• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pendugaan Parameter Koefisien Model Struktural Melalui Sem Dan Pls-Sem

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan Pendugaan Parameter Koefisien Model Struktural Melalui Sem Dan Pls-Sem"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PENDUGAAN PARAMETER KOEFISIEN

MODEL STRUKTURAL MELALUI SEM DAN PLS-SEM

ZUHDI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perbandingan Pendugaan Parameter Koefisien Model Struktural Melalui SEM & PLS-SEM adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

ZUHDI. Perbandingan Pendugaan Parameter Koefisien Model Struktural Melalui SEM dan PLS-SEM. Dibimbing oleh BUDI SUHARJO dan HADI SUMARNO.

SEM (Structural Equation Modeling) merupakan salah satu bagian dari metode statistika yang berkembang dalam permodelan hubungan antar variabel (Hoyle 2012). SEM merupakan suatu teknik analisis multivariat generasi kedua yang menggabungkan antara analisis faktor dan analisis jalur sehingga memungkinkan peneliti untuk menguji dan mengestimasi secara simultan hubungan kausal antara multiple eksogenous dan endogenous variabel dengan banyak indikator (Chin 1998). Model SEM terdiri dari dua bagian yaitu model struktural dan model pengukuran. SEM sudah banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu seperti pemasaran, psikologi, ekonomi, psikometri, pendidikan, perilaku dan ilmu sosial lainnya. Salah satu teknik pendugaan lain dalam SEM adalah Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Meski secara struktur keduanya memiliki kemiripan namun keduanya memiliki tujuan penggunaan yang berbeda, olehkarenanya seberapa besar perbedaan keduanya memenuhi telah diketahui. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini diperlukan kajian perbandingan pendugaan parameter model persamaan struktural dari SEM & PLS-SEM. Upaya untuk mengetahui perbedaan tersebut dilihat dengan melakukan simulasi dengan menggunakan data bangkitan dengan jumlah sampel yang berbeda-beda yang menyebar normal. Data bangkitan disimpan dalam bentuk matriks kovarians dan prelis data. Dalam hal ini, data matriks kovarians digunakan pada metode SEM dalam menduga parameter model sedangkan prelis data digunakan untuk PLS-SEM. Pendugaan parameter model kedua metode menggunakan LISREL 9.20 pada SEM dan SmartPLS pada PLS-SEM. Uji kelayakan model pada kedua metode dilakukan menggunakan uji kriteria masing-masing dan ketepatan akurasi pendugaan menggunakan uji MAPE.

Metode pendugaan SEM dan PLS-SEM menghasilkan nilai parameter dugaan yang berbeda meskipun dengan menggunakan model dan data karakteristik simulasi yang sama. Metode SEM berorientasi pada koefisien dengan tujuan menguji teori, mengkonfirmasi teori atau membandingkan dengan teori alternatif lain, sedangkan PLS-SEM berorientasi untuk memprediksi variabel konstruks atau key target constructs dengan tujuan mengembangkan teori. Hal ini dapat dikatakan bahwa kedua metode tidak dapat dibandingkan disebabkan perbedaaan kedua sifat dalam menduga parameter.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa rata-rata nilai koefisien dugaan model struktural metode SEM tidak berubah tanda dalam menduga parameter model untuk setiap ukuran sampel kecuali N=50, sedangkan metode PLS-SEM mengalami perubahan tanda pada setiap ukuran sampel. Selain itu, untuk setiap ukuran sampel nilai koefisien dugaan model struktural dan pengukuran pada metode SEM menghasilkan bias yang lebih kecil dibandingkan dengan PLS-SEM. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pendugaan SEM optimal untuk akurasi koefisien sedangkan PLS-SEM optimal untuk akurasi prediksi.

(5)

kedua metode layak mengepas data pengamatan pada berbagai ukuran sampel dengan besaran nilai ukuran kelayakan model bervariasi.

Hasil uji MAPE menunjukkan bahwa akurasi/ketepatan metode SEM untuk N=80 dan N=100 layak dalam menduga parameter model dengan nilai rata-rata koefisien dugaan MAPE sebesar 20-50%, sedangkan pada metode PLS-SEM untuk setiap ukuran sampel tidak akurat dalam menduga parameter model sebesar >50%.

(6)

SUMMARY

ZUHDI. The Comparison of Structural Model Coefficient Estimation Using SEM & PLS-SEM. Supervised by BUDI SUHARJO and HADI SUMARNO.

SEM is one of statistical method which is developing in modelling relationships between variables (Hoyle 2012). SEM is one of the second generation multivariate analysis, which combine factor analysis and path analysis, thus allows one to test and estimate causal relationships between multiple exogenous and endogenous variables with more than one indicator simultaneously. SEM consist of two parts, structural and measurement model. SEM has been widely used in marketing, psychology, economics, psychometrics, educations, behaviorial, and other social disciplines. Another estimation technique in SEM is Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Although the structure of the two have similarities, both have different purposes, therefore on how much difference the two meet has been known. Hence, it is necessary to study the comparison of model estimation parameter of SEM & PLS-SEM. Efforts to identify these differences was done through simulations using generated data which normally distributed and were using different sample sizes. Generated data were saved in covariance matrix and prelis data. In this case the covariance matrix data were used in SEM to estimate model parameter, whereas prelis data were used in PLS-SEM. Model parameter estimation of SEM was done using LISREL 9.20, whereas PLS-SEM was done using SmartPLS. Goodness-of-fit of both method were measured using each criteria test and the estimation accuracy using MAPE.

Estimation method of SEM and PLS-SEM shows difference estimated parameter value although using same model and simulation characteristics data. SEM is based on coefficient, where the goal is theory testing, theory confirmation, or to compare alternative theories, whereas PLS-SEM based on construct variables or key target constructs, which aim in theory development. Therfore, the two methods are incompareable, for their different basic characteristic in parameter estimation.

The simulation result showed that in general the sign of estimated coefficient value from structural model SEM didn’t change in estimating model parameter for every sample sizes except at N=50, whereas in PLS-SEM the sign changes for every sample sizes. Furthermore, for every sample sizes the value of estimated coefficient both structural and measurement model in SEM has smaller bias than PLS-SEM. Thus, SEM estimation is optimum for coefficient accuracy, whereas PLS-SEM optimum for accuracy prediction.

Model testing showed that SEM and PLS-SEM fulfill each model goodness-of-fit, where SEM at N=50, 80, and 100, whereas PLS-SEM at every sample sizes. It shows that every methods are suitable in observation data fitting in every sample sizes with vary model goodness-of-fit value.

MAPE test shows that SEM’s accuracy was appropriate in estimating model parameter with average coefficient value of MAPE 20-50% at N=80 and N=100, while PLS-SEM wasn’t accurate (>50%) for each sample sizes.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Matematika Terapan

PERBANDINGAN PENDUGAAN PARAMETER KOEFISIEN

MODEL STRUKTURAL MELALUI SEM DAN PLS-SEM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Perbandingan Pendugaan Parameter Koefisien Model Struktural Melalui SEM dan PLS-SEM

Nama : Zuhdi

NIM : G551130101

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

]

Dr Ir Budi Suharjo, MS Ketua

Dr Ir Hadi Sumarno, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi S2 Matematika Terapan

Dr Jaharuddin, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memenuhi gelar Magister Sains. Tema yang dipilih dalam tesis ini ialah Perbandingan Pendugaan Parameter Koefisien Model Struktural Melalui SEM & PLS-SEM.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Budi Suharjo MS dan Bapak Dr Ir Hadi Sumarno MS selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, yang telah memberi topik penelitian dan banyak memberikan saran dalam penulisan tesis ini. Penulis menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun dalam menyempurnakan tulisan ini.

Semoga tesis ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

Structural Equation Model (SEM) 2

Identifikasi Parameter 4

Aturan Dua-Langkah (Two-Step Rule) Pada SEM 5

Pendugaan Parameter Model SEM 5

Simulasi Pendugaan Koefisien SEM 6

Standard Error (SE) Simulasi SEM 6

Fit Index Simulasi SEM 6

Evaluasi Model SEM 7

Reliability dan Variance Extracted 9

Metode Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) 9

Pendugaan PLS-SEM 11

Evaluasi Model PLS-SEM 12

Mean Absolute Persentage Error (MAPE) 14

Prinsip Perbedaan antara SEM dan PLS-SEM 14

3 METODE 15

Model Persamaan Struktural dengan Dua Peubah Laten Endogen dan Dua

Peubah Laten Eksogen 15

Sumber Data 16

Prosedur Penelitian 18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Proses Simulasi Model SEM dan PLS-SEM 19

Pembangkitan Data 19

Pendugaan Parameter Model SEM dan PLS-SEM 19

Model Struktural SEM dan PLS-SEM 20

Model Pengukuran SEM dan PLS-SEM 21

Evaluasi Model SEM dan PLS-SEM 22

(14)

5 SIMPULAN DAN SARAN 25

Simpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 26

LAMPIRAN 28

(15)

DAFTAR TABEL

1 Intrepretasi Nilai MAPE 14

2 Prinsip Perbedaan antara SEM dan PLS-SEM 15

3 Peubah Laten dan Peubah Manifes Model Simulasi SEM 16 4 Perbandingan Nilai Dugaan Model Struktural SEM dan

PLS-SEM 20

5 Hasil Uji Kelayakan Model dengan Metode SEM 23 6 Hasil Uji Kelayakan Model dengan Metode PLS-SEM 23

DAFTAR GAMBAR

1 Model Persamaan Struktural 16

2 Parameter Model Persamaan Struktural yang digunakan untuk

membangkitkan data 17

3 Diagram Alur Penelitian 19

4 Nilai Koefisien Dugaan Model Pengukuran SEM 21 5 Nilai Koefisien Dugaan Model Pengukuran PLS-SEM 22

6 Nilai Rata-rata MAPE Koefisien Dugaan SEM 24

7 Nilai Rata-rata MAPE Koefisien Dugaan PLS-SEM 24

DAFTAR LAMPIRAN

1 Presentase nilai koefisien dugaan SEM 28

2 Presentase nilai koefisien dugaan PLS-SEM 29

3 Hasil uji MAPE 30

4 Program pembangkitan data dengan PRELIS 9 32

5 Program pendugaan parameter model dengan LISREL 9.20 33

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini mulai banyak penelitian kuantitatif yang menggunakan model penelitian yang kompleks, yaitu model yang terdiri atas banyak variabel eksogen dan endogen serta menggunakan efek mediasi ataupun moderasi. Oleh sebab itu, salah satu teknik statistika yang tepat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut ialah menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Metode ini memungkinkan peneliti menguji dan mengestimasi koefisien model secara simultan dari hubungan antar variabel. SEM sudah banyak digunakan dalam berbagai bidang ilmu seperti pemasaran, psikologi, ekonomi, pendidikan, psikometri, perilaku dan ilmu sosial lainnya.

Salah satu teknik pendugaan lain dalam SEM ialah Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM). PLS-SEM sangat baik digunakan ketika ukuran sampel kecil (Reinartz et al. 2009, Hair et al. 2014:19).

Pendugaan SEM diuraikan berdasarkan covariance-based yang dilandaskan teori yang kuat (model konfirmasi) dengan koefisien pendugaan yang konsisten (Chin 2000), sedangkan pada PLS-SEM bersifat component-based dan fleksibel yang artinya mengutamakan hasil prediksi yang diduga tanpa memerlukan asumsi distribusi normal. Selain itu, dengan bertambahnya ukuran sampel maka koefisien pendugaannya konsisten (Chin 2000). Pendugaan SEM hanya dibuat dalam bentuk model reflektif sedangkan pada PLS-SEM dapat dimodelkan dalam bentuk reflektif atau formatif (Chin 2000). Menurut Hair et al (2014) PLS-SEM selalu memiliki arah panah yang tunggal (single-headed) sehingga tidak dapat memodelkan causal loops (model nonrekursif), namun pada SEM dapat memodelkan causal loops dan no causal loops (model rekursif dan non-rekursif). Dalam banyak kasus para peneliti berpendapat bahwa metode pendugaan SEM dan PLS-SEM ialah sama tetapi tujuannya berbeda, dimana pendugaan SEM berorientasi pada koefisien sedangkan PLS-SEM berorientasi pada prediksi (Chin 2000).

(18)

2

PLS-SEM ialah 30-100 ukuran sampel. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ukuran sampel minimal yang digunakan PLS-SEM lebih kecil dari SEM.

Adanya perbedaan penggunaan jumlah ukuran sampel dan sifat pendugaan dalam SEM maupun PLS-SEM merupakan masalah menarik untuk dikaji melalui simulasi, dimana jumlah ukuran sampel dan sifat pendugaan menjadi salah satu aspek yang akan diteliti perbandingan pendugaan SEM dan PLS-SEM.

Perumusan Masalah

Dalam berbagai kasus para praktisi sering menganggap bahwa ketika ukuran sampel kecil mereka menggunakan PLS-SEM, namun ketika ukuran sampel cukup besar maka menggunakan pendugaan SEM secara tak langsung. Hal ini mengartikan bahwa pendugaan SEM dan PLS-SEM dianggap sama. Selanjutnya, ketika data dan karakteristik model struktural yang digunakan sama pada pendugaan SEM dan PLS-SEM akan menghasilkan hasil parameter penduga yang berbeda. Berdasarkan masalah ini, diperlukan kajian lebih lanjut untuk melihat perbedaan kedua metode dalam menduga parameter model dan menentukan tujuan pendugaan dari kedua metode berdasarkan jumlah ukuran sampel.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini ialah:

1. Membandingkan pendugaan parameter model struktural dari SEM dan PLS-SEM.

2. Mengindentifikasi pendekatan parameter berdasarkan jumlah ukuran sampel pada SEM dan PLS-SEM.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi praktisi untuk mengetahui dan memahami bahwa dalam menduga parameter model persamaan struktural pada SEM dan PLS-SEM harus memperhatikan tujuan yang diinginkan sesuai dengan data dan karakteristik model penelitian.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Structural Equation Model (SEM)

(19)

juga sebagai covariance structure analysis, structural modeling with unobservables, linear structural relations, latent variable equation systems, moments structure models, latent variable structural equation modeling, linear structural equation modeling dan juga causal modeling with unobservables. Apapun namanya SEM tetap digunakan secara luas dalam berbagai disiplin ilmu.

SEM merupakan suatu teknik analisis multivariat generasi kedua yang menggabungkan antara analisis faktor dan analisis jalur sehingga memungkinkan peneliti untuk menguji dan mengestimasi secara simultan hubungan kausal antara multiple eksogenous dan endogenous variabel dengan banyak indikator (Chin 1998). MacCallum dan Austin (2000) mendefenisikan SEM sebagai suatu teknik analisis yang digunakan untuk spesifikasi model dan estimasi model dalam hubungan linear antar variabel.

Bollen (1989) mendefinisikan secara umum model SEM sebagai berikut:

= + � + (1)

dengan:

Β : matriks koefisien peubah laten endogen berukuran m×m Γ : matriks koefisien peubah laten eksogen berukuran m×n

: vektor peubah laten endogen berukuran m×1 � : vektor peubah laten eksogen berukuran n×1

: vektor error acak hubungan antara η dan ξ berukuran m×1.

Terdapat dua persamaan untuk menjelaskan model pengukuran SEM, yaitu model pengukuran untuk y dan model pengukuran untuk x. Kedua model tersebut didefinisikan:

= � � + E = (2) = � � + E = (3)

dengan:

y : vektor penjelas peubah tak bebas yang berukuran a×1 x : vektor penjelas peubah bebas yang berukuran b×1

� : matriks koefisien regresi antara y terhadap η yang berukuran a×m � : matriks koefisien regresi antara x terhadap � yang berukuran b×n

: vektor error pengukuran terhadap y yang berukuran a×1 : vektor error pengukuran terhadap x yang berukuran b×1 di mana , ,, tidak berkorelasi.

Faktor acak yang terdapat dalam model SEM diasumsikan memenuhi kiteria bahwa tidak berkorelasi dengan , tidak berkorelasi dengan � , tidak

berkorelasi dengan �, � = Φ × , = Ψ × , =

Θ × , = Θ × . Asumsi yang digunakan berimplikasi terhadap matriks koragam bagi peubah pengamatan. Matriks koragam Σ dari indikator-indikator x dan y dapat ditulis sebagai berikut:

� = (� �

� � ) (4)

dengan � adalah matriks koragam bagi peubah pengamatan y yaitu:

(20)

4

Unsur-unsur dalam parameter terbagi atas tiga macam yaitu parameter tetap, parameter kendala dan parameter bebas. Parameter tetap adalah parameter yang ditentukan nilainya. Parameter kendala adalah parameter yang tidak diketahui nilainya tetapi ditentukan sama dengan satu atau lebih parameter lainnya. Sedangkan parameter bebas adalah parameter yang tidak diketahui nilainya sama sekali. Bukti persaman (8) dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 6.

Berdasarkan persamaan (8) diharapkan mampu menghasilkan estimasi parameter yang unik. Artinya parameter yang ada dalam model dapat diestimasi dengan data sampel, hasil estimasi dapat diuji dengan uji statistik, serta hasil estimasi dapat dibandingkan dengan model lain yang dianggap relevan.

Identifikasi Parameter

Identifikasi parameter model berkaitan dengan ketersediaan informasi yang cukup untuk mengidentifikasi adanya solusi yang unik dari persamaan struktural melalui spesifikasi parameter-parameter model.

Defenisi 1

Jika suatu parameter dalam dapat dituliskan sebagai suatu fungsi dari satu atau lebih elemen dalam Σ, maka parameter dalam teridentifikasi. Jika semua parameter dalam teridentifikasi maka model teridentifikasi (Timm 2002). Defenisi 2

Suatu parameter teridentifikasi secara lokal atau teridentifikasi secara unik pada jika di sekitar tidak ada vektor sehingga Σ( ) = Σ( ) kecuali = (Timm 2002). Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa jika terdapat sepasang vektor dan sehingga Σ( ) = Σ( ) dan ≠ maka parameter tidak teridentifikasi. Menurut Bollen (1989), apabila suatu parameter tidak teridentifikasi maka tidak dapat ditentukan penduga yang konsisten untuk parameter tersebut. Cara lain untuk menguji masalah identifikasi bagi suatu model adalah dengan memperhatikan persamaan (8) dalam bentuk:

� = , (9) dimana ada sejumlah (p+q)(p+q+1)/2 persamaan dan t unsur dalam yang tidak diketahui. Oleh karena itu, syarat perlu untuk keteridentifikasian bagi suatu parameter ialah:

(21)

dengan

p : banyaknya indikator bagi variabel laten endogenous q : banyaknya indikator bagi variabel laten eksogenous.

t merupakan syarat perlu tapi bukan syarat cukup bagi identifikasi sebuah model. Syarat perlu ini sangat bermanfaat untuk mengetahui dengan cepat model-model yang tidak dapat diidentifikasi. Keterbatasannya adalah terpenuhinya t belum menjamin suatu model akan teridentifikasi.

Dilihat dari jumlah parameter yang akan diestimasi, suatu model dapat dibedakan menjadi model yang just-identified, over-identified, atau under-identified.

df=0 model disebut just-identified df>0 model disebut over-identified df<0 model disebut under-identified.

Aturan Dua-Langkah (Two-Step Rule) Pada SEM

Aturan dua-langkah terdiri atas dua bagian (Bollen, 1989). Langkah pertama memperlakukan model sebagai model pengukuran murni, selanjutnya diperiksa apakah koefisien model memenuhi empat kondisi berikut:

1. Setiap baris � hanya mengandung satu nilai bukan nol 2. Paling sedikit terdapat dua indikator untuk setiap faktor laten

3. � ≠ untuk paling sedikit sepasang i ≠ j; � adalah elemen matriks Φ

4. Θ adalah matriks diagonal.

Langkah kedua ialah identifikasi parameter-parameter struktural Β,Γ,Ψ dengan aturan rekursif yaitu B harus merupakan matriks segitiga, dan Ψ adalah matriks diagonal. Aturan dua-langkah merupakan syarat cukup tapi bukan merupakan syarat perlu bagi identifikasi model. Hal ini berarti model yang tidak memenuhi aturan dua-langkah masih memungkinkan untuk dapat diidentifikasi.

Pendugaan Parameter Model SEM

Pendugaan parameter model secara substansi adalah pengepasan matriks koragam model Σ dengan matriks koragam contoh S. Fungsi pengepasan ini dinyatakan dengan F(S,Σ) yakni suatu fungsi yang bergantung pada S dan Σ. Selanjutnya, parameter model diduga dengan meminimumkan fungsi pengepasan tersebut. Peminimuman fungsi pengepasan ini merupakan proses peminimuman fungsi tak berkendala. Menurut Bollen (1989), ada beberapa sifat fungsi pengepasan:

1. F(S,Σ) adalah besaran skalar

(22)

6

Simulasi Pendugaan Koefisien SEM

Ada dua apek dari pendugaan parameter yang dilakukan secara khas ialah bias dan efisiensi (Hoyle 2012). Bias merupakan sistematika yang membedakan antara sebuah sampel penduga dan nilai populasi yang memiliki hubungan atau kemiripan (Hoyle 2012). Efisiensi dilakukan dengan statistik variabilitas sampling atau standar error. Bias dan efisiensi dapat didefenisikan sebagai berikut:

( ̂ ) = ∑ = ((̂ − ))⁄ (11)

dengan: ̂ : banyaknya j sampel penduga dari i parameter populasi : parameter populasi

: jumlah sampel.

Efisiensi atau variabilitas dari parameter penduga diukur dari kuantitas yang biasa disebut sebagai mean squared error (MSE), didefinisikan sebagai berikut:

= ∑ (̂ − )

MSE digunakan untuk mengukur ketepatan nilai dugaan model yang dinyatakan dalam rata-rata kuadrat dari kesalahan. MSE dapat berfungsi sebagai pembanding ketetapan dari dua atau lebih metode yang berbeda, sebagai alat ukur apakah teknik yang diambil dapat dipercaya atau tidak dan membantu menemukan sebuah model yang optimal.

Standard Error (SE) Simulasi SEM

Secara relatif SE bias dapat diukur dengan cara pendugaan koefisien bias sebagai deviasi pada setiap SE sampel dari nilai populasi relatif SE bias ke nilai populasi (Hoyle 2012). SE bias dapat didefinisikan sebagai berikut:

̂ ( ̂ ) = ∑

Fit Index Simulasi SEM

(23)

ditetapkan dengan baik, nilai fit index akan didekati nilai optimalnya (Hoyle 2012). Hal ini dapat di ekspresikan sebagai berikut:

̂ = ∑ �̂ − �

Dalam analisis SEM tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis mengenai model (Joreskog et al. 1999). Menilai kelayakan model merupakan indikasi dari perbandingan antara model yang dispesifikasi dengan matriks kovarians antar indikator atau variabel bebas. Berikut ini beberapa indeks kesesuaian untuk pengujian kelayakan model yang digunakan.

Uji Khi-kuadrat : vektor yang berisi parameter bebas dari model � : matriks kovarians populasi sebagai fungsi .

Nilai khi-kuadrat menunjukkan adanya penyimpangan antara sampel covariance matrix dan model (fitted) covariance matrix. Nilai khi-kuadrat akan fit jika asumsi normalitas data terpenuhi dan ukuran sampel besar atau asymptotic (Hair et al. 2010). Nilai yang diharapkan rendah sehingga didapatkan probability yang tinggi dengan nilai probabilitas p>0.05. Nilai χ = dan p=1 mengindikasikan model adalah saturated atau perfect fit (Schumacker dan Lomax 1996:125). Khi-kuadrat dapat dirumuskan sebagai berikut:

χ = − (15)

dengan: = ��− − + + ln|�| − ln|�| � : matriks kovarians populasi � : matriks kovarians sampel

: ukuran sampel

+ : jumlah variabel yang diobservasi. RMSEA- The Root Mean Square Error of Approximation

Jika koefisien penduga tidak bias pada MSE maka pengukuran penduga sampling varian dapat menggunakan RMSEA. RMSEA merupakan kriteria fit indices yang dikembangkan oleh Steiger dan Lind (1980). RMSEA mengukur penyimpangan nilai parameter suatu model dengan matriks kovarians populasinya (Browne dan Cudeck, 1993). RMSEA juga merupakan indeks yang digunakan untuk mengkompensasi Khi-Kuadrat dalam contoh yang besar. Nilai RMSEA

(24)

8

√max χ −df ,df Ν− = √ N− dfχ − N− dfdf (16)

dimana:

χ : nilai khi-kuadrat model

df : derajat kebebasan N : ukuran sampel.

GFI-Goodness of Fit Index

GFI merupakan kriteria fit indices yang dikembangkan oleh Joreskog dan Sorbom (1986). GFI digunakan untuk menghitung proporsi ragam Σ terboboti dalam matriks kovarians sampel yang diterangkan oleh Σ̂ dan dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang telah diduga. Nilai GFI yang diharapkan . pengepasan model semakin baik. GFI dihitung dengan formula berikut (Jöreskog dan Sörbom 1986).

� = −� [(Σ� [ Σ−−�− )]� ] (17)

AGFI-Adjusted Goodness of Fit Index

AGFI merupakan kriteria fit indices yang dikembangkan oleh Joreskog dan Sorbom (1986). Nilai GFI analog dengan dalam regresi berganda. Index kesesuaian ini dapat disesuaikan terhadap derajat bebas yang tersedia untuk menguji suatu model. Nilai AGFI yang diharapkan . . AGFI diperoleh

: adalah banyaknya indikator bagi peubah laten endogen : adalah banyaknya indikator bagi peubah laten eksogen

: adalah unsur matriks S �̂ : adalah unsur matriks Σ.

(25)

Reliability dan Variance Extracted

Reliability adalah kemantapan atau kekonsistenan setiap indikator dalam mengukur konstruk yang diukur (diteliti) (Joreskog dan Sorbom 1993). Variance extracted menggambarkan seberapa besar keragaman peubah-peubah indikator dapat dikandung oleh peubah laten. Semakin besarnya keragaman peubah-peubah indikator yang dapat dikandung peubah laten menunjukkan bahwa semakin besar pula representasi peubah indikator terhadap peubah latennya (Paris 2009). Untuk mengevaluasi reliabilitas konstruk digunakan koefisien reliabilitas kostruk (CR) dan Variance extracted (VE) yang didefinisikan sebagai berikut (Werst et al. 1979, Sharma 1996):

� : koefisien kesalahan pengukuran dari indikator ke-i : banyaknya peubah laten.

Secara teoritis, CR dan VE memiliki nilai antara 0 sampai 1. Semakin tinggi kedua koefisien tersebut mengindikasikan semakin reliabel model pengukuran yang diusulkan. Model pengukuran yang diharapkan adalah mampu memberikan estimasi koefisien reliabilitas konstruk tidak < . dan VE tidak < . (Hair et al. 2006).

Metode Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) PLS-SEM dikembangkan oleh Herman World sejak 1974. Karakteristik dari PLS-SEM dalam pendugaan koefisien dan pengujian kelayakan model tidak memerlukan asumsi distribusi normal dari peubah laten (Vinzi et al. 2010). Ukuran sampel PLS SEM tidak harus besar. Selanjutnya, PLS-SEM dapat mengatasi dengan mudah model pengukuran reflektif dan formatif dengan satu atau lebih item pengukuran.

Spesifikasi model pada PLS-SEM terdiri atas model struktural (inner model) yang direpresentasikan dalam bentuk lingkaran (circles or ovals) dan menggambarkan hubungan antara peubah laten. Selanjutnya, model pengukuran (outer model) yang menggambarkan hubungan antara peubah laten dan peubah indikator dalam bentuk persegi panjang (rectangles) (Hair et al. 2014).

SEM tidak cocok untuk semua jenis kondisi data. Dalam hal ini PLS-SEM tidak dapat mengatasi multikolineritas dengan baik. Potensi kurangnya konsistensi lengkap skor pada peubah laten dapat menyebabkan bias pada penduga komponen, loadings, dan koefisien jalur. PLS-SEM dapat menghasilkan error yang besar pada dugaan loading koefisien jalur.

Adapun formula model struktural PLS-SEM sebagai berikut:

(26)

10

untuk j = 1, 2... p, dan i = 1, 2,...,q dengan: p : banyaknya peubah laten

q : banyaknya lintasan dari peubah laten bebas ke peubah laten takbebas : koefisien lintas peubah laten ke-j dan ke-i

: konstanta

: peubah laten tak bebas ke-j

: peubah laten bebas ke-i untuk j ≠ i : error model struktural ke-j.

Pendekatan PLS-SEM untuk model struktural diasumsikan rekursif. Dengan demikian, diperoleh nilai harapan dari persamaan (21) sebagai berikut:

Ε( | ∀ ) = + ∑ ( )

(23) dengan asumsi ( , � ) = , yang berarti tidak ada korelasi antara peubah-peubah laten eksogen dengan error model struktural.

Formula pengukuran pada model PLS-SEM ialah sebagai berikut:

= � + � +

(24)

� : koefisien lintas antara peubah manifes ke-k dan peubah laten ke-j � : konstanta

: error model pengukuran ke-k.

Peubah manifes diasumsikan memiliki satu peubah laten dan dikelompokkan ke dalam blok-blok yang terpisah. Setiap peubah manifes diasumsikan sebagai milik dari hanya satu peubah laten. Karena pembobot peubah laten tidak diketahui maka diperlukan standarisasi supaya terhindar dari ambiguitas skala. Peubah-peubah laten tersebut diasumsikan mempunyai skala ragam yang sama dengan satu. Nilai harapan dari persamaan (24) ialah sebagai

Jika persamaan (22) disubtitusikan ke dalam persamaan (25) maka diperoleh persamaan berikut:

(27)

dan persamaan (26) disederhanakan menjadi

= �∗ + � (∑ ( )

≠ ) + ∗ (27)

dengan

=

� + � ∗ = � + .

Persamaan (27) dikenalkan oleh Wold (1982) sebagai substitusi dari peubah laten atau disingkat SELV (Substitutive Elimination of the Latent Variable). Persamaan (27) menjelaskan SELV menghubungkan peubah manifes dengan peubah laten endogen melalui model struktural dalam masing-masing blok dari peubah manifes. Berdasarkan persamaan (24) dan persamaan (26) maka error pada persamaan (27) tidak berkorelasi dengan prediktor peubah laten yang sama.

Pendugaan PLS-SEM

Inti dari prosedur PLS-SEM ialah menentukan pembobot-pembobot yang digunakan untuk menduga peubah laten tersebut. Prosedur pendugaan PLS-SEM melalui dua tahap dasar. Tahap pertama menggunakan pendugaan iteratif dari peubah-peubah laten. Tahap kedua menggunakan pendugaan non-iteratif koefisien-koefisien model struktural pada model pengukuran. Peubah-peubah laten endogen diduga melalui formula berikut:

̃ = � = ∑ , (28) persamaan (27) digunakan untuk pendugaan peubah laten sebagai kombinasi linear dari peubah-peubah penjelasnya. Pembobot-pembobot dipilih supaya dugaan peubah-peubah laten mempunyai ragam sama dengan satu.

Ada dua cara pendugaan pembobot yaitu outward mode dan inward mode. Perbedaan antara outward mode dan inward mode analog dengan perbedaan peubah manifes reflektif dan formatif. Peubah manifes reflektif diasumsikan mencerminkan dimensi laten dan peubah manifes formatif diasumsikan sebagai hasil hubungan dimensi laten. Pendugaan dengan outward mode berdasarkan regresi sederhana, yang pendugaannya menggunakan PLS-SEM.

Dalam pendugaan model pengukuran menggunakan metode PLS-SEM terdapat beberapa cara. Pertama, seperti pada analisis komponen utama (principle component), yaitu dengan cara tiap blok menggunakan outward mode. Kedua, seperti pada analisis korelasi kanonik yaitu, dengan cara dua blok menggunakan inward mode. Ketiga, dua blok yang semuanya menggunakan outward mode sama dengan interbatery factor analysis. Keempat, dua blok eksogen menggunakan inward mode dan blok endogen menggunakan outward mode sama dengan redudancy analysis (Chin 2000). Tahap-tahap dalam proses pendugaan PLS-SEM dapat dilihat sebagai berikut:

Langkah 1: Setiap peubah laten dikelompokkan dan dibuat blok dengan masing-masing peubah manifes

Langkah 2: Outer approximation skor peubah laten dihitung sebagai kombinasi linear dari peubah manifes dihubungkan dengan setiap peubah laten,

= + + ⋯ + (29)

(28)

12

porsi spesifik model dari pengukuran reflektif atau formatif, dan − adalah bobot (error) dari peubah manifes

Langkah 3: Inner weights (w) dihitung untuk mengambarkan bagaimana kekuatan hubungan peubah laten dengan peubah laten lainnya dalam model; ada tiga metode untuk menduga inner weights: centroid, factor weighting, and path weighting (Chumney 2013). Metode centroid diduga berdasarkan inner weights tanda hubungan antara peubah laten dengan peubah laten yg berdekatan. Metode factor weighting diduga berdasarkan berdasarkan inner weights kombinasi korelasi antara peubah laten dengan peubah laten yang berdekatan. Metode path wighting diduga berdasarkan inner weights arah panah hubungan peubah laten dalam model

Langkah 4: Inner approximation skor peubah laten dihitung sebagai kombinasi outer approximation skor peubah laten (nilai yang didapatkan pada langkah 2)

Langkah 5: Pendugaan outer weights dihitung berdasarkan hubungan antara setiap peubah laten dan peubah manifest. Dalam kasus indikator reflektif, outer weights dihitung sebagai kovarians antar peubah manifes dan inner approximation skor peubah laten yang didapatkan pada langkah 4 (metode ini disebut sebagai Mode A). Dalam kasus indikator formatif, outer weights dihitung sebagai fungsi regresi pembobot yang didapatkan dari OLS regresi pada inner approximation skor peubah laten (langkah 4) pada indikator penghubung dengan peubah laten (Mode B).

Langkah 2-5 adalah pendugaan iteratif dimana perubahan iterasi dalam pendugaan outer weights sampai menemukan kekonvergenan (kriteria peubahan), langkah 2 diulang dan untuk semua skor peubah laten didapatkan, nilai

masing-Model PLS-SEM pada dasarnya bertujuan untuk menduga kuadrat terkecil dari peubah laten endogen melalui peubah manifes yang dibatasi oleh hubungan-hubungan model struktural dan model pengukuran. Bagian yang paling penting selain menduga pembobot dan koefisien lintas ialah mengevaluasi kesesuaian model dugaan dan memeriksa kekuatan pendugaan dari model struktural dan model pengukuran.

(29)

(prediksi). Perluasan prediksi ini diukur melalui statistik � dengan persamaan sebagai berikut:

� = − ∑�= ̃ −∑ = �̃

∑�= ( ̃ − ̃ ) = , , , … ,

(31)

dengan :

̃ : adalah rata-rata dari peubah laten endogen ke-i �̃ : adalah rata-rata dari peubah laten eksogen

: adalah banyaknya data

k : adalah banyaknya peubah laten eksogen

: adalah koefisien regresi yang diperoleh tanpa data ke-i

̃ : adalah rata-rata dari peubah laten endogen yang dihitung tanpa data ke-i. Nilai � berkisar -1 sampai 1. Jika � >0 maka model prediksi relevan dan jika � <0 maka model prediksi tidak relevan. Nilai � diperoleh dari rata-rata dari setiap data ke-i yang dihilangkan. Semakin tinggi nilai � model prediksi semakin relevan.

Uji-uji lain yang mendukung dalam mengevaluasi model dugaan ialah uji validitas kekonvergenan, uji validitas diskriminan dan uji koefisien lintas model dengan menggunakan teknik Jacknife. Ada beberapa uji validitas kekonvergenan yang dapat digunakan, diantaranya reliabilitas setiap peubah manifes, reliabilitas gabungan (Composite Reliability) dan Average Variance Extracted (AVE) setiap peubah laten.

Menurut Chin (1998), nilai koefisien lintas � sebesar 0.7 mengindikasikan reliabilitas cukup baik. Reliabilitas gabungan � digunakan untuk mengukur reliabilitas setiap peubah laten, dengan formula sebagai berikut:

� = ∑= �

(∑= �) + ∑= ( −� ) (32)

dengan i adalah banyaknya peubah manifes, � merupakan koefisien lintas ke-i. Nilai ini dapat menunjukkan stabilitas dan konsistensi dari suatu pengukuran. Nilainya berkisar dari 0 sampai 1. Chin and Newsted (1999), merekomendasikan diatas 0.8 mengindikasikan reliabilitas gabungan cukup baik.

AVE digunakan untuk mengukur keragaman peubah laten yang dapat dijelaskan oleh keragaman model pengukuran. Semakin besar nilai AVE mengindikasikan jumlah keragaman dari peubah manifes yang diakomodasi oleh peubah laten lebih besar dibandingkan dengan jumlah keragaman yang tidak dapat dijelaskan. Menurut Tan et al. (1999), nilai AVE yang mengindikasikan keragaman yang cukup baik ialah > 0.5. Formula AVE ialah sebagai berikut:

(30)

14

Uji validitas diskriminan digunakan untuk mengetahui kesesuaian pembeda dari peubah laten, dengan cara membandingkan akar kuadrat AVE setiap peubah laten dengan korelasi antar peubah laten. Apabila akar kuadrat AVE lebih besar dari setiap korelasi antar peubah laten maka validitas diskriminannya cukup baik.

Mean Absolute Persentage Error (MAPE)

MAPE digunakan untuk mengukur ketepatan nilai dugaan model yang dinyatakan dalam bentuk rata-rata persentase absolute kesalahan. Fungsi MAPE adalah membandingkan ketepatan dari dua atau lebih metode yang berbeda, sebagai alat ukur apakah teknik yang diambil dapat dipercaya atau tidak dan membantu mencari sebuah model optimal. MAPE dapat dihitung dengan rumusan sebagai berikut (Lewis 1982):

Tabel 1 Intrepretasi Nilai MAPE MAPE (%) Interpretasi

Prinsip Perbedaan antara SEM dan PLS-SEM

(31)

Penjelasan prinsip perbedaan antar SEM dan PLS SEM dijelaskan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2 Prinsip Perbedaan antara SEM dan PLS-SEM

(ref: Chin & Newsted, 1999 In Rick Hoyle (Ed.), Statistical Strategies for Small Sample Research, Sage Publications, pp. 307-341 )

3

METODE

Model Persamaan Struktural dengan Dua Peubah Laten Endogen dan Dua Peubah Laten Eksogen

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode simulasi dari model persamaan struktural yang digambarkan pada Gambar 1. Langkah-langkah yang dilakukan ialah merumuskan model simulasi, membangkitan data, melakukan pendugaan parameter, dan membandingkan hasil pendugaan SEM dan PLS-SEM.

Kriteria PLS-SEM SEM

Objektif Berorientasi pada prediksi Berorientasi pada koefisien (explanation)

Koefisien Penduga Konsisten saat koefisien dugaan dan

Ukuran Sampel Meningkat Konsisten

Nilai Variabel Laten Diduga dengan Tegas Tidak dapat ditentukan (Indeterminate)

Implikasi Optimal Untuk Akurasi Prediksi Optimal Untuk Akurasi Koefisien

Kompleksitas Model kompleksitas Besar (contoh, 100 konstruk dan 1000 indikator)

Kompleksitas Kecil hingga sedang (contoh, <100 Indikator)

Ukuran Sampel Minimal Rekomendasi 30 sampai 100

(32)

16

Alasan digunakan model pada Gambar 1 ialah kelengkapan dan kesederhanaanya. Lengkap dalam arti model ini memuat peubah laten dan peubah manifes, sederhana karena model ini hanya terdiri dari empat peubah laten dan delapan peubah manifes.

Penjelasan peubah laten dan peubah manifes (indikator) dari Gambar 1 dijelaskan pada Tabel 1 berikut:

Tabel 3 Peubah Laten dan Peubah Manifes Model Simulasi SEM

No Peubah Laten

Eksogen Peubah Manifes

1 � X1

X2

2 � X3

X4

No Peubah Laten

Endogen Peubah Manifes

1 Y1

Y2

2 Y3

Y4

Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data hipotetik yang dibangkitkan melalui simulasi komputer. Untuk membangkitkan data digunakan desain model persamaan struktural dengan nilai parameter seperti dinyatakan pada Gambar 2 sebagai berikut:

(33)

Spesifikasi parameter model yang bersesuian dengan diagram lintas pada

(34)

18

Berdasarkan diagram pada Gambar 3, maka tahapan simulasi dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembangkitan data dengan PRELIS 9 dengan kriteria sebagai berikut : a. Ukuran sampel SEM dan PLS-SEM masing-masing N=30, 40, 50,

80, 100 serta masing-masing jumlah sampel dilakukan sebanyak 100 kali ulangan

b. Data yang digunakan diasumsikan menyebar normal

2. Menduga koefisien model persamaan struktural berdasarkan hasil pembangkitan data yang diperoleh dari tahap 2 dengan mengunakan program LISREL 9.20 dan SmartPLS

3. Membandingkan besarnya koefisien dugaan masing-masing hasil pendugaan pada tahap 2

(35)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Simulasi Model SEM dan PLS-SEM Pembangkitan Data

Dari hasil simulasi pembangkitan data dengan 100 kali pengulangan diperoleh sejumlah gugus data. Data dibangkitkan dengan menggunakan PRELIS 9 dalam software LISREL 9.20. Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 proses pembangkitan data. Presentase nilai koefisen dugaan dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Data bangkitan disimpan dalam bentuk matriks kovarians dan prelis data. Dalam hal ini, data matriks kovarians digunakan pada metode SEM dalam menduga parameter model sedangkan prelis data digunakan untuk PLS-SEM.

Pendugaan Parameter Model SEM dan PLS-SEM

Gambaran nilai-nilai koefisien dugaan parameter model berdasarkan jumlah ukuran sampel dengan menggunakan metode SEM dan PLS-SEM untuk kriteria sebaran normal disajikan dalam bentuk grafik dan tabel. Nilai-nilai koefisien dugaan parameter model diuraikan sebagai berikut:

(36)

20

Model Struktural SEM dan PLS-SEM

Gambaran nilai-nilai koefisien dugaan model struktural pada setiap ukuran sampel disajikan pada Tabel 4 sebagai berikut:

Tabel 4 Perbandingan Nilai Dugaan Model Struktural SEM dan PLS-SEM Ukuran

Sampel

Model Struktural

SEM PLS-SEM

N=30

N=40

N=50

N=80

(37)

Terlihat bahwa pada Tabel 4 Model Struktural dugaan pada SEM dan PLS-SEM memiliki perbedaan dimana SEM memiliki koefisien (PH21), (PS11), dan (PS22), sedangkan PLS-SEM tidak memiliki koefisien-koefisien tersebut. Hal ini disebabkan PLS-SEM selalu memiliki arah panah yang tunggal (single-headed) sehingga tidak dapat memodelkan korelasi terarah dengan kata lain no causal loops. Pada SEM rata-rata nilai koefisien dugaannya tidak berubah tanda dalam menduga parameter model untuk setiap ukuran sampel kecuali pada N=50 disebabkan oleh prinsip dasar dari pendugaan SEM itu sendiri yaitu objektifitasnya lebih memperhatikan koefisien-koefisiennya. Selanjutnya, berbeda dengan PLS SEM rata-rata nilai koefisien dugaannya mengalami perubahan tanda disebabkan PLS-SEM tidak memperhatikan varians negatif dalam pendugaannya sehinga selalu menghasilkan nilai koefisien dugaan yang positif untuk setiap ukuran sampel serta nilai variabel latennya diduga dengan tegas sesuai dengan objektifitas PLS-SEM yaitu mengutamakan hasil prediksi dugaan.

Model Pengukuran SEM dan PLS-SEM

Model pengukuran dugaan pada SEM dan PLS-SEM tidak memiliki perbedaan secara gambar dan jumlah koefisien, dimana masing-masing memiliki 16 koefisien dugaan. Gambaran nilai-nilai koefisien dugaan model pengukuran disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5 sebagai berikut:

Gambar 4 Nilai Koefisien Dugaan Model Pengukuran SEM

Terlihat pada Gambar 4 bahwa nilai koefisien dugaan model pengukuran SEM memiliki pola nilai dugaan yang relatif sama dengan nilai awal koefisien model pengukuran untuk setiap ukuran sampel dengan bias yang dihasilkan kecil. Sementara itu, PLS-SEM nilai dugaannya tidak memiliki pola dengan nilai awal koefisien dan bias yang dihasilkan relatif besar untuk setiap ukuran sampel seperti terlihat pada Gambar 5 sebagai berikut:

0.000

Nilai Awal* N=30 N=40 N=50 N=80 N=100

N

(38)

22

Gambar 5 Nilai Koefisien Dugaan Model Pengukuran PLS-SEM

Dari uraian di atas terlihat bahwa nilai koefisien dugaan masing-masing metode mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran sampel. Fluktuasi nilai koefisien dugaan ini relatif terjadi di sekitar koefisien penduga dengan bias yang bervariasi. Semua koefisien penduga pada SEM lebih terstruktur dalam menduga parameter model untuk setiap ukuran sampel sedangkan PLS-SEM tidak terstruktur. Dalam hal ini pendugaan PLS-SEM optimal untuk akurasi koefisien sedangkan PLS-SEM optimal untuk akurasi prediksi karena nilai variabel laten pada pendugaan PLS-SEM diduga dengan tegas. Selanjutnya, pendugaan SEM yang berorientasi pada koefisien yang dimaksud adalah fungsi dari model parameter bebas dalam pada setiap anggota matriks kovarians Σ yang diharapkan menghasilkan etimasi parameter yang unik, sedangkan pendugaan PLS-SEM yang berorientasi pada prediksi adalah meminimalkan residual varians peubah laten dengan kata lain memaksimumkan nilai koefisien determinan ( ) pada peubah laten. Persentase nilai koefisien dugaan kedua metode dapat dilihat pada Lampiran 1 dan Lampiran 2.

Evaluasi Model SEM dan PLS-SEM

Kelayakan atau ketepatan suatu metode penduga parameter model didasarkan pada hasil uji kelayakan model. Hasil uji kelayakan model yang pendugaan koefisien menggunakan metode SEM dan PLS-SEM masing-masing dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6. Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa metode SEM relatif baik untuk pengepasan data pada N=50 namun tidak baik untuk pengepasan data pada N=30, N=40, N=80 dan N=100. Hal ini terlihat dari nilai khi-kuadrat yang relatif kecil pada N=50 dengan nilai p-value lebih dari 0.05. Nilai RMSEA yang dihasilkan pada setiap ukuran sampel tidak mengindikasikan pengepasan model yang baik. Kemudian, nilai RMSR yang dihasilkan menyatakan model baik dalam mengepas data pada setiap ukuran sampel kecuali pada N=30 dan N=40. Nilai GFI pada N=50, N=80, dan N=100 mengindikasikan model fit atau pengepasan model baik. Berikutnya, nilai AGFI pada setiap ukuran sampel mengindikasikan model tidak fit.

0.000

Nilai Awal* N=30 N=40 N=50 N=80 N=100

N

(39)

Secara umum, metode SEM relatif baik dalam mengepas data pada beberapa ukuran sampel walaupun dengan tingkat ketepatan yang berbeda.

Tabel 5 Hasil Uji Kelayakan Model dengan Metode SEM

Kriteria Kritis Ukuran Sampel RP=100

N=30 N=40 N=50 N=80 N=100

Khi-Kuadrat Relatif

Kecil 32,602 27,363 20,863* 32,631 46,593

p-value 0,05 0,003 0,017 0,105* 0,003 0,000

RMSEA 0,06 0,210 0,154 0,099 0,129 0,153

RMSR < 0,08 0,119 0,124 0,053* 0,077* 0,073*

GFI 0,90 0,818 0,871 0,917* 0,917* 0,903*

AGFI 0,80 0,532 0,669 0,788 0,785 0,750

Keterangan: *= Memenuhi Kriteria

Evaluasi model pada metode PLS-SEM tidak memiliki kriteria goodness-of-fit secara umum. Nilai uji kelayakan model pada setiap ukuran sampel diuji dengan validitas kekonvergenan yaitu, menggunakan Composite Reliability (� dan Average Variance Extracted (AVE) dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut:

Tabel 6 Hasil Uji Kelayakan Model dengan Metode PLS-SEM

Kriteria Kritis Ukuran Sampel

30 40 50 80 100

R Square Relatif

Kecil 0,599* 0,672* 0,512* 0,663* 0,644*

AVE >0,5 0,709* 0,694* 0,736* 0,689* 0,676*

CR >0,8 3,264* 3,273* 3,386* 3,242* 3,208*

Keterangan: *= Memenuhi Kriteria

Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai R Square mengalami fluktuasi seiring dengan bertambahnya ukuran sampel dengan nilai >0. Hal ini disebabkan karena nilai R Square ini dipengaruhi oleh nilai fungsi pengepasan. Hal ini dapat dikatakan model prediksi relevan. Nilai AVE masing-masing ukuran sampel >0.5 yang mengindikasikan keragaman yang cukup baik. Begitu juga untuk CR yang dihasilkan >0.8 menunjukkan bahwa stabilitas dan konsistensi dari suatu pengukuran cukup baik yang mengindikasikan reliabilitas gabungan cukup baik.

(40)

24

Ketepatan dan Akurasi Metode SEM dan PLS-SEM

Akurasi/Ketepatan kedua metode menduga parameter model untuk keseluruhan diukur berdasarkan nilai MAPE hasil dugaannya untuk setiap ukuran sampel. Gambaran nilai rata-rata uji MAPE kedua metode dapat dilihat pada Gambar 6 dan Gambar 7 sebagai berikut:

Gambar 6 Nilai Rata-rata MAPE Koefisien Dugaan SEM

Dari Gambar 6 terlihat bahwa nilai rata-rata MAPE masing-masing koefisien dugaan SEM pada setiap ukuran sampel menunjukkan perbedaan yang signifikan. Terlihat bahwa nilai rata-rata MAPE semua koefisien dugaan sebesar 20-60%. Dalam hal ini, nilai rata-rata koefisien penduga MAPE terkecil adalah sebesar 27% pada N=80 dan N=100.

Gambar 7 Nilai Rata-rata MAPE Koefisien Dugaan PLS-SEM

Dari Gambar 7 terlihat bahwa nilai rata-rata MAPE masing-masing koefisien dugaan PLS-SEM pada setiap ukuran sampel menunjukkan perbedaan yang signifikan. Terlihat bahwa nilai rata-rata MAPE semua koefisien dugaan sebesar >100%.

(41)

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil kajian sifat pendugaan metode SEM dan PLS-SEM dalam menduga koefisien model struktural dapat disimpulkan.

1. Metode pendugaan SEM dan PLS-SEM menghasilkan nilai parameter dugaan yang berbeda meskipun dengan menggunakan model dan data karakteristik simulasi yang sama. Metode SEM berorientasi pada koefisien dengan tujuan menguji teori, mengkonfirmasi teori atau membandingkan dengan teori alternatif lain, sedangkan PLS-SEM berorientasi untuk memprediksi variabel konstruks atau key target constructs dengan tujuan mengembangkan teori. Hal ini dapat dikatakan bahwa kedua metode tidak dapat dibandingkan disebabkan perbedaaan kedua sifat dalam menduga parameter.

2. Hasil simulasi menunjukkan bahwa untuk setiap ukuran sampel nilai koefisien dugaan model struktural dan pengukuran pada SEM menghasilkan bias yang lebih kecil dibandingkan dengan PLS-SEM. 3. Hasil pengujian model menunjukkan bahwa metode SEM dan PLS-SEM

memenuhi ukuran kelayakan model, dimana SEM pada N=50, 80, dan 100 sedangkan PLS-SEM pada setiap ukuran sampel.

4. Hasil uji MAPE menunjukkan bahwa akurasi/ketepatan metode SEM untuk N=80 dan N=100 layak dalam menduga parameter model, sedangkan pada metode PLS-SEM untuk setiap ukuran sampel tidak akurat dalam menduga parameter model.

Saran

(42)

26

DAFTAR PUSTAKA

Bentler PM and Chou CP. 1987. Partical issues in structural modeling. Sosiological Methods and Research, 16(1), 238-246.

Bentler PM. 1995. EQS Struktural Equations Program Manual. Encino, CA: Mulltivariate Software.

Byrne BM. 2001. Structural Equation Modeling with AMOS: Basic Concepts, Applications and Programing. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Inc.

Browne MW and Cudeck R. 1993. Alternative Ways of Assesing Model Fit, in Testing Structural Equatio Models, Bollen and Long (eds). Newbury Park, CA: Sage Publications.

Bollen KA. 1989. Structural Equation with Latent Variables. New York: John Wiley & Sons.

Chin WW. I998. Issues and Opinion on Structural Equation Modeling. MIS Quarterly [Internet]. [17 Desember 2014]. Tersedia Pada: http://www.misq.org/archivist/vol/no22/issuel/vol22nlcomntry.html. Chin WW and Newsted PR. 1999. Structural equation modeling analysis with

small samples using partial least squares. In Hoyle RH (Ed). Statistical strategies for small sample research, 307-341. Thousand Oaks: CA.Sage. Chin WW. 2000. Partial Least Squares for Researcher. An Overview and

Prosentation of Recent Advances Using the PLS Approach [Internet]. [16 januari 2015]. Tersedia Pada: http://disc-nt.cba.uh.edu/chin/icis96.pdf Chumney FL. 2013. Structural Equation Models with Small Samples: A

Comparative Study of Four Approaches [Dissertation]. Lincoln. University of Nebraska, the Graduate College.

Ding L, Velicer WF, Harlow WW. 1995. Effect of estimation methods, number of indicators per factor, and improper solutions on structural equation modeling fit indices. Strucutural Equation Modeling, 2, 119-114.

Hair JF, Black WC, Babin BJ, Anderson RE. 2006. Multivariate Data Analysis. Sixth Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Hair JF, Black WC, Babin BJ, Anderson RE. 2010. Multivariate Data Analysis: A Global Perspective. Seventh Edition. Pearson Education: Prentice Hall. Hair JF, Hult GTM, Ringle CM, Sarstedt M. 2014. A Primer on Partial Least

Squares Structural Eauation Modeling (PLS-SEM). Los Angeles: Sage. Hoyle RH. 2012. Handbook of Structural Equation Modeling. New York:

Guilford Press.

Hoelter JW. 1983. The analysis of covariance structures: Godness-of-fit indices. Sosiological Methods and Research, 11,325-344.

Hoogland JJ and Boomsma A. 1998. Robustness studies in covariance structure modeling: An overview and meta-analysis. Sosiological Methods and Research, 26, 329-367.

(43)

Jöreskog KG and Sörbom D. 1993. LISREL 8: Structural Equation Modeling with the SIMPLIS Comman Language. Chicago: Scientific Software International, Inc.

Jöreskog KG and Sörbom D. 1996. PRELIS 2: User’s Reference Guide. Chicago: Scientific Software International, Inc.

Jöreskog KG, Sörbom D, du Toit S, du Toit M. 1999. LISREL 8: New Statistical Features. Chicago: Scientific Software International, Inc.

Kline RB. 2005. Princple and Practice of Structural Equation Modeling, 2edition. London: Guidford Press.

Lewis CD. 1982. Industrial and Business Forecasting Methods. London: Butterorths.

MacCallum RC and Austin JT. 2000. Applications of Structural Equation Modeling in Phsicological Research. Annual Review Psycology. 51(2), 201-226

Paris MA. 2009. Perbandingan Antara Unweighted Least Squares (ULS) dan Partial Least Squares (PLS) Dalam Permodelan Struktural [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana.

Reinartz W, Hanlein M, Henseler J. 2009. An empiricalcomparison of the efficacy of covarian-based and variance-based SEM. Internasional Journal of Research in Marketing, 26, 332-344.

Sharma S. 1996. Applied Multivariate Techniques. John Wiley & Sons, NewYork. Schumacker RE & Lomax RG. 1996. A Beginner’s Guide to SEM. Jew Jersey:

Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Pub.

Steiger JH and Lind JM. 1980. Statiscally based test for the number of common factors. Paper presented at the annual meeting of the Psychometric Society, Lowa City, IA.

Tan WG, Chan T, Gable GG. 1999. A Structural Model of Software Maintainer Effectiveness. Proc. 10th Australian Confrence on Information Systems

[Internet]. [28 Mei 2015]. Tersedia Pada:

http://www.fit.gut.edu.au/infoSys/ism/paper/WTa99-1.pdf. Timm NH. 2002. Applied Multivariate Analysis. New York. Springer.

Tenenhaus M. 2008. Component-based structural equation modelling. Total Quality Management, 19, 871-886.

Vinzi VE, Chin WW, Henseler J, Wang H. 2010. PLS path modeling: From foundation to recent developments and open issues for model assessment and improvement. In V. E. Vinzi et al. (Eds.), Handbook of Partial Least Squares. Springer-Verlag: Berlin.

Werst CE, Rock DA, Grandy J. 1979. Confirmatory factor analysis applications: Missing data problem and comparison of path models between populations. Multivariate Behavioral Research, 14, 199-213.

Wold H. 1982. Soft Modeling: The basic designand some extensions. In Jöreskog and Wold (Eds), Systems under indirect observations: Part II, 1-54. Amsterdam: North-Holand.

(44)

28

Lampiran 1 Presentase nilai koefisien dugaan SEM

Model Struktural Koefisien Penduga RP=100

Parameter Nilai Awal N=30 N=40 N=50 N=80 N=100

0,780 0,850 0,910 0,900 0,630 0,690 0,690 0,670 0,680 0,750 0,600 0,510 0,710 0,600 0,550 0,550 0,770 0,680 0,430 0,670 0,240 0,430 0,490 0,450

� 0,460 0,380 0,310 0,310 0,610 0,560

� 0,560 0,570 0,560 0,500 0,630 0,700

� 0,540 0,630 0,670 0,670 0,480 0,560

� 0,760 0,580 0,870 0,760 0,720 0,740

3,300 3,980 1,390 -0,110 2,380 3,540 -0,850 -2,180 -2,190 0,130 -0,950 -0,200 -2,400 -3,020 -0,510 1,030 -1,450 -2,640 1,890 3,090 1,770 1,700 2,020 1,920 0,380 0,320 2,320 -0,880 0,170 -0,180

� 0,990 0,830 0,970 0,930 0,940 0,970

� 0,660 0,770 0,690 0,640 0,670 0,730

� 0,460 0,470 0,430 0,790 0,520 0,350

� 0,640 0,770 0,670 0,540 0,670 0,550

0,030 0,300 0,060 0,130 0,120 0,050 0,560 0,410 0,530 0,590 0,550 0,470 0,790 0,780 0,810 0,380 0,730 0,880 0,590 0,400 0,550 0,710 0,550 0,700 0,910 0,970 0,590 1,570 0,900 0,930 -1,160 -0,750 -0,370 -0,260 -0,550 -1,170 -0,670 -0,520 -0,820 -0,450 -0,660 -1,650 Min. -2,400 -3,020 -2,190 -0,880 -1,450 -2,640

Max. 3,300 3,980 2,320 1,700 2,380 3,540

Mean 0,460 0,482 0,487 0,513 0,481 0,423

Std. 1,045 1,321 0,855 0,563 0,793 1,125

(45)

Lampiran 2 Presentase nilai koefisien dugaan PLS-SEM

Model Struktural Koefisien Penduga RP=100

Parameter Nilai Awal N=30 N=40 N=50 N=80 N=100

0,780 0,352 0,604 0,620 0,625 0,587

0,690 0,915 0,641 0,545 0,658 0,698

0,710 0,500 0,510 0,476 0,394 0,455

0,430 0,591 0,654 0,699 0,814 0,794

� 0,460 0,406 0,789 0,877 0,766 0,730

� 0,560 0,936 0,816 0,837 0,792 0,818

� 0,540 0,900 0,815 0,775 0,624 0,633

� 0,760 0,930 0,892 0,903 0,926 0,896

3,300 0,665 0,400 0,583 0,605 0,472

-0,850 0,179 0,241 0,350 0,273 0,317

-2,400 0,192 0,588 0,115 0,275 0,445

1,890 0,770 0,724 0,460 0,603 0,582

0,380 0,068 0,006 0,131 0,057 0,014

� 0,990 0,857 0,845 0,914 0,904 0,900

� 0,660 0,867 0,870 0,902 0,913 0,895

� 0,460 0,842 0,824 0,775 0,780 0,821

� 0,640 0,871 0,808 0,868 0,888 0,846

0,030 0,570 0,559 0,569 0,537 0,563

0,560 0,590 0,606 0,533 0,563 0,551

0,790 0,555 0,625 0,532 0,502 0,579

0,590 0,611 0,601 0,677 0,685 0,620

Min. -2,400 0,068 0,006 0,115 0,057 0,014

Max. 3,300 0,936 0,892 0,914 0,926 0,900

Mean 0,570 0,627 0,639 0,626 0,628 0,629

Std. 1,019 0,268 0,219 0,236 0,233 0,219

(46)

30

Lampiran 3 Hasil uji MAPE

Model Struktural UJI MAPE PLS-SEM

Parameter Nilai Awal N=30 N=40 N=50 N=80 N=100

0,780 0,549 0,226 0,205 0,199 0,247

0,690 0,326 0,071 0,210 0,046 0,012

0,710 0,296 0,282 0,330 0,445 0,359

0,430 0,374 0,521 0,626 0,893 0,847

� 0,460 0,117 0,715 0,907 0,665 0,587

� 0,560 0,671 0,457 0,495 0,414 0,461

� 0,540 0,667 0,509 0,435 0,156 0,172

� 0,760 0,224 0,174 0,188 0,218 0,179

3,300 0,798 0,879 0,823 0,817 0,857

-0,850 1,211 1,284 1,412 1,321 1,373

-2,400 1,080 1,245 1,048 1,115 1,185

1,890 0,593 0,617 0,757 0,681 0,692

0,380 0,821 0,984 0,655 0,850 0,963

� 0,990 0,134 0,146 0,077 0,087 0,091

� 0,660 0,314 0,318 0,367 0,383 0,356

� 0,460 0,830 0,791 0,685 0,696 0,785

� 0,640 0,361 0,263 0,356 0,388 0,322

0,030 18,000 17,633 17,967 16,900 17,767

0,560 0,054 0,082 0,048 0,005 0,016

0,790 0,297 0,209 0,327 0,365 0,267

0,590 0,036 0,019 0,147 0,161 0,051

Min. -2,400 1,322 1,306 1,336 1,276 1,314

Max. 3,300 MAPE

(47)

Model Struktural UJI MAPE SEM

Parameter Nilai Awal N=30 N=40 N=50 N=80 N=100

0,780 0,090 0,167 0,154 0,192 0,115 0,690 0,029 0,014 0,087 0,130 0,261 0,710 0,155 0,225 0,225 0,085 0,042 0,430 0,558 0,442 0,000 0,140 0,047

� 0,460 0,174 0,326 0,326 0,326 0,217

� 0,560 0,018 0,000 0,107 0,125 0,250

� 0,540 0,167 0,241 0,241 0,111 0,037

� 0,760 0,237 0,145 0,000 0,053 0,026

3,300 0,206 0,579 1,033 0,279 0,073 -0,850 1,565 1,576 1,153 0,118 0,765 -2,400 0,258 0,788 1,429 0,396 0,100 1,890 0,635 0,063 0,101 0,069 0,016 0,380 0,158 5,105 3,316 0,553 1,474

� 0,990 0,162 0,020 0,061 0,051 0,020

� 0,660 0,167 0,045 0,030 0,015 0,106

� 0,460 0,022 0,065 0,717 0,130 0,239

� 0,640 0,203 0,047 0,156 0,047 0,141

0,030 9,000 1,000 3,333 3,000 0,667 0,560 0,268 0,054 0,054 0,018 0,161 0,790 0,013 0,025 0,519 0,076 0,114 0,590 0,322 0,068 0,203 0,068 0,186 0,910 0,066 0,352 0,725 0,011 0,022 -1,160 0,353 0,681 0,776 0,526 0,009 -0,670 0,224 0,224 0,328 0,015 1,463

Min. -2,400 0,627 0,511 0,628 0,272 0,273

Max. 3,300 MAPE

Mean 0,460

Std. 1,045

(48)

32

Lampiran 4 Program pembangkitan data dengan PRELIS 9

DA NO=30 RP=100 NE V1=NRAND NE V2=NRAND NE V3=NRAND NE V4=NRAND NE V5=NRAND NE V6=NRAND NE V7=NRAND NE V8=NRAND NE Y1=1.736*V1

NE Y2=1.127*V1+1.307*V2

NE Y3=0.703*V1+0.306*V2+1.604*V3

NE Y4=0.637*V1+0.831*V2+0.244*V3+1.757*V4

NE X1=1.132*V1+0.003*V2+0.254*V3+0.591*V4+1.886*V5

NE X2=1.084*V1+0.045*V2+0.143*V3+0.548*V4-0.289*V5+1.244*V6

NE X3=0.662*V1+0.225*V2+0.395*V3+0.525*V4-0.077*V5-0.013*V6+1.516*V7

NE X4=0.651*V1+0.444*V2+0.471*V3+0.614*V4-0.112*V5- 0.120*V6+0.026*V7+1.005*V8 CO ALL

SD V1-V8

(49)

Lampiran 5 Program pendugaan parameter model dengan LISREL 9.20

!Estimasi Lisrel Untuk Metode Maximum Likehood DA NI=8 NO=30 MA=CM

LA

Y1 Y2 Y3 Y4 X1 X2 X3 X4

CM FI='E:\ESTIMASI MODEL\RP100sampel30.CM'

MO NX=4 NY=4 NK=2 NE=2 BE=SD GA=FU TE=DI TD=DI PH=SD PS=DI ME=ML LE

Eta1 Eta2 LK Ksi1 Ksi2

FR LX(1,1) LX(3,2) LY(1,1) LY(3,2) FR LX(2,1) LX(4,2) LY(2,1) LY(4,2) FR GA(2,2) GA(1,2) GA(2,1) VA 1 GA 1 1 BE 2 1

PD

(50)

34

Lampiran 6 Bukti Persamaan (8)

(1)

(2)

Bukti. Matriks kovarians dapat ditulis sebagai:

(3)

Pertama anggap Σyy(θ) sebagai matriks kovarians y,

(4)

dapat diperoleh dengan terlebih dahulu mengubah dalam bentuk tereduksi. Bentuk tereduksi dari persamaan simultan/struktural adalah bentuk dimana variabel endogen dinyatakan sebagai fungsi dari variabel eksogen dan variabel kesalahan saja. Bentuk tereduksi dari = + � + adalah sebagai berikut:

(5)

Persamaan (5) inilah yang dinamakan sebagai bentuk persamaan tereduksi

dari = + � + . Dengan demikian, didapatkan:

(51)

Dengan mensubstitusikan (6) ke (4), diperoleh:

(7) Matriks kovarians x,

(8)

Komponen terakhir dari matriks kovarians adalah matriks kovarians X dan Y,

(9)

Kembali dengan terlebih dahulu mengubah dalam bentuk tereduksi, � ′ dapat diperoleh sebagi berikut:

(10)

Dengan mensubstitusikan persaman (10) ke (9), didapatkan:

(11)

(52)

36

Dengan mensubstitusikan (7), (8), (9), dan (10) ke matriks paling kanan pada (3), didapatkan matriks kovarians sebagai berikut:

(53)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pulau Tengah, Kerinci Jambi 13 Desember 1989 dari Ayah M.Agus dan Ibu Maimunnah. Penulis merupakan putra ketujuh dari 7 bersaudara.

Gambar

Tabel 2 Prinsip Perbedaan antara SEM dan PLS-SEM
Gambar 1 Model Persamaan Struktural
Gambar 2 Parameter Model Persamaan Struktural yang digunakan
Gambar 3 Diagram Alur Penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan, sistem kolaborasi dapat menyediakan layanan untuk monitoring data sensor secara real-time pada platform Android dan Web, mengelola

Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 227/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Tata Cara Permohonan Pengesahan Pembentukan Dana Pensiun

Matahari di Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara menunjukkan posisi yang berbeda saat ekuinoks, summer soltice , dan winter

Undang-undang sistem pendidikan nasional no.20 tahun 2003 bab I tentang ketentuan umum menyebutkan, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Konsumen Karyawan Kepala Toko Bagian Keuangan Bagian Gudang 0 Prosedur Penjualan Kacamata pada Optik Dokter Jakarta konsultasi nota putih nota putih

Hal ini terlihat dari besarnya hubungan koefisien untuk variabel service quality (X) terhadap variabel customer satisfaction (Y) yaitu sebesar (0.833) yang

Histogram Frekuensi Potongan Harga Khusus Pada Saat Promo Sebagai Pertimbangan dalam Membeli Handphone pada Mahasiswa PE FKIP UKSW Angkatan 2009-2011 (P7).

Selain itu, aplikasi ini juga dapat membantu mereka untuk mendapatkan bahan renungan yang diberikan dalam bentuk website rohani tanpa perlu menghafalkan alamat