• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Biji Ketumbar (Coriander sativum Linn)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Biji Ketumbar (Coriander sativum Linn)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Effect of Coriander Seed (Coriander sativum Linn) as Diet Ingredient

on Broilers Performance in Tropical Region

Wulandaputri, A. P., R. Mutia, H. A. Sukria

This study was conducted to determine the potential effect of coriander seed as growth promoting substance in broiler chicks in tropical region. One hundred and twenty (1-day old) commercial broiler chicken (Cobb; CP 707) were divided into groups of 40 birds in each and randomly assigned to four treatment diets with three replicates. Birds were fed experimental diets containing 0% (R0), 1% (R1), 2% (R2), and 3% (R3) coriander seeds. Water and feed were provided ad libitum during the experiment. The study was conducted over five weeks. The first week until the third week is the starter phase and the fourth to fifth week of the grower phase. Parameters observed in this study were final body weight, body weight gain, feed consumption, feed conversion ratio and mortality. Results showed that inclusion 2% of coriander seed significantly (P<0,01) improve body weight, body weight gain and significantly (P<0,05) improve feed consumption while for feed conversion ratio were not significantly (P>0,05) in starter phase. There were no significantly (P>0,05) for body weight, body weight gain, consumption and feed convertion among the treatments in grower phase. Therefore, at starter phase inclusion of 2% coriander seeds in broiler diets could be beneficial for improving broiler performance during heat stress (tropical region).

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Industri perunggasan sebagai penyedia protein hewani bernilai strategis. Komoditas ini memiliki nilai ekonomi yang menjangkau masyarakat luas dan cukup digemari oleh masyarakat Indonesia karena mempunyai rasa dan tekstur yang baik. Sektor perunggasan yang paling tinggi peningkatannya yaitu budidaya ayam broiler (Daryanto, 2009). Menurut Rasyaf (1999), broiler dipasarkan pada umur 5-6 minggu dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg/ekor. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran

penduduk akan pentingnya protein hewani.Menurut Wibowo (2007), untuk mencapai target nasional konsumsi protein hewani sebesar 69 ton/kapita/hari diperlukan peningkatan populasi ternak dari ayam broiler sebesar 9,9%.

Pertumbuhan ayam broiler yang cepat dan efisien dalam mengubah makanan menjadi daging, umumnya mudah mengalami stres yang disebabkan oleh berbagai sumber antara lain praktek manajemen, nutrisi, dan kondisi lingkungan. Ayam broiler adalah salah satu ayam hasil seleksi genetik yang berasal dari strain ayam Eropa dan Amerika Utara yang beriklim dingin. Indonesia merupakan daerah tropis yang secara umum suhu dan kelembaban lingkungan hariannya tinggi, suhu

mencapai 27,7-34,6 °C dan kelembaban 55,8%-86,6 % (Badan Pusat Statistik, 2003).

Hal ini berpotensi untuk memberikan cekaman panas pada pengembangan ayam broiler (Hery, 2009). Kerugian yang ditimbulkan dari stres panas adalah dapat menurunkan produksi, konsumsi ransum, daya tahan tubuh, meningkatkan oksidasi sel, dan mortalitas. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh stres panas adalah dengan pemberian obat anti-stres atau penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (growth promotor).

Namun, pemakaian bahan-bahan kimia semakin ditinggalkan karena tuntutan konsumen akan produk pangan asal ternak yang alami (organik). Penggunaan antistress dan antibiotik memiliki resiko yaitu adanya residu antibiotik pada karkas, resistensi terhadap bakteri patogen dan menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan konsumen. Dampak negatif ini akibat penggunaan antibiotik yang tidak sesuai

(3)

bisa untuk mencegah efek stres panas dan mempertahankan imunitas. Penggunaan bahan-bahan alami (herbal) akan lebih memberikan keuntungan tambahan dan altematif untuk menggantikan antibiotik.

Bumbu dan rempah-rempah selain untuk meningkatkan rasa juga mempunyai potensi dan efek merangsang sistem pencernaan (de Souza et al., 2005). Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) memiliki reputasi yang bagus sebagai komponen obat. Aktivitas biologis didalamnya dapat merangsang enzim pencernaan dan peningkatan fungsi hati (Hermandez et al., 2004).

Biji ketumbar mempunyai kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1% sebagai antiseptik atau anti bakteri (Astawan, 2009). Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Kandungan flavonoidnya berperan menurunkan kolesterol (Chithra dan Leelamma, 1997) dan sebagai antioksidan (Wangensteen et al., 2004). Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) juga bermanfaat sebagai antidiabetes (Gray dan Flatt, 1999), efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al., 2003). Potensi ketumbar sebagai bahan pakan dapat dilihat dari kandungannya antara lain :

karbohidrat, lemak, dan protein yang cukup tinggi (Wahab dan Hasanah,1996).

Tujuan

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Tanaman Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari sekitar Laut Tengah dan Kaukasus di Timur Tengah. Di sana, biji ketumbar yang dikeringkan dinamakan fructus coriandri. Tanaman ketumbar di Indonesia dikenal dengan sebutan katuncar (Sunda), ketumbar (Jawa & Gayo), katumbare (Makassar dan Bugis), katombar (Madura), ketumba (Aceh), hatumbar (Medan), katumba (Padang), dan katumba (Nusa Tenggara). Secara taksonomi ketumbar dapat diklasifikasikan sabagai berikut :

Kingdom : Plantae Sub kingdom : Trachebionta Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Rosidae Ordo : Apiles Famili : Apiaceae Genus : Coriandrum

Spesies : Coriandrum sativum

Tanaman ketumbar berupa semak semusim, dengan tinggi sekitar satu meter. Akarnya tunggang bulat, bercabang dan berwarna putih. Batangnya berkayu lunak, beralur, dan berlubang dengan percabangan dichotom berwarna hijau. Tangkainya berukuran 5-10 cm. Daunya majemuk, menyirip, berselundang dengan tepi hijau keputihan. Buahnya berbentuk bulat, waktu masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna kuning kecokelatan. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna kuning kecokelatan (Astawan, 2009).

(5)

pasar tradisional untuk keperluan bumbu rumah tangga. Tanaman ketumbar di Indonesia belum dibudidayakan secara intensif dalam skala luas, penanaman hanya terbatas pada lahan pekarangan dengan sistem tumpangsari dan jarang secara monokultur. Daerah penanaman yang dianggap cocok dan sudah ada tanamannya adalah Cipanas, Cibodas, Jember, Boyolali, Salatiga, Temanggung, dan Sumatera Barat (Astawan, 2009).

(1) (2)

(1) (2)

Gambar 1. (1) Tanaman Ketumbar dan (2) Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L) Sumber: (Astawan, 2009)

Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Kandungan Kimia dan Khasiat

Ketumbar selain untuk bumbu masak juga mempunyai nilai medis. Komponen aktif pada ketumbar adalah sabinene, myrcene, alfa-terpinene, ocimene, linalool, geraniol, decanal, desilaldehida, trantridecen, asam petroselinat, asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren. Komponen-komponen tersebutlah yang menyebabkan ketumbar memiliki reputasi yang bagus sebagai komponen obat (Astawan, 2009). Kegunaan ketumbar sebagai bahan obat antara lain untuk diuretik (peluruh air .kencing),. antipiretik.(penurun.demam),/stimulan.(perangsang), stomatik. (penguat lambung),

(6)

Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) bermanfaat sebagai antidiabetes (Gallagher et al., 2003), dan memberi efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al., 2003). Biji ketumbar memiliki kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4%-1,1% (Astawan, 2009). Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Salah satu komponen aktif pada ketumbar adalah linalool (Cantore, 2004).

Minyak atsiri dan linalool dalam biji ketumbar dapat merangsang proses pencernaan pada hewan (Cabuk et al., 2003). Aktivitas biologis didalamnya dapat efek merangsang sekresi enzim pencernaan dan peningkatan fungsi hati (Hermandez et al., 2004). Komposisi nilai nutrisi biji ketumbar bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Nutrien Per 100 Gram Biji Ketumbar

Komposisi Jumlah Satuan

Energi 298 Kkal

Protein 12,37 G

Lemak 17,77 G

Serat 41,9 G

Kolesterol 0 Mg

Kalsium 709 Mg Phospor 409 Mg

Sodium 35 Mg

Potasium 1267 Mg

Besi 16,32 Mg

Magnesium 330 Mg

Niasin 2,13 Mg

Riboflavin 0,29 Mg

Thiamin 0,239 Mg

Vitamin C 21 Mg

Minyak Atsiri 1 G

(7)

Beberapa Penelitian Tentang Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Guler et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan 2% suplementasi biji ketumbar dapat meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan lebih tinggi pada puyuh dalam kondisi normal di Jepang. Penggunaan 1% tepung biji ketumbar mampu menurunkan nilai konversi pakan puyuh dari umur 1-6 minggu.

Pemberian 1% - 4% tepung biji ketumbar mampu meningkatkan persentase karkas pada puyuh. Saeid dan Al-Nasry (2010) menyebutkan suplementasi 0,3% biji ketumbar pada pakan mampu menghasilkan bobot badan, konsumsi pakan tertinggi dan menurunkan konversi pakan pada broiler dalam kondisi lingkungan nyaman. Sunbul et al. (2010) menerangkan penggunaan biji ketumbar 2% dalam ransum meningkatkan bobot badan broilerstrain Ross saat pemeliharaan musim dingin.

Ketumbar adalah antibakteri potensial (Kubo et al., 2004). Kadar minyak atsiri yang terkandung pada biji ketumbar sebanyak 0,5%-1% mampu menjadi antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Salah satu komponen yang terdapat dalam minyak atsiri adalah linalool. Cabuk et al. (2003) menyatakan bahwa linalool dapat meningkatkan stimulasi sistem pencernaan broiler.

Ayam Broiler

Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus domesticus yang dihasilkan dari bangsa ayam tipe berat Cornish. Ayam broiler merupakan ayam pedaging tipe berat yang lebih muda dan berukuran lebih kecil dari roaster. Bangsa ayam yang dipilih adalah yang berbulu putih (Amrullah, 2004). Broiler telah mengalami seleksi gen selama bertahun-tahun sehingga hanya dalam waktu produksi 35-40 hari sudah dapat dipanen, menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis. Ayam broiler berasal dari strain ayam Eropa dan Amerika Utara yang beriklim dingin.

(8)

peka terhadap formula pakan yang diberikan (Unandar, 2001). Standar pertumbuhan broilerstrainCobb CP 707 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707 Umur

(minggu)

Konsumsi pakan Bobot Badan

(g/ekor) Konversi Pakan

Ayam broiler membutuhkan zat-zat makanan sebagai bahan untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, menyokong pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh, selain itu ayam membutuhkan protein yang seimbang, fosfor, kalsium dan vitamin yang memiliki peran penting selama tahap permulaan hidupnya. Persyaratan mutu standar pakan broiler disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan Mutu Standar Nutrien Broiler (High Nutrient Density Diet)

Komponen Starter

Energi Metabolis (kkal/kg) 3050 3100 3150

Kalsium (%) 0,95 0,92 0,89

Phospor Tersedia (%) 0,45 0,41 0,38

Methionin (%) 0,50 0,44 0,38

Methionin + Sistin (%) 0,95 0,88 0,75

(9)

Bobot Badan

Bobot badan berfungsi sebagai salah satu kriteria ukuran yang menentukan dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu ternak. Bobot badan juga berfungsi sebagai ukuran produksi dan penentu nilai ekonomi (Jaya, 1982). Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan antara lain pakan, genetik, jenis kelamin, suhu dan tatalaksana.

Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai proses yang sangat kompleks meliputi pertambahan bobot hidup dan pertambahan semua bagian tubuh secara merata dan serentak (Maynard et al., 1979). Pertambahan bobot badan adalah suatu proses peningkatan ukuran tulang, otot, organ dan bagian tubuh lainnya yang terjadi sebelum dan sesudah lahir sampai mencapai bobot dewasa (Ensminger, 1991). Salah satu kriteria untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan pengukuran pertambahan bobot badan (PBB). PBB diartikan sebagai kemampuan untuk mengubah zat-zat nutrisi yang ada dalam ransum menjadi daging (Tillman et al., 1991).

Konsumsi Pakan

Konsumsi pada umumnya diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang

dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan di dalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut (Tillman et al., 1998). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi oleh ternak bila bahan makanan tersebut diberikan secara ad libitum. Konsumsi pakan sangat dipengaruhi oleh jenis kelamin, besarnya tubuh, keaktifan dan kegiatan pertumbuhan atau produktivitas lainnya,dan faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban udara. Suhu udara yang tinggi mengakibatkan konsumsi pakan akan menurun (Siregar, 1984). Konsumsi juga sangat dipengaruhi oleh palatabilitas yang tergantung pada beberapa hal, yaitu penampilan dan bentuk makanan, bau, rasa, tekstur dan suhu lingkungan (Church dan Pond, 1988).

(10)

pencernaan meningkat dengan semakin meningkatnya berat badan. Hubungan konsumsi pakan dengan bobot badan ayam broiler disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Hubungan Antara Konsumsi Pakan dan Bobot Badan Ayam Broiler Umur

(Minggu)

Bobot Badan (g/ekor) Konsumsi Pakan Kumulatif (g/ekor)

Jantan Betina Jantan Betina

1 Sumber : Cobb Vantress (2008)

Konversi Pakan

Konversi ransum merupakan banyaknya ransum yang dikonsumsi dalam

selang waktu tertentu setiap kenaikan satuan unit bobot badan dalam waktu tertentu (Sarwono, 1990). Menurut Wahju (2004), konversi ransum adalah jumlah ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu unit PBB (pertambahan bobot badan) dalam waktu tertentu, semakin besar ukuran dan tua ternak maka nilai konversinya akan semakin tinggi. Semakin tinggi nilai konversi maka memberikan indikasi bahwa ternak tersebut tidak efisien dalam penggunaan ransum. Rasio konversi pakan yang rendah berarti untuk menghasilkan satu kilogram daging ayam dibutuhkan pakan dalam jumlah yang semakin sedikit (Wahju, 2004). Al-Batshan dan Hussein (1998) menyatakan bahwa nilai konversi pakan broiler akan lebih rendah jika dipelihara pada suhu rendah. Konsumsi pakan akan berubah sekitar 1,5% untuk

setiap 1°C di atas atau di bawah 20-21°C (Gillespie, 2004).

(11)

Mortalitas

Mortalitas atau kematian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan usaha pengembangan peternakan ayam. Angka kematian diperoleh dengan perbandingan antara jumlah ayam yang mati dengan jumlah ayam yang dipelihara (Lacy dan Vest, 2000). Menurut Bell dan Weaver (2002), pemeliharaan ayam broiler dinyatakan berhasil jika angka kematian kurang dari 5%.

Faktor seperti umur, temperature air minum, aliran udara, panas, cahaya, nutrisi, temperatur lingkungan dan kelembaban dapat menyebabkan kematian (Swich, 1998). Minggu ketiga dan keempat merupakan periode dimana peluang terjadinya kematian lebih tinggi karena pada periode tersebut antibodi bawaan telah berkurang. Kematian ayam broiler selama pemeliharaan lebih banyak disebabkan oleh penyakit (Amrullah, 2003).

Respon Fisiologis dari Cekaman Panas

Cekaman merupakan kondisi ketika kesehatan ternak terganggu yang disebabkan oleh adanya lingkungan yang terjadi secara terus menerus pada hewan

dan mengganggu proses homeostasis (Lesson dan Summers, 2005). Indonesia yang merupakan daerah tropis yang secara umum suhu harian berfluktuasi antara

27,7-34,6 °C dan kelembaban 55,8%-86,6% (Badan Pusat Statistik, 2003) secara langsung

memberikan cekaman panas pada pengembangan ayam broiler. Khusus Bogor, suhunya antara 23-33 °C dengan kelembaban 75%-100% (Handoko, 2007). Fluktuasi

ini secara langsung memberikan cekaman pada pengembangan broiler. Perubahan suhu dari kisaran normal, terlebih bila terjadi secara mendadak/ekstrim dapat berakibat fatal bahkan dapat menyebabkan kematian (Muryanto, 2004). 

Cekaman biasanya berhubungan dengan iklim yang ekstrim, misalnya terlalu dingin atau terlalu panas. Cekaman panas merupakan kondisi tubuh yang kepanasan karena suhu dan kelembaban lingkungan yang melebihi kisaran zona nyaman pertumbuhan (Austic, 2000). Menurut Charles (2002), suhu nyaman untuk mencapai

(12)

cekaman panas pada ayam broiler dapat meningkatkan kecepatan respirasi, meningkatkan konsumsi air, menurunkan konsumsi ransum, efisiensi penggunaan ransum, dan produksi. Cekaman panas juga menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah (bersifat imunosupresi), penurunan bobot (Sturkie, 2000) dan stres oksidatif (Mujahid et al., 2007).

Menurut Medion (2008), besar kecilnya kerugian yang diterima akibat cekaman panas dipengaruhi oleh umur, bobot badan, suhu maksimum yang diterima ayam, lamanya cekaman, kecepatan perubahan suhu udara, kepadatan kandang yang kurang sesuai, dan kandungan nutrisi yang tidak sesuai kebutuhan. Diagram zona suhu nyaman (thermonetral zone) pada ayam broiler dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Zona Suhu Nyaman (Thermonetral Zone) pada Ayam Broiler Sumber : Kuczynsky (2002)

Suhu nyaman untuk ayam broiler adalah 19 – 27 oC (Charoen Pokphand, 2004). Umumnya ayam broiler pada umur 1 - 2 minggu memerlukan suhu lingkungan yang lebih tinggi yaitu 32 - 35 °C , sedangkan ayam broiler akan tumbuh

(13)

Dramaga, Bogor berkisar antara 30,45±1,22 °C (maksimum) dan 21,04±1,48 °C

(minimum) (Badan Pusat Statistik, 2007).

Dekade terakhir telah terlihat perubahan berarti pada seleksi genetik broiler tipe fast growing meat. Broiler yang semakin cepat tumbuh menghasilkan panas tubuh yang semakin tinggi. Perbedaan panas tubuh dan lingkungan nyaman untuk broiler pada tahun 1970 dan 2004 disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Produksi Panas Tubuh dan Kalkulasi Temperatur Lingkungan yang Nyaman untuk Broiler Jantan dan Bertina pada Tahun 1970 dan 2004

Umur (hari)

Produksi Panas Tubuh (Kj/hari) Temperatur Nyaman (°C)

1970 2004 1970 2004

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

7 180 180 204 200 32,0 32,0 29,0 29,0

14 410 350 468 458 30,0 29,5 25,0 25,5

21 760 620 845 843 28,0 27,0 20,0 21,0

28 1030 866 866 1250 25,5 24,0 15,5 17,0

35 1444 1030 1030 1600 23,5 21,0 12,0 14,5

42 1650 1165 1785 1840 21,5 18,5 11,5 15,0

Sumber: Gous dan Morris (2005)

Cekaman panas di atas kisaran suhu optimum untuk pertumbuhan broiler dapat mengakibatkan penurunan konsumsi dan bobot badan yang disertai dengan meningkatnya angka konversi dan mortalitas. Peforma broiler setelah umur tiga minggu yang dipelihara pada suhu kandang yang berbeda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Peforma Broiler yang Dipelihara pada Suhu Kandang yang Berbeda

Parameter Suhu Kandang (°C)

24,6 28,9 31,4

Konsumsi (g/ekor) 4.790 4.596 4.092

Bobot Badan (g/ekor) 2.716 2.578 2.244

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor) 2.675 2.537 2.203

Konversi Pakan 1,77 1,81 1,82

(14)
(15)

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan yaitu mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2011 di Laboraturium Lapang (Kandang B) Bagian Unggas, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisa proksimat kandungan ketumbar dilakukan di Laboraturium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Ternak penelitian menggunakan 120 ekor ayam umur satu hari (day old chick/DOC) Cobb strain CP 707 dari PT Charoen Pokphand Indonesia - Parung. Ayam ini dibagi ke dalam empat perlakuan dan tiga ulangan, yang dipelihara selama lima minggu.

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah tiga buah kandang berukuran 2,85 x 2,85 m2 berupa kandang sistem litter beralaskan sekam padi yang telah difumigasi. Setiap kandang dibagi menjadi empat petak anak kandang berukuran 1m2. Setiap petakan kandang dilengkapi dengan satu buah tempat pakan dan minum.

Peralatan Penunjang

Setiap petak kandang dilengkapi lampu pijar 60 watt, brooder, dan seng pembatas. Peralatan lain yang digunakan diantaranya tirai penutup, kertas koran, timbangan digital, ember, sapu, sekam pengganti, termometer, tali rafia, gelas ukur, pisau, tali tambang, selotip, karung, sikat lantai, dan alat tulis.

Pakan dan Air Minum

(16)

Tabel 7. Formula dan Komposisi Nutrisi Ransum Penelitian

Bahan Pakan Starter Grower

R0 R1 R2 R3 R0 R1 R2 R3

Jagung kuning 54,14 54,26 53,68 53,82 60,41 60,01 59,61 59,22

Dedak Padi 6,00 5,17 4,85 4,01 5,17 4,73 4,30 3,86

Bungkil kedelai 28,00 28,00 28,00 28,00 19,46 19,33 19,19 19,06

Tepung ikan 6,05 5,99 5,93 5,88 9,39 9,45 9,52 9,58

Crude palm oil 3,61 3,38 3,34 3,09 3,37 3,27 3,18 3,08

Biji ketumbar1 0,00 1,00 2,00 3,00 0,00 1,00 2,00 3,00

CaCO3 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00

Dicalsium phosphate 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

Premiks 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

L-Lysin 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10

Methionin+Cystin 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10

Total 100 100 100 100 100 100 100 100

Ket : R0=Pakan tanpa biji ketumbar (kontrol); R1=Pakan dengan penambahan biji ketumbar 1%; R2=Pakan dengan penambahan biji ketumbar 2%; R3= Pakan dengan penambahan biji ketumbar 3%. EM = Energi Metabolis.

1

(17)

Prosedur Pemilihan Biji Ketumbar

Sampel biji ketumbar diperoleh dari pasar tradisional Kota Bogor, Pasar Parung, dan Pasar Cibereum. Biji ketumbar yang dipilih adalah yang berbentuk bulat dan berwarna kuning kecoklatan. Biji ketumbar dari pasar-pasar tersebut dipasok dari Tangerang (impor), Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sampel biji ketumbar disangrai selama lima menit. Sample yang mengeluarkan aroma paling menyengat digunakan sebagai bahan baku ransum penelitian yaitu biji ketumbar dari Cibeureum.

Tahap Pembuatan Ransum

Pembuatan dan bahan baku ransum diperoleh dari PT Indofeed Bogor. Bahan baku yang digunakan dalam ransum ditimbang sesuai dengan formulasi. Sebelum dicampur, biji ketumbar yang akan digunakan digiling menjadi tepung (mash).

Seluruh bahan selanjutnya diaduk hingga homogen dalam mesin pencampur (mixer). Mixer adalah mesin pencampur bahan-bahan baku yang digunakan untuk proses produksi pakan agar menjadi homogen untuk mempermudah proses selanjutnya. Mixer disusun oleh tiga komponen utama, yaitu loading hopper (tempat pemasukan bahan), alat pengaduk dan tempat pengeluaran adonan bahan baku (Pfost, 1976).

Urutan pemasukan bahan dalam mixer adalah bahan baku mayor yaitu bahan baku sumber energi dan protein, bahan baku sumber serat, vitamin dan mineral. Bahan pertama yang dicampur adalah jagung kuning dan CPO (Crude Palm Oil). Bahan kedua yang dicampur adalah bungkil kedelai dan tepung ikan. Bahan ketiga yang dicampur adalah tepung biji ketumbar, dedak padi, CaCO3, DCP, premiks, L-lysin, dan DL-methionin. Bahan yang telah homogen kemudian dibentuk menjadi pellet di mesin pellet. Proses selanjutnya adalah ransum dibentuk menjadi crumble di mesin crumble.

Pemeliharaan Ternak

(18)

periode, masing-masing periode diberi pakan yang berbeda, yaitu periode starter (0-21 hari) dan periode grower (22-35 hari).

Pengamatan Suhu Harian Kandang (oC)

Pengukuran suhu harian kandang dilakukan setiap hari. Pengukuran dan pencatatan suhu dilakukan tiga kali setiap harinya yaitu pada pagi hari pukul 07.00, siang hari pukul 14.00 dan malam hari pukul 18.00.

Perhitungan Pertambahan Bobot Badan (gram/ekor)

Perhitungan pertambahan bobot badan dihitung dengan cara penimbangan bobot badan per ekor pada akhir minggu dikurangi bobot badan per ekor pada minggu sebelumnya. Perhitungan pertambahan bobot badan dilakukan tujuh hari sekali.

Perhitungan Konsumsi Pakan (gram/ekor)

Konsumsi pakan rataan per ekor per minggu dihitung dari selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan sisa pakan selama tujuh hari.

Perhitungan Konversi Pakan

Konversi pakan dapat diperoleh dari perbandingan jumlah konsumsi pakan

dengan pertambahan bobot badan (feed/gain) selama pemeliharaan.

Perhitungan Bobot Badan Akhir (gram/ekor)

Penimbangan bobot badan broiler per ekor dilakukan setiapakhir minggu. Bobot badan akhir diperoleh dari hasil penimbangan ayam broiler pada minggu kelima.

Pengamatan Mortalitas

Banyaknya ternak yang mati akibat segala sesuatu yang dapat membuat ternak tersebut mati selama penelitian. Setiap harinya diamati, jika ada yang mati langsung dicatat.

Rancangan dan Analisis Data Perlakuan

(19)

R0 = Pakan tanpa penambahan biji ketumbar (kontrol) R1 = Pakan dengan penambahan biji ketumbar 1% R2 = Pakan dengan penambahan biji ketumbar 2% R3 = Pakan dengan penambahan biji ketumbar 3%

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah suhu harian kandang (oC), pertambahan bobot badan (gram/ekor), konsumsi pakan (gram/ekor), konversi pakan, bobot badan akhir (gram/ekor) dan mortalitas.

Rancangan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Model matematika dalam rancangan tersebut adalah sebagai berikut :

Yij = µ + +

Keterangan :

Y : nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ : nilai rataan umum

: efek perlakuan ke-1

: galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan apabila terdapat perbedaan yang nyata dilakukan uji lanjut polinomial (Steel dan Torrie, 1993).

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai suhu dan kelembaban

lingkungan hariannya tinggi, suhu mencapai 27,7-34,6 °C dan kelembaban antara 55,8%-86,6% (Badan Pusat Statistik, 2003). Rataan suhu di wilayah Dramaga, Bogor

berkisar antara 30,45±1,22 °C (maksimum) dan 21,04±1,48 °C (minimum) (Badan Pusat Statistik, 2007). Pengamatan suhu selama pemeliharaan lima minggu dilakukan tiga kali setiap harinya yaitu pada pagi hari (pukul 07.00), siang hari (pukul 14.00) dan malam hari (pukul 18.00). Rataan suhu kandang selama pemeliharaan disajikan

dalam Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Suhu Kandang Selama Penelitian

Waktu Pengamatan (Pukul) Suhu ( oC)

7.00 22,76

14.00 31,97

18.00 26,12

Dari hasil pengamatan, rataan suhu harian kandang menunjukkan terdapat

perubahan suhu yang cukup besar dari pagi hari ke siang hari sebesar 9,21 °C. Hal ini

akan memberikan cekaman panas pada pemeliharaan ayam broiler. Dengan demikian energi yang didapatkan ayam tidak hanya untuk pertumbuhannya tetapi digunakan juga untuk mengatasi cekaman suhu terutama pada siang hari. Suhu nyaman untuk broiler adalah 19–27 oC (Charoen Pokphand, 2004).

Untuk ayam broiler umur 3-6 minggu, lingkungan yang panas adalah salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap penyebab stres pada ayam broiler. Stres panas pada ayam broiler dihasilkan oleh adanya interaksi antara suhu udara, kelembaban, sirkulasi panas serta kecepatan udara, dimana suhu lingkungan menjadi faktor yang utama (European Comission, 2000). Suhu lingkungan optimum untuk

(21)

  Tabel 9. Rataan Suhu Mingguan Selama Pemeliharaan

Minggu ke- Suhu (°C)

Minggu 3 26,04

Minggu 4 26,33

Minggu 5 26,24

Pada minggu ketiga suhu yang didapatkan yaitu 26,04 °C di atas kisaran suhu

lingkungan optimum untuk pertumbuhan broiler. Hal ini dapat mengakibatkan broiler terkena cekaman panas saat pemeliharaan. Cekaman panas merupakan kondisi tubuh yang kepanasan karena suhu dan kelembaban lingkungan yang melebihi kisaran zona nyaman pertumbuhan (Austic, 2000). Menurut Kusnadi (2009), cekaman panas pada ayam broiler dapat menurunkan produksi dan konsumsi pakan serta meningkatkan konsumsi air minum yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh.

Konsumsi pakan akan berubah sekitar 1,5% untuk setiap 1°C di atas atau di

bawah 20-21 °C (Gillespie, 2004). Pada suhu lingkungan yang tinggi, broiler akan lebih banyak mengkonsumsi air minum. Konsumsi pakan menurun pada suhu lingkungan yang tinggi dan meningkat pada suhu lingkungan yang rendah.

Penyusunan ransum yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan standar zat makanan untuk setiap periode dan produksi menjadi faktor yang sangat penting. Bentuk fisik ransum juga harus disesuaikan, sehingga tidak mengganggu nafsu makan dan pencernaan. Bentuk ransum yang diberikan adalah crumble. Ayam lebih menyukai bentuk tekstur seperti biji-bijian atau crumble dibanding tekstur tepung. Tekstur tepung memiliki sifat berdebu, dan lengket yang menyebabkan konsumsi pakan menurun. Menurut Scanes (2004), konversi ransum untuk unggas pada pakan berbentuk crumble memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan pakan yang berbentuk tepung karena akan mengurangi jumlah kehilangan pakan ke dalam litter dibandingkan dengan pemberian pakan dalam bentuk tepung.

(22)

digunakan yaitu Feedmix B yang diproduksi oleh PT Kalbe Farma, Tbk. Penggunaan biji ketumbar yaitu dengan digiling halus seperti tepung atau mash dan langsung dicampur dengan bahan lain dalam mesin.

  Menurut Wahju (2004), pakan ayam broiler harus mengandung energi yang

cukup untuk membantu reaksi-reaksi metabolik, pertumbuhan dan mempertahankan suhu tubuh. Selain itu ayam broiler membutuhkan protein selama tahap permulaan hidupnya. Pakan perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua periode, yaitu periode starter (0-21 hari) dan grower (22-35 hari).

Menurut Lesson dan Summer (2005), standar kebutuhan kandungan protein kasar pakan untuk broiler strain Cobb pada periode starter adalah 22% dan pada periode grower 20%, sedangkan untuk kebutuhan energi metabolisme pakan pada pemeliharaan periode starter mencapai 3032 kkal/kg dan 3166 kkal/kg pada periode grower. Energi dalam ransum harus diberikan mencukupi kebutuhan ternak karena energi digunakan untuk aktifitas dan menghasilkan daging (Widodo, 2002). Pada fase starter kebutuhan protein lebih tinggi dikarenakan untuk ayam muda protein digunakan untuk membentuk jaringan tubuh. Menurut Widodo (2002), agar jaringan

tubuh tumbuh lebih cepat maka protein dalam ransum harus diberikan secara maksimal. 

(23)

  Tabel 10. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian (As Fed)

Zat Makanan (%) Starter Grower

Kadar Air 10,35 10,64

Abu 7,96 8,15

Protein 20,23 19,40

Lemak 6,06 6,03

Keterangan : Hasil analisa Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta-IPB.

Kandungan serat kasar biji ketumbar tergolong tinggi, namun kandungan serat kasar ransum starter dan grower masih dalam batas aman untuk broiler. Komposisi nutrien biji ketumbar yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Komposisi Nutrien Biji Ketumbar (As Fed)

Komposisi Nutrien Jumlah

Bahan Kering (%) 89,19

Protein Kasar (%) 17,30

Lemak Kasar (%) 11,59

Serat Kasar (%) 31,26

Beta-N 22,89

Kalsium (%) 1,01

Fosfor (%) 0,82

Energi Bruto (Kkal/kg) 5052,00

Keterangan: Komposisi nutrien biji ketumbar hasil analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (2011).

Serat kasar ransum starter berkisar antara 2,97%-3,98% dan grower 2,81%-3,87%. Serat kasar pada pakan broiler maksimal 5%. Semakin tinggi kandungan serat kasar efisiensi pakan semakin rendah (Direktorat Bina Produksi, 1997).

(24)

Tabel 12. Rataan Bobot Badan Awal Ayam Broiler

Perlakuan Bobot Badan (gram/ekor)

R0 42,16±0,08

R1 41,70±0,21

R2 42,13±0,06

R3 42,00±0,06

Keterangan : R0 (ransum kontrol); R1 (ransum dengan biji ketumbar 1%); R2 (ransum dengan biji ketumbar 2%); R3 (ransum dengan biji ketumbar 3%). Superskrip non-kapital pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Hasil analisa statistik bobot badan awal broiler tidak menunjukan perbedaan yang nyata (P>0,05). Persyaratan mutu bibit ayam broiler (DOC) menurut SNI (2005) yaitu berat badan DOC per ekor minimal 37 gram dengan kondisi fisik sehat, kaki normal, dapat berdiri tegak, tampak segar dan aktif, tidak ada kelainan bentuk, sekitar pusar dan dubur kering, dan jaminan kematian DOC maksimal 2%.

Performa Broiler pada Fase Starter

Pada penelitian ini broiler dipelihara di lingkungan tropis dengan sistem perkandangan terbuka, yang secara alami akan mengalami stres lingkungan seperti kedinginan, kepanasan dan kecepatan angin/aliran udara. Stres yang diterima oleh ayam broiler akan menyebabkan rendahnya produktifitas. Data rataan performa broiler pada fase starter disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan Performa Broiler Fase Starter (umur 0-21 hari)

Perlakuan Bobot Badan

(gram) PBB (gram)

Konsumsi Pakan

(gram) Konversi Pakan

R0 462,07±17,50b 419,91±17,50b 815,74±14,27ab 1,94±0,07

R1 413,43±6,79a 371,73±6,79a 691,87±40,54a 1,86±0,12

R2 498,11±15,69c 455,99±15,69c 835,81±78,89b 1,83±0,11

R3 471,41±19,06bc 429,41±19,06bc 773,36±29,5ab 1,80±0,13

(25)

  Pada fase starter, hasil sidik ragam (ANOVA) penambahan biji ketumbar dalam ransum sebesar 1%, 2% dan 3% sangat berbeda nyata (P<0,01) mempengaruhi bobot badan dan pertambahan bobot badan. Menurut Lohakare (2006) herbal mempunyai pengaruh terhadap pencernaan dan efisiensi pemanfaatan zat makanan sehingga akan berpengaruh pada bobot badan ayam broiler. Grafik uji lanjut polinomial hubungan penambahan biji ketumbar sebanyak 1%, 2% dan 3% dalam ransum terhadap bobot badan broiler disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Grafik Hubungan Taraf Penambahan Biji Ketumbar 1%, 2% dan 3% dalam Ransum terhadap Bobot Badan Broiler pada Fase Starter

(26)

 

Gambar 5. Grafik Hubungan Taraf Penambahan Biji Ketumbar dengan Pertambahan Bobot Badan Broiler

Hasil uji lanjut bobot badan broiler pada fase starter menghasilkan persamaan kubik Y = -40,78x3+189x2-196,8x+462,0 dan untuk pertambahan bobot badan broiler menghasilkan persamaan Y = -40,54x3+187,8x2-195,4x+419,9. Artinya, penambahan biji ketumbar 2% dalam ransum menghasilkan nilai yang paling tinggi dan peningkatan taraf penambahan biji ketumbar selanjutnya menurunkan bobot badan dan pertumbuhan bobot badan broiler. Kemungkinan pada taraf 3% dosis yang diberikan sudah terlalu tinggi untuk broiler pada fase starter.

Bobot badan berfungsi sebagai ukuran produksi dan penentu nilai ekonomi (Jaya, 1982). Penambahan biji ketumbar 2% dalam ransum (R2) menghasilkan bobot badan dan pertambahan bobot badan ayam terbesar. Hal ini dikarenakan kandungan

(27)

  Dalam perhitungannya, bobot badan dan pertambahan bobot badan berkaitan erat dengan konsumsi, sehingga apabila konsumsi rendah maka pertambahan bobot badan yang dicapai akan rendah. Konsumsi pakan broiler pada perlakuan R1 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Pada fase starter, hasil sidik ragam (ANOVA) penambahan biji ketumbar sebesar 1%, 2% dan 3% dalam ransum berbeda nyata (P<0,05) dalam mempengaruhi konsumsi pakan broiler. Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, yang kandungan zat makanan di dalamnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk keperluan produksi ternak tersebut. dapat optimal. Grafik hasil uji lanjut konsumsi pakan broiler dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Hubungan Taraf Penambahan Biji Ketumbar dengan Konsumsi Pakan Broiler

(28)

dan respon kembali menurun ketika taraf penambahan biji ketumbar dalam ransum ditambahkan menjadi 3%.

Bell dan Weaver (2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan dipengaruhi oleh palatabilitas, tingkat cekaman, suhu lingkungan, dan aktivitas ternak. Selain itu, konsumsi dipengaruhi besar tubuh ayam, aktivitas sehari-hari, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum (NRC, 1994).

Konsumsi pakan broiler pada penelitian ini rendah dikarenakan adanya cekaman panas selama pemeliharaan sehingga broiler mengurangi konsumsi pakan dan meningkatkan air minum untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Namun, taraf penggunaan biji ketumbar 2% mampu memberikan efek positif terhadap peningkatan konsumsi ransum starter. Hal ini sangat diperlukan dalam mengurangi penurunan konsumsi yang merupakan dampak dari faktor penyebab stres.

Mekanisme minyak atsiri dalam meningkatkan konsumsi yakni dengan merangsang sistem pencernaan dengan sekresi enzim pencernaan (Hermandez et al., 2004). Komponen utama minyak atsiri pada biji ketumbar adalah linalool yang jumlahnya sekitar 60%-70%. Cabuk et al. (2003) menyatakan bahwa linalool dapat meningkatkan selera ternak terhadap pakan (palatabilitas) dan meningkatkan stimulasi sistem pencernaan sehingga ternak akan mengkonsumsi makanan lebih banyak.

Hasil analisa statistik pada fase starter menunjukkan penambahan biji ketumbar 2% dalam ransum dapat meningkatkan bobot badan, pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan broiler (P<0,05). Hasil yang sama disebutkan pula dalam beberapa penelitian lainnya. Sunbul et al. (2010) menerangkan penggunaan biji ketumbar 2% dalam ransum meningkatkan bobot badan broiler strain Ross saat pemeliharaan musim dingin. Hasil yang sama dilaporkan oleh Guler et al. (2005) yang menyatakan bahwa suplementasi biji ketumbar taraf 2% dapat meningkatkan bobot badan puyuh Jepang.

(29)

  faktor-faktor yang mempengaruhi konversi pakan adalah dasar genetik, tipe pakan yang digunakan, penyakit, temperature, feed additive yang digunakan dalam ransum dan manajemen pemeliharaan. Angka konversi yang tinggi pada fase starter disebabkan pertambahan bobot badan ayam broiler yang rendah.

Menurut Ensminger (1992) untuk menghasilkan efisiensi pakan dengan

pertumbuhan yang baik, temperature yang disarankan adalah 22,78 °C sedangkan

suhu rataan kandang selama pemeliharaan dalam kisaran 26 °C. Nilai konversi pakan

broiler pada suhu yang tinggi di atas suhu nyaman akan mengalami kenaikan. Hasil penelitian Al-Batshan dan Hussein (1998) menyatakan bahwa nilai konversi pakan broiler akan lebih rendah jika dipelihara pada suhu rendah.

Jika diihat secara keseluruhan pada fase starter, penambahan biji ketumbar sebanyak 1%, 2% dan 3% dalam ransum menunjukkan angka konversi yang lebih rendah daripada kontrol (R0). Namun penambahan biji ketumbar 2% dalam ransum (R2) adalah perlakuan yang paling optimum karena dapat menghasilkan bobot badan, pertambahan bobot badan dan konsumsi tertinggi dibandingkan perlakuan yang

lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan biji ketumbar 2% dalam ransum dapat digunakan sebagai growth promotor alami dalam menghilangkan dampak cekaman panas karena dapat meningkatkan palatabilitas, merangsang sekresi enzim pencernaan dan mengabsorbsi nutrient lebih efisien karena ada reaksi antibakteri sehingga kekebalan broiler meningkat (Sunbul, 2010).

Performa Broiler pada Fase Grower

(30)

Tabel 14. Rataan Performa Broiler Fase Grower (umur 22-35 hari)

Perlakuan Bobot Badan

(gram) PBB (gram)

Konsumsi Pakan (gram)

Konversi Pakan

R0 1.216,90±34,08 754,83±25,98 1.383,30±87,53 1,84±0,18 R1 1.214,87±15,54 801,44±9,72 1.338,77±92,33 1,67±0,10 R2 1.255,96±83,52 757,85±67,84 1.387,70±126,91 1,84±0,18

R3 1.308,17±108,41 836,76±89,37 1.298,93±84,01 1,56±0,20 Ket : R0 (pakan tanpa biji ketumbar/kontrol); R1 (pakan dengan biji ketumbar 1%); R2 (pakan

dengan biji ketumbar 2%); R3 (pakan dengan biji ketumbar 3%). Superskrip non- kapital pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Berdasarkan hasil analisa statistik pada fase grower penambahan biji ketumbar dalam ransum tidak berbeda nyata (P>0,05) dalam meningkatkan bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi dan konversi pakan broiler. Taraf penambahan biji ketumbar yang tadinya hanya 2% pada fase starter kini menjadi 3%. Hal ini disebabkan semakin besar ternak maka kebutuhan nutriennya akan semakin meningkat. Menurut Amrullah (2004), tubuh ayam yang semakin besar akan lebih banyak membutuhkan zat-zat makanan yang dikonsumsinya untuk hidup pokok dan pertumbuhan.

Minyak atsiri berkhasiat mencegah gerak peristaltik usus yang terlalu kuat (Purseglove et al., 1981) sehingga ransum yang dikonsumsi akan lebih lama tinggal di usus halus dan absorpsi zat-zat makanan dalam ransum akan lebih sempurna. Komponen utama penyusun minyak atsiri adalah linalool. Kandungan minyak atsiri dan linalool yang terdapat di dalam biji ketumbar dapat meningkatkan stimulasi sistem pencernaan broiler (Cabuk et al., 2003) dengan cara mensekresikan enzim-enzim pencernaan seperti amilase, lipase dan protease sehingga daya cerna ternak

akan lebih baik.

Performa Kumulatif Broiler Selama Pemeliharaan

(31)

  Tabel 15. Performa Kumulatif Selama Pemeliharaan (umur 1-35 hari)

Peubah Bobot Badan

(gram) PBB (gram) Konsumsi (gram)

Konversi pakan

R0 1.216,90±34,08 1.174,74±34,08 2.199,03±99,09 1,87±0,15 R1 1.214,87±15,54 1.173,17±15,81 2.030,64±88,75 1,73±0,07 R2 1.255,96±83,52 1.213,83±77,53 2.223,51±217,76 1,83±0,15

R3 1.308,17±108,41 1.266,17±109,07 2.072,28±102,99 1,64±0,23 Ket : R0 (pakan tanpa biji ketumbar/kontrol); R1 (pakan dengan biji ketumbar 1%); R2 (pakan

dengan biji ketumbar 2%); R3 (pakan dengan biji ketumbar 3%). Superskrip non- kapital pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

Hasil pemeliharaan kumulatif selama lima minggu taraf penambahan biji ketumbar 2% dan 3% dalam ransum menghasilkan bobot badan, pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan yang lebih besar dengan nilai konversi pakan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol. Hal ini mengindikasikan penambahan biji ketumbar dalam taraf 2%-3% dalam ransum mampu mengatasi dampak cekaman panas yang dialami broiler selama pemeliharaan lima minggu.

Minyak atsiri dan linalool dalam biji ketumbar berperan dalam merangsang proses pencernaan pada hewan. Linalool dapat meningkatkan stimulasi sistem pencernaan broiler (Cabuk et al., 2003) sehingga daya cerna ayam broiler yang diberi pakan dengan penambahan biji ketumbar 2% dan 3% akan lebih baik.

Namun, taraf penambahan biji ketumbar 1% dalam ransum menghasilkan bobot badan, pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan di bawah kontrol. Hal ini disebabkan pencapaian performa pada fase sebelumnya. Pada fase starter (umur 0-21 hari) performa broiler pada perlakuan R1 lebih rendah dibandingkan kontrol dan perlakuan lainnya.

Tahap permulaan awal broiler akan mempengaruhi perkembangan broiler pada fase selanjutnya. Kondisi bobot badan dan konsumsi pakan yang rendah pada

(32)

Mortalitas

Mortalitas atau angka kematian yaitu angka yang menunjukkan jumlah ayam yang mati selama pemeliharaan. Mortalitas dipengaruhi oleh berat badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan dan suhu (North dan Bell, 1990). Kematian ayam pada penelitian ini disebabkan oleh stress panas pada siang hari dan stress lingkungan yang terjadi pada ayam. Stres tersebut dapat mengurangi daya tahan tubuh ayam sehingga ayam mudah terserang penyakit. Nilai mortalitas diukur melalui perbandingan antara jumlah seluruh ternak yang mati dengan jumlah total ternak yang dipelihara selama pemeliharaan. Data mortalitas dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik Mortalitas Ayam Broiler Selama Pemeliharaaan

Ket: R0= Kontrol, R1= Pakan dengan penambahan biji ketumbar 1%, R2=Pakan dengan penambahan biji ketumbar 2%, R3= Pakan dengan penambahan biji ketumbar 3%.

(33)

  ancaman penyakit sehingga mudah terserang penyakit Gumboro dan sudden death syndrome. Tanda broiler yang terkena gumboro adalah lemas dan nafsu makan turun. Pada penelitian ini mortalitas paling banyak ditemukan pada fase grower. Pada fase grower kematian ayam paling banyak di siang hari dengan posisi punggung di bawah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Amrullah (2004), mortalitas kebanyakan mencapai puncaknya sekitar umur 3-4 minggu ketika laju pertumbuham maksimum yang sering ditemukan mati dengan posisi punggung di bawah. Ayam lahap makan di pagi hari namun tiba-tiba mati di siang hari.

Sindrom kematian mendadak pada broiler (Sudden Death Syndrome) adalah kegagalan penyakit jantung akut terutama pada ayam jantan yang tumbuh cepat yang tampaknya berada dalam kondisi baik (Ononiwu et al., 1979). Bowes dan Julian (1988) menyimpulkan bahwa kematian mendadak (Sudden Death Syndrome) pada broiler sebabkan oleh beberapa jenis kerusakan pada jantung yang kemudian menyebabkan edema pada paru-paru sehingga ayam menjadi sulit bernafas dan akhirnya mati. Penyebab lain dari Sudden Death Syndrome termasuk kontinuitas pencahayaan (Ononiwu etal., 1979b), penyimpangan kandungan kalsium dan fosfor dalam pakan (Scheideler et al., 1995), dan frekuensi makan (Bowes dan Julian, 1988).

Tujuan akhir dari usaha peternakan ayam broiler adalah mendapatkan keuntungan ekonomi yang maksimal. Jika ditinjau dari segi ekonomi ayam broiler lebih efisien dalam pemanenan dengan periode pemeliharaan yang singkat dan sistem pemeliharaan all in all out maka akan lebih menguntungkan secara ekonomis (Kartasudjana, 2005).

(34)

bobot hidup, konsumsi pakan, dan harga pakan saat pemeliharaan. Hasil perhitungan IOFC (Income Over Feed Cost) dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC)

Variabel Jenis Pakan

Biaya Pakan dan DOC (Rp/ekor)

6.350

Harga Jual Bobot Hidup (Rp/kg) 16.000 16.000 16.000 16.000

Penjualan (Rp/ekor) 19.472 19.440 20.096 20.928

Pendapatan (Rp/ekor) 716 1.375 407 1.928

Ket : Pendapatan (Rp) dihitung dengan cara hasil penjualan ayam (Rp/ekor) – biaya pakan dan DOC (Rp)

(35)
(36)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penambahan biji ketumbar sebanyak 2%-3% dalam ransum menghasilkan performa terbaik jika dibandingkan dengan pemberian ransum tanpa penambahan biji ketumbar. Penambahan biji ketumbar dalam taraf 2%-3% dapat mengurangi dampak cekaman panas karena dapat meningkatkan konsumsi dan bobot badan broiler.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap level penambahan biji ketumbar dalam ransum terhadap performa broiler dan pengujian konsentrasi minyak atsiri beserta komponen aktifnya yang terkandung di dalam biji ketumbar.

 

 

(37)

PENGARUH PENAMBAHAN BIJI KETUMBAR (

Coriander

sativum

Linn) DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA AYAM

BROILER

DI DAERAH TROPIS

SKRIPSI

AGISTA PUSPA WULANDAPUTRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(38)

PENGARUH PENAMBAHAN BIJI KETUMBAR (

Coriander

sativum

Linn) DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA AYAM

BROILER

DI DAERAH TROPIS

SKRIPSI

AGISTA PUSPA WULANDAPUTRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(39)

RINGKASAN

Agista Puspa Wulandaputri D24080289. 2012. Pengaruh Penambahan Biji Ketumbar (Coriander sativum Linn) dalam Ransum terhadap Performa Ayam Broiler di Daerah Tropis. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rita Mutia, M.Agr.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc.

Bahan baku pakan alternatif atau alami (herbal) mulai dikembangkan untuk mencari bahan yang dapat dijadikan asupan nutrien, mempertahankan imunitas, bernilai ekonomis terhadap produksi, sekaligus untuk mengurangi efek cekaman panas broiler. Bumbu dan rempah-rempah selain untuk meningkatkan rasa juga mempunyai nilai medis. Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) salah satunya yang memiliki reputasi bagus sebagai komponen obat. Minyak atsiri (0,4%-1,1%) pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies pathogen. Aktifitas biologis di dalam biji ketumbar dapat merangsang sekresi enzim pencernaan dan meningkatkan fungsi hati. Salah satu komponen aktif pada biji ketumbar adalah linalool yang dapat menistimulasi sistem pencernaan.

Penelitian menggunakan biji ketumbar yang berwarna kuning kecoklatan. Perlakuan penggunaan biji ketumbar dalam ransum adalah sebagai bahan baku dengan taraf 0% (R0), 1% (R1), 2% (R2), dan 3% (R3). Bahan baku ransum terdiri dari jagung, dedak padi, CPO, bungkil kedelai, tepung ikan, CaCO3, DCP, L-lysin, DL-methionin, dan premiks. Ransum diberikan pada ayam periode starter (0-21 hari) dan grower (22-35 hari) dalam bentuk crumble. Peubah yang diamati adalah suhu, bobot badan, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, konversi pakan dan mortalitas. Rancangan yang digunakan pda penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap 4 perlakuan dan 3 ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji lanjut polinomial.

Pada fase starter penambahan biji ketumbar 2% (R2) dalam ransum sangat berbeda nyata (P<0,01) meningkatkan bobot badan, pertambahan bobot badan dan berbeda nyata (P<0,05) meningkatkan konsumsi pakan broiler. Pada fase grower penambahan biji ketumbar tidak memberikan pengaruh yang nyata namun penambahan biji ketumbar 3% dalam ransum memberikan dampak positif terhadap performa broiler. Hal ini karena nilai rataan pelakuan yang mendekati standar normal adalah pbb dan konversi pakan perlakuan R3 (3%). Nilai rataan perlakuan kumulatif selama 35 hari di bawah standar pertumbuhan. Broiler mengalami cekaman panas, karena suhu rata-rata harian kandang 26, 21 °C (suhu nyaman ≤ 25 °C). Kesimpulannya adalah pada fase starter penggunaan biji ketumbar pada taraf 2% dapat mengurangi efek cekaman panas, meningkatkan konsumsi dan bobot badan.

(40)

ABSTRACT

Effect of Coriander Seed (Coriander sativum Linn) as Diet Ingredient

on Broilers Performance in Tropical Region

Wulandaputri, A. P., R. Mutia, H. A. Sukria

This study was conducted to determine the potential effect of coriander seed as growth promoting substance in broiler chicks in tropical region. One hundred and twenty (1-day old) commercial broiler chicken (Cobb; CP 707) were divided into groups of 40 birds in each and randomly assigned to four treatment diets with three replicates. Birds were fed experimental diets containing 0% (R0), 1% (R1), 2% (R2), and 3% (R3) coriander seeds. Water and feed were provided ad libitum during the experiment. The study was conducted over five weeks. The first week until the third week is the starter phase and the fourth to fifth week of the grower phase. Parameters observed in this study were final body weight, body weight gain, feed consumption, feed conversion ratio and mortality. Results showed that inclusion 2% of coriander seed significantly (P<0,01) improve body weight, body weight gain and significantly (P<0,05) improve feed consumption while for feed conversion ratio were not significantly (P>0,05) in starter phase. There were no significantly (P>0,05) for body weight, body weight gain, consumption and feed convertion among the treatments in grower phase. Therefore, at starter phase inclusion of 2% coriander seeds in broiler diets could be beneficial for improving broiler performance during heat stress (tropical region).

(41)

PENGARUH PENAMBAHAN BIJI KETUMBAR (

Coriander

sativum

Linn) DALAM RANSUM TERHADAP

PERFORMA AYAM

BROILER

DI DAERAH TROPIS

AGISTA PUSPA WULANDAPUTRI D24080289

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(42)

Judul : Pengaruh Penambahan Biji Ketumbar (Coriander sativum Linn) dalam

Ransum terhadap Performa Ayam Broiler di Daerah Tropis

Nama : Agista Puspa Wulandaputri NIM : D24080289

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. Rita Mutia, M. Agr. Dr. Ir. Heri Ahmad Sukria, M.Sc NIP. 19630917 198803 2 001 NIP. 19660705 199103 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Agista Puspa Wulandaputri, lahir di Bogor, tepatnya pada tanggal 5 September 1990. Penulis adalah anak dari pasangan Aga Subagja, SE. dan Siti Rachmah Rahayu, S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) tahun 2002 di SD Negeri Polisi 5 Bogor, pendidikan lanjutan menengah pertama (SMP) diselesaikan pada tahun

2005 di SLTP Negeri 1 Bogor, dan pendidikan lanjutan menengah atas (SMA) diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 4 Bogor. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dan diterima sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor tahun 2009.

Selama mengikuti jenjang pendidikan, penulis aktif di berbagai organisasi dari kegiatan kemahasiswaan, meliputi staf redaksi bulletin HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak) Fapet IPB periode 2009-2010, staf biro Promosi, Wisuda dan Informasi HIMASITER (Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak) Fapet IPB periode 2009-2010, Wakil Ketua Teater Kandang Fapet IPB periode 2010-2011, dan Sekretaris Divisi Futsal OMI IPB Tahun 2011. Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar diantaranya Seminar Agribisnis Peternakan Tahun 2008, Economic Seminar and Entrepreneur Talkshow Tahun 2008, Feed Formulation Training Tahun 2009, Stadium General MK Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis Tahun 2010, Workshop Feed Quality Control Tahun 2011 serta Indopos - Bakrieland Entrepreneurship Workshop and Competitions Tahun 2011.

Bogor, Juni 2012

(44)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah pada Illahi Rabbi, Tuhan yang merajai langit dan Bumi. Atas kehendak dan petunjuk Nya penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Penambahan Biji Ketumbar (Coriander sativum Linn) dalam Ransum terhadap Performa Ayam Broiler di Daerah Tropis. Sebuah karya ilmiah yang bagi penulis bukan sekedar sebagai persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Peternakan belaka, namun lebih sebagai anugerah dari Allah SWT yang mengajarkan umat manusia melalui utusanNya Khair Al Anam Muhammad SAW di berbagai bidang ilmu sehingga mereka terangkat derajatnya.

Skripsi ini merupakan hasil studi penelitian pengaruh penambahan biji ketumbar (Coriander sativum Linn) dalam ransum terhadap performa broiler sehingga diharapkan adanya tulisan ini dapat memberikan informasi tentang peranan biji ketumbar untuk menanggulangi dampak cekaman panas yang sering dialami broiler yang dipelihara di daerah tropis yang nantinya dapat diaplikasikan di masyarakat.

Selesainya penulisan dan penyusunan skripsi ini bukan berarti penulis telah menyempurnakan tugas akhirnya. Kami menyadari bahwa apa yang telah kami tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Karenanya kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi mencapai kebenaran. Semoga semua yang tertuang dalam tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juni 2012

(45)
(46)
(47)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Nutrien Per 100 Gram Biji Ketumbar ... 5 2. Standard Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707 ... 7 3. Persyaratan Mutu Standar Nutrien Broiler (High Nutrient Density

Diet) ... 7 4. Hubungan Konsumsi Pakan dengan Bobot Badan Broiler ... 9 5. Perbandingan Produksi Panas Tubuh, Kalkuasi Suhu Lingkungan

yang Nyaman untuk Broiler Jantan dan Bertina pada Tahun 1970

dan 2004 ... 12

(48)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gambar Tanaman Ketumbar ………... 4 2. Gambar Biji Ketumbar (Coriander sativum Linn)………... 4 3. Gambar Diagram Zona Suhu Nyaman pada Ayam Broiler.………… 11 4. Gambar Grafik Hubungan Taraf Penambahan Biji Ketumbar dengan

Bobot Badan Broiler………... 23 5. Gambar Grafik Hubungan Taraf Penambahan Biji Ketumbar dengan

Pertambahan Bobot Badan Broiler………... 24 6. Gambar Grafik Hubungan Taraf Penambahan Biji Ketumbar dengan

(49)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Bobot Badan Awal………...………... 42 2. Analisis Ragam Bobot Badan Fase Starter……… 42 3. Analisis Ragam Bobot Badan Fase Starter (Uji Lanjut)…………... 42 4. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Fase Starter...………... 42 5. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Starter (Uji Lanjut)….. 42 6. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Fase Starter…………... 42 7. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Fase Starter (Uji Lanjut)……….. 43 8. Analisis Ragam Konversi Pakan Fase Starter……… 43 9. Analisis Ragam Bobot Badan Fase Grower………... 43 10. Analisis Ragam Pertambahan Bobot Badan Fase Grower………... 43 11. Analisis Ragam Konsumsi Pakan Fase Grower………. 43 12. Analisis Ragam Konversi Pakan Fase Grower………...……… 43 13. Suhu Harian Kandang Broiler Selama Pemeliharaan………... 44 14. Foto – Foto Penelitian………... 45

(50)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Industri perunggasan sebagai penyedia protein hewani bernilai strategis. Komoditas ini memiliki nilai ekonomi yang menjangkau masyarakat luas dan cukup digemari oleh masyarakat Indonesia karena mempunyai rasa dan tekstur yang baik. Sektor perunggasan yang paling tinggi peningkatannya yaitu budidaya ayam broiler (Daryanto, 2009). Menurut Rasyaf (1999), broiler dipasarkan pada umur 5-6 minggu dengan bobot hidup antara 1,3-1,6 kg/ekor. Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan meningkatnya penghasilan dan kesadaran

penduduk akan pentingnya protein hewani.Menurut Wibowo (2007), untuk mencapai target nasional konsumsi protein hewani sebesar 69 ton/kapita/hari diperlukan peningkatan populasi ternak dari ayam broiler sebesar 9,9%.

Pertumbuhan ayam broiler yang cepat dan efisien dalam mengubah makanan menjadi daging, umumnya mudah mengalami stres yang disebabkan oleh berbagai sumber antara lain praktek manajemen, nutrisi, dan kondisi lingkungan. Ayam broiler adalah salah satu ayam hasil seleksi genetik yang berasal dari strain ayam Eropa dan Amerika Utara yang beriklim dingin. Indonesia merupakan daerah tropis yang secara umum suhu dan kelembaban lingkungan hariannya tinggi, suhu

mencapai 27,7-34,6 °C dan kelembaban 55,8%-86,6 % (Badan Pusat Statistik, 2003).

Hal ini berpotensi untuk memberikan cekaman panas pada pengembangan ayam broiler (Hery, 2009). Kerugian yang ditimbulkan dari stres panas adalah dapat menurunkan produksi, konsumsi ransum, daya tahan tubuh, meningkatkan oksidasi sel, dan mortalitas. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi pengaruh stres panas adalah dengan pemberian obat anti-stres atau penggunaan antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (growth promotor).

Namun, pemakaian bahan-bahan kimia semakin ditinggalkan karena tuntutan konsumen akan produk pangan asal ternak yang alami (organik). Penggunaan antistress dan antibiotik memiliki resiko yaitu adanya residu antibiotik pada karkas, resistensi terhadap bakteri patogen dan menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan konsumen. Dampak negatif ini akibat penggunaan antibiotik yang tidak sesuai

(51)

bisa untuk mencegah efek stres panas dan mempertahankan imunitas. Penggunaan bahan-bahan alami (herbal) akan lebih memberikan keuntungan tambahan dan altematif untuk menggantikan antibiotik.

Bumbu dan rempah-rempah selain untuk meningkatkan rasa juga mempunyai potensi dan efek merangsang sistem pencernaan (de Souza et al., 2005). Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) memiliki reputasi yang bagus sebagai komponen obat. Aktivitas biologis didalamnya dapat merangsang enzim pencernaan dan peningkatan fungsi hati (Hermandez et al., 2004).

Biji ketumbar mempunyai kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1% sebagai antiseptik atau anti bakteri (Astawan, 2009). Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Kandungan flavonoidnya berperan menurunkan kolesterol (Chithra dan Leelamma, 1997) dan sebagai antioksidan (Wangensteen et al., 2004). Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) juga bermanfaat sebagai antidiabetes (Gray dan Flatt, 1999), efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al., 2003). Potensi ketumbar sebagai bahan pakan dapat dilihat dari kandungannya antara lain :

karbohidrat, lemak, dan protein yang cukup tinggi (Wahab dan Hasanah,1996).

Tujuan

(52)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Tanaman Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Tanaman ketumbar (Coriandrum sativum Linn) diduga berasal dari sekitar Laut Tengah dan Kaukasus di Timur Tengah. Di sana, biji ketumbar yang dikeringkan dinamakan fructus coriandri. Tanaman ketumbar di Indonesia dikenal dengan sebutan katuncar (Sunda), ketumbar (Jawa & Gayo), katumbare (Makassar dan Bugis), katombar (Madura), ketumba (Aceh), hatumbar (Medan), katumba (Padang), dan katumba (Nusa Tenggara). Secara taksonomi ketumbar dapat diklasifikasikan sabagai berikut :

Kingdom : Plantae Sub kingdom : Trachebionta Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub kelas : Rosidae Ordo : Apiles Famili : Apiaceae Genus : Coriandrum

Spesies : Coriandrum sativum

Tanaman ketumbar berupa semak semusim, dengan tinggi sekitar satu meter. Akarnya tunggang bulat, bercabang dan berwarna putih. Batangnya berkayu lunak, beralur, dan berlubang dengan percabangan dichotom berwarna hijau. Tangkainya berukuran 5-10 cm. Daunya majemuk, menyirip, berselundang dengan tepi hijau keputihan. Buahnya berbentuk bulat, waktu masih muda berwarna hijau dan setelah tua berwarna kuning kecokelatan. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna kuning kecokelatan (Astawan, 2009).

(53)

pasar tradisional untuk keperluan bumbu rumah tangga. Tanaman ketumbar di Indonesia belum dibudidayakan secara intensif dalam skala luas, penanaman hanya terbatas pada lahan pekarangan dengan sistem tumpangsari dan jarang secara monokultur. Daerah penanaman yang dianggap cocok dan sudah ada tanamannya adalah Cipanas, Cibodas, Jember, Boyolali, Salatiga, Temanggung, dan Sumatera Barat (Astawan, 2009).

(1) (2)

(1) (2)

Gambar 1. (1) Tanaman Ketumbar dan (2) Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L) Sumber: (Astawan, 2009)

Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Kandungan Kimia dan Khasiat

Ketumbar selain untuk bumbu masak juga mempunyai nilai medis. Komponen aktif pada ketumbar adalah sabinene, myrcene, alfa-terpinene, ocimene, linalool, geraniol, decanal, desilaldehida, trantridecen, asam petroselinat, asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren. Komponen-komponen tersebutlah yang menyebabkan ketumbar memiliki reputasi yang bagus sebagai komponen obat (Astawan, 2009). Kegunaan ketumbar sebagai bahan obat antara lain untuk diuretik (peluruh air .kencing),. antipiretik.(penurun.demam),/stimulan.(perangsang), stomatik. (penguat lambung),

(54)

Biji ketumbar (Coriandrum sativum L.) bermanfaat sebagai antidiabetes (Gallagher et al., 2003), dan memberi efek stimulasi dalam proses pencernaan (Cabuk et al., 2003). Biji ketumbar memiliki kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4%-1,1% (Astawan, 2009). Minyak atsiri pada biji ketumbar memiliki sifat antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Salah satu komponen aktif pada ketumbar adalah linalool (Cantore, 2004).

Minyak atsiri dan linalool dalam biji ketumbar dapat merangsang proses pencernaan pada hewan (Cabuk et al., 2003). Aktivitas biologis didalamnya dapat efek merangsang sekresi enzim pencernaan dan peningkatan fungsi hati (Hermandez et al., 2004). Komposisi nilai nutrisi biji ketumbar bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Nutrien Per 100 Gram Biji Ketumbar

Komposisi Jumlah Satuan

Energi 298 Kkal

Protein 12,37 G

Lemak 17,77 G

Serat 41,9 G

Kolesterol 0 Mg

Kalsium 709 Mg Phospor 409 Mg

Sodium 35 Mg

Potasium 1267 Mg

Besi 16,32 Mg

Magnesium 330 Mg

Niasin 2,13 Mg

Riboflavin 0,29 Mg

Thiamin 0,239 Mg

Vitamin C 21 Mg

Minyak Atsiri 1 G

(55)

Beberapa Penelitian Tentang Biji Ketumbar (Coriandrum sativum L.)

Guler et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan 2% suplementasi biji ketumbar dapat meningkatkan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan lebih tinggi pada puyuh dalam kondisi normal di Jepang. Penggunaan 1% tepung biji ketumbar mampu menurunkan nilai konversi pakan puyuh dari umur 1-6 minggu.

Pemberian 1% - 4% tepung biji ketumbar mampu meningkatkan persentase karkas pada puyuh. Saeid dan Al-Nasry (2010) menyebutkan suplementasi 0,3% biji ketumbar pada pakan mampu menghasilkan bobot badan, konsumsi pakan tertinggi dan menurunkan konversi pakan pada broiler dalam kondisi lingkungan nyaman. Sunbul et al. (2010) menerangkan penggunaan biji ketumbar 2% dalam ransum meningkatkan bobot badan broilerstrain Ross saat pemeliharaan musim dingin.

Ketumbar adalah antibakteri potensial (Kubo et al., 2004). Kadar minyak atsiri yang terkandung pada biji ketumbar sebanyak 0,5%-1% mampu menjadi antimikroba terhadap spesies patogen seperti Salmonella (Isao et al., 2004). Salah satu komponen yang terdapat dalam minyak atsiri adalah linalool. Cabuk et al. (2003) menyatakan bahwa linalool dapat meningkatkan stimulasi sistem pencernaan broiler.

Ayam Broiler

Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes, family Phasianidae, genus Gallus dan spesies Gallus domesticus yang dihasilkan dari bangsa ayam tipe berat Cornish. Ayam broiler merupakan ayam pedaging tipe berat yang lebih muda dan berukuran lebih kecil dari roaster. Bangsa ayam yang dipilih adalah yang berbulu putih (Amrullah, 2004). Broiler telah mengalami seleksi gen selama bertahun-tahun sehingga hanya dalam waktu produksi 35-40 hari sudah dapat dipanen, menghasilkan daging dan menguntungkan secara ekonomis. Ayam broiler berasal dari strain ayam Eropa dan Amerika Utara yang beriklim dingin.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Nutrien Per 100 Gram Biji Ketumbar
Tabel 2. Standar Pertumbuhan Ayam Broiler CP 707
Tabel 4. Hubungan Antara Konsumsi Pakan dan Bobot Badan Ayam Broiler
Gambar 3. Diagram Zona Suhu Nyaman (Thermonetral Zone) pada Ayam Broiler
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun tujuan perusahaan sebagaimana dinyatakan dalam anggaran dasar PT.Pelabuhan Indonesia I (Persero) Cabang Pekanbaru adalah ”untuk melaksanakan dan menunjang

Hanya saja hasil dari pembelajaran yang dilakukan oleh orang dengan tipe belajar visual dengan metode Mind Mapping akan pada umumnya lebih baik daripada orang

Dalam bahasa Jepang hedges ~ to omoimasu digunakan di akhir kalimat yang bertujuan menyampaikan ide atau pendapat. Fungsinya yakni untuk mengurangi

Komponen materi naskah buku merupakan bagian yang sangat penting. Mengingat jenis naskah buku ini sangat beragam, minimal terdapat lima aspek penting yang

Kepada Pegawai Perusahaan Daerah yang diangkat dalam suatu pangkat yang lebih tinggi dari pangkat lama, diberikan gaji pokok baru berdasarkan pangkat baru yang

KEPUTUSAN DAN ANALISIS KAJIAN Bahagian ini akan menjelaskan tentang keputusan kajian berdasarkan prosedur PRISMA yang telah dilakukan ke atas artikel kajian lepas berkaitan faktor

As a matter of fact, marked themes (composed of circumstances or processes) are commonly used in the clauses of Indonesian news item text because one of its characteristics

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDA AAN DIREKTORAT JENDERAL. GURU DAN