• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) Sebagai Penggumpal Lateks Alam Terhadap Mutu Karet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) Sebagai Penggumpal Lateks Alam Terhadap Mutu Karet"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

Lampiran 6. Alat – alat yang digunakan

a. Lab Mill

b. Plastisimeter

(8)

d. Viskosimeter

(9)

f. Oven PRI

(10)

h. Oven Pemanasan

i. Unit Infra Red

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, A. 2009. Obat Asli Indonesia. Makassar : Universitas Muslim Indonesia Press.

Aspolumin. Prof. N. 1962. Rubber. New York : Interscience Publisher

Barnard, D, and all. 1975. Chemical Modification of Natural Rubber. Kuala Lumpur : Proceeding of The Internastional Rubber Conference

Darussamin, A, dkk. 1985. Pengetahuan Mengenai Lateks dan Pengolahannya. Medan : BPP Sei Putih

Departemen Kesehatan R.I. 1996. Komposisi Kimia Asam Jawa Dalam 100 Gram

Bahan

Doughari, J.H. 2006. Antimicrobial Activity Of Tamarindus Indica Linn. Surabaya : Grafrika

Freddy, W. 2008. Pengaruh Komposisi Bahan Olah Karet Terhadap Tingkat

Konsistensi Plastisitas Retension Indeks (PRI) Karet Remah SIR 20 Di PT.Bridgestone Sumatera Rubber Estate Dolok Merangir. Medan :

Universitas Sumatera Utara

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid ke-3. Jakarta : Yayasan Sarana Warna Jaya

Hussudur, M. 2011. Pengaruh Konsentrasi Amonium Laurat Terhadap Kekuatan

Tarik dan Kemuluran Serta Ketahanan Sobek Film Lateks Karet Alam.

Medan : Universitas Sumatera Utara

Kartowardoyo, S. 1980. Penggunaan “Wallace-Plastimeter” Untuk Penentuan

Karakteristik – Karakteristik Pematangan Karet Alam. Yogyakarta :

Universitas Gajah Mada

Khairani. 1995. Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Tahu Sebagai Penggumpal

Lateks. Medan : Universitas Sumatera Utara

Khairina, S. 2010. Pengaruh Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L)

Sebagai Penggumpal Lateks Terhadap Mutu Karet. Medan : Universitas

Sumatera Utara

(12)

Riset, P. 2004. Pengaruh Bahan Pengawet Sekunder Pada Kestabilan Lateks

Alam Irridiasi. Jakarta : Badan Tenaga Nuklir Nasional

Rintonga, M. 2008. Pengaruh Kotoran Terhadap Kualitas Karet Remah. Medan : Universitas Sumatera Utara

Rudi, M. 2004. Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Rentensi Indeks Karet. Medan : Universitas Sumatera Utara

Rukmana, R. 2005. Budidaya Asam Jawa. Yogyakarta : Kanisius

Setiawan. Ir. D. H. 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Jakarta : Agromedia Pustaka

Setyamidjaja, D. 1993. Seri Budi Daya Karet. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Shinzo, K. 2015. Natural Rubber: From the Odyssey of the Hevea Tree to the Age

of Transportation. USA : Smithers Rapra Technology

Stevens, M.P., 2007. Polymer Chemistry An Introduction. Cetakan Kedua. Penerjemahan Iis Sopyan. Jakarta : PT. Pradnya Paramita

Treloar, L.R.G. 1958. The Physics Of Rubber Elasticity. London : Clarendon Press

Tim Penulis PS. 2012. Panduan Lengkap Karet. Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya

(13)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat

- Alat Creeper Shanghai

- Lab mill Spend Reducer

- Wallace Punch Spend Reducer

- Plastimeter Wallace

- Lateks PTPN 3, Sumatera Utara

(14)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Penentuan kadar asam jawa (Tamarindus Indica L) 3.3.1.1. Pembuatan asam jawa 10%

Ditimbang 10 gram asam jawa, kemudian di tambahkan 100 ml aquadest, lalu dihomogenkan, kemudian di saring.

3.3.1.2. Pembuatan asam jawa 20%

Ditimbang 20 gram asam jawa, kemudian di tambahkan 100 ml aquadest, lalu dihomogenkan, kemudian disaring.

3.3.1.3. Pembuatan asam jawa 30%

Ditimbang 30 gram asam jawa, kemudian di tambahkan 100 ml aquadest, lalu dihomogenkan, kemudian disaring.

3.3.2. Pengambilan lateks

Diambil lateks kebun sebanyak 1000 mL, kemudian disaring lateks, lalu dihomogenkan lateks.

3.3.3. Pengambilan Asam Formiat sebagai kontrol

Diukur Asam Formiat 67 % sebanyak 80 ml, kemudian diukur sebanyak 40 ml sebagai kontrol penggumpal tanpa amonia, lalu diukur sebanyak 40 ml sebagai kontrol penggumpal dengan amonia.

3.3.4. Pembuatan Amonia 2,5 % sebagai anti koagulan

Diukur 50 ml amonia 25 %, lalu dimasukkan kedalam labu takar 500 ml, kemudian dihomogenkan, lalu diambil amonia 2,5 % sebanyak 10 ml.

3.3.5. Penggunaan buah asam jawa sebagai penggumpal lateks tanpa amonia

(15)

ditambahkan asam formiat sebanyak 40 ml yang digunakan sebagai kontrol, lalu untuk mangkok ke 2 sampai ke 4 ditambahkan dengan konsentrasi penambahan 10 ; 20 ; 30% masing-masing sebanyak 40 mL pada suhu 250C, lalu untuk mangkok ke 5 sampai ke 7 ditambahkan dengan konsentrasi penambahan 10 ; 20 ; 30% masing-masing 40 mL pada suhu 300C, lalu untuk mangkok ke 8 sampai ke 10 ditambahkan dengan konsentrasi penambahan 10 ; 20 ; 30% masing-masing 40 mL pada suhu 350C, kemudian masing-masing koagulum karet yang terbentuk digiling dengan alat creper sebanyak enam kali gilingan dan dikeringkan 7 hari sehingga menghasilkan karet kering, kemudian setelah itu masing-masing koagulum karet yang sudah kering digiling dengan blending mill sebanyak tiga kali, lalu karet kering yang dihasilkan diuji mutu

karetnya yaitu Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney, Kadar Abu, Kadar Kotoran, Kadar Karet Kering (KKK)

sesuai dengan ketentuan SIR (Standar Indonesia Rubber) 20.

3.3.6. Penggunaan buah asam jawa sebagai penggumpal lateks dengan amonia

Disediakan lateks kebun sebanyak 1000 ml, kemudian ditambahkan amonia 2,5 % sebanyak 10 ml kedalam 1000 ml lateks kebun, lalu di diamkan selama 5 jam, kemudian masing-masing 100 ml lateks dimasukkan ke dalam 10

(16)

karet kering yang dihasilkan diuji mutu karetnya yaitu Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney, Kadar Abu, Kadar Kotoran, Kadar Karet Kering (KKK) sesuai dengan ketentuan SIR (Standar Indonesia Rubber) 20.

3.4. Pengujian Mutu Karet

3.4.1. Penetapan nilai Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Index (PRI) Ditimbang sekitar 15 gram lateks yang sudah dikeringkan, lalu digiling dengan gilingan laboratorium sebanyak tiga kali, lalu lembaran karet tersebut dilipat

dua, ditekan perlahan-lahan dengan telapak tangan, kemudian lembaran karet tersebut dipotong dengan alat wallace punch sebanyak enam buah potongan uji

dengan diameter 13 mm seperti gambar di bawah ini :

Gambar 3.1. Lembaran karet setelah di potong dengan alat wallace punch

Untuk pengukuran plastisitas awal diambil potongan uji (1), sedangkan potongan uji (2) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan. Diletakkan potongan uji (2) untuk pengukuran plastisitas setelah pengusangan di atas baki dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1400 C selama 30 menit. Lalu dikeluarkan kemudian didinginkan sampai suhu kamar, sementara potongan uji

(1) sebanyak tiga buah diletakkan satu persatu diantara dua lembar kertas sigaret yang berukuran 35 mm x 45 mm selanjutnya diletakkan di atas piringan

plastimeter lalu piringan plastimeter tersebut ditutup, kemudian setelah ketukan pertama piringan bawah plastimeter akan bergerak ke atas selama 15 detik dan

1

2

1

(17)

menekan piringan atas, lalu dilanjutkan sampai ketukan berakhir yang ditandai dengan angka jarum mikrometer berhenti bergerak pada nilai plastisitas karet, sedangkan potongan uji (2) setelah pengusangan tadi diukur dengan cara yang sama, kemudian tiga potongan uji dari setiap contoh diambil angka rata-ratanya dan dibulatkan. Plastisitas Retensi Index (PRI) dapat dihitung dengan persamaan 3.1 sebagai berikut :

PRI =

x 100% (3.1)

Dimana: Pa = Plastisitas setelah pengusangan

Po = Plastisitas sebelum pengusangan

3.4.2. Penetapan Viskositas Mooney

Sebelum pengukuran dilakukan, alat viskosimeter terlebih dahulu dipanaskan selama 1 jam, kemudian masing-masing lembaran contoh karet diambil 2 buah

potongan uji dengan menggunakan alat wallace punch sehingga ukuran diameternya sama dengan ukuran diameter rotor, lalu dimasukkan rotor ke contoh karet pertama yang telah diberi lubang dengan gunting lalu dimasukkan bersama-sama ke stator bawah, kemudian contoh kedua diletakkan tepat di atas rotor, lalu ditutup stator atas dan setelah tertutup stopwatch dihidupkan, kemudian setelah tepat satu menit, dijalankan rotor, kemudian setiap setengah menit dilihat nilai viskositas pada alat penunjuk, lalu angka yang ditunjukkan jarum mikrometer setelah menit keempat adalah nilai viskositas karet. Viskositas Mooney dapat dihitung dengan persamaan 3.2 sebagai berikut :

(18)

Dimana : M = Pembacaan nilai viskositas setelah 4 menit

L = Besar rotor yang digunakan

1 = 1 menit waktu pemanasan

4 = Waktu 4 menit lamanya pengujian

100oC = Suhu pengujian

3.4.3. Penetapan Kadar Abu

Ditimbang masing-masing 5 gram contoh karet yang telah diseragamkan lalu dipotong-potong, lalu selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan platina yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya, kemudian masing-masing cawan yang berisi karet kemudian dipindahkan di atas pembakar listrik/gas sampai tidak keluar asap, lalu pemijaran diteruskan di dalam tanur pada suhu 5500C selama dua jam (sampai tidak berjelaga lagi), kemudian didinginkan cawan yang berisi abu di dalam desikator sampai suhu kamar selama 30 menit, lalu ditimbang. Kadar Abu dapat dihitung dengan persamaan 3.3 sebagai berikut :

Kadar Abu = x 100% (3.3)

Dimana: A = Berat cawan platina + abu

B = Berat cawan platina

C = Berat potongan uji

(19)

Ditimbang lateks untuk menentukan bobot lateks, kemudian digiling karet kering 25 kali dengan ketebalan 6,9 mm untuk membersihkan sampel dari kontaminan seperti potongan kulit karet, lumut, daun, pasir dan sebagainya, lalu digulung

hasil gilingan, kemudian ditimbang kembali untuk menentukan bobot karet kering. Kadar Karet Kering dapat dihitung dengan persamaan 3.4 sebagai berikut :

KKK =

x 100% (3.4)

3.4.5. Penentuan Kadar Kotoran

Ditimbang sample sebanyak 10 gram, kemudian dimasukkan kedalam Erlenmeyer yang telah diisi mineral terpentin sebanyak 230oC dan Curio Ts Sol 36% sebanyak 1,2 ml, lalu dipanaskan pada box infrared dengan suhu 255oC selama 2 jam dan selama pemanasan diguncang beberapa kali sampai larut dengan baik, sebelumnya saringan ditimbang dalam keadaan kosong dan dicatat nomor saringannya, lalu setelah 2 jam kemudian larutan disaring, kemudian dibilas Erlenmeyer dengan washing bottle untuk membersihkan kotoran yang tinggal di dasar Erlenmeyer, lalu dikeringkan saringan di dalam oven selama 1 jam sampai mencapai suhu kamar (100oC ), kemudian didinginkan saringan beserta kotoran, lalu ditimbang dan dicatat berat saringan yang berisi kotoran kotoran. Kadar Kotoran dapat dihitung dengan persamaan 3.5 sebagai berikut :

Kadar kotoran = x 100% (3.5)

Dimana : A = bobot saringan + kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot contoh

3.5. Bagan Penelitian

(20)

3.5.1.1. Pembuatan Larutan Asam Jawa 10%

Ditimbang 10 gram asam jawa

Dimasukkan kedalam beaker glass

Ditambahkan 100 mL aquadest

Dihomogenkan

Disaring

Filtrat Residu

Diambil Filtrat

Larutan Asam Jawa 10 %

Asam Jawa

Catatan : Perlakuan yang sama diulang dengan variasi konsentrasi buah asam jawa 20% ; 30%

3.5.2 Pengambilan Lateks

Lateks Kebun

Diambil sebanyak 1000 mL

Disaring

Dihomogenkan

Hasil

(21)

Asam Formiat 67 %

Diukur sebanyak 40 ml sebagai kontrol tanpa menggunakan amonia

Diukur sebanyak 40 ml sebagai kontrol dengan menggunakan amonia

Diukur sebanyak 80 ml

Hasil

3.5.4. Pembuatan Amonia 2,5 % sebagai anti koagulan

Amonia 25 %

Diukur 50 ml

Dimasukkan kedalam labu takar 500 ml

Dihomogenkan

Amonia 2,5 %

Diukur 10 ml

Hasil

(22)

Lateks

Digiling dengan alat creeper sebanyak 6 kali

Creeper

Dikeringkan selama 7 hari

Karet Kering

Digiling dengan lab mill sebanyak 3 kali

Pengujian Mutu Karet

Perlakuan yang sama diulang dengan variasi konsentrasi buah asam jawa 20 % ; 30% dan variasi suhu untuk suhu 250C ; 300C ; dan 350 C

(23)

Lateks

Digiling dengan alat creeper sebanyak 6 kali

Creeper

Dikeringkan selama 7 hari

Karet Kering

Digiling dengan lab mill sebanyak 3 kali

Pengujian Mutu Karet

(24)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Pengujian Mutu Karet Dalam Penetapan Nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI)

Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) terhadap lateks dengan perbandingan tanpa penambahan amonia dan dengan penambahan amonia diperoleh nilai plastisitas

(25)

Tabel 4.2. Nilai plastisitas awal dan plastisitas retensi index karet dengan

4.1.2 Hasil Pengujian Mutu Karet Dalam Penetapan Viskositas Mooney

Penentuan viskositas mooney terhadap karet alam menunjukkan panjangnya suatu rantai molekul karet atau berat molekul sertas derajat pengikat silang rantai molekulnya. Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan kata lain karetnya semakin kental dan keras. Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica

L.) terhadap lateks dengan perbandingan tanpa penambahan amonia dan dengan

(26)

Tabel 4.3. Nilai viskositas mooney dengan penggumpal buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) tanpa penambahan amonia

Perlakuan (Tamarindus Indica L.) dengan penambahan amonia

(27)

350C

40 ml asam jawa 30% suhu

350C 109 94 94 94 94 95 95 96

4.1.3 Hasil Pengujian Mutu Karet Dalam Penetapan Kadar Kotoran

Penentuan kadar kotoran terhadap karet untuk menunjukkan banyaknya benda

asing yang tidak larut. Dimana karena adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisasi karet alam

antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica

L.) terhadap lateks dengan perbandingan tanpa penambahan amonia dan dengan

penambahan amonia diperoleh nilai kadar kotoran yang di paparkan pada tabel 4.5 dan 4.6

Tabel 4.5. Nilai kadar kotoran dengan penggumpal buah asam jawa (Tamarindus

(28)
(29)

4.1.4 Hasil Pengujian Mutu Karet Dalam Penetapan Kadar Abu

Penentuan kadar abu terhadap karet untuk menunjukkan total mineral dalam suatu bahan pangan. Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) terhadap lateks dengan perbandingan tanpa penambahan amonia dan dengan penambahan amonia diperoleh nilai kadar abu yang di paparkan pada tabel 4.7 dan 4.8

(30)
(31)

4.1.5 Hasil Pengujian Mutu Karet Dalam Penetapan Kadar Karet Kering (KKK)

Penentuan kadar karet kering untuk menunjukkan banyaknya kadar karet kering yang terdapat didalam lateks yang digumpalkan dengan asam. Hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) terhadap lateks dengan perbandingan tanpa penambahan amonia dan dengan penambahan amonia diperoleh nilai kadar karet kering yang di paparkan pada tabel 4.9 dan 4.10

Tabel 4.9. Nilai kadar karet kering dengan penggumpal buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) tanpa penambahan amonia

(32)

Tabel 4.10. Nilai kadar karet kering dengan penggumpal buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) dengan penambahan amonia

(33)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) Terhadap Nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Index (PRI)

4.2.1.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica

L.) Terhadap Nilai Plastisitas Awal (Po)

Besarnya pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) sebagai penggumpal lateks memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks dimana grafik dapat dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 berikut :

Gambar 4.1. Grafik hubungan nilai plastisitas awal (Po) vs Konsentrasi buah asam jawa dengan variasi suhu tanpa penambahan amonia

(34)

Gambar 4.2. Grafik hubungan nilai plastisitas awal (Po) vs Konsentrasi buah asam jawa dengan variasi suhu dengan penambahan amonia

Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung di uji tanpa perlakuan khusus sebelumnya, yang ditentukan dengan Wallace Plastimeter. Karet yang mempunyai Po yang tinggi, mempunyai rantai molekul yang tahan terhadap oksidasi. Sedangkan yang mempunyai Po yang rendah mudah teroksidasi menjadi karet lunak (Walujuno, 1972).

Penambahan konsentrasi buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) dengan

perbandingan konsentrasi 20 % pada suhu 350C menghasilkan nilai plastisitas awal yang maksimum sebesar 77,66 tanpa penambahan amonia. Hal ini disebabkan karena buah asam jawa mengandung ion kalsium yang sedikit, sehingga karet yang dihasilkan menjadi keras dan tahan terhadap oksidasi.

Penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) dengan perbandingan konsentrasi 10 % pada suhu 250C menghasilkan nilai plastisitas awal yang minimum sebesar 50 tanpa penambahan amonia . Hal ini disebabkan karena penambahan konsentrasi buah asam jawa yang sedikit mengandung logam kalsium. Sehingga mempercepat terjadinya oksidasi oleh oksigen di atmosfer dalam keadaan karet kering dan menyebabkan pemecahan rantai karbon karet sehingga molekul karet menjadi pendek dan karetnya lunak (Kartowardoyo,1980).

(35)

4.2.1.2 Pengaruh Variasi Konsentrasi Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica

L.) Terhadap Nilai Plastisitas Retensi Index (PRI)

Besarnya pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) sebagai penggumpal lateks terhadap plastisitas retensi index (PRI) dimana grafik dapat dilihat pada gambar 4.3 dan 4.4 berikut :

(36)

Gambar 4.4. Grafik Hubungan Nilai Plastisitas Retensi Index (PRI) vs Konsentrasi Buah Asam Jawa Dengan Variasi Suhu dengan penambahan amonia

Plastisitas Retensi Index (PRI) adalah suatu ukuran ketahanan karet terhadap pengusangan atau oksidasi pada suhu tinggi. Faktor utama yang berpengaruh terhadap nilai plastisitas retensi index adalah zat peroksidan (logam-logam) dan

zat-zat anti oksidan (protein dan senyawa lain yang teradsorbsi pada karet).

Dari gambar di atas diperoleh yaitu dengan penambahan buah asam jawa dapat menurunkan nilai plastisitas retensi index (PRI). Pada konsentrasi 30 % dan suhu 350C , diperoleh nilai plastisitas retensi index minimum sebesar 48,24 % tanpa menggunakan amonia. Hal ini disebabkan karena penambahan larutan asam yang banyak dan tingginya suhu juga ikut mempengaruhi. Proses penggumpalan lateks terjadi karena lateks merupakan suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh suatu protein dan fosfolipid yang terdispersi dalam serum, protein ini tersusun atas bermacam-macam asam amino. Asam amino yang mengandung muatan positif dan muatan negatif disebut ion zwitter ( Poedjadi, 1994). Setiap asam amino yang bermuatan positif dan negatifnya berimbang atau muatan bersihnya nol dikatakan berada pada titik isoelektrik. PH pada saat penimbangan ini terjadi disebut PH isoeletrik (Wilbraham, 1992).

(37)

Pada buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) konsentrasi 10 % dan suhu 250C diperoleh nilai plastisitas retensi index maksimum sebesar 96,24 % dengan penambahan amonia. Hal ini disebabkan kandungan ion-ion logam yang terdapat pada buah asam jawa masih sedikit, ion-ion logam yang terdapat pada lateks ini dapat menetralkan muatan negatif pada partikel karet dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks. Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal (Budiman S, 1983).

Nilai dari plastisitas retensi index (PRI) tersebut memenuhi SIR 20 yang dapat dilihat pada lampiran.

4.2.2 Pengaruh Variasi Konsentrasi Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) Terhadap Penetapan Viskositas Mooney

Besarnya pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) sebagai penggumpal lateks memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks dimana grafik dapat dilihat pada gambar 4.5 dan 4.6 berikut :

Gambar 4.5. Grafik Hubungan Nilai Viskositas Mooney vs Konsentrasi Buah Asam Jawa Dengan Variasi Suhu tanpa penambahan amonia

(38)

Gambar 4.6. Grafik Hubungan Nilai Viskositas Mooney vs Konsentrasi Buah

Asam Jawa Dengan Variasi Suhu dengan penambahan amonia

Viskositas karet mentah dinyatakan sebagai Viskositas Mooney, yang menunjukkan panjangnya rantai molekul, berat molekul dan derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Jika nilai viskositas tinggi berarti karet yang dihasilkan keras sehingga mutu karet yang dihasilkan tinggi, sebaliknya jika nilai viskositas rendah menghasilkan karet yang lunak sehingga mutu karet yang dihasilkan turun. Mooney Viskosimeter adalah alat untuk mengukur gesekan rotor pada karet yang berfungsi sebagai tahanan dengan meletakkan karet di atas dan di bawah rotor yang dapat berputar yang dirancang pada ML(1+4), dimana dengan melakukan pemanasan pendahuluan pada suhu 1000C selama 1 menit dan pembacaan nilai rotor mooney pada menit ke 4 untuk setiap kecepatan rotor (Cocard, 2004).

(39)

4.2.3 Pengaruh Variasi Konsentrasi Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) Terhadap Penetapan Kadar Kotoran

Besarnya pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) sebagai penggumpal lateks memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks dimana grafik dapat dilihat pada gambar 4.7 dan 4.8 berikut :

Gambar 4.7. Grafik Hubungan Nilai Kadar Kotoran vs Konsentrasi Buah Asam Jawa Dengan Variasi Suhu tanpa penambahan amonia

(40)

Gambar 4.8. Grafik Hubungan Nilai Kadar Kotoran vs Konsentrasi Buah Asam Jawa Dengan Variasi Suhu dengan penambahan amonia

Kadar kotoran merupakan salah satu parameter yang harus dipenuhi dalam

meningkatkan mutu karet. Zat – zat pengotor yang terkandung dalam karet adalah batu, pasir, daun, tali rotan, batang karet, pecahan mangkok karet, ranting pohon, dan tatal. Agar standar parameter kadar kotoran memenuhi standar zat – zat

pengotor tersebut harus diminimalkan yang terdapat pada karet tersebut.

(41)

Dari gambar di atas diperoleh nilai kadar kotoran maksimum dengan penambahan buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) pada konsentrasi 20 % dan suhu 350C adalah 0,141 % tanpa penambahan amonia. Sedangkan nilai kadar kotoran minimum pada konsentrasi 10 % dan suhu 300C yaitu 0,015 % tanpa penambahan amonia. Sehingga memenuhi persyaratan SIR 20.

4.2.4 Pengaruh Variasi Konsentrasi Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) Terhadap Penetapan Kadar Abu

Besarnya pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) sebagai penggumpal lateks memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks yang di gambarkan pada grafik di bawah ini :

Gambar 4.9. Grafik Hubungan Nilai Kadar Abu vs Konsentrasi Buah Asam Jawa Dengan Variasi Suhu tanpa penambahan amonia

(42)

Gambar 4.10. Grafik Hubungan Nilai Kadar Abu vs Konsentrasi Buah Asam Jawa Dengan Variasi Suhu dengan penambahan amonia

Kadar abu dipengaruhi oleh faktor – faktor kontaminasi bahan asing dan

jenis bahan pembeku yang digunakan. Kadar abu yang tinggi terjadi apabila ke dalam lateks dengan sengaja ditambahkan bahan asing seperti lumpur, pasir halus, untuk memanipulasi penentuan kadar karet kering, atau jika koagulum kebun

telah dikotori oleh lumpur, endapan lateks, tanah liat, pasir, dan talk. Kotoran yang halus ini biasanya lolos dari saringan 325 mesh sehingga tidak bisa diamati

sebagai kadar kotoran tetapi muncul sebagai kadar abu yang tinggi, kotoran halus berupa pasir atau tanah liat merusak sifat vulkanisasi karetnya. Semua yang menjadi dasar spesifikasi teknis dilakukan dengan pengujian laboratorium quality control (Kartowardoyo, 1980).

Kadar abu (ash content) ditentukan dengan hasil pengabuan suatu sampel karet setelah dipijarkan selama 2 jam pada suhu 5500C. Syarat uji kadar abu dimaksudkan untuk menjamin agar karet mentah yang dijual tidak terlalu banyak mengandung bahan – bahan kimia seperti : natrium bisulfit, natrium karbonat, dan tawas yang biasa digunakan dalam proses pengolahan (Walujono, 1970).

(43)

suhu 250C yaitu 1,166 % dengan penambahan amonia. Hal ini disebabkan karet masih mengandung bahan kimia yaitu amonia walau sudah melakukan pemanasan yang cukup tinggi dan cukup lama. Sedangkan nilai minimum kadar abu pada konsentrasi 10 % dan suhu 250C yaitu 0,078 % tanpa penambahan amonia.

4.2.5 Pengaruh Variasi Konsentrasi Buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) Terhadap Penetapan Kadar Karet Kering (KKK)

Besarnya pengaruh penambahan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) sebagai penggumpal lateks memiliki pengaruh terhadap pembentukan lateks yang di gambarkan pada grafik di bawah ini :

Gambar 4.11. Grafik Hubungan Nilai Kadar Karet Kering vs Konsentrasi Buah Asam Jawa Dengan Variasi Suhu tanpa penambahan amonia

(44)

Gambar 4.12. Grafik Hubungan Nilai Kadar Karet Kering vs Konsentrasi Buah Asam Jawa Dengan Variasi Suhu dengan penambahan amonia

Dari gambar diatas di peroleh nilai maksimum kadar karet kering (KKK)

dengan menggunakan buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) pada konsentrasi 10 % dan suhu 300C tanpa penambahan amonia. Sedangkan nilai minimum pada konsentrasi 10 % pada suhu 350C tanpa penambahan amonia.

Pemanasan yang terjadi pada karet akan menyebabkan terjadinya pemutusan rantai molekul karet. Rantai – rantai molekul karet ini akan menjadi radikal – radikal bebas, karena pengaruh dari udara yaitu oksigen maka radikal bebas tersebut akan berikatan dengan oksigen. Terikatnya rantai molekul karet dengan oksigen menyebabkan rantai molekul karet menjadi pendek sehingga berat molekul menjadi lebih kecil (Kartowardoyo, 1980).

(45)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang kami lakukan, dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Bahwa buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) dapat digunakan sebagai penggumpal lateks yang memenuhi Standar Indonesia Rubber (SIR) yaitu SIR 20.

2. Mutu SIR dari lateks yang digumpalkan dengan variasi konsentrasi buah

asam jawa (Tamarindus Indica L.) pada konsentrasi 10 % dan suhu 300C tanpa penambahan amonia menghasilkan mutu karet yang memenuhi SIR

20.

3. Mutu SIR dari lateks yang digumpalkan dengan variasi konsentrasi asam jawa (Tamarindus Indica L.) pada konsentrasi 10 % dan suhu 250C dengan penambahan amonia menghasilkan mutu karet yang memenuhi SIR 20.

5.2. Saran

(46)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karet Alam

Karet alam berasal dari getah tanaman karet, Hevea brasiliensis. Sifat-sifat atau kelebihan karet alam diantara nya memiliki daya elastisitas atau daya lentingnya yang sempurna dan sangat plastis sehingga mudah diolah, karet alam juga tidak mudah panas dan tidak mudah retak. (Setiawan,2005)

Lateks karet alam secara umum didefinisikan sebagai cairan yang keluar dari pembuluh lateks bila dilukai. Lateks itu sendiri adalah suatu sel raksasa yang

mempunyai banyak inti sel (multinukleotida). Oleh sebab itu lateks sebenarnya adalah protoplasma. Lateks sewaktu keluar dari pembuluh lateks adalah dalam keadaan steril, tetapi kemudian tercemar oleh mikroorganisme dari lingkungannya (Darussamin,dkk, 1985).

Molekul karet alam terbentuk melalui reaksi adisi monomer-monomer isoprene secara teratur yang terikat secara “kepala ke ekor”, memiliki susunan geometri 98 % cis-1,4 dan 2 % trans-1,4 dengan berat molekul berkisar antara 1-2 juta dan mengandung sekitar 15.000-20.000 ikatan tidak jenuh (Stevens, 2007).

(47)

Berdasarkan strukturnya, karet alam dapat dibagi dua yaitu ; karet hevea dan

gutta percha yang hanya berbeda pada susunan atom nya sebelum dan sesudah

ikatan rangkap. Pada karet, ditemukan susunan cis, mendekati dan menyambung dengan rantai molecular pada sisi yang sama pada ikatan rangkap, dimana pada gutta terdapat susunan trans mendekati dan menyambung pada sisi yang berlawanan dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut :

H3C H H3C CH2

C = C C = C

H2C CH2 n H2C H n

( a ) ( b )

Gambar 2.1.Struktur molekul dari a. Hevea brasiliensis, b. Gutta perca (Aspolumin,1962)

2.1.1. Sifat Kimia Karet

Hasil utama tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah karet. Apabila hevea segar dicentrifuge pada kecepatan 32000 putaran per meneit (rpm) selama 1 jam akan terbentuk 4 fraksi yaitu :

1. Fraksi karet

Terdiri dari partikel-pertikel karet yang terbentuk bulat dengan diameter 0,05

(48)

2. Fraksi frey wessling

Fraksi ini terdiri dari pertikel – partikel frey wessling yang dikemukakan oleh Frey Wessling. Fraksi ini bewarna kuning karena mengandung karotenida.

3. Fraksi serum

Juga disebut fraksi C (centrifuge cerum) mengandung sebahagian komponen bukan karet yaitu air, protein, karbohidrat, dan ion – ion logam.

4. Fraksi bawah

Terdiri dari partikel-partikel lutoid yang bersifat gelatin mengandung

senyawa nitrogen dan ion-ion kalsium serta magnesium (Omposunggu, 1987)

2.1.2. Sifat Fisika Karet

Sifat fisika karet mentah dapat dihubungkan dengan dua komponen yaitu viskositas dan elastisitas yang bekerja secara serentak. Viskositas diperlukan untuk mengukur ketahanan terhadap aliran (deformasi). Terjadinya aliran pada karet yang disebabkan oleh adanya tekanan/ gaya disebabkan oleh dua hal, yaitu :

1. Terlepasnya ikatan di dalam atau antara rantai pliisoprene seperti terlepasnya benang-benang yag telah dirajut. Hal ini terjadi pada stress yang rendah/kecil

2. Terlepasnya seluruh ikatan rantai poliisoprene dan satu monomer dengan monomer yang lain saling tindih akan membentuk lingkungan yang Kristal.

(49)

2.1.3. Jenis-jenis Karet Alam

Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan yang ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

Jenis-jenis karet alam yang dikenal luas adalah:

- Bahan olahan karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis dan lump segar) - Karet konvensional (RSS, white crepes, dan pale crepe)

- Lateks pekat

- Karet bongkah atau block rubber (SIR 5, SIR 10, SIR 20) - Karet spesifikasi teknis atau crumb rubber

- Karet siap olah atau tyre rubber

- Karet reklim atau reclaimed rubber (Tim Penulis, 2012)

2.1.4. Standart Indonesia Rubber (SIR)

Ketentuan tentang SIR didasarkan pada ketentuan Mentri Perindustrian dan Perdagangan dengan SK No.143/KP /V /69. Yang berlaku mulai 18 Juni 1969

menetapkan ketentuan-ketentuan SIR sebagai berikut : 1. SIR adalah karet alam yang dikeluarkan dari daerah-daerah yang termasuk

dalam lingkungan Negara Repoblik Indonesia.

(50)

3. Mutu untuk SIR ditetapkan berdasarkan spesifikasi teknis, berbeda dengan cara visual yang konvensional sebagaimana tercantum dalam International Standart of Quality and packing for Natural Rubber (The Green Book)

4. SIR terdiri dari 3 jenis mutu dengan spesifikasi teknis SIR 5, SIR 10 dan SIR 20. Semua jenis karet yang diperdagangkan dalam bentuk SIR harus disertai dengan penetapan nilai plasticity Retention Index (PRI) dengan menggunakan tanda huruf :

“ H” untuk PRI lebih besar atau sama dengan 80. “ M” untuk PRI antara 60 – 79.

“ S ” untuk PRI antara 30 – 59.

Karet yang mempunyai nilai SIR lebih rendah dari 30 tidak diperkenankan

dimasukkan dalam SIR.

5. Warna karet tidak menjadi bagian Dalam spesifikasi teknis.

6. Setiap produsen dari SIR dengan mutu apapun diwajibkan untuk mendaftarkan pada Departeman Perdagangan. Departeman Perdagangan akan memberikan tanda pengenal produsen kepada setiap produsen karet bongkah, untuk setiap pabrik yang diusahakan. Setiap mutu SIR diwajibkan untuk menyerahkan contoh-contoh hasil produksi kepada balai Penelitian Bogor atau Balai Penelitian Perkebunan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh kedua balai tersebut untuk mendapatkan Surat Penetapan Jenis Mutu Produksi

7. Setiap eksport karet SIR wajib disertai dengan sertifikat kualitas yang dikeluarkan/disahkan oleh Badan Lembaga Penelitian Perindustrian.

8. Setiap pembungkus bongkah dari SIR harus diberi tanda dengan lambing SIR dan menurut ketentuan-ketentuan yang diberikan oleh Departemen Perdagangan.

(51)

2.1.5. Karet Alam SIR 20

Karet alam SIR 20 berasal dari koagulan (lateks yang mudah menggumpal) atau hasil olahan seperti lum, sit angin, getah keping, sisa dan lain-lain, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum.

Langkah-langkah dalam proses pengolahan karet alam SIR 20 yaitu dengan pemilihan bahan baku yang baik, koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa, dll). Kemudian dilakukan pembersihan dan pencampuran. Proses pengeringan dilakukan selama 10 hari sampai 20 hari. Kemudian dilakukan proses peremahan, pengemasan bandela (setiap bandela 33 kg atau 35 kg) dan karet alam SIR 10 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).

2.2. Kestabilan Lateks

Lateks dikatakan mantap apabila sistem koloidnya stabil, yaitu tidak terjadi

flokulasi ataupun penggumpalan selama penyimpanan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks tersebut adalah sebagai berikut :

1. Adanya kecenderungan setiap partikel karet berinteraksi dengan fasa air (serum), misalnya assosiasi komponen-komponen bukan karet pada permukaan partikel-partikel karet.

2. Adanya interaksi antara partikel-partikel karet itu sendiri.

Faktor yang dapat menyebabkan sistem koloid partikel-partikel karet menjadi tetap stabil, yaitu :

1. Adanya muatan listrik pada permukaan partikel karet sehingga terjadi gaya tolak menolak antara partikel karet tersebut.

2. Adanya interaksi antar molekul air dengan partikel karet, yang menghalangi terjadinya penggabungan partikel-partikel karet tersebut. 3. Energi bebas antara permukaan partikel karet yang rendah.

(52)

luar (lapisan sekunder) memberikan muatan pada permukaan partikel koloid. Penambahan bahan pengawet amonia dan bahan pemantap amonium laurat akan menyempurnakan lapisan pelindung tersebut.

Lapisan pelindung lipida, protein dan lapisan sabun asam lemak tersebut bertindak sebagai pelindung partikel karet dengan molekul air menghasilkan sistem dispersi koloid yang mantap.

Jika terjadi pembentukan gel, flokulasi dan koagulasi maka hal ini menunjukan bahwa stabilitas koloid lateks terganggu atau rusak. Menurut Blackley, stabilitas koloid dapat dirusak (destability) dengan cara sebagai berikut :

1. Menurunkan energi potensial partikel koloid lateks yaitu dengan cara : a. Menurunkan kelarutan stabilizer dengan menambahkan

penggumpalan (coaservant)

b. Menetralkan muatan listrik dari partikel koloid lateks dengan

menambahkan ion-ion yang polaritasnya berlawanan dengan muatan partikel koloid lateks tersebut.

c. Menambahkan zat yang dapat mengadsorpsi lapisan pelindung partikel koloid (Colloidal stabilizer adsorpsed), sehingga disini terjadi persaingan antara pengadsorpsi (Coaservant precipitates) dengan partikel karet terhadap bahan pemantap.

2. Menaikkan energi kinetik partikel, dengan cara pengadukan (mechanical

stirring).

(53)

2.3. Elemen-Elemen Getah Karet

Getah karet merupakan cairan berbentuk koloid yang mengandung zar-zat seperti lateks, tepung, lemak, protein dan lain-lain. Molekul-molekul karet pada siang hari terbentuk di bagian daun tumbuhan karet, dan bila hari menjelang sore, getah dikirim ke bagian kulit pohon dalam bentuk polimer. Proses pengambilan getah karet dilakukan pada pukul 4 sampai 6 pagi hari, karena getah karet berkumpul pada pagi hari.

Getah dari pohon Hevea Brasiliensis (lateks) dapat diperoleh sekitar 200 – 400 ml, dan selain mengandung isopren, ia juga mengandung bermacam-macam elemen lainnya. Elemen-elemen tersebut dapat dilihat pada tabel 2-1 di bawah ini

Tabel 2.1. Elemen Getah Hevea Brasiliensis (Hussudur,2011)

Elemen Prosentase Kandungan

(54)

2.3.1. Protein

Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0 – 1,5 % dan sebagian dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet seperti digambarkan pada gambar 2.2.

1

2. Lapisan fosfolipid dan protein muatan negatif

3. Molekul air

(55)

2.3.2. Karbohidrat

Karbohidrat yang terdapat dalam lateks adalah sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa. Ini merupakan sumber energi dan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, sebagai akibatnya akan terbentuk asam lemak.

Asam lemak ini menurunkan kemantapan mekanik dan pH lateks. Jika pH sampai pada titik isoelektrik maka lateks menggumpal. Untuk menghindarkan aktivitas mikroba biasanya ditambahkan bahan pengawet seperti amonia, natrium sulfit dan formaldehid (Omposunggu, 1987).

2.3.3. Ion-ion Logam

Ion-ion logam seperti ion Ca2+ dan Mg2+ yang terdapat di dalam lateks dapat menetralkan muatan negatif dari partikel lateks dan menyebabkan terganggunya kemantapan lateks serta rusaknya kestabilan sistem koloid lateks.

Pecahnya partikel koloid lateks akan menyebabkan terbentuknya flokulasi dan lateks menggumpal. Oleh karena itu kandungan ion logam dari lateks sebaiknya rendah karena selain dapat mengganggu kemantapan serta kestabilan sistem koloid lateks (Omposunggu, 1987).

2.4. Modifikasi Karet Alam

(56)

panas, dan pemuaian di dalam oli atau pelarut organik. Dalam upaya mengimbangi kelemahan sifat-sifat tersebut dalam pembuatan ban maupun bukan ban upaya yang dapat dilakukan adalah memodofikasi molekul karet alam secara kimia ataupun fisika (Barnard, et al, 1975)

2.5. Prakoagulasi

Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang menghasilkan lumps atau gumpalan - gumpalan pada cairan getah sadapan. Prakoagulasi terjadi karena kemantapan bagian kaloidal yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian – bagian koloidal ini kemudian menggumpal menjadi satu dan

membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen koloidal yang lebih besar ini akan membeku. Inilah yang menyebabkan terjadinya prakoagulasi.

Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya prakoagulasi. Bukan hanya penyebab dari dalam seperti jenis karet yang ditanam atau bahan - bahan enzim saja, melainkan juga hal – hal dari luar keadaan cuaca dan sistem pengangkutan yang seolah tidak berhubungan.

Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain sebagai berikut :

1. Jenis karet yang ditanam

Perbedaan antara jenis yang ditanam akan menghasilkan lateks yang berbeda – beda pula. Otomatis kestabilan atua kemantapan koloidalnya berbeda. Klon – klon tertentu ada yang rendah kadar kestabilannya.

2. Enzim - enzim

(57)

3. Mikroorganisme atau jasad- jasad renik

Mikroorganisme banyak terdapat dilingkungan perkebunan karet. Jasad ini dapat berada dipepohonan, udara, tanah, air, atau menempel pada alat – alat yang digunakan. Lateks yang berasal dari pohon karet yang sehat dan baru disadap dapat dikatakan steril atau bersih sama sekali dari mikroorganisme.

4. Faktor cuaca atau musim

Faktor cuaca atau musim sering menyebabkan timbulnya prakoagulasi. Pada saat tanaman karet menggugurkan daunnya prakoagulasi terjadi sering. Begitu juga pada saat musim hujan. Lateks yang baru disadap mudah menggumpal jika terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidalnya rusak oleh panas yang terjadi.

5. Kondisi tanaman

Tanaman karet yang sedang sakit, masih mudah atau telah tua bisa

mempengaruhi prakoagulasi. Penyadapan pada tanaman yang belum siap sadap akan menghasilkan lateks yang kurang mantap, mudap menggumpal. Hasil sadapan tanaman yang menderita penyakit fisiologis sering membeku dalam mangkuk.

6. Air sadah

Air sadah adalah air yang memiliki reaksi kimia, biasanya bereaksi asam. Apabila air tercampur kedalam lateks, maka prakoagulasi akan terjadi dengan cepat, untuk menjaga jangan sampai air sadah dipakai dalam pengolahan, maka dilakukan analisis kimia. Derajat kesadaan air yang masih mungkin digunakan adalah 60C.

7. Cara pengangkutan

Sarana transportasi baik jalan atau kendaraan yang buruk akan menambah frekuensi terjadinya prakoagulasi. Jalan yang buruk atau angkutan yang berguncang - guncang mengakibatkan lateks yang diangkut terkocok - kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloidal.

8. Kotoran atau bahan – bahan lain yang tercampur

(58)

2.5.1. Tindakan pencegahan prakoagulasi dan zat anti koagulan

Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi

antara lain sebagai berikut :

a. Menjaga kebersihan alat-alat yang digunakan dalam penyadapan penampungan, maupun pengangkutan.

b. Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor c. Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit

Bahan yang digunakan sebagai antikoagulan adalah :

1. Soda atau natrium karbonat

Anti koagulan ini tidak mempengaruhi waktu pengeringan dan kualitas produk

yang dihasilkan, hanya mudah membentuk gas asam arang ( CO2 ) dalam lateks, sehingga mempermudah pembentukan gelembung gas dalam bekuan 9 koagulum ).

2. Amoniak

Bersifat senyawa antikoagulan dan juga sebagai desinfektan. 0,7 % NH3 biasa digunakan untuk pengawetan lateks pusingan. Tiap liter lateks membutuhkan 5 sampai 10 ml larutan amoniak 2 – 2,5 %.

(59)

3. Formaldehida

Formaldehida yang dipakai sebagai antikoagulan dalam lateks yang diolah menjadi sheet sering menyebabkan sheet yang dihasilkan berwarna lebih muda. Dosis yang dapat dipakai adalah 5 – 10 ml larutan dengan kadar 5 % untuk setiap liter lateks yang akan dicegah prakoagulasinya. Misalkan menggunakan formalin 40 %, maka jumlah yang dibutuhkan adalah 0,6 – 1,3 ml.

4. Natrium sulfit

Apabila gejala prakoagulasi telah tampak jelas, maka pemakaian natrium sulfit sebagai alat pencegahnya dapat dikatakan terlambat. Bahan ini tidak tahan lama disimpan. Apabila ingin dipergunakan maka harus dibuat terlebih

dahulu. Dalam jangka sehari saja teroksidasi oleh udara menjadi natrium sulfat. Bila sudah teroksidasi, maka sifatnya sebagai antikoagulan menjadi

lenyap. Selain sebagai antikoagulan, natrium sulfit juga memperpanjang waktu pengeringan dan sebagai desinfektan. Dosis yang digunakan adalah 5 sampai 10 ml larutan berkadar 10 % untuk setiap liter lateks. Untuk membuat larutan seperti itu dibutuhkan natrium sulfit air kristal sebanyak 0,5 – 1 g.

2.5.2. Penggumpalan lateks

(60)

Titik isoelektrik

Gambar 2.3. Hubungan pH dengan muatan listrik

Titik isoelektrik karet didalam lateks kebun adalah pada pH 4,5 – 4,8 tergantung jenis klon. Asam penggumpal yang banyak digunakan adalah asam formiat dengan karet yang dihasilkan bermutu baik. Penggunaan asam kuat seperti asam sulfat atau nitrat dapat merusak mutu karet yang digumpalkan. Penambahan bahan - bahan yang dapat mengikat air seperti alkohol juga dapat menggumpalkan partikel karet, karena ikatan hidrogen antara alkohol dengan air lebih kuat dari pada ikatan hidrogen antara air dengan protein yang melapisi partikel karet, sehingga kestabilan partikel karet didalam lateks akan terganggu dan akibatnya karet akan menggumpal. Penggunaan alkohol sebagai penggumpal lateks secara komersial jarang digunakan.

Panambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan muatan negatif, sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan karet menggumpal. Petani karet sering menggunakan tawas

(Al3+) sebagai bahan penggumpal lateks. Sifat penggumpalan lateks dengan

tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar kotoran dan kadar abu karet. Selain itu semakin tinggi konsentrasi logam dapat mempercepat oksidasi karet oleh udara menyebabkan terjadi pengusangan karet dan PRI menjadi rendah.

(61)

Proses penggumpalan karet didalam lateks juga dapat terjadi secara alamiah akibat kegiatan mikroba. Karbohidrat dan protein latek menjadi sumber energi bagi pertumbuhan mikroba dan diubah menjadi asam-asam lemak etiris (asam formiat, asam asetat dan propionat). Semakin tinggi konsentrasi asam, pH lateks akan semakin menurun dan setelah tercapai titik isoelektrik karet akan menggumpal. Dalam pembuatan lump mangkok untuk bahan olah SIR 20 atau SIR 10 penggumpalan secara alamiah sering dilakukan. Lateks dibiarkan menggumpal selama 24 jam, kemudian besok harinya dipungut.lump mangkok harus didres setiap harinya, agar variasi mutu bahan olah lump tersebut tidak

2. Asam Cuka (disebut juga asam asetat, CH3COOH) : Berupa cairan yang jernih dan tidak berwarna, berbau merangsang, dan mudah di encerkan dalam air (Setyamidjaja,1993).

2.7. Klasifikasi Tamarindus Indica L. (Asam Jawa)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

(62)

Famili : Caesalpiniaceae

Genus : Tamarindus

Spesies : Tamarindus indica L

Sumber : (Doughari, 2006)

Asam jawa dihasilkan oleh pohon yang bernama ilmiah Tamarindus

indica. Spesies ini adalah satu satunya anggota marga Tamarindus. Nama lain

asam jawa adalah asam (Melayu.), asem (Jawa), sampalok (Tagalog),

ma-kham (Thai), dan tamarind (Inggris). Buah yang telah tua dan sangat masak biasa

disebut asem kawak. Nama simplisia Asam Jawa: Tamarindi fruktus (Doughari,

2006).

2.7.1. Ciri Morfologi Umum Asam Jawa

Musim bunga tiba hanya tinggal pohon dan ranting-rantingnya setelah itu keluar bunga dan disusul tunas daun-daun muda, ketinggian pohon bisa mencapai 30 m dan diameter batang di pangkal hingga 2 m. Kulit batang berwarna coklat keabu-abuan, kasar dan memecah, beralur-alur vertikal. Tajuknya rindang dan lebat berdaun, melebar dan membulat.

Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm, terletak berseling, dengan daun penumpu seperti pita meruncing, merah jambu keputihan. Anak daun lonjong menyempit, 8-16 pasang, masing-masing berukuran 0,5-1 × 1-3,5 cm, bertepi rata, pangkalnya miring dan membundar, ujung membundar sampai sedikit berlekuk.

Bunga tersusun dalam tandan renggang, di ketiak daun atau di ujung ranting, sampai 16 cm panjangnya. Bunga kupu-kupu dengan kelopak 4 buah dan daun mahkota 5 buah, berbau harum. Mahkota kuning keputihan dengan urat-urat merah coklat, sampai 1,5 cm.

Buah polong yang menggelembung, hampir silindris, bengkok atau lurus, berbiji sampai 10 butir, sering dengan penyempitan di antara dua biji, kulit buah

(63)

yang mengeras dan liat serupa benang. Daging buah (mesokarp) putih kehijauan ketika muda, menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman ketika sangat masak, asam manis dan melengket. Biji coklat kehitaman, mengkilap dan keras, agak persegi ( Doughari, 2006).

2.8. Kandungan Kimia Asam Jawa

Daging buah asam jawa mengandung 8-14% asam tartarat, 30-40% gula,serta sejumlah kecil asam sitrat dan kalium bitaetrat sehingga berasa sangat masam.

Warna asli daging asam adalah kuning kecoklat-coklatan. Akibat pengaruh pengolahan, warnanya berubah menjadi kehitam-hitaman. Pulp buah asam yang

masak mengandung air sekitar 63,3-68,6%, bahan padat total 31,3-36,6%, protein 1,6-3,1%, lemak 0,27-0,69%, sukrosa 0,1-0,8%, selulosa 2,0-3,4%, dan abu 1,2-1,6%. Abu dari tanaman asam tersusun atas kalium, silikon, natrium, fosfor, dan kalsium. Asam tartarat merupakan komponen asam yang paling utama dalam pulp. Kandungan asam dalam pulp asam berkisar antara 8-16%, sedangkan asam lainnya total hanya sekitar 3% dari berat pulp ( Heyne, 1987).

Tabel 2.2 Komposisi kimia asam jawa dalam 100 gram bahan

Komponen Jumlah

(64)

2.9. Kegunaan Tamarindus Indica L

Dari kandungan senyawa kimia yang dimiliki oleh Tamarindus indica L memiliki

berbagai kegunaan untuk tubuh manusia. Adapun kegunaannya adalah sebagai berikut :

1. Asam tartrat, asam malat, asam sitrat, asam suksinat, asam asetat:

memperlancar BAB, memperlancar peredaran darah, mendinginkan.

2. Pektin: menurunkan kolestrol melalui mekanisme pengikatan kolestrol dan

asam empedu kemudian mendorong dan mengeluarkannya dari saluran pencernaan. pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuhganda dari proses oksidasi.Dan jika tubuh perlu vitamin A maka pro vitamin A/beta

karoten di hati akan diubah menjadi vitamin A.

6. Vitamin C: dibutuhkan untuk pembuatan kolagen (protein berserat yang

(65)

serta aktifitasnya dapat ditingkatkan dengan mengkonsumsi vitamin C. Vit.C dapat mengurangi resiko pada perokok pasif. Resiko perokok pasif adalah kerusakan sel yang bisa menyebabkan kanker atau penyakit pernafasan lain.

7. Kalsium: mengisi kepadatan tulang, pembentukan gigi, membantu bekuan

darah, transmisi saraf, stabilitas asam-basa (pH) darah, dan mempertahankan keseimbangan air.

8. Kalium/potasium: memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit serta

keseimbangan asam basa di dalam tubuh, juga berperan dalam transmisi saraf dan relaksasi otot serta sebagai katalisator dalam banyak reaksi bilogik, terutama dalam metabolisme energi, sintetis glikogen, dan protein.

9. Antioksidan : Selain kandungan vitamin C dari asam jawa, terdapat

antioksidan dalam bentuk lain yang bermanfaat bagi tubuh manusia yaitu Fenol. Fenol merupakan antioksidan alami yang lazim ditemui dalam

buah-buahan dan bermanfaat bagi kesehatan jantung. Menurut Healthy Eating for

Your Heart, fenol membantu melindungi tubuh dari oksidasi radikal bebas

dan membantu kesehatan dinding arteri. Penelitian dalam “Journal of

Nutrition Malaysia” mencatat bahwa kadar fenol dari asam paling

terkonsentrasi bila dipanaskan hingga titik didih ( Amin, 2009 ).

2.10. Pengujian Mutu Lateks

2.10.1. Plastisitas

(66)

Plastisitas awal adalah plastisitas karet mentah yang langsung diuji tanpa perlakuan khusus sebelumnya. Plastisitas retensi indeks adalah cara pengujian untuk mengukur ketahanan karet terhadap degradasi oleh oksidasi pada suhu tinggi. Karet yang mempunyai plastisitas retensi indeks tinggi mempunyai rantai molekul yang tahan terhadap oksidasi, sedangkan yang mempunyai plastisitas retensi yang rendah mudah teroksidasi menjadi karet lunak.

Plastisitas retensi indeks ini sangat penting karena plastisitas retensi index menunjukkan keadaan dari molekul itu sendiri, menunjukkan sejauh mana akan terjadi pemecahan karet jika dipanaskan. Plastisitas retensi indeks ukuran terhadap tahan usang karet dan plastisitas retensi indeks dipakai sebagai petunjuk mudah tidaknya karet itu dilunakkan dalam gilingan pelunak (masicator). Plastisitas

retensi indeks dapat ditentukan dengan Wallace Plastimeter. Dengan alat ini ditentukan (plastisitas dari karet sebelum dipanaskan pada suhu 1400C selama 30 menit.

Nilai plastisitas dari karet dapat menurun oleh karena faktor-faktor:

1. Karet dijemur dibawah sinar matahari 2. Karet dipanaskan terlalu tinggi

3. Karet terlalu banyak digiling atau direndam terlalu lama 4. Karet mengandung banyak kotoran

Karet-karet mutu rendah setelah digiling dan diuji beberapa kali, adakalanya mempunyai plastisitas retensi indeks yang sangat rendah. Karet-karet yang sudah teroksidasi terlalu banyak memang mempunyai plastisitas retensi indeks rendah dan karet demikian tidak dapat diperbaiki plastisitas retensi indeksnya (Walujono,1970).

(67)

2.10.2. Viskositas Mooney

Viskositas Mooney karet alam (Havea Brasiliensis) menunjukkan panjangnya

rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya semakin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran dengan kata lain karetnya semakin kental dan keras.

Dalam pembuatan ban karet alam dengan berat molekul tinggi cukup menarik karena sifat fisik ban yang dihasilkan seperti daya kenyal, tegangan tarik, perpanjangan putus dan sebagainya cukup baik. Derajat pengikat silang rantai molekul yang tinggi menyatakan semakin banyak reaksi ikatan silang yang terjadi sehingga akan meningkatkan nilai viskositas mooney karet alam (Kartowardoyo,1980).

Viskositas karet alam mentah mudah mengalami perubahan yang disebabkan oleh kenaikan suhu, lama penyimpanan, lama pengangkutan, dan sebagainya.

Viskositas mooney karet mentah dapat ditentukan dengan “Mooney Viscosimeter”. Menurut Baker dan Greensmith pada kompon murni karet alam

laju matang, viskositas wallace awal (atau viskositas mooney) dan plastisitas retensi indeks dari karet mentahnya mempengaruhi sifat-sifat tegangan vulkanisat

dari kompon murni tersebut, seperti misalnya modulus, tegangan putus dan perpanjangan putus (Kartowardoyo,1980).

2.10.3. Kadar Abu

Penentuan maximal dari kadar abu dimaksudkan agar karet yang dijual tidak kemasukan bahan-bahan kimia dalam jumlah yang banyak. Dalam pengolahan karet memang beberapa bahan kimia dipakai misalnya natrium bisulfit atau natrium carbonat. Banyaknya abu lebih dari 1,5% menunjukkan bahwa pengujian

(68)

Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakuan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan amonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet keringnya tinggi.

Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi daripada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan makin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum. Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk melindungi konsumen

terhadap penambahan bahan-bahan pengisi ke dalam karet pada waktu pengolahan (Walujono,1970).

2.10.4. Kadar Karet Kering (KKK)

Kadar Karet Kering (KKK) adalah kandungan padatan karet per satuan berat (%). KKK lateks atau bekuan sangat penting untuk diketahui karena selain dapat digunakan sebagai pedoman penentuan harga juga merupakan standar dalam pemberian bahan kimia untuk pengolahan RSS dan lateks pekat. Kadar karet kering pada lateks tergantung dari beberapa faktor antara lain jenis klon, umur pohon, waktu penyadapan, musim, suhu udara serta letak tinggi dari permukaan laut. Terdapat beberapa metode dalam penentuan KKK, salah satu di antaranya adalah metode laboratorium. Prinsip dalam metode laboratorium adalah pemisahan karet dari lateks yang dilakukan dengan cara pembekuan, pencucian dan pengeringan (Walujono,1970).

2.10.5. Kadar Kotoran

(69)

dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan vulkanisat tipis.

(70)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Penggumpalan lateks merupakan peristiwa perubahan sol menjadi gel. Proses penggumpalan lateks dapat terjadi dengan sendirinya dan dapat pula karena pengaruh dari luar seperti gaya mekanis (gesekan), listrik panas, elektrolit, enzim, asam, maupun zat penarik air. Penggumpalan lateks karena pengaruh dari luar dilakukan untuk mempercepat penggumpalan dan untuk memperoleh koagulum karet dengan mutu yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien dan lebih murah. Penggumpalan lateks dengan cara menarik air (dehidrasi) dilakukan

dengan menambahkan senyawa yang dapat mengganggu lapisan molekul air yang mengelilingi partikel karet di dalam lateks. Senyawa yang digunakan antara lain

alkohol dan aseton. Penggumpalan dengan cara penambahan senyawa penarik air, jarang dilakukan karena karet yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik (Riset,2004).

Peranan pH sangat menetukan mutu karet. Penggumpalan pada pH yang sangat rendah mengakibatkan warna karet semakin gelap dan nilai modulus karet semakin rendah. Sebaliknya keuntungannya, masa pemeraman singkat dan PRI dapat dipertahankan setinggi mungkin. Penambahan elektrolit yang bermuatan positif juga dapat menetralkan muatan negatif dari partikel karet dan menggumpalkan karet (Ompusunggu,1987).

(71)

Pemanfaatan asam jawa selama ini hanya digunakan untuk bumbu masakan dan untuk mengobati bermacam penyakit. Pemanfaatan asam jawa yang selama ini yang jarang digunakan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk pengolahan yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.

Daging buah asam jawa mengandung 8-14% asam tartarat, 30 -40% gula, serta sejumlah kecil asam sitrat dan kali um bitaetrat sehingga berasa sangat masam. Warna asli daging asam adalah kuning kecoklat -coklatan. Akibat pengaruh pengolahan, warnanya berubah menjadi kehitam -hitaman. Pulp buah asam yang masak mengandung air sekitar 63,3 -68,6%, bahan padat total 31,3-36,6%, protein 1,6- 3,1%, lemak 0,27- 0,69%, sukrosa 0,1- 0,8%, selulosa

2,0-3,4%, dan abu 1,2- 1,6%. Abu dari tanaman asam tersusun atas kalium, silikon, natrium, fosfor, dan kalsium. Asam tartarat merupakan komponen asam yang

paling utama dalam pulp . Kandungan asam dalam pulp asam berkisar antara 8-16%, sedangkan asam lainnya total hanya sekitar 3% dari berat pulp (Rukmana, 2005).

Penelitian mengenai jenis asam yang digunakan sebagai penggumpal lateks telah banyak dilakukan diantaranya :

Rudi Munzirwan (2004) telah menggunakan asam asetat dan asam formiat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam formiat lebih baik digunakan sebagai penggumpal lateks karena menghasilkan nilai Plastisitas Awal, Plastisitas Retensi Index, viskositas mooney dan kadar abu yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam asetat.

(72)

Khairina Safitri (2010) telah memanfaatkan ekstrak belimbing wuluh sebagai penggumpal lateks kebun pH 4.7 yang membentuk koagulum. Sebagai kontrol digunakan asam formiat sebagai penggumpal lateks. Dari hasil penilitian menunjukkan variasi konsentrasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa billimbi L) 20:100 (v/v karet) memilki nilai Plastisitas Awal (Po) 39.33; Plastisitas Retensi Index (PRI) 50% ; Viskositas Mooney (VM) 65.5 dan Kadar Abu 0.16% serta sifat fisika yang dihasikan menurut Standar Indonesia Rubber (SIR) – 20 - 1990.

Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk memanfaatkan buah Asam Jawa (Tamarindus Indica L.) untuk bahan koagulan lateks kebun, yang akhirnya dapat digunakan oleh petani sebagai bahan pengganti asam formiat yang pada saat ini masih digunakan oleh petani.

1.2.Perumusan Masalah

1. Apakah buah asam jawa dapat digunakan sebagai penggumpal lateks. 2. Apakah buah asam jawa yang digunakan sebagai penggumpal lateks tanpa

amonia menghasilkan mutu karet yang memenuhi SIR 20.

3. Apakah buah asam jawa yang digunakan sebagai penggumpal lateks dengan amonia menghasilkan mutu karet yang memenuhi SIR 20.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini hanya dibatasi pada :

1. Bahan penggumpal yang digunakan adalah buah asam jawa

2. Lateks yang digunakan berasal dari Perkebunan PTPN 3, Sumatera Utara 3. Koagulum hasil penggumpalan digiling dengan creper sebanyak enam kali,

(73)

4. Karet kering yang dihasilkan digiling dengan blending mill sebanyak tiga kali

5. Parameter pengujian mutu yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Plastisitas awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Viskositas Money, Kadar Abu, dan Kadar Kotoran

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui pengaruh buah asam jawa dalam penggumpalan lateks.

2. Untuk mengetahui mutu SIR dari lateks yang digumpalkan dengan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) dan dibandingkan dengan asam formiat

sebagai penggumpal lateks tanpa menggunakan amonia.

3. Untuk mengetahui mutu SIR dari lateks yang digumpalkan dengan buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) dan dibandingkan dengan asam formiat sebagai penggumpal lateks dengan menggunakan amonia.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yaitu penggunaan buah asam jawa sebagai penggumpal lateks pada karet sehingga menghasilkan mutu karet yang lebih baik sehingga dapat digunakan dalam industri lateks.

1.6. Metodologi Penelitian

(74)

Adapun tahap – tahap yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Tahap I : Diambil buah asam jawa sebanyak 10 gram, di tambahkan 100 ml aquadest, di saring buah asam jawa, di ambil fitrat buah asam jawa

500 ml, dihomogenkan, diambil amonia 2,5 % sebanyak 10 ml.

- Tahap V : Dimasukkan 100 mL lateks dan buah asam jawa kedalam

wadah penggumpal dengan masing-masing konsentrasi 10 % ; 20 % ; 30%. Lalu masing-masing campuran di variasikan suhu dengan perbandingan suhu 250C ; 300C ; 350C. Di diamkan selama 1 malam, koagulum yang dihasilkan di giling dengan alat creper, di keringkan selama 7 hari, di giling dengan blending mill, dan di uji mutu karetnya.

Adapun variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

- Variabel bebas : Konsentrasi buah asam jawa 10 % ; 20 % ; 30%. Suhu 250C ; 300C; 350C.

- Variabel terikat : Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Kadar Abu, Kadar Kotoran, dan Kadar Karet Kering (KKK).

- Variabel tetap : Jenis Penggumpal, pH Penggumpal

1.7 Lokasi Penelitian

(75)

PEMANFAATAN BUAH ASAM JAWA (Tamarindus Indica L.) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS ALAM

TERHADAP MUTU KARET

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan buah asam jawa (Tamarindus

Indica L.) sebagai penggumpal lateks dengan penambahan variasi konsentrasi

buah asam jawa 10 % ; 20 % ; dan 30 % dan variasi suhu 250C ; 300C ; dan 350C. Sebagai kontrol digunakan asam formiat sebagai penggumpal lateks dengan penambahan amonia 2,5 % dan tanpa amonia. Terhadap karet kering hasil penggumpalan selanjutnya dilakukan pengujian mutu berupa Plastisitas Awal (Po), Plastisitas Retensi Index (PRI), Viskositas Mooney, Kadar Kotoran, Kadar Abu, dan Kadar Karet Kering (KKK). Dari hasil penelitian menunjukkan variasi konsentrasi buah asam jawa (Tamarindus Indical L.) 10 % pada suhu 300C tanpa menggunakan amonia memiliki nilai Plastisitas Awal (Po) adalah 52 ; Plastisitas Retensi Index (PRI) adalah 68,01 % ; Viskositas Mooney adalah 91,2857 ; Kadar Abu adalah 0,106 % ; Kadar Kotoran adalah 0,015 % ; dan Kadar Karet Kering (KKK) adalah 79,071%. Hasil penelitian variasi konsentrasi buah asam jawa (Tamarindus Indica L.) 10 % pada suhu 250 dengan menggunakan amonia memiliki nilai Plastisitas Awal (Po) adalah 53,33 ; Plastisitas Retensi Index (PRI) adalah 96,24 % ; Viskositas Mooney adalah 80,7142 ; Kadar Abu 1,166 % ; Kadar Kotoran 0,024 % ; dan Kadar Karet Kering (KKK) adalah 36,318 % serta sifat fisika yang dihasilkan menurut Standar Indonesia Rubber (SIR) 20.

Gambar

Gambar 3.1. Lembaran karet setelah di potong dengan alat wallace punch
Tabel 4.1. Nilai plastisitas awal dan plastisitas retensi index karet dengan
Tabel 4.2. Nilai plastisitas awal dan plastisitas retensi index karet dengan
Tabel 4.3. Nilai viskositas mooney dengan penggumpal buah asam jawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan Penelitian : Mengetahui efek ekstrak etanol 70% daging buah asam jawa (Tamarindus indica L) terhadap kadar kolesterol total dan trigliserida tikus yang diinduksi Triton

bisa mengetahui efek analgetik pada buah asam jawa ( Tamarindus indica L) dengan sediaan infusa dan dosis yang efektif, yang diujikan pada mencit jantan... dengan metode

Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Daging Buah Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L.) Yang

Sehingga dari hasil tersebut didapatkan kesimpulan bahwa pemberian ekstrak etanol 70% daging buah asam jawa ( Tamarindus indica L) pada tikus yang diinduksi aloksan mampu

Tujuan Penelitian : Mengetahui efek ekstrak etanol 70% kulit buah asam jawa (Tamarindus indica L) terhadap kadar kolesterol total dan trigliserida tikus yang diinduksi Triton

Tujuan Penelitian : Mengetahui efek ekstrak etanol 70% kulit buah asam jawa (Tamarindus indica L) terhadap kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan dan mengetahui

Apakah ekstrak etanol buah asam jawa ( Tamarindus indica L.) dengan dosis 60 mg/kg BB memiliki efek analgetik.. Apakah ekstrak etanol buah asam jawa memiliki efek analgetik

Berdasarkan kegiatan program penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol buah asam jawa (Tamarindus indica L) mampu