• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUALITAS (DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUALITAS (DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO)"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM

MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE

DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUALITAS

(DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO)

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Kesehatan Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan

Disusun Oleh :

SASMIYANTO

Disusun Oleh :

SASMIYANTO

S-540809215

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

i TESIS

KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM

MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE

DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUALITAS

(DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO)

Disusun oleh :

SASMIYANTO S-540809215

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Pada tanggal 21 April 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. DR.Bhisma Murti, MPH, MSc, Ph.D DR. Nunuk Suryani, M.Pd

NIP.195510211994121001 NIP. 196611081990032001

Mengetahui, Ketua

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

(3)

commit to user

(4)

commit to user

iii

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya peneliti :

Nama : SASMIYANTO

NIM : S-540809215

Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul KEEFEKTIFAN

FOCUS GROUP DICUSSION DALAM MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA

SEKSUALITAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN

BONDOWOSO adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya peneliti

sendiri dalam tesis tersebut telah diberi citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan peneliti ini tidak benar, maka

peneliti bersedia menerima sanksi akademik.

Surakarta, 16 April 2011

Yang membuat pernyataan

(5)

commit to user

iv ABSTRAK

SASMIYANTO, NIM: S-540809215. JUDUL: KEEFEKTIFAN FOCUS GROUP DISCUSSION DALAM MENGOPTIMALKAN MEKANISME KOPING WANITA MENOPAUSE DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN POLA SEKSUAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NANGKAAN KABUPATEN BONDOWOSO. Tesis: Program Studi Magister Kedokteran Keluarga, Program Pasca Sarjana. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2011.

Latar belakang; focus group discussion adalah suatu kegiatan diskusi kelompok yang diadakan untuk kepentingan khusus guna mendiskusikan suatu masalah tertentu melalui curah pendapat (brain storming) dengan peserta terfokus dan bersifat homogen. Tujuan dari tesis ini adalah mengetahui keefektifan focus group discussion

dalam memaksimalkan mekanisme koping wanita menopause. Pendidikan kesehatan merupakan bagian dari keseluruhan upaya kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang menitikberatkan pada upaya meningkatkan perilaku hidup sehat. Metode; desain penelitian ini menggunakan randomized control trial yang digunakan untuk mengetahui keefektifan focus group discussion dalam memaksimalkan mekanisme koping wanita menopause. Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang telah diuji validitas dan reliabilitas (konsistensi internal) dengan: item total correlation dan alpha Crohnbach. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 wanita menopause, yang diambil dengan teknik simple random sampling.

Hasil; analisis yang digunakan adalah t–test dengan p value perbedaan rerata kemampuan koping pada kelompok dengan pendidikan kesehatan dengan dan tanpa

focus group discussion sebesar 0,007, yang berarti ada perbedaan yg signifikan antara kedua kelompok perlakuan. Hasil uji menunjukan nilai mean (posttest - pretest) masing – masing kelompok, kelompok pendidikan kesehatan tanpa focus group discussion sebesar6,3 sedangkan kelompok pendidikan kesehatan dengan focus group discussion sebesar8,7.

Kesimpulan; penelitian ini adalah metode focus group discussion efektif dalam meningkatkan kemampuan koping wanita menopause. Rekomendasi penelitian ini

focus group discussion sangat tepat diterapkan dalam memaksimalkan mekanisme koping wanita menopause.

(6)

commit to user

v ABSTRACT

SASMIYANTO, NIM: S-540809215. TITLE: THE EFFECTIVENESS OF FOCUS GROUP DISCUSSION IN OPTIMIZING COPING MECHANISM OF MENOPAUSE WOMEN’S WHO FACING SEXUALITY AT PUSKESMAS NANGKAAN BONDOWOSO DISTRICT. Thesis: Masters Programs in Family Medicine, Post Graduate Program Of Sebelas Maret University Of Surakarta. 2011.

Introduction; Focus group discussion is a kind of group discussion which is held to the special importance for discussing a certain issue through brainstorming among focused participants and homogeny. This study aimed to know the effectiveness of focus group discussion in maximizing menopause women’s coping mechanism. Health education is one part of the whole health efforts (promotive, preventive, curative, rehabilitative) which emphasize on healthy life attitudes.

Method; This study was conducted by using randomized control trial which is used to examine the effectiveness of focus group discussion in maximizing menopause women’s coping mechanism. This study used a questionnaire which is examined validity and reliability (internal consistency) with using: item total correlation and alpha Crohnbach and taken 30 menopause women as the sample by using simple random sampling technique.

Result; The analysis that used in this study is t-test with p value average difference of coping ability towards a group between health education and without focus group discussion is 0,07. It means that there is a significant different between the two groups’ attitudes. The result indicates the score mean (posttest - pretest) of each group is that; the health education without focus group discussion group is 6,3, while the health education with focus group discussion group is 8,7.

Conclution; This study concludes that focus group discussion method is effective in improving menopause women’s coping. This study recommends that focus group discussion method is very appropriate to be implemented in maximizing menopause women’s coping mechanism

(7)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, kami panjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah

memberikan kemampuan, akal, dan kesempatan untuk berbuat. Hanya karena

izin-NYA penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis dengan judul ” Keefektifan

Focus Group Discussion Dalam Mengoptimalkan Mekanisme Koping Wanita Menopause Dalam Menghadapi Perubahan Pola Seksualitas Di Wilayah Kerja

Puskesmas Nangkaan Kabupaten Bondowoso”.

Penulis dalam penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan

berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, peneliti mengucapkan banyak terimakasih

kepada:

1. Prof. DR. Ravik Karsidi, M.S, Selaku Rektor Universitas Negeri Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh

pendidikan Pasca Sarjana di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD., selaku Direktur Program Pasca Sarjana

Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta

3. Prof. DR. Bhisma Murti, MPH, MSc, PhD. pembimbing I dalam penyusunan

penelitian ini yang telah banyak memberikan masukan.

4. DR. Nunuk Suryani, M.Pd. selaku pembimbing II dalam penyusunan penelitian ini

yang dengan sabar memberikan arahan dan masukan.

5. Seluruh staf dosen dan karyawan Program Studi Kedokteran Keluarga Program

Pasca Sarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah banyak

membantu. Kami dalam penyusunan tesis ini, namun penulis menyadari masih ada

hal-hal yang belum sempurna, untuk itu penulis mengharap saran serta kritik yang

membangun.

Jember, April 2011

(8)

commit to user

2. Konsep pendidikan kesehatan……… 16

3. Konsep koping individu……….……… 23

4. Konsep menopause…………..……….. 36

5. Konsep seks dan seksualitas.………. 46

B. Penelitian yang Relevan…………..………. 53

C. Kerangka Berpikir………..……….. 55

D. Hipotesis Penelitian.……… 55

(9)

commit to user

viii

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian….. ……….. 62

1. Gambaran Karakteristik Subyek Penelitian…………. 62

2. Data Khusus……… 63

B. Pembahasan………..……….. 67

C. Keterbatasan Penelitian...……….. 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.……….. 73

B. Implikasi……… 73

C. Saran... 74

DAFTAR PUSTAKA ………. . 75

(10)

commit to user

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir……...………. 55

Gambar 3.1 Kerangka Penelitian………...………… 57

Gambar 4.1 Perbandingan skor kemampuan koping sebelum dan

sesudah pendidikan kesehatan tanpa FGD.……... 64

Gambar 4.2 Perbandingan skor kemampuan koping sebelum dan

sesudah pendidikan kesehatan tanpa FGD.……... 64

Gambar 4.3 Perbedaan mean peningkatan skor kemampuan koping

(11)

commit to user

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Distribusi Karekteristik Responden……….... 62

Tabel 4.2 Hasil uji t mekanisme koping sebelum dan sesudah perlakuan pada masing – masing

kelompok dengan atau tanpa FGD... 65

Tabel 4.3 Hasil uji t tentang beda mean peningkatan kemampuan koping sebelum dan sesudah perlakuan antara

kelompok pendidikan kesehatan tanpa maupun

(12)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Ganchart Kegiatan Penelitian Lampiran 2 Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 3 Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4 Instrumen Penelitian

Lampiran 5 Satuan Acara Pendidikan Kesehatan

Lampiran 6 Panduan Focus Group Discussion

Lampiran 7 Tabulasi Data

(13)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usia 40-55 tahun merupakan usia wanita mengalami masa perimenopause.

Masa perimenopause merupakan masa perubahan antara premenopause dan

menopause. Pada masa ini terjadi perubahan - perubahan kadar hormon reproduksi

yang dapat menyebabkan berbagai perubahan psikis dan rasa tidak nyaman. Keadaan

ini sebenarnya bukan suatu keadaan patologis, melainkan suatu proses yang menjadi

bagian dalam perjalanan hidup wanita, walaupun demikian beberapa wanita dapat

merasa terganggu bahkan hingga depresi dalam menghadapi berbagai perubahan

tersebut, sehingga membutuhkan suatu penanganan khusus. Menurut arti katanya,

menopause berasal dari kata “men” berarti bulan, “pause, pausis, paudo” berarti

periode atau tanda berhenti, sehingga menopause diartikan sebagai berhentinya secara

definitif menstruasi. Menopause secara teknis menunjukkan berhentinya menstruasi,

yang dihubungkan dengan berakhirnya fungsi ovarium secara gradual, yang disebut

klimakterium (Kartono, 2002).

Ketidakberanian individu dalam menghadapi suatu masalah dan ditambah

dengan adanya kerisauan terhadap hal-hal yang tidak jelas merupakan tanda-tanda

kecemasan pada individu. Pengertian kecemasan menghadapi menopause (Burn,

1988), bahwa kebanyakan wanita menopause sering mengalami depresi dan

kecemasan dimana kecemasan yang muncul dapat menimbulkan insomnia atau tidak

bisa tidur. Setiap orang mempunyai keyakinan dan harapan yang berbeda-beda. Karena

perbedaan itu maka tidak ada dua orang yang akan memberikan reaksi yang sama,

(14)

commit to user

yang membuat cemas adalah situasi yang mengandung masalah tertentu yang akan

memicu rasa cemas dalam diri seseorang dan tidak terjadi pada orang lain (Tallis,

2005).

Depresi pada masa transisi menopause merupakan hal yang bersifat mandiri.

Artinya sedikit sekali dipengaruhi oleh riwayat keluarga dan usia awitan terjadinya

gangguan depresi yang biasanya lebih muda. Penelitian yang bersifat potong lintang

ataupun berbasis masyarakat juga menyimpulkan adanya hubungan antara masa

transisi menopause dengan terjadinya gejala-gejala gangguan depresi. Terdapat dua

teori tentang terjadinya peningkatan gangguan depresi pada masa transisi menopause.

Pertama adalah teori estrogen withdrawal yang searah idenya dengan teori

aksis hipothalamus pituitary gonadal (HPG) yang menyebabkan gangguan depresi. Estrogen dipercaya memiliki kualitas sebagai antidepresan, yang meningkatkan fungsi

serotonergik. Peningkatan insiden depresi dan gangguan vasomotor pada wanita yang

mengalami penurunan estrogen akibat pembedahan mendukung teori ini. Beberapa

penilitian bahkan menerangkan adanya hubungan antara fungsi ovarium dengan

perbaikan suasana perasaan (mood).

Teori yang kedua disebut teori Domino, wanita yang mengalami menopause

mengalami banyak keluhan somatik seperti hot flashes, keringat malam, gangguan tidur yang mengarah ke ketidakstabilan mood dan depresi. Akan tetapi depresi seperti

yang disebutkan di atas terkadang tidak disertai dengan gejala vasomotor, dan

penelitian belakangan ini menunjukkan bahwa estrogen dapat memperbaiki mood pada

wanita yang tidak mengalami hot flashes. Gangguan cemas juga seringkali meningkat pada masa transisi menopause yang kadang disertai serangan panik. Terkadang gejala

(15)

commit to user

lipat dibandingkan pria untuk mengalami gangguan depresi di dalam hidupnya. Hal ini

disebabkan faktor genetik maupun sosial. Secara psikososial wanita lebih banyak

mengalami tekanan psikososial dibandingkan dengan pria. Wanita yang mengalami

depresi sering merasa sedih, karena kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih

karena kehilangan kesempatan untuk memiliki anak, sedih karena kehilangan daya

tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan seluruh perannya sebagai wanita dan

harus menghadapi masa tuanya.

Wanita yang mengalami menopause, kehilangan daya tarik seksualnya dan

menurun aktivitas seksualnya. Beberapa wanita yang beranggapan sesudah

menopause, tidak bisa memberi kepuasan seksual bagi suaminya sehingga tidak dapat

menikmati hubungan intim dengan suaminya, karena jaringan genitalnya berkurang

elasitisitasnya. Bahkan ada anggapan wanita yang sudah menopause seyogyanya tidak

melakukan hubungan seksual karena akan mengakibatkan munculnya penyakit.

Keyakinan ini menggiring wanita untuk mengurangi atau menghindari aktivitas

seksual, yang akan berpengaruh pada berkurangnya keharmonisan hubungan suami

istri. Kondisi ini akan memicu munculnya problem suami-istri yang lebih komplek.

Berdasarkan penelitian Indriyani dan Widada (2009) dalam studi fenomenologi tentang

pengalaman seksualitas pada wanita menopause didapatkan beberapa keluhan antara

lain: berkurangnya gairah atau tidak ada gairah seksual, vagina terasa kering dan ada

kendala tidak mampu mencapai orgasme.

Wanita dilahirkan dengan sejumlah besar sel telur yang secara bertahap akan

habis terpakai. Ovarium tidak mampu membuat sel telur baru, sehingga begitu sel telur

yang dimiliki sejak lahir habis, maka ovulasi akan berhenti sama sekali. Jadi terdapat

(16)

commit to user

di sekitar menopause, yang berkembang sesudahnya. Ada tiga macam hormon penting

yang diproduksi oleh ovarium, yaitu estrogen, progesteron, dan testosteron, dimana

setelah mencapai menopause hormon-hormon ini tidak diproduksi. Menopause adalah

suatu fase dari kehidupan seksual wanita, dimana siklus menstruasi berhenti. Dalam

hidup wanita, faktor estrogen berperan dalam pengaturan siklus menstruasi. Penurunan

kadar hormon ini pada masa perimenopause menyebabkan wanita mengalami sindrom

defisiensi estrogen, yaitu keadaan yang meliputi gangguan vasomotor, perubahan

metabolik, osteoporosis, penyakit jantung koroner, maupun gangguan psikologis.

Gejala psikologis yang sering timbul antara lain depresi, ansietas, sakit kepala,

insomnia, mudah lelah, gangguan gairah seksual, dan penurunan fungsi kognitif

terutama fungsi memori. Dalam menilai seberapa berat gejala yang dialami wanita

pada masa menopause, perlu diperhatikan juga faktor psikososial dan endogen

(biologik dan genetik).

Kegiatan komunikasi yang terjadi pada pasangan suami istri dalam masa

pramenopause ini adalah komunikasi antar pribadi, terjadinya komunikasi antar pribadi

ini melalui bentuk percakapan, di dalam percakapan dimulai dari keterbukaan istri

kepada suami mengenai kondisi yang dialaminya kemudian ditanggapi suami melalui

tindakan dan sikap yang diberikan kepada istri. Berdasarkan hasil penelitian

keterbukaan dari masing - masing pihak ini menciptakan peranan komunikasi antar

pribadi yang baik.

Adapun peranan komunikasi antar pribadi yang baik ini dihasilkan dare

kompetensi komunikasi antar pribadi (kompetensi suami) dalam tiga aspeknya yaitu,

aspek pengetahuan, aspek kemampuan dan aspek motivasi. Hasil penelitian secara

(17)

commit to user

sesuai dengan kondisi yang dialami oleh istri, sehingga masa pramenopause yang

dialami istri ini tidak membawa pengaruh dan gangguan komunikasi di dalam

hubungan suami istri. Komunikasi antar pribadi yang terjadi pada pasangan suami istri

ini bersifat dua arah, dimana sang istri sebagai komunikator menyampaikan pesan atau

informasi (kondisi masa pramenopause yang dialaminya) kepada suami sebagai

komunikan. Pada komunikasi antar pribadi posisi ini bisa berpindah tempat.

Berdasarkan hasil penelitian setelah suami mendengarkan keluhan istri maka

suami memberikan feed back berupa saran, ajakan, motivasi serta memberikan respon

berupa empati kepada istri untuk dapat melewati masa pramenopause tersebut.

Pelaksanaan komunikasi pada wanita menopause dan klimakterium ini adalah pertama,

pemberian penjelasan tentang pengertian, tanda menopause. Kedua, deteksi dini

terhadap gangguan yang terjadi pada masa ini. Ketiga pemberian informasi tentang

pelayanan kesehatan yang dapat dikunjungi.

Keempat, membantu klien dalam pengambilan keputusan. Kelima, pemakaian

alat bantu dalam pemberian KIE. Keenam, melakukan komunikasi dengan pendekatan

biologis, psikologis dan sosial budaya. Prinsip komunikasi pada masa menopause

adalah Pertama, fungsi kognitif terdiri dari: kemampuan belajar (learning),

kemampuan pemahaman (comprehension), kinerja (performance), pemecahan masalah

(problem solving), daya ingat (memory), motivasi, pengambilan keputusan,

kebijaksanaan. Kedua, fungsi afektif, fenomena kejiwaan yang dihayati secara

subyektif sebagai sesuatu yang menimbulkan kesenangan atau kesedihan. Ketiga,

fungsi konatif (psikomotor), fungsi psikis yang melaksanakan tindakan dari apa yang

(18)

commit to user

Dalam penelitian ini peneliti akan menerapkan teknik pendikan kesehatan,

serta focus group discussion adalah suatu kegiatan diskusi kelompok yang diadakan

untuk kepentingan khusus guna mendiskusikan suatu masalah tertentu melalui curah

pendapat (brain storming) dengan peserta terfokus dan bersifat homogen (Munir 2004:

35). Dengan demikian diharapkan pendidikan kesehatan dan focus group discussion

dapat memaksimalkan mekanisme koping wanita dalam menopause menghadapi

perubahan pola seksualitas.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Apakah focus group discussion efektif dalam memaksimalkan mekanisme koping

wanita menopause dalam menghadapi perubahan pola seksualitas?

C.Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui keefektifan focus group discussion dalam memaksimalkan

mekanisme koping pada wanita menopause dalam menghadapi perubahan pola

seksualitas.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme koping wanita menopause

dalam menghadapi perubahan pola seksualitas setelah dilakukan pendidikan

kesehatan tanpa focus group discussion.

b. Mengidentifikasi dan menganalisis mekanisme koping wanita menopause

dalam menghadapi perubahan pola seksualitas setelah dilakukan pendidikan

(19)

commit to user

c. Menganalisis keefektifan focus group discussion dalam memaksimalkan

mekanisme koping pada wanita menopause dalam menghadapi perubahan pola

seksualitas.

D. Manfaat Penelitian

1. Teori

Memberikan bukti – bukti empiris tentang manfaat focus group discussion bagi

wanita menopause dalam pengunaan koping individu.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi tenaga kesehatan, sebagai bahan acuan perkembangan materi

keperawatan khususnya dibidang keperawatan komunitas dan pendidikan

kesehatan untuk meningkatkan upaya komunikasi, informasi, dan edukasi

kepada wanita menopause.

b. Bagi instansi terkait, masukan bagi institusi untuk lebih meningkatkan

mutu pelayanan dan meningkatkan kemampuan dalam bidang keperawatan

pada wanita menopause.

c. Bagi responden, memberikan informasi dan motivasi kepada wanita untuk

memilih dan menerapkan koping yang tepat dalam menghadapi fase

menopause.

d. Bagi peneliti selanjutnya, dapat dijadikan landasan dan pengembangan

(20)

commit to user

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Focus Group Discussion

Focus group discussion adalah suatu kegiatan diskusi kelompok yang diadakan untuk kepentingan khusus guna mendiskusikan suatu masalah tertentu melalui curah

pendapat (brain storming) dengan peserta terfokus dan bersifat homogen (Munir, 2004)

1.1 Beberapa prinsip focus group discussion:

Pertama, peserta diskusi terdiri 6-12 orang, kelompok terdiri 6-12 orang untuk

memungkinkan setiap anggota memperoleh kesempatan mengeluarkan pendapatnya

dan mendapat tanggapan dari anggota lain. Lebih dari 12 dikhawatirkan ada anggota

kelompok yang tidak sempat mengeluarkan pendapatnya dan bersembunyi di balik

anggota kelompok yang dominan.

Kedua, peserta tidak saling mengenal, idealnya anggota focus group discussion

tidak saling mengenal, asalkan mempunyai kesamaan dalam hal tertentu seperti

kesamaan dalam kompetensi atau pengetahuan dan pengalaman sehubungan dengan

topik yang akan didiskusikan. Kriteria tidak saling mengenal dimaksudkan agar

diperoleh masukan yang valid bukan ikut-ikutan meskipun pada kenyatannya sulit

menemukan situasi dimana peserta focus group discussion betul-betul tidak saling mengenal, mengingat peserta focus group discussion biasanya orang-orang yang bekerja di institusi atau tinggal di satu wilayah penelitian tertentu dan besar

kemungkinannya mereka sudah saling mengenal. Sebagai jalan keluarnya adalah pilih

(21)

commit to user

setidaknya dapat dikondisikan dalam dinamika kelompok sehingga situasi mereka

menjadi cair.

Ketiga, focus group discussion merupakan suatu proses pengumpulan data yang bertujuan mengumpulkan data mengenai persepsi tidak mencari konsensus, tidak

mengambil keputusan mengenai tindakan apa yang harus diambil oleh kelompok.

Keempat, focus group discussion dimanfaatkan dalam pengumpulan data kualitatif. Focus group discussion diharapkan terkumpul data kualitatif yang cukup mendalam mengenai persepsi, pandangan peserta. Oleh karena itu pertanyaan yang

diajukan dalam focus group discussion bersifat terbuka dan terstruktur sehingga peserta bisa memberikan jawaban disertai dengan penjelasan yang diperlukan.

Kelima, focus group discussion menggunakan diskusi yang terfokus. Artinya topik diskusi ditentukan terlebih dahulu, sesuai dengan kebutuhan informasi yang ingin

diperoleh, pertanyaan diatur secara berurutan dan dirancang sedemikian rupa sehingga

mudah dimengerti oleh peserta diskusi.

1.2 Penggunaan focus group discussion,

Diawal program misalnya untuk membuat hipotesa suatu penelitian, merancang

kuesioner pengumpulan data, ditengah pelaksanaan program misalnya untuk

memperoleh informasi yang mendalam mengenai pengetahuan, sikap dan persepsi dan

diakhir pelaksanaan program misalnya untuk mengklarifikasi data yang diperoleh

dengan metode pengumpulan data lain, memperoleh informasi tambahan dari peserta.

1.3 Tujuan focus group discussion.

Pertama, memperoleh masukan mengenai kompetensi atau kemampuan yang

diperlukan untuk pelaksanaan tugas, organisasi, kesan atau persepsi peserta. Kedua,

(22)

commit to user

memperoleh masukan mengenai cara-cara mengatasi kesenjangan menurut peserta

focus group discussion.

1.4 Waktu Pelaksanaan focus group discussion,

Waktu yang digunakan biasanya berlangsung 60 – 90 menit

1.5 Tempat Pelaksanaan focus group discussion.

Focus group discussion sebaiknya dilaksanakan disuatu tempat yang netral dan nyaman agar peserta dapat secara bebas tidak merasa khawatir dalam mengemukakan

pendapatnya. Waktu pelaksanaan focus group discussion sebaiknya disesuaikan dengan kondisi peserta, namun rata-rata maksimal 2 jam, jika materi belum selesai

namun kondisi tidak memungkinkan untuk meneruskan diskusi lebih baik membuat

kesepakatan untuk mengatur lanjutan.

1.6 Tim focus group discussion.

Fasilitator, notulis, moderator, pengamat. Tim fasilitator terutama yang berperan

sebagai pengamat sebaiknya memperhatikan reaksi dan bahasa tubuh dari para peserta,

untuk menjadikan masukan yang akan memperkaya hasil focus group discussion.

1.7 Langkah – langkah pelaksanaan focus group discussion

1. Fasilitator menyiapkan diri dengan pengetahuan tentang kondisi wilayah, minimal

dari data sekunder atau hasil social mapping, serta menentukan targetfocus group

discussion yang hendak dicapai berkaitan dengan topik .

2. Fasilitator menciptakan suasana yang nyaman bagi semua peserta untuk

berdiskusi, bertegur sapa dan bersilaturahmi dengan semua peserta.

3. Fasilitator/ moderator meminta kesepakatan dari peserta tentang topik yang akan

(23)

commit to user

4. Mederator meminta peserta untuk menceritakan tentang kondisi dan memberikan

kesempatan yang sama kepada semua peserta. Sebagai moderator, fasilitator

mengatur jalannya diskusi agar peserta tidak saling berebut bicara.

5. Selanjutnya, moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban dari peserta.

6. Moderator memberikan pertanyaan kunci berikutnya dengan berdasarkan pada

jawaban peserta, bagaimana karakteristik menurut pendapat peserta.

7. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta.

8. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta.

9. Moderator mengajukan pertanyaan kunci, dimana lokasi dan penduduk yang

termasuk golongan miskin menurut pendapat peserta.

10. Moderator mengklarifikasi dan merumuskan jawaban peserta.

1.8 Persiapan focus group discussion

1. Mempersiapkan undangan

Penting dalam penyelenggaraan focus group discussion untuk menghadirkan peserta yang homogen, sesuai dengan informasi yang ingin digali artinya memiliki

kesamaan tingkat pendidikan, pekerjaan, profesi, jenis kelamin dan sebagainya.

Dalam undangan perlu dijelaskan tentang identitas lembaga yang mengadakan focus group discussion dan tujuan, rencana focus group discussion mengenai tanggal, jam, tempat dan lamanya pertemuan, meminta pada calon peserta untuk

berpartisipasi dalamfocus group discussion dan jelaskan pentingnya kontribusi

(24)

commit to user

2. Mempersiapkan fasilitator

Penting bagi fasilitator untuk mempersiapkan petunjuk diskusi agar lebih

terarah dan terfokus berupa sejumlah daftar pertanyaan yang bersifat terbuka,

terstruktur dan mengalir teratur dari awal sampai akhir. Peranan fasilitator adalah:

a. Menjelaskan tujuan dan topik focus group discussion

Fasilitator tidak perlu seorang ahli mengenai substansi dari topik tertentu. Yang

penting adalah dia harus memahami topik diskusi untuk dapat menguasai

pertanyaan, selain itu dia harus mampu memancing dan mendorong peserta agar

dapat mengeluarkan pendapatnya.

b. Mengarahkan kelompok bukan diarahkan oleh kelompok.

Tugas utama fasilitator adalah mengajukan pertanyaan dan harus netral

terhadap jawaban peserta. Tekankan bahwa tidak ada penilaian benar atau salah

terhadap jawaban peserta. Fasilitator menampung jawaban peserta tidak boleh

menimpali dengan kata setuju atau tidak setuju terhadap jawaban peserta.

c. Amati peserta atau tanggap terhadap reaksi peserta.

Mendorong peserta untuk berpartisipasi secara aktif dalam diskusi dan jangan

dibiarkan ada peserta yang mendominasi.

d. Ciptakan hubungan baik dengan peserta agar dapat menggali jawaban dan

memberi komentar lebih dalam.

e. Bersikap fleksibel dan terbuka terhadap saran dan perubahan.

f. Amati komunikasi non verbal antar peserta dan tanggap terhadap hal tersebut.

g. Pelihara nada sura dalam mengajukan pertanyaan agar selalu terkesan

(25)

commit to user

3. Mempersiapkan petugas pencatat (notulen)

Tugas notulen selain mencatat hasil diskusi secara deskriptif apa adanya tanpa

dicampuri pikiran dan kesimpulan notulis sendiri, juga mengamati proses diskusi

berlangsung dan mencatat proses diskusi berlangsung sehubungan dengan

komunikasi nonverbal diantara peserta diskusi. Hal-hal yang perlu dicatat notulen:

a. Tanggal pertemuan dan waktu mulai dan berkhirnya diskusi.

b. Nama dan jumlah peserta diskusi, jenis kelamin, umur, pendidikan serta

identitas dan informasi lain yang mungkin bisa berpengaruh terhadap aktivitas

peserta.

c. Deskripsi umum mengenai suasana pertemuan, tingkat partisipasi peserta,

adakah peserta yang mendominasi kelompok atau peserta yang kurang

berpartisipasi dan sebagainya.

d. Deskripsi mengenai tempat dan ruangan pertemuan, apakah suasana ruangan

cukup nyaman dan mendukung keefektifan pertemuan ataukah sebaliknya.

e. Notulen juga perlu mengingatkan fasilitator bila ada pertanyaan yang

terlupakan atau juga mengusulkan pertanyaan baru sesuai dengan situasi yang

bekembang dalam diskusi.

1.9 Pelaksanaan focus group discussion

1. Persiapan penyelenggaraan focus group discussion, fasilitator dan notulis harus datang tepat waktu sebelum peserta datang dan sebaiknya berbincang secara

informal dengan peserta. Ambillah kesempatan ini untuk mengenal nama peserta

dan yang menjadi perhatian mereka. Fasilitator menyiapkan tempat duduk peserta

secara melingkar bersama fasilitator, sehingga peserta merasa samarata dan

(26)

commit to user

fasilitator menjaga agar tidak ada interupsi dari luar forum focus group discussion. Semua perlengkapan focus group discussion dipersiapkan misalnya kaset, baterai, petunjuk diskusi dan sebagainya.

2. Pembukaan focus group discussion

Pada waktu membuka diskusi fasilitator memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Jelaskan tujuan diadakan focus group discussion serta perkenalkan nama fasilitator serta notulis dan peranannya masing-masing.

b. Minta peserta memperkenalkan diri dan fasilitator harus cepat mengingat

nama peserta dan menggunakannya pada waktu berbicara dengan peserta.

c. Jelaskan bahwa pertemuan terebut tidak bertujuan untuk memberikan

ceramah tetapi untuk mengumpulkan pendapat dari peserta. Tekankan

bahwa fasilitator ingin belajar dari peserta.

d. Tekankan bahwa waktu fasilitator mengajukan pertanyaan jangan berebutan

menjawabnya pada waktu yang sama.

e. Mulailah pertemuan dengan mengajukan pertanyaaan yang sifatnya umum

yang tidak berkaitan dengan topik.

1.10 Teknik pengelolaanfocus group discussion

1. Klarifikasi, sesudah peserta menjawab pertanyaan fasilitator dapat mengulangi

jawaban peserta dalam bentuk pertanyaan untuk meminta penjelasan lebih lanjut.

Misalnya apakah saudara dapat menjelaskan lebih lanjut tentang hal tesebut.

2. Reorientasi, agar supaya diskusi hidup dan menarik. Teknik reorientasi harus

efektif. Fasilitator dapat menggunakan jawaban seorang peserta untuk ditanyakan

(27)

commit to user

3. Kehadiran orang ahli atau orang berpengaruh, usahakan agar focus group discussion

tidak dihadiri oleh ahli atau orang yang berpengaruh, tetapi jika tidak dapat

dihindari mohon kepada mereka untuk diam dan mendengarkan diskusi dan jika ada

ide atau saran bisa dikemukakan kepada fasilitator setelah selasai diskusi.

4. Terhadap peserta dominan, apabila ada peserta dominan maka fasilitator harus lebih

banyak mengalihkan perhatian kepada peserta lain agar lebih berpatisipasi sehingga

tidak mendorongnya untuk memberikan jawaban terus menerus. Kalau tidak

berhasil maka secara sopan fasilitator dapat menyatakan kepadanya untuk

memberikan kesempatan kepada peserta lain berbicara.

5. Terhadap peserta yang diam, agar peserta yang diam mau berpartisipasi maka

sebaiknya memberikan perhatian yang banyak kepadanya dengan selalu

menyebutkan namanya dan mengajukan pertanyaan.

6. Penggunaan gambar dan foto, dalam melakukan focus group discussion fasilitator dapat menggunakan foto atau gambar. misalnya foto anak kurang gizi dan

menanyakan “Bagaimana keadaan anak tersebut? Apa yang harus ibu lakukan?”

1.11 Penutupan focus group discussion

Untuk menyimpulkan pertemuan focus group discussion ini, fasilitator sebaiknya memperhatikan hal – hal sebagai berikut:

1. Jelaskan bahwa pertemuan sudah selesai. Tanyakan pada peserta apakah masih

ada lagi sesuatu yang ingin disampaikan. Komentar yang sesuai masih dapat digali

lebih mendalam lagi.

2. Ucapkan terimakasih kepada peserta untuk partisipasinya dan nyatakan bahwa

ide-ide mereka sangat berguna utuk penyusunan program atau untuk merancang

(28)

commit to user

dan notulis harus bertemu untuk melengkapi dan mengklarifikasi catatan hasil

diskusi.

1.12 Keuntungan teknik focus group discussion

1. Kekuatan

a. Sinergisme dan Social Support, suatu kelompok mampu mengahasilkan informasi, pandangan yang lebih luas sehingga mampu memberikan motivasi

antar anggota kelompok dalam menyampaikan perasaan dan pikiran.

b. Snowballing/ Social Cohesivness, pendapat yang muncul secara acak dari seorang peserta dapat memacu reaksi berantai dari peserta lain sehingga

menghasilkan ide baru.

c. Stimulation/ Social Cohesiveness, pengalaman dalam kelompok sendiri merupakan sesuatu yang menyenangkan dan mendorong partisipasi.

d. Ventilasi (Pelepasan) dan Security, secara individu peserta merasa aman di dalam kelompok dan merasa bebas mengutarakan perasaan dan pikirannya.

e. Spontanitas, tidak diharuskan setiap individu untuk menjawab setiap

pertanyaan, siapa saja yang secara spontan mempunyai ide jawaban

dipersilakan menyumbangkan idenya, sehingga jawaban yang diperoleh lebih

memiliki arti, karena melalui suatu proses kelompok secara spontan.

2. Konsep Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan proses perubahan perilaku secara terencana

pada diri individu, kelompok atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam

(29)

commit to user

kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu, dan

dari tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri menjadi mandiri.

Dalam keperawatan pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk intervensi

keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik individu, kelompok atau

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran,

yang didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik.

2.1 Definisi Pendidikan Kesehatan

Menurut Green (1972) yang dikutip Notoatmodjo (2003), mengemukakan

bahwa pendidikan kesehatan adalah istilah yang diterapkan pada penggunaan proses

pendidikan secara terencana untuk mencapai tujuan kesehatan yang meliputi beberapa

kombinasi dan kesempatan pembelajaran. Nyswander (1947) yang dikutip

Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan adalah perubahan

proses perilaku yang dinamis, bukan proses pemindahan materi dari seseorang ke

orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur.

Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan

merupakan suatu proses perubahan perilaku yang dinamis dengan tujuan mengubah

atau mempengaruhi perilaku manusia yang meliputi komponen pengetahuan, sikap

ataupun praktik yang berhubungan dengan tujuan hidup sehat secara individu,

kelompok atau masyarakat serta merupakan komponen dari program kesehatan (Suliha

et al., 2002).

2.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Pada dasarnya Pendidikan kesehatan bertujuan untuk mengubah pemahaman

individu, kelompok dan masyarakat di bidang kesehatan agar menjadikan kesehatan

(30)

commit to user

menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada dengan tepat dan sesuai (Suliha

et al., 2002).

2.3 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Ruang Lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, antara

lain dimensi sasaran pendidikan, tempat pelaksanaan pendidikan, dan tingkat

pelayanan pendidikan kesehatan.

2.3.1 Sasaran pendidikan kesehatan

1. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.

2. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.

3. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat.

2.3.2 Tempat pelaksananaan pendidikan

1. Pendidikan kesehatan di sekolah.

2. Pendidikan kesehatan di pelayanan kesehatan.

3. Pendidikan kesehatan di tempat kerja.

2.3.3 Tingkat pelayanan pendidikan kesehatan

Dalam dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat

dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five level of prevention) : 1. Promosi kesehatan (Health Promotion).

2. Perlindungan Kesehatan (Spesific Protection).

3. Diagnosa dini dan pengobatan segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment).

(31)

commit to user

2.4 Pendidikan Kesehatan sebagai Proses Perubahan Perilaku

Pengubahan perilaku mencakup tiga ranah perilaku yaitu pengetahuan, sikap dan

ketrampilan memalui proses pendidikan kesehatan. Hasil perubahan pengubahan

perilaku yang diharapkan melalui proses pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah

perilaku sehat. Perilaku sehat dapat berupa emosi, pengetahuan, pikiran, keinginan,

tindakan nyata dari individu, kelompok dan masyarakat (Suliha et al., 2002).

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sehat

Perilaku sehat dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau rangsangan yang

berupa pengetahun, sikap, pengalaman, keyakinan, sosial, budaya, sarana fisik.

Pengaruh atau rangsangan itu bersifat internal dan eksternal, dan diklasifikasikan

menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku sehat, yaitu faktor predisposisi

(predispossing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor pendorong ( reinforcing factors).

Faktor predisposisi merupakan faktor internal yang ada pada diri individu,

keluarga, kelompok dan masyarakat yang mempermudah individu untuk berperilaku

seperti pengetahuan, sikap, nilai, persepsi dan keakinan.

Faktor pemungkin merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku,

karena tersedianya sumber daya, keterjangkauan, rujukan dan ketrampilan.

Faktor penguat merupakan faktor yang menguatkan perilaku, seperti sikap dan

ketrampilan petugas kesehatan, teman sebaya, orang tua dan majikan (Suliha et al.,

(32)

commit to user

2.6 Metode Pembelajaran dalam Pendidikan Kesehatan

Metode pendidikan kesehatan pada dasarnya merupakan pendekatan yang

digunakan dalam proses pendidikan untuk penyampaian pesan kepada sasaran

pendidikan. Suatu metode pembelajaran dalam pendidikan kesehatan dipilih

berdasarkan tujuan pendidikan kesehatan, kemampuan perawat sebagai tenaga

pengajar, kemampuan sasaran, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan pendidikan

kesehatan, ketersediaan fasilitas pendukung.

2.6.1 Metode Ceramah

Ceramah adalah pidato yang disampaikan seorang pembicara di depan

sekelompok orang. Metode ceramah digunakan pada sasaran belajar yang mempunyai

perhatian selektif, sasaran belajar mempunyai lingkup perhatian yang terbatas, sasaran

belajar memerlukan informasi yang katagoris atau sistematis, sasaran belajar perlu

menyimpan informasi, sasaran belajar perlu menggunakan informasi yang diterima.

2.6.2 Metode Diskusi Kelompok

Diskusi kelompok adalah percakapan yang direncanakan atau dipersiapkan

diantara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin diskusi.

Metode diskusi kelompok digunakan bila sasaran pendidikan kesehatan diharapkan:

1. Dapat saling mengemukakan pendapat.

2. Dapat mengenal dan mengolah problem kesehatan yang dihadapi.

3. Mengharapkan suasana informal.

4. Diperoleh pendapat dari orang – orang yang tidak suka bicara.

(33)

commit to user

2.6.3 Metode Panel

Panel adalah pembicaraan yang direncakana didepan peserta tentang sebuah

topik dan diperlukan tiga panelis atau lebih serta diperlukan seorang pemimpin.

Metode panel digunakan bila :

1. Pada waktu mengemukakan pendapat yang berbeda tentang suatu topik.

2. Jika tersedia panelis dan moderator yang memenuhi persyaratan.

3. Jika topik pembicaraan terlalu luas untuk didiskusikan dalam kelompok.

4. Jika peserta tidak diharapkan memberikan tanggapan secara verbal dalam diskusi.

2.6.4 Metode Forum Panel

Forum panel adalah panel yang didalamnya peserta perpartisipasi dalam diskusi.

Metode forum panel digunakan bila:

1. Jika ingin menggabungkan penyajian topik dengan reaksi peserta.

2. Jika anggota kelompok diharapkan memberikan reaksi pada diskusi.

3. Jika tersedia waktu yang cukup.

4. Jika peserta mengajukan pandangan yang berbeda-beda.

2.6.5 Metode Permainan Peran

Permainan peran adalah pemeranan sebuah situasi dalam kehidupan manusia

dengan tanpa diadakan latihan, dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk dipakai

sebagai bahan analisis oleh kelompok. Metode ini digunakan apabila:

1. Peserta perlu mengetahui pandangan yang berlawanan.

2. Peserta mempunyai kemampuan untuk melakukan metode tersebut.

3. Pada waktu membantu peserta memahami suatu masalah.

4. Jika akan mengubah sikap, pengaruh emosi dapat membantu dalam penyajian

(34)

commit to user

5. Untuk pemecahan masalah.

3. Metode Simposium.

Symposium adalah serangkaian pidato pendek di depan peserta dengan seorang

pemimpin. Pidato tersebut mengemukanan aspek yang berbeda dari topik tertentu.

Metode simposium digunakan bila:

1. Untuk mengemukakan aspek yang berbeda dari topik tertentu.

2. Pada kelompok besar.

3. Kelompok itu memerlukan keterangan ringkas.

4. Jika ada pembicara yang memenuhi syarat.

5. Jika tidak memerlukan reaksi peserta.

6. Ketika pokok pembicaraan sudah ditentukan.

4. Metode Demonstrasi.

Metode demonstrasi adalah pembelajaran yang menyajikan suatu p;rosedur atau

tugas, cara menggunakan alat, cara beinteraksi. Demonstrasi dapat dilakukan langsung

atau menggunakan media seperti video dan film. Metode demonstrasi digunakan

apabila:

1. Jika memerlukan contoh prosedur atau tugas dengan benar.

2. Apabila tersedia alat – alat peraga.

3. Bila tersedia tenaga pengajar yang terampil.

4. Membandingkan suatu cara dengan cara yang lain.

5. Untuk melihat serta kebenaran sesuatu, bila berhubungan dengan mengatur

(35)

commit to user

3. Koping Individu

3.1 Definisi Mekanisme Koping

Koping adalah setiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stres termasuk

upaya dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri dari masalah

(Stuart dan Sundeen, 2005). Menurut Keliat (1999), koping adalah cara yang dilakukan

individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta

respons terhadap situasi yang mengancam. Lazarus (2000) mendefinisikan koping

sebagai perubahan kognitif dan perilaku secara tetap untuk mengatasi tuntutan internal

ataupun ekternal yang melebihi sumber individu.

Dari definisi tersebut maka yang disebut koping adalah suatu cara yang digunakan

individu untuk menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan yang

terjadi secara kognitif dan perilaku. Koping tidak selalu berarti reaksi dalam

menyelesaikan masalah, namun juga meliputi upaya menghindari, mentoleransi,

meminimalkan atau menerima kondisi yang penuh dengan tekanan tersebut.

Koping dibagi menjadi dua yaitu mekanisme koping adaptif dan maladaptif

(Kozier, et al. 2004). Koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung

fungsi integrasi, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan (Stuart dan Sundeen,

2005), seperti relaksasi, berbicara dengan orang lain, latihan dan aktifitas yang

konstruktif serta memecahkan masalah secara efektif. Koping ini berfokus pada

masalah dan bersifat aktif (Lazarus, 2000). Koping maladaptif adalah mekanisme

koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan

otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Yang termasuk koping maladaptif

(36)

commit to user

maladaptif yang dilakukan wanita menopause dapat membawa dampak yang cukup

serius seperti terjadinya stres dan depresi pada wanita.

3.2 Beberapa sumber koping pada wanita menopause (Kozier, et al, 2004)

3.2.1 Sumber Internal.

Sumber internal dipengaruhi oleh karakter seseorang, meliputi kesehatan dan

energi, sistem kepercayaan, komitmen atau tujuan hidup, dan perasaan seseorang

seperti: harga diri, pengetahuan, keterampilan pemecahan masalah, dan keterampilan

sosial.

3.2.2 Sumber eksternal

Sumber eksterna meliputi tiga kategori yaitu: Pertama, kategori informasi yang

membuat orang percaya bahwa dirinya diperhatikan atau dicintai (dukungan

emosional). Kedua, kategori informasi yan membuat seseorang merasa bahwa dirinya

dianggap atau dihargai (dukungan harga diri); Ketiga kategori informasi yang

membuat seseorang merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari jaringan komunikasi

dan saling ketergantungan.

Fiset dan Rees (2006), mengatakan bahwa hipnosis, akupuntur, hidroterapi,

aromaterapi, terapi cahaya, terapi musik, massage, support group, dapat digunakan sebagai cara dalam mengatasi gangguan emosional saat menopause. Gangguan atau

keluhan fisik yang timbul saat menopause dapat dikurangi dengan berbagai cara

seperti self help, terapi komplementer ataupun pengobatan medis (terapi sulih hormon) (Stoppard, 2002).

(37)

commit to user

vitamin E, relaksasi. Gangguan tidur dapat dikurangi dengan mandi air hangat, minum

susu sebelum tidur, menggunakan baju tidur dari katun, latihan setiap hari. Pencegahan

osteoporosis dapat dilakukan dengan olahraga, konsumsi vitamin D dan kalsium, diet

yang tepat. Sedangkan untuk mencegah penyakit jantung dapat dilakukan dengan diet,

olahraga, konsumsi vitamin E dan C, menghindari rokok, dan mempertahankan berat

badan agar stabil. Penggunaan lotion berbahan dasar air dapat mengurangi nyeri saat

intercourse (Leventhal, 2000).

Penelitian yang dilakukan oleh Reynold tahun 2000 menyatakan bahwa wanita

bekerja mengenakan pakaian yang terang dan berlapis, berbicara dengan teman, dan

membawa kipas angin mini dalam tasnya sebagai cara mengatasi keluhan hot flushes. Wanita Cina menggunakan pengobatan herbal untuk mengontrol keluhan yang dialami

saat menopause (Zhao, 2003). Pengobatan herbal dilakukan juga oleh wanita Q’eqchi

Maya (Michel, et al. 2007).Zhao (2003) menemukan bahwa wanita Cina mengunjungi

dokter dikarenakan mereka tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya ketika menopause

bukan dikarenakan karena mengalami keluhan yang berat. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Nagata (2004), menyatakan bahwa konsumsi kacang-kacangan atau

fitoestrogen dapat mengurangi keluhan saat menopause.

3.3 Konsep Stres

Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri/ jiwa dan realitas kehidupan setiap

hari yang tidak dapat dihindari akan perubahan yang memerlukan penyesuaian. Sering

dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan stres,

seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta Perubahan positif

(38)

commit to user

Mekanisme perlindungan diri otomatis dan segera aktivasi sistemm syaraf dan

endokrin fight dan flight responss mekanik, kimia dan termal: selular, humoral/ endokrin, saraf.

3.3.1 Tahapan stres

1. Alarm reaction: reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stresor.

2. Stage of resistance: tubuh kembali stabil, kadar hormon, frekuensi jantung, tekanan darah dan curah jantung kembali normal.

3. Stage of exhaustion: terjadi ketika tubuh tidak dapat lagi melawan stres dan energi yang diperlukan untuk mempertahankan adaptasi menipis.

4. Tipe stresor

a. Stresor internal misalnya tumor, cacat bawaan, hipertensi.

b. Stresor eksternalmisalnya marah kepada teman, konflik dengan orang tua.

c. Stesor fisik misalnya overdosis, virus, luka, suhu.

d. Stesor psikologis misalnya takut operasi, cemas terhadap operasi, dan

berduka karena kematian orang tua.

(Stuart dan Sundeen, 2005) menyatakan dalam mengatasi stresor pada dapat

dilakukan dengan cara:

1. Individu

a. Kenali diri sendiri.

b. Turunkan kecemasan.

c. Tingkatkan harga diri.

d. Persiapan diri.

(39)

commit to user

2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat)

a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif.

b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi dengan

anggota keluarganya.

c. Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut dari keluarga.

d. Berikan bimbingan khusus untuk individu, misalnya konseling.

5. Homeostatis dan faktor-faktornya.

Homeostatis yaitu mekanisme fisiologis yang bervariasi dalam tubuh

individu untuk memelihara keseimbangan dalam lingkungan internal,

dipengaruhi oleh beberapa faktor di bawah ini: faktor genetik, fisik dan kimiawi,

mikroorganisme dan parasit, psikologik, faktor kultural, migrasi, ekologik,

pekerjaan.

6. Mekanisme pertahanan ego/ mekanisme koping individu.

Mekanisme pertahanan ego yang sering disebut sebagai mekanisme

pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan ego adalah sebagai berikut:

a. Kompensasi, proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra diri

dengan secara tegas menonjolkan keistimewaan atau kelebihan yang

dimiliki.

b. Penyangkalan (denial), menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan mengingkari realitas tersebut. Mekanisme pertahanan ini adalah

yang paling sederhana dan primitif.

(40)

commit to user

d. Disosiasi, pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari

kesadaran atau identitasnya.

e. Identifikasi, proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang yang

dikagumi berupaya dengan mengambil/ menirukan pikiran-pikiran, perilaku,

dan selera orang tersebut.

f. Intelektualisasi, pengguna logika dan alasan berlebihan untuk menghindari

pengalaman yang mengganggu perasaannya,

g. Introyeksi, suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang mengambil

atau melebur nilai-nilai dan kualitas seseorang atau suatu kelompok ke

dalam struktur egonya sendiri, merupakan hati nurani.

h. Isolasi, pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang mengganggu

dapat bersifat sementara atau dalam jangka waktu yang lama.

i. Proyeksi, pengalihan buah pikiran atau impuls pada diri sendiri kepada

orang lain terutama keinginan, perasaan emosional dan motivasi yang tidak

dapat ditoleransi.

j. Rasionalisasi, mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan dapat

diterima masyarakat untuk membenarkan impuls, perasaan, perilaku, dan

motif yang tidak dapat diterima.

k. Reaksi formasi, pengembangan sikap dan pola perilaku yang dia sadari,

yang bertentangan dengan yang sebenarnya dirasakan atau ingin dilakukan.

l. Regresi, kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan merupakan cirri

khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.

m. Represi, pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran, impuls atau

(41)

commit to user

merupakan pertahanan yang primer yang cenderung diperkuat oleh

mekanisme lain.

n. Pemisahan (splitting), sikap mengelompokkan orang atau keadaan hanya sebagai semuanya baik atau semuanya buruk, kegagalan untuk memadukan

nilai-nilai positif dan negatif dalam diri sendiri.

o. Sublimasi, penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimata

masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam

penyaluran secara normal.

p. Supresi, suatu proses yang digolongkan sebagai mekanisme pertahanan

tetapi sebetulnya merupakan suatu analog represi yang disadari.

Mekanisme koping pada keadaan gangguan seksualitas, dikategorikan

sebagai koping adaptif adalah fantasi, sedangkan koping maladaptif adalah

proyeksi, penyangkalan dan rasionalisasi (Stuart dan Sundeen, 2005).

7. Faktor – faktor yang memengaruhi efek stresor

a. Sifat stresor, stresor yang sama memberikan arti yang berbeda bagi

seseorang.

b. Jumlah stresor pada waktu yang bersamaan, sehingga yang kecil dapat

menjadi berat.

c. Lamanya stresor. Semakin lama seseorang terpapar stresor maka orang

tersebut mengalami penurunan kemampuan dalam mengatasi masalah

karena kelelahan.

d. Usia dan perkembangan

e. Jenis kelamin

(42)

commit to user

g. Status kesehatan secara umum

h. Support system (Stuart dan Sundeen, 2005). 8. Metode koping

Ada dua metode koping yang digunakan oleh individu dalam mengatasi

masalah psikologis, dua metode tersebut antara lain:

a. Metode koping jangka panjang, cara ini adalah konstruktif dan merupakan

cara yang efektif dan realistis dalam menangani masalah psikologis dalam

kurun waktu yang lama, misalnya berbicara dengan orang lain, mencoba

mencari informasi yang lebih banyak tentang masalah yang sedang

dihadapi, menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi

dengan kekuatan supranatural, melakukan latihan fisik untuk mengurangi

ketegangan, membuat berbagai alternatif tindakan untuk mengurangi

situasi, mengambil pelajaran atau pengalaman masa lalu.

b. Metode koping jangka pendek, cara ini digunakan untuk mengurangi stres

dan cukup efektif untuk waktu sementara, tetapi tidak efektif untuk

digunakan dalam jangka panjang, misalnya menggunakan alkohol atau

obat, melamun dan fantasi, mencoba melihat aspek humor dari situasi yang

tidak menyenangkan, tidak ragu dan merasa yakin bahwa semua akan

kembali stabil, banyak tidur, banyak merokok, menangis, beralih pada

(43)

commit to user

8.1.1 Faktor yang mengubah pengalaman stres

Beberapa faktor yang dapat mengubah pengalaman stres seseorang antara lain:

1. Variabel individu yang meliputi umur, tahap kehidupan, jenis kelamin,

temperamen, faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, kebudayaan, status

ekonomi dan kondisi fisik.

2. Karakteristik kepribadian: introvert–ekstrovert, stabilitas emosi secara umum, kepribadian ketabahan, kekebalan, ketahanan.

3. Variabel sosial - kognitif: dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial,

kontrol pribadi yang dirasakan; hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan

sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial, serta strategi koping yang

digunakan.

3.4 Strategi Koping

Seseorang dalam beradaptasi terhadap stresor akan menggunakan berbagai

macam koping. Taylor (1991) mengungkapkan 8 strategi koping yang berbeda antara

lain: konfrontasi, mencari dukungan sosial, merencanakan pemecahan masalah

dikaitkan dengan problem - focused coping, kontrol diri, membuat jarak, penilaian kembali secara positif, menerima tanggung jawab, menghindar. Strategi koping

menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai,

mentoleransi, mengurangi, atau minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang

penuh tekanan. Dengan perkataan lain strategi koping merupakan suatu proses dimana

individu berusaha untuk menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat

dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kognitif

(44)

commit to user

3.5 Jenis Strategi koping

Para ahli menggolongkan dua strategi coping yang biasanya digunakan oleh

individu yaitu: problem-solving focused coping, dimana individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang

menimbulkan stres dan emotion-focused coping, dimana individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang

akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang penuh tekanan (Stuart dan

Sundeen, 2005).

Hasil penelitian membuktikan bahwa individu menggunakan kedua cara tersebut

untuk mengatasi berbagai masalah yang menekan dalam berbagai ruang lingkup

kehidupan sehari-hari. Faktor yang menentukan strategi yang paling banyak atau

sering digunakan sangat tergantung pada kepribadian seseorang dan sejauhmana

tingkat stres dari suatu kondisi atau masalah yang dialaminya. Contoh: seseorang

cenderung menggunakan problem-solving focused coping dalam menghadapai masalah-masalah yang menurutnya bisa dikontrol seperti masalah yang berhubungan

dengan sekolah atau pekerjaan; sebaliknya akan cenderung menggunakan strategi

emotion-focused coping ketika dihadapkan pada masalah-masalah yang menurutnya sulit dikontrol seperti masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang

tergolong berat seperti kanker atau AIDS.

Hampir senada dengan penggolongan jenis koping seperti dikemukakan di atas,

dalam literatur tentang koping juga dikenal dua strategi koping, yaitu active and avoidant coping strategy. Active coping merupakan strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stres, sementara avoidant coping

(45)

commit to user

dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau

situasi yang berpotensi menimbulkan stres. Apa yang dilakukan individu pada

avoidant coping strategi sebenarnya merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan diri yang sebenarnya dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu karena cepat

atau lambat permasalahan yang ada haruslah diselesaikan oleh yang bersangkutan.

Permasalahan akan semakin menjadi lebih rumit jika mekanisme pertahanan diri

tersebut justru menuntut kebutuhan energi dan menambah kepekaan terhadap

ancaman.

3.6 Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping

Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan ditentukan oleh

sumber daya individu yang meliputi kesehatan fisik, keterampilan memecahkan

masalah, keterampilan sosial dan dukungan sosial dan materi.

1. Kesehatan fisik, kesehatan merupakan hal yang penting karena selama dalam

usaha mengatasi stres individu dituntut untuk mengerahkan tenaga yang cukup

besar.

2. Keyakinan atau pandangan positif, keyakinan menjadi sumber daya psikologis

yang sangat penting seperti keyakinan akan nasib (eksternal locus of control) yang mengerahkan individu pada penilaian ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan kemampuan strategi koping tipe: problem-solving focused coping 3. Keterampilan Memecahkan masalah, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk

mencari informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan

untuk menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif

tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya

(46)

commit to user

4. Keterampilan sosial, keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi

dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang

berlaku dimasyarakat.

5. Dukungan sosial, dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan

informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota

keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

6. Materi, dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang, barang barang atau

layanan yang biasanya dapat dibeli.

3.7 Tinjauan teoritis the roy adaptation model (Manusia sebagai adaptif system)

Roy (1991), mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem yang dapat

menyesuaikan diri (adaptif system). Sebagai sistem yang dapat menyesuaikan diri manusia dapat digambarkan secara holistik (bio, psiko, sosial) sebagai satu kesatuan

yang mempunyai input (masukan), control, feedback processes dan output (keluaran/ hasil). Proses kontrol adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan

cara-cara penyesuaian diri. Lebih spesifik manusia didefinisikan sebagai sebuah sistemm

yang dapat menyesuaikan diri dengan aktifitas kognator dan regulator untuk

mempertahankan adaptasi dalam empat cara-cara penyesuaian yaitu: fungsi fisiologis,

konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.

Dalam model adaptasi keperawatan menurut Calista Roy (1991) manusia

dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dapat menyesuaikan diri dari

perubahan suatu unsur, zat, materi yang ada dilingkungan. Sebagai sistem yang dapat

menyesuikan diri manusia dapat digambarkan dalam karakteristik sistemm, manusia

dilihat sebagai suatu kesatuan yang saling berhubungan antara unit unit fungsionil atau

(47)

commit to user

manusia dapat juga dijelaskan dalam istilah input, kontrol dan proses umpan balik dan

output yang akan diuraikan di bawah ini :

1. Input (stimulus) pada manusia sebagai suatu sistem yang dapat menyesuaikan diri:

yaitu dengan menerima masukan dari lingkungan luar dan lingkungan dalam diri

individu itu sendiri. Input atau stimulus yang masuk, dimana umpan baliknya

dapat berlawanan atau responsnya yang berubah dari suatu stimulus. Hal ini

menunjukkan bahwa manusia mempunyai tingkat adaptasi yang berbeda dan

sesuai dari besarnya stimulus yang dapat ditoleransi oleh manusia.

2. Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stres,

termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang

digunakan untuk melindungi diri (Stuart dan Sundeen, 2005). Manusia sebagai

suatu sistemm yang dapat menyesuaikan diri disebut mekanisme koping. Dua

mekanisme koping yang telah diidentifikasikan yaitu: subsistem regulator dan

subsistem kognator

3. Output dari manusia sebagai suatu sistemm adaptif adalah respons adaptif (dapat

menyesuaikan diri) dan respons inefektif (tidak dapat menyesuaikan diri). Respons

yang adaptif itu mempertahankan atau meningkatkan intergritas, sedangkan

respons respons yang tidak efektif atau maladaptif itu mengganggu integritas.

Melalui proses umpan balik, respons-respons itu selanjutnya akan menjadi input

(masukan) kembali pada manusia sebagai suatu sistemm. Koping yang tidak

konstruktif/ tidak efektif berdampak terhadap respons sakit/ maladaptif, jika klien

masuk pada zona maladaptif maka klien mempunyai masalah keperawatan

(48)

commit to user

4. Menopause

Kata “ menopause” terdiri dari dua kata yang berasal dari kata Yunani yang

berarti “bulan” dan “penghentian sementara” yang lebih tepat disebut dengan

“menocease”. Secara medis istilah menopause berarti “menocease” karena berdasarkan

definisinya maka menopause itu berarti berhentinya masa menstruasi (Wirakusumah,

2004). Menurut Manuaba (2005) menopause di bagi dalam beberapa tahapan yaitu

sebagai berikut:

1. Pre menopause (klimakterium)

Pada fase ini seorang wanita akan mengalami kekacauan pola menstruasi,

terjadi perubahan psikologis/ kejiwaan, terjadi perubahan fisik berlangsung selama

antara 4- 5 tahun pada usia 48-55 tahun.

2. Fase menopause

Terhentinya menstruasi, perubahan dan keluhan psikologis dan fisik makin

menonjol, berlangsung sekitar 3-4 tahun pada usia antara 56-60 tahun.

3. Fase pasca menopause (senium)

Terjadi pada usia diatas 60 -65 tahun, wanita beradaptasi terhadap

perubahan psikologis dan fisik, keluhan makin berkurang.

Usia dari hari ke hari akan terus berjalan dan setiap orang seiring dengan

bertambahnya usia tidak akan lepas dari predikat tua. Bertambahnya usia maka tingkah

laku, cara berpakaian dan bentuk tubuh mengalami suatu perubahan.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa menopause merupakan suatu proses

peralihan dari masa produktif menuju perubahan secara perlahan-lahan ke masa

Gambar

Gambar 2.2  Kerangka Berpikir…….......………………………….
Tabel  4.1
Gambar 3.1 Kerangka penelitian keefektifan focus group disscusion dalam
Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian pada  kelompok pendidikan kesehatan tanpa
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pura Uluwatu merupakan salah satu Kahyangan Jagat di Bali, tergolong kedalam Sad Kahyangan dan Pura Uluwatu sebagai tempat suci untuk memuja Sang Hyang Widhi Wasa dalam

Sumber pemanis alami alternatif yang aman bagi kesehatan dapat diproduksi dari inulin dalam umbi dahlia (Dahlia variabilis Willd.) dan dapat dihidrolisis dengan inulinase dari

Produk pemetaan geomorfologi adalah peta geomorfologi pada skala 1:25.000 yang berdasarkan pada analisis desk-study, dengan peta dasar adalah peta topografi,

Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat pada tahap perencanaan di keempat kelurahan menunjukkan bahwa bentuk partisipasi masyarakat yang paling beragam adalah

Hasil dari penelitian ini ditujukan un- tuk memahami trend perilaku pembelian produk hijau oleh konsumen Indonesia, selain itu juga penelitian ini menawarkan

Perkembangan Otak terganggu Pertumbuhan terganggu (IUGR) Metabolic Programing Kemampuan Kognitif & Pendidikan rendah Stunting/ Pendek -Hipertensi - Diabetes - Obesitas -

JUDUL : PENGARUH FAKTOR INTERNAL, ESKTERNAL DAN STRATEGI TERHADAP DAYA SAING USAHA KECIL MENENGAH PADA PENGUSAHA BIKA AMBON DI MEDAN.. Tanggal

Adapun akibat hukum perkawinan terhadap suami istri seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yakni: 1) Suami istri memikul