengan berbagai pihak, perluasan pangsa pasar, dan kepuasaan konsumen. Ada dua hal penting yang menjadi ide pokok supply chain management yaitu pertama, SCM merupakan kolaborasi hasil usaha bersama antar setiap bagian atau proses dalam siklus produk. Kedua, SCM harus dapat meng-cover
seluruh kegiatan siklus produk. Dan kunci SCM yang efektif adalah penyeimbangan arus produksi dengan permintaan konsumen yang selalu berubah-ubah (Siagian, 2005).
Dalam Hadiguna (2010), Lee (2002) merumuskan karakteristik pasokan berdasarkan fenomena stabil dan berkembang yang diringkas pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Pasokan
Stabil Berkembang Breakdown kurang
Hasil stabil dan tinggi Masalah mutu berkurang
Hasil variabel dan rendah Potensial masalah mutu
Waktu ancang menjadi variabel Sumber: Hadiguna (2010)
2.2.Manajemen Risiko Rantai Pasokan
2.2.1 Risiko Rantai Pasok Perumusan Masalah
yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Risiko juga dapat diartikan penyebaran dan atau penyimpangan dari target, sasaran, atau harapan.
Menurut Cavinato dalam Hadiguna (2010), pada dasarnya terdapat lima aliran yang bisa dianalisa dalam manajemen risiko rantai pasokan, yaitu risiko operasional, risiko finansial atau risiko keuangan, risiko informasi, risiko relasional, dan risiko inovasional. Manajemen risiko rantai pasokan pada umumnya fokus pada pada risiko operasional. Misalnya risiko dalam penerimaan pesanan, risiko dalam pembeliaan barang, risiko dalam persediaan, risiko dalam produksi, risiko dalam perencanaan, risiko dalam hubungan antara agen serta prinsipal dan beberapa kejadian lain yang sangat banyak dalam proses bisnis suatu perusahaan.
Djohanputro (2008), risiko operasional adalah potensi penyimpangan dari hasil yang diharapkan karena tidak berfungsinya suatu sistem, SDM, teknologi, atau faktor lain. Risiko operasional dapat terjadi pada dua tingkatan yaitu teknis dan organisasi. Pada tataran teknis, risiko operasional dapat terjadi apabila sistem informasi, kesalahan mencatat, informasi yang tidak memadai, dan pengukuran risiko yang tidak akurat dan tidak memadai. Pada tataran organisasi, risiko operasional dapat muncul karena sistem pemantauan dan pelaporan, sistem dan prosedur, serta kebijakan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Risiko operasional dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu manusia (sumber daya manusia), teknologi, sistem dan prosedur, kebijakan, dan stuktur organisasi. Risiko operasional merupakan salah satu risiko rantai pasok.
bisnis perusahaan dan teknologinya. Risiko operasional merupakan potensi kerugian yang disebabkan oleh lima hal. Risiko operasional merupakan kerugian finansial yang disebabkan oleh kegagalan proses internal perusahaan, kesalahan sumber daya manusia, kegagalan sistem, kerugian yang disebabkan kejadian dari luar perusahaan, dan kerugian karena pelanggaran peraturan dan hukum yang berlaku.
Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010), risiko rantai pasok dapat didefinisikan sebagai kerugian yang dikaji dari sisi kemungkinan terjadinya, sisi kemungkinan penyebabnya, dan sisi akibatnya dalam rantai pasok sebuah perusahaan dan lingkungannya. Dalam suatu rantai pasok, jika satu pelaku mengalami masalah dalam rantai pasok, maka akan berpengaruh baik secara langsung atau tidak langsung kepada mitra dalam jaringan rantai pasoknya.
2.2.2 Manajemen Risiko Rantai Pasokan
Menurut Djohanputro (2008), tujuan memahami resiko adalah untuk mengelola risiko. Manajemen resiko operasional merupakan salah satu kegiatan manajemen risiko rantai pasokan. Proses manajemen resiko operasional adalah proses penanganan resiko yang dimulai dari proses pengenalan risiko operasional sampai mengendalikan risiko operasional (Muslich, 2007).
2.3.Siklus Manajemen Risiko
Menurut Djohanputro (2008), siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahapan, yaitu identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko, model pengelolaan risiko, monitor, dan pengendalian.
2.3.1 Identifikasi Risiko
Pada tahap ini, analis berusaha mengidentifikasi apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu menghadapi seluruh risiko tersebut. Tetapi, ada risiko yang dominan dan risiko yang minor. Dengan melakukan identifikasi risiko, maka dapat terkumpul informasi tentang kejadian risiko, informasi tentang penyebab risiko, dan informasi tentang dampak yang ditimbulkan oleh risiko tersebut.
Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa cara yaitu analisis data historis, pengamatan dan survei, pengacuan (benchmarking), dan pendapat ahli. Prinsip dari analisis data historis adalah menggunakan berbagai informasi atau data mengenai segala sesuatu yang pernah terjadi, baik data primer maupun data sekunder. Prinsip dari pengamatan dan survei adalah melakukan investigasi secara langsung, pengamatan atau survei, on the spot. Prinsip dari pengacuan (benchmarking) adalah pertama-tama memilih acuan atau benchmark.
2.3.2 Pengukuran Risiko
Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitas risiko dan faktor kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa banyak nilai, atau eksposur yang rentan terhadap risiko. Kualitas risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya. Menurut Halikas et al (2004) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar (bersifat subjektif) dan metode pengukuran risiko secara statistik (bersifat objektif).
2.3.3 Pemetaan Risiko
Sebuah manajemen akan mampu menilai risiko dengan adanya pengelompokkan terhadap risiko. Pemetaan risiko pada prinsipnya merupakan penyusunan risiko berdasarkan kelompok-kelompok tertentu sehingga manajemen dapat mengidentifikasi karakter-karakter dari masing-masing risiko dan menetapkan tindakan yang sesuai terhadap masing-masing risiko (Djohanputro, 2008). Risiko selalu terkait dengan dua dimensi, pemetaan yang paling tepat juga menggunakan dua dimensi yang sama. Kedua dimensi yang dimaksud adalah probabilitas terjadinya risiko dan dampaknya bila risiko terjadi. Diagram pemetaan risiko seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Kunci tahap pemetaan menurut Scandizzo (2005) adalah mengidentifikasi kegiatan kunci, menganalisis pemicu risiko yaitu
Gambar 3. Diagram Pemetaan Risiko (Djohanputro, 2008)
2.3.4 Model Pengelolaan Risiko
Pengelolaan risiko dapat dilakukan secara konvensional, penetapan model risiko dan struktur organisasi pengelolaan risiko. Tahap ini adalah tahap memilih metode manajemen yang akan digunakan untuk mencegah atau mengurangi risiko yang akan terjadi, baik secara parsial atau menyeluruh, sehingga mampu meminimalkan dampak terhadap pengoperasian rantai pasok.
2.3.5 Monitoring dan Pengendalian Risiko
Status sebuah risiko dapat berubah-ubah sesuai kondisi, sehingga faktor-faktor risiko harus dimonitor untuk mengetahui keefektifan respon yang telah dipilih dan mengidentifikasi adanya risiko yang baru maupun berubah dari kemungkinan dan konsekuensinya. Monitoring dan pengendalian risiko bertujuan untuk memastikan bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana, cukup efektif, dan untuk memantau perkembangan terhadap kecendrungan-kecendrungan berubahnya profil risiko. Perubahan ini berdampak pada pergeseran peta risiko yang otomatis merubah prioritas risiko.
Risiko II Risiko I
Risiko yang berbahaya yang jarang terjadi
Mengancam pencapaian tujuan perusahaan
Risiko IV Risiko III
Risiko tidak berbahaya Risiko yang terjadi secara rutin
Rendah Tinggi
Rendah Tinggi
Probabilitas Sedang
2.4.Analytic Hierarchy Process (AHP)
Salah satu alat (metode) yang dapat dipakai oleh pengambil keputusan untuk bisa memahami kondisi suatu sistem dan membantu didalam melakukan prediksi dan pengambilan keputusan adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) (Fewidarto, 1996). Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu teknis analisis keputusan dengan menggunakan perbandingan berpasangan dalam suatu diagram bertingkat yang umumnya dimulai dari tujuan (sasaran), kemudian kriteria level pertama, lalu sub kriteria dan seterusnya (Santoso, 2005). Sumber kerumitan masalah pengambil keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria, pemilihan dan jika pengambilan keputusan lebih dari satu.
Menurut Fewidarto (1996), ada beberapa keuntungan yang didapat dari penerapan AHP, diantaranya adalah:
1. Penyajian sistem secara hirarki dapat digunakan untuk menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan prioritas pada level atas mempengaruhi prioritas elemen-elemen pada level/tingkatan dibawahnya.
2. Hirarki memberikan banyak informasi yang lengkap pada struktur dan fungsi suatu sistem dalam level yang lebih rendah dan memberikan gambaran tentang pelaku-pelaku dan tujuan-tujuannya pada level yang lebih tinggi. Elemen-elemen kendala yang terbaik adalah disajikan pada level yang lebih tinggi lagi untuk menjamin bahwa kendala-kendala itu diperhatikan.
3. Sistem alamiah disusun secara hirarki, yaitu dengan membangun konstruksi modul dan akhirnya menyusun rakitan modul-modul itu. Hal ini jauh lebih efisien daripada merakit modul-modul itu secara keseluruhan sekalipun.
2.5. Analytic Network Process (ANP)
Analytical Network Process (ANP) merupakan alat analisis yang mampu merepresentasikan tingkat kepentingan berbagai pihak dengan mempertimbangkan hubungan ketergantungan baik antar kriteria maupun subkriteria. ANP memberikan pendekatan yang lebih akurat karena ANP mampu menangani masalah yang kompleks yang berkaitan dengan ketergantungan dan umpan balik. ANP memberikan bobot dalam pengukuran kinerja rantai pasok pada masing-masing anggota rantai pasokan.
Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process
(ANP) berbeda, pada Analytical Hierarchy Process (AHP) tidak mempertimbangkan hubungan ketergantungan dan hanya mempertimbangkan hubungan linier dari atas ke bawah. AHP tidak dapat menangani interkoneksi antara faktor-faktor keputusan pada tingkat yang sama karena kerangka pengambilan keputusan dalam model AHP mengasumsikan hubungan satu arah antara tingkat hirarki keputusan. Pada jaringan AHP terdapat level
tujuan, kriteria, subkriteria, dan alternatif, tetapi dalam ANP level dalam AHP disebut cluster yang dapat memiliki kriteria dan alternatif di dalamnya yang disebut simpul.
Masing-masing skala rasio menunjukkan perbandingan kepentingan antara elemen di dalam sebuah komponen dengan elemen di luar komponen (outer dependence) atau di dalam elemen terhadap elemen itu sendiri yang berada di komponen dalam. Tidak setiap elemen memberikan pengaruh terhadap elemen dari komponen lain. Elemen yang tidak memberikan pengaruh pada elemen lain akan memberikan nilai nol. Matriks hasil perbandingan direpresentasikan kedalam bentuk vertikal dan horisontal dan berbentuk matriks yang bersifat stokastik yang disebut sebagai supermatriks. Supermatriks diharapkan dapat menangkap pengaruh dari elemen-elemen pada elemen-elemen lain dalam jaringan (Saaty and Vargas, 2006).
2.5.1 Konsep-konsep dari ANP
Menurut Saaty dalam Susilo (2008), konsep-konsep dari Analytic Network Process (ANP) meliputi:
2. Pengaruh dengan respek ke sebuah kriteria 3. Kontrol hirarki atau sistem
4. Supermatrix
5. Limiting supermatrix dan limiting prioritie
6. Primitivity, irreducibility, cyclicity
7. Membuat limiting supermatrix stochastic: mengapa cluster harus dibandingkan
8. Sintesis untuk kriteria dari sebuah kontrol hirarki atau sebuah kontrol sistem
9. Sintesis untuk keuntungan, biaya, peluang, dan risiko kontrol hirarki
10. Formulasi untuk menghitung limit
11. Hubungkan ke Neural Network Firing-kasus berkelanjutan
12. Kepadatan dari neural firing dan distribusi serta aplikasinya untuk menghasilkan kembali citra yang dapat dilihat dan komposisi simponik.
2.5.2 Prosedur ANP
Menurut Izik et at (2011) proses solusi ANP memiliki empat langkah utama yaitu:
1. Mengembangkan Struktur Model Keputusan
Pada langkah ini, masalah harus disusun dan model konseptual harus dibuat. Awalnya, komponen-komponen penting harus diidentifikasi. Elemen paling atas (cluster) didekomposisi menjadi sub-komponen dan atribut (node). ANP memungkinkan dependensi baik di dalam sebuah cluster (ketergantungan dalam) dan antar
2.Matriks Perbandingan Berpasangan dari Variabel yang Saling Terkait Pada ANP, perbandingan elemen berpasangan dalam setiap tingkat dilakukan terhadap kepentingan relatif untuk kriteria kontrol mereka. Matriks korelasi disusun berdasarkan skala rasio 1 - 9. Ketika penilaian dilakukan untuk sepasang, nilai timbal balik secara otomatis ditetapkan ke perbandingan terbalik dalam matriks. Setelah perbandingan berpasangan selesai, vektor yang sesuai dengan nilai eigen maksimum dari matriks yang dibangun dihitung dan vektor prioritas diperoleh. Nilai prioritas ditemukan dengan menormalkan vektor ini. Dalam proses penilaian, masalah dapat terjadi dalam konsistensi dari perbandingan berpasangan. Rasio konsistensi memberikan penilaian numerik dari seberapa besar evaluasi ini mungkin tidak konsisten. Jika rasio yang dihitung kurang dari 0.10, konsistensi dianggap memuaskan (Meade dalam Izik et al, 2011). 3. Penghitungan Supermatriks
Setelah perbandingan berpasangan selesai, supermatriks dihitung dalam 3 langkah:
a.Unweighted Supermatrix (supermatriks tanpa pembobotan), dibuat secara langsung dari semua prioritas lokal yang berasal dari perbandingan berpasangan antar elemen yang mempengaruhi satu sama lain;
b.Weighted Supermatrix (supermatriks berbobot), dihitung dengan mengalikan nilai dari supermatriks-tanpa-pembobotan dengan bobot cluster yang terkait;
c.Komposisi dari Limiting Supermatrix (Supermatriks terbatas), dibuat dengan memangkatkan supermatriks-berbobot sampai stabil. Stabilisasi dicapai ketika semua kolom dalam supermatriks yang sesuai untuk setiap node memiliki nilai yang sama.
4. Bobot Kepentingan dari Clusters dan Nodes
Penentuan bobot kepentingan dari faktor penentu dengan menggunakan hasil supermatriks-terbatas dari model ANP. Prioritas keseluruhan dari setiap alternatif dihitung melalui proses sintesis. Hasil yang diperoleh dari masing-masing subnetwork disintesis untuk memperoleh prioritas keseluruhan dari alternatif.
2.5.3 Prinsip Dasar ANP
Seperti halnya AHP, ANP juga memiliki prinsip-prinsip dasar. Menurut Saaty dalam Susilo (2008) prinsip-prinsip dasar ANP juga ada tiga, yaitu dekomposisi, penilaian komparasi, dan komposisi hirarkis atau sintesis dari prioritas, sama seperti prinsip dasar AHP. Prinsip dekomposisi diterapkan untuk menstrukturkan masalah yang kompleks menjadi kerangka hirarki atau jaringan cluster, sub-cluster, sub-sub cluster, dan seterusnya. Dengan kata lain dekomposisi adalah memodelkan masalah ke dalam kerangka ANP. Prinsip penilaian komparasi diterapkan untuk membangun pairwise comparison
(perbandingan pasangan) dari semua kombinasi elemen-elemen dalam
cluster dilihat dari cluster induknya. Perbandingan pasangan ini digunakan untuk mendapatkan prioritas lokal dari elemen-elemen dalam cluster dengan prioritas global seluruh hirarki dan menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global untuk elemen level terendah.
2.6. Landasan Matematik Penilaian Risiko
Menurut Halikas et al (2004) dalam Marimin dan Maghfiroh (2010), dua metode utama untuk mengukur risiko rantai pasok adalah metode pengukuran risiko berdasarkan pendapat pakar (bersifat subjektif) dan metode pengukuran risiko secara statistik (bersifat objektif). Menurut Hadiguna (2010), proses pengambilan keputusan yang melibatkan pendapat berbagai pakar menjadi sangat rumit jika setiap pendapat didasarkan pada kriteria jamak. Pengambilan keputusan tersebut dikenal dengan istilah Multi-Expert
mendukung penyelesaian teknik ME-MCDM, sehingga penyelesaian yang dihasilkan adalah yang paling diterima oleh kelompok secara keseluruhan (Hadiguna, 2010)
Operasi agregasi kriteria adalah metode Order Weighted Average
(OWA). Operator OWA merupakan operator yang dapat dengan mudah menyesuaikan atau mengagresikan operator “dan” dan operator “atau” dalam persoalan ME-MCDM (Yager (1988) dalam Santoso (2005)). Operasi agregasi kriteria dirumuskan oleh Yager dalam Santoso (2005) yaitu:
dimana:
Pik = Nilai agregasi risiko dari penilai
I(qj) = Nilai kemungkinan terjadinya risiko (frekuensi)
NegI(qj)= Nilai negasi I (qj)
Pik(qj) = Nilai tingkat kekerasan risiko dari pendapat penilai (dampak)
v = Notasi maksimum
Rumus tersebut menunjukkan bahwa kriteria yang tingkat kepentingannya rendah mempunyai pengaruh yang kecil terhadap skor keseluruhan.
Bobot faktor nilai pengambil keputusan (pakar) dengan formula: QA (k) = Sb(k)
dimana:
QA = Bobot rata-rata penilai pada skala k
q = Jumlah skala penilai risiko (5) r = Jumlah penilai (pakar) (3)
Agregasi keputusan ahli dengan menggunakan operator Order Weighted Average (OWA) dirumuskan sebagai berikut:
dimana:
Pi = Nilai agregasi risiko
Qj = Bobot kelompok penilai
Bj = Pengurutan nilai dari besar ke kecil
^ = Notasi minimum
Pik=Min[NegI(qj)vPik(qj)]...(1)
b(k)= Int [1 + k * ( q– 1) / r]……….……(2)
2.7. Penelitian Terdahulu
Santoso (2005) meneliti tentang Rekayasa Model Manajemen Risiko untuk Pengembangan Agroindustri Buah-buahan Secara Berkelanjutan. Penelitian ini membahas secara komprehensif manajemen risiko agroindustri buah-buahan khususnya mangga dengan mengkombinasikan berbagai teknik pengambilan keputusan kriteria majemuk. Hasil penelitian ini adalah sistem penunjang keputusan M-RISK, yang terdiri dari lima model utama yang membantu pengambil keputusan dalam pengembangan agroindustri buah-buahan. Model M-RISK dapat digunakan untuk menentukan prioritas produk agroindustri unggulan, menganalisis risiko dan merumuskan strategi manajemen risiko pengadaan bahan baku, pengolahan dan pemasaran produk agroindustri, merumuskan manajemen kelembagaan dan menganalisis kelayakan usaha agroindustri dengan berbagai skenario. Risiko yang tertinggi dari penelitian tersebut adalah aspek pengadaan bahan baku. Kaitan penelitian ini adalah sebagai referensi proses manajemen risiko dan teknik yang digunakan.
adalah kebun berisiko tinggi dan penanganan risiko difokuskan pada transportasi tandan buah segar. Implikasi dari penilaian risiko mutu adalah pentingnya peningkatan koordinasi yang efektif antara unit operasional sehingga penjaminan mutu menjadi tangggung jawab bersama. Penilaian risiko mutu menjadi ukuran yang berguna dalam meningkatkan efektifitas pengelolaan risiko mutu minyak sawit kasar.
Hadiguna (2010) meneliti tentang Perancangan Sistem Penunjang Keputusan Rantai Pasokan dan Penilaian Risiko Mutu pada Agroindustri Kelapa Sawit Kasar. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan cara penilaian risiko operasional, merumuskan model matematik manajemen panen-angkut-olah dan mengahasilkan rancang bangun sistem penunjang keputusan yang berfungsi untuk pengelolaan risiko penurunan dan optimasi rantai pasokan minyak sawit kasar. Rancangan sistem penunjang keputusan yang dihasilkan bernama SIRPRO yang berguna untuk menganalisis risiko penurunan mutu dan optimasi rantai pasok. SPK dirancang dengan mengintegrasikan teknik optimasi dan mekanisme protokol atau rule base
3.1.Kerangka Pemikiran Konseptual
PT Saung Mirwan melihat bahwa sayuran Edamame merupakan salah
satu sayuran yang memiliki prospek yang cerah. Peluang pasar luar dan
dalam negeri masih terbuka lebar karena di dalam negeri, komoditas ini
masih terdengar awam. Komoditas ini sering diekspor ke luar negeri seperti
Negara Jepang. Kondisi ini membuat, sayuran Edamame memiliki peluang
untuk lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia, yang mengakibatkan
permintaan terhadap sayuran Edamame menunjukkan peningkatan.
Peningkatan produksi sayuran harus didukung dengan suatu sistem
yang dapat mendukung produktivitas untuk mendapatkan keunggulan
kompetitif. Sistem tersebut adalah manajemen rantai pasokan. Anggota rantai
pasokan sayuran Edamame PT Saung Mirwan terdapat dua jenis anggota,
yaitu anggota primer dan anggota sekunder. Anggota yang akan dilibatkan
dalam penelitian ini adalah anggota primer. Anggota primer pada rantai
pasokan komoditas sayuran Edamame yang diintroduksi oleh
PT Saung Mirwan adalah petani sayuran Edamame sebagai pemasok,
perusahaan atau PT Saung Mirwan sebagai pengolah, ritel sebagai konsumen.
Manajemen rantai pasokan komoditas sayuran Edamame tidak
menutup kemungkinan untuk mengatasi ketidakpastian kualitas dan kuantitas
komoditas sayuran Edamame. Ketidakpastian terhadap sesuatu akan menjadi
risiko yang dapat mengakibatkan kerugian usaha dalam mencapai keunggulan
kompetitif untuk mempertahankan usaha komoditas sayuran Edamame.
Penilaian risiko akan difokuskan kepada anggota primer rantai pasokan
sayuran Edamame yang memiliki nilai prioritas yang paling tinggi. Risiko
yang akan dikaji adalah risiko yang memiliki nilai prioritas paling tinggi
diantara risiko operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan. Risiko
tersebut akan dianalisis dan dibentuk rancangan sistem penunjang keputusan
risiko rantai pasokan komoditas sayuran Edamame yang diintroduksi oleh
untuk mencapai keunggulan kompetitif yang pada akhirnya membantu dalam
keberlanjutan usaha. Keunggulan kompetitif yang dimaksud adalah
keunggulan dalam hal kualitas dan biaya. Dengan adanya keunggulan
kompetitif mampu menciptakan ketahanan dan keberlanjutan usaha
komoditas sayuran Edamame PT Saung Mirwan. Diagram kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Peluang permintaan sayuran Edamame yang terus meningkat
Peluang pasar yang sangat luas
Peningkatan produksi sayuran Edamame
Manajemen rantai pasokan sayuran Edamame PT Saung Mirwan: anggota primer
Ketidakpastian kualitas dan kuantitas sayuran Edamame
Penilaian risiko pada anggota rantai pasok sayuran Edamame PT Saung Mirwan yang memiliki nilai prioritas paling tinggi (nilai
prioritas paling tinggi dengan metode AHP dan ANP)
Manajemen risiko yang memiliki nilai prioritas paling tinggi (AHP dan ANP)
Rancangan model sistem penunjang keputusan
Keunggulan kompetitif
Ketahanan usaha
3.2.Tahapan Penelitian
Berdasarkan Gambar 5, tahapan penelitian secara rinci terdiri dari:
1. Identifikasi minat penelitian dan pemilihan topik penelitian.
2. Studi pustaka dan diskusi.
3. Proposal penelitian yang meliputi pendahuluan, tinjauan pustaka, dan
metodologi penelitian.
4. Ijin dan penjajakan penelitian merupakan kegiatan pra survey.
5. Pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder. Pengumpulan
data primer dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner
kepada anggota primer rantai pasokan sayuran Edamame yang
diintroduksi oleh PT Saung Mirwan (petani Edamame sebagai pemasok,
perusahaan atau PT Saung Mirwan sebagai pengolah, ritel sebagai
konsumen). Wawancara dengan responden ahli bertujuan untuk
melakukan penilaian risiko (risiko yang memiliki nilai prioritas paling
tinggi) komoditas sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung
Mirwan.
6. Input data ke program SuperDecisions ANP version 2.0.8 dan Microsoft
Excel 2007.
7. Pengolahan data primer identifikasi rantai pasokan sayuran Edamame
dengan menggunakan analisis deskriptif. Menentukan prioritas dari
anggota rantai pasok sayuran Edamame dalam manajemen risiko rantai
pasok menggunakan metode Analytic Hierarchy Process dan Analytic
Network Process. Pengolahan data primer identifikasi risiko rantai pasok
sayuran Edamame dengan analisis deskriptif berdasarkan proses
manajemen risiko (identifikasi risiko, pengukuran risiko, pemetaan risiko,
pengolahan risiko atau penanganan risiko). Identifikasi risiko dan
penanganan risiko menggunakan metode Non Numeric Multi Criteria
Decision Making (MCDM), Order Weighted Average (OWA). Pengolahan
data sekunder mengenai Edamame dianalisis dengan menggunakan
analisis deskriptif.
8. Merumuskan faktor-faktor risiko dan peubah penentu yang dibutuhkan
wawancara dengan pakar. Faktor risiko akan distrukturisasi secara hirarki
sehingga dapat menggambarkan keterkaitan antar faktor.
9. Merumuskan basis aturan untuk menerjemahkan hasil penilaian risiko.
Rekomendasi yang berasal dari para ahli (pakar) dan pelaku usaha.
Kesimpulan dan saran Analisis deskriptif risiko Ijin dan penjajakan penelitian
Pengumpulan data
Identifikasi risiko dan penanganan risiko yang memiliki nilai prioritas paling tinggi pada anggota pimer yang
memiliki nilai prioritas paling tinggi
Penilaian pakar
Identifikasi minat penelitian dan pemilihan topik penelitian
Pembuatan
rule base Studi pustaka dan diskusi
3.3. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama tiga bulan dimulai dari Bulan
Desember 2011 - Februari 2012. Tempat penelitian dilaksanakan di Bogor,
tepatnya di PT Saung Mirwan yang terletak di Desa Sukamanah, Kampung
Pasir Muncang, Kecamatan Megamendung - Bogor, dengan objek penelitian
adalah sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan.
Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja karena
PT Saung Mirwan merupakan perusahaan agribisnis yang memiliki banyak
pengalaman di bidang hortikultura, yaitu sayuran dan bunga. Selain itu,
PT Saung Mirwan merupakan perusahaan yang telah memperkenalkan
sayuran Edamame di sekitar Bogor dan sekitarnya. Sayuran Edamame dipilih
karena permintaan sayuran Edamame dalam tiga tahun terakhir
(tahun 2009-2011) paling besar dibandingkan dengan Lettuce dan Ceysin
(keduanya merupakan komoditas yang diminta juga oleh pihak ritel), sayuran
Edamame diproduksi secara rutin, dan merupakan komoditas utama
PT Saung Mirwan di bidang ritel.
3.4.Jenis dan Metode Pengumpulan Data/Informasi
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
penelitian yang dilakukan. Data primer diperoleh dengan melakukan
observasi, wawancara dengan bantuan kuesioner, dan wawancara secara
langsung dengan anggota rantai pasokan komoditi sayuran Edamame. Data
sekunder berupa studi pustaka dari data lain yang berkaitan dengan topik
penelitian ini yang diperoleh dari jurnal, buku, website, disertasi, skripsi yang
berhubungan dengan perkembangan sayuran Edamame, risiko rantai pasokan,
manajemen risiko rantai pasokan sayuran Edamame, dan data penjualan
sayuran Edamame periode tahun 2009 - 2011 pada PT Saung Mirwan.
Metode pengumpulan data primer yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Observasi adalah salah satu instrumen pengumpulan data dengan cara
gejala-gejala (fenomena) yang sedang diteliti. Obyek yang akan diamati adalah
lahan sayuran Edamame, sayuran Edamame, proses budidaya sayuran
Edamame.
2. Wawancara adalah pengumpulan data dengan bertanya jawab langsung
antara petugas (peneliti) dengan responden. Wawancara dilakukan kepada
petani sayuran Edamame, pemangku jabatan di PT Saung Mirwan
(Direktur utama, Wakil Direktur, Manajer, Kepala Bagian), dan pihak ritel.
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dibagikan kepada responden
untuk diisi dan kemudian dikembalikan kepada peneliti. Kuesioner akan
dibagikan kepada petani, pemangku jabatan di PT Saung Mirwan (Direktur
utama, Wakil Direktur, Manajer, Kepala Bagian), dan pihak ritel.
Kuesioner dibagi menjadi empat jenis, yaitu a. kuesioner untuk
mengidentifikasi rantai pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh
PT.Saung Mirwan (untuk petani, PT Saung Mirwan, dan ritel),
b. kuesioner untuk menentukan prioritas dari anggota rantai pasok sayuran
Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan dalam manajemen
risiko rantai pasok, c. kuesioner untuk mengidentifikasi risiko rantai
pasokan sayuran Edamame, dan d. kuesioner untuk penilaian risiko rantai
pasokan sayuran Edamame.
a. Kuesioner Identifikasi Rantai Pasokan sayuran Edamame (petani,
PT Saung Mirwan, dan ritel)
Kuesioner untuk petani berisi identitas responden, identitas usaha,
dan aspek budaya. Identitas responden berisi pertanyaan yang berkaitan
dengan data kepribadian responden yang terdiri dari nama, alamat
(kecamatan dan desa), nomor telepon atau handphone yang dapat
dihubungi, dan latar belakang pendidikan responden. Identitas usaha
berisi pertanyaan yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan atau
yang dimiliki, dan kurun waktu lamanya menjalankan usaha. Aspek
budidaya berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai pola budidaya, tahapan budidaya
Edamame, sumber bibit yang diperoleh, sistem pemesanan bibit,
yang dilakukan dengan Good Agricultural Practise (GAP), dan
gambaran mengenai hubungan antara petani Edamame dengan
PT Saung Mirwan.
Kuesioner untuk pemangku jabatan PT Saung Mirwan hanya
diberikan kepada bidang produksi dan komersial karena bidang tersebut
yang memiliki hubungan langsung dengan topik penelitian. Divisi dari
Bidang Produksi yang dilibatkan adalah Divisi kemitraan. Kuesioner
untuk Divisi Kemitraan berisi identitas responden dan aspek kemitraan.
Identitas responden berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data
kepribadian responden yang terdiri dari nama, alamat (kecamatan dan
desa), nomor telepon atau handphone yang dapat dihubungi, latar
belakang pendidikan responden, pekerjaan, dan jabatan. Aspek
kemitraan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai jenis dan bentuk kemitraan yang
dilakukan dengan petani Edamame, tujuan kemitraan, sistem transaksi,
risiko yang terjadi dalam menjalin kemitraan dengan petani Edamame,
tahapan budidaya Edamame, sumber bibit yang diperoleh, gambaran
mengenai hubungan kemitraan antara petani Edamame dengan
PT Saung Mirwan, kesulitan dan cara mengatasi kesulitan dalam
melakukan hubungan kemitraan dengan petani.
Divisi dari Bidang Komersial yang dilibatkan adalah Divisi
pemasaran, pengemasan, dan pengadaan. Kuesioner untuk Divisi
Pemasaran berisi identitas responden dan aspek pemasaran. Aspek
pemasaran berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai tujuan pemasaran, bentuk kerjasama
yang dilakukan dengan pihak ritel, bauran strategi pemasaran, bauran
pemasaran, sistem pemesanan dan mekanisme pembayaran antara
PT Saung Mirwan dengan pihak ritel, cara pendistribusian Edamame ke
ritel, gambaran mengenai hubungan kerjasama antara
PT Saung Mirwan dengan pihak ritel, kesulitan dan cara mengatasi
Kuesioner untuk Divisi Pengemasan berisi identitas responden
dan aspek pengemasan. Aspek pengemasan berisi
pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai
penanganan pascapanen Edamame, kemasan Edamame
PT Saung Mirwan, proses pengemasan Edamame, kesulitan dan cara
mengatasi kesulitan dalam pengemasan Edamame pada
PT Saung Mirwan.
Kuesioner untuk Divisi Pengadaan berisi identitas responden dan
aspek pengadaan. Aspek pengadaan berisi pertanyaan-pertanyaan yang
bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai pemasok Edamame,
pendistribusian Edamame dari pemasok ke PT Saung Mirwan, sistem
pengadaan Edamame yang selama ini dilakukan, sistem pemesanan dan
mekanisme pembayaran Edamame antara petani ke PT Saung Mirwan,
gambaran mengenai hubungan kerjasama antara PT Saung Mirwan
dengan pemasok Edamame, permasalahan dan cara mengatasi
permasalahan dalam pengadaan Edamame pada PT Saung Mirwan
selama ini.
Kuesioner untuk ritel berisi identitas responden, identitas usaha,
aspek pemasaran, aspek kemitraan, aspek pengadaan, dan aspek
pengemasan. Identitas responden berisi pertanyaan yang berkaitan
dengan data kepribadian responden yang terdiri dari nama, alamat
(kecamatan dan desa), nomor telepon atau handphone yang dapat
dihubungi, jenis kelamin, umur responden, latar belakang pendidikan
responden, pekerjaan, dan jabatan. Identitas usaha berisi pertanyaan
yang berkaitan dengan profil perusahaan (nama perusahaan, alamat
perusahaan, bentuk perusahaan, visi dan misi perusahaan) dan kegiatan
perusahaan.
Aspek pemasaran berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan
untuk memberikan gambaran mengenai tujuan pemasaran, bentuk
kerjasama yang dilakukan antara pihak ritel dengan PT Saung Mirwan,
bauran strategi pemasaran, bauran pemasaran, dan pendapat pihak ritel
Aspek kemitraan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan
untuk memberikan gambaran mengenai jenis dan bentuk kemitraan
yang dilakukan dengan PT Saung Mirwan, tujuan kemitraan, sistem
transaksi, risiko yang terjadi dalam menjalin kemitraan dengan
PT Saung Mirwan, gambaran mengenai hubungan kemitraan antara
pihak ritel dengan PT Saung Mirwan, kesulitan dan cara mengatasi
kesulitan dalam melakukan hubungan kemitraan dengan
PT Saung Mirwan.
Aspek pengadaan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan
untuk memberikan gambaran mengenai pemasok Edamame, sistem
pengadaan Edamame yang selama ini dilakukan, permasalahan dan cara
mengatasi permasalahan dalam pengadaan Edamame pada ritel. Aspek
pengemasan berisi pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan untuk
memberikan gambaran mengenai pendapat ritel tentang kualitas
pengemasan Edamame PT Saung Mirwan.
b. Kuesioner untuk menentukan prioritas dari anggota rantai pasok
sayuran Edamame.
Kuesioner untuk menentukan prioritas dari anggota rantai pasok
sayuran Edamame dalam manajemen risiko rantai pasok ditujukkan
kepada PT Saung Mirwan, terdiri dari identitas responden dan
penentuan prioritas dari anggota rantai pasok sayuran Edamame
PT Saung Mirwan dalam manajemen risiko rantai pasok.
c. Kuesioner Identifikasi Risiko Rantai Pasokan sayuran Edamame yang
diintroduksi oleh PT Saung Mirwan
Kuesioner identifikasi risiko ditujukkan kepada
PT Saung Mirwan terdiri dari identitas responden dan risiko. Identitas
responden berisi pertanyaan yang berkaitan dengan data kepribadian
responden yang terdiri dari nama, alamat (kecamatan dan desa), nomor
telepon atau handphone yang dapat dihubungi, jenis kelamin, umur
responden, latar belakang pendidikan responden, pekerjaan, dan
Responden memberikan penilaian terhadap frekuensi dan dampak
terjadinya risiko dengan skala Sangat Tinggi (ST=5), Tinggi (T=4),
Sedang/Netral (S/N=3), Rendah (R=2), Sangat Rendah (SR=1). Setelah
itu, responden mengidentifikasi upaya manajemen risiko yang telah
dilakukan, hasil dari upaya tersebut, serta pihak-pihak lain yang
diharapkan dapat membantu mengantisipasi atau mengeliminasi risiko.
d. Kuesioner Penilaian Risiko Rantai Pasokan sayuran Edamame yang
diintroduksi oleh PT Saung Mirwan
Kuesioner penilaian risiko ditujukkan kepada pakar untuk
mengetahui nilai agregasi risiko. Responden pakar atau ahli
memberikan penilaian terhadap frekuensi dan dampak terjadinya risiko
dengan skala Sangat Tinggi (ST=5), Tinggi (T=4), Sedang/Netral
(S/N=3), Rendah (R=2), Sangat Rendah (SR=1). Pakar
mengidentifikasi upaya manajemen risiko yang dapat dilakukan serta
pihak-pihak lain yang diharapkan dapat membantu mengantisipasi atau
mengeliminasi risiko.
3.5.Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel berdasarkan non probability sampling.
Pengambilan sampel non probability sampling dilakukan secara purposive
sampling dan convenience sampling. Purposive sampling atau judgement
sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu atau
pengambilan sampel yang disesuaikan untuk menjawab tujuan dan maksud
penelitian dengan mempertimbangkan kriteria tertentu. Kriteria dari sampel
yang dipilih adalah bagian dari kemitraan PT Saung Mirwan, sampel yang
mengetahui dan terlibat dalam aliran komoditas, finansial, dan informasi yang
terjadi dalam rantai pasokan sayuran Edamame PT Saung Mirwan.
Convenience sampling adalah teknik penentuan sampel dengan memilih
unit-unit analisis dengan cara yang dianggap sesuai oleh peneliti.
Responden identifikasi rantai pasokan sayuran Edamame terdiri dari
petani Edamame sebagai pemasok, PT Saung Mirwan sebagai pengolah, dan
ritel sebagai konsumen. Responden untuk menentukan prioritas dari anggota
pasokan adalah pihak yang berkepentingan di PT Saung Mirwan. Responden
ahli adalah tiga orang pemangku jabatan di PT Saung Mirwan.
3.6.Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Excel 2007
dan SuperDecisions ANP version 2.0.8, sedangkan bentuk analisis data yang
digunakan adalah:
3.6.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah alat analisis yang digunakan untuk
menggambarkan atau menganalisis suatu stastistik hasil penelitian,
tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan (generik/inferensia).
Analisis deskriptif berfungsi untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan obyek yang diteliti sebagaimana adanya. Analisis data
secara deskriptif dilakukan untuk menggambarkan keadaan umum
rantai pasokan sayuran Edamame dan menggambarkan aspek-aspek
risiko operasional sayuran Edamame.
3.6.2 Metode AHP (Analytic Hierarchy Process)
Metode Analytic Hierarchy Process digunakan untuk
mengetahui nilai prioritas tertinggi atau terbesar dari anggota rantai
pasokan sayuran Edamame yang diintroduksi oleh PT Saung Mirwan
(petani, PT Saung Mirwan, dan ritel) dan untuk mengetahui nilai
prioritas tertinggi atau terbesar dari risiko rantai pasokan sayuran
Edamame (risiko operasional, risiko pemasaran, dan risiko keuangan).
Adapun tahapan yang dilakukan dalam AHP adalah:
1. Penyusunan Prioritas
Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki harus diketahui
bobot relatifnya satu sama lain. Tujuan adalah untuk mengetahui
tingkat kepentingan pihak-pihak yang berkepentingan dalam
permasalahan terhadap kriteria dan struktur hirarki atau sistem
secara keseluruhan. Langkah pertama yang dilakukan dalam
menentukan prioritas kriteria adalah menyusun perbandingan
berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan
tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks
perbandingan berpasangan untuk analisis numerik. Misalkan
terhadap sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n
alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif
untuk sub sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n x n,
seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Matriks Perbandingan Berpasangan C A1 A2 … An
A1 a11 a12 … a1n A2 a21 a22 … a2n
: : : … :
Am am1 am2 … amn
Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1
(kolom) yang menyatakan hubungan:
a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C
dibandingkan dengan A1 (kolom) atau
b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadapA1 (kolom) atau
c. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 (baris)
dibandingkan dengan A1 (kolom).
Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh
dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty,
seperti pada Tabel 4.
Contoh Pairwise Comparison Matrix pada suatu level of hierarchy,
yaitu:
Baris 1 kolom 2: Jika K dibandingkan L, maka K sedikit lebih penting/cukup penting dari L yaitu sebesar 3, artinya K moderat
Tabel 4. Skala Perbandingan Fundamental
Intensitas
Kepentingan Definisi Keterangan
1 Sama Penting Dua kegiatan berkontribusi
sama terhadap tujuannya
3 Sedikit Lebih
Penting
Pengalaman dan penilaian suatu kegiatan sedikit berkontribusi atas yang lain
5 Lebih Penting Pengalaman dan penilaian
suatu kegiatan berkontribusi sangat kuat atas yang lain, menunjukkan dominasinya dalam praktek
7 Sangat Lebih
Penting
Suatu kegiatan yang favorit berkontribusi sangat kuat atas yang lain; menunjukkan dominasinya dalam praktek
9 Mutlak Lebih
Penting
Bukti yang menguntungkan satu kegiatan di atas yang lain merupakan kemungkinan numerik karena tidak ada istilah yang pas untuk menggambarkan hal tersebut
Resiprokal Kebalikan Jika elemen i memiliki salah
satu angka dari skala
perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty ketika dibandingkan dengan elemen j, maka j memiliki kebalikannya ketika
dibandingkan dengan elemen i
Rasio Rasio yang
2. Eigen value dan Eigen vector
Apabila pengambil keputusan sudah memasukkan
persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara
kriteria-kriteria yang berada dalam satu level (tingkatan) atau yang dapat
diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling
disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di
setiap level (tingkatan). Di bawah ini adalah definisi-definisi yang
berkaitan dengan eigen value dan eigen vector, yaitu antara lain:
a. Matriks
Matriks adalah sekumpulan elemen berupa angka/simbol tertentu
yang tersusun dalam baris dan kolom berbentuk persegi. Suatu
matriks biasanya dinotasikan dengan huruf kapital ditebalkan
(misal matriks A, dituliskan dengan A).
b. Vektor dari n dimensi
Suatu vector dengan n dimensi merupakan suatu susunan
elemen-elemen yang teratur berupa angka-angka sebanyak n buah, yang
disusun baik menurut baris, dari atas ke bawah (disebut vektor
baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n) maupun menurut
kolom, dari kiri ke kanan (disebut vektor kolom atau Colomn
Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n
komponen dengan entry riil dinotasikan dengan Rn.
c. Eigen value dan Eigen Vector
Definisi : Jika A adalah matriks n x n maka vector tak nol x di
dalam Rn dinamakan Eigen Vector dari A jika Ax kelipatan skalar λ, yakni
Skalar λ dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen
vektor yang bersesuaian dengan λ.
3. Uji Konsistensi Indeks dan Rasio
Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan
model-model pengambilan keputusan yang lainnya adalah syarat
konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi
decision maker sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin
terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan
persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan
banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka decision maker dapat
menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.
Apabila CI bernilai nol, maka matriks pairwise comparison tersebut
konsisten. Batas ketidakkonsistenan yang telah ditetapkan oleh
Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi
(CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai Random
Indeks (RI). Rasio konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut:
……….………..(5)
Bila matriks pairwise comparison dengan nilai CR < 0.100 maka
ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat
diterima, jika CR > 0.100 maka penilaian perlu diulang.
3.6.3 Metode Analytical Network Process (ANP)
Metode ANP digunakan untuk manghitung bobot kinerja rantai
pasok dengan memperhatikan tingkat ketergantungan antar kelompok
atau cluster. Perhitungan ANP dapat diselesaikan juga dengan
menggunakan software Super Decisions. Adapun tahapan yang
dilakukan dalam ANP adalah:
1. Pembuatan Konstruksi Model
Langkah pertama adalah membuat model yang akan
dievaluasi dan menentukan satu set lengkap jaringan kelompok
(komponen) dan elemen-elemen yang relevan dengan tiap kriteria
kontrol. Selanjutnya untuk masing-masing kriteria kontrol, tentukan
semua elemen di tiap kelompok dan hubungkan mereka sesuai
dengan pengaruh ketergantungan dari luar dan dari dalam kelompok.
Hubungan tersebut menunjukkan adanya aliran pengaruh antar
elemen. Anak panah yang menghubungkan suatu kelompok dengan
kelompok yang lain menunjukkan pengaruh elemen suatu kelompok
terhadap elemen kelompok yang lain. Selain itu, kelompok dari
elemen-elemennya saling bergantung satu sama lain. Selanjutnya
hasil kuesioner dari beberapa responden digabung untuk menentukan
ada tidaknya hubungan saling ketergantungan antar kriteria.
2. Pembuatan Matriks Perbandingan Berpasangan antar Kelompok/Elemen
Pada tahap kedua ini, dipilih kelompok dan elemen-elemen
yang akan dibandingkan sesuai dengan kriteria kontrol (apakah
mereka mempengaruhi kelompok dan elemen lain yang berkaitan
dengan kriteria kontrol atau dipengaruhi oleh kelompok dan elemen
lainnya). Gunakan jenis pertanyaan yang sama untuk
membandingkan elemen dalam kelompok, yang berkaitan dengan
elemen spesifik dalam suatu kelompok (kriteria kontrol); pasangan
elemen mana yang berpengaruh lebih besar? Gunakan jenis
pertanyaan yang sama untuk membandingkan kelompok. Kemudian,
gunakan skala perbandingan fundamental pada Tabel 4, lakukan
perbandingan berpasangan berikut matriks antara kelompok/elemen
untuk menurunkan eigen vector dan untuk membentuk supermatriks.
Perbandingan berpasangan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Perbandingan Kelompok
Melakukan perbandingan berpasangan pada kelompok
yang mempengaruhi masing-masing kelompok yang saling
terhubung, yang berkaitan dengan kriteria kontrol yang diberikan.
Bobot yang diperoleh dari proses ini akan digunakan untuk
memberikan bobot pada elemen-elemen yang sesuai dengan
kolom blok dari supermatriks. Tetapkan nol bila tidak ada
pengaruh.
b. Perbandingan Elemen
Melakukan perbandingan berpasangan pada
elemen-elemen dalam kelompok mereka sendiri berdasarkan
pengaruh mereka pada setiap elemen dalam kelompok lain yang
saling terhubung (atau elemen-elemen dalam kelompok mereka
c. Perbandingan untuk Alternatif
Membandingkan semua alternatif yang berkaitan dengan
masing-masing elemen di dalam komponen. Perbandingan
berpasangan dilakukan dengan membuat matriks perbandingan
berpasangan, dengan nilai aij merepresentasikan nilai kepentingan
relatif dari elemen pada baris (i) terhadap elemen pada kolom (j);
misalkan aij = wi / wj. Jika ada n elemen yang dibandingkan, maka
matriks perbandingan A didefinisikan sebagai :
3. Pembuatan Supermatriks
Vektor prioritas yang berasal dari matriks perbandingan
berpasangan dimasukkan sebagai sub kolom dari kolom yang sesuai
pada supermatriks. Supermatriks merepresentasikan prioritas
pengaruh dari elemen di sebelah kiri matriks terhadap elemen di atas
matriks. Hasil dari proses ini adalah unweighted supermatrix
(supermatriks yang tidak tertimbang). Kemudian, weighted
supermatrix (supermatriks yang tertimbang) diperoleh dengan
mengalikan semua elemen di blok dari unweighted supermatrix
dengan bobot kelompok yang sesuai. Weighted supermatrix, dimana
masing-masing kolom dijumlahkan jadi satu, dikenal sebagai kolom
matriks stokastik. Weighted supermatrix kemudian dinaikkan sampai
batas kekuatan untuk memperoleh prioritas akhir dari semua elemen
dalam matriks limit yang disebut juga limiting supermatrix.
Kemudian, hasil sintesis dari prioritas ini dinormalkan untuk
memilih alternatif prioritas tertinggi. Di bawah ini merupakan
Masing-masing kolom dalam Wij adalah eigen vector yang
menunjukkankepentingan dari elemen pada komponen ke-i dari
jaringan pada sebuah elemen pada komponen ke-j. Beberapa
masukan yang menunjukkan hubungan nol pada elemen mengartikan
tidak terdapat kepentingan pada elemen tersebut. Jika hal tersebut
terjadi maka elemen tersebut tidak digunakan dalam perbandingan
berpasangan untuk menurunkan eigen vector. Jadi yang digunakan
adalah elemen yang menghasilkan nilai kepentingan bukan nol
(Saaty, 2006). i dan j menunjukkan cluster yang dipengaruhi dan
mempengaruhi, dan n adalah elemen dari cluster yang bersangkutan.
Komponen dari sub-matriks dalam Wij adalah merupakan
skala rasio yang diturunkan dari perbandingan pasangan yang
dilakukan pada elemen di dalam cluster itu sendiri sesuai dengan
pengaruhnya pada setiap elemen pada cluster yang lain atau
elemen-elemen dalam cluster yang sama. Hasilnya yang berupa unweighted
supermatrix kemudian ditransformasikan menjadi suatu matriks
yang penjumlahan dalam kolom menghasilkan angka satu untuk
mendapatkan supermatriks stokastik. Bobot yang diperoleh
digunakan untuk membobot elemen-elemen pada blok-blok kolom
cluster yang sesuai dari supermatrik, yang akan menghasilkan
weighted supermatrix yang juga stokastik. Sifat stokastik diperlukan
dengan alasan-alasan yang akan dijelaskan di bawah ini.
Suatu elemen dapat mempengaruhi elemen kedua secara
langsung dan tidak langsung melalui pengaruhnya pada elemen
ketiga dan kemudian dengan pengaruh dari elemen ketiga pada
elemen kedua, sehingga setiap kemungkinan dari elemen ketiga
harus diperhitungkan. Hal ini tertangkap dengan mengalikan matriks
terbobot pangkat dua.
Namun, elemen ketiga juga mempengaruhi elemen keempat,
yang selanjutnya mempengaruhi elemen kedua. Pengaruh-pengaruh
ini bisa diperoleh dari pangkat tiga weighted supermatrix. Selama
terbatas dari matriks pengaruh yang dinyatakan dengan
Wk, k=1, 2,… .
4. Uji Konsistensi Index dan Rasio
Untuk kedua tahap tersebut sama dengan pada pengukuran kinerja
menggunakan AHP.
3.6.4 Analisis Risiko
Analisis risiko secara deskriptif berdasarkan analisis manajemen
risiko yaitu identifikasi risiko dengan teknik Non Numeric Multi Expert
Multi Criteria Decision Making (ME-MCDM). Pengukuran risiko
rata-rata skor pendapat responden menggunakan modus yang selanjutnya
dipetakan pada peta risiko. Selanjutnya analisis risiko untuk
mendapatkan model risiko menggunakan teknik ME-MCDM untuk
penilaian risiko dari responden ahli. Teknik agregasi risiko
menggunakan metode Ordered Weighted Averaging (OWA).
Tingkatan risiko dihubungkan dengan basis pengetahuan menggunakan
basis aturan. Rumus hubungan ini menggunakan logika IF-THEN
dengan format umum sebagai berikut IF (Tingkat Risiko) THEN
(rekomendasi 1, rekomendasi 2,...).
Metode penilaian risiko merujuk pada Santoso (2005). Jika
dampak risiko sangat tinggi dan kemungkinan risiko sangat tinggi maka
tingkat risiko pada suatu bagian akan menjadi sangat tinggi. Skala
penilaian penurunan mutu ditentukan berdasarkan lima tingkatan yaitu
sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.
3.6.5 Tahapan Penilaian Risiko
Tahapan penilaian risiko diawali dengan penilaian risiko oleh
pakar. Setelah penilaian pakar, tentukan Bj sebagai urutan nilai dari
terbesar hingga nilai terkecil. Jumlah pakar yang ditetapkan dalam
penilaian adalah tiga orang dengan batasan risiko merujuk Yager dalam
Hadiguna (2010) yaitu sebagai berikut:
QA (k) = Sb(k)
b(1) = Int [1 + 1 * ( 5 – 1) / 3], dimana k= 1,2,3