• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Lahan Basah Potensial berdasarkan Indeks Topografi di Bretagne, Perancis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Lahan Basah Potensial berdasarkan Indeks Topografi di Bretagne, Perancis"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN LAHAN BASAH POTENSIAL BERDASARKAN

INDEKS TOPOGRAFI DI BRETAGNE, PERANCIS

HELENA ARIESTY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Lahan Basah Potensial Berdasarkan Indeks Topografi di Bretagne, Perancis adalah benar karya saya dengan arahan pembimbing dari Perancis dan dari komisi pembimbing di IPB serta telah diajukan sebagai laporan magang penelitian kepada Agrocampus Ouest dan Institute National de la Recherche Agronomique (INRA). Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2014

(3)

RINGKASAN

HELENA ARIESTY. Pemodelan Lahan Basah Potensial Berdasarkan Indeks Topografi di Bretagne, Perancis. Dibimbing oleh ROH SANTOSO BUDI WASPODO dan SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Lahan basah merupakan sumber daya alam pentingyang mendukung keanekaragaman hayati. Di Perancis dalam menyebutkan lahan basah digunakan istilah lahan basah potensial, yaitu suatu lahan basah yang memiliki potensial dalam penggunaannya. Topografi dan geomorfologi memainkan peran utama untuk pengembangan lahan basah dan merupakan faktor yang menentukan dalam pemodelan lahan basah berkelanjutan. Pentingnya mengidentifikasi lahan basah, dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan prioritas pembangunan yang akan didasarkan pada aspek teknis dan sosial ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memprediksi luas spasial lahan basah potensial di Bretagne, Prancis dari indeks topografi dikalibrasi pada satu set 10 peta tanah rinci.

Dalam mengidentifikasi lahan basah yang potensial, berdasarkan hidromorfi tanah yang dilakukan dengan metode 4 kriteria.Penelitian ini mengacu kepada Merrot 2006 yaitu dengan metode yang sama berhasil mengidentifikasi lahan basah potensial berdasarkan indeks topografinya. Hal yang membedakan adalah jumlah peta yang digunakan yaitu 1 peta dan 10 peta, sehingga dapat dilihat apakah penelitian terdahulu memiliki nilai yang sama atau berbeda. Berikut ini empat tahap analisis yang masing-masing dikategorikan: (a) identifikasihidromorfi, (b) indeks perhitungan topografi, (c) perhitungan ambang batas, (d) validasi. Sebuah metode ambang batas dilakukan antara peta tanah dan indeks topografi untuk menunjukkan kondisi kesamaan. Penggunaan ambang batas dan validasi merupakan pengembangan cara baru dengan menggunakan 120 kombinasi peta tanah. Hasil indeks topografi adalah 4,7 dan diterapkan untuk semua Bretagne.

(4)

SUMMARY

HELENA ARIESTY. Modeling of Potential Wetlands based on Topography Index in Bretagne, France.Supervised by ROH SANTOSO BUDI WASPODO and SATYANTO KRIDO SAPTOMO.

Wetlands represent an important natural resource which supports natural biodiversity. In France, in mentioned wetlands, it called potential wetlands, which have potential in its use.Topography and geomorphology play a major role for the development of wetlands and are decisive factors for modeling wetlands extension.The importance of identifying wetlands, can be used as a basis for determining the development priorities that will be based on technical and socioeconomic aspects The objective of this research was to predict the spatial extent of potential wetlands in Brittany, France from a topographic index calibrated on a set of 10 detailed soil maps.

In identifying potential wetlands, it based on soil hydromorph which conducted by method 4 criteria. The following four stages of analysis were respectively categorized: (a) identification hidromorphy, (b) calculation topographic index, (c) calculation of threshold, (d) validation. A threshold method was conducted between soil maps and topographic index to indicate the similarity condition. We use for threshold and validation a new way using 120 combination of soil maps. The result of topographic index was 4.7 and it was applied for all Brittany.

(5)

PEMODELAN LAHAN BASAH POTENSIAL BERDASARKAN

INDEKS TOPOGRAFI DI BRETAGNE, PERANCIS

HELENA ARIESTY

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

iii Judul Tesis : Pemodelan Lahan Basah Potensial berdasarkan Indeks Topografi di

Bretagne, Perancis

Nama : Helena Ariesty

NRP : F451110061

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si Ketua Anggota

Diketahui oleh :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr. Satyanto K. Saptomo, STP, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(8)

iv

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih karuniaNya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini adalah Pemodelan Lahan Basah Potensial berdasarkan Indeks Topografi di Bretagne, Perancis.

Dengan selesainya penyusunan tesis ini disampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Blandine LEMERCIER, Lionel BERTHIER, selaku pembimbing magang di

INRA-UMR SAS, Rennes, France atas kesempatan magang penelitian yang telah diberikan serta atas segala bimbingan dan arahannya.

2. Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT dan Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si selaku komisi pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, serta bimbingan untuk perbaikan kualitas penelitian serta penulisan.

3. Christisn WALTER selaku penanggung jawab program Master 2 Inginerie Environnmentale di Agrocampus Ouest, Rennes, Perancis atas kesempatan serta bimbingannya.

4. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku penanggung jawab program DDIP program studi Teknik Sipil dan Lingkungan yang telah memberikan bimbingan untuk dapat menyelesaikan program DDIP dengan baik.

5. Beasiswa Unggulan Dalam Negeri DIKNAS untuk kesempatan studi pascasarjana yang telah diberikan dan Beasiswa Unggulan LuarNegeri DIKTI atas kesempatan pembiayaan studi Master tahun kedua di Perancis.

6. Ir. Suwarno, MT dan Dra. Ervina HD selaku orang tua atas segala doa yang tak pernah henti dan dukungan yang terus mengalir serta kasih sayang yang diberikan 7. Pihak-pihak lain yang terkait

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

v

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR... vi

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Lahan Basah Potensial………. 2

Hidromorfi Tanah………...………. 2

Metode 4 Kriteria ... 3

Indeks Topografi ... 5

3 METODE………... 6

Waktu dan Tempat... 6

Alat dan Bahan... 7

Prosedur Penelitian ……..………... 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 10

5 SIMPULAN DAN SARAN……... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 16

LAMPIRAN……….……….. 17

(10)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Klasifikasi nilai hidromorfi tanah dalam menentukan lahan basah

(Riviere, et al., 1992)... 4

Tabel 2. Karakteristik Lokasi Peta ... 6

Tabel 3. Presentase Hidromorfi Tanah dan Ambang Batas……… 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Penetapan lahan basah dengan pendekatan PEE (Merot et al., 2006) 2 Gambar 2. Contoh hidromorfi tanah………... 3

Gambar 3. Morfologi tanah untuk lahan basah berdasarkan kriteria tanah UU 01 Oktober 2009 (Baize dan Girard, 2009) ………. 3

Gambar 4. Kodifikasi tanah : Metode 4 kriteria (Riviere, et al., 1992)…... 4

Gambar 5. Peta DAS dengan metode 4 kriteria (INRA, 2005)………... 4

Gambar 6. Peta lahan basah dan bukan lahan basah (INRA, 2005)………... 5

Gambar 7. δokasi Penelitian………...………...… 6

Gambar 8. Bagan alir penelitian………. 7

Gambar 9. Skema penentuan indeks topografi...……... 9

Gambar 10. Peta Hidromorfi Tanah………. 11

Gambar 11. Frekuensi Kumulatif Indeks Topografi pada peta DAS………... 12

Gambar 12. Histogram Frekuensi dari presentasi gros………. 12

Gambar 13. Histogram Frekuensi dari Indeks Akurasi……… 13

Gambar 14. Peta lahan basah potensial dengan pengaplikasian indeks topografi terbaik………... 14

Gambar 15. Perbandingan peta hasil prediksi dan observasi di wilayah Kervijen... 14

(11)

7

1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lahan basah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia dan lingkungan. Fungsi lahan basah tidak saja dipahami sebagai pendukung kehidupan secara langsung seperti sumber air minum dan habitat beraneka ragam makhluk, tetapi juga memiliki berbagai fungsi ekologis seperti pengendali banjir dan kekeringan, pengaman garis pantai dari intrusi air laut dan abrasi, penambat sedimen dari darat dan penjernih air, penyedia unsure hara (Correl, 1996; Gilliam et al., 1997). Fungsi habitat lahan basah sebagai penyedia makanan, air, hasil hutan, tempat perlindungan bagi ikan, burung, mamalia, dan sebagai tempat pemijahan berbagai spesies (Tiner 2009). Fungsi hidrologi lahan basah dapat dikaitkan dengan kuantitas air yang masuk, tinggal, dan keluar di lahan basah. Fungsi kualitas air mencakup penyerapan sedimen dan pengendali polusi pada lahanbasah (Vorosmarty et al., 2010).

Dalam mengidentifikasi lahan basah, Perancis mengacu kepada kriteria tanah yaitu berdasarkan hidromorfinya (Merot, 2000; Merot et al., 2006).Tanah dikatakan hidromorfi bila menunjukkan tanda secara fisik adanya kejenuhan air(Merot et al, 1995).Di Perancis lahan basah dikelompokkan ke dalam tiga bagian dengan pendekatan PEE (potensial, efektif, dan efisien)(Merot, 2000; Merot et al., 2006). Lahan basah potensial merupakan lahan basah dengan karakteristik fisik jenuh air yang dengan cepat ditentukan oleh indeks topografi (Merot et al., 2006). Pentingnya melakukan identifikasi lahan basah, dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan prioritas pengembangan yang nantinya didasarkan pada aspek teknis dan sosial ekonomi.

Pendekatan penelitian lahan basah potensial berdasarkan indeks topografi telah direalisasikan di Bretagne dengan menggunakan satu peta DAS (Merot et al, 1995), hasilnya telah didistribusikan secara luas.Contohnya adalah dalam rangka membandingkan indeks topografi dengan negara Eropa lainnya (Merrot, et al., 2003), identifikasi lahan basah ini diintegrasikan dengan indeks iklim-topografi yang kemudian dikalkulasi oleh sebuah piranti lunak dalam bentuk software (Aurousseau and Squividant (1995)).Untuk mengembangkan penelitian tersebut, digunakan 10 peta DAS di daerah Bretagne, Perancis.

Dalam menguji kebenarannya, uji akurasi dilakukan dengan membandingkan dua peta, satu peta bersumber dari hasil analisis penginderaan jauh (peta yang akan diuji) dan satunya adalah peta yang berasal dari sumber lainnya, (Merot et al, 2003). Peta kedua dijadikan sebagai peta acuan, dan diasumsikan memiliki informasi yang benar.Seringkali data acuan ini dikompilasi dari informasi yang lebih detail dan akurat dari data yang akan diuji.

Tujuan

(12)

8

2.

TINJAUAN PUSTAKA

Lahan Basah Potensial

Lahan basah umumnya berada di wilayah yang relatif datar dan selalu tergenang air, serta adanya fluktuasi muka air tanah yang langsung dipengaruhi oleh curah hujan lokal dan atau pasang surut. Marsh (1991) mengungkapkan tiga karakteristik lahan basah yang dapat menjadi definisi dasar dari lahan basah, yaitu:

1. Keadaan air pada permukaannya biasanya secara relatif merupakan air yang dangkal, baik permanen maupun temporal

2. Susunan tanah kadang terdiri dari bahan organik tinggi yang sangat berbeda dengan tanah di daerahdaratan

3. Komposisi vegetasi terdiri dari spesies yang dapat beradaptasi dengan lahan basah, air permukaan, dan atau genangan.

Penetapan lahan basah di Perancis dilakukan dengan pendekatan PEE (Potensial, Efektif, Efisien), seperti ditunjukkan oleh Gambar1. Tipologi PEE ini digunakan untuk menggambarkan kondisi lahan basah di Perancis. Karakteristik lahan basah potensial didasarkan pada kondisi geomorfologi dan kriteria iklim. Lahan basah efektif diidentifikasi menurut Hukum Air Perancis tahun 1992 terkait kondisi tanah hidromorfi dan vegetasi hidrofitik. Lahan basah efisien diidentifikasi lebih spesifik dengan fungsi tertentu seperti fungsi hidrologi, biodiversitas, dan lanskap, dsb (Mazagol et al., 2008).

Gambar 1. Penetapan lahan basah dengan pendekatan PEE (Merot et al., 2006)

(13)

9 Hidromorfi tanah merupakan segolongan tanah yang memiliki perkembangan profil berwarna kelabu, horison atas tercuci, horison bawah bertekstur halus, berglei, serta memiliki bintik kuning hingga merah, dapat dilihat pada Gambar 2. Penyebarannya berada di dataran rendah atau cekungan. Umumnya jenis tanah ini dijumpai di wilayah dengan drainase buruk dan curah hujan cukup(Baize dan Girard, 2009).

Morfologi tanah untuk lahan basah berdasarkan kriteria tanah UU Perancis 01 Oktober 2009 dapat dilihat pada Gambar 3.Berdasarkan Gambar 3, suatu tanah merupakan lahan basah bila masuk ke dalam kategori zona redoxic (jenuh sementara) yaitu dimulai dari kedalaman tanah 25 cm dan diperluas dengan peningkatan kedalaman atau dimulai dari kedalaman 50 cm dan diperluas dengan peningkatan zona reductic (jenuh hampir permanen) yang terjadi pada kedalaman 80-120 cm.

Gambar 3. Morfologi tanah untuk lahan basah berdasarkan kriteria tanah UU 01 Oktober 2009 (Baize dan Girard, 2009)

Gambar 2. Contoh hidromorfi tanah

Morfologi tanah yang sesuai dengan lahan basah (ZH)

Zona redoxic g (jenuh sementara) Zona reductic G (jenuh hampir permanen)

Lapisan freatik Zona histic H

Berdasarkan kelas hidromorfi dari Grup Pembelajaran Permasalahan Ilmu Tanah Terapan (GEPA, 1981)

(14)

10

Metode Empat Kriteria

Kodifikasi tanah Masif Armoricain yaitu tanah yang berada di wilayah Bretagne, Perancis dilakukan dengan menggunakan metode empat kriteria yaitu substrat, hidromorfi, jenis solum, dan kedalaman tanah (Riviere, et al., 1992), dapat dilihat pada Gambar 4. Substrat merupakan struktur tanah yang dominan, contohnya granit yang disimbolkan dengan huruf G, Hidromorfi merupakan tanah yang memiliki ciri bintik merah atau kuning, disimbolkan dengan menggunakan angka dari 0 hingga 9. Nilai 0 hinga 2 merupakan tanah kering, nilai 3-4 merupakan hidromorfi sedang, nilai 5 hingga 9 sangat hidromorfi. Klasifikasi nilai tersebut dilihat berdasarkan morfologi tanah untuk lahan basah berdasarkan kriteria tanah UU 01 Oktober 2009 (Baize dan Girard, 2009). Solum tanah merupakan kedalaman lapisan tanah dari permukaan hingga bahan induk tanah, misalnya tanah lessive atau podzolic dilambangkan dengan huruf L. Kedalaman tanah merupakan ukuran dalamnya tanah dengan satuan meter, dinyatakan dengan angka.

Kodifikasi tanah tersebut diterapkan dalam peta, yang kemudian akan menghasilkan peta dengan metode 4 kriteria, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4.Kodifikasi tanah : Metode 4 kriteria (Riviere, et al., 1992)

Gambar 5. Peta DAS dengan metode 4 kriteria (INRA, 2005)

(15)

11 Oleh karena dalam menentukan lahan basah ditentukan berdasarkan hidromorfi tanah, maka dilakukan klasifikasi kembali dengan batas bahwa nilai hidromorfi lebih dari 5 merupakan lahan basah, dapat dilihat pada Tabel 1. Peta DAS pada Gambar 5 tersebutkemudianditerapkan aturan tersebut yang menghasilkan peta pada Gambar 6.

Nilai JenisHidromorfi Keterangan 0 kemiringan lereng yang menjadi ukuran penentu suatu lahan. Penelitian ini menggunakan lahan basah sebagai objek untuk diteliti. Untuk menghitung indeks topografi, diadopsi dari Beven dan Kirkby (1979) oleh Merot et al, 1995 :

dengan

Tabel 1. Klasifikasi nilai hidromorfi tanah dalam menentukan lahan basah (Riviere, et al., 1992)

Gambar 6. Peta lahan basah dan bukan lahan basah (Sumber: Peta INRA, 2005)

N Keterangan:

(16)

12 Topografi merupakan control yang penting dalam proses hidrologi. Sebuah pendekatan untuk mengukur control ini adalahindeks topografi. Indeks ini menjadi luas penggunaannya pada hidrologi, tapi biasanya digunakan dalam porsi yang lebih kecil dari informasi yang terdapat pada DEM (Digital Elevation Model). Dalam menghitungnya, digunakan resolusi 50 x 50 m. Indeks topografi di Perancis bervariasi antara 0 hingga 29.Indeks topografi ini tidak memiliki satuan karena Semakin tinggi nilai indeks topografi, maka kemungkinan dugaan lahan basah akan semakin besar.

3.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari - Agustus 2013. Penelitian dilakukan di Unit Spatial Tanah INRA-UMR SAS (Institut National de la Recherche Agronomique) di Rennes, Perancis. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 7 serta karakteristik peta dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 7. Lokasi penelitian

1

2

3

4

5 7

8,9,10

(17)

13

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sepuluh peta DAS di wilayah Bretagne, Perancis dengan skala 1/25 000 – 1/50 000. Peralatan yang digunakan adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software: ArcGIS 10, Geospatial Modelling Environment, Microsoft Excel, Office.

Prosedur Penelitian

Tabel 2. Karakteristik Lokasi Peta

(18)

14 Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Secara umum tahapan-tahapan tersebut disajikan pada Gambar 8, yaitu mengidentifikasi hidromorfi tanah dari 10 peta DAS yang tersedia, kemudian menerapkan metode 4 kriteria dengan faktor hidromorfi sebagai pembatasnya, bila lahan tersebut termasuk ke dalam klasifikasi lahan basah maka dilakukan penghitungan indeks topografi, dilanjutkan dengan penghitungan ambang batas, dan tahap terakhir adalah validasi untuk menguji keakuratan data penelitian.

Pengumpulan Data Input

Sepuluh peta DAS di daerah Bretagne, Perancis yang digunakam merupakan peta DASyang didapatkan dari INRA-UMR SAS dengan skala 1/25 000 – 1/50 000.

Identifikasi Hidromorfi Tanah

Hidromorfi tanah memiliki peranan penting dalam mengidentifikasi suatu lahan dikatakan lahan basah atau tidak. Dalam menentukannya dibantu dengan metode 4 kriteria, yang telah disebutkan dalam tinjauan pustaka.

Penghitungan Indeks Topografi

Untuk menghitung indeks topografi, diadopsi dari Beven dan Kirkby (1979) oleh Merot et al,1995 :

Gambar 8. Bagan alir penelitian Ya

Penghitunganindeks topografi

Selesai Lahan Basah

(19)

15 Dengan

Penghitungandilakukan dengan DEM (Digital Elevation Model) pada resolusi 50x50m. Indeks topografi di Perancis bervariasi antara 0 hingga 29. Semakin tinggi nilai indeks topografi, maka kemungkinan dugaan lahan basah semakin besar.

Penghitungan Validasi

Dalam menentukan validasi, digunakan probabilitas kombinatorial sebagai berikut (Hogg and Craig, 1978) :

Dengan n = jumlah peta yang tersedia dan p = jumlah peta kalibrasi. Hasil yang diperoleh adalah 120 peta kombinasi, dengan 7 peta kalibrasi dan 3 peta validasi (Kolchin et al., 1978).Skema penentuan ambang batas dapat dilihat pada Gambar 9.

Uji akurasi dilakukan dengan membandingkan dua peta, satu peta bersumber dari hasil analisis penginderaan jauh (peta yang akan diuji) dan satunya adalah peta yang berasal dari sumber lainnya (Merrot et al., 2003). Peta kedua dijadikan sebagai peta acuan, dan diasumsikan memiliki informasi yang benar.Seringkali data acuan ini dikompilasi dari informasi yang lebih detail dan akurat dari data yang akan diuji.

Format baku untuk melaporkan hasil uji akurasi adalah dalam bentuk matriks kesalahan,

atau dinamakan juga “matriks konfusi” karena ia mengindentifikasi tidak saja kesalahan untuk

suatu kategori tetapi juga kesalahan klasifikasi antar kategori. Matriks kesalahan tersusun dari senarai berukuran n kali n, dimana n adalah banyaknya kelas objek yang ada di peta.

Untuk menyusun matriks kesalahan tersebut, digunakan peta freferensi dan peta hasil analisis, kedua peta harus dapat dibandingkan. Validasi dalam kasus ini, dilakukan dengan pembentukan 120 matriks konfusi.

Dua indikator statistik yang digunakan: Presentase Gros =

Indeks Akurasi =

Bila nilai < 1 maka mengindikasikan di bawah estimasi lahan basah potensial dimana luas lahan basah prediksi lebih kecil dari lahan basah observasi.

Bila nilai > 1 maka mengindikasikan di atas estimasi lahan basah potensial dimana luas lahan basah prediksi lebih besar dari lahan basah observasi.

DTM50x50mm Indeks Topografi

(20)

16

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hidromorfi tanah diinterpretasikan dengan menggunakan metode 4 kriteria yang diusulkan oleh Rivière et al. (1992) sesuai dengan konteks tanah Armoricain. Peta hidromorfi tanah dari sepuluh peta DAS disajikan oleh Gambar 10 dan presentase hidromorfinya dilaporkan pada Tabel 3.

Presentase hidromorfi tanah yang didapat dengan menggunakan kriteria tanah UU 24 Oktober 2009 dalam menentukan lahan basah potensial dapat dilihat pada Tabel 3. Daerah dengan hidromorfi tanah besar cenderung memiliki ambang batas kecil, seperti pada Kervijen dengan hidromorfi tanah 24.3% dan ambang batas 4.3, Pipriac dengan hidromorfi tanah 32.6%

(21)

17 dan ambang batas 4.5, dan Watershed 2 dengan hidromorfi tanah 9.8% dan ambang batas 5.2. Hal tersebut terjadi didukung oleh faktor curah hujan dan kemiringan yang berbeda-beda pada setiap DAS.

Hampir semua dari sepuluh peta DAS ini memiliki distribusi indeks topografi yang sama di daerah Bretagne kecuali Rostrenen. Hal tersebut terjadi perbedaan disebabkan oleh curah hujan dan kemiringan yang cenderung ekstrim.Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11. Pada grafik tersebut terdapat lengkungan yang merupakan hasil perhitungn dari ln (logaritma normal). Lengkungan tersebut merupakan perubahan dari kawasan darat menuju sungai dan dari lengkungan tersebut didapat indes topografi.

Tabel 3. Presentase Hidromorfi Tanah dan Ambang Batas

Daerah Lokasi Penelitian Presentase HidromorfiTanah

AmbangBatas

Finistère 1. Kervijen 24,3 4,3 2. Plouguerneau 18,7 5,3 Morbihan 3. Naizin 18,7 4,7

4. Pleucadeuc 19,4 5

(22)
(23)

19 Persentase rata-rata kesepakatan gros (Gambar 12) adalah 73%, sedangkan nilai mediannya adalah 72%. Jadi distribusi perjanjian gros ini memiliki dua populasi yang dapat dilihat pada Gambar11. Kurva normal, dua populasi memiliki arti dalam menempatkan hipotesis, harus memiliki 2 kombinasi kategori besar.Sebuah distribusi bimodal memiliki rentang nilai minimum sebesar 67%. Kurva normal dua populasi harus dikatakan bahwa presentase tersebut masuk ke dalam batas normal.

0%

Watershed 1 of the estuary road soil map

Watershed 2 of the estuary road soil map

Watershed 3 of the estuary road soil map

Gambar 11. Frekuensi Kumulatif Indeks Topografi pada Peta DAS di Bretagne

(24)

20 Nilai rata-rata pada histogram indeks akurasi bernilai 1.4 dan nilai tengahnya 1.3, sedangkan nilai minimalnya 0.6 dan nilai maksimalnya 2.3. Dalam kasus ini, pemodelan lahan basah diatas estimasi sebesar 75%. Dalam 14% kasus, model memprediksi setidaknya 2 kali lebih banyak dari lahan basah yang telah dipetakan.

Dari Gambar 13, histogram tersebut terdapat dua puncak yang mengindikasikan data berbentuk dua kategori atau dua kelas. Kategori tersebut dinamakan distribusi binomial. Tes ini sangat cocok digunakan sebagai alat pengujian hipotesis dengan ukuran sampel yang kecil. Distribusi binomial adalahsuatudistribusi yang terdiri dari duakelas.

Gambar 14 menampilkan peta lahan basah potensial di Bretagne. Indeks yang didapat dari penelitian ini adalah 4.7 dan diaplikasikan untuk seluruh wilayah Bretagne. Dapat dilihat pada gambar tersebut indeks tersebut merepresentasikan lahan basah potensial di wilayah Bretagne, Perancis. Gambar 15 menunjukkan perbandingan peta hasil prediksi dan observasi di Kervijen, peta yang dihasilkan tepat merepresentasikan keadaan yang ada, sedangkan sebaliknya Gambar 16 perbandingan peta di wilayah Saint Thurial memiliki perbedaan yang signifikan disebabkan oleh kondisi ektrem berupa dataran tinggi di wilayah tersebut.

Beberapa pemodelan identifikasi lahan basah telah dilakukan di Perancis, seperti identifikasi karakteristik lahan basah di Sungai Seine (Curie, et al., 2007), pra-identifikasi lahan basah di DAS Loire-Bretagne (Mazagolet al., 2008).

0

Rasio Lahan Basah Potensial prediksi/Lahan Basah Observasi

(25)

21 Gambar 14. Peta lahan basah potensial dengan pengaplikasian indeks

topografi terbaik di Bretagne, Peramcis

Gambar 15. Perbandingan peta hasil prediksi dan peta sekunder di wilayah

Kervijen

Gambar 16. Perbandingan peta hasil prediksi dan peta sekunder di

wilayah Saint Thurial Bukan Lahan Basah

Lahan Basah Lahan basah peta sekunder

(26)

22

5.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang didapat dari penelitian ini adalah pemetaan lahan basah potensialtelah berhasil dilakukan untuk wilayah Bretagne, Perancis dengan menggunakan sepuluh peta DAS. Pemetaan sepuluh peta tersebut merepresentasikan 1% dari total wilayah Bretagne. Walaupun hanya 1% tapi cukup mewakili kondisi lahan basah potensial di daerah tersebut.

Saran

(27)

23

DAFTAR PUSTAKA

Aurousseau, P., H. Squividant, 1996. Raffinement des techniques d’estimation spatiale ou de modélisation spatiale du réseau hydrographique et des zones hydromorphes de bas-fonds par intégration de données climatologiques: les pluies efficaces.UMR INRA ENSA SAS, Rennes, note interne, p. 8.

Baize, D., and M.C. Girard. 2009. Referentiel pedologique 2008. Editions QUAE, Versailles. Beven, K.J., and M.J. Kirkby. 1979. A physically based, variable contributing area model of

basin hydrology. Hydrological Sciences Bulletin 24(1): 43-69.

Correl, D.L., 1996. Buffer zones and water quality protection: general principles. In: Haycock, N.E., Burt T., Goulding, K., Pinay, G. (Eds.), Buffer Zones: Their Processes and Potential in Water Protection. Quest Environmental, Harpenden, pp 7-20.

Hogg RV, Craig AT. 1978. Introduction to Mathematical Statistics. New York: Macmillan Publishing Co Inc.

Kolchin, F. Valentine, Savatyanov, A. Boris. 1978. Random Allocations, 1st ed. Academic Press, Oxford.

Mars, WM. 1991. Landscape Planning Environmental Application.John Wiley & Sons, Inc. New York. 340p.

Mazagol, P.-O., R. Martin, J. Porteret, C. Thyriot, et B. Etlicher. 2008. Pre-determination des zones humides sur le bassin Loire-Bretagne. SIG 2008 : Conference francophones ESRI,Versailles : France. 19 pages.

Merot, P., B. Ezzahar, C. Walter, and P. Aurousseau.1995. Mapping waterlogging of soils using digital terrain models. Hydrol.Process.9(1): 27-34.

Merot, Ph. 2000. Ty-fon: typologie fonctionelle des zones humides de fond de vallee en vue de la regulation de la pollution diffuse. Rapport de synthese final programme PNRZH ; INRA, Rennes, p.115.

Merot, P., H. Squividant, P. Aurousseau, M. Hefting, T. Burt, V. Maitre, M. Kruk, A. Butturini, C. Thenail, and V. Viaud. 2003. Testing a climato-topographic index for predicting wetlands distribution along anEuropean climate gradient. Ecological Modelling 163(1): 51–71.

Merot, P., L. Hubert-Moy, C. Gascuel-Odoux, B. Clement, P. Durand, J. Baudry, et C. Thenail. 2006. A method for improving the management of controversial wetland. Environmental management 37(2): 258-270.

Riviere, J.M., S. Tico, C. Dupont. 1992. Methode tariere Massif armoricain Caracterisation des sols. INRA, Rennes, 24 pages.

Vorosmarty CJ, McIntyre PB, Gessner MO, Dudgeon D, Prusevich A, et al. (2010). Global threats to human water security and river biodiversity. Nature 467: 555-561.

(28)

24 Lampiran 1. Klasifikasi Metode Empat Kriteria

COD_SOL COD_CARTE SUB HYD TYPE PROF CODE4C ZH

(29)
(30)
(31)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta 28 Maret 1988 sebagai anak kedua dari pasangan Ir. Suwarno, MT dan Dra. Ervina HD. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA di SMA Negeri 48, Jakarta Timur dan kemudian tahun 2006 melanjutkan studi program sarjana di Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan lulus tahun 2010 di bawah bimbingan Prof. Hadi K. Purwadaria.

Penulis kemudian melanjutkan studi ke program pascasarjana di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor tahun 2011 dengan sponsor dari Biro Perencanaan dan Kerjasama LuarNegeri (BPKLN) Sekretariat Jenderal Kementrian Pendidikan Kebudayaan dalam Program Double Degree Indonesia Perancis. Tahun 2012 penulis melanjutkan Master tahun kedua di jurusan Sol, Eau et Hydrosystem (SEH) di Agrocampus Ouest, Rennes, Perancis dengan sponsor dari Beasiswa Unggulan Luar Negeri (BULN). Pada tahun 2013, penulis menyelesaikan studi M2 SHE setelah melakukan magang penelitian di INRA (Institut National Recherche Agronomique). Selanjutnya, penulis menyelesaikan program Master di Institut Pertanian Bogor di bawah bimbingan Dr. Ir. Roh Santoso Budi Waspodo, MT dan Dr. Satyanto Krido Saptomo, S.TP, M.Si.

(32)

Gambar

Gambar 1. Penetapan lahan basah dengan pendekatan PEE (Merot et al., 2006)
Gambar 3. Morfologi tanah untuk lahan basah berdasarkan kriteria tanah UU 01 Oktober
Gambar 5. Peta DAS dengan metode 4 kriteria (INRA, 2005)
Tabel 1. Klasifikasi nilai hidromorfi tanah dalam menentukan lahan basah
+7

Referensi

Dokumen terkait

untuk memperbaiki atau mengganti Jasa Lainnya dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam pemberitahuan tersebut. Jika Penyedia tidak memperbaiki atau mengganti Jasa

menggunakan data sekunder unsur kelumit pada abu layang dari PLTU batubara Paiton dan data kandungan abu layang pada hasil samping pupuk sesuai petunjuk studi kelayakan EB-FGT

STUDI LABORATORIUM PENGARUH CAMPURAN KAPUR PADAM DENGAN SERAT KARUNG PLASTIK TERHADAP NILAI CBR PADA TANAH EKSPANSIF STUDI KASUS KAWASAN INDUSTRI,..

dilakukan oleh Elly (2010) diketahui bahwa ekstrak etanol 70% daun pare (Momordica charantia L.) pada tikus putih jantan mempunyai efek sebagai antipiretik karena

Pendekatan demonstrasi interaktif dengan didahului discovery learning akan mengintegrasikan kedua tujuan pedagogis secara berjenjang sehingga kegiatan pembelajaran yang

Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.Kegiatan dalam analisis data

Untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penerapan metode Kauny Quantum Memory yang signifikan dalam meningkatkan hafalan dan pemahaman siswa pada pembelajaran

Peta penggunaan lahan DAS Konaweha Hulu dianalisis dari citra satelit DAS Konaweha Hulu tahun 2008 dan hasilnya disajikan pada Tabel 10 dan secara spasial disajikan