• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Model Problem Solving Polya pada Konsep Fluida Dinamis terhadap Kemampuan Menganalisis Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Model Problem Solving Polya pada Konsep Fluida Dinamis terhadap Kemampuan Menganalisis Siswa"

Copied!
318
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS)

BERBASIS MODEL PROBLEM SOLVING POLYA

PADA KONSEP FLUIDA DINAMIS

TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS SISWA

(Kuasi Eksperimen di SMA Negeri 7 Kota Tangerang Selatan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

TOFIK HIDAYAT NIM 109016300023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

iv

ABSTRAK

TOFIK HIDAYAT (109016300023). Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Model Problem Solving Polya pada Konsep Fluida Dinamis terhadap Kemampuan Menganalisis Siswa. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh LKS berbasis model problem

solving Polya pada konsep fluida dinamis terhadap kemampuan menganalisis

siswa. Penelitian ini dilakukan di kelas XI IPA 1 dan XI IPA 4 SMA Negeri 7 Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini berlangsung pada bulan April 2014. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain

nonequivalent control group design dan teknik pengambilan sampel dengan

purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes berupa soal-soal uraian dan instrumen nontes berupa lembar observasi aktivitas dan angket respon siswa. Berdasarkan analisis data tes, diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh LKS berbasis model problem solving Polya pada konsep fluida dinamis terhadap kemampuan menganalisis siswa. Hal tersebut didasarkan pada hasil uji hipotesis dengan menggunakan uji t. Hasilnya adalah nilai thitung = 5,31 sedangkan ttabel = 2,00. Terlihat bahwa nilai thitung > ttabel, sehingga H0 ditolak. Selain itu, pembelajaran menggunakan LKS berbasis problem solving Polya terbukti lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Berdasarkan hasil uji N-Gain kemampuan menganalisis pada aspek membedakan meningkat sebesar 0,46 (sedang), mengorganisasi meningkat sebesar 0,57 (sedang), dan mengatribusikan meningkat sebesar 0,44 (sedang) atau rata-rata peningkatan sebesar 0,52 (sedang). Selanjutnya berdasarkan analisis data nontes berupa lembar observasi aktivitas siswa, penerapan LKS berbasis problem solving Polya berada pada kategori baik dengan persentase 72%. Hasil analisis angket respon siswa juga menunjukan bahwa LKS berbasis problem solving Polya berada pada kategori baik dengan persentase 69,33%.

(6)

v

Problem Solving Polya’s Model on Dynamic Fluid on Ability Analysis

Student’s. Skripsi of Physics Education Program Science Education Department Faculty of Tarbiyah and Teacher Training State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014

The research aims to determine the effect of using worksheet based problem

solving Polya’s on dynamic fluid on student analysis ability. This research was done in class XI-Science I and XI-Science 4 in SMAN 7 South Tangerang City. The research was done in April 2014. The method used in this research is quasi experimental with nonequivalent control group design and the technique of sampling is purpossive sampling. Instrumen were used in this research are test instrument which is essay and nontest instrument which is observation sheet of student’s activity and student questionnaire responses. Based on data analysis, the result obtained that there is an effect of worksheet based problem solving

Polya’s on dynamic fluid on ability analysis student’s. It is based on the result of hypothesis testing using test. The result is value of thitung 5,31 while ttabel = 2,00. It is mean that thitung > ttabel, so H0 is rejected. Moreover, learning using worksheet

based problem solving Polya’s is proven superior in improving the ability analysis students. Based on N-Gain analysis, ability analysis of students on aspect of differentiating advance 0,46 (medium), organizing advance 0,57 (medium), and attributing advance 0,44 (medium) or advance average 0,52 (medium). Furthermore, based on data analysis nontest which is observation sheet of

student’s activity, application of worksheet based problem solving Polya’s is in good category with percentage 72%. The result of student questionnaire responses also indicate that worksheet based problem solving Polya’s is in good category with percentage 69,33%.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Model Problem Solving Polya pada Konsep Fluida Dinamis terhadap Kemampuan Menganalisis Siswa.” Skripsi ini menggambarkan peningkatan kemampuan menganalisis siswa dengan menggunakan LKS berbasis problem solving Polya.

Ucapan terima kasih dan apresiasi setinggi-tingginya disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus, ucapan terima kasih dan apresiasi tersebut disampaikan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Iwan Permana Suwarna, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Fisika Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

4. Ibu Kinkin Suartini, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing, memberikan saran dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi demi kebaikan penulis.

5. Ibu Fathiah Alatas, S.Pd, M.Si, selaku dosen pembimbing II yang telah membimbing, memberikan saran dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi demi kebaikan penulis.

(8)

vii

8. Etty Twelvetenth, M.Pd, selaku guru bidang studi SMA Negeri 7 Kota Tangerang Selatan.

9. Ayahanda Nurhani, Ibunda Aminah, dan kakak-kakakku yang tiada henti memberikan kasih sayang, dukungan, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

10.Teman seperjuangan yang telah banyak membantu dan memberikan kekuatan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi.

11.Rekan-rekan mahasiswa pendidikan fisika 2009 yang menjadi keluarga ketika berada di kampus.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skrispi.

Semoga segala bentuk bantuan, dorongan, saran, dan bimbingan yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan terbaik dari Allah SWT. Aamiin.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis secara terbuka menerima setiap kritik dan saran yang turut membangun dalam perbaikan penyusunan skripsi ini. Walaupun demikian, penulis tetap berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, November 2014

(9)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ... ii

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL . ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 9

1. Peranan LKS Sebagai Sumber Belajar Siswa ... 9

a. Pengertian LKS ... 9

b. Jenis-Jenis LKS ... 10

(10)

ix

g. Prosedur Pengembangan LKS ... 18

2. Pentingnya Kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam Pembelajaran Fisika ... 20

a. Hakikat Pemecahan Masalah (Problem Solving) ... 20

b. Model Problem Solving ... 21

c. Model Problem Solving Polya ... 24

d. Keunggulan dan Kelemahan Problem Solving ... 28

3. LKS Berbasis Problem Solving Polya ... 29

4. Kemampuan Menganalisis Sebagai Kebutuhan dalam Pembelajaran Fisika ... 29

5. Kajian Konsep Fluida Dinamis ... 32

a. Karakteristik Konsep Fluida Dinamis ... 32

b. Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)... 32

c. Peta Konsep Fluida Dinamis ... 32

c. Kajian Teori Fluida Dinamis ... 33

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 37

C. Kerangka Berpikir ... 39

D. Hipotesis Penelitian ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 42

B. Desain Penelitian ... 42

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

D. Prosedur Penelitian ... 43

E. Variabel Penelitian ... 47

F. Populasi dan Sampel ... 47

G. Teknik Pengambilan Sampel ... 47

(11)

x

I. Instrumen Penelitian ... 48

1. Instrumen Tes (Soal Kemampuan Menganalisis) ... 48

2. Instrumen Nontes ... 49

J. Kalibrasi Instrumen Penelitian ... 50

1. Uji Validitas ... 51

2. Uji Reliabilitas ... 52

3. Taraf Kesukaran ... 53

4. Daya Pembeda ... 54

K. Teknik Analisis Data ... 55

1. Uji Prasyarat Hipotesis ... 55

a. Uji Normalitas ... 55

b. Uji Homogenitas ... 56

2. Uji Hipotesis ... 57

a. Data Terdistribusi Normal dan Homogen ... 57

b. Data Terdistribusi Normal dan Tidak Homogen ... 58

3. Uji N-Gain ……….. 58

4. Analisis Data Nontes ... 59

a. Angket Respon Siswa ... 59

b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 60

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 62

1. Hasil Pretest Kemampuan Menganalisis Siswa ... 62

2. Hasil Posttest Kemampuan Menganalisis Siswa ... 63

3. Rekapitulasi Data Hasil Pretest dan Postest Kemampuan Menganalisis Siswa ... 64

4. Kemampuan Menganalisis Siswa ... 65

5. Data Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 68

6. Data Angket Respon Siswa ... 69

B. Analisis Data ... 70

(12)

xi

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 73 D. Keterbatasan Penelitian ... 77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 78 B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 42

Tabel 3.2 Kisi-kisi Soal Kemampuan Menganalisis ... 49

Tabel 3.3 Kisi-kisi Angket Respon Siswa ... 50

Tabel 3.4 Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 50

Tabel 3.5 Klasifikasi Validitas Butir Soal ... 51

Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 52

Tabel 3.7 Kategori Reliabilitas ... 52

Tabel 3.8 Kriteria Taraf Kesukaran ... 53

Tabel 3.9 Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Tes ... 54

Tabel 3.10 Kriteria Daya Pembeda ... 54

Tabel 3.11 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen Tes ... 55

Tabel 3.12 Kategori N-Gain ... 59

Tabel 3.13 Pemberian Skor Angket Respon Siswa ... 59

Tabel 3.14 Rubrik Penilaian Aktivitas Siswa ... 60

Tabel 3.14 Kriteria Penilaian Observasi Aktivitas Siswa ... 61

Tabel 4.1 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 62

Tabel 4.2 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 63

Tabel 4.3 Ukuran Pemusatan dan Penyebaran Data Hasil Pretest & Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 64

Tabel 4.4 Distribusi Jumlah Soal Aspek Kemampuan Menganalisis... 66

Tabel 4.5 Hasil Uji N-Gain untuk Setiap Aspek Kemampuan Menganalisis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 66

Tabel 4.6 Hasil Uji N-Gain Kemampuan Menganalisis Per-Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68

(14)

xiii

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahap-Tahap Pemecahan Masalahan Menurut G. Polya ... 25

Gambar 2.2 Peta Konsep Fluida Dinamis ... 32

Gambar 2.3 Kekekalan Energi pada Aliran Fluida ... 34

Gambar 2.4 Kecepatan Aliran Zat Cair pada Lubang Dinding Tabung .. 35

Gambar 2.5 Venturimeter Dilengkapi Manometer ... 36

Gambar 2.6 Venturimeter Tanpa Dilengkapi Manometer ... 36

Gambar 2.7 Tabung Pitot Dilengkapi Manometer ... 36

Gambar 2.8 Alat Penyemprot Menerapkan Hukum Bernoulli ... 37

Gambar 2.9 Pesawat Terbang Menerapkan Hukum Bernoulli ... 37

Gambar 3.1 Tahapan Prosedur Penelitian ... 46

(16)

xv LAMPIRAN 1 PRA PENELITIAN

1A. Wawancara Penggunaan Sumber Belajar di Sekolah ... 87

1B. Kuesioner Penggunaan Sumber Belajar Siswa SMA di Sekolah ... 90

1C. Instrumen Tes Kemampuan Menganalisis Siswa ... 93

1D. Validitas Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 140

1E. Reliabilitas Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 141

1F. Taraf Kesukaran Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 142

1G. Daya Pembeda Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 143

1H. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Tes ... 144

1I. Contoh LKS Berbasis Model Problem Solving Polya ... 145

1J. Lembar Penilaian LKS Berbasis Model Problem Solving Polya untuk Ahli LKS ... 167

1K. Lembar Penilaian LKS Berbasis Model Problem Solving Polya untuk Ahli Materi ... 169

LAMPIRAN 2 PROSES PENELITIAN 2A. Instrumen Tes Valid Konsep Fluida Dinamis ... 171

2B. Hasil Pretest Kelas Eksperimen ... 204

2C. Hasil Pretest Kelas Kontrol ... 207

2D. Uji Normalitas Hasil Pretest ... 210

2E. Uji Homogenitas Hasil Pretest ... 214

2F. Uji Hipotesis Hasil Pretest ... 217

2G. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 219

2H. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 247

2I. Lembar Observasi Aktivitas Siswa ... 264

(17)

xvi LAMPIRAN 3 PASCA PENELITIAN

3A. Hasil Posttest Kelas Eksperimen ... 271

3B. Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 274

3C. Uji Normalitas Hasil Posttest ... 277

3D. Uji Homogenitas Hasil Posttest ... 281

3E. Uji Hipotesis Hasil Posttest ... 284

3F. Uji N-Gain Kemampuan Menganalisis ... 286

3G. Uji N-Gain Kemampuan Menganalisis Per Siswa ... 287

3H. Data Angket Respon Siswa ... 289

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zaman modern sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mengalami kemajuan yang begitu pesat. Hampir di setiap kehidupan, manusia tidak terlepas dari peranan teknologi. Perkembangan IPTEK memberikan dampak perubahan terhadap kehidupan manusia itu sendiri. Perubahan tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya dan lain sebagainya.

Perkembangan IPTEK yang semakin pesat tersebut sudah seharusnya didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, handal dan unggul. SDM yang berkualitas ditandai dengan kemampuan manusia dalam menghadapi permasalahan tantangan zaman yang semakin kompleks. Manusia yang berkualitas sudah barang tentu sanggup untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan zaman yang semakin modern ini.

Sekolah sebagai penyelenggara pendidikan formal menjadi salah satu tumpuan dan harapan dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas, handal, dan unggul. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki peranan penting dalam membangun generasi masa depan. Baik atau buruknya generasi masa depan terletak pada baik tidaknya sistem pendidikan yang dibangun di sekolah. Di sekolah, siswa diajarkan berbagai macam ilmu pengetahuan, budi pekerti, serta pendidikan karakter. Salah satu ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah adalah mata pelajaran fisika yang wajib diajarkan di sekolah.

(19)

2

wahana untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan masalah di dalam kehidupan sehari-hari.1.

Fisika sebagai mata pelajaran untuk menumbuhkan kemampuan berpikir untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sudah seharusnya diajarkan secara optimal. Namun pada kenyataannya, proses pembelajaran IPA termasuk didalamnya fisika di sekolah masih terdapat banyak kekurangan. Menurut hasil The Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2011 secara internasional, mutu pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Dalam bidang MIPA, diantara negara peserta TIMSS, Indonesia berada pada urutan ke-40 dari 42 negara untuk IPA dan ke-38 dari 42 negara untuk Matematika. Rata-rata skor IPA dan matematika masih berada signifikan di bawah skor rata-rata internasional.2 Hal serupa juga sama dengan apa yang ditulis oleh hasil penelitian Program for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2012 yang mengeluarkan survei bahwa Indonesia menduduki peringkat paling bawah dari 65 negara dalam pemetaan kemampuan matematika dan IPA.3

Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kemampuan IPA siswa di Indonesia masih rendah. Faktor yang menyebabkan kemampuan IPA siswa di Indonesia masih rendah salah satunya adalah kurangnya penguasaan keterampilan siswa dalam menganalisis yang membutuhkan penalaran dan pemecahan masalah (problem solving). Hal ini sejalan dengan kajian yang dikeluarkan oleh TIMSS yang menyatakan bahwa pendidikan di Indonesia terlalu banyak menekankan pada penguasaan keterampilan dasar menghitung (basic skills), sedangkan di negara lain yang lebih maju pendidikannya lebih banyak menitikberatkan pada penguasaan keterampilan berpikir prosedural, pemahaman atas prinsip dan penerapannya dalam konteks kehidupan sehari-hari yang berorientasi pada eksplorasi penalaran dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (hight order thinking).4

1

Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMA/MA. (Jakarta : BSNP , 2006), h. 159.

2Asep Sapa’at,

Kemana Arah Pendidikan Indonesia?, 2014, (www. Republika.co.id).

3

Novi Chriastuti Adiputri, RI Terendah di PISA, WNA: Indonesian Kids Don’t Know How Stupid They Are, 2014, (www.detiknews.com).

4Asep Sapa’at,

(20)

Kurangnya kemampuan menganalisis siswa salah satunya dikarenakan penggunaan bahan ajar yang kurang tepat. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa SMA, sebagian besar siswa merasa bahan ajar yang biasa digunakan kurang menarik, inovatif, variatif, dan tidak sesuai dengan tingkat kebutuhan siswa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Made Wena yang menyatakan bahwa bahan ajar yang ada terkadang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah psikologi pembelajaran dan penyusunan buku teks.5 Gejala tidak efisien, tidak efektif dan kurang relevan tersebut terlihat dari beberapa indikator seperti kurangnya motivasi belajar, penyelesaian tugas tidak tepat waktu, hasil tes yang masih kurang memuaskan dan kemampuan siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir masih sangat rendah.

Padahal jika kita melihat Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), pada mata pelajaran fisika tingkat SMA sebagian besar mengembangkan aspek kemampuan menganalisis, yang tentunya berguna untuk menunjang kemampuan fisika ditingkat perkuliahan. Sebagaimana salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam mata pelajaran fisika yang ditulis dalam BSNP yaitu mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.6 Prinsip pembelajaran pada kurikulum KTSP pun menekankan siswa untuk mampu mengembangkan kemampuan keterampilan pemecahan masalah yang memerlukan kemampuan berpikir analisis, kritis, dan kreatif.7

Melihat dari permasalahan-permasalahan di atas, salah satu solusi untuk menjawab permasalahan tersebut adalah dengan menyediakan bahan ajar yang berkualitas, menarik, mudah dipahami namun dapat mengaktifkan siswa untuk belajar mandiri dan mampu untuk mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi sesuai dengan kebutuhan siswa. Salah satu bahan ajar yang memenuhi

5

Made Wena, Strategi Pembelajran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 229.

6

Standar Isi, op.cit., h. 160.

7

(21)

4

kriteria tersebut adalah Lembar Kerja Siswa (LKS). Hal ini sesuai dengan hasil observasi dengan beberapa guru dan siswa SMA yang menyatakan bahwa LKS membantu siswa dalam pembelajaran fisika karena materi di dalam LKS ringkas dan mudah dipahami. LKS merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dikembangkan oleh guru sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. Sebagaimana yang dikatakan Nessa Anugra Rahmi yang menyatakan LKS merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam memfasilitasi kegiatan pembelajaran siswa.8

Menurut Erdal Taslidere, LKS merupakan bahan ajar yang sangat penting dalam membantu siswa untuk mengkonstruk pengetahuan yang mereka pikirkan sendiri dan mendorong siswa untuk berpartisipasi di dalam aktivitas kelas.9 Selain itu, LKS termasuk media pembelajaran cetak yang dapat digunakan untuk menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien.10 LKS juga dapat membangkitkan minat siswa jika LKS disusun secara rapi, sistematis mudah dipahami sehingga mudah menarik perhatian siswa, serta dapat menumbuhkan kepercayaan pada diri siswa dan meningkatkan motivasi belajar dan rasa ingin tahu.11 Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, LKS merupakan salah satu bahan ajar yang cocok untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan siswa.

Penyusunan LKS sebaiknya dilakukan sendiri oleh seorang guru, karena berdasarkan temuan di lapangan hasil wawancara dengan beberapa guru fisika dan siswa SMA, LKS yang beredar di sekolah kurang sesuai dengan kebutuhan siswa. LKS yang biasa digunakan siswa kurang mengedepankan dan melatih kemampuan menganalisis maupun kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, LKS yang biasa digunakan siswa kurang menarik dan monoton, sehingga membuat siswa bosan dan sulit memahami materi pelajaran. Oleh karena itu, LKS

8

Nessa Anugra Rahmi, dkk., Pengaruh Lembar Kerja Siswa Berbasis PQ4R terhadapa Hasil Belajar IPA Fisika Kelas VIII SMP N 1 Linggo Sari Baganti, Pillar Of Physics Education, 2, 2013, h. 115.

9

Erdal Taslider, The Effect of Concept Cartoon Worksheets on Students’ Conceptual Understandings of Geometrical Optics, Educaion and Science, 38, 2013, pp. 145.

10

Fitriyati, dkk., Pengembangan LKS Fisika SMA Kelas X Semester II dengan Website Online Berbasis Contextual Teaching Learning, Radiasi, 3, h. 8.

11

(22)

sebaiknya dibuat dan disusun oleh guru yang bersangkutan, agar LKS dapat dikembangkan dan didesain sesuai dengan kebutuhan siswa.

Penyajian LKS dapat dikembangkan dengan berbagai macam inovasi. Terdapat berbagai macam inovasi baru yang dapat diterapkan dalam penulisan LKS diantaranya memadukan LKS dengan model problem solving. Model problem solving dirasa cukup tepat untuk meningkatkan kemampuan berpikir analisis, karena melalui metode ini diberikan prosedur pemecahan masalah dengan berbagai pendekatan atau model12.

Menurut Polya ada 4 langkah dalam model problem solving yaitu: (1) memahami masalah (understanding), (2) menentukan rencana strategi penyelesaian masalah (planning), (3) menyelesaikan strategi penyelesaian masalah (solving), dan (4) memeriksa kembali jawaban yang diperoleh (checking).13 Menurut Kokom Komariah model problem solving Polya sangat tepat untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah. Pembelajaran ini dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan menarik kesimpulan.14 Hal ini sesuai dengan teori belajar penemuan menurut Jerome Bruner. Menurut Bruner belajar penemuan dilakukan dengan berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna.15 Oleh karena itu model pemecahan masalah (problem solving) menurut Polya, dapat digunakan untuk membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan menganalisis.

Berdasarkan karakteristik model problem solving, konsep yang dipilih pada penelitian ini adalah konsep fluida dinamis, karena merupakan salah satu konsep

12

Ikhwanuddin, dkk, Problem Solving dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Berpikir Analitis, Jurnal Kependidikan, 9, 2010, h. 216.

13

G. Polya, How To Solve I, 2nd ed. t, (New Jersey: Princeton University Press,1957), p. xvi-xvii.

14

Kokom Komariah, Penerapan Metode Pembelajaran Problem Solving Model Polya untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Bagi Siswa Kelas IX J di SMPN 3 Cimahi, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA UNY, 2011, h. 182.

15

(23)

6

fisika yang memiliki karakteristik dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Jika dilihat dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), konsep fluida dinamis merupakan salah satu konsep fisika yang memerlukan kemampuan menganalisis. Selain itu, berdasarkan temuan di lapangan konsep fluida dinamis juga merupakan salah satu konsep yang dianggap sulit oleh sebagian siswa. Sebagian siswa menganggap konsep fluida dinamis bersifat matematis dan sulit dipahami karena memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berdasarkan hal tersebut, konsep fluida dinamis dianggap sesuai dengan penelitian ini.

Melihat pentingnya penggunaan LKS dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir analisis siswa pada konsep fluida dinamis, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Penggunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Model Problem Solving Polya pada Konsep Fluida Dinamis terhadap Kemampuan Menganalisis Siswa”.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Kemampuan analisis siswa SMA pada mata pelajaran fisika relatif masih rendah. Hal ini tidak sesuai dengan tuntutan SK dan KD pada kurikulum 2006 (KTSP) yang sebagian besar adalah kemampuan analisis.

2. Kemampuan analisis dalam pembelajaran fisika kurang dikembangkan. Hal ini bisa dilihat pada kemampuan analisis siswa yang relatif rendah.

3. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa LKS pada mata pelajaran fisika SMA yang biasa digunakan oleh siswa kurang melatih kemampuan menganalisis.

C. Pembatasan Masalah

Melihat dari latar belakang masalah dan identifikasi masalah, peneliti membatasi masalah yang akan diteliti pada penelitian ini. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah:

(24)

dan Anderson yang terdiri dari aspek: membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan.

2. Model problem solving yang digunakan adalah model problem solving Polya, yang terdiri dari empat tahap, yaitu: 1) memahami masalah (understanding), 2) menyusun rencana (planning), 3) melaksanakan rencana (solving), dan 4) memeriksa kembali (checking).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah

“Bagaimana pengaruh penggunaan lembar kerja siswa (LKS) berbasis problem solving Polya pada konsep fluida dinamis terhadap kemampuan menganalisis

siswa?”.

Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana hasil pretest dan posttest kemampuan menganalisis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diterapkan penggunaan lembar kerja siswa (LKS) berbasis model problem solving Polya?

2. Bagaimana peningkatan nilai rata-rata pretest dan posttest kemampuan menganalisis siswa pada aspek membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan di kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diterapkan penggunaan lembar kerja siswa (LKS) berbasis model problem solving Polya? 3. Bagaimana aktivitas dan respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan

LKS berbasis model problem solving Polya pada konsep fluida dinamis?

E. Tujuan Penelitian

(25)

8

1. Mengetahui hasil pretest dan posttest kemampuan menganalisis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diterapkan penggunaan lembar kerja siswa (LKS) berbasis model problem solving Polya

2. Mengetahui nilai rata-rata pretest dan posttest kemampuan menganalisis siswa pada aspek membedakan, mengorganisasi, dan mengatribusikan di kelas eksperimen dan kelas kontrol setelah diterapkan penggunaan lembar kerja siswa (LKS) berbasis model problem solving Polya

3. Mengetahui aktivitas dan respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan LKS berbasis model problem solving Polya pada konsep fluida dinamis

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi siswa, dengan penerapan penggunaan lembar kerja siswa (LKS) berbasis model problem solving Polya, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa dan kemampuan berpikir tingkat tinggi khususnya kemampuan menganalisis.

(26)

9 A. Deskripsi Teoritis

1. Peranan Lembar Kerja Siswa (LKS) Sebagai Sumber Belajar Siswa Bahan ajar adalah bahan-bahan atau materi pelajaran yang disusun secara sistematis, yang digunakan guru dan siswa dalam proses pembelajaran.1 Bahan ajar sangat penting artinya bagi guru maupun siswa dalam proses pembelajaran, tanpa bahan ajar siswa akan sulit untuk menyesuaikan diri dalam belajar.

Berdasarkan pada sudut pandang teknologi pendidikan, bahan ajar terdiri dari beragam bentuk. Menurut Ellington dan Race bahan ajar berdasarkan bentuknya dikelompokkan menjadi 7 jenis, salah satunya bahan ajar cetak seperti handouts, lembar kerja siswa, bahan ajar mandiri, dan bahan ajar kelompok.2 Jadi dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas.

a. Pengertian LKS

Menurut Ida Sadjati, dkk. Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan materi ajar yang sudah dikemas sedemikian rupa, sehingga siswa diharapkan dapat mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri. Dalam LKS, siswa akan mendapatkan materi, ringkasan, dan tugas yang berkaitan dengan materi, serta menemukan arahan yang terstruktur untuk memahami materi yang diberikan.3 Andi Prastowo mendefinisikan LKS adalah bahan ajar cetak berupa lembar-lembar kertas berisi materi, ringkasan, dan petunjuk-petunjuk pelaksanaan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh siswa, yang mengacu pada pencapaian

1

Ida Malati Sadjati, dkk, Materi Pokok Pengembangan Bahan Ajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2003), cet. 1, h. 1.3.

2

Ida Malati, ibid., h. 1.13

3

(27)

10

suatu kompetensi dasar yang harus dicapai.4 Sedangkan Nessa Anugrah Rahmi, dkk. menyebutkan LKS merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dapat dikembangkan dan digunakan dalam memfasilitasi kegiatan pembelajaran siswa. LKS berisi petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas. Tugas yang diberikan untuk siswa boleh berupa teori dan praktik.5

Menurut pandangan lain, LKS bukan merupakan singkatan dari Lembar Kerja Siswa akan tetapi Lembar Kegiatan Siswa. Madjid mendefinisikan Lembar Kegiatan Siswa adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Tugas-tugas yang diberikan siswa dapat berupa teoritis atau tugas-tugas praktis.6 Sedangkan menurut Trianto LKS merupakan panduan untuk latihan pengembangan aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangan semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen atau demonstrasi.7 Poppy Kamalia Devi, dkk. mengungkapkan LKS adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus dikerjakan oleh siswa. Lembar kegiatan biasanya berupa petunjuk dan langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas.8

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa LKS adalah salah satu bahan ajar berupa lembaran-lembaran kertas yang berisi tugas untuk siswa. Tugas-tugas tersebut yang dimaksudkan dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik siswa.

b. Jenis-Jenis LKS

Lembar Kerja Siswa (LKS) disusun dengan materi dan tugas dengan tujuan tertentu. Berdasarkan maksud dan tujuan pada pengemasan materi pada

4

Andi Prastowo, Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif, (Jogjakarta: Diva Press, 2013), Cet. V., h. 204.

5

Nessa, dkk., Pengaruh Lembar Kerja Siswa Berbasis PQ4R terhadap Hasil Belajar IPA Fisika Kelas VIII SMPN 1 Linggo Sari Baganti, Pillar Of Physics Education, 3, 2013, h. 115.

6

Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), Cet. VI, h. 176.

7

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2011), Cet. IV, h. 222.

8

(28)

masing-masing LKS, setidaknya LKS dibagi menjadi lima macam jenis yang secara umum digunakan oleh siswa, yaitu sebagai berikut:9

1) LKS yang membantu siswa menemukan suatu konsep.

LKS jenis ini memiliki ciri-ciri yaitu lebih mengutamakan suatu fenomena yang bersifat konkret, sederhana, dan berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Berdasarkan hasil pengamatan siswa, selanjutnya siswa diajak untuk mengonstruksi pengetahuan yang telah diperoleh tersebut. LKS ini juga memuat apa yang harus dilakukan siswa, meliputi melakukan, mengamati, dan menganalisis. Oleh karena itu, LKS ini terdapat langkah-langkah yang harus dilakukan siswa untuk mengamati fenomena hasil kegiatannya. Selain itu, terdapat pertanyaan-pertanyaan analisis yang membantu siswa untuk mengaitkan fenomena dengan konsep yang akan mereka bangun dalam benak mereka.

2) LKS yang membantu siswa menerapkan dan mengintegrasikan berbagai konsep yang telah ditemukan.

LKS ini melatih siswa untuk menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari, setelah siswa berhasil menemukan konsep. Oleh karena itu, LKS ini memuat tugas untuk melakukan diskusi, kemudian meminta mereka untuk berlatih memberikan kebebasan berpendapat dan bertanggung jawab. Hal tersebut dimaksudkan agar siswa belajar menghormati pendapat orang lain dan berpendapat secara bertanggung jawab.

3) LKS yang berfungsi sebagai penuntun belajar.

LKS jenis ini memuat pertanyaan atau isian yang jawabannya ada di dalam buku. Siswa akan dapat mengerjakan LKS tersebut jika siswa membaca buku, sehingga fungsi utama LKS ini adalah membantu siswa menghafal dan memahami materi yang terdapat di dalam buku. LKS ini juga sesuai untuk keperluan remidiasi.

4) LKS yang berfungsi sebagai penguatan.

LKS ini diberikan setelah siswa selesai mempelajari topik tertentu. Materi yang dikemas di dalam LKS ini lebih mengarah pada pendalaman dan penerapan

9

(29)

12

materi yang terdapat di dalam buku. Selain itu, LKS ini juga cocok untuk pengayaan.

5) LKS yang berfungsi sebagai petunjuk praktikum.

LKS ini dibuat dari gabungan petunjuk praktikum-praktikum. Gabungan tersebut yang akhirnya dikemas dalam buku tersendiri. Dengan demikian, dalam LKS bentuk ini, petunjuk praktikum merupakan salah satu isi dari LKS.

Sedangkan menurut Poppy Kamalia Devi, dkk., ada dua jenis bentuk LKS untuk pembelajaran IPA yakni LKS untuk eksperimen dan LKS non eksperimen atau lembar kerja diskusi.Berikut penjelasan masing-masing kedua LKS tersebut di bawah ini: 10

1) LKS eksperimen

LKS untuk eksperimen berupa lembar kerja yang memuat petunjuk praktikum yang menggunakan alat-alat dan bahan-bahan. Sistematika LKS umumnya terdiri dari judul, pengantar, tujuan, alat bahan, langkah kerja, tabel pengamatan, dan pertanyaan.

2) LKS non eksperimen

LKS non eksperimen berupa lembar kegiatan yang memuat teks yang menuntut siswa melakukan kegiatan diskusi suatu materi pembelajaran. Kegiatan menggunakan lembar kegiatan ini dikenal dengan istilah DART (Direct Activity to Relate to The Text Book). DART dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang berhubungan langsung dengan teks atau wacana. Ada dua jenis DART yaitu model rekontruktion dan model analysis.

a) Bentuk LKS recontruction DART

Bentuk LKS ini dapat berupa text completion, diagram completion, table completion, prediction, diagram cut and paste, dan scramble.

(1) Text completion (melengkapi teks)

Pada bentuk LKS untuk kegiatan melengkapi teks harus disajikan teks sains atau wacana yang berisi konsep-konsep sains. Pada bagian-bagian tertentu dari teks di kosongkan untuk diisi oleh siswa sehingga menghasilkan teks sains yang bermakna.

10

(30)

(2) Diagram completion (melengkapi diagram atau menyempurnakan gambar) Pada bentuk LKS ini disajikan gambar yang belum lengkap, kemudian siswa melengkapinya baik oleh tanda panah, tulisan atau gambar. Gambar atau diagram harus jelas sehingga memudahkan siswa untuk melengkapinya.

(3) Table completion (melengkapi tabel)

Pada bentuk LKS ini disajikan tabel yang belum lengkap, dan data-data yang akan dimasukan kedalam tabel. Selanjutnya ada perintah agar siswa mengisi tabel dengan data-data yang ada sesuai dengan konsep yang sesuai dengan topiknya.

(4) Prediction (meramalkan)

Pada LKS ini disajikan beberapa fakta atau kejadian misalnya dalam bentuk gambar. Selain itu tertera pertanyaan-pertannyan yang memancing siswa untuk melakukan keterampilan prediksi.

(5) Diagram cut and paste (potong dan tempel gambar)

Pada LKS ini disajikan beberapa bentuk potongan berisi gambar atau tulisan dan ada perintah yang mengajak siswa untuk memotongnya. Kemudian menyusun kembali sesuai dengan konsep yang ditanyakan. Agar potongan-potongan menjadi susunan yang bermakna dapat disajikan suatu bagan yang dapat membantu siswa menemukan konsep yang sedang dipelajari.

(6) Scramble (mengacak)

Pada LKS bentuk ini disajikan beberapa kata atau huruf acak, selanjutnya ada intruksi agar siswa menyusun kata-kata atau huruf-huruf tersebut menjadi suatu yang bermakna. Huruf atau kata-kata sebaiknya ditempatkan dalam suatu kotak atau lingkaran dalam sajian yang menarik. Selain itu ada intruksi agar siswa menyusun huruf-huruf menjadi kata-kata, sedangkan kata-kata menjadi suatu kalimat.

b) Bentuk LKS analysis DART

(31)

14

(1) Text marking labelling

Bentuk LKS text marking labelling dapat berupa underlaying, labelling dan segmenting.

(a) Underlaying (menggaris bawahi)

Pada LKS bentuk ini disajikan suatu teks, selanjutnya tertera perintah agar siswa membaca teks dan memberi garis bawah pada kata-kata penting atau kata kunci. Setelah memberi garis bawah pada kunci selanjutnya siswa dapat diarahkan untuk mengembangkan kata-kata kunci yang didapat menjadi suatu teks lain atau bagan.

(b) Labelling (memberi label)

Pada LKS bentuk ini dapat disajikan gambar-gambar yang tidak memiliki nama dan label-label yang sesuai dengan gambar-gambar. Selanjutnya ditulis intruksi yang meminta siswa untuk memberikan label pada gambar-gambar yang belum memiliki nama tetapi harus sesuai teks atau susunan gambar yang bermakna.

(c) Segmenting (memotong/menggolongkan)

Pada LKS bentuk ini disajikan suatu teks atau kumpulan gambar. Selanjutnya tertera perintah agar siswa memotong atau menggolongkan teks atau gambar yang sejenis. Setelah itu kegiatan dapat dikembangkan lagi misalnya hasil potongan disusun kembali menjadi suatu teks atau susunan gambar yang bermakna.

(2) Recording

Bentuk LKS recording dapat berupa diagramatic representation, tabulator, question dan summary.

(a) Diagramatic representation (membuat diagram)

(32)

(b) Tabulator (membuat daftar yang tersusun)

Pada LKS bentuk ini disajikan data atau konsep yang tidak teratur, biasanya data dalam bentuk kuantitatif. Selanjutnya ada intruksi yang mengarahkan siswa agar membuat tabulator dengan terarah.

(c) Question (membuat pertanyaan-pertanyan)

Pada LKS ini disajikan suatu teks atau wacana, dan instruksi yang meminta siswa untuk membuat pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya dapat diambil dari teks yang tersedia.

(d) Summary (membuat rangkuman)

Pada LKS bentuk ini disajikan suatu teks atau wacana dan intruksi yang meminta siswa untuk membuat rangkuman dari teks yang tersedia. Pada LKS ini harus disediakan tempat kosong untuk rangkuman yang dibuat siswa.

Selain bentuk DART di atas ada LKS yang berupa kuis seperti “teka-teki

silang“ dan “words square”. LKS ini biasa digunakan untuk memotivasi siswa dalam belajar terutama dalam melatih berpikir cepat. Pada kegiatan yang menggunakan LKS ini guru dapat memberi hadiah untuk pemenang kuis.

Pada penelitian ini, LKS berbasis problem solving Polya merupakan LKS non eksperimen bentuk questioning (membuat pertanyaan) yang menuntut siswa melakukan kegiatan diskusi suatu materi pembelajaran. Pada kegiatan diskusi terdapat pertanyaan-pertanyaan analisis yang membantu siswa untuk mengaitkan fenomena dengan konsep yang mereka pelajari kemudian memecahkan masalah tersebut dengan langkah-langkah yang ada. Selain itu, LKS ini memuat tugas untuk siswa melakukan diskusi, kemudian meminta siswa untuk berlatih memberikan kebebasan berpendapat dan bertanggung jawab, sehingga diharapkan kemampuan menganalisis siswa lebih baik dari sebelumnya.

c. Fungsi LKS

Berdasarkan pengertian dan penjelasan mengenai LKS, dapat kita ketahui bahwa LKS memiliki beberapa fungsi. Prastowo menyebutkan setidaknya ada empat fungsi yang dimiliki LKS sebagai bahan ajar, yaitu:11

11

(33)

16

1) Meminimalkan peran guru, namun lebih mengaktifkan siswa. 2) Mempermudah siswa untuk memahami materi yang diberikan. 3) Ringkas dan banyak tugas untuk berlatih.

4) Memudahkan pelaksananan pengajaran kepada siswa.

Penggunaan LKS berbasis problem solving Polya berfungsi sebagai bahan ajar yang membantu siswa dalam memahami konsep fisika khususnya fluida dinamis serta melatih siswa untuk mampu memecahkan masalah secara analisis, logis, sistematis, kreatif, dan mandiri.

d. Tujuan Penyusunan LKS

Penyusunan LKS dalam pembelajaran memiliki tujuan tertentu. Menurut Andi Prastowo, tujuan penyusunan LKS dalam pembelajaran diantaranya:12

1) Memudahkan guru dalam memberikan tugas kepada siswa.

2) Memudahkan siswa untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.

3) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi yang diberikan.

4) Melatih kemandirian belajar siswa.

Penyusunan LKS berbasis problem solving Polya bertujuan untuk menyajikan bahan ajar yang memuat pertanyaan diskusi untuk melatih siswa dalam kemampuan berpikir analisis. Selain itu, LKS ini ditunjukkan untuk melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan analisis sesuai dengan model problem solving Polya. Oleh karena itu, LKS ini diharapkan dapat membantu pembelajaran siswa dalam memahami konsep fluida dinamis dan fisika lainnya pada umumnya.

e. Manfaat LKS

Keuntungan adanya lembar kerja siswa adalah memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran dan membantu siswa belajar secara mandiri dalam memahami dan menjalankan suatu tugas tertulis. Lembar kerja siswa harus memenuhi paling tidak kriteria yang berkaitan dengan tercapainya sebuah kompetensi dasar yang dikuasai siswa.13 Ida Malati menyatakan menggunakan

12

Andi Prastowo, Ibid., h. 206.

13

(34)

LKS dalam kegiatan pembelajaran memiliki banyak manfaat. Bagi guru, LKS dapat memberikan kesempatan untuk memancing siswa agar secara aktif terlibat dengan materi yang dibahas.14

LKS berbasis problem solving Polya menerapkan syarat survey, question, read, recite, and review. Syarat-syarat tersebut dimaksudkan agar penggunaan LKS mendapatkan hasil yang optimal yaitu kemampuan menganalisis yang lebih baik.

f. Unsur-Unsur LKS

LKS lebih sederhana daripada modul, namun lebih kompleks daripada buku jika dilihat berdasarkan strukturnya susunannya. Diknas dalam Andi Prastowo menjelaskan bahwa LKS terdiri atas enam unsur utama meliputi judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar/materi pokok, informasi pendukung, langkah kerja, dan penilaian. Sedangkan format dalam penulisan LKS memuat delapan unsur, yaitu judul, kompetensi dasar yang dicapai, waktu penyelesaian, peralatan yang diperlukan, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan.15

Berdasarkan penjelasan di atas, dalam penyusunan LKS selain memperhatikan bentuk dan syarat-syarat LKS. Hal lain yang harus diperhatikan adalah unsur-unsur yang terdapat dalam LKS tersebut. Unsur-unsur ini dimaksudkan agar siswa mudah untuk mengerjakan tugas atau latihan yang terdapat di dalam LKS. Secara umum unsur-unsur LKS yang diungkapkan sebelumnya memiliki kesamaan, hanya spesifikasinya saja yang terdapat perbedaan. LKS ini lebih spesifik mengarah kepada pemecahan masalah (problem solving) untuk meningkatkan kemampuan menganalsisi siswa. Adapun kemampuan pemecahan masalah (problem solving) yang digunakan LKS pada penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah (problem solving) menyadur pendapat dari G. Polya dalam bukunya yang berjudul “How To Solve It”.

14

Ida Malati Sadjati, dkk, Materi Pokok Pengembangan Bahan Ajar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2003), cet. 1., h. 3.22.

15

(35)

18

g. Prosedur Pengembangan LKS

Terdapat empat langkah dalam mengembangkan LKS, yaitu penentuan tujuan instruksional yang berdasarkan pada desain LKS. Perhatikan variabel ukuran, kepadatan halaman, dan kejelasan. Kemudian pengumpulan materi dan tugas yang akan dimuat dalam LKS harus sesuai dengan tujuan instruksional. Bahan atau materi yang akan disajikan dalam LKS dapat dikembangkan sendiri atau menggunakan materi yang sudah tersedia. Selanjutnya penyusunan elemen dengan cara mengintegrasikan desain dengan tugas yang akan diberikan pada siswa. Tahap terakhir penyempurnaan, yaitu dengan cara melakukan pengecekan terhadap LKS yang sudah dikembangkan. Terdapat empat variabel yang harus diperhatikan sebelum LKS dibagikan ke siswa, yaitu:16

1) Kesesuaian desain dengan tujuan instruksional. 2) Kesesuaian materi dengan tujuan instruksional. 3) Kesesuaian elemen dengan tujuan instruksional. 4) Kejelasan penyampaian.

Prosedur dalam penyusunan LKS yang harus dilakukan agar LKS dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran menurut Diknas adalah sebagai berikut:17

1) Melakukan analisis kurikulum mengenai SK, KD, indikator, dan materi pembelajaran. Langkah ini dimaksudkan untuk menentukan materi-materi yang membutuhkan bahan ajar LKS.

2) Menyusun peta kebutuhan LKS. Peta kebutuhan sangat diperlukan untuk mengetahui jumlah LKS yang harus ditulis serta melihat urutannya.

3) Menentukan judul-judul LKS. Judul LKS ditentukan atas dasar kompetensi-kompetensi dasar, materi pokok, atau pengalaman belajar yang terdapat dalam kurikulum.

16

Ida Malati Sadjati, dkk, op. cit., h. 3.25-3.27.

17

(36)

4) Penulisan LKS, untuk menulis LKS langkah yang perlu diperhatikan diantaranya adalah merumuskan Kompetensi Dasar (KD), menentukan alat penilaian, menyusun materi, dan memperhatikan struktur LKS.

Sedangkan menurut Poppy Kamalia Devi, dkk. langkah-langkah yang dapat diikuti dalam mengembangkan LKS adalah sebagai berikut:18

1) Materi yang akan dipelajari siswa dikaji terlebih dahulu yaitu dari mulai KD, indikator hasil belajar dan sistematika keilmuannya.

2) Keterampilan proses yang akan dikembangkan diidentifikasi pada saat mempelajari materi tersebut.

3) Bentuk LKS disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.

4) Kegiatan yang akan ditampilkan pada LKS dirancang sesuai dengan keterampilan proses yang akan dikembangkan.

5) Rancangan yang telah dibuat diubah menjadi LKS dengan tata letak yang menarik, mudah dibaca dan digunakan.

6) LKS yang sudah jadi diuji coba apakah sudah dapat digunakan siswa untuk melihat kekurangan-kekurangannya.

7) Merevisi kembali LKS.

Penyusunan dalam membuat LKS juga harus memperhatikan hal-hal berikut ini diantaranya:19

1) Dari segi penyajian materi, yaitu:

a) Judul LKS harus sesuai dengan materinya.

b) Materi sesuai dengan perkembangan siswa. Materi disajikan secara sistematis dan logis.

c) Materi disajikan secara sederhana dan jelas.

d) Menunjang keterlibatan dan kemauan siswa untuk ikut aktif. 2) Dari segi tampilan, yaitu:

a) Penyajian sederhana, jelas, dan mudah dipahami. b) Gambar dan grafik sesuai dengan konsepnya. c) Tata letak gambar, tabel, pertanyaan harus tepat.

18

Poppy Kamalia, op.cit., h. 36.

19

(37)

20

d) Judul, keterangan, instruksi, pertanyaan harus jelas.

e) Mengembangkan minat dan mengajak siswa untuk berpikir.

Komponen-komponen LKS menurut Trianto meliputi: judul eksperimen, landasan teori, alat dan bahan, prosedur eksperimen, data pengamatan serta pertanyaan dan kesimpulan untuk bahan diskusi.20

2. Pentingnya Kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam Pembelajaran Fisika

a. Hakikat Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi suatu yang baru.21 Menurut Nasution, pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir yang banyak ragamnya termasuk mengamati, melaporkan, mendeskripsikan, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan menarik kesimpulan dan membuat generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan diolah. Nasution juga menambahkan, pemecahan masalah dapat dipandang sebagai manipulasi informasi secara sistematis, langkah demi langkah, dengan mengolah informasi yang diperoleh melalui pengamatan untuk mencapai suatu hasil pemikiran sebagai suatu respon terhadap problema yang dihadapi. Dengan kata lain, memecahkan masalah adalah mengambil keputusan secara rasional.22

Semenatara itu, menurut pendapat lain yang dikemukakan oleh Ikhwanuddin menyatakan bahwa memahami masalah (problem) merupakan satu langkah penting untuk menemukan jalan keluar atau jawabannya. Suatu masalah adalah perbedaan antara keadaan saat ini dan tujuan yang hendak dicapai. Ketika seseorang dapat mengidentifikasi perbedaan antara apa yang dimiliki dan apa yang diinginkan, berarti telah menetapkan masalah dan tujuan yang hendak

20

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), Cet. IV, h. 223-224.

21

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. II, h. 52.

22

(38)

dicapai.23 Menurut Arief Sidharta pengajaran dengan model problem solving menitikberatkan agar siswa mampu mengutarakan tujuan, menganalisa data empiris, mengemukakan argumentasi dan memberikan keputusan. Identifikasi adanya berpikir kritis dalam model problem solving diasumsikan selalu dimulai adanya masalah dan menghasilkan solusi.24

Berdasarkan pendapat beberapa ahli pada penjelasan di atas, jadi dapat disimpulkan bahwa problem solving merupakan suatu langkah penting untuk menemukan jalan keluar dari suatu masalah dengan mengambil keputusan secara rasional hasil dari proses berpikir tingkat tinggi.

b. Model Problem Solving

Pembelajaran problem solving dipandang beberapa ahli merupakan tipe yang tertinggi dari belajar karena respon tidak bergantung hanya pada asosiasi masa lalu, tetapi bergantung kepada kemampuan memanipulasi ide-ide yang abstrak menggunakan aspek-aspek dan perubahan-perubahan dari belajar terdahulu, melihat perbedaan-perbedaan yang kecil dan memproyeksikan diri ke masa yang akan datang.25 Dalam pembelajaran problem solving digunakan model atau langkah-langkah yang digunakan agar diperoleh hasil yang maksimal. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran problem solving, para ahli menyusun berbagai langkah-langkah pemecahan masalah yang masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Seperti pendapat John Dewey yang mengemukakan langkah-langkah problem solving yakni:26

1) Mengidentifikasi masalah

Ikhwanuddin, dkk, Problem Solving Dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Kemampuan Mahasiswa Berpikir Analitis, Jurnal Kependidikan Volume 40, Nomor 2, 11, 2010, h. 216

24

Arief Sidaharta, M.Pd, Keterampilan Berpikir Kompleks dan Implementasinya dalam Pembelajaran IPA: untuk Guru SD, SMP, dan SMA, (Bandung: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam, 2007), h. 27.

25

Sabani, Model Pengajaran Problem Solving pada Konsep Bunyi Sebagai Gelombang, Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains, 1, 2008, h. 14.

26

(39)

22

5) Mengambil keputusan

Selain pendapat John Dewey ada pula model problem solving yang dikemukakan oleh Karl Abrecht yang terdiri atas enam langkah yang dapat digolongkan dalam dua fase utama. Berikut penjelasan singkat langkah-langkah yang dikemukakan Karl Albercht:27

1) Ekspansi/Fase divergen

a) Menemukan masalah (antisipatif atau reaktif)

b) Merumuskan masalah (cegah pandangan sempit karena kebiasaan atau pemikiran tradisional)

c) Mencari pilihan-pilihan atau alternatif (dengan melakukan brainstorming) 2) Penyelesaian/Fase konvergen

a) Mengambil keputusan (memilih diantara berbagai alternatif)

b) Mengambil tindakan (komitmen untuk melaksanakan keputusan demi hasil yang diperoleh)

c) Mengevaluasi hasil (menentukan tindakan yang dilakukan berhasil atau menemui kegagalan)

Proses pemecahan masalah (problem solving) lainnya dikemukakan oleh Berry Beyer. Menurut Beyer pemecahan masalah terdiri dari lima langkah yang banyak kesamaannya dengan yang dikemukakan John Dewey. Akan tetapi Berry Beyer menambahkan pada tiap langkah keterampilan-keterampilan untuk melaksanakannya. Berikut adalah langkah-langkah menurut Berry Beyer.28

1) Langkah pertama

a) Menyadari adanya masalah b) Melihat makna masalah

c) Mengusahakan agar masalah itu dapat dikendalikan, dapat dikerjakan dengan mudah (feasible), dan dapat diperoleh data yang diperlukan.

2) Langkah kedua

a) Mengklasifikasi data yang ada b) Mengumpulkan data yang banyak

27

Nasution, ibid., h. 121-122

28

(40)

c) Data harus dilihat sebagai pengetahuan yang saling berhubungan.

Langkah keempat ialah mengambil kesimpulan berdasarkan hasil kegiatan pada langkah ketiga.

Pendapat lainnya adalah model pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Solso. Menurut Solso ada enam langkah dalam pemecahan masalah, yaitu:29 1) Identifikasi permasalahan (identification problem)

2) Representasi permasalahan (representation of problem) 3) Perencanaan pemecahan (planning the solution)

4) Menerapkan/mengimplementasikan perencanaan (excute the plan) 5) Menilai perencanaan (evaluate he plan)

6) Menilai hasil pemecahan (evaluate the solution)

Pemecahan masalah (problem solving) juga dikemukakan oleh Wankat dan Oreovocz. Wankat dan Oreovocz mengemukakan tahap-tahap operasional dalam pemecahan masalah sebagai berikut:30

1) Saya mampu/bisa (I can)

Tahap membangkitkan motivasi dan membangun/menumbuhkan keyakinan diri siswa.

2) Mendefinisikan (define)

Membuat daftar hal yang dapat diketahui dan tidak diketahui, menggunakan gambar grafis untuk memperjelas permasalahan.

29

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer; Suatu tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. II, h. 56.

30

(41)

24

3) Mengeksplorasi (eksplore)

Merangsang siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing untuk menganalisis dimensi-dimensi permasalahan yang dihadapi, 4) Merencanakan (plan)

Mengembangkan cara berikir logis siswa untuk menganalisis masalah dan menggunakan flowchart untuk menggambarkan permasalahan yang dihadapi. 5) Mengerjakan (do it)

Membimbing siswa secara otomatis untuk memperkirakan jawaban yang mungkin untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

6) Mengoreksi kembali (check)

Membimbing siswa untuk mengecek kembali jawaban yang dibuat, mungkin ada beberapa kesalahan yang dibuat.

7) Generalisasi (generalize)

Membimbing siswa untuk mengajukan pertanyaan. Dalam hal ini dorong siswa untuk melakukan umpan balik/refleksi dan mengoreksi kesalahan yang mungkin ada.

Selain pendapat para ahli di atas, Polya seorang matematikawan juga mengemukakan pendapatnya tentang langkah-langkah model pemecahan masalah (problem solving). Menurut Polya ada empat langkah yang harus ditempuh oleh siswa dalam memecahakan suatu masalah. Keempat langkah itu antara lain:31 1) Memahami masalah (understanding)

2) Menyusun rencana strategi penyelesaian masalah (planning) 3) Melaksanakan strategi penyelesaian masalah (solving) 4) Memeriksa kembali jawaban yang diperoleh (checking)

c. Model Problem Solving Polya

Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, model problem solving Polya terdiri dari empat langkah yaitu: (1) memahami masalah (understanding), (2) menyususun rencana strategi penyelesaian masalah (planning), (3) melakukan

31

(42)

strategi penyelesaian masalah (solving), dan (4) memeriksa kembali jawaban yang diperoleh (checking).

Secara garis besar tahap-tahap pemecahan masalah menurut G. Polya dapat dilihat pada Gambar 2.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1

Tahap-Tahap Pemecahan Masalah Menurut G. Polya

Penjabaran dari keempat langkah yang diajukan Polya yang digunakan sebagai landasan dalam memecahkan suatu masalah, dapat diuraikan sebagai berikut:32

1) Tahap memahami masalah (understanding)

Tahap memahami masalah menurut Polya ialah bahwa siswa harus dapat memahami kondisi soal atau masalah yang ada pada soal tersebut. Menurutnya ciri bahwa siswa paham terhadap isi soal ialah siswa dapat mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan beserta jawabannya seperti berikut:33

a) Apakah kita mengetahui arti semua kata yang digunakan? Jika tidak, carilah di indeks, kamus, definisi dan lain sebagainya.

b) Apakah kita mengetahui yang dicari atau ditanya?

32

G. Polya, How To Solve I, 2nd ed., (New Jersey: Princeton University Press,1957), p. xvi-xvii.

33

Wono Setya Budi, Langkah Awal Menuju Olimpiade Matematika, ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Ricardo, 2005), h. 2.

Memahami Masalah (Understanding)

Menyusun Rencana (Planning)

Melaksanakan Rencana (Solving)

(43)

26

c) Apakah kita mampu menyajikan soal dengan menggunakan kata-kata sendiri? d) Apakah soal dapat disajikan dengan cara lain?

e) Apakah kita dapat menggambar sesuatu yang dapat digunakan sebagai bantuan?

f) Apakah informasi cukup untuk dapat menyelesaikan soal? g) Apakah informasi berlebihan?

h) Apakah ada yang perlu dicari sebelum mencari jawab dari soal? 2) Tahap menyusun rencana strategi penyelesaian masalah (planning)

Tahap menyusun suatu rencana strategi penyelesaian masalah, siswa harus dapat memikirkan langkah-langkah apa saja yang penting dan saling menunjang untuk dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Kemampuan berpikir yang tepat hanya dapat dilakukan jika siswa telah dibekali sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang cukup memadai dalam arti masalah yang dihadapi siswa bukan hal yang baru sama sekali tetapi sejenis atau mendekati. Yang harus dilakukan siswa pada tahap ini adalah siswa dapat:

a) Mencari konsep-konsep atau teori-teori yang saling menunjang. b) Mencari rumus-rumus yang diperlukan.

Pada jenjang kemampuan siswa tahap ini menempati urutan tertinggi. Hal ini didasarkan atas perkembangan bahwa pada tahap ini siswa dituntut untuk memikirkan langkah-langkah apa yang seharusnya dikerjakan.

3) Melaksanakan strategi penyelesain masalah (solving)

(44)

Tahap pelaksanaan rencana ini mempunyai bobot lebih tinggi lagi dari tahap pemahaman soal namun lebih rendah dari tahap pemikiran suatu rencana. Pertimbangan yang diambil berkenaan dengan pernyataan tersebut bahwa pada tahap ini siswa melaksanakan proses perhitungan sesuai dengan rencana yang telah disusunnya, dilengkapi pula dengan segala macam data dan informasi yang diperlukan, hingga siswa dapat menyelesaikan soal yang dihadapinya dengan baik dan benar.

4) Tahap memeriksa kembali (checking)

Harapan dari keterampilan siswa dalam memecahkan masalah untuk tahap ini adalah siswa harus berusaha mengecek ulang dan menelaah kembali dengan teliti setiap langkah pemecahan yang dilakukannya.

Tahap memeriksa kembali ini mempunyai bobot paling rendah dalam klasifikasi tingkat berpikir siswa. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pada tahap ini subjek hanya mengecek kebenaran dari hasil perhitungan yang telah dikerjakannya, serta mengecek sistematika dan tahap-tahap penyelesaiannya apakah sudah baik dan benar atau belum.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, model problem solving yang digunakan pada penelitian adalah model problem solving Polya. Hal ini didasari karena strategi problem solving Polya dianggap cocok untuk meningkatkan kemampuan menganalisis siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kokom Komariah yang menyatakan model problem solving Polya dimulai dengan pemberian masalah, kemudian siswa berlatih memahami, menyusun strategi dan melaksanakan strategi sampai dengan menarik kesimpulan. Model pembelajaran ini sangat tepat untuk diterapkan sebagai solusi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.34

34

(45)

28

d. Keunggulan dan Kelemahan Problem Solving

Sebagai suatu strategi pembelajaran problem solving memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:35

1) Teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.

2) Menantang kemampuan siswa serta memberikan keputusan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3) Meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.

4) Membantu siswa bagaimana mentransfer pengetahuan siswa untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.

5) Membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang siswa lakukan. Disamping itu, pemecahan masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.

6) Memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran (matematika, IPA, sejarah, dan lain sebagainya), pada dasarnya merupakan cara berpikir dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-buku saja.

7) Lebih menyenangkan dan disukai siswa.

8) Mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan siswa untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

9) Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang siswa miliki dalam dunia nyata.

10)Mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

Disamping keunggulan, model problem solving juga memiliki kelemahan, diantaranya:36

35

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: kencana, 2010), h. 220-221.

36

(46)

1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka siswa akan enggan untuk mencoba.

2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui pemecahan masalah (problem solving) membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.

3) Tanpa pemahaman mengapa siswa berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang ingin mereka pelajari.

3. LKS Berbasis Problem Solving Polya

LKS adalah salah satu bahan ajar berupa lembaran-lembaran kertas yang berisi tugas untuk siswa baik teori maupun praktik. Tugas-tugas tersebut yang dimaksudkan dapat mengembangkan kemampuan kognitif dan psikomotorik siswa. LKS merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang harus selalu dikembangkan sesuai dengn kebutuhan siswa. Seiring dengan perkembangan kebutuhan siswa maka timbul inovasi LKS yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Salah satu kebutuhan siswa perlu dikembangkan adalah meningkatkan kemampuan menganalisis. LKS berbasis model problem solving Polya merupakan LKS yang dirancang untuk mengembangkan kemampuan menganalisis siswa. LKS ini mengadopsi model problem solving menurut Polya dalam memecahkan soal yang diberikan. LKS berbasis model problem solving Polya ini tidak hanya memuat materi, tugas, dan latihan soal yang dapat mengembangkan kemampuan menganalisis siswa.

4. Kemampuan Menganalisis Sebagai Kebutuhan dalam Pembelajaran Fisika

Gambar

gambar grafis untuk memperjelas permasalahan.
Gambar 2.1 Tahap-Tahap Pemecahan Masalah Menurut G. Polya
Gambar 2.2 Peta Konsep Fluida Dinamis
Gambar 2.3 Kekekalan Energi pada Aliran Fluida
+7

Referensi

Dokumen terkait

According to Polya (Yosepa, 2001 in Dwi Priyo Utomo, 2012) there are four steps in solving a problem there are: first, to understand the problem; second, make a plan to solve

14 Problem solving sendiri memiliki keunggulan yang dapat sejalan dengan tujuan pembelajaran kimia yaitu: (1) Melatih siswa mendesain suatu penemuan, (2) Berpikir

Keterangan: 1) Dengan menggunakan e-modul berbasis model Creative Problem Solving (CPS) terintegrasi keterampilan abad 21 membuat siswa mudah dalam memahami fakta,

Tampak pada Tabel 2 bahwa nilai signifikan untuk kelas yang akan dikenai model Problem Posing (kelas eksperimen 1) dan Problem Solving (kelas eksperimen 2)

Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan LKS berbasis problem solving pada materi perubahan lingkungan yang dapat melatihkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan

Hasil penelitian menunjukkan keterampilan proses sains pada submateri reaksi oksidasi reduksi dapat dilatihkan melalui LKS berbasis problem solving yang dikembangkan setelah

Uji efektivitas yang digunakan dalam pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) pembelajaran bahasa Indonesia pada materi menulis surat dinas berbasis Problem Based

Hasil dari instrumen validasi kemudian diolah dan dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa LKS berbasis Problem Based Learning PBL, sudah sangat valid dengan perolehan persentase