• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian bias metode area-specific jackknife dan bias metode weighted jackknife dalam pendugaan area kecil untuk respon poisson dengan pendekatan bayes

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian bias metode area-specific jackknife dan bias metode weighted jackknife dalam pendugaan area kecil untuk respon poisson dengan pendekatan bayes"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN BIAS METODE

AREA-SPECIFIC JACKKNIFE

DAN

BIAS METODE

WEIGHTED JACKKNIFE

DALAM

PENDUGAAN AREA KECIL UNTUK RESPON POISSON

DENGAN PENDEKATAN BAYES

WIDIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Kajian Bias Metode Area-specific Jackknife dan Bias Metode Weighted Jackknife dalam Pendugaan Area Kecil untuk Respon Poisson dengan Pendekatan Bayes adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Mei 2011

Widiarti

(3)

ABSTRACT

WIDIARTI. A Study of Area-specific and Weighted Biases of Jackknife Methods in Small Area Estimation for Poisson Responses Using Bayesian Approach. Supervised by KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO and ANANG KURNIA.

Small area estimation is a method to estimate parameters in a subpopulation with small sample size. The method is based on indirect estimation using the strength of the surrounding area and data sources outside the area to obtain statistic with edequate precision. Empirical Bayes (EB) method can be used to obtain estimates of small area parameters. In this paper the method was used to handle count data responses. The quality of an estimate can be measured by mean squared error (MSE). Wan (1999) proposed a weighted jackknife method for finding MSE of EB and showed that weighted jackknife methods have desirable asymptotic properties. The concept of this method is to put weights using hat matrix of auxiliary variables. Rao (2003) proposed a modification of jackknife method described in Jiang et al. (2002). This method leads to a computationally simpler jackknife estimator with an area-specific leading term. In the simulation study for Poisson responses, the relative bias of the area-specific jackknife estimator has been shown as the best MSE estimator in small number of areas for Poisson-Gamma model. For Poisson-Lognormal model, the relative bias of the weighted jackknife estimator has been shown as the best MSE estimator. Finnaly, this method was applied to estimate small area mean squared errors in disease mapping problems.

(4)

RINGKASAN

WIDIARTI. Kajian Bias Metode Area-specific Jackknife dan Bias Metode

Weighted Jackknife dalam Pendugaan Area Kecil untuk Respon Poisson dengan Pendekatan Bayes. Dibimbing oleh KHAIRIL ANWAR NOTODIPUTRO dan ANANG KURNIA.

Pendugaan area kecil merupakan suatu metode untuk menduga parameter pada suatu subpopulasi dengan ukuran contoh kecil. Metode yang dikembangkan dalam pendugaan area kecil adalah metode pendugaan tidak langsung dengan memanfaatkan kekuatan area di sekitarnya dan sumber data di luar area. Tujuan dari metode pendugaan ini adalah untuk meningkatkan keefektifan ukuran contoh dan menurunkan keragaman dugaan parameter.

Kualitas suatu penduga dapat dievaluasi melalui beberapa kriteria, salah satunya adalah kriteria Kuadrat Tengah Galat (KTG). KTG merupakan suatu besaran untuk mengukur keragaman penduga area kecil. Beberapa penelitian yang membahas tentang metode pendugaan KTG adalah Prasad dan Rao (1990), Wan (1999), Chen (2001), Jiang et al (2002), Rao (2003), Lahiri dan Maiti (2006), serta Chen dan Lahiri (2008).

Wan (1999) memperkenalkan metode weighted jackknife yang merupakan pengembangan dari metode jackknife sebelumnya. Dalam metode ini pembobotan dilakukan menggunakan hat matriks dari peubah penyerta. Metode jackknife

lainnya adalah Rao (2003) yang dikenal sebagai metode area-specific jackknife. Metode ini menggunakan ragam dari sebaran posterior sebagai pendekatan bagi nilai dugaan KTG. Dari segi perhitungan, metode ini lebih mudah dan sederhana karena tidak perlu mencari nilai harapan dari ragam sebaran posterior yang secara analitik terkadang sulit untuk dilakukan.

Selain KTG, terdapat kriteria lain yang dapat digunakan untuk menilai kualitas dari suatu penduga. Kriteria tersebut adalah bias relatif. Penelitian terkait bias relatif dari metode jackknife dilakukan oleh Chen dan Lahiri (2008) serta Lohr dan Rao (2009). Evaluasi bias relatif metode weighted jackknife yang telah dilakukan oleh Chen dan Lahiri (2008) adalah untuk pendugaan area kecil dengan peubah respon kontinu yang mengaplikasikan EBLUP dalam pendugaan parameter. Sedangkan Lohr dan Rao (2009) melakukan evaluasi bias relatif metode area-specific jackknife untuk pendugaan area kecil dengan peubah respon biner yang mengaplikasikan EB dalam pendugaan parameternya. Evaluasi bias relatif metode weighted jackknife dan area-specific jackknife untuk pendugaan area kecil dengan peubah respon diskrit khususnya Poisson belum banyak dibahas.

Tujuan penelitian ini yaitu mengkaji bias relatif metode weighted jackknife

dan metode area-specific jackknife dalam pendugaan area kecil dengan peubah respon Poisson dengan pendekatan Bayes. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan akan melengkapi hasil-hasil penelitian tentang bias KTG seperti telah disebutkan sebelumnya.

(5)

yang diperkenalkan oleh Fay dan Herriot. Pembangkitan data dalam simulasi didasarkan pada model Poisson-Gamma dan model Poisson-Lognormal dengan peubah penyerta. Simulasi dirancang untuk mengetahui bias relatif dari metode

weighted jackknife dan metode area-specific jackknife. Penetapan m = 10, m = 30 dan m = 50 sebagai representasi jumlah area yang berukuran kecil, sedang dan besar sedangkan ragam antar area 0.1, 0.5 dan 1 mencerminkan ragam antar area kecil, sedang dan besar.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode area-specific jackknife

merupakan metode penduga KTG terbaik pada model Poisson-Gamma khususnya untuk jumlah area yang kecil. Sedangkan pada model Poisson-Lognormal metode

weighted jackknife merupakan metode penduga KTG terbaik untuk ragam antar area yang kecil. Nilai rata-rata bias relatif yang besar menunjukkan bahwa nilai-nilai dugaan bagi KTG berbeda jauh dari nilai-nilai yang sebenarnya. Sehingga pendugaan KTG dengan kedua metode jackknife ini akan menghasilkan penduga dengan presisi yang rendah.

Penelitian terkait bias relatif yang dilakukan oleh Chen dan Lahiri (2008) adalah mengevaluasi penerapan metode weighted jackknife dengan ekspansi deret Taylor, metode Chen-Lahiri, metode Prasad-Rao, serta metode Jiang-Lahiri-Wan dalam pendugaan KTG pada pendugaan area kecil dengan metode EBLUP. Sementara Lohr dan Rao (2009) melakukan evaluasi bias relatif dari metode

jackknife pada pendugaan area kecil dengan model Beta-Binomial. Hasilnya menunjukkan bahwa metode pendugaan KTG yang diperkenalkan oleh Chen dan Lahiri (2008) yaitu metode weighted jackknife dengan ekspansi deret Taylor memberikan rata-rata bias relatif yang lebih kecil dibandingkan metode lainnya. Kajian lebih lanjut terkait penerapan metode ini dalam pendugaan KTG pada pendugaan area kecil dengan respon Poisson masih diperlukan.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode area-specific jackknife

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

(7)

KAJIAN BIAS METODE

AREA-SPECIFIC JACKKNIFE

DAN

BIAS METODE

WEIGHTED JACKKNIFE

DALAM

PENDUGAAN AREA KECIL UNTUK RESPON POISSON

DENGAN PENDEKATAN BAYES

WIDIARTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Kajian Bias Metode Area-specific Jackknife dan Bias Metode

Weighted Jackknife dalam Pendugaan Area Kecil untuk Respon Poisson dengan Pendekatan Bayes

Nama : Widiarti NRP : G151080081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS Dr. Anang Kurnia Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Erfiani, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul karya ilmiah ini adalah “Kajian Bias Metode Area-specific Jackknife dan Bias Metode

Weighted Jackknife dalam Pendugaan Area Kecil untuk Respon Poisson dengan Pendekatan Bayes”.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Anang Kurnia selaku pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, saran dan waktunya. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hari Wijayanto, M.Si. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan seluruh staf Program Studi Statistika.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, mamak, serta seluruh keluarga atas do’a, dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman Statistika dan Statistika Terapan angkatan 2008 atas bantuan dan kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Mei 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Patoman, Lampung pada tanggal 2 Mei 1980 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, anak dari pasangan Bapak Tirto Utomo dan Ibu Sukarni.

Penulis menyelesaikan pendidikan SLTA di SMKN 1 Gading Rejo pada tahun 1998 dan melanjutkan perkuliahan di jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung dan lulus pada tahun 2003.

Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung sejak tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis menikah dengan Alm. Rizal Saleh, ST dan kini dikarunia Allah dua orang puteri bernama Tazkia Farra Saleha dan Tsamara Tsabita Saleha.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Model Dasar Pendugaan Area Kecil ... 5

Model Poisson-Gamma ... 6

Model Poisson-Lognormal ... 8

Metode Jackknife ... 11

Metode Weighted Jackknife ... 11

Metode Area-specific Jackknife ... 12

METODOLOGI PENELITIAN Data ... 15

Metode Penelitian ... 15

Simulasi untuk Model Poisson-Gamma ... 16

Simulasi untuk Model Poisson-Lognormal ... 17

Data Penyakit Kanker Bibir ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Simulasi ... 19

Hasil Penelitian sebelumnya ... 20

Data Penyakit Kanker Bibir di Skotlandia ... 21

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 25

Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL

1 Kuadrat Tengah Galat dari model Poisson-Gamma dan Poisson- Lognormal masing-masing untuk metode weighted jackknife dan

(14)

Halaman

DAFTAR GAMBAR

(15)

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 10 dan alpha = 1 ... 29 2 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 30 dan alpha = 1 ... 29 3 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 50 dan alpha = 1 ... 30 4 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 10 dan alpha = 0.5 ... 31 5 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 30 dan alpha = 0.5 ... 31 6 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 50 dan alpha = 0.5 ... 32 7 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 10 dan alpha = 0.1 ... 33 8 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 30 dan alpha = 0.1 ... 33 9 Bias relatif metode jackknife pada model Poisson-Gamma untuk m = 50 dan alpha = 0.1 ... 34 10 Penduga resiko relatif data penyakit kanker bibir di Skotlandia ... 35 11 Penduga KTG bagi resiko relatif data penyakit kanker bibir di Skotlandia ... 36 12 Program R untuk data simulasi yang menyebar Poisson-Gamma dan

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pendugaan area kecil merupakan suatu metode untuk menduga parameter pada suatu subpopulasi dengan ukuran contoh kecil. Metode yang dikembangkan dalam pendugaan area kecil adalah metode pendugaan tidak langsung dengan memanfaatkan kekuatan area di sekitarnya dan sumber data di luar area. Tujuan dari metode pendugaan ini adalah untuk meningkatkan keefektifan ukuran contoh dan menurunkan keragaman dugaan parameter.

Berbagai metode pendugaan tidak langsung telah dikembangkan untuk memperoleh penduga bagi area kecil. Metode yang sering digunakan adalah prediksi takbias linier terbaik empirik (Empirical Best Linear Unbiased Prediction, EBLUP), Bayes empirik (Empirical Bayes, EB), dan Bayes berhierarki (Hierarchical Bayes , HB).

Kualitas suatu penduga dapat dievaluasi melalui beberapa kriteria, salah satunya adalah kriteria Kuadrat Tengah Galat (KTG). KTG merupakan suatu besaran untuk mengukur keragaman penduga area kecil. Beberapa penelitian yang membahas tentang metode pendugaan KTG adalah Prasad dan Rao (1990), Wan (1999), Chen (2001), Jiang et al (2002), Rao (2003), Lahiri dan Maiti (2006), serta Chen dan Lahiri (2008). Prasad dan Rao (1990) mengembangkan metode delta untuk menduga KTG pada model linier campuran normal yang mengambil bentuk model Fay-Herriot. Metode ini diterapkan pada pendugaan dengan menggunakan metode EBLUP. Perbaikan terhadap metode pendugaan KTG juga dilakukan oleh Lahiri dan Maiti (2006) yang memperkenalkan teknik baru yang menghasilkan penduga KTG yang nonnegative.

Metode pendugaan KTG lainnya adalah metode jackknife. Konsep jackknife

pertama kali diperkenalkan oleh Quenouille (1949) dengan tujuan untuk mengoreksi bias dugaan. Wan (1999) memperkenalkan metode weighted jackknife

yang merupakan pengembangan dari metode jackknife sebelumnya. Dalam metode ini pembobotan dilakukan menggunakan hat matriks dari peubah penyerta. Metode jackknife lainnya adalah Rao (2003) yang dikenal sebagai metode area-specific jackknife. Metode ini menggunakan ragam dari sebaran

(17)

posterior sebagai pendekatan bagi nilai dugaan KTG. Dari segi perhitungan, metode ini lebih mudah dan sederhana karena tidak perlu mencari nilai harapan dari ragam sebaran posterior yang secara analitik terkadang sulit untuk dilakukan. Selain KTG, terdapat kriteria lain yang dapat digunakan untuk menilai kualitas dari suatu penduga. Kriteria tersebut adalah bias relatif. Secara asimtotik, bias relatif metode area-specific jackknife dan metode weighted jackknife adalah m-1(Chen 2001, Lohr & Rao 2009), dimana m merupakan jumlah area.

Penelitian terkait bias relatif dari metode jackknife dilakukan oleh Chen dan Lahiri (2008) yang mengevaluasi penerapan metode weighted jackknife dengan ekspansi deret Taylor menggunakan pendekatan metode EBLUP. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa metode weighted jackknife dengan ekspansi deret Taylor merupakan metode penduga KTG terbaik jika pendugaan bagi ragam antar area dilakukan dengan ANOVA. Penelitian lainnya dilakukan oleh Lohr dan Rao (2009) yang melakukan evaluasi bias relatif dari metode jackknife pada pendugaan area kecil dari model Beta-Binomial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bias relatif dari metode area-specific jackknife lebih kecil dibandingkan bias relatif dari metode jackknife Jiang et al (2002).

Salah satu penerapan pendugaan area kecil adalah pada kasus pemetaan penyakit dengan respon berupa data cacahan. Ukuran contoh yang kecil menjadi masalah yang sering dihadapi. Kondisi ini menyebabkan penerapan pendugaan secara langsung untuk menduga resiko relatif terjangkit suatu penyakit pada area tertentu menjadi tidak dapat diandalkan. Metode alternatif yang dapat digunakan untuk menangani masalah ini adalah metode pendugaan tidak langsung dengan pendekatan EB.

(18)

Penelitian mengenai pendugaan area kecil pada pemetaan penyakit dengan model Poisson-Gamma diantaranya dilakukan oleh Wakefield (2007), Kisminatini (2007) dan Lohr dan Rao (2009). Selain menggunakan model Poisson-Gamma, Lohr dan Rao (2009) juga menerapkan model Poisson-Lognormal dalam pendugaan resiko relatif penyakit kanker bibir di Skotlandia. Pada model Poisson-Lognormal, sebaran posterior dari model ini tidak dapat diketahui secara analitik. Sehingga diperlukan komputasi numerik untuk mendapatkan nilai dugaan bagi resiko relatifnya.

Evaluasi bias relatif metode weighted jackknife yang telah dilakukan oleh Chen dan Lahiri (2008) adalah untuk pendugaan area kecil dengan peubah respon kontinu yang mengaplikasikan EBLUP dalam pendugaan parameter. Sedangkan Lohr dan Rao (2009) melakukan evaluasi bias relatif metode area-specific jackknife untuk pendugaan area kecil dengan peubah respon biner yang mengaplikasikan EB dalam pendugaan parameternya. Evaluasi bias relatif metode

weighted jackknife dan area-specific jackknife untuk pendugaan area kecil dengan peubah respon diskrit khususnya Poisson belum banyak dibahas. Sehingga penelitian ini akan membahas bias relatif dari kedua metode jackknife tersebut untuk pendugaan area kecil dengan peubah respon Poisson dengan pendekatan Bayes sebagai metode pendugaan parameternya. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan akan melengkapi hasil-hasil penelitian tentang bias KTG seperti telah disebutkan sebelumnya.

Tujuan

(19)
(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Model Dasar Pendugaan Area Kecil

Area kecil didefinisikan sebagai himpunan bagian dari populasi yang ukuran contohnya kecil dimana suatu peubah menjadi perhatian. Pendekatan klasik untuk menduga parameter area kecil didasarkan pada aplikasi model desain penarikan contoh yang dikenal sebagai pendugaan langsung. Metode pendugaan ini tidak memiliki presisi yang memadai karena ukuran contoh yang digunakan untuk memperoleh dugaan tersebut kecil. Oleh karena itu dikembangkan metode pendugaan secara tidak langsung dengan memanfaatkan kekuatan area disekitarnya dan sumber data di luar area yang statistiknya ingin diperoleh.

Terdapat dua model penghubung dalam pendugaan tidak langsung yaitu model penghubung implisit dan eksplisit (Rao 2003). Model penghubung ini digunakan untuk menghubungkan area kecil dengan area kecil lainnya. Model penghubung implisit digunakan pada pendugaan yang didasarkan oleh desain penarikan contoh. Model ini menghasilkan penduga yang mempunyai ragam desain yang relatif kecil dibandingkan dengan penduga langsung. Dalam model penghubung implisit, dikenal tiga metode yaitu sintetik, komposit, dan James-Stein. Metode sintetik menghasilkan penduga sintetik yang diperoleh dari survei contoh area besar yang digunakan untuk memperoleh penduga tidak langsung area kecil dengan asumsi bahwa area kecil tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan area besarnya. Metode komposit menghasilkan penduga komposit yang merupakan rata-rata terboboti dari penduga langsung dan penduga tidak langsung. Pendugaan James-Stein merupakan pendugaan komposit dengan menggunakan pembobotan umum. Model penghubung eksplisit adalah suatu model yang memasukkan pengaruh acak area kecil dan peubah penyerta dalam model. Model ini selanjutnya dikenal sebagai model area kecil.

(21)

acak area kecil (Kurnia 2009). Model pengaruh campuran (mixed models) merupakan gabungan dari kedua asumsi tersebut. Salah satu sifat menarik dari model campuran adalah kemampuannya dalam menduga kombinasi linear dari pengaruh tetap dan pengaruh acak. Fay dan Herriot (1979) menggunakan model pengaruh campuran untuk menduga rata-rata pendapatan subpopulasi di Amerika Serikat. Model Fay-Herriot ini kemudian menjadi dasar bagi pengembangan pemodelan area kecil.

Model linier campuran lainnya adalah metode EBLUP, EB, dan HB yang mencakup banyak penggunaan pada pendugaan area kecil. Kurnia dan Notodiputro (2006) mengaplikasikan metode EBLUP untuk menduga pengeluaran rumah tangga di propinsi Jawa Barat. Ranalli et al (2007) melakukan pendugaan angka pengangguran pada subprovinsi di Italia. Peneliti yang mengkaji penerapan metode HB pada area kecil yaitu Datta dan Lahiri (1995), He dan Sun (2000), dan You dan Rao (2003).

Menurut Rao (2003), metode EB merupakan metode yang cocok digunakan dalam menangani data biner dan data cacahan pada pendugaan area kecil. Pendugaan dan inferensi pada pendekatan EB didasarkan pada sebaran posterior yang parameternya diduga dari data. Secara ringkas, tahapan metode EB dalam konteks pendugaan area kecil yaitu:

1. mendapatkan fungsi kepekatan peluang posterior dari parameter area kecil yang menjadi perhatian

2. menduga parameter model dari fungsi kepekatan peluang marjinal

3. menggunakan fungsi kepekatan peluang posterior dugaan untuk membuat inferensi parameter area kecil yang menjadi perhatian.

Metode EB umumnya diterapkan pada pemetaan penyakit dengan data cacahan. Beberapa penelitian yang menerapkan metode EB pada pemetaan penyakit yaitu Wakefield (2007), Kismiantini (2007), serta Lohr dan Rao (2009). Model Poisson-Gamma

(22)

Level 1 : yii ~Poisson(eiθi)

Level 2 : θi ~Gamma(α,β), i = 1, 2, 3, . . . , m

dengan yi menyatakan banyaknya pengamatan suatu kasus pada area ke-i, ei adalah nilai harapan banyaknya suatu kasus pada area ke-i, θi adalah resiko relatif area ke-i yang tidak diketahui dan m menyatakan jumlah area, sedangkan α dan β merupakan parameter yang belum diketahui. Level pertama diasumsikan bahway ~Poisson(eiθi)

ind

i dan level kedua diasumsikan bahwaθ ~Gamma( ,β) iid

i α .

Model Poisson-Gamma dengan peubah penyerta diperkenalkan oleh Wakefield (2007). Model ini dapat dituliskan:

Level 1 : y ~Poisson(ei iθi) merupakan vektor peubah penyerta dan T

p 2

1,β ,...,β )

β merupakan vektor

koefisien regresi. Sebaran marjinal yi |β,α adalah

α yang menyebar Binomial Negatif

dengan rata-rata dan ragam masing-masing adalah Eyi |β,α ei i dan

Sebaran dan penduga EB bagi θi diperoleh dengan menggunakan teorema Bayes (Wakefield 2007). Sebaran dari θi yaitu:

α

g yang tergantung pada data area-specific

yi. KTG dari θˆiB yaitu KTG(θˆ ) E{Var (θi |yi,α)} ki(α,1/α) B

i diperoleh

(23)

kasus Poisson-Gamma seperti persamaan (1) penyelesaian analitik dari ki (α,1/α) adalah:

ki(α,1α)=E{(θˆ θ ) |α} 1/(ei i α) 2

i B

i (2)

Dugaan parameter bagi β yaitu βˆ diperoleh dengan menyelesaikan regresi Binomial Negatif. Sedangkan dugaan parameter bagi αdiperoleh dengan metode momen yaitu dengan menyelesaikan persamaan sebagai berikut:

) θ | E(y )

E(yi i i

y ei iE(θi) ei i (3) dan

) θ | (E(y Var )) θ | (y E(Var )

Var(yi i i i i

S E(ei iθi) Var(ei iθi) ei i (ei i)2/α

2

y (4)

αˆ diperoleh dengan menyelesaikan persamaan (3) dan (4) yaitu:

y S

y αˆ 2

y 2

(5)

dengan y dan 2 y

S masing-masing merupakan rataan dan ragam contoh terboboti.

m

1 i

i i/e.)y

(e m

1

y dan 2

m

1 i

i 2

y (y y)

1 m

1

S dengan e. (e/m)

i i dan

i i

i i i

i n y n

e yang merupakan nilai harapan banyaknya suatu kasus pada area ke-i.

Penduga EB bagi θi yaitu:

θˆEBi θˆiE βˆ,αˆ ˆiθˆi (1 ˆ)ERRi (6) denganˆi eiˆi αˆ eiˆi ,ERRi ˆii ˆi 1 ˆi expxTi ,βˆ .ERRi merupakan nilai harapan resiko relatif ke-i yang merupakan penduga tidak langsung. Penduga langsung dari θi yaitu θˆi yi ˆiei diperoleh dengan

memaksimumkan fungsi peluang y ~Poisson(ei iθi)

ind

i . Dengan demikian

(24)

E i i i i i

Selanjutnya, pendugaan bagi KTG akan dilakukan dengan menggunakan metode area-specific jackknife dan metode weighted jackknife yaitu

2

Model Poisson-Lognormal

Model Poisson-Lognormal adalah model dua level yang merupakan gabungan sebaran Poisson dengan sebaran Lognormal. Sebagai model Poisson campuran, model ini juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah overdispersi. Model ini dapat dituliskan:

Level 1 : yi ~Poisson(ei iθi) Level 2 : θ ~Lognormal( ,σ2)

i

(8)

Sebaran Lognormal memiliki fungsi kepekatan peluang

2 menyebar Lognormal, maka dihasilkan sebaran Poisson campuran dengan fungsi kepadatan peluang bersyarat:

2

yi menyatakan banyaknya pengamatan suatu kasus pada area ke-i, ei adalah nilai harapan banyaknya suatu kasus pada area ke-i, i = exp(x ,β)

β merupakan vektor koefisien regresi dan θi adalah resiko relatif terkena suatu kasus pada area ke-i yang nilainya tidak diketahui.

Pendugaan parameter bagi dan σ2 diperoleh dengan menggunakan metode momen yaitu dengan menyelesaikan persamaan sebagai berikut:

(25)

y ei iE(θi) ei i (9) ˆdan σˆ2diperoleh dengan menyelesaikan persamaan (9) dan (10) yaitu:

dengan memisalkan

σ

(26)

pembobot yang didefinisikan sebagai 2

banyaknya point yang digunakan.

Penduga bagi θi dari model Poisson-Lognormal pada persamaan (8) menurut Lohr dan Rao (2009) adalah:

dengan ragam

B 2

βˆ merupakan vektor koefisien regresi.

Metode Jackknife

Metode jackknife pertama kali diperkenalkan oleh Quenouille pada tahun 1949 dengan tujuan mengoreksi bias dugaan. Metode ini merupakan metode resampling dengan prosedurnya adalah menghapus area satu persatu. Misalkan y1, y2, … , ym contoh acak berukuran m area, kemudian y1 dihilangkan dan dilakukan perhitungan untuk memperoleh sebuah pendugaan. Operasi ini dilakukan sebanyak m kali dengan menghilangkan satu area pada masing-masing tahap. Metode Weighted Jackknife

Wan (1999) mengusulkan metode weighted jackknife yang merupakan pengembangan dari teknik jackknife sebelumnya. Konsep dari metode ini yaitu pembobotan dengan menggunakan hat matriks yang diperoleh dari peubah penyerta. Penduga KTG dengan metode ini yaitu:

(27)

)

Metode Area-specific Jackknife

Rao (2003) memperkenalkan metode area-specific jackknife yang merupakan pengembangan dari metode jackknife Jiang et al (2002). Dari segi perhitungan, metode ini lebih mudah dan sederhana karena tidak perlu mencari nilai harapan dari ragam sebaran posterior yang secara analitik terkadang sulit untuk dilakukan. Rao menggunakan gi sebagai pendekatan bagi ki, yaitu

(28)

Tabel 1 Kuadrat Tengah Galat dari model Poisson-Gamma dan Poisson-Lognormal masing-masing untuk metode weighted jackknife dan area-specific jackknife

Metode Model Poisson-Gamma Model Poisson-Lognormal

Weighted jackknife

2

Area-specific jackknife

(29)
(30)

METODOLOGI PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data simulasi dan data sekunder. Pembangkitan data dalam simulasi dilakukan dengan sebaran Poisson-Gamma dan sebaran Poisson-Lognormal dengan asumsi bahwa data penyakit merupakan data cacahan dengan model yang sering digunakan adalah model Poisson campuran.

Data sekunder yang digunakan adalah data kanker bibir di Skotlandia yang diambil dari Stren dan Cressie (2000). Data ini berupa banyaknya penderita kanker bibir yang tercatat selama 6 tahun dari 1975 sampai 1980 pada 56 distrik (area kecil) di Skotlandia. Peubah penyerta dalam data ini yaitu persentase bekerja pada bidang pertanian, perikanan dan kehutanan.

Metode Penelitian

Metode pendugaan KTG yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu metode weighted jackknife dan metode area-specific jackknife. Kedua metode

jackknife ini digunakan karena secara asimtotik order biasnya adalah m-1 (Chen 2001, Lohr & Rao 2009).

Pembangkitan data dalam simulasi didasarkan pada model Poisson-Gamma dan model Poisson-Lognormal dengan peubah penyerta. Simulasi dirancang untuk mengetahui bias relatif dari metode weighted jackknife dan metode area-specific jackknife dengan rancangan sebagai berikut :

(i) Jumlah area yang berbeda-beda, yaitu m = 10, m = 30 dan m = 50. Penetapan m = 10, m = 30 dan m = 50 sebagai representasi jumlah area yang berukuran kecil, sedang dan besar.

(ii) Ragam antar area untuk model Poisson-Gamma dan model Poisson- Lognormal ditetapkan masing-masing 0.1, 0.5 dan 1 yang mencerminkan ragam antar area kecil, sedang dan besar.

Ragam antar area ditetapkan demikian karena untuk nilai ragam antar area lebih dari 1 akan menyebabkan nilai-nilai yi yang dibangkitkan dengan sebaran Poisson akan banyak yang bernilai nol. Hal ini menyebabkan terjadinya

(31)

inflated dimana hal ini tidak akan dibahas dalam penelitian ini. Sedangkan pemilihan nilai ragam antar area kurang dari 0.1 akan menghasilkan nilai yi yang tidak berbeda jauh.

Model dasar yang digunakan dalam simulasi ini adalah model berbasis area dua level yang diperkenalkan oleh Fay dan Herriot. Model dua level tersebut dapat dituliskan sebagai model campuran linier berikut:

i i T i i i

i θ ε x β ε

y dengan:

yi = penduga langsung area ke-i i = pengaruh acak antar area xTi β = pengaruh tetap

εi = pengaruh acak di dalam area

Parameter yang ingin diduga adalah θi, yaitu resiko relatif terkena penyakit pada area kecil. Pendugaan KTG dilakukan dengan metode weighted jackknife

dan metode area-specific jackknife dan kemudian dievaluasi bias relatif dari kedua metode jackknife tersebut. Simulasi ini dilakukan dengan menetapkan m = 10, 30, 50 pada setiap nilai ragam antar area untuk data yang menyebar Poisson-Gamma dan Poisson-Lognormal.

Simulasi untuk Model Poisson-Gamma Level 1 : yi ~Poisson(ei iθi)

Level 2 : θi ~Gamma(α,1/α) Langkah-langkah:

1. Membangkitkan x = vektor peubah penyerta dan ei i = nilai harapan banyaknya suatu penyakit pada area ke-i untuk i= 1, … , m

2. Membangkitkan θidanyi

θi ~Gamma(α,1/α)dan yi ~Poisson(ei iθi), i = exp(x β T

i )

3. Menentukan βˆdengan persamaan regresi dan menghitung ˆi exp xTi ,βˆ 4. Menghitung αˆ dengan rumus pada persamaan (5)

(32)

6. Menentukan ki(αˆ,1αˆ)=1/(eiˆi αˆ)dan gi = (yi αˆ)/(eiˆi αˆ)2

7. Menghitung nilai dugaan KTG dengan metode weighted jackknife

8. Menghitung nilai dugaan KTG dengan metode area-specific jackknife

9. Menghitung rata-rata bias relatif dari kedua metode jackknife. Rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata bias relatif (average relative bias /ARB) dari setiap metode jackknife yaitu:

m

1 i

i

RB m

1 100 ARB

i i 1000

1 i

ik

i

KTG KTG 1000

KTGJ RB

1000

1 k

2 ik EB ik

i (θˆ θ )

1000 1 KTG

KTGJik = nilai dugaan KTG dengan metode jackknife 10. Membandingkan hasil yang diperoleh pada langkah 9. 11. Simulasi diulang sampai 1000 kali.

Simulasi untuk Model Poisson-Lognormal Level 1 : yi ~Poisson(ei iθi)

Level 2 : θ ~Lognormal( ,σ2)

i

Langkah-langkah:

1. Membangkitkan θi danyi

log θi ~Normal( ,σ2) dan yi ~Poisson(ei iθi), i = exp(xTi β)

2. Menentukan βˆdengan persamaan regresi dan menghitung ˆi exp xTi ,βˆ 3. Menghitung ˆdan σˆ2 masing-masing dengan persamaan (11) dan (12) 4. Menentukan penduga bagi θi dengan dengan rumus pada persamaan (14) 5. Menghitung KTG dengan metode weightedjackknife

6. Menghitung KTG dengan metode area-specific jackknife

(33)

Data Penyakit Kanker Bibir

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini telah dikembangkan metode jackknife yang secara lengkap telah diuraikan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya dalam bab ini akan dijelaskan hasil simulasi dan perbandingan dengan beberapa penelitian terkait. Simulasi

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa model dasar yang digunakan dalam simulasi adalah model berbasis area dua level, sehingga pembangkitan data dilakukan dengan model Poisson-Gamma dan model Poisson-Lognormal.

Simulasi dirancang untuk mengetahui bias relatif dari metode weighted jackknife dan metode area-specific jackknife. Simulasi diulang sampai 1000 kali. Hasil simulasi disajikan pada Tabel 2. Dari Tabel 2 terlihat bahwa pada model Poisson-Gamma untuk jumlah area 10, metode area-specific jackknife

memberikan rata-rata bias relatif yang lebih kecil dibandingkan metode weighted jackknife. Hasil ini selalu konsisten pada setiap ragam antar area yang dicobakan. Sedangkan pada jumlah area 30 dan 50, kedua metode jackknife memberikan rata-rata bias relatif yang sama. Sehingga nampaknya metode area-specific jackknife

merupakan metode penduga KTG terbaik pada model Poisson-Gamma khususnya untuk jumlah area yang kecil.

Tabel 2 Rata-rata bias relatif metode jackknife untuk model Poisson-Gamma dan Poisson-Lognormal dalam persen

Ragam antar area

Jumlah area

Model Poisson-Gamma Model Poisson-Lognormal

W AS W AS

1

0.5

0.1

10 30 50 10 30 50 10 30 50

-26.64 -91.45 -95.67 -3.84 -91.23 -95.32 -29.58 -90.68 -94.99

-25.89 -91.45 -95.67 -2.38 -91.23 -95.32 -29.12 -90.68 -94.99

664.98 388.35 219.39 -70.47 263.01 251.38 -88.82 -82.82 -52.34

652.78 393.20 217.33 -71.38 255.99 257.18 -88.89 -83.14 -53.57 Keterangan: W = metode weightedjackknife, AS = metode area-specific Jackknife

(35)

selalu lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai KTG sebenarnya. Nilai rata-rata bias relatif yang besar menunjukkan bahwa kedua metode ini memberikan hasil pendugaan yang kurang baik, karena nilai-nilai dugaannya yang berbeda jauh dari nilai yang sebenarnya. Sehingga pendugaan KTG dengan kedua metode jackknife

ini akan menghasilkan penduga dengan presisi yang rendah.

Hasil simulasi dari model Poisson-Lognormal yang disajikan dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa pada ragam antar area 1, metode area-specific jackknife

memberikan rata-rata bias relatif yang lebih kecil dibandingkan metode weighted jackknife untuk jumlah area 10 dan jumlah area 50. Sebaliknya pada ragam antar area 0.5, metode weighted jackknife memberikan rata-rata bias relatif yang lebih kecil dibandingkan metode area-specific jackknife untuk jumlah area 10 dan jumlah area 50. Sedangkan pada ragam antar area 0.1 metode weighted jackknife

selalu memberikan rata-rata bias relatif yang lebih kecil dibandingkan metode

area-specific jackknife. Sehingga pada model Poisson-Lognormal nampaknya metode weighted jackknife merupakan metode penduga KTG terbaik.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa pada model Poisson-Gamma, rata-rata bias relatif yang dihasilkan kedua metode jackknife akan semakin besar dengan semakin besar jumlah area. Hasil ini bertentangan dengan yang dikemukakan oleh Chen (2001) serta Lohr dan Rao (2009) yang menyatakan bahwa secara asimtotik bias relatif metode area-specific jackknife dan metode weighted jackknife adalah m-1 dimana m merupakan jumlah area. Hal ini disebabkan nilai-nilai dugaan KTG yang dihasilkan kedua metode jackknife akan semakin kecil dengan semakin besar jumlah area. Dengan demikian, bias dari penduga KTG juga menjadi semakin besar. Secara lengkap nilai-nilai dugaan KTG dengan kedua metode jackknife tersaji dalam Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 9. Hasil Penelitian sebelumnya

(36)

penelitian ini dilakukan dengan menetapkan jumlah area m = 15, ragam antar area = 1 dan ragam dalam area = 20. Pendugaan ragam antar area dilakukan dengan metode ANOVA.

Lohr dan Rao (2009) melakukan evaluasi bias relatif dari metode jackknife

pada pendugaan area kecil dari model Beta-Binomial. Metode jackknife yang dikaji adalah metode Jiang et al (2002) dan metode area-specific jackknife. Data dalam simulasi dibangkitkan dengan menggunakan sebaran Beta-Binomial dengan jumlah respon ni = 5 dan jumlah area m = 20. Walaupun model simulasi yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya berbeda dengan model di dalam penelitian ini, tetapi dengan maksud memberikan informasi yang lebih lengkap tentang kinerja metode jackknife, bukan untuk diperbandingkan, maka hasil-hasil tersebut disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rata-rata bias relatif Chen dan Lahiri (2008), Lohr dan Rao (2009), Widiarti (2011) dalam persen

Sumber pustaka Metode

PR CL JLW AWJ AS W

Chen dan Lahiri (2008) Lohr dan Rao (2009) Widiarti (2011)

573.5 - -

34 - -

39 52 -

5.2 - -

- 6 -25.89

- - -26.64 Keterangan: PR = metode Prasad-Rao, CL = metode Chen-Lahiri, JLW = metode

jackknife Jiang-Lahiri-Wan, AWJ = metode approximation weighted jackknife, AS = metode area-specific jackknife, W = metode weighted jackknife

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa metode pendugaan KTG yang diperkenalkan oleh Chen dan Lahiri (2008) yaitu metode weighted jackknife

dengan ekspansi deret Taylor (approximation weighted jackknife) memberikan rata-rata bias relatif yang lebih kecil dibandingkan metode lainnya. Dengan demikian, kajian lebih lanjut terkait penerapan metode ini dalam pendugaan KTG pada pendugaan area kecil dengan respon Poisson masih diperlukan.

Data Penyakit Kanker Bibir di Skotlandia

(37)

Hasil simulasi menunjukkan bahwa metode area-specific jackknife

merupakan metode penduga KTG terbaik pada model Poisson-Gamma sedangkan metode weighted jackknife merupakan metode penduga KTG terbaik pada model Poisson-Lognormal. Pada kasus Poisson-Gamma, penyelesaian analitik dari ki diketahui, sedangkan pada kasus Poisson-Lognormal penyelesaikan secara analitik dari ki tidak dapat dilakukan. Dengan demikian, pendugaan KTG untuk resiko relatif penyakit kanker bibir di Skotlandia akan dilakukan dengan metode

area-specific jackknife dengan model Poisson-Gamma. Selain itu, akan diterapkan metode weighted jackknife dengan ekspansi deret Taylor sebagai perbandingan.

Tabel 4 memberikan informasi tentang sebaran data kanker bibir pada 56 distrik di Skotlandia. Berdasarkan Tabel 4 diperoleh informasi bahwa ada distrik yang tidak terjangkit penyakit kanker bibir yang dinyatakan oleh nilai minimum penduga langsung. Besarnya resiko relatif terjangkit penyakit kanker bibir pada pendugaan langsung dihitung dengan rumus yi/(ei i), sehingga apabila pada suatu distrik tidak terdapat individu yang terjangkit penyakit kanker bibir, maka resiko relatifnya juga bernilai nol.

Tabel 4 Statistika deskriptif data kanker bibir di Skotlandia (dalam jiwa) Minimum Maksimum Rata-rata Simpangan baku Pengamatan

Harapan

Penduga langsung

0.00 1.07 0.00

39.00 88.60 6.52

9.57 9.57 1.52

7.90 13.16 1.31 Dengan metode bayes, besarnya resiko relatif terjangkit penyakit kanker bibir merupakan penjumlahan dari resiko relatif penduga langsung dengan nilai harapan resiko relatif, dimana nilai harapan resiko relatif merupakan penduga tak langsung yang nilainya diperoleh dari informasi peubah penyerta yang disertakan dalam model. Nilai-nilai dugaan bagi resiko relatif terjangkit penyakit kanker bibir disajikan secara lengkap dalam Lampiran 10.

Gambar 1 memperlihatkan perbandingan nilai-nilai dugaan KTG metode

area-specific jackknife dengan nilai-nilai dugaan KTG metode weighted jackknife

dengan ekspansi deret Taylor. Nilai-nilai dugaan KTG dengan kedua metode

(38)
(39)

0 5 10 15 20 25 30 35 Glasgow

Edinburgh Aberdeen Dundee Renfrew Falkirk Kirkcaldy Motherwell Perth-Kinross Cunninghame Dunfermline Kyle-Carrick Angus West Lothian Inverclyde Monklands Hamilton East Lothian Argyll-Bute Banff-Buchan Stirling Kilmarnock Moray NE Fife Dumbarton Strathkelvin Midlothian Gorden Nithsdale Eastwood Clydesdale East Kilbride Inverness Clydebank Cumnock-Doon Kincardine Roxburrgh Western Isles Clackmannan Ross-Cromarty Ettrick Annandale Bearsden Cumbernauld Wigtown Caithness Stewartry Berwickshire Orkney Shetland Lochaber Tweeddale Sutherland Skye-Lochalsh Nairn Badenoch

KTG_AS KTG_AWJ

(40)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil simulasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pada model Poisson-Gamma untuk jumlah area 10, rata-rata bias relatif metode area-specific jackknife selalu lebih kecil dibandingkan rata-rata bias relatif metode weighted jackknife. Dengan demikian, metode area-specific jackknife merupakan metode penduga KTG terbaik pada model Poisson-Gamma khususnya untuk jumlah area yang kecil. Sedangkan pada model Poisson-Lognormal metode weighted jackknife merupakan metode penduga KTG terbaik untuk ragam antar area yang kecil.

Nilai rata-rata relatif bias dari kedua metode jackknife yang ditunjukkan dalam hasil simulasi bernilai negatif dan nilainya besar. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai dugaan KTG dengan kedua metode ini selalu bernilai lebih kecil dari nilai KTG sebenarnya dan pendugaan dengan metode ini akan menghasilkan penduga dengan presisi yang rendah.

Evaluasi hasil simulasi terkait bias relatif dari penelitian ini dengan bias relatif dari penelitian yang telah dilakukan oleh Chen dan Lahiri (2008) serta Lohr dan Rao (2009) menunjukkan bahwa metode pendugaan KTG yang diperkenalkan oleh Chen dan Lahiri (2008) yaitu metode weighted jackknife dengan ekspansi deret Taylor memberikan rata-rata bias relatif yang lebih kecil dibandingkan metode lain.

Saran

Hasil evaluasi rata-rata bias relatif yang dilakukan oleh Chen dan Lahiri (2008), Lohr dan Rao (2009), serta Widiarti (2011) menunjukkan bahwa metode

weighted jackknife dengan ekspansi deret Taylor memberikan rata-rata bias relatif yang lebih kecil dibandingkan metode lain. Dengan demikian, perlu dilakukan kajian lebih lanjut terkait penerapan metode ini dalam pendugaan KTG pada pendugaan area kecil dengan respon Poisson.

(41)
(42)

DAFTAR PUSTAKA

Chen S. 2001. Empirical Best Prediction and Hierarchical Bayes Methods in Small Area Estimation. [disertation]. Nebraska: The Graduate College, University of Nebraska.

Chen S, Lahiri P. 2008. On Mean Squared Prediction Error Estimation in Small Area Estimation Problems. Communications in Statistics 37:1792-1798.

Datta GS, Lahiri P. 1995. Robust Hierarchical Bayes Estimation of Small Area Characteristics in the Presence of Covariates and Outliers. http://ideas. repec.org/a/eee/jmvana/v54y1995i2p310-328.html [17Mei 2010]

Fay RE, Herriot RA. 1979. Estimates of income for small places: an application of James-Stein procedures to census data. Journal of the American Statistical Association 74:269-277.

He Z, Sun D. 2000. Hierarchical Bayes Estimation of Hunting Success Rates with Spatial Correlations. Biometrics 56(2):360-367.

Jiang J, Lahiri P, Wan SM. 2002. A Unified Jackknife Theory for Empirical Best Prediction with M-estimation. The Annals of Statistics 30(6):1782-1810. Kismiantini. 2007. Pendugaan Statistik Area Kecil Berbasis Model

Poisson-Gamma. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Kurnia A. 2009. Prediksi Terbaik Empirik untuk Model Transformasi Logaritma

di dalam Pendugaan Area Kecil dengan Penerapan pada Data SUSENAS. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kurnia A, Notodiputro KA. 2006. EB-EBLUP MSE Estimator on Small Area Estimation with Applicataion to BPS data. Paper presented in The First International Conference on Mathematics and Statistics, Bandung, Indonesia. http://web.ipb.ac.id/~anangk/home/uploads/file/%28AK+KAN% 29ICoMS-1.pdf[13 Februari 2010].

Lohr SL, Rao JNK. 2009. Jackknife estimation of mean squared error of small area predictors in nonlinear mixed models. Biometrika 96(2):457-468. Quenouille. 1949. Notes on Bias In Estimation. http://biomet.oxfordjournals.org

[23 April 2010]

Ranalli et al. 2007. Small area models for unemployment rate estimation at sub-provincial areas in Italy. http://cio.umh.es/data2/TICgiovanna@statunipg.it. pdf [26 April 2010].

Rao JNK. 2003. Small Area Estimation. New York: John Wiley and Sons.

Russo C, Sabbatini M, Salvatore R. 2005. General linear models in small area estimation: an assessment in agricultural surveys. http://www.Campomexi

(43)

cano.gob.mx/portal_siap/ForoSeminario/mexsai/trabajos/t44.pdf [14 Mei 2010].

Stern HS, Cressie N. 2000. Posterior predictive model checks for disease mapping models. Statistics in Medicine 18:2377-2399.

Wakefield J. 2007. Disease mapping and spatial regression with count data.

Biostatistics 8(2): 158-183.

Wan SM. 1999. Jackknife Methods in Small Area Estimation and Related Problems. [disertation]. Nebraska: The Graduate College, University of Nebraska.

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

Lampiran 10 Penduga resiko relatif data penyakit kanker bibir di Skotlandia Distrik Langsung Penduga resiko relatif EB EBLUP

(51)

Distrik Langsung Penduga resiko relatif EB EBLUP Kilmarnock

East Kilbride Hamilton

Lampiran 11 Penduga KTG bagi resiko relatif data penyakit kanker bibir di Skotlandia

(52)

Distrik KTGAS KTGAWJ Nilai dugaan KTG West Lothian

Cumnock-Doon East Kilbride Hamilton

Lampiran 12 Program R untuk data simulasi yang menyebar Poisson-Gamma dan Poisson-Lognormal ei <-rnorm(m,10,0.1)

rand10_xemu2 <- cbind (ei, xi, mu_i)

write.table(rand10_xemu2, file = "D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_xemu2.txt")

Membangkitkan data dengan sebaran Poisson-Gamma

DATA<-read.table(file=

"D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_xemu2.txt",header=TRUE) data<-cbind(DATA$ei, DATA$xi, DATA$mu_i)

iterasi <- 1000

(53)

theta_i <- array(0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ theta_i[,k] <- rgamma(m,alpha,alpha) }

lamda<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi) { lamda[i,k]<-theta_i[i,k]*ei[i]*mu_i[i] } }

mlamda<-array(0,iterasi) for (k in 1:iterasi)

{ mlamda[k]<-mean(lamda[,k]) }

yi <- array(0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ yi[,k] <- rpois(m,mlamda[k]) }

write.table(yi, file = "D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_yi2.txt") write.table(theta_i, file = "D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_theta2.txt")

Membangkitkan data dengan sebaran Poisson-Lognormal

DATA<-read.table(file=

"D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_xemu2.txt",header=TRUE) data<-cbind(DATA$ei, DATA$xi, DATA$mu_i)

iterasi <- 1000

m <- 10 mu <- 1 sigma <- 1 ei<-data[,1] xi<-data[,2] mu_i<-data[,3] logtheta_i <- array(0,c(m,iterasi))

for (k in 1:iterasi)

{ logtheta_i[,k] <- rnorm(m,mu,sqrt(sigma)) }

theta_i <- exp(logtheta_i) lamda<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ lamda[i,k]<-theta_i[i,k]*ei[i]*mu_i[i] } }

mlamda<-array(0,iterasi) for (k in 1:iterasi)

{ mlamda[k]<-mean(lamda[,k]) }

yi <- array(0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ yi[,k] <- rpois(m,mlamda[k]) }

write.table(yi, file = "D:/PROGRAM/SIMULASI_PL11/random10_yi2.txt") write.table(theta_i, file = "D:/PROGRAM/SIMULASI_PL11/random10_theta2.txt")

Simulasi dengan sebaran Poisson-Gamma

rp<-m*iterasi

DATA<-read.table(file="D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_xemu2.txt",header=TRUE) data<-cbind(DATA$ei, DATA$xi, DATA$mu_i)

ei<-data[,1] xi<-data[,2] mu_i<-data[,3] DATA_y<-read.table(file=

"D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_yi2.txt",header=TRUE) yi<-matrix(0,m,iterasi)

for(k in 1:iterasi)

{ yi[,k]<-DATA_y[,k] }

DATA_theta<-read.table(file=

"D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_theta2.txt",header=TRUE) theta_i<-matrix(0,m,iterasi)

for(k in 1:iterasi)

{ theta_i[,k]<-DATA_theta[,k] }

require (MASS)

(54)

for (k in 1:iterasi)

{ coefbeta[k,] <-glm.nb(yi[,k]~ offset(log (ei)) + xi)$coefficients }

mu_duga <- array (0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ mu_duga[,k] <- exp(coefbeta[k,1] + coefbeta[k,2] * xi) }

#Pendugaan parameter alpha dengan metode momen #

ybar<-array(0,c(iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ ybar[k]<-mean((ei/mean(ei))*yi[,k]) }

ssy<-array(0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ ssy[,k]<-(yi[,k]-ybar[k])^2 }

sumsy<-array(0,c(iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ sumsy[k]<-sum(ssy[,k]) }

s2y<-array(0,c(iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ s2y[k]<-(1/(m-1))*sumsy[k] }

alpha_duga<-array(0,c(iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ alpha_duga[k]<-(ybar[k]^2)/(s2y[k] - ybar[k]) }

# Pendugaan parameter theta dengan metode Bayes empirik #

gamma_duga<-array(0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ gamma_duga[,k]<-(ei*mu_duga[,k])/(alpha_duga[k] + (ei*mu_duga[,k])) }

theta_EB <-array(0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{

theta_EB[,k]<-gamma_duga[,k]*(yi[,k]/(ei*mu_duga[,k]))+gamma_duga[,k])*mu_duga[,k] }

k1<-array(0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ k1[,k]<-1/((ei*mu_duga[,k])+ alpha_duga[k]) }

g1<-array(0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ g1[,k]<-(alpha_duga[k] + yi[,k])/(((ei*mu_duga[,k])+ alpha_duga[k])^2) }

# Metode Jackknife #

yi_del <- array(0,c(m,m-1,iterasi)) for (i in 1:m)

{ yi_del[i,,] <- yi[-i,] }

xi_del <- array(0,c(m,m-1,iterasi)) for (i in 1:m)

{ xi_del[i,,] <- xi[-i] }

yi_baru <- array(0,c(rp,m-1)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m-1)

{ for (k in 1:iterasi)

{ yi_baru[m*(k-1)+i,j] <- yi_del[i,j,k] } } }

xi_baru <- array(0,c(rp,m-1)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m-1)

{ for (k in 1:iterasi)

(55)

ei_del <- array(0,c(m,m-1,iterasi)) for (i in 1:m)

{ ei_del[i,,] <- ei[-i] }

ei_baru <- array(0,c(rp,m-1)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m-1)

{ for (k in 1:iterasi)

{ ei_baru[m*(k-1)+i,j] <- ei_del[i,j,k] } } }

coefbeta_del <- matrix(0,rp,2) for (l in 1:rp)

{ coefbeta_del[l,] <-glm.nb(yi_baru[l,]~ offset(log (ei_baru[l,]))+ xi_baru[l,])$coefficients

}

xi_k <- array (0,c(rp)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi) { xi_k[m*(k-1)+i]=xi[i] } }

xt <- t(xi)

mu_delk <- array (0,c(rp,m)) for (l in 1:rp)

{ mu_delk[l,] <- exp(coefbeta_del[l,1]+coefbeta_del[l,2] * xt) }

mu_del<- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ mu_del[i,j,k]<-mu_delk[m*(k-1)+i,j] } } }

ybar_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ ybar_del[i,k]<-mean((ei_del[i,,k]/mean(ei_del[i,,k]))*yi_del[i,,k]) } }

ssy_del <- array(0,c(m,m-1,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m-1)

{ for (k in 1:iterasi)

{ ssy_del[i,j,k] <- (yi_del[i,j,k]- ybar_del[i,k])^2 } } }

sumsy_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ sumsy_del[i,k]<-sum(ssy_del[i,,k]) } }

s2y_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ s2y_del[i,k]<-(1/(m-2))*sumsy_del[i,k] } }

alpha_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ alpha_del[i,k]<-(ybar_del[i,k]^2)/(s2y_del[i,k]- ybar_del[i,k]) } }

gamma_del<-array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ gamma_del[i,j,k]<-(ei[i]*mu_del[j,i,k])/(alpha_del[j,k] + (ei[i]*mu_del[j,i,k]))

} } }

theta_del <-array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ theta_del[i,j,k]<-gamma_del[i,j,k]*(yi[i,k]/(ei[i]*mu_del[j,i,k]))+

(56)

k1_del<-array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ k1_del[i,j,k]<-1/((ei[i]*mu_del[j,i,k])+ alpha_del[j,k]) } } }

g1_del<-array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ g1_del[i,j,k]<-(alpha_del[j,k] + yi[i,k])/(((ei[i]*mu_del[j,i,k])+ alpha_del[j,k])^2)

} } }

# Menghitung MAi untuk metode area-specific jackknife #

g1_baru1 <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ g1_baru1[i,j,k] <- g1_del[i,j,k]- g1[i,k] } } }

g1_baru2 <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ g1_baru2[i,k] <- sum(g1_baru1[i,,k]) } }

g1_baru3 <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ g1_baru3 [,k] <- diag(g1_baru1[,,k]) } }

g1_baru4 <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ g1_baru4[i,k]<-g1_baru2[i,k]-g1_baru3[i,k] } }

MA1 <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ MA1[i,k]<- g1[i,k] - g1_baru4[i,k] } }

# Menghitung M2i untuk metode area-specific jackknife #

theta_baru <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ theta_baru[i,j,k] <- (theta_del[i,j,k]- theta_EB[i,k]) } } }

th_baru <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ th_baru[i,j,k] <-theta_baru[i,j,k]*theta_baru[i,j,k] } } }

sum_theta<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ sum_theta[i,k] <- sum(th_baru[i,,k]) } }

M2i <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

(57)

# KTG dengan metode area-specific jackknife #

KTG_AS <-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ KTG_AS[i,k]<- MA1[i,k] + M2i[i,k] } }

# M etode weighted jackknife #

X <- matrix(xi,m,1) XT<- t(X)

XX <- XT%*%X INXX <- solve(XX) H <- matrix(0,m,m) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ H[i,j] <- X[i,]*INXX*X[j,] } }

satu <- matrix(1,m,1) w <- matrix(0,m,1) for (i in 1:m)

{ w[i] <- satu[i] - H[i,i] }

wi<-array(w,c(m))

k1_baru1 <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ k1_baru1[i,j,k] <- k1_del[i,j,k]- k1[i,k] } } }

H1_w <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ H1_w[i,j,k] <- wi[i]*k1_baru1[i,j,k] } } }

sum_H1 <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ sum_H1[i,k] <- sum(H1_w[i,,k]) } }

H2_w <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ H2_w[i,j,k] <- wi[i]*th_baru[i,j,k] } } }

H2 <-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ H2[i,k] <- sum(H2_w[i,,k]) } }

H1 <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ H1[i,k]<- k1[i,k] - sum_H1[i,k] } }

KTG_W <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ KTG_W[i,k]<-H1[i,k] + H2[i,k] } }

# Rata-rata bias relatif #

(58)

for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ beda[i,k]<-(theta_EBm[i,k]-theta_i[i,k])*(theta_EBm[i,k]-theta_i[i,k]) } }

EMSE <- matrix(0,m,1) for (i in 1:m)

{ EMSE[i,]<-mean(beda[i,]) }

KTG_AREA <- matrix(0,m,1) for (i in 1:m)

{ KTG_AREA[i,]<-mean(KTG_AS[i,]) }

KTG_WEIGHTED <- matrix(0,m,1) for (i in 1:m)

{ KTG_WEIGHTED[i,]<-mean(KTG_W[i,]) }

selisih_area <- KTG_AREA - EMSE

selisih_weighted <- KTG_WEIGHTED - EMSE RBArea <- selisih_area/EMSE

RBWeighted <- selisih_weighted/EMSE ARBArea <- 100*mean(RBArea)

ARBWeighted <- 100*mean(RBWeighted)

data.simulasiPG=data.frame(KTG_AREA, KTG_WEIGHTED, EMSE, RBArea, RBWeighted, ARBArea, ARBWeighted)

colnames(data.simulasiPG)= c("KTG_AREA","KTG_WEIGHTED","EMSE","RBArea",

"RBWeighted", "ARBArea", "ARBWeighted")

write.table(data.simulasiPG,file="D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/ARB10_2.txt",sep= ,col.names = NA)

Simulasi dengan sebaran Poisson-Lognormal

iterasi <- 1000 m <- 10 rp <- m*iterasi DATA<-read.table(file=

"D:/PROGRAM/SIMULASI_PG11/random10_xemu2.txt",header=TRUE) data<-cbind(DATA$ei, DATA$xi, DATA$mu_i)

xi<-data[,2] mu_i<-data[,3] ei<-data[,1]

DATA_y<-read.table(file= "D:/PROGRAM/SIMULASI_PL11/random10_yi2.txt",header=TRUE) yi<-matrix(0,m,iterasi)

for(k in 1:iterasi)

{ yi[,k]<-DATA_y[,k] }

DATA_theta<-read.table(file=D:/PROGRAM/SIMULASI_PL11/random10_theta2.txt",header=TRUE) theta_i<-matrix(0,m,iterasi)

for(k in 1:iterasi)

{ theta_i[,k]<-DATA_theta[,k] }

require(stats)

estb <- matrix(0,iterasi,2) for (k in 1:iterasi)

{ estb[k,] <-glm(yi[,k]~ offset(log(ei))+xi,poisson)$coefficients }

xb_duga <- array (0,c(m,iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ xb_duga[,k] <- exp(estb[k,1] + estb[k,2] * xi) }

# Pendugaan parameter mu dan sigma dengan metode momen #

exb<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ exb[i,k]<-ei[i]*xb_duga[i,k] } }

(59)

{ ybar[k]<-mean((ei/mean(ei))* yi[,k]) } ssy<-array(0,c(m,iterasi))

for (k in 1:iterasi)

{ ssy[,k]<-(yi[,k]-ybar[k])^2 }

sumsy<-array(0,c(iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ sumsy[k]<-sum(ssy[,k]) }

s2y<-array(0,c(iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ s2y[k]<-(1/(m-1))*sumsy[k] }

mu_duga<-array(0,c(iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ mu_duga[k]<-ybar[k]/mean(exb[,k]) }

sigma_duga<-array(0,c(iterasi)) for (k in 1:iterasi)

{ sigma_duga[k]<-(s2y[k]-ybar[k])/((ybar[k]/mu_duga[k])^2) }

sigma_duga<-abs(sqrt(sigma_duga))

# Pendugaan parameter theta dengan pendekatan Gauss-Hermite Quadrature #

require(statmod) n <- 21

gaussh <- gauss.quad(n,kind="hermite") h0 <- array(0,c(m,iterasi))

fz <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ h0[i,k] <- 0

for (r in 1:n)

{ zi <- gaussh$nodes[r]

fz[i,k] <- exp((-1*ei[i]*xb_duga[i,k])*exp((sqrt(2)*sigma_duga[k]*zi) + mu_duga[k]) + ((yi[i,k]+0)*(sqrt(2)*sigma_duga[k]*zi)+ mu_duga[k]))

h0[i,k] <- h0[i,k]+gaussh$weights[r]*fz[i,k] } } }

h1 <- array(0,c(m,iterasi)) fz1 <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ h1[i,k] <- 0

for (r in 1:n)

{ zi <- gaussh$nodes[r]

fz1[i,k] <- exp((-1*ei[i]*xb_duga[i,k])*exp((sqrt(2)*sigma_duga[k]*zi) + mu_duga[k]) + ((yi[i,k]+1)*(sqrt(2)*sigma_duga[k]*zi)+ mu_duga[k]))

h1[i,k] <- h1[i,k]+gaussh$weights[r]*fz1[i,k] } } }

h2 <- array(0,c(m,iterasi)) fz2 <- array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ h2[i,k] <- 0

for (r in 1:n)

{ zi <- gaussh$nodes[r]

fz2[i,k] <- exp((-1*ei[i]*xb_duga[i,k])*exp((sqrt(2)*sigma_duga[k]*zi) + mu_duga[k]) + ((yi[i,k]+2)*(sqrt(2)*sigma_duga[k]*zi)+ mu_duga[k]))

h2[i,k] <- h2[i,k]+gaussh$weights[r]*fz2[i,k] } } }

H0<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ H0[i,k]<-(ifelse(h0[i,k]>0,h0[i,k],1e-150)) } }

(60)

for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ H1[i,k]<-(ifelse(h1[i,k]>0,h1[i,k],1e-150)) } }

H2<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ H2[i,k]<-(ifelse(h2[i,k]>0,h2[i,k],1e-150)) } }

theta_EB <- H1/H0

g1 <- (H2/H0)-(theta_EB*theta_EB)

# Metode jackknife #

yi_del <- array(0,c(m,m-1,iterasi)) for (i in 1:m)

{ yi_del[i,,] <- yi[-i,] }

xi_del <- array(0,c(m,m-1,iterasi)) for (i in 1:m)

{ xi_del[i,,] <- xi[-i] }

ei_del <- array(0,c(m,m-1,iterasi)) for ( i in 1:m)

{ ei_del[i,,] <- ei[-i] }

yi_baru <- array(0,c(rp,m-1)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m-1)

{ for (k in 1:iterasi)

{ yi_baru[m*(k-1)+i,j] <- yi_del[i,j,k] } } }

xi_baru <- array(0,c(rp,m-1)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m-1)

{ for (k in 1:iterasi)

{ xi_baru[m*(k-1)+i,j] <- xi_del[i,j,k] } } }

ei_baru <- array(0,c(rp,m-1)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m-1)

{ for (k in 1:iterasi)

{ ei_baru[m*(k-1)+i,j] <- ei_del[i,j,k] } } }

estb_del <- matrix(0,rp,2) for (l in 1:rp)

{ estb_del[l,] <-glm(yi_baru[l,]~offset(log(ei_baru[l,]))+xi_baru[l,],poisson)$coefficients

}

xi_k <- array (0,c(rp)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ xi_k[m*(k-1)+i]=xi[i] } }

xt <- t(xi)

xb_delk <- array (0,c(rp,m)) for (l in 1:rp)

{ xb_delk[l,] <- exp(estb_del[l,1] + estb_del[l,2] * xt) }

xb_del<- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ xb_del[i,j,k]<-xb_delk[m*(k-1)+i,j] } } }

ybar_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ ybar_del[i,k]<-mean((ei_del[i,,k]/mean (ei_del[i,,k]))*yi_del[i,,k]) } }

(61)

for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m-1)

{ for (k in 1:iterasi)

{ ssy_del[i,j,k] <- (yi_del[i,j,k]- ybar_del[i,k])^2 } } }

sumsy_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ sumsy_del[i,k]<-sum(ssy_del[i,,k]) } }

s2y_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ s2y_del[i,k]<-(1/(m-2))*sumsy_del[i,k] } }

exb_del<-array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ exb_del[i,j,k]<-ei[i]*xb_del[j,i,k] } } }

mu_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ mu_del[i,k]<-ybar_del[i,k]/mean(exb_del[i,,k]) } }

sigma_del<-array(0,c(m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ sigma_del[i,k]<-(s2y_del[i,k]-ybar_del[i,k])/((ybar_del[i,k]/mu_del[i,k])^2) }

}

sigma_del<-abs(sqrt(sigma_del))

gaussh_del <- gauss.quad(n,kind="hermite") h0_del <- array(0,c(m,m,iterasi))

fz_del <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ h0_del[i,j,k] <- 0

for (r in 1:n)

{ zi <- gaussh_del$nodes[r]

fz_del[i,j,k]<- exp((-1*ei[i])*(xb_del[j,i,k])*exp((sqrt(2)*sigma_del[j,k]*zi) + mu_del[j,k]) + ((yi[i,k]+0)*(sqrt(2)*sigma_del[j,k]*zi)+ mu_del[j,k]))

h0_del[i,j,k] <- h0_del[i,j,k]+gaussh_del$weights[r]*fz_del[i,j,k] } }

} }

h1_del <- array(0,c(m,m,iterasi)) fz1_del <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

{ h1_del[i,j,k] <- 0

for (r in 1:n)

{ zi <- gaussh_del$nodes[r]

fz1_del[i,j,k] <- exp((-1*ei[i])*(xb_del[j,i,k])*exp((sqrt(2)*sigma_del[j,k]*zi) +

mu_del[j,k]) + ((yi[i,k]+1)*(sqrt(2)*sigma_del[j,k]*zi)+ mu_del[j,k]))

h1_del[i,j,k] <- h1_del[i,j,k]+gaussh_del$weights[r]*fz1_del[i,j,k] } }

} }

h2_del <- array(0,c(m,m,iterasi)) fz2_del <- array(0,c(m,m,iterasi)) for (i in 1:m)

{ for (j in 1:m)

{ for (k in 1:iterasi)

Gambar

Tabel 1  Kuadrat Tengah Galat dari model Poisson-Gamma dan Poisson-Lognormal masing-masing untuk metode weighted jackknife dan

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa sekarang terjadi perubahan pola mikroorganisme penyebab ISNBA (Infeksi Saluran Napas Bawah Akut) akibat adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan

Surat pemyataan telah melakukan kegiatan pcngabdian kepada masyarakat. Surat pemyataan melakukan

Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah yang wajib dilaksanakan oleh seluruh bank, nasabah mengajukan permohonan penyelesaian

Pulic (1998) menyatakan bahwa tujuan utama dalam ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah menciptakan nilai tambah yang dihasilkan oleh kapital fisis dan potensi

Penelitian yang dilakukan oleh Agusti (2014) yang berjudul pengaruh profitabilitas , leverage , dan good corporate governance terhadap tax avoidance (studi empiris pada

Untuk memperoleh kepuasan kerja yang optimal pada seorang individu maka perlu dibutuhkan suatu kecerdasan emosional, sehingga tingkat stres fisiologis dan psikologis

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan gaya kepemimpinan transformasional yang ada di TelkomVision RO Jabar, mengetahui tingkat kinerja

Pada Bab IV ini, penulis akan menjelaskan tentang upaya-upaya pemerintah Indonesia untuk menyelesaikan permasalahan Illegal Fishing di perairan Natuna. Pembahasan pada