• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan prestasi belajar PAI melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa Kelas X SMAN 90 Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peningkatan prestasi belajar PAI melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw siswa Kelas X SMAN 90 Jakarta"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Dewi Puspasari

NIM: 1110011000146

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Kata kunci: Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, Prestasi Belajar PAI

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa SMAN 90 Jakarta kelas X pada mata pelajaran pendidikan agama Islam dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 90 Jakarta. Dengan subyek penelitian siswa kelas X MIA-3 sebanyak 33 orang. Tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa SMAN 90 Jakarta kelas X pada mata pelajaran pendidikan agama Islam dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). PTK ini dilaksanakan sebagai upaya mengatasi permasalahan yang muncul dalam kelas yakni rendahnya prestasi belajar siswa, kurang aktifnya siswa, kurang keterkaitan antara materi pelajaran dan khidupan sehari-hari. Penelitian dilaksanakan dalam empat tahap, yakni perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Keempat tahap tersebut merupakan siklus yang berlangsung secara berulang. Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini sebanyak empat kali pertemuan yang terbagi kedalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran PAI dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

(7)

ii ini dengan sebaik-baiknya.

Shalawat serta salam tak lupa penulis panjatkan kepada pemimpin umat kita Nabi

besar Muhammad SAW dan keluarganya, sahabat-sahabatnya serta para pengikutnya sampai akhir zaman.tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis alami dalam menyusun skripsi ini, namun berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dan karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi ini, baik bantuan moril ataupun materil. Semoga bantuan dan kebaikan yang telah diberikan mendapatkan pahala dan keridhoan Allah SWT, khususnya kepada:

1. Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag dan Marhamah Saleh, Lc. MA Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Manerah pembimbing skripsi yang disela-sela kesibukannya bersedia meluangkan waktunya membimbing dan mengarahkan penulis.

4. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama dibangku perkuliahan, semoga ilmu yang Bapak dan Ibu berikan mendapat

keberkahan dari Allah SWT.

5. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu

(8)

iii

kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Staf TU serta siswa-siswi kelas X MIA-3 SMAN 90 Jakarta yang telah memberikan izin untuk melaksanakan penelitian.

8. Untuk Ayahanda dan Ibu tercinta: Bapak Patihin dan Ibu Aay yang telah memberikan kasih sayang, nasehat, semangat dan do’a, dan terus mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi.

9. Teristimewa untuk suami dan ananda tercinta: Ujang Fakih dan Muhammad Azka al-Mu’taz yang selalu memberikan do’a, semangat dan kasih sayang yang tiada henti. Semoga menjadi suami dan anak yang sholeh.

10.Saudariku Sri Mulyani yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, motivasi serta keceriaan yang melimpah kepada penulis.

11.Teman-teman PAI angkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan dukungan selama kuliah dalam penyusunan skripsi ini, terkhusus teman-teman kelas D PAI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kenangan yang tiada pernah terhapus selama mengikuti perkuliahan.

Terima kasih kepada pihak yang memberikan semangat, do’a, bahan-bahan pemikiran dan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis mohon maaf. Dengan penuh kesadaran penulis akui skripsi ini banyak kekurangan, untuk itu penulis harapkan adanya teguran dan kritikan dari semua pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Jakarta, Maret 2015

(9)

iv LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 5

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN A. Kajian Teori dan Fokus yang diteliti ... 7

1. Prestasi Belajar ... 7

2. Pendidikan Agama Islam di SMA ... 11

3. Pembelajaran Kooperatife Tipe Jigsaw ... 21

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

C. Kerangka Berfikir... 32

D. Hipotesis Tindakan... 33

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian…………. ... 34

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian ... 34

C. Subjek Penelitian ... 38

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian ... 38

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 38

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 40

G. Data dan Sumber Data ... 40

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 41

I. Teknik Pengumpulan Data ... 44

J. Teknik Pemeriksaan Keterpecayaan ... 44

(10)

v

1. Profil dan Sejarah Singkat SMAN 90 Jakarta ... 46

2. Visi, Misi dan Tujuan ... 46

3. Guru dan Tenaga Kependidikan... 47

4. Keadaan Siswa ... 47

5. Struktur Organisasi SMAN 90 Jakarta ... 48

6. Sarana dan Prasarana... 48

B. Hasil Penelitian ... 49

1. Pra Siklus ... 49

2. Hasil Penelitian Siklus I ... 52

3. Hasil Penelitian Siklus II ... 58

C. Analisis Data ... 60

D. Pembahasan ... 67

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 69

(11)

1 A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan suatu proses yang komplek, karena dalam kegiatan pembelajaran senantiasa menyatukan berbagai komponen pembelajaran secara terintegrasi, seperti tujuan pembelajaran yang harus dicapai, metode, media dan sumber pembelajaran, evaluasi, siswa, guru, dan lingkungan pembelajaran lainnya. Setiap unsur pembelajaran tersebut antara satu komponen dengan komponen lainnya saling terkait dan mempengaruhi dalam suatu preoses pembelajaran secara terpadu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Ketika seorang guru berdiri di depan kelas melaksanakan kegiatan pembelajaran, ia tidak hanya cukup dengan telah menguasai materi pembelajaran yang harus disampaikan kepada siswa. Lebih luas dari sekedar menguasai materi pelajaran, setiap guru harus mampu mengelola seluruh unsur pembelajaran agar dapat berinteraksi dengan siswa, sehingga memudahkan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Oleh karena itu disinilah letaknya pembelajaran merupakan suatu proses yang komplek.1 Seperti dijelaskan dalam Q.S An-Nahl ayat 125:









































































(12)

“serulah (manusia) menuju kepada jalan Tuhan-Mu dengan hikmah dan

mau‟idlah dan mujadalah dengan mereka secara baik. Sesungguhnya Tuhannu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat

petunjuk.”

Ayat tersebut secara tersirat memberikan isyarat adanya proses kegiatan pendidikan. Kata ud‟u, yang berarti serulah atau ajaklah, merupakan sebuah kata kunci definisi pendidikan, artinya di dalam kegiatan pendidikan pada hakikatnya adalah berupaya mengajak, menyeru dan memerintah orang (peserta didik) untuk melakukan sesuatu atau mempelajari sesuatu.2

Dalam proses pembelajaran, setiap guru mempunyai keinginan agar semua siswanya dapat memperoleh prestasi belajar yang baik dan memuaskan. Harapan tersebut sering kali kandas dan tidak bisa terwujud, sering mengalami berbagai macam kesulitan dalam belajar.3 Masalah utama dalam pendidikan formal (sekolah) dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Hal ini tampak dari rerata hasil belajar peserta didik yang senantiasa masih sangat memprihatinkan. Prestasi ini tentunya merupakan hasil kondisi pembelajaran yang masih bersifat konvensional dan tidak menyentuh ranah dimensi peserta didik itu sendiri, yaitu bagaimana sebenarnya belajar itu. Dalam arti yang lebih substansial, bahwa proses pembelajaran hingga dewasa ini masih memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses bagi anak didik untuk berkembang

secara mandiri melalui penemuan dalam proses berpikirnya.4

Bedasarkan hasil observasi di SMAN 90 Jakarta masih ditemukan berbagai

masalah yang dihadapi dalam proses kegiatan belajar mengajar khususnya dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) diantaranya adalah mengenai kualitas guru dalam mengajar terutama dalam penggunaan metode. Metode yang digunakan para guru umumnya masih bersifat konvensional. Pada pembelajaran

2

Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2008), C.1, h.44.

3

Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), C. 4, h. 66.

4

(13)

konvensional suasana kelas cenderung teacher-centerd sehingga siswa menjadi pasif. Siswa hanya mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru, itu sebabnya peserta didik merasa bosan karena penyampaian materi yang bersifat monoton sehingga siswa seringkali meminta izin untuk ke kamar mandi dan mengantuk di kelas. Pembelajaran yang disampaikan hanya berkisar pada pengetahuan yang ada di buku LKS. Ada kalanya guru hanya datang ke kelas selama 5 menit kemudian menyuruh siswa untuk mengerjakan soal yang ada di LKS. Hal ini berdampak pada rendahnya minat siswa pada mata pelajaran PAI dan menjadi

salah satu penyebab banyaknya nilai siswa yang masih di bawah nilai KKM. Mengajar bukan semata persoalan menceritakan, belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari penuangan informasi ke dalam benak siswa. Belajar memerlukan keterlibatan mental, yang memungkinkan siswa melakukan berbagai aktifitas. Mereka harus menggunakan otak, mengkaji gagasan, memecahkan masalah, dan menerapkan apa yang mereka pelajari.5 Upaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan kemampuannya yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Aktivitas pemebelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antar peserta dapat saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun gagasan-gagasan.

Dalam proses pembelajaran guru/dosen memiliki kewajiban untuk mendesain pembelajaran sedemikian rupa sehingga target atau tujuan yang hendak dicapai dalam suatu pembelajaran tersebut dapat terwujud. Dengan kata lain bahwa guru/dosen memegang peran kunci (keynote) dalam berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran. Dalam konteks demikian guru/dosen haruslah memiliki kompetensi dalam pembelajaran yaitu kompetensi pedagogik (mendidik) dan kompetensi professional (mengajar) maupun kompetensi

5

(14)

personal yang merujuk pada loyalitas, integritas dan dedikasi dalam keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran6

Dalam hal ini penulis menerapkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

dalam menyampaikan materi pelajaran agama Islam “Memahami kedudukan

Alquran, Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam”, dengan menerapakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini diharapkan siswa memiliki pengalaman baru dalam belajar, serta dapat mencapai tujuan yang diharapkan, karena tujuan

dari pembelajaran itu pada intinya adalah mencapai kompetensi yang telah ditetapkan, oleh karena metode dan strategi perlu digunakan agar siswa tidak merasa jenuh dengan pembelajaran tersebut. Dalam metode ini, siswa benar-benar terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa tidak memiliki kesempatan mengantuk bahkan tidur di dalam kelas.

Berdasarkan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tindakan kelas yang berkaitan dengan upaya peningkatan prestasi belajar PAI melalui pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Sehingga judul penelitian tersebut adalah “Peningkatan Prestasi Belajar PAI melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Kelas X SMAN 90 Jakarta”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kurangnya keinginan guru untuk membuat peserta didik aktif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran.

6

(15)

2. Pembelajaran masih menitikberatkan pada gaya teacher centred sehingga menyebabkan prestasi belajar peserta didik belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

3. Kegagalan dalam dunia pendidikan sering terjadi dikarenakan peserta didik lebih banyak menggunakan indera pendengarannya dibandingkan visual, sehingga apa yang terjadi di ruang kelas cenderung untuk dilupakan.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, maka pembatasan hanya dibatasi pada:

1. Upaya peningkatan prestasi belajar pada mata pelajaran agama Islam pada

materi “Memahami kedudukan Alquran, Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber

hukum Islam”, melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. 2. Prestasi belajar khususnya pada ranah kognitif.

3. Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw (menyusun potongan gambar) yang dimaksud yaitu suatu teknik pembelajaran yang serupa dengan pertukaran kelompok dengan kelompok, namun ada satu perbedaan penting yakni tiap siswa mengajarkan sesuatu. Setiap siswa mempelajari sesuatu yang bila digabungkan dengan materi yang dipelajari oleh siswa lain membentuk kumpulan pengetahuan atau keterampilan yang padu.

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan fokus masalah yang di kemukakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Apakah terdapat peningkatan prestasi belajar PAI pada siswa kelas X di SMAN 90 Jakarta setelah diterapkan strategi pembelajaran kooperatif

(16)

2. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran agama Islam pada materi memahami kedudukan Alquran, Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam?

E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian

Berdasarkan dengan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dan kegunaan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa SMAN 90 Jakarta kelas X pada mata pelajaran pendidikan agama Islam dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

2. Kegunaan Hasil Penelitian a. Bagi Siswa

Dengan diterapkan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

diharapkan terjalinnya hubungan baik antar siswa yang berasal dari latar belakang yang berbeda, menggunakan kemampuan berfikir kritis dan dapat bekerjasama dalam kelompok.

b. Bagi guru

Metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini menjadi alternatif bagi guru dalam upaya meningkatkan prestasi belajar PAI siswa.

c. Bagi sekolah

(17)

7

INTERVENSI TINDAKAN

A. Kajian Teori dan Fokus yang Diteliti 1. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan keterampilan terhadap mata pelajaran yang dibuktikan melalui hasil tes.1

Prestasi adalah hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan persekolahan yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru2

Belajar adalah proses perubahan prilaku berkat pengalaman dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar ialah perubahan tingkah laku,

baik yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek pribadi. Kegiatan belajar mengajar seperti mengorganisasi pengalaman belajar, menilai proses dan hasil belajar,

termasuk dalam cakupan tanggung jawab guru.3

Menurut pendapat Surya yang dikutip oleh Tohirin, bahwa “belajar ialah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu

1

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Modern English Press, 2002), h. 1190.

2

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h. 700.

3

(18)

perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari penglaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.4

Menurut pendapat Burton 1 yang dikutip Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Learning is a change in the individual, due to interaction of the individual and his environment, which fills a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment, belajar adalah suatu perubahan dalam diri individu sebagai hasil interaksinya dengan lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan dan menjadikannya lebih mampu melestarikan lingkungannya secara memadai.5

Ringkasnya belajar adalah suatu kegiatan seseorang yang bisa dilakukan secara sengaja atau secara acak. Belajar bisa melibatkan pemerolehan informasi atau keterampilan, sikap baru, pengertian, atau nilai. Belajar biasanya disertai perubahan tingkah laku dan berlangsung sepanjang hayat.6

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai dari sesuatu yang telah dilakukan atau dikerjakan oleh anak didik atau dapat digambarkan pada suatu tingkatan keberhasilan yang dicapai oleh anak didik dalam pengauasaan ilmu pengetahuan atau keterampilan yang dilandasi dengan perubahan tingkah laku yang pada umumnya diketahui dari hasil belajar yaitu raport.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: Pertama, aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah), yaitu Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti

4

Tohirin, Psikologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h. 8.

5

Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. 1, h. 7.

6

(19)

tingkat kesehatan indera pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemempuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. Kedua, aspek psikologis (yang bersifat rohaniah), yaitu tingkat kecerdasan/inteligensi siswa; sikap siswa; bakat siswa; minat siswa dan motivasi siswa.7

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa. Faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam,

yakni: faktor lingkungan sosial seperti para guru, para stap administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Selanjutnya, yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga serta teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. dan faktor lingkungan nonsosial seperti gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah oprasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu.8

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering sekali berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Seorang siswa yang bersikap conserving

7

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), Cet. 2, h. 131-137.

8

(20)

terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal) umpamanya, biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang berintelegensi tinggi (faktor internal) dan mendapat dorongan positif dari orang tuanya (faktor eksternal), mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi, karena pengaruh faktor-faktor tersebut di ataslah, muncul siswa-siswi yang high-achievers (berprestasi tinggi) dan under- achievers

(berprestasi rendah) atau gagal sama sekali.9

c. Indikator Prestasi Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.

Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (petunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.10

Indikator prestasi belajar ada tiga yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jika dikaitkan dengan indikator prestasi belajar PAI

9

Ibid., h. 130.

10

(21)

maka: Pertama, ranah kognitif yaitu berkenaan dengan intelektual (pengetahuan, pemahaman, ingatan, analisis, aplikasi sintesis dan evaluasi) siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam.

Kedua, ranah afektif yaitu berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek (penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi) siswa terhadap pendidikan agama Islam. Ketiga, ranah psikomororik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak siswa terhadap pendidikan agama Islam.

2. Pendidikan Agama Islam di SMA

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam di SMA

Menurut pendapat Al-Ghazali yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengemukakan bahwa pendidikan Islam itu secara umum mempunyai corak yang spesifik, yaitu adanya cap (stempel) agama dan etika yang kelihatan nyata pada sasaran-sasaran dan sarananya, dengan tidak mengabaikan masalah-masalah keduniaan.11

Di dalam kurikulum PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam

hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.12

Menurut pendapat Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, mengemukakan bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani peserta didik dan rohani peserta

11

Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2001), Cet. 1, h. 86.

12

(22)

didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil).13

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan seseorang (peserta

didik) dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam.14 b. Tugas dan Fungsi Pendidikan Agama Islam

Secara umum tugas pendidikan (agama) Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap hidupnya sampai mencapai titik kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar. Maka dapat dipahami bahwa, tugas pendidikan (agama) Islam setidaknya dapat dilihat dari tiga pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut adalah; pendidikan Islam sebagai pengembangan potensi, proses pewariasan budaya, serta interaksi antara potensi dan budaya. Sebagai pengembangan potensi, tugas pendidikan (agama) Islam adalah menemukan dan mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara sebagai pewarisan budaya, tugas pendidikan (agama)

Islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga identitas umat tetap terpelihara dan

terjamin dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan budaya, tugas pendidikan (agama) Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya.15

13

Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), Cet. 2, h. 32.

14

Ibid.

15

(23)

Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi sebagai media untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT, serta sebagai wahana pengembangan sikap keagamaan dengan mengamalkan apa yang telah didapat dari proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Zakiah Daradjat berpendapat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam bahwa : Sebagai sebuah bidang studi di sekolah, pengajaran agama Islam mempunyai tiga fungsi, yaitu: pertama, menumbuhkan rasa keimanan yang kuat, kedua,

mengembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam melakukan amal ibado0ah, amal saleh dan akhlak yang mulia, dan ketiga, menumbuh kembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah SWT kepada manusia.16

Dari pendapat diatas dapat diambil beberapa hal tentang tugas dan fungsi dari Pendidikan Agama Islam yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1) Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa kepada Allah SWT yang ditanamkan dalam lingkup pendidikan keluarga.

2) Pengajaran, yaitu untuk menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional.

3) Penyesuaian, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat ber sosialisasi dengan lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam. 4) Pembiasaan, yaitu melatih siswa untuk selalu mengamalkan

ajaran Islam, menjalankan ibadah dan berbuat baik.

16

(24)

c. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Secara umum, pendidikan agama Islam bertujuan untuk “meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”. Dari tujuan tersebut dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan pembelajaran pendidikan agama

Islam, yaitu: (1) dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; (2) dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama Islam; (3) dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran Islam; dan (4) dimensi pengmalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan, dan mentaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, serta mengaktualisasikan dan merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.17

Menurut pendapat Al-Qabisi yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengemukakan bahwa menghendaki agar pendidikan dan pengajaran agama Islam dapat menumbuh-kembangkan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai Islam yang benar.18

Tujuan pendidikan agama Islam di SMA adalah sebagai berikut: 1) Siswa diharapkan mampu membaca al-Qur’an, menulis dan

memahami ayat al-Qur’an serta mampu mengimplementasikannya didalam kehidupan sehari-hari.

17

Ibid. 18

(25)

2) Beriman kepada Allah swt, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-kitab-kitab-Nya, kepada hari kiamat dan qadha dan qadar-Nya. Dengan mengetahui fungsi dan hikmahnya serta terefleksi dalam sikap, prilaku dan akhlak peserta didik pada dimensi kehidupan sehari-hari.

3) Siswa diharapkan terbiasa berperilaku dengan sifat terpuji dan menghindari sifat-sifat tercela, dan bertata kerama dalam kehidupan sehari-hari.

4) Siswa diharapkan mampu memahami sumber hukum dan ketentuan hukum Islam tentang ibadah, muamalah, mawaris, munakahat, jenazah dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 5) Siswa diharapkan mampu memahami, mengambil manfaat dan

hikmah perkembangan Islam di Indonesia dan dunia serta mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.19

Menurut pendapat Ibnu Sina yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengemukakan bahwa tujuan pendidikan Islam itu harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang ke arah perkembangan yang sempurna, yaitu perkembangan, fisik, intelektual, dan budi pekerti. Ibnu Sina juga ingin agar tujuan pendidikan universal itu diarahkan kepada terbentuknya manusia yang sempurna (insan kamil).

Di dalam Peraturan Menteri (PERMEN) Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi/Kompetensi Dasar di jelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam di SMA/MA bertujuan untuk: pertama, menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT; kedua, mewujudkan manuasia Indonesia yang taat

19

(26)

beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.20

Menurut pendapat Mohammad Athiyah al-Abrosyi yang dikutip oleh Ahmad Syar’i bahwa tujuan pendidikan Islam adalah: membantu pembentukan akhlak yang mulia, mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat, menumbuhkan ruh ilmiah (scientific spirit) pada pelajaran dan memuaskan keinginan hati untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekadar sebagai ilmu, menyiapkan pelajaran agar dapat menguasai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu agar dapat mencari rezeki, hidup mulia dengan tetap memelihara kerohanian dan keagamaan, serta mempersiapkan kemampuan mencari dan mendayagunakan rezeki.21

Adapun tujuan pendidikan Islam yang sejalan dengan tujuan missi Islam itu sendiri, yaitu mempertinggi nilai-nilai akhlak, hingga mencapai akhlak al karimah. Dari tujuan tersebut sama dan sebangun dengan target yang tergantung dalam tugas kenabian yang diemban oleh Rasul Allah SAW. Yang terungkap dalam pernyataan beliau: “Sesungguhnya aku diutus adalah untuk membimbing manusia mencapai akhlak yang mulia”. Faktor kemuliaan akhlak dalam pendidikan Islam dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan , yang menurut pandangan Islam berfungsi menyiapkan manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan kehidupan akhirat.22Firman Allah surat Al-Baqarah ayat 247:

20

http://kuliahgratis.net/tujuan-pendidikan-agama-islam-pai/

21Ahmad Syar’i,

Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), Cet. 2, h. 28.

22

(27)





















"Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.”

Tujuan akhir pendidikan agama Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah swt Q.S Al-Imran ayat 102:





































“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.”

Mati dalam keadaan bersaerah diri kepada Allah sebagai muslim yang merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisikan kegiatan pendidikan.23

d. Ruang Lingkup PAI di SMA Kelas X Berdasarkan KI (Kompetensi Inti) dan KD (Kompetensi Dasar)

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

1. Menghayati dan

Mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

1.1 Menghayati nilai-nilai keimanan kepada Malaikat-malaikat Allah SWT

23

(28)

1.2 Berpegang teguh kepada Al-Quran, Hadits dan Ijtihad sebagai pedoman hidup

1.3 Meyakini kebenaran hukum Islam 1.4 Berpakaian sesuai dengan ketentuan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari

2. Menghayati dan

mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsifdan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

2.1 Menunjukkan perilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Maidah (5): 8, dan Q.S. At-Taubah (9): 119 dan hadits terkait

2.2 Menunjukkan perilaku hormat dan patuh kepada orangtua dan guru sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Isra (17): 23 dan hadits terkait

2.3 Menunjukkan perilaku kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (husnuzzhan), dan persaudaraan (ukhuwah) sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Anfal (8): 72; Q.S. Al-Hujurat (49): 12 dan 10 serta hadits yang terkait

2.4 Menunjukkan perilaku menghindarkan diri dari pergaulan bebas dan perbuatan zina sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. Al-Isra’ (17): 32, dan Q.S. An-Nur (24): 2, serta hadits yang terkait

2.5 Menunjukkan sikap semangat

menuntut ilmu dan

menyampaikannya kepada sesama sebagai implementasi dari pemahaman Q.S. At-Taubah (9): 122 dan hadits terkait

(29)

adil sebagai implementasi dari pemahaman Asmaul Husna al-Kariim, al-Mu‟min, al-Wakiil, al-Matiin, al-Jaami‟, al-„Adl, dan al-Akhiir

2.7 Menunjukkan sikap tangguh dan semangat menegakkan kebenaran sebagai implementasi dari pemahaman strategi dakwah Nabi di Mekah

2.8 Menunjukkan sikap semangat ukhuwah sebagai implementasi dari pemahaman strategi dakwah Nabi di Madinah.

3. Memahami,menerapkan,

menganalisis

pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan

pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah.

3.1 Menganalisis Q.S. Al-Anfal (8) : 72); Q.S. Al-Hujurat (49) : 12; dan QS Al-Hujurat (49) : 10; serta hadits tentang kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (husnuzzhan), dan persaudaraan (ukhuwah)

3.2 Memahami manfaat dan hikmah kontrol diri (mujahadah an-nafs), prasangka baik (husnuzzhan) dan persaudaraan (ukhuwah), dan menerapkannya dalam kehidupan 3.3 Menganalisis Q.S. Al-Isra’ (17) : 32, dan Q.S. An-Nur (24) : 2, serta hadits tentang larangan pergaulan bebas dan perbuatan zina

3.4 Memahami manfaat dan hikmah larangan pergaulan bebas dan perbuatan zina.

3.5 Memahami makna Asmaul Husna: al-Kariim, al-Mu’min, al -Wakiil, al-Matiin, al-Jaami’, al -„Adl, dan al-Akhiir;

3.6 Memahami makna beriman kepada malaikat-malaikat Allah SWT

(30)

122 dan hadits terkait tentang semangat menuntut ilmu,

menerapkan dan

menyampaikannya kepada sesama;

3.8 Memahami kedudukan Alquran, Hadits, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam

3.9 Memahami pengelolaan wakaf 3.10.1 Memahami substansi dan

strategi dakwah Rasullullah saw. di Mekah

3.10.2 Memahami substansi dan strategi dakwah Rasulullah saw. di Madinah

4. Mengolah, menalar, dan

menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.

4.1.1 Membaca Q.S. Al-Anfal (8): 72); Q.S. Al-Hujurat (49): 12; dan Q.S. Al-Hujurat (49) : 10, sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf.

4.1.2 Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Al-Anfal (8) : 72); Q.S. Hujurat (49) : 12; QS Al-Hujurat (49) : 10 dengan lancar.

4.2.1 Membaca Q.S. Al-Isra’ (17): 32, dan Q.S. An-Nur (24): 2 sesuai dengan kaidah tajwid dan makhrajul huruf

4.2.2 Mendemonstrasikan hafalan Q.S. Al-Isra’ (17) : 32, dan Q.S. An-Nur (24): 2 dengan lancar.

4.3 Berperilaku yang

mencontohkan keluhuran budi, kokoh pendirian, pemberi rasa aman, tawakal dan perilaku adil sebagai implementasi dari pemahaman makna Asmaul Husna al-Kariim, al-Mu‟min, al-Wakiil, al-Matiin,

(31)

4.4 Berperilaku yang mencerminkan kesadaran beriman kepada malaikat-malaikat Allah SWT

4.5 4.5 Menceritakan tokoh-tokoh teladan dalam semangat mencari ilmu

4.6 Menyajikan macam-macam sumber hukum Islam

4.7.1 Menyajikan dalil tentang ketentuan wakaf

4.7.2 Menyajikan pengelolaan wakaf 4.8.1 Mendeskripsikan substansi dan strategi dakwah Rasullullah SAW di Mekah

4.8.2 Mendeskripsikan substansi dan strategi dakwah Rasulullah SAW di Madinah

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan

siswa untuk bekerja secara bersama-sama di dalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu

sama lain.24

Model pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual.25 pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses

24

David W. Johnson, dkk. Colaborative Learning, (Bandung: Nusamedia, 2010), Cet. 1, h. 4.

25

(32)

kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa diarahkan untuk bisa juga bekerja, mengembangkan diri, dan bertanggung jawab secara individu.

Strategi pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan para siswa untuk bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar.26

Menurut pendapat Kagan yang dikutip oleh Masitoh dan Laksmi

Dewi mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi intruksional yang melibatkan interaksi siswa secara kooperatif dalam mempelajari suatu topik sebagai bagian integral dari proses pembelajaran.27

Menurut pendapat Jacob yang dikutip oleh Masitoh dan Laksmi Dewi menyatakan bahwa “Pembelajaran kooperatif adalah suatu metode intruksional dimana siswa dalam kelompok kecil bekerja sama dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas akademik”.28

Menurut pendapat Artzt & Newman yang dikutip oleh Trianto menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelasaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.29

Pembelajaran kooperatif ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam

26

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Islam Depag RI, 2009), Cet. 1, h. 232.

27 Ibid.

28

Ibid. 29

(33)

kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi hakikat sosial dan pengguanaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.30

Slavin mengemukakan dua alasan, pertama, beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lai, serta dapat meningkatkan harga diri.

Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa

dalam belajar berfikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan.31

Slavin, Abrani, dan Chambers berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa persepektif, yaitu persepektif motivasi, persepektif sosial, persepektif perkembangan kognitif dan persepektif elaborasi kognitif. Persepektif motivasi artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.

Persepektif sosial artinya bahwa melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalan belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Persepektif perkembangan kognitif artinya bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berfikir mengolah berbagai informasi. Persepektif elaborasi kognitif artinya

30

Ibid.

31

(34)

bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi untuk menambah pengetahuan kognitifnya.32

b. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif

1) Student Teams Achievement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan mengguanakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian

tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Slavin menyatakan bahwa STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim, mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah mengusai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.33

2) Investigasi Kelompok (Group Investigation)

Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini

memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada

32

Ibid., h. 244.

33

(35)

pendekatan yang lebih berpusat pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik.

Dalam implementasi tipe investigasi kelompok, guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk

diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya ia menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.34

3) Think Pair Share (TPS)

Strategi Think Pair Share (TPS) atau berfikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi pola. Strategi Think Pair Share (TPS) ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland.

Menurut Arends yang dikutip oleh Trianto, menyatakan bahwa

Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk merespons dan saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda Tanya. Sekarang guru menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan dan dialami. Guru lebih memilih menggunakan Think Pair Share untuk membandingkan Tanya jawab kelompok keseluruhan.35

34

Ibid., h. 78.

35

(36)

4) Numbered Head Together (NHT)

Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk memengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka

terhadap isi pelajaran tersebut. 5) Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

(TGT), atau pertandingan permainan tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Keath Edward (1995). Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka.

TGT dapat digunakan dalam berbagai macam pelajaran, dari ilmu-ilmu eksak, ilmu-ilmu sosial maupun bahasa dari jenjang pendidika dasar (SD, SMP) hingga perguruan tinggi. TGT sangat cocok untuk mengajar tujuan pembelajaran yang dirumuskan dengan tujuan satu jawaban benar. Meski demikian, TGT juga dapat diadaptasi untuk digunakan dengan tujuan yang dirumuskan dengan kurang tajam dengan menggunakan penilaian yang bersifat terbuka, misalnya esai atau kinerja.36

c. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Model pembelajaran cooperative learning teknik jigsaw ini

pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson

36

(37)

dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan ataupun berbicara.

Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong

royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.37

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim/ kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal,

dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal

37

(38)

merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.38

2) Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a) Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah

ada kelompok ahli yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan-rekanya.

b) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampauan berfikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain

c) Dapat membantu anak untuk respek kepada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d) Dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

e) Merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

38

(39)

f) Interaksi selama pembelajaran berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir.39

3) Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a) Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

b) Siswa yang memiliki kemampuan mebaca dan berfikir rendah akan mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk sebagai tenaga ahli.

c) Siswa yang tidak terbiasa berkompetisi akan kesulitan untuk mengikuti proses pembelajaran.

d) Keberhasilan dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin tercapai hanya dengan satu kali atau sekali-sekali penerapan strategi ini.40

4) Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a) Pilihlah materi belajar yang bisa dipecah menjadi beberapa bagian. Sebuah bagian bisa sependek kalimat atau sepanjang beberapa paragraf. (jika materinya panjang, perintahkan siswa untuk membaca tugas mereka sebelum pelajaran).

b) Hitunglah jumlah bagian yang hendak dipelajari dan jumlah siswa. Bagikan secara adil berbagai tugas kepada berbagai kelompok siswa. Sebagai contoh, bayangkan sebuah kelas yang terdiri dari 12 siswa. Dimisalkan bahwa anda bisa

membagi materi pelajaran menjadi tiga segmen atau bagian.

39

Sanjaya, op. cit., h. 250.

40

(40)

Anda mungkin selanjutnya dapat membentuk kuartet (kelompok empat anggota), dengan memberikan segmen 1, 2, atau 3 kepada tiga kelompok. Kemudian, perintahkan tiap kuartet atau “kelompok belajar” untuk membaca, mendiskusikan, dan mempelajari materi yang mereka terima. (jika anda menghendaki, anda dapat membentuk dua pasang “rekan belajar” terlebih dahulu kemudian menggabungkan pasangan-pasangan itu menjadi kuartet untuk berkonsultasi

dan saling berbagi pendapat).

c) Setelah waktu belajar selesai, bentuklah kelompok-kelompok “belajar ala jigsaw,” kelompok tersebut terdiri dari perwakilan tiap “kelompok belajar” di kelas. Dalam contoh yang baru saja diberikan, anggota dari tiap kuartet dapat berhitung mulai dari 1, 2, 3, dan 4. Kemudian bentuklah kelompok belajar jigsaw dengan jumlah yang sama. Hasilnya adalah empat kelompok trio. Dalam masing-masing trio akan ada satu siswa yang telah mempelajari segmen 1, segmen 2, dan segmen 3. d) Perhatikan anggota kelompok “jigsaw” untuk mengajarkan

satu sama lain apa yang telah mereka pelajari.

e) Perintahkan siswa untuk kembali ke posisi semula dalam rangka membahas pertanyaan yang masih tersisa guna memastiakan pemahaman yang akurat.41

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian penerapan metode pembelajaran aktif (active learning) tipe jigsaw.

41

(41)

1. Penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin (2013) dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif learning tipe jigsaw di MI Negri 1 Kamal Jakarta Barat pada pembelajaran PKN pada materi “Pemerintahan Tingkat Pusat” mengalami peningkatan.

2. Penelitian yang dilakukan Yana Herdiana (2009) dengan menerapkan menerapkan metode pembelajaran aktif tipe jigsaw dalam mata pelajaran matematika mendapatkan nilai rata-rata kelas pada siklus I baru mencapai 5, 80 (di bawah KKM), pada siklus II meningkat menjadi

7.08 atau meningkat sebesar 1,6, dan pada siklus III meningkat menjadi 7,83 atau naik sebesar 0,75 dari siklus II. Maka dapat dikatakan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran aktif tipe jigsaw dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Persamaan dari penelitian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini adalah: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin (2013), Yana Herdiana

(2009), penelitian yang dilakukan Penulis (2014) sama-sama menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

2. Hasil penelitian menggunakan penghitngan siklus II dikurangi siklus II, dengan menggunakan metode penelitian tidankan kelas,

Perbedaan dari penelitian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini adalah:

1. Penelitian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dilakukan oleh Jamaluddin (2013) dilakukan di kelas IV MI Negeri 1 Kamal Jakarta Barat. penelitian yang dilakukan Yana Herdiana (2009) dilakukan di kelas VII MTs. Al-Fajar Jakarta Selatan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis dilakukan di kelas X SMAN 90 Jakarta, Jakarta selatan.

2. Penelitian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dilakukan oleh Jamaluddin (2013) diterapkan pada mata pelajaran PKN, penelitian

(42)

pelajaran Matematika. Sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis diterapkan pada mata pelajaran PAI.

3. Penelitian pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dilakukan oleh Jamaluddin (2013) subyeknya berjumlah 35 orang siswa, penelitian yang dilakukan Yana Herdiana (2009) subyeknya berjumlah 30 orang siswa. Sedangkan penelitian yang dilakukan Penulis subyeknya berjumlah 33 orang siswa.

4. Penelitian yang dilakukan Jamaluddin (2013) pada proses

pembelajaran diadakan pretest terlebih dahulu, penelitian yang diadakan Yana Herdiana (2009) tidak dilakukan pretest terlebih dahulu. Penelitian yang dilakukan Penulis diadakan pretest terlebih dahulu.

5. Penelitian Jamaluddin dilakukan dalam 2 siklus (dari siklus I- siklus II meningkat sebesar 64,8%), Penelitian Yana Herdiana dilakukan dalam 3 siklus (dari siklus I- siklus II meningkat sebesar 1,6% dan meningkat 0,75 ke siklus III). Penulis melakukan penelitian dalam 2 siklus (dari siklus I- siklus II meningkat sebesar 24,24%)

C. Kerangka Berfikir

Proses belajar mengajar merupakan sebuah proses interaksi yang menghimpun sejumlah nilai yang merupakan substansi sebagai medium antara guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan. Dalam proses edukatif guru harus harus berusaha agar siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Betapa pentingnya mengetahui prestasi belajar peserta didik, baik secara perorangan maupun secara kelompok. Sebab prestasi belajar tidak hanya sebagai indikator keberhasilan dalam bidang studi tertentu, tetapi juga sebagai indikator

(43)

sehingga dapat menentukan apakah perlu melakukan diagnosis penempatan atau bimbingan terhadap peserta didik.

Keaktifan siswa di kelas merupakan salah satu tujuan yang diharapkan oleh guru kepada siswanya. Aktifnya siswa ketika proses belajar mengajar membuktikan bahwa mereka memahami materi yang dipelajari. Dalam hal ini, guru berusaha semaksimal mungkin untuk mengemas materi sedemikian rupa sehingga siswanya dapat memahami materi yang akan disampaikan secara mendalam.

Di kelas, kebanyakan guru dalam mengajar pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) tidak memperhatikan kemampuan berfikir siswa, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan akibatnya prestasi belajar siswa menjadi rendah. Karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa di kelas itu, dibutuhkan metode belajar yang aktif, kreatif, dan inovatif. Salah satu metode yang akan digunakan penulis adalah metode jigsaw. Dengan metode jigsaw

semua siswa diperankan sebagai orang ahli dalam membahas materi pelajara. Dengan metode ini, siswa dapat mengkomunikasikan kesulitan diantara mereka, menemukan solusi bersama, meningkatkan semangat belajar, dan menjalin persaingan yang sehat diantara mereka. Dengan diterapkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini diharapakan prestasi belajar PAI siswa kelas X SMAN 90 Jakarta akan meningkat.

D. Hipotesis Tindakan

(44)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMAN 90 Jakarta yang terletak di Jl. Sabar Petukangan Selatan Pasanggrahan Jakarta Selatan. Waktu penelitian di laksanakan pada bulan November-Desember 2014.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian 1. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) disebut dengan classroom action research. Penelitian tindakan kelas (PTK) adalah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri dengan cara (1) merencanakan, (2) melaksanakan, dan (3) merefleksikan tindakan secara kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat.1

Dari namanya sudah menunjukkan isi yang terkandung di dalamnya, yaitu sebuah kegiatan penelitian yang dilakukan di kelas. Dikarenakan ada tiga kata yang membentuk pengertian tersebut, maka ada tiga pengertian yang dapat diterangkan.

a) Penelitian: menunjukkan pada suatu kegiatan mencermati suatu objek dengan menggunakan cara dan aturan metodologi tertentu untuk memperoleh data dan informasi yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu suatu hal yang menarik minat dan penting bagi peneliti.

1

(45)

b) Tindakan: menunjuk pada sesuatu gerak kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan tertentu. Dalam penelitian berbentuk rangkaian siklus kegiatan untuk siswa.

c) Kelas: dalam hal ini tidak terkait pada pengertian ruang kelas, tetapi dalam pengertian yang lebih spesifik. Seperti yang sudah lama dikenal dalam bidang pendidikan dan pengajaran, yang dimaksud dengan istilah kelas adalah sekelompok siswa yang dalam waktu yang sama, menerima pelajaran yang sana dari guru yang sama

pula.2

2. Rancangan Siklus Penelitian

Empat kegiatan utama yang ada pada setiap siklus, yaitu (a) perencanaan, (b) tindakan, (c) pengamatan, dan (d) refleksi.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan (Planning)

Tahapan perencanaan merupakan tahapan awal yang berupa kegiatan untuk menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh peneliti untuk memecahkan masalah yang akan dihadapi.

Dalam penelitian ini yang dikategorikan sebagai tahapan perencanaan sebagai berikut:

a) Menelaah materi pembelajaran dan menelaah indikator bersama tim kolaborator (guru kelas).

b) Menyusun RPP sesuai indikator dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

c) Menyiapkan sumber dan media yang dibutuhkan dalam pembelajaran.

d) Menyiapkan instrumen, tes soal akhir siklus.

2

(46)

e) Menyiapkan lembar observasi untuk kinerja guru dan aktivitas siswa dalam pembelajaran.

2. Pelaksanaan Tindakan (Acting)

Tahapan pelaksanaan ini adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan yang di buat, yaitu melaksanakan tindakan kelas. Peneliti berlaku sebagai pelaku tindakan sedangkan guru sebagai pengamat (observer).

3. Pengamatan (Observing)

Dalam tahapan ini peneliti melakukan pengamatan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan untuk memperoleh data yang akurat untuk perbaikan pada siklus berikutnya. Observasi dimaksud sebagai kegiatan mengamati, menggali, dan mendokumentasi semua gejala indikator yang terjadi selama proses penelitian. Peneliti melakukan pengamatan dengan dibantu oleh guru kelas yang bertugas sebagai observer dan kolaborator.

4. Refleksi (Reflecting)

Tahap ini merupakan kegiatan mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dikumpulkan dan dianalisis peneliti dan observer, sehingga dapat diketahui apakah kegiatan yang telah dilaksanakan mencapai tujuan yang diharapkan atau masih perlu ada perbaikan. Tahapan ini dilaksanakan dengan maksud perbaikan kegiatan sebelumnya yang akan diterapkan pada penelitian berikutnya.3

Adapun siklusnya dapat digambarkan dengan gambar sebagai berikut:

3

(47)

Siklus I

[image:47.612.120.523.119.644.2]

Siklus II

Gambar 6.5 Contoh PTK dengan dua siklus4

4

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama, op. cit., h. 44. Perencanaan

(Planning)

Tindakan

(Acting)

Pengamatan

(Observing)

Refleksi

(Reflecting)

Perencanaan

(Planning)

Tindakan

(Acting)

Pengamatan

(Observing)

Refleksi

(Reflecting)

(48)

C. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas X MIA-3 SMAN 90 Jakarta dengan jumlah siswa 33 orang, terdiri dari 13 orang siswa laki-laki dan 20 orang siswa perempuan pada tahun pelajaran 2014/1015.

D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian

Peran dan posisi peneliti dalam penelitian ini adalah bertindak sebagai pelaku penelitian. Peneliti bekerjasama dengan guru agama Islam kelas X

sebagai kolaborator dan observer. Sebagai kolaborator yaitu bekerjasama dengan peneliti dalam hal membuat rancangan pembelajaran, melakukan refleksi dan menentukan tindakan-tindakan pada siklus selanjutnya. Sebagai observer berperan mengamati proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru tentang materi memahami kedudukan Al-Qur’an, Hadis, dan Ijtihad sebagai sumber hukum Islam.

E. Tahapan Intervensi Tindakan

Perencanaan tindakan ini diawali dengan identifikasi persoalan di kelas dan direncanakan alternatif penyelesaiannya. Alternatif penyelesaian dilaksanakan dalam siklus penelitian yang terdiri dari perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan/observasi, evaluasi serta analisis dan refleksi. Setelah dilakukan evaluasi dan refleksi pada siklus I maka peneliti akan melanjutkan pada perencanaan dan tindakan siklus II jika data yang diperoleh pada siklus I memerlukan penyempurnaan dan begitu selanjutnya, sampai hasil analisis diakhir tindakan menunjukkan bahwa kriteria target atau tujuan penelitian yang telah ditetapkan tercapai. Pada setiap siklus dilakukan beberapa tindakan, yang digambarkan sebagai berikut:

(49)

Peneliti melakukan pengamatan kegiatan belajar mengajar terlebiih dahulu terhadap kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas X MIA-3 SMAN 90 Jakarta.

2. Tindakan rill di Kelas a) Tahap perencanaan

Peneliti membuat acuan program pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, membuat instrumen berupa test, pembagian

kelompok, menyiapkan sumber belajar, menyiapkan alat peraga. b) Tahap pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan dalam penelitian ini yaitu menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario pembelajaran atau pelaksanaan pembelajaran. Tindakan pertama yaitu pembukaan yang d

Gambar

Gambar 6.5 Contoh PTK dengan dua siklus4
gambaran umum mengenai pelaksanaan pembelajaran dan masalah-
Tabel 4.1 Data Struktur Organisasi SMAN 90 Jakarta
Tabel 4.2 Nilai Ulangan Harian Siswa kelas X MIA-3
+6

Referensi

Dokumen terkait

Karya yang didaftarkan adalah karya pemilik sebenarnya, apabila ada pihak lain yang mendaftarkan dengan karya yang sama maka panitia akan menggunakan identitas dari pihak yang

Albertus Malang telah menerapkan SMM ISO 9001:2015 terutama tentang tanggung jawab manajemen yang terdiri dari komitmen manajemen, fokus pelanggan, kebijakan mutu, peren-

Tabell.. Tetapi setelah menggunakan distributor bentuk silltered plate memberikan hasil khlorinasi yang Iebih besar seperti terlihat pacta data yaitu memberikan berat

 Guru dan siswa menyebutkan kembali cobaan yang dihadapi nabi Ayub as  Guru menyuruh siswa agar rajin membaca kisah –kisah nabi.  Guru memberikan

1) Tinggi tanaman tomat yang paling baik adalah pada kemiringan pipa talang 7% karena rata- rata tingginya tertinggi, sedang yang kurang baik adalah pada kemiringan 1%

Sebuah kebiasaan yang baik pada umumnya membentuk sistem nilai, kemudian diturunkan dan diwariskan melalui agama dan kebudayaan dalam bentuk peraturan atau norma yang

(1) Setiap orang yang telah mengetahui dirinya terinfeksi HIV/AIDS atau ODHA atau orang-orang berpotensi kena HIV/AIDS diwajibkan untuk mencegah penularan HIV/AIDS

1) Bagi Pemilih yang tidak dapat berjalan, pendamping yang ditunjuk membantu Pemilih menuju bilik suara, dan pencoblosan Surat Suara dilakukan oleh Pemilih