EKSPLOITASI HIJAB DALAM IKLAN PRODUK
MUSLIMAHKOSMETIK SOPHIE PARIS DI TELEVISI
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Erfa Dwi Jayanti
NIM. 1110051000111
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang disajikan untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk mendapat gelar Sarjana Komunikasi
Penyiaran Islam (S.Kom.I) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, atau
merupakan plagiat dari karya ilmiah orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2014
i
ABSTRAK
Erfa Dwi Jayanti1110051000111
EKSPLOITASI HIJAB DALAM IKLAN PRODUK MUSLIMAH
KOSMETIK SOPHIE PARIS DI TELEVISI
Televisi merupakan media komunikasi yang bersifat dengar-lihat ( audio-visual), sehingga dapat memberikan pengaruh yang kuat kepada pemirsanya. Besarnya pengaruh televisi bagi masyarakat, dimanfaatkan banyak pihak terutama produsen barang dan jasa untuk menawarkan suatu produk kepada masyarakat, yaitu dengan cara beriklan melalui televisi guna mempersuasi orang untuk membeli. Iklan yang sering ditayangkan di televisi salah satunya yaitu, iklan kosmetik. Iklan-iklan kosmetik yang ditayangkan di televisi pada umumnya akan memvisualisasikannya dengan menampilkan seorang wanita berparas cantik dan bertubuh sexy. Cantik merupakan salah satu perkara yang menjadikan seorang wanita lebih percaya diri. Sebab, citra wanita di media elektronik adalah wanita dapat menarik perhatian bagi konsumen karena wanita identik dengan kecantikan. Adapun pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana makna pemanfaatan hijab terhadap kecantikan wanita dalam iklan produk Muslimahkosmetik Sophie Paris di televisi berdasarkan teori semiotika Charles Sanders Peirce?
Selanjutnya, fokus penelitian adalah pada makna pemanfaatan hijab terhadap kecantikan wanita yang terdapat dalam iklan produk Muslimah kosmetik Sophie Paris di televisi dengan menggunakan model analisis semiotika Charles Sanders Peirce. Yang mana dalam teorinya, dibagike dalam tiga elemen utama yang disebut dengan teori segitiga makna (triangel meaning), terdiri dari representamen meliputi ikon, indeks, dan simbol, objek, dan interpretant.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dengan mengamati tayangan iklan Muslimah kosmetik Sophie Paris, wawancara dengan informan yang terkait, dan studi dokumentasi.
Hasil dari penelitian ini menemukan bahwaiklan dalam produk kosmetik Muslimah Sophie Paris menggambarkan kecantikan seorang wanita seutuhnya, baik kecantikan yang berasal dari luar maupun kecantikan yang berasal dari dalam (inner beauty). Makna yang terkandung dalam iklan ini sesuai dengan model semiotika Charles Sanders Peirce. Adapun kecantikan yang berasal dari luar, yaitu kecantikan fisik berupa kecantikan wajah dan tubuh, sedangkan kecantikan yang berasal dari dalam (inner beauty) yaitu kecantikan jiwa dan hati. Karena kecantikan fisik bukanlah modal utama, maka inner beauty lah yang membuat perempuan terlihat sempurna. Kemudian eksploitasi kecantikan fisik pada akhirnya menimbulkan kontroversi pada pribadi seseorang dan lingkungan sosial
ii
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya
yang tak terhingga bagi penulis. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad Saw, kepada keluarganya, para
sahabatnya, serta kita umatnya hingga akhir zaman.
Skripsi dengan judul “Eksploitasi Hijab Dalam Iklan Produk Muslimah
KosmetikSophie Paris di Televisi” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I). Dalam penyusunan
skripsi ini, penulis menyadari banyak terdapat kesalahan, kekurangan, dan
keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Namun, karena adanya semangat, doa, dan
bantuan dari berbagai pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini, sudah sepatutnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu. Sebuah kata yang tulus penulis
sampaikan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi H. Arief Subhan,
MA, Wakil Dekan I, Suparto, M. Ed. Ph. D, Wakil Dekan II, Drs.
Jumroni, M. Si, dan Wakil Dekan III, Dr. Sunandar, MA.
2. Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.
3. Fita Fathurokmah, M. Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam.
4. Rubiyanah, MA selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan banyak
iii
membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi. Semoga Allah
Swt selalu memberikan keberkahan kepada beliau.
5. Orang tua tercinta, bapak H. Purnomo S. Pd dan ibu Surati, serta kakak
tercinta Nurlita Christyaningsih S. Pi yang telah banyak membantu
memberikan do’a, dukungan moril maupun materi, serta kasih sayangnya
yang tidak pernah putus. Terimakasih telah menjadi orang tua dan kakak
yang sempurna bagi penulis.
6. Seluruh Dosen Pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mendidik dan banyak memberikan
ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama menempuh pendidikan di
UIN Syaraif Hidayatullah Jakarta. Semoga penulis dapat mengamalkan
ilmu yang telah bapak dan ibu berikan.
7. Staff Tata Usaha, Perpustakaan, dan Karyawan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membantu penulis dalam urusan administrasi serta
peminjaman buku-buku literatur sebagai referensi dalam penulisan skripsi.
8. Mba Neni Prianti Rahayu selaku Asisten Business Center Putra Sophie Paris, yang telah berbaik hati meluangkan waktu dan kesabarannya untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti.
9. Teman-teman KPI angkatan 2010, terutama keluarga besar KPI D (Karlia
Zainul, Arista Rahma Pangastuti, Izzatunnisa, Rika Alisha, Inayatul Fitria,
Anggy Agustin, Dwi Novita Rahmi, Isyana Tungga Dewi, Intan Purwatih,
Yusrina Rahma Dewi, Cory Carolina, Itha Basitha, Nadia Pratama, Fitri
Silviah, Nurul Fazriah, Nurmalisa Nazarani, dan lain-lain) yang telah
iv
10.Sahabat terbaik (Putri Novianti, Siti Nur Khayati, almh. Rizka Febrina
Muas, Fitria Aryani Susanti, Fiska Vania Putri, Nada Nur Halizah, Dara
Oktavianti, dan Natasya Agustina) yang selalu memberikan do’a dan
semangat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan
baik dan lancar.
11.Serta semua pihak yang mungkin lupa peneliti cantumkan namanya dan
telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Demikian pengantar dalam penelitian ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa
berkenan membalas segala kebaikan dan memberikan kebahagiaan bagi semua
pihak yang telah membantu. Selain itu penulis berharap, semogaskripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi siapapun yang membacanya, khususnya bagi
mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, September 2014
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...
i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ...
v
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah... 6
2. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian ... 6
2. Manfaat Penelitian ... 6
D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian ... 7
2. Pendekatan Penelitian ... 8
3. Metodologi Penelitian ... 9
4. Subjek dan Objek Penelitian ... 10
5. Sumber Data ... 10
6. Teknik Pengumpulan Data ... 10
7. Teknik Analisis Data ... 11
8. Teknik Keabsahan Data ... 11
E. Tinjauan Pustaka ... 13
F. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Semiotik 1. Teori Semiotik ... 17vi
2. Jenis Iklan ... 27
C. Televisi ... 30
D. Kecantikan... 34
E. Kecantikan Dalam Islam ... 36
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Sekilas Tentang Sophie Paris ... 42B. Sejarah Singkat Perusahaan ... 43
C. Visi dan Misi Sophie Paris ... 47
D. Tim Sophie Paris ... 47
E. Narasi Iklan Produk Muslimah Kometik ... 49
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Model Semiotika Charles Sanders Peirce ... 50B. Interpretasi Penelitian... 73
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 77B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA
... 79vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Semiotika Peirce ... 23 Tabel 2 Analisis Scene Satu (Wanita Memberikan Arahan) ... 52 Tabel 3 Analisis Scene Dua (Wanita Berusaha Merangkul Anak-Anak) .. 54 Tabel 4 Analisis Scene Tiga (Wanita Sedang Berjalan di Labirin) ... 56 Tabel 5 Analisis Scene Empat (Wanita Sedang Mendampingi Anak-Anak) 58 Tabel 6 Analisis Scene Lima (Tulisan Merk Produk) ... 60 Tabel 7 Analisis Scene Enam (Wanita Sedang Memakai Bedak) ... 62 Tabel 8 Analisis Scene Tujuh (Wanita yang Sedang Menggunakan Lipstik) 64 Tabel 9 Analisis Scene Delapan (Wanita yang Tersenyum dengan Mata
Berbinar-binar) ... 66 Tabel 10 Analisis Scene Sembilan (Wanita Tersenyum yang di Dampingi Dua
Anak Perempuan) ... 68 Tabel 11 Analisis Scene Sepuluh (Wanita Tersenyum dengan Posisi
BadanSedikit di Miringkan) ... 71 Tabel 12 Analisis Scene Sebelas (Rangkaian Produk Muslimah Kosmetik
viii
Gambar 1 Semiotika Peirce ... 22 Gambar 2 Seorang Wanita Memberikan Arahan kepada Tiga Orang
Anak ... 50 Gambar 3 Seorang Wanita Berusaha Merangkul Tiga Orang Anak ... 52 Gambar 4 Seorang Wanita Sedang Berjalan disebuah Labirin ... 54 Gambar 5 Seorang Wanita Sedang Mendampingi Empat Orang Anak
disebuah Labirin ... 56 Gambar 6 Tulisan Merk Produk Kosmetik ... 59 Gambar 7 Seorang Wanita Sedang Menempelkan Spon Bedak di
Pipinya ... 61 Gambar 8 Seorang Wanita Sedang Memakai Lipstik ... 63 Gambar 9 Seorang Wanita yang Tersenyum dengan Wajah Berninar-
Binar ... 65 Gambar 10 Wanita Tersenyum dengan Dua Anak Perempuan disamping
Kanan dan Kirinya ... 67 Gambar 11 Seorang Wanita Tersenyum dengan Posisi Badan Sedikit
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Media massa sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari komunikasi
manusia. Media massa kini telah menjadi salah satu alat yang penting sebagai
media penyampai pesan atau informasi kepada masyarakat karena melibatkan
penerima pesan dalam jumlah banyak serta tersebar dalam area geografis yang
luas, namun mempunyai perhatian minat dan isu yang sama. Karena itu, agar
pesan yang disampaikan dapat diterima serentak pada satu waktu yang sama,
maka digunakan perantara media seperti media elektronik dan ataumedia cetak.
Pada media elektronik, seperti televisi merupakan media yang paling
dominan dalam penyampaian pesan karena televisi adalah media komunikasi
yang bersifat dengar-lihat (audio-visual). Selain itu, dampak pemberitaan melalui televisi bersifat power full karena melibatkan aspek suara dan gambar sehingga lebih memberi pengaruh yang kuat kepada pemirsanya.1 Dengan
menyajikan gambar bergerak, khalayak seakan merasa terlibat langsung dalam
situasi batin tertentu yang dapat lebih mendekatkan khalayak yang
bersangkutan dengan program yang tengah disajikan.
Kemudian, saat menonton televisi kita pasti akan melihat berbagai
tayangan iklan, baik iklan layanan masyarakat maupun iklan komersil yang
menawarkan produk dan jasa. Pertumbuhan kreativitas iklan berhubungan erat
dengan kompetisi antara pengiklan dan pertumbuhan media sebagai sarana
1
beriklan. Begitu dekatnya televisi dengan masyarakat, mengundang banyak
pihak terutama produsen barang dan jasa untuk memanfaatkan televisi sebagai
media yang efektif, guna menawarkan suatu produk yang ditujukkan kepada
masyarakat, sekaligus bertujuan untuk mempersuasi orang agar mau membeli.
Masyarakat Indonesia yang beragam agama dan budaya membuat warna
tersendiri bagi dunia pertelevisian di Indonesia. Baik industri televisi maupun
periklanan, membutuhkan ide-ide baru untuk mencari perhatian khalayak
maupun konsumen. Tidak hanya program-program televisi saja yang
menampilkan sesuatu yang berbeda sesuai dengan situasi yang ada ditengah
masyarakat, tetapi para pembuat iklan pun merasa perlu memanfaatkan peluang
dalam setiap waktu dan kesempatan.
Salah satu bentuk iklan yang paling menarik di televisi saat ini adalah
iklan yang menggambarkan atau merepresentasikan tentang perempuan. Ada
terdapat banyak nilai yang ditanam oleh pengiklan produk melalui tayangan
iklan tersebut. Dengan mengeksploitasi perempuan dalam iklan, seringkali
kecantikan dan keindahan wanita dipandang hanya melalui physical belaka dan mengabaikan aspek-aspek kerohanian, perasaan, pikiran, dan spiritualitas.
Mayoritas perempuan dalam setiap kelompok mempersepsikan media
terlibat dalam menciptakan kecantikan sempurna. Media dilihat sebagai
sesuatu yang memberikan resep ketimbang netral dalam menggambarkan
kecantikan perempuan, dan dilukiskan oleh sebagian kaum perempuan sebagai
manipulator atau rekayasa suatu citra yang harus dipatuhi oleh kaum
3
perempuan melalui media pada dasarnya memberi pesan kepada Anda bahwa
seharusnya Anda terlihat seperti itu.2
Wanita pada dasarnya ingin selalu tampil cantik disegala situasi, ingin
terlihat menarik dan senantiasa terawat, serta ingin dan senang diperhatikan.
Banyak cara dilakukan dalam usaha untuk merawat dan menjaga kecantikan
wanita. Melihat fenomena yang ada pada kondisi demikian, perusahaan yang
bergerak dibidang fashion dan kosmetik dituntut jeli akan keinginan pasar dan
melakukan pemasaran yang gencar dalam usaha meraih pangsa pasar yang
lebih luas lagi.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, tubuh telah muncul dalam perdebatan
teoritis, terutama dalam sosiologis. Peningkatan perhatian sosiologi terhadap
tubuh ini antara lain diawali oleh munculnya budaya konsumsi dalam paruh
kedua abad ke-20, yang menyoroti tubuh sebagai objek pameran, suatu
tampilan untuk dirancang, dipahat, dan dibentuk melalui aturan-aturan
‘kecantikan’, pakaian dan gaya hidup. Dua aspek penting hubungan yang baru
antara tubuh dan diri ini adalah pertama, penampilan tubuh meliputi suatu ekspresi individualitas dan identitas pribadi. Kedua, aturan-aturan tubuh meliputi strategi yang digunakan untuk mempertahankan, menciptakan, dan
mengendalikan penampilan tubuh seperti diet, latihan olahraga, pakaian, dan
pembedahan kosmetik. Kaum perempuan dihadapkan oleh citra-citra tubuh
ideal seperti yang digambarkan dalam iklan televisi.3 Nilai tentang tubuh ideal
sering dijumpai pada iklan suplemen, makanan, minuman, alat kesehatan,
ataupun iklan kosmetik.
2
Dedi Mulyana dan Solatun, Metode Penelitian Komunikasi (Jakarta: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h: 329
3
Salah satu produk kosmetik yang diiklankan di televisi saat ini adalah
Muslimah kosmetik Sophie Paris. Muslimah kosmetik Sophie Paris merupakan
salah satu produk kosmetik buatan dari Sophie Paris yang sudah dikembangkan
selama dua tahun belakangan ini. Berawal dari awareness akan kebutuhan perempuan terhadap produk kecantikan yang tidak saja berbahan natural, tetapi
juga halal dan aman. Rangkaian produk ini telah mendapat sertifikasi halal dari
JAKIM (Jabatan Kemajuan Islam Malaysia), lembaga sertifikasi halal milik
pemerintah Malaysia yang telah diakui oleh LPPOM MUI.4 Selain itu,
Muslimah kosmetik dari Sophie Paris ini adalah produk kosmetik halal pertama
di Indonesia yang dijual melalui sistem direct selling (MLM) sehingga memudahkan konsumen dalam memperoleh produk ini.
Iklan-iklan kosmetik yang ditayangkan di televisi pada umumnya akan
mevisualisasikannya dengan menampilkan seorang wanita cantik yang
berpakaian minim, bertubuh tinggi dan langsing, berambut hitam lurus, serta
berkulit putih. Citra wanita dalam iklan di media elektronik adalah wanita
dapat menarik perhatian bagi konsumen karena wanita identik dengan
kecantikan. Namun, berbeda halnya dengan iklan Muslimah kosmetikSophie
Paris yang ditayangkan di televisi.
Dalam iklan produk kosmetik ini jelas menggambarkan konsep wanita
cantik yang diinginkan oleh wanita masa kini namun tidak melupakan
ajaran-ajaran sebagai seorang muslim. Salah satunya adalah kewajiban menutup aurat
bagi kaum wanita. Yang mana dikatakan bahwa menutup aurat adalah sebuah
4
Artikel ini diakses pada tanggal 8 September 2014 dari
5
tuntutan syariat. Kewajiban agama yang tertuang dalam Al Qur’an dan sunnah
Nabi. Allah berfirman pada Q.S Al Ahzab : 59
“Wahai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, hendaknya mereka menutup
jilbabnya ke tubuhnya...”
Jilbab adalah pakaian seorang muslimah yang menutupi bagian-bagian
aurat kaum wanita. Islam mewajibkan kaum wanita untuk berhijab karena
memiliki banyak manfaat, seperti untuk memuliakan kaum wanita, untuk
kesehatan, dan untuk kecantikan. Selain itu, kewajiban menutup aurat
ditujukan untuk menjaga kehormatan. Kemudian, dampak dari jilbab adalah
untuk memperkenalkan manusia pada kecantikan yang sejati. Karena
kecantikan fisik bukanlah modal utama, maka inner beauty lah yang membuat perempuan terlihat sempurna. Eksploitasi kecantikan fisik pada akhirnya
menimbulkan kontroversi pada pribadi seseorang dan lingkungan sosial.
Cantik merupakan salah satu perkara yang menjadikan seorang wanita
lebih percaya diri. Oleh karenanya, tidak salah apabila setiap wanita
“terobsesi” untuk menjadi cantik. Namun menjadi cantik bukan hanya harus
terlihat menawan dari sisi luarnya saja, melainkan juga dari dalam diri. Karena
sejatinya, cantik tidak hanya tertuju pada paras tetapi juga pada hati. Cantik
hati meliputi cantik akhlak, artinya menjadi pribadi yang senantiasa mengikuti
Melihat hal tersebut, peneliti ingin mengkaji lebih lanjut makna pesan
yang terdapat dalam iklan tersebut dengan menggunakan analisa semiotika
yang berjudul “Eksploitasi Hijab Dalam Iklan Produk Muslimah Kosmetik Sophie Paris di Televisi.”
B.Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini penulis membatasi pada iklan Muslimah kosmetik
Sophie Paris yang ditayangkan di televisi.
2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
bagaimana makna pemanfaatan hijab terhadap kecantikan wanita dalam
iklan produk Muslimah kosmetik Sophie Paris di televisi berdasarkan teori
semiotika Charles Sanders Peirce?
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui makna
pemanfaatan hijab terhadap kecantikan wanita yang tersirat dalam iklan
Muslimah kosmetik Sophie Paris yang ditayangkan di televisi.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian yang memberikan
gambaran mengenai kajian simbol yang terkandung dalam sebuah iklan
7
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
khalayak yang menonton televisi tentang iklan dan pesan yang
terkandung dalam iklan tersebut.
D.Metodologi Penelitian
1. Paradigma penelitian
Paradigma dapat dikatakan sebagai cara pandang yang digunakan
untuk memahami kompleksitas yang ada dalam dunia nyata. Paradigma
tertanam kuat dalam sosialisasi penganut dan praktisinya, paradigma
menunjukkan pada mereka apa yang penting, sah dan juga masuk akal.
Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan pada mereka mengenai apa
yang harus dilakukan tanpa harus melakukan pertimbangan eksistensial
ataupun epistimologis yang panjang.5
Paradigma konstruktivis menganggap komunikan bersifat aktif.
Komunikan merupakan mahluk hidup yang memiliki akal dan pikiran dalam
menentukan sikap, sehingga apabila seseorang menyampaikan pesan kepada
orang lain, pesan yang diterima oleh orang tersebut akan di maknai berbeda.
Konstruktivis memandang setiap orang akan berbeda saat memahami atau
memaknai suatu pesan. Manusia memiliki latar belakang yang berbeda satu
dengan lainnya, walaupun dia hidup dalam satu lingkungan yang sarna.
Karena manusia memiliki pengalaman secara psikologis dan sosiologis yang
5
berbeda. Kedua hal ini yang membuat pemaknaan setiap orang
berbeda-beda.
Pandangan konstruktivis melihat realitas merupakan hasil bentukan
manusia. Realitas adalah bentuk penafsiran manusia. Realitas ada di dalam
pikiran manusia, bukan diluar pikiran manusia. Sehingga disebut realitas
subjektif.Dalam kajian media, konstruktivis tidak melihat media hanya
sebagai alat penyampaian pesan. Tetapi media merupakan alat
mengkonstruksi pesan. Media bukan cermin yang merefleksikan peristiwa
begitu saja. Sehingga apa yang kita lihat dimedia merupakan realitas yang
dibentuk. Dan realitas hasil bentukan itu dibuat sedemikian rupa agar
khalayak menyakini kebenarannya.6
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam pelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian kualitatif ialah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.7 Metodologi kualitatif ialah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundametal bergantung
pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan dalam
peristilahannya.Kemudian, jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif analisis. Penelitian deskriptif analisis adalah suatu bentuk
penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang
6
Dani Verdiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar (Jakarta: Indeks, 2008), cet-2 h. 50.
7
9
ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia.8 Fenomena
itu bisa berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan,
kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena
lainnya.
3. Metode Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model semiotika Charles
Sanders Peirce. Semiotik menurut Peirce merujuk kepada doktrin formal
tentang tanda-tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun
oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun – sejauh terkait dengan
pikiran manusia – seluruhnya terdiri atas tanda-tanda, karena jika tidak
begitu, manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas.
Dalam teorinya, Peirce membagi tanda kedalam tiga elemen utama
yang disebut dengan teori segitiga makna (triagel meaning), yang pertama, objek yaitu konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda-tanda yang
dirujuk tanda.9 Kedua, interpretant yaitu setiap tanda yang dipahami oleh
seseorang dalam membangkitkan atau berasosiasi dengan tanda lain di
dalam benaknya. Dan ketiga, representamen yaitu sesuatu yang bersifat
indrawi atau material yang berfungsi sebagai tanda. Kemudian dalam
representamen, dibagi lagi menjadi tiga bagian, yang terdiri dariikon yaitu
tanda yang mengandung kemiripan “rupa” sebagaimana dapat dikenali oleh
para pemakainya, indeks yaitu tanda yang memiliki keterikatan fenomenal
atau eksistensial diantara representamen dan objeknya, dan simbol yaitu
8
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Tindakan (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006), h. 72
9
jenis tanda yang bersifat arbriter dan konvensional sesuai kesepakan atau
konvensi sejumlah orang atau masyarakat.
4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah tim kreatif pembuat iklan
Muslimah kosmetik Sophie Paris. Sedangkan objek dalam penelitian ini
adalah iklan Muslimah kosmetik Sophie Paris.
5. Sumber Data
Sumber data ialah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data. Kemudian, bahan penelitian yang digunakan pada penelitian
ini adalah iklan Muslimah kosmetik Sophie Paris yang ditayangkan di
televisi.
6. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan iklan Muslimah kosmetik Sophie Paris, peneliti
melihat tayangan iklan di televisi kemudian mengkopi file dari internet.
Iklan inilah yang selanjutnya dijadikan bahan untuk menganalisis penelitian
ini. Untuk melengkapi data penelitian dipergunakan pula studi kepustakaan
untuk mencari referensi yang sesuai dengan tujuan penelitian dan
melakukan wawancara dengan narasumber.
Adapun pelaksanaan penelitian ini, menggunakan teknik
pengumpulan data yang akan dilakukan adalah melalui :
a. Observasi
Observasi pada iklan Muslimah kosmetik Sophie Paris dilakukan
dengan cara melihat televisi kemudian mengamati tayangan iklan
Muslimah kosmetik Sophie Paris pada tanggal 10 Juli 2014. Observasi,
11
pemeran dalam iklanMuslimah kosmetik Sophie Paris, kemudian
mencatat, memilih serta menganalisis sesuai dengan model penelitian
yang digunakan. Menurut Arikunto, observasi dapat diartikan sebagai
pengamatan, meliputi pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan
menggunakan seluruh alat indra.10
b. Wawancara
Wawancara dilakukan bersama Asisten Business Center PutraSophie Paris, Neni Prianti Rahayu, yang dilaksanakan tanggal 2 Oktober 2014,
di kantor Business Center Putra Sophie Paris, pada pukul 18.40 WIB. c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode untuk mencari data mengenai
hal-hal berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, agenda, dan sebagainya.11 Dokumen merupakan catatan peristiwa
yang telah berlalu, dapat berbentuk tulisan, gambar, karya-karya
monumental dari seseorang. Jadi, dokumentasi merupakan sumber data
yang digunakan untuk melengkapi penelitian yang memberikan informasi
bagi proses penelitian. Dalam hal ini, peneliti mengambil dokumentasi
iklan Muslimah kosmetik Sophie Paris dengan mengunduh file video dari
website www.sophieparis.com 7. Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul, kemudian
diklasifikasikan sesuai dengan pertayaan penelitian yang telah ditentukan.
Setelah data terklasifikasi, dilakukan teknik analisis data menggunakan
10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 145
11
teknik analisis semiotika model Charles S. Peirce. Pada penelitian ini,
peneliti hanya ingin melihat makna pemanfaatan hijab terhadap kecantikan
wanita melalui tanda-tanda yang terdapat dalam teks iklan, bukan untuk
mendeskontruksikan mitos yang ada pada teks iklan tersebut seperti dalam
tradisi semiotik Roland Barthes ataupun berfokus kepada semiotika
linguistik seperti dalam tradisi Ferdinand De Saussure. Pierce mengatakan,
sebuah tanda atau representamen ialah sesuatu yang bagi seseorang mewakili interpretant (sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas) yang mengacu kepada objek. Dengan kata lain, representamen memiliki
relasi ‘triadik’ langsung dengan interpretan dan objeknya. Peirce mengemukakan teori segitiga makna atau triagle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant.12 Tanda menurut Pierce terdiri dari ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol) yang didasari oleh relasi antara representamen dan objeknya.
8. Teknik Keabsahan Data
Dalam memahami kredibilitas (derajat kepercayaan) suatu
keabsahan data dapat ditempuh dengan menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu.13Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi
12
Indiawan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis dalam Penelitian dan Skripsi Komunikasi(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 17
13
13
yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode
kualitatif. Hal tersebut dapat diperoleh dengan cara, yaitu:
a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
Misalnya untuk mengetahui lebih detail mengenai iklan Muslimah kosmetik Sophie Paris, maka peneliti melakukan wawancara dengan
Asisten BC Putra Sophie Paris.
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa
yang dilakukannya secara pribadi. Dalam hal ini peneliti mengecek
validitas sebuah wawancara dengan satu pihak dan mengkrosceknya
kepada pihak yang bersangkutan soal apa yang dikatakannya terhadap
realitasnya dihadapan orang lain.
c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang
berkaitan.Dalam hal ini, peneliti memanfaatkan dokumen atau data
sebagai bahan perbandingan.
E.Tinjauan Pustaka
1. Representasi Maskulinitas Dalam Iklan Man Toiletries (Studi Semiotika
Iklan Televisi Serial Vaseline Men Body Lotion Versi ‘Pemotretan’ Dan
Vaselin Men Face Moisturizer Versi ‘Gym’) oleh Yoga Pradipta Ramadhan
tahun 2012, Ilmu Komunikasi, UI Depok.
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan
model analisis semiotik Charles S. Peirce. Dalam penelitian ini,si peneliti
ingin mencoba menggali tanda-tanda yang merepresentasikan maskulinitas
yang ditayangkan di televisi, dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa
representasi maskulinitas dalam kedua iklan tersebut menggunakan stereotip
lama dan mencoba membawa representasi baru yaitu sosok pria yang peduli
dengan kesehatan kulitnya.
2. Representai Kecantikan Dalam Iklan Parfum Elle Shocking (Studi Semiotik
Representasi Kecantikan Barat dalam Iklan Parfum Elle Shocking
“Yvessaintlaurent” Pada Majalah Cosmopolitan Edisi September 2009)
Oleh Mamik Triwindarti Tahun 2010, Ilmu Komunikasi, UPN Surabaya.
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan
model analisis semiotik Charles S. Peirce dengan tujuan untuk mempelajari
dan mengetahui representasi kecantikan barat pada iklan parfum Elle
Shocking. Kemudian, hasil yang diperoleh dalam penelitian representasi
kecantikan barat dalam iklan Elle Shocking “YvesSaintLaurent” yaitu dapat
dilihat dari gambar perempuan barat yang menunjukkan kecantikan ala barat
dan di dukung dengan diperlihatkan ciri-ciri fisiknya yaitu langsing, hidung
mancung, dagu lancip, mata berwarna, kulit putih serta gaya hidupnya (life style). Kriteria ini dianggap oleh perempuan Indonesia sebagai suatu konsep cantik yang benar dan apa adanya atau dapat dikatakan bahwa cantik itu
memang seperti itu.
3. Membaca Makna Di Balik Tiga Iklan Produk Pencoklatan Kulit Nivea :
Representasi Kecantikan Perempuan di Jerman Oleh Puti Parameswari
tahun 2012, Studi Jerman, UI Depok.
Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan
15
akan menganalisis kecantikan perempuan serta pergeseran mitos kecantikan
yang ditampilkan oleh tiga iklan produk pencoklatan kulit Nivea di Jerman,
khususnya warna kulit. Tujuannya adalah untuk menjabarkan representasi
kecantikan perempuan dan identitas masyarakat yang terdapat dalam iklan
produk pencoklat kulit Nivea. Kemudian hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa identitas budaya bagi masyarakat konsumen,
khususnya perempuan, dikonstruksikan secara hegemoni melalui media
iklan. Segala representasi kecantikan perempuan dalam iklan adalah hal
yang dikonstuksi oleh pihak dominan (patriarki).
F. Sistematika Penulisan
Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima Bab, setiap bab dirinci
dalam sub bab sebagai berikut:
BAB I : Pendahuluan, meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian (Paradigma Penelitian, Pendekatan Penelitian,
Metodologi Penelitian, Subjek dan Objek Penelitian, Sumber
Penelitian, Teknik Pengumpulan Data meliputi observasi,
wawancara, dan dokumentasi, Teknik Analisis Data, serta Teknik
Keabsahan Data), Tinjauan Pustaka, dan Sistematika Penulisan.
BAB II : Landasan Teori, meliputi Tinjauan Umum Semiotik yang meliputi Teori Semiotik dan Semiotika Charles Sanders Peirce, Iklan yang
meliputi definisi, jenis, dan fungsi iklan, Televisi yang meliputi
definisi dan fungsi televisi, Definisi Kecantikan, dan Kecantikan
BAB III : Gambaran Umum, membahas Sekilas Tentang Sophie Paris, Sejarah Sophie Paris, Visi Misi Sophie Paris, Tim Sophie Paris,
serta Narasi iklan Produk Muslimah kosmetik Sophie Paris.
BAB IV : Analisis Semiotik Iklan, bab ini membahas tentang Identifikasi Makna yang Tersirat Pada Tayangan Iklan Muslimah kosmetik
Sophie Paris yang ditayangkan di Televisi Menggunakan Model
Semiotik Charles Sanders Peirce, serta Interpretasi Penelitian.
17
BAB II
Landasan Teori
A.Tinjauan Umum Semiotik 1. Teori Semiotik
Semiotika merupakan studi yang mempelajari makna atau arti dari
suatu tanda atau lambang.1 Menurut Saussure, semiotika merupakan sebuah
ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda ditengah masyarakat, dengan
tujuan untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-tanda beserta
kaidah-kaidah yang mengaturnya. Menurut Barthes, semiotika atau
semiologi pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan
(humanity) memaknai hal-hal (things). Sedangkan semiotik menurut Peirce merujuk kepada doktrin formal tentang tanda-tanda. Kemudian yang
menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda-tanda: tak hanya
bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan
dunia itu sendiri pun – sejauh terkait dengan pikiran manusia – seluruhnya
terdiri atas tanda-tanda, karena jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa
menjalin hubungannya dengan realitas. Jadi, semiotika adalah suatu disiplin
yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang terjadi dengan sarana
signs‘tanda-tanda’ dan berdasarkan pada sign system (code) ‘sistem tanda’.
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani
‘Semeion’ yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu
yang dapat mewakili sesuatu yang lain. Sedangkan secara terminologis,
1
semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan
luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda.2
Tujuan utama dari semiotika adalah mempelajari bagaimana media massa
menciptakan atau mendaur ulang tanda untuk tujuannya sendiri.3 Tugas
utama peneliti semiotik adalah mengamati (observasi) terhadap fenomena
atau gejala disekelilingnya melalui berbagai “tanda” yang dilihatnya. Tanda
sebenarnya representasi dari gejala yang memiliki sejumlah kriteria, seperti:
nama (sebutan), peran, fungsi, tujuan, keinginan. Tanda tersebut berada
pada kehidupan manusia. Dan menjadi sistem tanda yang digunakannya
sebagai pengatur kehidupannya. Oleh karenanya tanda-tanda itu (yang
berada pada sistem tanda) sangatlah akrab dan bahkan melekat pada
kehidupan manusia yang penuh makna.
Semiotika berupaya menemukan makna tanda termasuk hal-hal yang
tersembunyi dibalik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda
sifatnya amat kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut.
Pemikiran pengguna tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai
konstruksi sosial di mana penggguna tanda tersebut berada.4
Dalam pandangan Saussure, makna sebuah tanda sangat dipengaruhi
oleh tanda yang lain. Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang
beranjak keluar kaidah tata bahasa dan yang mengatur arti teks yang rumit,
tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian
menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti
2
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 7
3
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media (Yogyakarta: JALASUTA, 2010), h. 40
4
19
penunjukan (denotative) kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda.
Sebagai metode kajian, semiotika memperlihatkan kekuatannya di
dalam berbagai bidang seperti, antropologi, sosiologi politik, kajian
keagamaan, media studies, dan culture studies. Sebagai media penciptaan, semiotika mempunyai pengaruh pula pada bidang-bidang seni rupa, seni
tari, seni film, desain produk, arsitektur, termasuk desain komunikasi visual.
Pada dasarnya penjelasan semiotik sebagai sebuah kajian kedalam
berbagai cabang keilmuan dimungkinkan karena adanya kecenderungan
untuk memandang berbagai wacana sosial sebagai fenomena bahasa.
Dengan kata lain, bahasa dijadikan model dalam berbagai wacana sosial.
Berdasarkan pandangan semiotik, bila seluruh praktik sosial dapat dianggap
sebagai fenomena bahasa, maka semuanya dapat pula dipandang sebagai
sebagai tanda-tanda. Hal ini di mungkinkan karena luasnya pengertian dari
tanda itu sendiri.
2. Semiotika Charles Sanders Peirce
Charles Sanders Peirce ialah seorang ahli matematika dari Amerika
Serikat yang sangat tertarik pada persoalan lambang-lambang. Peirce lahir
pada 10 September 1839 di Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat dan
meninggal pada 19 April 1914 di Milford, Pennsylvania Amerika Serikat. Ia
terkenal karena teori tandanya. Dilingkup semiotika, ia sering kali
mengulang-ngulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili
Sebuah tanda atau representament menurut Peirce adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal dan
kapasitas. Sesuatu yang lain itu disebut interpretant.5Menurutnya, dalam pengertian tanda terdapat dua prinsip, yaitu penanda (signifier) atau yang menandai dan petanda (signified) atau yang merupakan arti tanda.
Semiotika memiliki tiga wilayah kajian:
1. Tanda. Wilayah ini meliputi kajian mengenai jenis tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda di dalam menghasilkan makna, dan
cara tanda tersebut berhubungan dengan orang yang menggunakannya.
2. Kode-kode atau sistem di mana tanda-tanda diorganisasi. 3. Budaya tempat di mana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi.
Peirce merujuk bagan tiga dimensi ini sebagai pertamaan,
ke-duaan, dan ke-tigaan. Tanda mulai sebagai struktur sensorik, yaitu sebagai
sesuatu yang dibuat untuk mensimulasi objek dalam kerangka properti
sensoriknya. Kemudian tanda digunakan oleh pengguna tanda untuk
membangun koneksi dengan objek, bahkan jika objek aktualnya tidak hadir
untuk dipersepsi indera (=ke-duaan). Dan terakhir, tanda itu sendiri menjadi
sumber pengetahuan mengenai dunia, saat ia memasuki dunia budaya dan di
distribusikan untuk penggunaan umum (=ke-tigaan).6
Peirce menandaskan bahwa kita hanya dapat berpikir dengan medium
tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Ia dikenal
dengan grand teory, karena gagasan Peirce bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem panandaan. Peirce mengidentifikasi partikel
5
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2013), h. 18
6
21
dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam
struktur tunggal.7
Upaya klasifikasi yang dikerjakan oleh Peirce terhadap tanda-tanda
sungguh tidak bisa dibilang sederhana, melainkan sangatlah rumit.
Meskipun demikian, pembedaan tipe-tipe tanda yang agaknya paling simpel
dan fundamental adalah diantara ikon (ikon), indeks (index), dan simbol (symbol) yang didasarkan atas relasi diantara representament dan objeknya.
Ikon adalah tanda yang mengandung kemiripan “rupa” sebagaimana
dapat dikenali oleh para pemakainya. Di dalam ikon, hubungan antara
representamen dan objeknya terwujud sebagai “kesamaan dalam berbagai
kualitas”. Suatu peta atau lukisan misalnya, memiliki hubungan ikonik
dengan objeknya sejauh keduanya terdapat keserupaan.
Indeks yaitu tanda yang memiliki keterikatan fenomenal atau eksistensial diantara representamen dan objeknya. Di dalam indeks
hubungan antara tanda dan objeknya bersifat konkret, aktual, dan biasanya
melalui suatu cara yang sekuensial atau kausal (sebab akibat). Misalnya,
jejak kaki dipermukaan tanah, merupakan indeks dari seseorang yang telah
lewat disana.
Simbol merupakan jenis tanda yang bersifat arbriter dan konvensional sesuai kesepakan atau konvensi sejumlah orang atau masyarakat.
Tanda-tanda seperti kebahasaan pada umumnya adalah simbol-simbol. Simbol
biasa diartikan sebagai suatu lambang yang ditentukan oleh objek
dinamisnya dalam arti ia harus benar-benar diinterpretasi. Interpretasi yang
7
dimaksudkan adalah satu upaya pemaknaan terhadap lambang-lambang
simbolik dengan melibatkan unsur dari proses belajar, berdasarkan
pengalaman sosial dan kesepakatan dalam masyarakat tentang makna
lambang tersebut. Contoh, bendera disepakati sebagai lambang yang bersifat
simbolik dari suatu bangsa yang karenanya seluruh warga melakukan
penghormatan terhadapnya.
Representamen adalah sesuatu yang bersifat indrawi atau material yang berfungsi sebagai tanda. Kehadirannya membangkitkan interpretan,
yakni suatu tanda lain yang ekuivalen (arti yang sama), di dalam benak
seseorang (interpreter).
Interpretan, setiap tanda yang dipahami oleh seseorang dalam membangkitkan atau berasosiasi dengan tanda lain di dalam benaknya.
Tanda yang kemudian ini merupakan interpretan dari yang pertama. Contoh:
sebuah gambar mata menyebabkan munculnya kata mata sebagai interpretan
di dalam benak seseorang. Sering kali kita menginterpretasikan sebuah ikon
melalui simbol atau sebaliknya, simbol melalui ikon.
Gambar 1 Semiotika Peirce
Sumber:Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), h. 268
Sign
23
Tabel 1 Semiotika Peirce Jenis Tanda
(Representamen)
Hubungan antar Tanda dan
Sumber Acuannya Contoh
Ikon
Tanda dirancang untuk
merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau pesanan (artinya, sumber acuan dapat dilihat, di dengar, dan seterusnya).
Segala macam gambar (bagan, diagram, dan lain-lain), photo, dan seterusnya.
Indeks
Tanda dirancang untuk
mengindikasikan sumber acuan atau saling menghubungkan sumber acuan.
Jari yang menunjuk, kata keterangan seperti di sini, di sana, kata ganti seperti aku, kau, ia, dan seterusnya.
Simbol
Tanda dirancang untuk
menyandikan sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan.
Simbol sosial seperti mawar, simbol mate-matika, dan seterusnya.
Sumber: Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2006), h. 266
B.Iklan
1. Pengertian Iklan
Iklan bagian sebuah dunia magis yang dapat mengubah komoditas
kedalam kegerlapan yang memikat dan mempesona. Sebuah sistem yang
keluar dari imajinasi dan muncul kedalam dunia nyata melalui media.8
Iklan memiliki dasar yang kuat, di mana iklan televisi telah mangangkat
medium iklan kedalam konteks yang sangat kompleks namun jelas,
berimajinasi namun kontekstual, penuh dengan fantasi namun nyata.
Padahal televisi hanya mengandalkan kemampuan audiovisual dan
prinsip-prinsip komunikasi massa sebagai media konstruksi.
8
Istilah advertising (periklanan) berasal dari kata latin abad pertengahan adventere, “mengarah perhatian kepada”. Istilah ini
menggambarkan tipe atau bentuk pengumuman public apa pun yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan komoditas atau jasa, atau
untuk menyebarkan sebuah pesan sosial atau politik.9
Bovee mendeskripsikan iklan yaitu:
“Sebagai sebuah proses komunikasi, di mana terdapat: pertama, orang yang disebut sebagai sumber munculnya ide iklan; kedua,
media sebagai medium; dan ketiga, adalah audiens”.10
Iklan merupakan sarana pengkomunikasian produk yang efektif
dengan salah satu fungsinya sebagai pengingat dan persuasif. Iklan adalah
publisitas atau penyiaran yang berupa reklame, pemberitaan, pernyataan
atau tulisan dengan menyewa suatu ruangan dengan maksud
memperkenalkan atau memberitahukan sesuatu melalui media pers.11
Dengan iklan televisi diharapkan dapat menyampaikan informasi yang
dapat menimbulkan perhatian, pengingatan, kesadaran, dan keinginan
untuk membeli kembali.
Sedangkan iklan menurut kamus Komunikasi adalah:
“Pesan komunikasi yang disebarluaskan kepada khalayak untuk
memberitahukan sesuatu atau menawarkan barang jasa dengan
jalan menyewa media massa”.12
Menurut Kotler, periklanan didefinisikan sebagai bentuk penyajian
dan promosi ide, barang atau jasa secara nonpersonal oleh suatu sponsor
9
Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h.362
10
Burhan Bungin, Konstruksi Realitas Sosial Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 108
11
Martin Moentadhim, Jurnalistik Tujuh Menit: Jalan Pintas Menjadi Wartawan dan Penulis Lepas (Yogyakarta: CV Andi Offset, 2007), h. 17
12
25
tertentu yang memerlukan pembayaran. Dalam komunikasi periklanan, ia
tidak hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat
komunikasi lainnya seperti gambar, warna, dan bunyi. Iklan disampaikan
melalui dua saluran media massa, yaitu (1) media cetak (surat kabar,
majalah, brosur, dan papan iklan aau billboard) dan (2) media elektronik
(radio, televisi, film). Pengirim pesan adalah, misalnya, penjualan produk
sedangkan penerimanya adalah khalayak ramai yang menjadi sasaran.13
Iklan sebagai salah satu perwujudan kebudayaan massa tidak hanya
bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk
membeli barang dan jasa. Iklan juga turut menbedahkan nilai tertentu yang
secara terpendam terdapat didalamnya. Oleh karena itu, iklan yang
sehari-hari ditemukan dipelbagai media massa cetak dan elektronik dapat
dikatakan bersifat simbolik. Artinya, iklan dapat menjadi simbol sejauh
imaji yang ditampilkannya membentuk dan merefleksikan nilai hakiki.14
Pembeda iklan dengan teknik komunikasi pemasaran yang lain
adalah komunikasi yang non-personal, jadi, iklan memakai media dengan
menyewa ruang dan waktu. Disamping itu, peranan iklan antara lain
dirancang untuk memberikan saran pada orang supaya mereka membeli
suatu produk tertentu membentuk hasrat memilikinya dengan
mengkonsumsinya secara tepat.
Iklan, seperti media komunikasi massa pada umumnya, mempunyai
fungsi “komunikasi langsung”.15
Oleh sebab itu, di dalam iklan
13
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi(Bandung: Rosdakarya, 2003), h. 116 14
Yasraf Amir Piliang, Semiotika Komunikasi Visual (Yogyakarta: JALASUTRA, 2009), h. 3
15
aspek komunikasi seperti “pesan” (message) merupakan unsur utama iklan.
Iklan tidak menawarkan barang dan jasa pada seluruh khalayak
tetapi pada objek tertentu.Iklan adalah suatu kegiatan menyampaikan
berita, tetapi berita itu disampaikan atas pesanan pihak yang ingin produk
atau jasa yang dimaksud disukai, dipilih, dan dibeli. Iklan ditujukkan
kepada khalayak ramai. Dengan demikian, iklan bukan merupakan
komunikasi interpersonal, tetapi nonpersonal. Komunikasi semacam ini
digolongkan dalam komunikasi massa. Meskipun demikian, kita akan
melihat bahwa iklan biasanya ditujukan kepada seluruh khalayak ramai,
tetapi kepada bagian tertentu dari kahalayak itu.16
Batasan iklan sebagai “salah satu bentuk komunikasi yang terdiri
atas informasi dan gagasan tentang suatu produk yang ditujukan kepada
khalayak secara serempak agar memperoleh sambutan baik. Iklan berusaha
untuk memberikan informasi, membujuk, dan meyakinkan”.17
Dari beberapa pengertian diatas, pada dasarnya iklan merupakan
sarana komunikasi yang digunakan komunikator dalam hal ini perusahaan
atau produsen untuk menyampaikan informasi tentang barang atau jasa
kepada publik, khususnya pelanggannya melalui suatu media massa.
Selain itu, semua iklan dibuat dengan tujuan yang sama yaitu untuk
memberi informasi dan membujuk para konsumen untuk mencoba atau
mengikuti apa yang ada di iklan tersebut, dapat berupa aktivitas
mengkonsumsi produk dan jasa yang ditawarkan.
16
E.K.M. Masinabow & Rahayu s. Hidayat, Semiotik: Mengkaji Tanda dan Artifak (Jakarta: balai Pustaka, 2001), h. 186
17
27
2. Jenis Iklan
Iklan di media massa digolongkan dalam tiga bagian, yaitu:18
a.Comercial Advertising (Iklan Komersial)
Adalah bentuk promosi suatu barang produksi atau jasa melalui
media massa dalam bentuk tayangan gambar maupun bahasa yang
diolah melalui film maupun berita. Misalnya iklan obat, pakaian, dan
makanan.
b. Public Service Advertising (Iklan Layanan Masyarakat)
Adalah bentuk tayangan gambar baik drama, film, musik, maupun
bahasa yang mengarahkan pemirsa atau khalayak sasaran agar berbuat
atau bertindak seperti yang dianjurkan iklan tersebut. Seperti iklan
pariwisata, sumbangan bencana, membayar iuran televisi, kesehatan,
dan sebagainya.
Iklan layanan masyarakat juga menyajikan pesan sosial yang
bertujuan untuk membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap
sejumlah masalah yang harus mereka hadapi, yakni kondisi yang dapat
mengancam keserasian dan kehidupan mereka secara umum. Pesan
tersebut dengan kata lain bermaksud memberikan gambaran tentang
peristiwa dan kejadian yang akan berakibat pada suatu keadaan tertentu,
baik yang bersifat positif maupun negatif.
Pada awal perkembangannya, iklan layanan masyarakat tidak
terlalu terikat pada penataan yang ketat, perencanaan pesan yang rumit,
18
pemilihan media yang sesuai, sampai pada penentuan target audiens
maupun pemilihan tempat dan waktu yang tepat.
Namun seiring berkembangnya dunia periklanan dan semakin
banyaknya perusahaan yang membuat iklan layanan masyarakat disertai
dengan perubahan paradigma dalam menciptakan pesa-pesan sosial
maka iklan layanan masyarakat juga harus dibuat secara profesional
seperti iklan komersial.
c. Corporate Advertising
Iklan yang bertujuan membangun citra suatu perusahaan yang pada
akhirnya diharapkan juga membangun citra positif produk-produk atau
jasa yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Iklan Corporate akan efektif bila didukung oleh fakta yang kuat dan relevan dengan
masyarakat, mempunyai nilai berita dan biasanya selalu dikaitkan
dengan kegiatan yang berorientasi pada kepentingan masyarakat. Iklan
Corporate merupakan bentuk lain dari iklan strategis ketika sebuah perusahaan melakukan kampanye untuk mengkomunikasikan nilai-nilai
korporatnya kepada publik.
Iklan Corporate sering kali berbicara tentang nilai-nilai warisan perusahaan, komitmen perusahaan kepada pengawasan mutu,
peluncuran merek dagang atau logo perusahaan yang baru atau
mengkomunikasikan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan
29
Adapun fungsi periklanan, yaitu:19
a) Informasi, iklan mengkomunikasikan informasi produk, ciri-ciri dan
lokasi penjualannya serta memfasilitasi penciptaan citra merek yang
positif.
b) Persuasif, iklan mencoba membujuk para konsumen untuk membeli
merek-merek tertentu atau mengubah sikap mereka terhadap produk atau
perusahaan tersebut.
c) Pengingat, iklan terus menerus mengingatkan para konsumen tentang
sebuah produk hingga mereka akan tetap membeli produk yang
diiklankan tanpa mempedulikan merek pesaingnya.
d) Nilai tambah, memberikan nilai tambah pada merek dengan
mempengaruhi persepsi konsumen. Periklanan yang efektif menyebabkan
merek dipandang lebih elegan, bergaya, bergengsi, dan lebih unggul dari
tawaran pesaing.
e) Mendampingi, memfasilitasi upaya-upaya lain dari perusahaan dalam
proses komunikasi pemasaran. Sebagai contoh, periklanan mungkin
digunakan sebagai alat komunikasi untuk memunculkan
promosi-promosi penjualan seperti kupon-kupoon dan undian. Peran penting lain
dari periklanan adalah membantu perwakilan dari perusahaan.
C.Televisi
Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi
berasal dari kata tele dan vision; yang mempunyai arti masing-masing tele
19
(“jauh”) dari bahasa Yunani dan visio (“penglihatan”) dari bahasa Latin. Jadi
television berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi
disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini dapat mengubah
peradaban dunia. Di Indonesia ‘televisi’ secara tidak formal disebut dengan
TV, tivi, teve, atau tipi.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa televisi adalah suatu media yang
dapat dilihat dan di dengar (audio-visual). Televisi inilah yang menjadikan sebuah iklan menjadi efektif dalam penyampaian pesannya. Ada dua unsur
dasar pembagian dalam pembuatan iklan televisi, yaitu: (1) Visual, yang
memperlihatkan gambar pada layar televisi, (2) Audio, yang membuat suara
pada kata, musik, suara lain atau efek suara. Karena sifatnya yang audio-visual
itu membuat televisi menjadi suatu media yang unik sebagai penyampaian
pesan iklan.
Televisi adalah media periklanan yang ideal, kemampuannya untuk
menggabungkan gambar-gambar visual, suara, gerakan dan warna memberikan
kesempatan pengiklan membangun daya cipta (kreatif) yang paling hebat dan
daya tarik imajinasi aktif dibandingkan media lainnya.
Dengan adanya kombinasi warna, suara, dan gambar pada televisi,
membuat para pemasang iklan dan konsumen saling menguntungkan,
pemasang iklan dapat menanyangkan produknya dengan nyata begitu pula
dengan konsumen, dapat melihat produk yang dipasarkan secara menarik.
Dibandingkan dengan media massa lainnya (radio, surat kabar, majalah,
31
merupakan gabungan dari media dengar dan gambar. Bisa bersifat informatif,
hiburan, pendidikan, maupun gabungan dari ketiga unsur tadi.20
Dari berbagai media kontemporer saat ini, televisi merupakan media
yang paling diminati oleh publik dan paling memberikan pengaruh besar
kepada khalayak. Di Indonesia, televisi adalah media yang lahir pada masa
transisi (reformasi) bergulir. Industri televisi muncul tanpa desain tertentu yang
dapat membingkai kemana arah dan format yang dikehendaki. Secara tiba-tiba,
industri televisi mucul dan langsung memiliki posisi yang kuat, sehingga
memiliki power yang cukup kuat dalam kebijakan atau regulasi.
Televisi sebagai bagian dari komunikasi massa mengungkapkan bahwa
media massa memiliki beberapa fungsi, meliputi:
1. Fungsi pengawasan sosial (social surveillance) yakni upaya penyebaran informasi yang objektif mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dalam
dam di luar lingkungan sosial dengan tujuan kontrol sosial agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
2. Fungsi korelasi sosial (social correlation) merujuk pada upaya pemberian intrepretasi dan informasi yang menghubungkan antar kelompok sosial atau
antar pandangan dengan tujuan konsensus.
3. Fungsi sosialis merujuk pada upaya pewarisan nilai-nilai dari satu generasi
ke generasi lainnya atau dari satu kelompok ke kelompok lainnya.
Komunikasi masa media televisi ialah proses komunikasi antara
komunikator dengan komunikan (massa) melalui sebuah sarana, yaitu televisi.
Komunikasi massa media televisi bersifat periodik. Dalam komunikasi massa
20
media tersebut, lembaga penyelenggara komunikasi bukan secara perorangan
melainkan melibatkan banyak orang dengan organisasi yang kompleks serta
pembiayaan yang besar. Karena media televisi bersifat transitory (hanya meneruskan) maka pesan-pesan yang disampaikan melalui komunikasi massa
media tersebut, hanya dapat didengar dan dilihat secara sekilas. Pesan-pesan
ditelevisi bukan hanya didengar tetapi juga dapat dilihat dalam gambar yang
bergerak (audiovisual).21
Perkembangan komunikasi media televisi, cukup membawa pengaruh
yang besar dalam kehidupan sistem komunikasi massa internasional,
khususnya terhadap sistem komunikasi massa media cetak dan radio.
Tujuan akhir dari penyampaian pesan media televisi, bisa menghibur,
mendidik, kontrol sosial, menghubungkan atau sebagai bahan informasi.
Karena sifat komunikasi massa media televisi itu transitory, maka: (1) isi pesan
yang akan disampaikan, harus singkat dan jelas, (2) cara penyampaian perkata
harus benar, (3) intonasi suara dan artikulasi harus tepat dan baik.
Kesemua itu tentu saja menekankan unsur isi pesan yang komunikatif,
agar pemirsa dapat mengerti secara tepat tanpa harus menyimpang dari
pemberitaan yang sebenarnya (interpretasi berbeda). Ketika komponen pesan
dan komunikator dikaji secara mendalam, komunikasi akan terkait dengan
keilmuan psikologi dan semiotika. Ketika komponen komunikasi dikaji secara
mendalam, komunikasi akan terkait dengan keilmuan sosiologi, antropologi,
dan budaya. Demikian juga ketika komponen media menjadi sebuah studi,
21
33
akan terkait dengan jurnalistik, manajemen, ekonomi, politik, dan teknologi.
Sementara komponen feedback sebuah studi, akan terkait dengan psikologi dan
sosiologi.22
Menurut sosiologi Marshall McLuhan, kehadiran televisi membuat
dunia menjadi desa global, yaitu suatu masyarakat dunia yang batas-batasnya
diterobos oleh media televisi.
Kesimpulan akhir dari keberadaan komunikasi massa media televisi
bahwa kehadiran televisi menjadi bagian yang sangat penting sebagai sarana
untuk berinteraksi satu dengan lainnya dalam berbagai hal yang menyangkut
perbedaan dan persamaan persepsi tentang suatu isu yang sedang terjadi
dibelahan dunia.
Yang perlu diwaspadai dari komunikasi massa televisi adalah terjadinya
ketimpangan arus informasi dari negara maju yang memonopoli untuk
kepentingannya, tanpa melihat dunia ketiga sebagai subjek yang juga
membutuhkan sarana informasi untuk mengembangkan keadaan sosial politik
dan ekonominya.
Tetapi walaupun demikian, media televisi juga mempunyai banyak
kelebihan disamping beberapa kelamahan. Kekuatan media televisi ialah
menguasai jarak dan ruang karena teknologi.
22
D.Kecantikan
Pada abad dua puluh, orang kembar percaya bahwa wajah
mencerminkan jiwa, dan bahwa kecantikan dan kebaikkan adalah satu,
direfleksikan dalam wajah, dan masih tetap ada seperti dulu.23 Kecantikan fisik
maupun wajah merupakan sesuatu yang ilahiah dan bermakna mistis karena
dalam Platonis dan filsafat Agustinian, ia dibawa menuju Allah dan melalui
pembalikan, mencerminkan Allah. Sedangkan wajah bersifat ilahiah dan
bermakna mistis karena karakter individual terpahat disana, dan keberuntungan
dimasa depan dapat dibaca disana oleh “para petapa” yang terlatih.24
Kata “cantik” berasal dari bahasa latin, Bellus. Sedangkan menurut
kamus lengkap bahasa Indonesia, cantik mempunyai arti indah, jelita, elok, dan
molek. Kemudian dalam penerapannya, pemaknaan seseorang terhadap
kecantikan itu berbeda dan bahkan selalu berubah dari waktu ke waktu. Konsep
kecantikan seseorang di daerah tertentu boleh jadi berbeda dari konsep
kecantikan seseorang di daerah lain.
Menurut Baldesar Castiglione, mendefinisikan kecantikan sebagai
sesuatu yang sakral. Ia muncul dari Tuhan dan terlihat seperti sebuah
lingkaran, pusat kebaikan berasal. Kemudian, sama seperti orang yang tidak
dapat memiliki lingkaran tanpa pusat, maka orang tidak dapat memiliki
kecantikan tanpa kebaikan.
Kecantikan menurut Plato ialah kecantikan dalam bentuk yang paling
sederhana, adalah keyakinan bahwa kecantikan baik, dan kejelekan jahat; dapat
dibalik, moral yang baik berarti cantik secara fisik (atau “sedap dipandang
23
Anthony Synnott, Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri, dan Masyarakat (Yogyakarta: JALASUTRA, 2007), h. 145
24
35
mata”), dan yang jahat berarti jelek. Dengan demikian fisik dan metafisik,
tubuh dan jiwa, penampakan dan realitas, dalam dan luar, adalah satu dan
masing-masing mencerminkan yang lain. Namun, menurut Aristoteles bentuk
utama kecantikan teratur, simetri, dan tertentu atau proporsional, karena
kebaikan hanya terlihat dalam hubungan antarmanusia sebagai subjek,
sedangkan kecantikan dapat ditemukan juga di dalam benda-benda mati.25
Kecantikan dibagi menjadi dua, kecantikan luar yang menyangkut fisik,
seperti kulit, wajah, dan bentuk, tetapi yang lebih penting lagi adalah
kecantikan dalam (inner beauty) yang berhubungan dengan seluruh kepribadian dan dimensi psikis-rohani dan lebih abadi sifatnya.
Kendati begitu, baik kecantikan luar maupun kecantikan dalam
memiliki nilainya sendiri dan tidak perlu diabaikan, karena keseluruhan
kecantikan wanita terletak pada sifatnya yang tidak terduga. Wanita adalah
makhluk yang kaya akan dimensi. Karena itu, sudah sewajarnya wanita
merawat dan memperhatikan tubuhnya.
Citra kecantikan dikonstruksikan oleh kaum industri kapitalis
kecantikan seperti yang ditawarkan iklan dalam media massa. Padahal menurut
Wendy Chapkins, kecantikan seperti yang ditawarkan itu akan mengubah
bentuk wajah dan tubuh seseorang menjadi apa yang ingin dicitrakan suatu
merk kosmetika atau suatu program kecantikan.
25
E.Kecantikan Dalam Islam
Kecantikan adalah sesuatu yang membuat manusia menjadi masyur dan
terangkat citranya, baik karena perilakunya, akhlaknya, kekayaannya, maupun
tubuhnya. Q.S at-Tin: 4