• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Tahun Masuk 2009 Mengenai Penatalaksanaan Awal Kegawatdaruratan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Tahun Masuk 2009 Mengenai Penatalaksanaan Awal Kegawatdaruratan"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS

KEDOKTERAN USU TAHUN MASUK 2009 MENGENAI

PENATALAKSANAAN AWAL KEGAWATDARURATAN

Oleh :

CHAIRUNNISA NASUTION

090100012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

TINGKAT PENGETAHUAN MAHASISWA FAKULTAS

KEDOKTERAN USU TAHUN MASUK 2009 MENGENAI

PENATALAKSANAAN AWAL KEGAWATDARURATAN

KARYA TULIS ILMIAH

Karya tulis ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran

Oleh :

CHAIRUNNISA NASUTION

090100012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi tindakan operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut the American Collage of Emergency Physicians states dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien dengan trauma yang tidak terduga serta penyakit lainnya. Pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Tujuan penting dari pertolongan pertama adalah memberikan perawatan yang akan menguntungkan pada orang-orang tersebut sebagai persiapan terhadap penanganan lebih lanjut. Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengenai kegawatdaruratan.

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, dengan desain penelitian adalah Cross Sectional Study dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Data diperoleh dengan menggunakan metode kuesioner.

Hasil: Dengan jumlah sampel sebanyak 207 orang, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap kegawatdaruratan mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 192 orang (92,8%), kategori cukup diperoleh sebanyak 14 orang (6,8%), dan kategori kurang diperoleh sebanyak 1 orang (0,5%).

Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mahasiswa berada pada kategori baik, dan masukkan kepada mahasiswa untuk mempertahankan pengetahuan yang sudah baik tersebut.

(5)

ABSTRACT

Background: An emergency is commonly defined as anycondition perceived by the prudent person or someone on his or her behalf as requiring immediate medical or surgical evaluation and treatment. On the basis of this definition, the American Collage of Emergency Physicians states that the practice of emergency medicine has the primary mission of evaluating, managing, and providing, treatment to these patients with unexpected injury and illness. First aid is a quick and temporary aid given to a person who suffers injury or sudden disease. Important objective of first aid is to provide care that will benefit the people as a preparation for further treatment.

Objective: The purpose of this study is to determine the level of knowledge among students of the Medical Faculty, University of North Sumatera about emergencies. Methods: This research was connduct with descriptive research method, the study design was a Cross Sectional study and sampling by using a Simple Random Sampling technique. This data was taken by quetionnaire method.

Results: With the total sample of 207 people, the result obatined indicate that the level of respondent’s knowledge about emergency are the majority in good categories which is 192 people (92,8%), and then the average category is 14 people (6,8%), and the less category is 1 people (0,5%).

Conclusion: Fom these results, we can conclude that the student there have a good knowledge, and will be input to the students to maintain the good knowledge.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah ini.

(7)

Untuk seluruh bantuan baik moril ataupun materil yang diberikan kepada penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapan terima kasih dan semoga Allah SWT memberikan pahala yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar penulis dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 06 Desember 2012 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN... i

ABSTRAK... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGHANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 2

1.3.Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1. Tujuan Umum... 2

1.3.2. Tujuan Khusus... 2

1.4.Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1. Pengetahuan ... 4

2.1.1. Definisi Pengetahuan ... 4

2.1.2. Tingkat Pengetahuan. ... 5

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 7

2.2. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan ... 7

2.2.1. Definisi Kegawatdaruratan ... 7

2.2.2. Primary Survey ... 9

2.2.2.1. Airway ... 9

(9)

2.2.2.3. Circulation ... 18

2.2.2.4. Disability ... 19

2.2.2.5. Exposure... 21

2.3. Aspek Medikolegal dalam Pelayanan Kegawatdaruratan ... 21

2.3.1. Peraturan Perundang-undangan yang Berkaitan dengan Pelayanan Kegawatdaruratan ... 22

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 23

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 23

3.2. Defenisi Operasional... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN... 26

4.1. Jenis Penelitian ... 26

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.2.1. Lokasi Penelitian ... 26

4.2.2. Waktu Penelitian ... 26

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

4.3.1. Populasi ... 26

4.3.2. Sampel ... 26

4.3.3. Besar Sampel ... 27

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 28

4.4.1. Data Primer ... 28

4.4.2. Data Sekunder ... 28

4.4.3. Uji Validitas ... 28

4.4.4. Uji Reliabilitas ... 29

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 30

4.5.1. Pengolahan Data ... 30

(10)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

5.1. Hasil Penelitian ... 32

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 32

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 32

5.1.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia. ... 32

5.1.2.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 33

5.1.2.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas ... 33

5.2. Hasil Analisis Data ... 34

5.2.1. Distribusi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan ... 34

5.2.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Usia ... 35

5.2.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkaan Jenis Kelamin ... 36

5.2.4.Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Kelas ... 37

5.3. Pembahasan... 37

5.3.1. Analisis Karakteristik Responden ... 37

5.3.2. Tingkat Pengetahuan ... 37

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1.. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita Semula... 19 Tabel 3.1. Skor Pertanyaan pada Angket Pengetahuan... 24 Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas untuk Tiap Pertanyaan

dalam Angket... 29 Tabel 5.1. Distribusi Responden Berdasarkan Usia... 32 Tabel 5.2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin... 33 Tabel 5.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas... 33 Tabel 5.4. Distribusi Jawaban Responden Menurut pertanyaan... 34 Tabel 5.5. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai

Penatalaksanaan Awal Kegawatdaruratan... 35 Tabel 5.6. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia... 36 Tabel 5.7.

Tabel 5.8.

Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Kelas...

36

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Head-tilt, Chin-lift Manuever... 11

Gambar 2.2. Jaw-thrust Manuever... 12

Gambar 2.3. Gambar 2.4. Oropharingeal Airway... Nasopharingeal Airway... 13 13 Gambar 2.5. Look, Listen, and Feel... 15

Gambar 2.6. Pemasangan Face Mask... 16

Gambar 2.7. Penilaian pada Toraks... 17

(13)

DAFTAR SINGKATAN

ABCDE Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure AHA American Hospital Association

ATLS Advanced Trauma Life Support

AVPU Alert, Respon to Verbal, Respon to Pain, Unrespon FK Fakultas Kedokteran

GCS Glasgow Coma Scale ICR Inter Costal Regio

IPTEK Ilmu Pengetahuan dan Teknologi IV Intravena

KODEKI Kode Etik Kedokteran Indonesia MKEK Majelis Kehormatan Etik Indonesia NO Nomor

SPSS Statistic product and Service Solution USU Universitas Sumatera Utara

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Lembar Penjelasan Kuesioner penelitian

Lampiran 3 Lembar Pernyataan persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Kesediaan Mengikuti Penelitian

Lampiran 4 Kuesioner

Lampiran 5 Output SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian Lampiran 6 Ethical Clearance

(15)

ABSTRAK

Latar Belakang: Kegawatdaruratan secara umum dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dinilai sebagai ketergantungan seseorang dalam menerima tindakan medis atau evaluasi tindakan operasi dengan segera. Berdasarkan definisi tersebut the American Collage of Emergency Physicians states dalam melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan memiliki prinsip awal, dalam mengevaluasi, melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien dengan trauma yang tidak terduga serta penyakit lainnya. Pertolongan pertama merupakan pertolongan secara cepat dan bersifat sementara waktu yang diberikan pada seseorang yang menderita luka atau terserang penyakit mendadak. Tujuan penting dari pertolongan pertama adalah memberikan perawatan yang akan menguntungkan pada orang-orang tersebut sebagai persiapan terhadap penanganan lebih lanjut. Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengenai kegawatdaruratan.

Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, dengan desain penelitian adalah Cross Sectional Study dan pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik Simple Random Sampling. Data diperoleh dengan menggunakan metode kuesioner.

Hasil: Dengan jumlah sampel sebanyak 207 orang, diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden terhadap kegawatdaruratan mayoritas berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 192 orang (92,8%), kategori cukup diperoleh sebanyak 14 orang (6,8%), dan kategori kurang diperoleh sebanyak 1 orang (0,5%).

Kesimpulan: Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengetahuan mahasiswa berada pada kategori baik, dan masukkan kepada mahasiswa untuk mempertahankan pengetahuan yang sudah baik tersebut.

(16)

ABSTRACT

Background: An emergency is commonly defined as anycondition perceived by the prudent person or someone on his or her behalf as requiring immediate medical or surgical evaluation and treatment. On the basis of this definition, the American Collage of Emergency Physicians states that the practice of emergency medicine has the primary mission of evaluating, managing, and providing, treatment to these patients with unexpected injury and illness. First aid is a quick and temporary aid given to a person who suffers injury or sudden disease. Important objective of first aid is to provide care that will benefit the people as a preparation for further treatment.

Objective: The purpose of this study is to determine the level of knowledge among students of the Medical Faculty, University of North Sumatera about emergencies. Methods: This research was connduct with descriptive research method, the study design was a Cross Sectional study and sampling by using a Simple Random Sampling technique. This data was taken by quetionnaire method.

Results: With the total sample of 207 people, the result obatined indicate that the level of respondent’s knowledge about emergency are the majority in good categories which is 192 people (92,8%), and then the average category is 14 people (6,8%), and the less category is 1 people (0,5%).

Conclusion: Fom these results, we can conclude that the student there have a good knowledge, and will be input to the students to maintain the good knowledge.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kejadian gawat darurat dapat diartikan sebagai keadaan dimana seseorang membutuhkan pertolongan segera karena apabila tidak mendapatkan pertolongan dengan segera maka dapat mengancam jiwanya atau menimbulkan kecacatan permanen. Keadaan gawat darurat yang sering terjadi di masyarakat antara lain keadaan seseorang yang mengalami henti napas, henti jantung, tidak sadarkan diri, kecelakaan, cedera, misalnya patah tulang, kasus stroke, kejang, keracunan, dan korban bencana. Unsur penyebab kejadian gawat darurat antara lain karena terjadinya kecelakaan lalu lintas, penyakit, kebakaran maupun bencana alam. Kasus gawat darurat karena kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian utama d daerah perkotaan ( Media Aeculapius, 2007 ).

Menurut American Hospital Association (AHA) dalam Herkutanto (2007), keadaan gawat darurat adalah suatu kondisi dimana berdasarkan respon dari pasien, keluarga pasien, atau siapa pun yang berpendapat pentingnya membawa pasien ke rumah sakit untuk diberi perhatian/tindakan medis dengan segera. Kondisi yang demikian berlanjut hingga adanya keputusan yang dibuat oleh pelayanan kesehatan yang profesional bahwa pasien berada dalam kondisi yang baik dan tidak dalam kondisi mengancam jiwa. Penderita gawat darurat adalah penderita yang oleh karena suatu penyebab (penyakit, trauma, kecelakaan, tindakan anestesi) yang bila tidak segera ditolong akan mengalami cacat, kehilangan organ tubuh atau meninggal (Sudjito, 2007).

(18)

Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), pasal 2 setiap dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi yaitu sesuai dengan perkembangan IPTEK kedokteran, etika umum, etika kedokteran, hukum dan agama, sesuai tingkat/jenjang pelayanan kesehatan dan situasi setempat. Selanjutynya berdasarkan KODEKI pasal 13, setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bersedia dan lebih mampu memberikan (MKEK, 2006). Rumah sakit di indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari dimana Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian layanan. Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang praktik kedokteran, dimana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan (Herkutanto, 2007).

Dapat dilihat bagaimana pentingnya pengetahuan mahasiwa sebagai seorang calon dokter dalam melakukan penatalaksaan awal kegawatdaruratan yang sering ditemukan kasusnya dalam melaksanakan tugas.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2009 mengenai penatalaksanaan awal kegawatdaruratan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran nmengenai penatalaksanaan awal kegawatdaruratan.

1.3.2. Tujuan Khusus

(19)

1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai prinsip penatalaksanaan awal kegawatdaruratan

2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai aspek medikolegal dalam pelayanan kegawatdaruratan

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini, adalah : 1. Untuk Peneliti.

a. Sebagai sarana pembelajaran bagaimana cara penatalaksanaan awal kegawatdaruratan yang sesuai dengan aplikasi ilmu serta informasi yang diperoleh selama masa pendidikan.

b. Sebagai salah satu persyaratan sarjana kedokteran. 2. Untuk Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Sebagai data pembelajaran dan acuan pembelajaran dalam pendidikan pada mahasiswa.

3. Untuk Pihak Lain.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

2.1.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari “Tahu” yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003), pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya.

Pengetahuan juga diperoleh dengan cara proses belajar.Belajar merupakan suatu perubahan perilaku seseorang dalam situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalaman yang berulang terhadap situasi tersebut, asalkan perilaku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respons alami seseorang, kematangan, atau keadaan sementara (Kaplan,2010).

Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku dari pengalaman dan penelitian membuktikan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Peneliti Roger (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:

1. Awarenes (kesadarn), dimana seseorang tersebut menyadari pengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

(21)

3. Evaluation, merupakan suatu keadaan mempertimbangkan terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap seseorang tersebut sudah lebih baik lagi.

4. Trial, dimana seseorang tersebut telah mulai mecoba perilaku baru.

5. Adaptation, dimana seseorang tersebut telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (20030, pengetahuan yang cukup dalam dominan kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu

1. Tahu (Know)

Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau dirangsang yang telah diterima. Cara kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasikan dan mengatakan. Tingkatan ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Contohnya adalah mengetahui apa yang dimaksud dengan kegawatdaruratan.

2. Memahami (Comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. seseorang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan dan menyebutkan. Misalnya pada tahap ini dapat menjelaskan secara benar bagaimana prinsip penatalaksanaan kegawatdaruratan.

3. Aplikasi (Aplication)

(22)

sebagainya. Misalnya apabila menemukan korban trauma, mahasiswa sudah mengetahui penatalaksaan apa yang harus pertama sekali dilakukan.

4. Analisis (Analysis)

kemampuan untuk menjabarkan materi atau sesuatu objek ke dalam sesuatu komponen–komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainnya. Contohnya mahasiwa sudah tahu membedakan apa yang harus di lakukan pada setiap langkah – langkah penatalaksanaan kegawatdaruratan, misalnya dapat membedakan langkah apa yang di lakukan pada tahap airway ( jalan napas) dengan tahap breathing (pernapasan).

5. Sintesis (Sinthesis)

Kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada. Contohnya dapat merencanakan tahapan penataalaksanaan kegawatdaruratan sesuai dengan teori yang telah ada dan telah dipelajari.

6. Evaluasi (Evaluation)

(23)

2.1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007): 1. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang, sedangkan ekonomi dikaitkan dengan pendidikan, ekonomi baik tingkat pendidikan akan tinggi sehingga tingkat pengetahuan akan tinggi juga. Tingkat sosial ekonomi terlalu rendah sehingga tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak.

2. Kultur (budaya, agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahauan seseorang, karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai tidak dengan budaya yang ada dan agam yang dianut.

3. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka ia akan mudah menerima hal-hal baru dan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut. Pendidikan itu menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.

4. Pengalaman

Berkaitan dengan umur dan pendidikan individu, bahwa pendidikan yang tinggi maka pengalaman semakin luas, sedangkan semakin tua umur seseorang maka pengalaman akan semakin banyak.

2.2. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan 2.2.1. Definisi Kegawatdaruratan

(24)

melaksanakan, dan menyediakan terapi pada pasien-pasien dengan trauma yang tidak dapat di duga sebelumnya serta penyakit lainnya (Stone, Humphries, 2008).

Penatalaksanaan awal dalam kegawatdaruratan merupakan aplikasi terlatih dari prinsip-prinsip penanganan pada saat terjadinya kecelakaan atau dalam kasus-kasus penyakit mendadak dengan menggunakan fasilitas-fasilitas atau benda-benda yang tersedia pada saat itu. Hal ini merupakan metode penanganan yang telah diuji sampai korban dipindahkan ke Rumah Sakit atau lokasi dimana keterampilan dan peralatan yang layak tersedia (Skeet, 1995).

Penatalaksanaan awal diberikan untuk : 1. Mempertahankan hidup

2. Mencegah kondisi menjadi lebih buruk 3. Meningkatkan pemulihan

Seseorang yang memberikan penatalaksanaan awal harus : 1. Mengkaji sesuatu

2. Memnentukan diagnosis untuk setiap korban

3. Memberikan penanganan yang cepat dan adekuat, mengingat bahwa korban mungkin memiliki lebih dari satu cedera dan beberapa korban akan membutuhkan perhatian dari pada yang lain

4. Tidak menunda pengiriman korban ke Rumah Sakit sehubungan dengan kondisi serius

Pada penderita trauma, waktu sangat penting, oleh karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai initial aassesment (penilaian awal) dan meliputi (ATLS, 2004) :

1. Persiapan 2. Triase

3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi

5. Tambahan terhadap primary survey dan resutisasi

6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis 7. Tambahan terhadap secondary survey

(25)

9. Penanganan definitif

2.2.2. Primary Survey

Penatalaksanaan awal pada primary survey dilakukan pendekatan melalui ABCDE yaitu :

A:Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spinecontrol) B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi

C: Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control) D: Disability, status neurologis

E: Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia

2.2.2.1. Airway

Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat, oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan airway dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan – lahan dan sebagian, dan progresif dan/atau berulang.

Menurut ATLS 2004, Kematian-kematian dini karena masalah airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh :

1. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway 2. Ketidakmampuan untuk membuka airway

3. Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru 4. Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang

5. Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi 6. Aspirasi isi lambung

(26)

lift, jaw thrust, atau melakukan penyisipan airway orofaringeal serta nasofaringeal (Walls, 2010). Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus melindungi vertebra servikal. Dalam hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih, walaupun demikian penilaian terhadap airway harus tetap dilakukan. Penderita dengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale sama atau kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definitif. Adanya gerakan motorik yang tak bertujuan, mengindikasikan perlunya airway definitif.

Penilaian bebasnya airway dan baik-tidaknya pernafasan harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Bila penderita mengalami penurunan tingkat kesadaran, maka lidah mungkin jatuh ke belakang, dan menyumbat hipofaring. Bentuk sumbatan seperti ini dapat dengan segera diperbaiki dengan cara mengangkat dagu (chin lift maneuver), atau dengan mendorong rahang bawah ke arah depan (jaw thrust maneuver). Airway selanjutnya dapat dipertahankan dengan airway orofaringeal (oropharyngeal airway) atau nasofaringeal (nasopharingeal airway). Tindakan-tindakan yang digunakan untuk membuka airway dapat menyebabkan atau memperburuk cedera spinal. Oleh karena itu, selama melakukan prosedur-prosedur ini harus dilakukan imobilisasi segaris (in-line immobilization) (ATLS, 2004)

Teknik-teknik mempertahankan airway : 1. Head tilt

(27)

2. Chin lift

Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati – hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher. Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.

Gambar 2.1. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber : European

Resusciation Council Guidelines for Resusciation 2010).

3. Jaw thrust

(28)

Gambar 2.2. Jaw-thrust maneuver (sumber : European Resusciation Council Guidelines for Resusciation 2010).

4. Oropharingeal Airway (OPA)

Indikasi : Airway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan napas pada pasien yang kehilangan refleks jalan napas bawah (Kene, davis, 2007).

Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Kemudian pilih ukuran pipa orofaring yang sesuai dengan pasien. Hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa oro-faring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pipa orofaring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke atas (arah terbalik), lalu masukkan ke dalam rongga mulut. Setelah ujung pipa mengenai palatum durum putar pipa ke arah 180 drajat. Kemudian dorong pipa dengan cara melakukan jaw thrust dan kedua ibu jari tangan menekan sambil mendorong pangkal pipa oro-faring dengan hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa berada diantara gigi atas dan bawah, terakhir lakukan fiksasi pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa oro-faring dengan cara memplester pinggir atas dan bawah pangkal pipa, rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012)

(29)

Gambar 2.3. Oropharingeal Airway (sumber : The McGraw-Hill Companies 2006)

5. Nasopharingeal Airway

Indikasi : Pada penderita yang masih memberikan respon, airway nasofaringeal lebih disukai dibandingkan airway orofaring karena lebih bisa diterima dan lebih kecil kemungkinannya merangsang muntah (ATLS, 2004).

Teknik : Posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh. Pilihlah ukuran pipa faring yang sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pipa naso-faring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga). Pipa nasonaso-faring diberi pelicin dengan KY jelly (gunakan kasa yang sudah diberi KY jelly). Masukkan pipa faring dengan cara memegang pangkal pipa naso-faring dengan tangan kanan, lengkungannya menghadap ke arah mulut (ke bawah). Masukkan ke dalam rongga hidung dengan perlahan sampai batas pangkal pipa. Patikan jalan nafas sudah bebas (lihat, dengar, rasa) ( Arifin, 2012).

(30)

6. Airway definitif

Terdapat tiga jenis airway definitif yaitu : pipa orotrakeal, pipa nasotrakeal, dan airway surgical (krikotiroidotomi atau trakeostomi). Penentuan pemasangan airway definitif didasarkan pada penemuan- penemuan klinis antara lain (ATLS, 2004):

1. Adanya apnea

2. Ketidakmampuan mempertahankan airway yang bebas dengan cara – cara yang lain

3. Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah dari aspirasi darah atau vomitus

4. Ancaman segera atau bahaya potensial sumbatan airway

5. Adanya cedera kepala yang membutuhkan bantuan nafas (GCS < 8) 6. Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan

Pemberian oksigen tambahan lewat masker wajah

Intubasi orotrakeal dan nasotrakeal merupakan cara yang paling sering digunakan. Adanya kemungkinan cedera servikal merupakan hal utama yang harus diperhatikan pada pasien yang membutuhkan perbaikan airway. Faktor yang paling menentukan dalam pemilihan intubasi orotrakeal atau nasotrakeal adalah pengalaman dokter. Kedua teknik tersebut aman dan efektif apabila dilakukan dengan tepat. Ketidakmampuan melakukan intubasi trakea merupakan indikasi yang jelas untuk melakukan airway surgical.

Apabila pernafasan membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa dengan cara (Haffen, Karren, 1992) :

1. Lihat (look), melihat naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada yang adekuat.

(31)

Gambar 2.4. Look, listen, and feel (sumber : European Resusciation Council Guidelines for Resusciation 2010).

2.2.2.2. Breathing

Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil energi, yang menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Sherwood, 2001). Kegagalan dalam oksigenasi akan menyebabkan hipoksia yang diikuti oleh kerusakan otak, disfungsi jantung, dan akhirnya kematian (Hagberg, 2005). Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien dapat bernafas dengan baik pula (Dolan, Holt, 2008). Menjamin terbukanya airway merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen. Oksigenasi yang memadai menunjukkan pengiriman oksigen yang sesuai ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat dinilai secara klinis (Buono, Davis, Barth, 2007).

Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas dapat digunakan untuk menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004). Cara melakukan pemasangan face-mask (Arifin, 2012):

1. Posisikan kepala lurus dengan tubuh

2. Pilihlah ukuran sungkup muka yang sesuai (ukuran yang sesuai bila sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada

(32)

3. Letakkan sungkup muka (bagian yang lebar dibagian mulut)

4. Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang ramus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang dan memfiksasi sungkup muka

5. Gerakan tangan kiri penolong untuk mengekstensikan sedikit kepala pasien

6. Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang sudah dipasangkan 7. Bila kesulitan, gunakan dengan kedua tangan bersama-sama (tangan kanan

dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama) 8. Pastikan jalan nafas bebas (lihat, dengar, rasa)

9. Bila yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka, sementara tanaga kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) reservoir sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag)

Gambar 2.6. Pemasangan face mask (sumber: The McGraw-Hill Companies 2006).

(33)

Gambar 2.7. Penilaian pada toraks

Penilaian awal tersebut dilakukan untuk menilai apakah terdapat keadaan-keadaan seperti tension pneumotoraks, massive haemotoraks, open pneumotoraks dimana keadaan-keadaan tersebut harus dapat dikenali pada saat dilakukan primary survey. Bila ditemukannya keadaan-keadaan tersebut maka resusitasi yang dilakukan adalah ( Sitohang, 2012):

a. Memberikan oksigen dengan kecepatan 10 – 12 L/menit

b. Tension pneumotoraks : Needle insertion (IV Cath No. 14) di ICR II linea midclavicularis

c. Massive haemotoraks : Pemasangan Chest Tube

d. Open pneumotoraks : Luka diututp dengan kain kasa yang diplester pada tiga sisi (flutter-type valveefect)

Buka leher dan dada sambil menjaga imobilisasi leher dan kepala

Tentukan laju dan dalamnya pernafasan

Inspeksi dan palpasi leher serta toraks, cari : deviasi trakea, distensi vena leher, ekspansi toraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan, dan tanda-tanda cedera

Perkusi toraks untuk menentukan redup atau hipersonor

(34)

Pulse oxymeter dapat digunakan untuk memberikan informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita. Pulse oxymeter adalah metoda yang noninvansif untuk mengukur saturasi oksigen darah aterial secara terus menerus (ATLS, 2004).

2.2.2.3. Circulation

Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Dolan, Holt, 2008). Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi (ATLS,2004).

a. Tingkat kesadaran

Bila volume darah menurun perfusi otak juga berkurang yang menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.

b. Warna kulit

Wajah yang keabu-abuan dan kulit ektremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.

c. Nadi

Pemeriksaan nadi dilakukan pada nadi yang besar seperti a. femoralis dan a. karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.

Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat kita dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Haffen, Karren, 1992):

1. Jika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80 mmHg sistol

2. Jika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol

3. Jika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol

(35)

Perdarahan eksternal harus cepat dinilai, dan segera dihentikan bila ditemukan dengan cara menekan pada sumber perdarahan baik secara manual maupun dengan menggunakan perban elastis. Bila terdapat gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya dua IV line, yang berukuran besar. Kemudian lakukan pemberian larutan Ringer laktat sebanyak 2 L sesegera mungkin (ATLS, 2004).

Tabel 2.1 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentase Penderita Semula

Tekanan Nadi (mmHg) Normal atau Naik CNS/Status Mental Sedikit

cemas Penggantian Cairan Kristaloid Kristaloid Kristaloid

dan darah

Kristaloid dan darah Sumber : Advance Trauma Life Support for Doctors 2004.

2.2.2.4. Disability

(36)

2004). Cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder (Jumaan, 2008).

AVPU, yaitu: A : Alert

V : Respon to verbal P : Respon to pain U : Unrespon

GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring yang sederhana untuk menilai tingkat kesadaran pasien.

1. Menilai “eye opening” penderita (skor 4-1) Perhatikan apakah penderita :

a. Membuka mata spontan

b. Membuka mata jika dipanggil, diperintah atau dibangunkan

c. Membuka mata jika diberi rangsangan nyeri (dengan menekan ujung kuku jari tangan)

d. Tidak memberikan respon

2. Menilai “best verbal response” penderita (skor 5-1) Perhatikan apakah penderita :

a. Orientasi baik dan mampu berkomunikasi b. Disorientasi atau bingung

c. Mengucapkan kata-kata tetapi tidak dalam bentuk kalimat d. Mengerang (mengucapkan kata -kata yang tidak jelas artinya) e. Tidak memberikan respon

3. Menilai “best motor respon” penderita (skor 6-1) Perhatikan apakah penderita :

(37)

e. Ektensi abnormal (decerebrate) f. Tidak memberikan respon

Range skor : 3-15 (semakin rendah skor yang diperoleh, semakin jelek kesadaran)

Penurunan tingkat kesadaran perlu diperhatikan pada empat kemungkinan penyebab (Pre-Hospital Trauma Life Support Commitee 2002) :

1. Penurunan oksigenasi atau/dan penurunan perfusi ke otak 2. Trauma pada sentral nervus sistem

3. Pengaruh obat-obatan dan alkohol 4. Gangguan atau kelainan metabolik

2.2.2.5. Exposure

Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.

2.3. Aspek Medikolegal dalam Pelayanan Kegawatdaruratan

Pelayanan gawat darurat mempunyai aspek khusus karena mempertaruhkan kelangsungan hidup seseorang. Dipandang dari segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat. Pada keadaan gawat darurat medik didapati beberapa masalah utama yaitu:

1. Periode waktu pengamatan/pelayanan relatif singkat 2. Perubahan klinis yang mendadak

(38)

Hal-hal di atas menyebabkan tindakan dalam keadaan gawat darurat memiliki risiko tinggi bagi pasien berupa kecacatan bahkan kematian.

2.3.1. Peraturan Perundang-Undangan yang Berkaitan dengan pelayanan Gawat Darurat

Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah UU No.23/1992 tentang kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang persetujuan tindakan medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159/1988 tentang rumah sakit. Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 51 UU No.29/2004 tentang praktik kedokteran, dimana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar kemanusiaan.

(39)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasi masing-masing variabel penelitian, maka perlu dijabarkan definisi operasional dari penelitian. Adapun defenisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui mahasiswa sebagai

responden mengenai penatalaksanaan awal kegawadaruratan

2. Penatalaksanaan awal kegawatdaruratan merupakan merupakan aplikasi terlatih dari prinsip-prinsip penanganan pada saat terjadinya kecelakaan atau dalam kasus-kasus penyakit mendadak dengan menggunakan fasilitas-fasilitas atau benda-benda yang tersedia pada saat itu. Penatalaksanaan awal pada primary survey dilakukan pendekatan melalui ABCDE yaitu :

A: Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine control)

B: Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi

C: Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control) D: Disability, status neurologis

E: Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah Hipotermia

3. Cara pengukuran pada penelitian ini adalah dengan metode angket Pengetahuan Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Tahun Masuk 2009

(40)

4. Alat ukur berupa kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak 13 pertanyaan tertutup dengan 3 pilihan jawaban, dimana setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0

5. Hasil ukur dengan melakukan pengukuran tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU tahun masuk 2009 mengenai penatalaksanaan awal kegawatdaruratan berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada responden dibagi menjadi tiga kategori yaitu:

a. Pengetahuan baik apabila jawaban responden yang benar lebih dari 61,53% dari nilai tertinggi.

b. Pengetahuan cukup apabila jawaban responden yang benar antara 38,46% hingga 61,53% dari nilai tertinggi.

c. Pengetahuan kurang apabila jawaban responden yang benar kurang dari 38,46% dari nilai tertinggi.

Dengan demikian, penilaian terhadap pengetahuan responden berdasarkan sistem skoring adalah :

(41)

Tabel 3.1. Skor pertanyaan pada angket pengetahuan

No SKOR

A B C

1 0 0 1

2 0 0 1

3 1 0 0

4 0 0 1

5 1 0 0

6 0 0 1

7 0 1 0

8 1 0 0

9 0 1 0

10 0 0 1

11 0 1 0

12 0 1 0

(42)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif observasional untuk mengetahui pengetahuan mahasiswa terhadap penatalaksanaan awal kegawatdaruratan. Desain yang digunakan adalah sekat silang (Cross Sectional Study), yaitu penelurusuran sesaat, artinya subjek diamati hanya sesaat atau satu kali.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini sudah dilakukan pada bulan Septermber sampai bulan Oktober 2012.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi adalah sejumlah besar subjek yang mempunyai karakteristik tertentu (Wahyuni, 2007). Pada penelitian ini populasinya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun masuk 2009. Jumlah mahasiswa sebanyak 447 orang.

4.3.2. Sampel

(43)

4.3.3. Besar Sampel

Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan perhitungan dengan rumus berdasarkan Wahyuni (2007):

N . Z2 1-α/2 . P . (1-P) n =

(N-1).d2 + Z2 1-α/2 . P . (1-P)

Keterangan :

n : besar sampel minimal N : jumlah populasi

Z1-α/2: nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu P : proporsi dipopulasi

d : kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Berdasarkan rumus tersebut maka besar sampel dapat dihitung sebagai berikut : n : besar sampel minimal

N : 447

Z1-α/2 : 1,96 (95%) P : 0,5

d : 0.05

N . Z2 1-α/2 . P . (1-P) n =

(N-1)d2 + Z2 1-α/2 . P . (1-P)

447 . (1,96)2 . 0,5 . (1-0,5) n =

(44)

429,2988 n=

446. 0,005 + 3,8416. 0,25

429,2988 n =

1,115 + 0,9604

429,2988 n =

2,0754 n= 206,85111

Dengan demikian besar sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah 206,85111 orang dan dibulatkan menjadi 207 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian. Sampel penelitian pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU tahun masuk 2009. Pengumpulan data dilakukan dengan metode angket dengan menggunakan instrumen kuesioner.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang di dapatkan dari pihak fakultas yang berhubungan dengan jumlah mahasiswa.

4.4.3. Uji Validitas

(45)

Angket penelitian ini yang telah disusun dengan jumlah pertanyaan sebanyak 25 pertanyaan. Telah dilakukan uji validitas pada 20 orang responden yang diambil dari salah satu universitas swasta fakultas kedokteran di Medan bulan Agustus 2012.

Uji validitas dilakukan dengan korelasi Pearson, skor yang didapat dari pertanyaan dikorelasikan dengan skor total untuk tiap variabel. Setelah semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total diperoleh, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel. Nilai r tabel untuk jumlah responden 20 orang dengan taraf signifikan 0,1 adalah 0,444. Jika nilai koefisien korelasi Pearson dari suatu pertanyaan tersebut berada diatas nilai r tabel, maka pertanyaan tersebut valid.

1.4.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari waktu ke waktu.

Angket penelitian ini yang disusun sebelumnya telah diuji reliabilitas. Sampel untuk uji reliabilitas adalah 20 orang responden dilakukan pada salah satu satu universitas swasta fakultas kedokteran di Medan. Uji reliabilitas ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2012.

(46)

Tabel 4.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Untuk Tiap Pertanyaan dalam Angket

Variabel Nomor Pertanyaan

Total Pearson Correlation

Status Alpha Status

Pengetahuan 1 0,492 Valid 0,863 Reliabel

2 0,599 Valid Reliabel

3 0,611 Valid Reliabel

4 0,628 Valid Reliabel

5 0,561 Valid Reliabel

6 0,664 Valid Reliabel

7 0,599 Valid Reliabel

8 0,493 Valid Reliabel

9 0,554 Valid Reliabel

10 0,448 Valid Reliabel

11 0,581 Valid Reliabel

12 0,509 Valid Reliabel

13 0.465 Valid Reliabel

4.5. Penolahan dan analisis data 4.5.1. Pengolahan data

Menurut wahyuni (2007), pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu.

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. 2. Coding

(47)

3. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.

4. Cleaning

Pemeriksaan kembali semua data yang telah dimasukkan ke dalam koputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data. 5. Saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisis. 6. Analisis data

4.5.2. Analisis data

(48)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di jalan dr. Mansyur No.5 Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru dengan batas wilayah:

a.Batas Utara : Jalan dr. Mansyur, Padang Bulan b.Batas Selatan : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU c.Batas Timur : Jalan Universitas, Padang Bulan d.Batas Barat : Fakultas Psikologi USU

Fakultas ini memiliki berbagai ruang kelas, ruang laboratorium, ruang skills lab, ruang seminar, ruang perpustakaan, ruang PEMA, ruang POM, dll.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU tahun masuk 2009 dengan total responden 207 orang. Karakteristik responden yang diamati adalah usia, jenis kelamin, dan kelas.

5.1.2.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi (n) Presentase (%)

18 1 0,5

19 4 1,9

20 7 3,4

21 186 89,9

22 7 3,4

23 2 1,0

(49)

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa responden terbanyak terdapat pada usia 21 tahun yaitu sebanyak 186 orang (89,9%) dan yang paling sedikit terdapat pada usia 18 tahun yaitu 1 orang (0,5%).

5.1.2.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi (n) Presentase

Laki-Laki 95 45,9

Perempuan 112 54,1

Total 207 100

Dari tabel di atas dapat didapatkan bahwa sebagian besar resonden adalah berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 112 orang (54,1%), kemudian laki-laki yaitu sebanyak 95 orang (45,9).

5.1.2.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelas

Kelas Frekuensi (n) Presentase (%)

A1 50 24,2

A2 52 25,1

B1 52 25,1

B2 53 25,6

Total 207 100

(50)

5.2. Hasil Analisis Data

5.2.1. Distribusi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan

Data Lengkap distribusi jawaban responden untuk setiap pertaanyaan mengenai pengetahuan mahasiswa tentang penatalaksanan awal kegawatdaruratan dapat dilihat pada tabel 5.4

Tabel 5.4. Distribusi Jawaban Responden Menurut Pertanyaan

Pertanyaan Benar Salah

n % n %

1. Pengertian ABC 207 100,0 0 0,0

2. Cara memastikan jalan napas bebas 177 85,5 30 14,5

3. Kontraindikasi head tilt 167 80,7 40 19,3

4. Cara membebaskan jalan napas 206 95,5 1 0,05

5. Tindakan airway 165 79,7 42 20,3

6. Aliran reservoir oksigen 106 51,2 101 48,8

7. Resusitasi pasien open pneumotoraks

163 78,7 44 21,3

8. Deteksi perubahan oksigenasi 189 91,3 18 8,7 9. Menilai keadaan hemodinamik 165 79,7 42 20,3

10. Menghitung skor GCS 157 75,8 50 24,5

11. Cara memeriksa punggung pasien 207 100,0 0 0,0 12. Tindakan pencegahan hipotermi 108 52,2 99 47,8 13. Penanganan kasus gawat darurat 190 91,8 17 8,2

(51)

Fitting Oxygen Reservoir Face Mask) dengan aliran?”,yaitu sebanyak 106 responden (51,2%).

Berdasarkan hasil uji pengetahuan tersebut, maka tingkat pengetahuan dklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup, dan kurang. Dari hasil penelitian diperoleh kelompok responden tertinggi memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik yaitu sebanyak 192 orang (92,8%), kemudian kelompok responden yang memiliki tingkat pengetahuan cukup yaitu sebanyak 14 orang (6,8%) serta kelompok responden terendah dengan kategori tingkat pengetahuan kurang sebanyak 1 orang (0,5%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden Mengenai Penatalaksanaan Awal Kegawdaruratan

Pengetahuan Frekuensi (n) Presentase (%)

Baik 192 92,8

Cukup 14 6,8

Kurang 1 0,5

Total 207 100

5.2.2. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Usia

Tingkat pengetahuan responden juga dideskripsikan berdasarkan karakteristik responden yaitu usia, jenis kelamin, dan kelas. Sebaran distribusinya berupa frekuensi.

(52)

Tabel 5.6. Distribusi Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Usia

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa pengetahuan responden berdasarkan usia, mayoritas responden pada usia 21 tahun memliki pengetahuan baik, yakni sebanyak 171 orang.

5.2.3. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.7. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Jenis Kelamin tingkat pengetahuan

Total

Jenis Kelamin baik cukup kurang

Laki-laki Perempuan

89 6 0 95

103 8 1 112

(53)

5.2.4. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Kelas Tabel 5.8. Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Berdasarkan Kelas

tingkat pengetahuan

Total

Kelas Responden Baik cukup kurang

A1 A2 B1 B2

47 2 1 50

49 3 0 52

46 6 0 52

50 3 0 53

Berdasarkan tabel 5.8 dapat dilihat bahwa responden yang berasal dari kelas B2 memiliki pengetahuan baik paling banyak yaitu sebanyak 50 orang.

5.3. Pembahasan

5.3.1. Analisis Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, dan kelas.

Berdasarkan karakterisktik-karakteristik tersebut, dari penelitian ini diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 186 orang (89,9%) berusia 21 tahun (tabel 5.1), untuk jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 112 responden (54,1%) (Tabel 5.2), sedangkan menurut kelas sebanyak 53 responden (25,6%) (Tabel 5.3) adalah kelas B2.

5.3.2. Tingkat Pengetahuan

(54)

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak 207 responden (100%) telah memiliki pengetahuan yang baik mengenai tahap awal primary survey yaitu ABCDE. Pergerakan dinding dada yang adekuat merupakan salah satu cara memastikan bahwa jalan nafas sudah bebas dan sebanyak 177 responden (85,5%) telah menjawab dengan benar. Disamping itu sebanyak responden 167 (80,7%) mengetahui bahwa head-tilt tidak dapat dilakukan pada pasien-pasien dengan maupun yang dicurigai adanya cedera tulang leher, dan sebanyak 206 (95,5%) responden mengetahui jaw thrust merupakan salah satu cara untuk membebaskan jalan nafas yg ditampilkan melalui gambar. Sebanyak 165 responden (79,7%) mengetahui bahwa pada penderita yang tidak sadar dan tidak terdapat refleks muntah dapat dilakukan tindakan oro-pharyngeal airway, sementara itu menurut ATLS, 2004 pada penderita yang masih memberikan respon naso-pharyngeal airway lebih disukai karena lebih bisa diterima dan kecil kemungkinannya merangsang muntah. Cara terbaik memberikan oksigen adalah dengan menggunakan masker wajah yang melekat ketat dengan reservoir oksigen (tight-fitting oxygen reservoir face mask) dengan aliran 10-12 L/menit dimana sebanyak 106 (51,2%) responden yang menjawab dengan baik.

Bila dicurigai pasien mengalami open pneumotoraks, maka resusitasi yang dilakukan adalah menutup luka dengan kain kasa yang di plester pada tiga sisi (flutter-type valveefect) dimana sebanyak 163 (78,7%) reponden menjawab dengan baik.

(55)

harus dianggap disebabkan oleh hipovolemia, sampai terbukti sebaliknya (ATLS, 2004). Sebanyak 157 (75,8%) responden mengetahui dengan baik cara menghitung skor GCS pada kasus, cara cepat dalam mengevaluasi status neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale) merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat dilakukan pada saat survey sekunder (Jumaan, 2008). Log-roll merupakan cara memeriksa punggung pasien untuk menilai semua kelainan di tubuh agar tidak memperburuk keadaan pasien dimana sebanyak 207 (100%) responden menjawab dengan baik. Sebanyak 108 (52,2%) responden mengetahui dengan baik bahwa setelah membuka seluruh pakaian pasien, maka harus segera menyelimuti pasien agar terhindar dari hipotermi bukan bertujuan agar pasien cepat mengalami hipotermi. Penanganan kasus gawat darurat terdapat fase pra-rumah sakit dan fase pra-rumah sakit, dimana pada fase pra-pra-rumah sakit selain tenaga kesehatan akan terlibat pula orang awam, dan sebanyak 190 (91,8%) responden menjawab dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian, didapati bahwa sebanyak 192 responden (92,8%) yang mengikuti penelitian ini memiliki tingkat pengetahuan baik, kemudian diikuti dengan responden yang memiliki tingkat pengetahuan yang cukup sebanyak 14 responden (6,8%), dan responden dengan tingkat pengetahuan kurang sebanyak 1 responden (0.5%).

(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan uraian-uraian yang telah dipaparkan, maka dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan:

1. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun masuk 2009 berada pada kategori baik, yaitu sebanyak 192 responden (92,8%).

2. Berdasarkan karakteristik-karakteristik responden dari hasil penelitian ini diketahui bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 186 orang (89,9%) berusia 21 tahun untuk jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu sebanyak 112 responden (54,1%)), sedangkan menurut kelas sebanyak 53 responden (25,6%) adalah kelas B2.

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh peneliti dalam menyeselesaikan penelitian ini, peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak kekurangan. Untuk itu ada beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

1. Masukan kepada organisasi kemahasiswaan di FK USU, untuk lebih aktif dalam membuat seminar serta pelatihan penatalaksanaan awal kegawatdaruratan.

2. Masukan kepada mahasiswa, untuk mempertahankan pegetahuan yg sudah baik, dan lebih meningkatkan aplikasi-aplikasi dalam menjalankannya, serta meningkatkan kesadaran untuk ikut aktif pada seminar-seminar pelatihan-pelatihan yang di adakan di fakultas.

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Alkatiri, J., Bakri, S., 2007. Resusitasi Kardio-pulmoner. In: Sudoyo, et al. Ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Universitas Indonesia, 173-176.

Alwi, Hasan, et al., 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

American Collage of Surgeon, 2004. Advanced trauma Life Support for Doctors 7th Edition. Terjemahan Komisi Trauma Ikatan Ahli Bedah Indonesia.

Arifin, H., 2012. Airway Management. Dalam: Hakim, A.A., et al. Modul Keterampilan klinik. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, 8-14.

Arikunto, S., 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Berkow, L.C., 2004. Strategies for Airway Management. In: Best Practice and Research Clinical Anaesthesiology. Elseiver 18 (4): 531. Available from:

www.sassit.co.zaJournalsPeri-

operative%20careAirwaystrategies%20for%20airway%management.pdf.

[Accessed 10 april 2012]

Dolan, B., Holt, L., 2008. Trauma Life Support. In: Holt, L., ed. Accident and Emergency. 2th ed. Philadelphia: Elseiver,

Gergory, P., Mursell, L., 2010. Manual of Clinical Paramedic Procedures. United Kingdom: Wiley-Blackwell, 1-15. Available from:

http://books.google.co.id/books?id=WuxCitWbH2o&pg=PA2&lpg=PA2&

(58)

ig=yoUbT_8SRQS2Lbox5ezOpMz2nk&hl=id&sa=X&ei=HRetT_mZLMr

hrAfx0P2ADA7ved=0CHE. [Accessed 15 Mei 2012].

Hafen, B.Q., Ph.D., Karren, K.J., Ph.D. 1992. Patient Assessment. In: Hafen, B.Q., Ph.D., Karren, K.J., Ph.D., ed. Prehospital Emergency Care and Crisis Intervention. 4th ed. New Jersey: Prentice Hall.

Hagberg, C., Georgi, R., Krier, 2005. Complications of Managing the Aiway. In: Best Practise and Research Clinical Anaesthesiology. Elsevier 19 (4): 641.

Available from:

http://clinicaldepartments.musc.edu/anesthesia/education/medicalstudent/o

utline/airway%20complications.pdf. [Accesed 17 april 2012].

Herkutanto, Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Available from :

http://mki.idionline.org/index.php?uPage=mki.mki_dl&smod=mki&sp=pu

blic&key=OTktMTM. [Accesed 30 maret 2012].

Jones, Bartlett Publishers, inc. 1996. Pertolongan Pertama dan RJP. Edisi II. Jakarta: EGC, 1-8.

Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A., 2010. Sumbangan Ilmu Pengetahuan Psikososial terhadap Perilaku Manusia. Dalam: Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A., ed. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Bina Aksara Publisher, 246-347.

Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK), 2006. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Available from:

(59)

Morgan Jr, G.E., S, Mikhail, M.S, Murray, M.J., 2006. Airway Management. In: Morgan Jr, G.E., Mikhail, M.S., Murray, M.J., ed. Clinical Anesthesiology. 4th ed. USA: The McGraw-Hill Companies.

Notoatmodjo, S., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 127-130.

Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat Imu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta, 143-146.

Roppolo, L.P., Davis, D., Kelly, S.P., Rosen, P., 2007. Airway management. In: Kene, M., Davis, D., ed. Emergency Medicine Handbook Critical Concept for Clinical Practice. Philadelphia: Elseiver, 25-43.

Roppolo, L.P., Davis, D., Kelly, S.P., Rosen, P., 2007. General Approach to Life-Threatening Emergencies. In: Buono, C., Davis, D., barth, R., ed. Emergency Medicine Handbook Critical Concept for Clinical Practice. Philadelphia: Elseiver, 20-25.

Rosenblatt, W.H., Sukhupragan, W., 2009. Airway Management. In: Clinical Anesthesia. 6th ed. Lippincott Williams & Wilikins 29:3.

http://criticalcaremedicine.pbworks.com/f/Barash%20Airway%20Manage

ment.pdf. [Accessed 5 April 2012].

Sastroasmoro, S., Ismael, S., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ketiga. Jakarta: CV. Sagung Seto.

(60)

Sherwood, L., 2001. Sistem Pernapasan. Dalam: Sherwood, L., ed. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC, 410-411.

Skeet, M., 1995. Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan dan Pertolongan Pertama. Edisi 2. Jakarta: EGC, 1-16.

Smith, T., Davidson, S., 2007. Dokter di Rumah Anda. Jakarta: Dian Rakyat, 290-296.

Sudjito. 2007. Gawat Darurat. Bandung: Remaja Karya.

Wahyuni, A.S., 2008. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication.

Walls, M.H., 2010. Airway. In: Walls, M.H., ed. Rosen’s Emergency Medicine Concept and Clinical practice. 7th ed. Philadelphia: Elsevier, 28-47.

(61)

Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Chairunnisa Nasution

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 21 juli 1991

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jalan Perjuangan GG. Mulia No. 17 Medan

Nomor Telepon : 083197455665

Orang Tua : Ayah : Drs. Budi nasution

Ibu : Huaimah dalimunthe Riwayat Pendidikan : 1. TK AN-NISSA (1996-1997)

2. Sekolah dasar Negeri 060855 (1997-2003)

3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 12 Medan (2003-2006)

4. Sekolah Menengah Atas Swasta Gajah Mada Medan (2006-2009)

Riwayat Organisasi : 1. Anggota HMI periode 2009-2010

2. Panitia Baksoswil-1 ISMKI PEMA FK USU 2011 Medan

(62)

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN

Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera

Pertama-tama saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaanya meluangkan waktu untuk mengisi surat persetujuan ini.

Nama saya Chairunnisa Nasution. Saya sedang menjalani kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU) tahun masuk 2009. Saat ini saya sedang mengerjakan penelitian guna melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran.

Saya akan mengadakan penelitian dengan judul “Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Tahun Masuk 2009 Mengenai Penatalaksanaan Awal Kegawatdaruratan”. Saya mengikutsertakan saudara dalam penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan saudara mengenai penatalaksanaan awal kegawatdaruratan. Untuk itu, saya mengharapkan kesediaan dan kerja sama dari saudara. Informasi yang didapat tidak akan digunakan untuk maksud-maksud lain selain untuk kepentingan penelitian ini.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat bebas, dan sukarela. Bebas untuk ikut atau menolak tanpa adanya sanksi apapun. Pada penelitian ini identitas saudara akan dirahasiakan dan kerahasiaan akan dijamin sepenuhnya.

Demikian yang dapat saya beritahukan. Atas kesediaan saudara saya ucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga partisipasi Saudara dalam penelitian ini membawa manfaat besar bagi kita semua.

Gambar

Gambar 2.1. Head-tilt, chin-lift maneuver (sumber : European
Gambar 2.2. Jaw-thrust maneuver (sumber : European Resusciation
Gambar 2.3. Oropharingeal Airway (sumber : The McGraw-Hill
Gambar 2.4. Look, listen, and feel (sumber : European Resusciation
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan Mahasiswa FK USU yang menggunakan lensa kontak terhadap dampak negatif penggunaannya berada pada kategori sedang..

Sedangkan mayoritas responden, yaitu 33 orang dengan persentase 66% mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang mengenai faktor resiko terjadinya kanker serviks.. Dapat dilihat

Ternyata masih banyak lagi kesempatan untuk melakukan perbaikan bagi mahasiswa kedokteran untuk memperoleh ilmu yang secukupnya supaya mempunyai kompetensi sebagai seorang

Apabila ditanyakan pada responden apakah benar mereka telah lupa akan pengambilan dosis,ramai responden yang kurang ingat tentangnya.Ini juga membuktikkan bahwa waktu dosis

Lembar persetujuan responden ini bertujuan untuk melakukan penelitian mengenai Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Dengan ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi menjadi salah satu responden dalam penelitian “ Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Paramedis telah menjawab suatu survei tentang IMS pada remaja dan jelas bahwa remaja &lt; 18tahun adalah golongan yang mempunyai pengetahuan yang paling rendah tentang IMS,

Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan stigma dan sikap otoriterisme antara mahasiswa tingkat awal dan mahasiswa tingkat akhir terhadap gangguan jiwa Kata Kunci: Stigma,