• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyusunan Baseline Deforetasi Berbasis Spasial di Beberapa Kecamatan Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyusunan Baseline Deforetasi Berbasis Spasial di Beberapa Kecamatan Provinsi Jambi"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENYUSUNAN BASELINE DEFORESTASI BERBASIS

SPASIAL DI BEBERAPA KECAMATAN PROVINSI JAMBI

PUTU IKA PUSPITA SARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyusunan Baseline Deforetasi Berbasis Spasial di Beberapa Kecamatan Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

PUTU IKA PUSPITA SARI. Penyusunan Baseline Deforetasi Berbasis Spasial di Beberapa Kecamatan Provinsi Jambi. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA

Deforestasi dan degradasi hutan merupakan masalah utama yang mempengaruhi penurunan emisi gas rumah kaca di atmosfer. Tipologi deforestasi dikembangkan pada faktor dasar sosial ekonomi untuk masing-masing kecamatan di Provinsi Jambi dengan menggunakan metode pengelompokkan yaitu Standardized Euclidean Distance. Baseline deforestasi ditentukan berdasarkan basis timeseries

(periode waktu) pada tutupan hutan dan lahan sejak tahun 1990-2011. Hasil dari penelitian ini menemukan bahwa secara signifikan,tipologi deforestasi dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk, serta kebutuhan penduduk akan lahan pertanian dan perkebunan (termasuk karet/sawit). Dari penelitian ini juga ditemukan bahwa model baseline deforestasi yaitu Lh = (2 x 10235) Th-69.49 untuk memprediksi luas hutan yang mengalami deforestasi dan Lh = (2 x 10247) Th-69.49 untuk memprediksi luas hutan tanpa deforestasi.

Kata kunci: deforestasi, tipologi, faktor pendorong, gas rumah kaca, pengelompokkan

ABSTRACT

PUTU IKA PUSPITA SARI. Developing Spatial Based Deforestation Baseline in Several Districts of Jambi. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA

Deforestation and forest degradation are the main problems that affect the accumulation of Green House Gas at the atmosphere. This study describes the development of deforestation tipology on the basis social economic factor at several districts in Jambi Province using clustering method, i.e. Standardized Euclidean Distance. The baseline of deforestation was developed on the basis of timeseries of forest and land cover maps and satellite imagineries from 1990 to 2011. This study found that deforestation typology is significantly affected by population growth, as well as the needs of the agricultural land and plantations (including rubber/oil). This research also found that the baseline model are Lh = (2 x10235) Th-69.49 for predicting forest area with deforestation considered and Lh=(2x10247)Th-69.49 for predicting forest area without deforestation considered (zero deforestation).

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Manajemen Hutan

PENYUSUNAN BASELINE DEFORESTASI BERBASIS

SPASIAL DI BEBERAPA KECAMATAN PROVINSI JAMBI

PUTU IKA PUSPITA SARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN NAMA FAKULTAS

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Penyusunan Baseline Deforetasi Berbasis Spasial di Beberapa Kecamatan Provinsi Jambi

Nama : Putu Ika Puspita Sari NIM : E14090125

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M. Agr Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M. Sc. F. Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Skripsi dengan judul “Penyusunan Baseline Deforetasi Berbasis Spasial di Beberapa Kecamatan Provinsi Jambi” disusun sebagai suatu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir I Nengah Surati Jaya, M Agr selaku pembimbing, Bapak Prof Dr Ir Yanto Santosa, DEA selaku penguji, Bapak Dr Ir Bahruni MS selaku ketua sidang yang telah banyak memberi saran dan masukan sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Uus Saepul, S Hut selaku laboran laboratorium GIS dan Remote Sensing Fakultas Kehutanan IPB yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Sri Chairi Mulyani, Artika Afifatus Solehah, Finitya Arlini Cita, Bunga Mentari, Sofyan Hadi Prasetyo, Reflyani Puspita Dewi, S Hut, dan Putu Ananta Wijaya, S Hut serta keluarga besar lab GIS dan Remote Sensing atas bantuannya selama ini.

Penulis menyadari karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu, penulis menyampaikan permohonan maaf serta mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar karya ini lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat serta kebaikan dalam setiap langkah perjalanannya.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Alat dan Data 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Pembuatan Dendrogram 10

Deforestasi 18

Faktor-Faktor Pemicu Deforestasi (Driving Forces) 22

SIMPULAN DAN SARAN 23

Simpulan 23

Saran 23

(10)

DAFTAR TABEL

1. Tipe tutupan lahan 5

2. Tipologi kecamatan 12

3. Laju deforestasi pada setiap interval waktu 13

4. Pengujian keakuratan tipologi dengan 1 peubah: penduduk

(Tipo_1Var). 13

5. Pengujian keakuratan tipologi dengan 2 peubah: penduduk dan

dan luas perkebunan (Tipo_2Var). 14

6. Pengujian keakuratan tipologi dengan 3 peubah: penduduk, lahan

pertanian, dan perkebunan (Tipo_3Var). 14

7. Pengujian keakuratan tipologi dengan 3 peubah: penduduk, jumlah murid SD ke atas, lahan pertanian dan perkebunan karet/sawit

(Tipo_3aVar). 14

8. Pengujian keakuratan tipologi dengan 4 peubah: penduduk, jumlah murid SD ke atas, lahan pertanian dan perkebunan (Tipo_4Var). 14

9. Pengujian keakuratan tipologi dengan 5 peubah: penduduk, jumlah murid SD ke atas, lahan pertanian, sawit/karet dan perkebunan

(Tipo_5Var). 15

10. Pengujian keakuratan tipologi dengan 8 peubah: penduduk, jumlah murid SD up, jumlah bangunan SD, lahan pertanian sawah irigasi dan sawah lahan kering, luas perkebunan sawit dan karet; dan luas perkebunan rakyat, produksi sawit dan karet produksi hasil-hasil

pertanian (Tipo_8Var). 15

11. Akurasi penggabungan dengan 1 peubah (Tipo_1Var) 15

12. Akurasi penggabungan dengan 2 peubah (Tipo_2Var) 15

13. Akurasi penggabungan dengan 3 peubah (Tipo_3Var) 16

14. Akurasi penggabungan dengan 3 peubah (Tipo_3aVar) 16

15. Akurasi penggabungan dengan 4 peubah (Tipo_4Var) 16

16. Akurasi Penggabungan dengan 5 peubah (Tipo_5Var) 16

17. Akurasi Penggabungan dengan 8 peubah (Tipo_8Var) 16

18. Luas hutan dan Laju deforestasi di beberapa kecamatan Provinsi

Jambi 18

19. Prediksi luas hutan tahun 2015 sampai 2060 20

DAFTAR GAMBAR

1. Peta Lokasi Provinsi Jambi 3

2. Dendrogram menggunakan (a) 1 peubah (penduduk) dan (b) 2

peubah (penduduk dan luas perkebunan). 10

3. Dendrogram menggunakan (a) 3 peubah (penduduk, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan) dan (b) 3a peubah (penduduk, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan karet/sawit). 11

(11)

yang lebih tinggi, luas lahan pertanian, luas lahan perkebunan, dan

luas lahan perkebunan sawit/karet). 11

5. Dendrogram menggunakan 8 peubah (penduduk, jumlah murid SD atau yang lebih tinggi, jumlah bangunan SD atau yang lebih tinggi, luas lahan pertanian,Luas perkebunan rakyat, luas lahan perkebunan sawit/karet, produksi sawit/karet, danproduksi hasil-hasil pertanian

secara keseluruhan). 11

6. Tipologi Kecamatan menggunakan 3 peubah 17

7. Tipologi Kecamatan menggunakan 2 peubah 17

8. Kurva penurunan luas hutan,luas hutan tanpa deforestasi dan laju

deforestasi. Luas hutan (ha), Laju deforestasi (ha/th), Luas hutan tanpa deforestasi (ha/periode) , Luas deforestasi

(ha/periode). 19

9. (a) Kurva baseline deforestasi. Prediksi luas hutan dengan deforestasi (ha), Luas hutan tanpa deforestasi (ha), (b) Kurva Baseline Emisi GRK (tC/ha). Emisi GRK (tC/ha). 21

10. Sebaran Spasial Deforestasi Pada Periode tahun 1990-2000 22

11. Sebaran Spasial Deforestasi Pada Periode tahun 2000-2011 23

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tipologi Kecamatan 26

2. Luas Hutan Per Periode Waktu 27

3. Laju deforestasi per tahun di setiap kecamatan,Provinsi Jambi 28

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hilangnya hutan di Indonesia telah meningkat tajam selama 12 tahun terakhir. Penelitian yang dipimpin oleh Hansen (2013) dari University of Maryland, menemukan bahwa Indonesia kehilangan 15.8 juta hektar antara tahun 2000 dan 2012, peringkat kelima setelah Rusia, Brasil, Amerika Serikat, dan Kanada. Namun, berdasarkan persentase dari lima negara tersebut, Indonesia berada di peringkat pertama dari laju kehilangan hutan yaitu sekitar 8.4 persen. Sebagai perbandingan, Brasil hanya kehilangan separuh dari proporsi tersebut. Dari 98% kehilangan hutan di Indonesia, deforestasi terjadi di wilayah hutan berkerapatan tinggi yang ada di Sumatra dan Kalimantan. Provinsi Jambi merupakan salah satu lokasi yang memiliki laju deforestasi yang tinggi (Butler 2013).

Santili et al. 2005 menyatakan bahwa laju deforestasi tahunan di Indonesia sekitar 17 000 km2 antara tahun 1987-1997 dan kemudian meningkat menjadi 21 000 km2 pada tahun 2003 dengan emisi karbon yang mirip di Amazon. Berdasarkan analisis Forest Watch Indonesia (2011) dalam jangka waktu 10 tahun (tahun 2000-2009) telah terjadi pengurangan kawasan hutan akibat deforestasi di kawasan lindung seluas 2.01 juta ha. Sementara deforestasi di kawasan konservasi mencapai luasan 1.27 ha. Forest Watch Indonesia (2011) juga menyebutkan bahwa laju deforestasi yang terjadi pada hutan di Pulau Sumatra sekitar 23.92% pada periode tahun 2000-2009. Penyebab dari deforestasi yang terjadi yaitu akibat dari pembalakan liar, kebakaran hutan, perambahan untuk pemukiman dan perladangan, alih fungsi lahan menjadi perkebunan sawit, serta pertambangan besar-besaran. Menurut Sunderlin dan Resosudarmo (1997), penyebab dari deforestasi yaitu sistem perladangan berpindah, transmigrasi, perkebunan, industri perkayuan dan pertumbuhan kepadatan penduduk dianggap penyebab paling utama. Carr dan Suter (2005) juga menyatakan bahwa peran penduduk merupakan faktor pemicu dari deforestasi. Sejalan dengan penelitian Carr dan Sutter (2005), Perz et al.(2005) menyatakan bahwa pertumbuhan penduduk, migrasi, dan penggunaan lahan yang mencerminkan perubahan demografis dan pertanian merupakan faktor pemicu dari deforestasi di Amerika Latin. Ehrhardt dan Karen (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi memberikan kontribusi untuk laju deforestasi dan pendidikan yang tinggi memiliki efek negatif pada laju deforestasi. Buitenzorgy dan Mol (2010) menyatakan bahwa yang menjadi penyebab dari deforestasi juga harus dipertimbangkan dari segi perkembangan politik dan bukan hanya fokus pada pembangunan ekonomi untuk menjelaskan dinamika deforestasi.

(14)

2

Untuk mengetahui dengan tepat laju deforestasi yang terjadi di Provinsi Jambi, diperlukan upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebabnya dengan mengambil beberapa peubah untuk membangun tipologi berbasis deforestasi. Dari identifikasi tipologi ini, dapat diketahui peubah yang paling menentukan penyebab utama deforestasi di Provinsi Jambi sehingga dapat diketahui baseline deforestasi di Provinsi Jambi. Dari penelitian ini, diharapkan agar segera dilakukan penyusunan langkah-langkah yang konkret guna penurunan laju deforestasi sehingga kelestarian hutan bisa dipertahankan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi model baseline deforestasi dan faktor pendorong penyebab terjadinya deforestasi, serta membangun tipologi kecamatan berbasis deforestasi di Provinsi Jambi.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar rencana penanggulangan dan pengurangan laju deforestasi di Provinsi Jambi tepatnya di Kabupaten Muaro Jambi, Kabupaten Batanghari, Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Merangin, dan Kota Jambi.

METODE

Alat dan Data Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu GPS (Global Positioning System) untuk pengambilan titik koordinat di lapangan, kamera digital untuk dokumentasi, tally sheet untuk pendataan, dan perekam suara untuk kegiatan wawancara.

Perangkat Lunak (Software)

Perangkat lunak yang digunakan untuk analisis citra satelit adalah Erdas Imagine 9.1, sedangkan perangkat lunak yang digunakan untuk analisis spasial adalah ArcGis 9.3,Arcview 3.2 menggunakan Extention Kappa dan Dendogram

(Jaya’s) Ver 1.6.

Perangkat Keras (Hardware)

Perangkat keras yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop untuk proses pengolahan data.

Data

(15)

3 serta Peta batas administrasi Provinsi Jambi, peta jaringan jalan Provinsi Jambi dan data BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten dalam Angka Provinsi Jambi.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengambilan data lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 di Provinsi Jambi. Sedangkan untuk pengolahan analisis data, dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Fakultas Kehutanan IPB. Berikut fokus areal lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Lokasi Provinsi Jambi Prosedur Analisis Data

Pra Pengolahan Citra

Layer stack

(16)

4

Pembuatan citra komposit

Pembuatan citra komposit dilakukan dengan menggabungkan citra komposit RGB (Red Green Blue) dengan komposisi band 5-4-3 mengacu pada standar Departemen Kehutanan untuk analisis hutan dan vegetasi.

Pembuatan mosaik citra (Mozaic process)

Mosaik citra adalah proses penggabungan dua atau lebih citra satelit dalam satu kenampakan yang selaras dalam hal kontras warna dan berkesinambungan dalam hal obyek permukaan yang tersambung secara sempurna. Proses mosaik citra dilakukan dengan menggunakan Erdas Imagine 9.1. Pada penelitian ini tiap satu tahun citra berasal dari lima citra dengan path-row berbeda. Maka dari itu perlu dilakukan proses mosaik citra pada penelitian ini.

Pemotongan citra

Pemotongan citra (cropping) dilakukan berdasarkan lokasi yang menjadi pusat penelitian yang mana harus disesuaikan dengan batas pada Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK) Provinsi Jambi. Proses pemotongan citra ini dibantu dengan software Erdas Imagine 9.1

Klasifikasi Citra

(17)

5 Tabel 1 Tipe tutupan lahan

No Tipe tutupan

lahan Citra Satelit Deskripsi Foto Lapangan 1. Badan Air lahan berupa perairan, termasuk laut, sungai, danau, semak/belukar dari bekas hutan di daerah rawa (Baplan 2008a). yang tumbuh berkembang pada habitat lahan kering yang belum mengalami intervensi manusia dengan vegetasi dominan berupa pohon karet. (BSN 2010) tanaman perkebunan yang sudah ditanami oleh tanaman

(18)

6 Tabel 1

(Lanjutan)

No Tipe tutupan

lahan Citra Satelit Deskripsi Foto Lapangan 6. Kebun kelapa kawasan perkebunan yang sudah ditanami oleh tanaman seperti tegalan, kebun campuran dan ladang lahan yang digunakan sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung kehidupan (BSN 2010) teknologi pengairan, tadah hujan, lebak atau pasang surut yang dicirikan oleh pola pematang, dengan ditanami jenis tanaman pangan berumur pendek (padi) (BSN 2010)

(19)

7 Tabel 1

(Lanjutan)

No Tipe tutupan

lahan Citra Satelit Deskripsi Foto Lapangan 11. Tanah terbuka

Tanah terbuka adalah tanah/lahan tanpa tutupan baik yang bersifat alami, semi alami maupun artifisial (BSN 2010).

Pertanian lahan kering campur adalah semua jenis pertanian lahan kering yang berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan bekas tebangan. Sering muncul pada perladangan berpindah, dan rotasi tanam berkembang secara alami sesudah terjadi kerusakan/perubahan pada hutan yang pertama (Lamprecht 1986)

Deteksi perubahan tutupan lahan

Deteksi perubahan tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan metode Post Classification Comparison (PCC) yaitu map-to-map comparison pada peta tutupan lahan provinsi jambi per periode yaitu 1990-2000, 2000-2003, 2003-2006, 2006-2009, dan 2009-2011. Setelah dilakukan deteksi perubahan lahan, selanjutnya peta tutupan lahan tersebut di overlay dengan peta batas administrasi Provinsi Jambi, dan peta jaringan jalan dengan software ArcGis version 9.1. Deteksi perubahan lahan hanya dilakukan pada perubahan deforestasi.

Pengecekan Lapangan (Ground check)

Kegiatan pengecekan lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi tutupan lahan di Provinsi Jambi saat ini. Pelaksanaan pengecekan lapangan dilakukan dengan melihat hasil deteksi perubahan tutupan lahan yang digunakan sebagai acuan di lapangan. Dalam penelitian ini dilakukan pengambilan data pada 100 titik di lapangan secara purposive.

Pembangunan Tipologi Deforestasi

(20)

8

a. Jumlah penduduk,

b. Jumlah murid SD ke atas, c. Jumlah bangunan SD ke atas, d. Luas lahan pertanian sawah irigasi, e. Luas sawah lahan kering,

f. Luas perkebunan sawit dan karet,

g. Luas total perkebunan besar dan kebun rakyat,

h. Volume produksi sawit, karet dan produksi hasil-hasil pertanian keseluruhan.

Analisis Klaster Pada Pembangunan Tipologi

Pembangunan tipologi dilakukan menggunakan pendekatan klastering, menggunakan rumus Jarak Euclidean yang terstandarisasi (Standardized Euclidean Distance, sebagai berikut:

Analisis Akurasi dapat dilakukan dengan membuat matriks kontingensi dengan menghitung besarnya akurasi pembuat (Producer’s acuracy/PA) dan akurasi pengguna (User’s Accuracy/UA) dari setiap kelas. Akurasi dapat dihitung dengan persamaan:

Dalam analisis pengkelasan berdasarkan tingkat kemiripan dari masing-masing ukuran klaster, maka diperlukan suatu teknik untuk menyusun urutan pengelompokkan klaster. Grafik yang menggambarkan pengelompokkan ini sering disebut dengan dendrogram. Metode penggambaran yang digunakan adalah metode tetangga terdekat (nearest neighbour method) yaitu metode penggambaran klaster berdasarkan jarak terdekat dari anggota klaster. Metode ini sering disebut dengan metode Single Linkage. Pembuatan dendrogram dapat dilakukan pada software ArcView 3.2 dengan menggunakan Extension software for kappa dan cluster.

Penentuan klaster

(21)

9 Analisis laju deforestasi

Besarnya Laju Deforestasi ditentukan dengan terlebih dahulu menentukan luas hutan per periode waktunya dan menghitung persentase deforestasi per tahun. Luas hutan yang digunakan yaitu hutan primer dan sekunder pada tahun 1990-2011. Besarnya luas hutan yang mengalami deforestasi diketahui dengan menggunakan pivot table pada citra satelit landsat 7 ETM+. Laju deforestasi per tahun diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

Lhd : luas hutan yang mengalami deforestasi per periode waktu t : lamanya periode waktu

Selanjutnya, untuk mencari persentase deforestasi per tahun dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :

Lhd : luas hutan yang mengalami deforestasi per periode waktu Lh : luas hutan keseluruhan

t : lamanya periode waktu

Estimasi Baseline Deforestasi dan Gas rumah Kaca

Dalam menghitung baseline deforestasi baik pada hutan yang mengalami deforestasi maupun hutan yang tidak mengalami deforestasi digunakan persamaan sebagai berikut,

Lh = a Thb Keterangan:

Lh : luas hutan (yang mengalami deforestasi ataupun tanpa deforestasi) Th : tahun

a,b : koefisien-koefisien regresi

Sedangkan untu menghitung emisi gas rumah kaca dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

EGRK : emisi gas rumah kaca LHtd : luas hutan tanpa deforestasi LHdd : luas hutan dengan deforestasi

(22)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Dendrogram

Pembuatan dendrogram dilakukan dengan tujuan untuk menyusun urutan pengelompokkan klaster berdasarkan tingkat kemiripan dari masing-masing ukuran klaster yang digunakan. Pengklasteran dilakukan untuk mengelompokkan tipologi kecamatan berbasis deforestasi di Provinsi Jambi. Pembuatan dendrogram dapat dilihat pada Gambar 2 sampai dengan Gambar 8

(a) (b)

Gambar 2 Dendrogram menggunakan (a) 1 peubah (penduduk) dan (b) 2 peubah (penduduk dan luas perkebunan).

(23)

11 Gambar 3 Dendrogram menggunakan (a) 3 peubah (penduduk, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan) dan (b) 3a peubah (penduduk, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan karet/sawit).

(a) (b)

Gambar 4 Dendrogram menggunakan (a) 4 peubah (penduduk, jumlah murid SD atau yang lebih tinggi, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan) dan (b) 5 peubah (penduduk, jumlah murid SD atau yang lebih tinggi, luas lahan pertanian, luas lahan perkebunan, dan luas lahan perkebunan sawit/karet).

Gambar 5 Dendrogram menggunakan 8 peubah (penduduk, jumlah murid SD atau yang lebih tinggi, jumlah bangunan SD atau yang lebih tinggi, luas lahan pertanian,Luas perkebunan rakyat, luas lahan perkebunan sawit/karet, produksi sawit/karet, danproduksi hasil-hasil pertanian secara keseluruhan).

(24)

12

kategori T1,T2, dan T3. Pengelompokkan tipologi T1, T2, dan T3 pada 29 kecamatan di Provinsi Jambi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Tipologi kecamatan

Kelas Jumlah peubah

Tipo_1var : Tipologi dengan 1 peubah, yaitu jumlah penduduk

Tipo_2var :Tipologi dengan 2 peubah, yaitu Jumlah penduduk dan luas perkebunan Tipo_3var :Tipologi dengan 3 peubah, yaitu jumlah penduduk, luas lahan pertanian, dan

(25)

13

Tipo_3avar :Tipologi dengan 3 peubah, yaitu jumlah penduduk, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan sawit/karet

Tipo_4var : Tipologi dengan 4 peubah, yaitu jumlah penduduk, jumlah murid SD ke atas, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan

Tipo_5var : Tipologi dengan 5 peubah, yaitu jumlah penduduk, jumlah murid SD ke atas, luas lahan pertanian, luas lahan perkebunan, dan luas lahan perkebunan sawit/karet

Tipo_8var : Tipologi dengan 8 peubah, yaitu jumlah penduduk, jumlah murid ke atas, jumlah bangunan SD ke atas, luas lahan pertanian, luas perkebunan rakyat, luas lahan perkebunan sawit/karet, produksi sawit/karet, dan produksi hasil-hasil pertanian.

Guna melakukan pengujian terhadap kelas-kelas deforestasi yang sesuai dengan tipologi kecamatan, selanjutnya dibuat kelas deforestasi sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Laju deforestasi pada setiap interval waktu

Kelas Deforestasi

Laju deforestasi pada setiap periode waktu LDY 00_11 : Laju Deforestasi tahun 2000-2011

Pada Tabel 3 tahun 1990-2000 diketahui laju deforestasi pada kelas deforestasi (KD) 1, 2, dan 3 sebesar 941.42 ha/th, 3765.68 ha/th, dan 8472.78 ha/th. Sedangkan pada periode tahun 2000-2011, laju deforestasi cenderung menurun.

Setelah dilakukan pembuatan kelas deforestasi berdasarkan tiap periode tahun yang telah ditentukan, maka selanjutnya dilakukan pengujian keakuratan tipologi berdasarkan kelas deforestasi. Pengujian keakuratan tipologi dapat dilihat pada Tabel 4 sampai dengan Tabel 10.

Tabel 4 Pengujian keakuratan tipologi dengan 1 peubah: penduduk (Tipo_1Var).

D1 D2 D3 Tot PA

(26)

14

Tabel 5 Pengujian keakuratan tipologi dengan 2 peubah: penduduk dan luas perkebunan (Tipo_2Var).

Tabel 6 Pengujian keakuratan tipologi dengan 3 peubah: penduduk, lahan pertanian, dan perkebunan (Tipo_3Var).

Tabel 7 Pengujian keakuratan tipologi dengan 3 peubah: penduduk, jumlah murid SD ke atas, lahan pertanian, dan perkebunan karet/sawit (Tipo_3aVar).

Tabel 8 Pengujian keakuratan tipologi dengan 4 peubah: penduduk, jumlah murid SD ke atas, lahan pertanian, dan perkebunan (Tipo_4Var).

(27)

15 Tabel 9 Pengujian keakuratan tipologi dengan 5 peubah: penduduk, jumlah

murid SD ke atas, lahan pertanian, sawit/karet, dan perkebunan (Tipo_5Var).

Tabel 10 Pengujian keakuratan tipologi dengan 8 peubah: penduduk, jumlah murid SD up, jumlah bangunan SD, lahan pertanian sawah irigasi dan sawah lahan kering, luas perkebunan sawit dan karet; dan luas

perkebunan rakyat, produksi sawit, dan karet produksi hasil-hasil pertanian (Tipo_8Var).

Dari Tabel 4 sampai dengan Tabel 10, diketahui bahwa akurasi tipologinya sangat rendah dan pada beberapa tabel tipologi memiliki akurasi yang sama. Oleh karena itu maka dilakukan penggabungan tipologi 2 dan 3 menjadi satu dengan notasi “T2/T3”. Hasil akurasinya cukup baik, terutama yang dihasilkan oleh 3 peubah. Hasil akurasi setelah dilakukan penggabungan tipologi disajikan pada Tabel 11 sampai Tabel 17.

Tabel 11 Akurasi penggabungan dengan 1 peubah (Tipo_1Var)

D1 D2/D3 PA

T1 10 8 0.56

T2/T3 8 3 0.73

UA 0.56 0.27 0.45

Rata-rata UA 0.41 Rata-rata PA 0.64

Keterangan = Tabel 4

Tabel 12 Akurasi penggabungan dengan 2 peubah (Tipo_2Var)

D1 D2/D3 PA

T1 9 8 0.53

T2/T3 9 3 0.75

UA 0.5 0.27 0.41

Rata-rata UA 0.39 Rata-rata PA 0.64

(28)

16

Tabel 13 Akurasi penggabungan dengan 3 peubah (Tipo_3Var)

D1 D2/D3 PA

T1 13 9 0.59

T2/T3 5 2 0.71

UA 0.72 0.18 0.52

Rata-rata UA 0.45 Rata-rata PA 0.65

Keterangan = Tabel 4

Tabel 14 Akurasi penggabungan dengan 3 peubah (Tipo_3aVar)

D1 D2/D3 PA

T1 13 9 0.59

T2/T3 5 2 0.71

UA 0.72 0.18 0.52

Rata-rata UA 0.45 Rata-rata PA 0.65

Keterangan = Tabel 4

Tabel 15 Akurasi penggabungan dengan 4 peubah (Tipo_4Var)

D1 D2/D3 PA

T1 11 8 0.58

T2/T3 7 3 0.70

UA 0.61 0.27 0.48

Rata-rata UA 0.44 Rata-rata PA 0.64

Keterangan = Tabel 4

Tabel 16 Akurasi Penggabungan dengan 5 peubah (Tipo_5Var)

D1 D2/D3 PA

T1 11 8 0.58

T2/T3 7 3 0.7

UA 0.61 0.27 0.48

Rata-rata UA 0.44 Rata-rata PA 0.64

Keterangan = Tabel 4

Tabel 17 Akurasi Penggabungan dengan 8 peubah (Tipo_8Var)

D1 D2/D3 PA

T1 15 8 0.65

T2/T3 3 3 0.5

UA 0.83 0.27 0.62

Rata-rata UA 0,55 Rata-rata PA 0,58

Keterangan = Tabel 4

(29)

17

Gambar 6 Tipologi Kecamatan menggunakan 3 peubah

Gambar 7 Tipologi Kecamatan menggunakan 2 peubah

(30)

18

lahan perkebunan (termasuk karet/sawit). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Parker (2013) yang menemukan bahwa pertanian merupakan penyebab langsung deforestasi hutan di 100 negara berkembang yang menyebabkan 73% deforestasi, dimana penyebabnya terbagi menjadi pertanian komersial (40%) dan pertanian penghidupan (33%). Penyebab lainnya adalah pertambangan (7 persen), infrastruktur (10 persen), dan perluasan kota (10 persen) (Parker 2013). Sunderlin dan Resosudarmo (1997) menyebutkan bahwa pertumbuhan kepadatan penduduk merupakan penyebab paling utama. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Geist dan Lambin (2002) menyatakan bahwa faktor pemicu dari deforestasi adalah faktor pertanian, ekstraksi kayu, dan perluasan infrastruktur.

Menurut Nawir et al. (2008), penyebab deforestasi ada 2 yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi: 1) Kebakaran hutan, 2) banjir, 3) kondisi morfologi dan curah hujan yang tinggi, 4) penebangan untuk lahan perkebunan, 5) perambahan hutan, 6) program transmigrasi, 7) pengelolaan lahan dengan teknik konservasi tanah dan air yang tidak sesuai, serta 8) pertambangan dan pengeboran minyak. Penyebab tidak langsung antara lain : 1) kegagalan pasar akibat harga kayu hasil hutan yang terlalu rendah, 2) kegagalan kebijakan dalam memberikan ijin pengusahaan hutan dan program transmigrasi, 3) kelemahan pemerintah dalam penegakan hukum, 4) penyebab sosial ekonomi dan politik yang lebih luas, seperti krisis ekonomi, era reformasi, kepadatan dan pertumbuhan penduduk yang tinggi, dan penyebaran kekuatan ekonomi dan politik yang tidak merata

Berdasarkan tiga faktor tersebut, tipologi berbasis deforestasi dapat dikelompokkan menjadi 2 kelas tipologi dengan rata-rata akurasi pembuat (average of producer’s accuracy) sekitar 65%, akurasi Pengguna (User’s accuracy) sebesar 45%, dan akurasi umum (overall accuracy) sebesar 52%. Penggunaan faktor-faktor lainnya memberikan akurasi model yang lebih rendah. Penggunaan faktor atau peubah yang lebih banyak tidak menyebabkan tipologi kecamatan berbasis deforestasi ini menjadi lebih baik.

Deforestasi

Pada Tabel 18 dirangkum tentang laju deforestasi di Provinsi Jambi. Tabel 18 Luas hutan dan Laju deforestasi di beberapa kecamatan Provinsi Jambi

Tahun

1990 2000 2003 2006 2009 2011

Luas hutan(ha) 1 273 598.6 881 670.1 764 603 733 497.2 632 742.9 625 517.8

Periode deforestasi. 1990-2000 2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2011 2000-2011

Lama Periode 10 3 3 3 2 11

(31)

19 lahan rusak diluar kawasan (Nawir et al. 2008). Berdasarkan data Badan Planologi Departemen Kehutanan (2008), deforestasi di dalam kawasan hutan periode 2003-2006 di Pulau Sumatera adalah yang terbesar dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainya, yaitu sebesar 268 000 ha per tahun. Pulau Sumatera berkontribusi sebesar 22.8% terhadap deforestasi total di Indonesia (1.17 juta ha per tahun). Hutan primer Sumatera yang masih tersisa hanya sekitar 29%. Berdasarkan analisis peta citra satelit yang dilakukan KKI Warsi dan Birdlife Indonesia (2004), dalam kurun waktu 10 tahun jambi kehilangan luas hutan sebesar 1 juta ha. Menurut hasil perhitungan Badan Planologi Departemen Kehutanan (2008), luas deforestasi kawasan hutan lindung di Provinsi Jambi pada periode tahun 2003-2006 adalah 391 000 ha, dengan angka deforestasi tahunan sebesar 130 300 ha/tahun.

Berdasarkan data luas hutan tahun 1990-2011, pada periode tahun 2000-2003, tahun 2006-2009, dan tahun 2000-2011 terjadi peningkatan laju deforestasi secara berturut-turut sebesar 39 015.86 ha/th, 40 883.38 ha/th, dan 2 465 107ha/th dari periode tahun sebelumnya. Pada periode tahun 1990-2000 laju deforestasi mengalami penurunan dari 37.851.38 ha/th menjadi 24 651.07ha/th pada periode tahun 2000-2011. Pada penelitian ini, jika dilihat dari persentase laju deforestasi terhadap luas hutan awal, persentase laju deforestasi cenderung meningkat dari sekitar 2.97% pada periode tahun 1990-2000 menjadi sekitar 3.94% pada periode 2000-2011. Selama periode 1990-2011, rata-rata laju deforestasi sekitar 3.13% per tahun. Secara skematis, laju deforestasi dan luas hutan keseluruhan di wilayah studi dapat disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Kurva penurunan luas hutan,luas hutan tanpa deforestasi dan laju

deforestasi. Luas hutan (ha), Laju deforestasi (ha/th), Luas hutan tanpa deforestasi (ha/periode) , Luas deforestasi

(ha/periode).

Penurunan luas hutan akibat deforestasi dan tanpa adanya deforestasi secara statistik diperoleh dari grafik hubungan yang menggunakan persamaan power untuk mendapatkan keakuratan yang tinggi dan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:

1985 1990 1995 2000 2005 2010 2015

Lu

as (h

a)

(32)

20

Dengan deforestasi : Lh = (2 x 10235) Th-69.49 Tanpa deforestasi : Lh = (2 x 10247) Th-73.09

Dari persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi luas hutan di tahun yang akan datang. Pada Tabel 19 disajikan hasil prediksi luas hutan dan jumlah emisi Gas Rumah Kaca di masa yang akan datang. Model baseline ini dapat digunakan untuk meramalkan luas hutan sampai dengan tahun-tahun berikutnya dengan asumsi tahun tidak ada perubahan.

Tabel 19 Prediksi luas hutan tahun 2015 sampai 2060 Tahun Catatan : *) persen terhadap luas prov. Jambi : 2463534.61

Sediaan karbon hutan primer (tC/ha): 164.4166667 (Jaya, 2013)

(a)

2010 2020 2030 2040 2050 2060 2070

(33)

21 dijadikan sebagai dasar perhitungan emisi. Tanpa melakukan kebijakan pencegahan konversi hutan (deforestasi) maka pada tahun 2060, luas hutan hanya akan tinggal sekitar 104 808.58 atau hanya 4.25% dari luas Provinsi Jambi sebesar 2 463 534.61 ha khususnya pada Kabupaten Muaro Jambi, Batanghari, Sarolangun, Merangin, dan Kota Jambi. Gambar 9 menunjukkan luas areal hutan yang mengalami deforestasi maupun yang tidak mengalami deforestasi akan mengalami penurunan luas areal dari per tahunnya. Dengan penurunan luas hutan yang sangat tinggi ini maka dikhawatirkan Provinsi Jambi akan kehilangan hutan yang sangat luas.

Hutan dalam konteks perubahan iklim global dapat berperan baik sebagai penyerap dan penyimpan karbon (sink) maupun sebagai sumber emisi (source). Penurunan luas hutan sebagai akibat deforestasi akan menyebabkan terjadinya pelepasan GRK (Gas Rumah Kaca) ke atmosfer. Deforestasi menyumbang sekitar 18% terhadap emisi gas rumah kaca (Green House Gases/GHGs) global sebesar 42 Gton CO2 per tahun (Patin 2007). Sohngen et al. (2008) menyatakan bahwa Emisi gas rumah kaca dari deforestasi di daerah tropis berada di kisaran 1 sampai 2 Pg C yr-1 untuk tahun 1990an yang setara sebanyak 25% dari emisi gas rumah kaca antropogenik global. Berdasarkan laju deforestasi dan prediksi luas hutan sebagai akibat deforestasi pada penelitian ini, emisi GRK yang berasal dari

2010 2020 2030 2040 2050 2060 2070

(34)

22

Faktor-Faktor Pemicu Deforestasi (Driving Forces)

Berdasarkan kajian faktor-faktor sosial ekonomi serta hasil wawancara dengan beberapa sumber informan, faktor-faktor pemicu terjadinya deforestasi (driving force) utamanya adalah karena faktor ekonomi, yaitu 1). Perluasan perkebunan (sawit dan karet); 2). Perluasan lahan pertanian padi (sawah dan ladang); dan 3). Peningkatan penduduk yang menyebabkan peningkatan kebutuhan ruang untuk sarana dan prasarana tempat tinggal dan usaha. Faktor-faktor lain seperti ilegal logging, perladangan liar, kebakaran liar, kebakaran hutan, pencarian kayu bakar, dan penebangan untuk kebutuhan rumah tangga relatif kecil. Faktor alam seperti longsor, banjir, dan kebakaran hutan sudah relatif kecil. Sejalan dengan penelitian Adeoye dan Ayeni (2011) yang menyatakan bahwa faktor-faktor pemicu terjadinya deforestasi yang paling utama adalah peningkatan populasi, penyediaan tempat tinggal, penyediaan infrastruktur, kegiatan pertanian, dan penebangan komersial. Berikut ini disajikan peta sebaran deforestasi di beberapa kecamatan Provinsi Jambi pada Gambar 10 dan 11.

(35)

23

Gambar 11 Sebaran Spasial Deforestasi Pada Periode tahun 2000-2011 Berdasarkan Gambar 15, pada periode tahun 1990-2000 deforestasi terjadi secara merata pada tipologi T1 dan tipologi T2/T3. Namun, pada periode tahun 2000-2011 deforestasi terjadi secara luas pada tipologi T1.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan:

1. Laju deforestasi umumnya sejalan dengan tipologi kecamatan yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan ekonomi (penduduk, kebutuhan lahan pertanian, dan lahan perkebunan besar serta perkebunan karet/sawit). 2. Selama periode 1990-2011, rata-rata laju deforestasi di beberapa

kecamatan sekitar 3.13% atau sekitar 25 981.1 ha/tahun.

3. Tipologi berbasis deforestasi dapat dibangun dengan akurasi pembuat sekitar 65% atau akurasi umum sekitar 52%.

4. Model baseline deforestasi yaitu Lh = (2 x 10235) Th-69.49 untuk prediksi luas hutan akibat deforestasi dan faktor lain serta Lh = (2 x 10247) Th-69.49 untuk prediksi luas hutan tanpa deforestasi.

(36)

24

Saran

Penelitian serupa perlu dilakukan pada berbagai lokasi untuk menguji apakah penyusunan baseline deforestasi dan gas rumah kaca berbasis spasial bisa digunakan untuk memprediksi terjadinya deforestasi pada tahun yang akan datang dengan rentang waktu yang berbeda

DAFTAR PUSTAKA

Adeoye NO, Ayeni B. 2011. Assessment of Deforestation, Biodiversity Loss and the Associated Factors: Case Study of Ijesa-Ekiti Region of Southwestern Nigeria. Geojurnal. 76: 229-243. doi: 10.1007/s10708-009-9336-z.

Anonim. 2011. IPPKH Sumatera, Jawa, dan Kalimantan tentang Penggunaan Kawasan Hutan PerPulau.http://ppkh.dephut.go.id/[Internet]. [1 November 2013].

Apriyani I. 2012. Yang Dilindungi pun sudah tak terlindungi. http://fwi.or.id/tag/deforestasi [Internet]. 22 Juni 2012; [16 Desember 2013] Baplan Dephut [Badan Planologi Departemen Kehutanan]. 2008a. Pemantauan

Sumber Daya Hutan. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan.

________________________________________________. 2008b. Perhitungan Deforestasi Indonesia tahun 2008. Badan Planologi Departemen Kehutanan. Beno J,Ngazi AM. 2013. Ini Penyebab Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

http://nasional.news.viva.co.id[Internet]. 18 Oktober 2013; [16 Desember 2013].

BPS [Badan Pusat Statistik]. 2011a.Merangin dalam Angka 2011. Jakarta (ID): BPS Kabupaten Merangin

_______________________. 2011b. Kota Jambi dalam Angka 2011. Jakarta (ID): BPS Kota Jambi.

_______________________. 2011c. Sarolangun dalam Angka 2011. Jakarta (ID): BPS Kabupaten sarolangun.

_______________________. 2011d. Batanghari dalam Angka 2011. Jakarta(ID): BPS Kabupaten Batanghari

_______________________.2011e. Muaro Jambi dalam Angka 2011. Jakarta(ID): BPS Kabupaten Muaro jambi.

BSN [Badan Standarisasi Nasional]. 2010. Klasifikasi Penutupan Lahan. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Buitenzorgy M, Mol APJ. 2010. Does Democracy Lead to a Better Environment? Deforestation and the Democratic Transition Peak. Environtment Resource Economic. 48: 59-70. doi: 10.1007/s10640-010-9397.

Butler R. 2013. Temuan Peta Hutan Google: Laju Deforestasi Meningkat di Indonesia. http://www.mongabay.co.id[Internet]. 15 November 2013; [16 Desember 2013].

(37)

25 Ehrhardt M, Karen. 1998. Social Determinants of Deforestation in Developing

Countries: Across-National Study. Social Forces. 77(2): 567-586.

FAO[Food and Agricultural Organization]. 2011. REDD di dalam Copenhagen accord. http://agroindonesia.co.id/[Internet]. [1 November 2013].

Forest Watch Indonesia. 2011. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode tahun 2000-2009. http://fwi.or.id[Internet]. [28 Juli 2011].

Geist H,Lambin EF. 2002. Proximate Causes and Underlying Driving Forces of Tropical Deforestation. Bioscience. 52(2): 143-150.

Hansen M.2013. Forest Change Mapped by Google Earth. http://www.bbc.co.uk [Internet]. 14 November 2013]; [23 Desember 2013].

Jaya INS. 2013. Laporan Akhir Penelitian Strategis: Pengembangan Metode Geospasial dalam Menyusun Peta Biomassa Lanskap Resolusi Sedang Menggunakan Data Terestris dan Citra Satelit. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.

KKI-WARSI/Birdlife. 2004. Potret Hutan Jambi (KKI-WARSI Jambi dan Birdlife Indonesia). http://www.warsi.or.id[Internet]. [Februari 2004].

Kodoatie RJ,Syarif R. 2010. Tata Ruang Air. Yogyakarta (ID): CV Andi Offset. Lamprecht H. 1989. Silvikulture in the Tropics. Deutsche Gesselschaft fur

technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH. Eschborn. Germany.

Masripatin N. 2007. Apa itu REDD. http://forestclimatecenter.org [Internet] [6 Januari 2013].

Nawir AA, Murniati, Rumboko L. 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia (Akan Kemanakah Arahnya Setelah Lebih dari Tiga Dasawarsa). Bogor (ID): CIFOR. hlm 13.

Parker IB. 2013. Penyebab Deforestasi Menghilang dalam Retorika REDD+ Analisis. http://blog.cifor.org[Internet]. 31 Oktober 2013; [16 Desember 2013].

Perz SG, Aramburu C, Bremner J. 2005. Population, Land Use and Deforestation in The Pan Amazon Basin: A Comparison of Brazil, Olivia, Colombia, Equador, Peru, and Venezuela. Environment, Development, and Sustainability. 7: 23-49. doi: 10.1007/s10668-003-6977-9.

Saefurrohman. 2005. Pengembangan Database Spasial untuk Pembuatan Aplikasi Berbasis GIS. Jurnal Teknologi Informasi Dinamik. 10(3):133-142.

Santili M, Moutinho P, Schwartzman S, Nepstad D, Curran L, Nobre C. 2005. Tropical Deforestation and the Kyoto Protocol. Climatic Change. 71: 267-276. doi: 10.1007/s10584-005-8074-6.

Sohngen B, Beach RH, Andrasko K. 2008. Avoided Deforestation as a Green House Gas Mitigation Tool: Economic Issues. Journal of Environtmental Quality. 37(4): 1368-1375. doi:10.2134/jeq2007.0288.

Sunderlin WD, Resosudarmo IA. 1997. Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia; Penelaahan Kerancuan dan Penyelesaiannya. Bogor (ID): CIFOR.

(38)

26

Lampiran 1 Tipologi Kecamatan

Kecamatan Jumlah peubah

Tipo_1var Tipo_2var Tipo_3var Tipo_3avar Tipo_4var Tipo_5var Tipo_8var

Mersam T1 T1 T1 T1 T1 T1 T3

Batin XXIV T1 T1 T1 T1 T1 T1 T3

Muara Tembesi T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Muara bulian T2 T2 T1 T1 T3 T3 T1

Pemayung T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Batang Asai T1 T1 T2 T2 T2 T2 T1

Limun T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Pelawan

Singkut T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Sarolangun T2 T2 T1 T1 T1 T1 T1

Pauh T1 T1 T2 T2 T2 T2 T1

Tabir T1 T3 T3 T3 T3 T3 T3

Mestong T2 T2 T1 T1 T1 T1 T1

Kumpeh T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Maro Sebo T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Jambi Luar

Kota T2 T2 T2 T2 T1 T1 T1

Sekernan T2 T2 T1 T1 T1 T1 T1

Kota Baru T3 T3 T3 T3 T3 T3 T1

Jambi Selatan T3 T3 T3 T3 T3 T3 T1

Jelutung T2 T2 T1 T1 T2 T2 T1

Pasar Jambi T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Telanaipura T2 T2 T1 T1 T2 T2 T1

Danau Teluk T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Pelayangan T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Jambi Timur T2 T2 T1 T1 T2 T2 T1

Jangkat T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Muara Siau T1 T1 T2 T2 T2 T2 T2

Pamenang T1 T1 T1 T1 T1 T1 T2

Bangko T2 T2 T1 T1 T1 T1 T2

Sungai Manau T1 T1 T1 T1 T1 T1 T1

Jumlah (T1) 18 17 22 22 19 19 23

Jumlah (T2) 9 9 4 4 6 6 3

(39)

27 Lampiran 2 Luas Hutan Per Perekaman Waktu (ha)

Kecamatan Tahun

(40)

28

Lampiran 3 Laju deforestasi per periode waktu di setiap kecamatan,Provinsi Jambi

Kecamatan LDY90_00 LDY00_03 LDY03_06 LDY06_09 LDY09_11 LDY00_11

Bangko 0 0 0 0 0 0

(41)

29 Lampiran 4 Persentase laju deforestasi per tahun per kecamatan (%)

Kecamatan PDY90_00 PDY00_03 PDY03_06 PDY06_09 PDY09_11 PDY00_11

Bangko 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

(42)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 17 Februari 1991 di Kupang, Nusa Tenggara Timur, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak I Wayan Widhiana Susila dan Ibu Ni Made Musi Aryati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Naikoten 1 Kupang tahun 1997-2003, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Kupang tahun 2003-2004 selanjutnya tahun 2004-2006 pindah ke SMP Negeri 9 Denpasar. Pada tahun 2004-2006-2009 penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMA Negeri 2 Denpasar. Pada tahun 2009 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, seperti UKM Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma (2006-sekarang), Brahmacarya Bogor tahun 2009-2011, Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2010-2011, dan International Forest Student Assosiation (IFSA) tahun 2011-2012. Penulis juga aktif sebagai asisten praktek Teknik Inventarisasi Sumberdaya Hutan tahun 2013, asisten praktek Geomatika Penginderaan Jarak Jauh tahun 2013, asisten pelatihan penyusunan model alometrik pendugaan biomassa dan stok karbon hutan, dan peserta pelatihan Terestrial Laser Scanning-Remote Sensing from the ground. Penulis juga mengikuti kepanitiaan dalam acara Southeast Asia Forest Youth Meeting.

Gambar

Gambar 1 Peta Lokasi Provinsi Jambi
Tabel 1  Tipe tutupan lahan
Tabel 1 (Lanjutan)
Tabel 1 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur (Sugiyono, 20011 : 73) atau interview bebas terpimpin ( Suharsimi Arikunto, 1997 :146), yaitu

Hasil produksi enzim selulase dari ketiga isolat ditunjukkan dengan nilai aktivitas enzim tertinggi yang diperoleh pada saat waktu inkubasi produksi enzim selulase 24

Dalam tahapan seluruh mekanisme gatekeeping produksi berita investigasi tersebut, juga dipengaruhi oleh lima level hierarchy of influence yang terdiri dari level

Sebab, yang sesuai dengan ajaran sunnah adalah agar suami menceraikan isteri satu kali talak (Muḥammad bin Ṣāliḥ al-„Uṡaimīn, 2016: 413). Dalil yang berhubungan dengan hal

KARAKTERISTIK RESPONDEN (PETAMBAK UDANG WINDU) 1. Pengalaman berbudidaya udang windu : .... Berapa luas lahan yang digunakan untuk budidaya udang windu : ... Padat tebar benur

3 Pengadaan Aset Peralatan dan Mesin Pengadaan Rak Arsip 1 paket APBD BKPP Kab.. Kendal

Simpulan penelitian pengembangan ini adalah (1) Dihasilkan modul pembelajaran fisika dengan strategi inkuiri terbimbing pada materi fluida statis yang tervalidasi; (2)

Sensor adalah komponen yang dapat digunakan untuk mengkonversi suatu besaran tertentu menjadi satuan analog sehingga dapat dibaca oleh suatu rangkaian elektronik atau