• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyediaan protein hewani untuk meningkatkan konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah terhadap rodentisida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penyediaan protein hewani untuk meningkatkan konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah terhadap rodentisida"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK

MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS

SAWAH TERHADAP RODENTISIDA

ARIEF YANA FUJILESTARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penyediaan Protein Hewani untuk Meningkatkan Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah terhadap Rodentisida adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Arief Yana Fujilestari

NIM A34090066

(4)
(5)

ABSTRAK

ARIEF YANA FUJILESTARI. Penyediaan Protein Hewani untuk Meningkatkan Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah terhadap Rodentisida. Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus merupakan salah satu hama yang penting dalam kehidupan manusia, baik dalam bidang pertanian dan perkebunan. Berbagai cara telah dilakukan dalam pengendalian tikus, salah satunya dengan penggunaan rodentisida umpan beracun. Daya tarik umpan yang tepat diperlukan karena bahan racun yang digunakan sebagai rodentisida tidak disukai oleh tikus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi protein hewani terhadap rodentisida, sehingga bisa meningkatkan pengendalian tikus pohon dan tikus sawah secara optimal. Ada empat pengujian dalam penelitian ini. Tikus sawah mengonsumsi lebih banyak gabah, sementara tikus pohon beras pecah kulit. Tikus pohon lebih banyak mengonsumsi larva serangga daripada beras pecah kulit, sementara tikus sawah tetap gabah. Konsumsi tikus sawah terhadap larva serangga memperlihatkan tidak berbeda nyata dengan brodifakum, sementara tikus pohon berbeda nyata. Konsumsi tikus sawah terhadap larva serangga memperlihatkan berbeda nyata dengan bromadiolon, sementara tikus pohon tidak berbeda nyata.

Kata kunci: beras pecah kulit, gabah, larva serangga, tikus pohon, tikus sawah.

ABSTRACT

ARIEF YANA FUJILESTARI. Resources Supply of Animal Protein to Increase Consumption of Wood Rats and Ricefield Rats towards Rodenticide. Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO.

Rat is one of the important pest to human life, both in the agricultural and plantation. Various tactics have been done to control rodent, one of them used poisonous bait (rodenticide). Attractiveness of bait is necessary because rats not prefer like taste of active ingredients of rodenticide. The aims of research to investigate the consumption rate of animal protein towards rodencitide, therefore it can increase the effective control to ricefield rats and wood rats. There are four trial in this research. Ricefield rats consumed more unhulled rice. Wood rats consumed more brown rice. Wood rats consumed more insect larvae than brown rice, otherwise ricefield rats consumed more unhulled rice. The consumption of ricefield rats to insect larvae showed no difference with brodifacoum, while wood rats showed difference. Consumption of ricefield rats to insect larvae showed difference to bromadiolone, while wood rats showed no difference.

(6)
(7)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)
(9)

PENYEDIAAN PROTEIN HEWANI UNTUK

MENINGKATKAN KONSUMSI TIKUS POHON DAN TIKUS

SAWAH TERHADAP RODENTISIDA

ARIEF YANA FUJILESTARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu

wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan.

Tugas akhir yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2014 sampai Januari 2015 ini berjudul “Penyediaan Protein Hewani untuk Meningkatkan Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah terhadap Rodentisida”. Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberi bantuan, bimbingan, saran, dan arahan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga diucapkan kepada Dr. Ir. Wayan Winasa, Msi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Widodo, MS selaku dosen penguji tamu yang juga memberikan saran dan bimbingan saat seminar dan sidang tugas akhir ini.

Ucapan terima kasih penulis juga ucapkan ayah, ibu, serta seluruh keluarga besar penulis, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada teman-teman Laboratorium Vertebrata Hama, Fatma, Mute, dan Tika, serta teman-teman Proteksi Tanaman 46, khususnya Rima, Oki, Kavy, Meyta, Cici, Fika, Arfi, Widya, Nisa, Arini, Diska, dan juga teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

Pada penulisan tugas akhir ini penulis menyadari masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun dan memotivasi penulis agar dapat menuliskan karya tulis yang lebih baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Metode Penelitian 3

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Pengujian Umpan Serelia terhadap Tikus Pohon dan Tikus Sawah 6 Pengujian Umpan Serealia dan Larva Serangga dengan Rodentisida 6 Pengujian Larva Serangga dengan Rodentisida Berbahan Aktif

Brodifakum 7

Pengujian Larva Serangga dengan Rodentisida Berbahan Aktif

Bromadiolon 8

Pengaruh Konsumsi terhadap Bobot Tubuh Tikus 9

Tingkat dan Lama Kematian (Mortalitas) Tikus 10

Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah pada Pasca Perlakuan 10

SIMPULAN 12

Kesimpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi tikus uji terhadap umpan 6

2 Konsumsi tikus uji terhadap umpan dengan rodentisida 7 3 Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum 7 4 Rasio konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum 8 5 Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon 8 6 Rasio konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon 8 7 Tingkat dan lama kematian tikus pohon dan tikus sawah pada uji tiga dan

uji empat 10

8 Konsumsi tikus pohon dan tikus sawah pasca perlakuan 10

DAFTAR GAMBAR

1 Umpan dan rodentisida: (a) gabah, (b) beras pecah kulit, (c) beras,

(d) jagung, (e) ulat hongkong, (f) brodifakum, (g) bromadiolon. 3

2 Kurungan tunggal (single cage) 4

3 Histogram pengaruh konsumsi terhadap bobot tubuh tikus pohon (TP) dan tikus sawah (TS) sebelum ( ) dan sesudah ( ) pengujian 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap umpan serealia 15 2 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap umpan serealia 15 3 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap beras PK vs ulat

hongkong vs brodifakum 15

4 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap gabah vs ulat hongkong

vs brodifakum 15

5 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong

vs brodifakum 15

6 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong

vs brodifakum 15

7 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong

vs bromadiolon 15

8 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong

vs bromadiolon 16

(18)
(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memanfaatkan sektor pertanian sebagai salah satu mata pencaharian utama penduduknya. Hal ini karena wilayah daratan Indonesia yang sangat luas dan ditunjang oleh struktur geografis yang beriklim tropis sangat cocok untuk budidaya berbagai komoditas pertanian, hortikultura, dan perkebunan, sehingga pengembangan sektor pertanian dianggap strategis di Indonesia.

Usaha untuk meningkatkan produk pertanian banyak mengalami kendala, salah satunya adalah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Organisme pengganggu tanaman ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi terhadap petani dan masyarakat. Hama merupakan salah satu OPT dari kelompok hewan. Jika OPT ini dibiarkan atau terlambat untuk dikendalikan, maka dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi, karena menimbulkan penurunan kuantitas dan kualitas produk, penambahan biaya rutin dalam bercocok tanam, dan menyebabkan gangguan bagi langkah-langkah budidaya pertanian (Djafaruddin 1995).

Tikus merupakan salah satu hama penting dalam kehidupan manusia, di bidang pertanian dan perkebunan. Tikus menyebabkan kerusakan pada pertanaman padi, jagung, tebu, kelapa, dan kelapa sawit (Meehan 1984). Di Indonesia ada beberapa spesies tikus yang berperan sebagai hama, dua diantaranya adalah tikus pohon (Rattus tiomanicus) dan tikus sawah (Rattus argentiventer) (Priyambodo 2009).

Berbagai taktik dan strategi pengendalian telah dilakukan terhadap pengendalian tikus. Secara garis besar pengendalian tikus dapat dikelompokkan menjadi kultur teknis, sanitasi, fisik-mekanis, biologis atau hayati, dan kimiawi. Pengendalian tikus yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah kimiawi dengan menggunakan rodentisida umpan beracun, meskipun menurut konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pengendalian ini digunakan sebagai alternatif terakhir jika cara lain tidak memberikan hasil yang optimal (Priyambodo 2009).

Umpan beracun secara garis besar terdiri dari bahan-bahan racun (poison), umpan (bait), dan bahan tambahan (aditives). Berdasarkan cara kerjanya, racun tikus dibagi menjadi dua yaitu racun akut yang bekerja cepat dengan cara merusak sistem syaraf tikus dan racun kronis yang bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler. Selain itu, keefektifan penggunaan rodentisida dalam pengendalian tikus perlu diperhatikan karakterisitik dalam memilih umpan tikus yang tepat (Priyambodo 2009).

(20)

2

membutuhkan karbohidrat, protein, dan lemak secara berimbang (Nurihidayati 2010).

Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah apakah serealia yang paling disukai oleh tikus sawah dan tikus pohon sehingga bisa di bandingkan dengan larva serangga sebagai protein hewani untuk umpan beracun sebagai alternatif dalam mengendalikan tikus sawah dan tikus pohon secara optimal.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi protein hewani sebagai konsumsi tikus pohon dan tikus sawah terhadap rodentisida, serta pengaruhnya pada bobot tubuh tikus uji.

Manfaat Penelitian

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian berlangsung pada bulan Desember 2014 sampai Januari 2015 di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Metode Penelitian

Persiapan Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari semak belukar di sekitar kampus IPB Darmaga untuk tikus pohon serta persawahan dari Subang untuk tikus sawah. Tikus yang digunakan adalah tikus pohon dan tikus sawah berjenis kelamin jantan dan betina, dewasa, sehat, dan tidak bunting. Bobot tubuh tikus di atas 70 g dengan jumlah tujuh ekor dari tiap jenis tikus per perlakuan. Tikus-tikus uji yang berhasil ditangkap dari lapang diadaptasikan terlebih dahulu dalam kurungan di Laboratorium Vertebrata Hama dan diberi pakan gabah secara melimpah (ad libitum).

Persiapan Umpan dan Rodentisida

Bahan-bahan yang digunakan sebagai umpan seperti gabah, beras pecah kulit, beras, jagung, dan ulat hongkong diperoleh dari toko bahan makanan, tempat penggilingan padi, dan toko pakan ternak di sekitar Kampus IPB Darmaga dan Kota Bogor. Rodentisida yang digunakan merupakan racun kronis berbahan aktif brodifakum 0.005% dan bromadiolon 0.005% diperoleh dari perusahaan pestisida (gambar 1).

Gambar 1 Umpan dan rodentisida: (a) gabah, (b) beras pecah kulit, (c) beras, (d) jagung, (e) ulat hongkong, (f) brodifakum, (g) bromadiolon.

a b c d

(22)

4

Persiapan Kurungan

Kurungan yang digunakan merupakan kurungan tunggal (single cage) terbuat dari aluminium, dilengkapi dengan tempat minum, tempat pakan, dan bumbung bambu untuk tempat bersembunyi tikus (gambar 2).

Gambar 2 Kurungan tunggal (single cage) Pengujian

Pengujian pertama adalah uji umpan serealia untuk mengetahui jenis umpan yang paling banyak dikonsumsi oleh tikus pohon dan tikus sawah. Umpan yang digunakan adalah gabah, beras pecah kulit, beras, dan jagung yang diberikan masing-masing sebanyak 20 g selama lima hari berturut-turut. Perlakuan dilakukan dengan tujuh ulangan pada tiap jenis tikus uji.

Pengujian kedua dilakukan setelah didapat konsumsi serealia tertinggi pada pengujian pertama. Ulat hongkong digunakan sebagai protein hewani diuji dengan rodentisida berbahan aktif brodifakum dan serealia yang terbanyak dikonsumsi menggunakan metode banyak pilihan (multiple choice test). Serealia dengan konsumsi tertinggi pada uji pertama diberikan sebanyak 20 g, ulat hongkong 10 g, dan rodentisida berbahan aktif brodifakum 15 g selama empat hari berturut-turut. Pengujian ini untuk menentukan umpan yang paling banyak dikonsumsi di antara serealia, ulat hongkong, dan rodentisida tersebut. Perlakuan dilakukan dengan tujuh ulangan pada tiap jenis tikus uji.

Pengujian ketiga menggunakan metode dua pilihan (bi-choice test) antara ulat hongkong dan rodentisida berbahan aktif brodifakum. Setiap perlakuan diberikan sebanyak 20 g selama tiga hari berturut-turut dengan perlakuan tujuh ulangan pada tiap jenis tikus.

Pengujian keempat menggunakan metode dua pilihan (bi-choice test) antara ulat hongkong dan rodentisida berbahan aktif bromadiolon. Setiap perlakuan diberikan sebanyak 20 g selama tiga hari berturut-turut dengan perlakuan tujuh ulangan pada tikus pohon dan pada tikus sawah.

Peubah yang Diamati

(23)

5 Rerata bobot tikus (g) = bobot awal (g) + bobot akhir (g)

2

Rasio konsumsi umpan dan rodentisida digunakan rumus sebagai berikut: Rasio konsumsi

umpan atau rodentisida (%)

=

umpan atau rodentisida yang dikonsumsi (g) × 100% jumlah keseluruhan yang dikonsumsi

Pada setiap pengamatan, umpan dan rodentisida yang tidak dikonsumsi termasuk yang tercecer di alas kandang ditimbang, lalu diganti dengan yang baru untuk pengamatan selanjutnya. Data konsumsi selama pengamatan dikonversi ke 100 g bobot tubuh tikus, dengan rumus sebagai berikut:

Konversi umpan/rodentisida (g) = konsumsi umpan/rodentisida ×100 rerata bobot tikus

Analisis Data

Rancangan percobaan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), terhadap pengujian pertama dengan empat perlakuan, pengujian kedua dengan tiga perlakuan, serta pengujian ketiga dan keempat dengan dua perlakuan. Masing-masing pengujian terdapat tujuh ulangan untuk tikus pohon dan tikus sawah. Pengolahan data konversi umpan/rodentisida menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excell 2010. Analisis ragam terhadap data konversi dilakukan dengan program Statistical Analysis System (SAS) for windows 9.1

(24)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Umpan Serelia terhadap Tikus Pohon dan Tikus Sawah Hasil yang diperoleh dari pengujian ini menunjukkan bahwa tikus pohon mengonsumsi beras pecah kulit paling tinggi dan berbeda nyata dibandingkan gabah, beras, dan jagung. Sementara konsumsi antara gabah, beras, dan jagung memiliki nilai yang tidak berbeda nyata (Tabel 1). Dengan demikian, serealia yang paling disukai tikus pohon adalah beras pecah kulit dan dapat digunakan sebagai umpan yang menarik bagi tikus pohon. Tikus pohon termasuk kelompok omnivora (pemakan segala) tetapi cenderung untuk memakan serealia atau biji-bijian (Sipayung et al. 1987).

Tabel 1 Konsumsi tikus uji terhadap umpan

Umpan

Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α = 5%.

Tikus sawah mengonsumsi beras pecah kulit dan gabah paling tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan beras dan jagung. Dengan demikian, beras pecah kulit dan gabah paling disukai oleh tikus sawah, sehingga dapat digunakan sebagai umpan yang menarik bagi tikus sawah. Konsumsi pakan tikus sawah tergantung pada kondisi lingkungan dan pertanaman padi.

Rasio konsumsi tikus pohon terhadap beras pecah kulit menunjukkan persentase paling tinggi dibandingkan dengan gabah, beras, dan jagung. Sementara rasio konsumsi tikus sawah terhadap gabah dan beras pecah kulit menunjukkan persentase hampir sama dan paling tinggi dibandingkan beras dan jagung.

Menurut hasil penelitian Nugroho et al. (2009), di dalam saluran pencernaan tikus sawah ditemukan endosperm padi, bagian pangkal batang padi, serpihan rumput, bagian tanaman dikotil. Namun demikian makanan pokok yang lebih disukai tikus sawah adalah padi yang berarti bisa gabah dan beras pecah kulit. Kebutuhan pakan tikus ± 10-15% dari bobot badan dan kebutuhan air minum ± 15-30 ml per hari (Anggara et al. 2008, Rohman et al. 2005). Berdasarkan hasil pengujian ini, beras pecah kulit untuk tikus pohon dan gabah untuk tikus sawah menjadi umpan serealia pada pengujian selanjutnya.

(25)

7 nyata dibandingkan dengan brodifakum (Tabel 2). Dengan demikian, tikus pohon menyukai beras pecah kulit dan ulat hongkong, sementara brodifakum tidak disukai. Hal ini karena tikus pohon menyukai pakan serealia yang dapat dipegang oleh kedua tungkai depannya dan larva serangga yang memang terdapat pada lingkungan habitatnya (Priyambodo 2009). Secara umum konsumsi beras pecah kulit diprediksi lebih banyak dan berbeda nyata daripada ulat hongkong karena dalam pertumbuhan normal tikus lebih membutuhkan karbohidrat, sementara protein hewani untuk pelengkap. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beras pecah kulit dan ulat hongkong dikonsumsi dengan rasio yang relatif sama, artinya kedua umpan ini berada dalam tingkat palatabilitas yang sama.

Tabel 2 Konsumsi tikus uji terhadap umpan dengan rodentisida Umpan dan

Ket: Beras pecah kulit untuk tikus pohon. Gabah untuk tikus sawah.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α = 5%.

Tikus sawah mengonsumsi gabah paling tinggi dan berbeda nyata dibandingkan ulat hongkong dan brodifakum. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gabah dikonsumsi paling tinggi dibandingkan umpan yang lain. Dengan demikian, gabah paling disukai daripada ulat hongkong dan brodifakum. Tikus sawah juga menyukai ulat hongkong sementara brodifakum tidak disukai karena tidak dikonsumsi. Hal ini menunjukkan, baik gabah dan ulat hongkong bisa menjadi campuran umpan beracun yang baik dan tepat pada rodentisida tersebut. Konsumsi tikus pohon dan tikus sawah terhadap brodifakum menunjukkan hasil terendah diantara ketiga umpan tersebut. Tikus mempunyai sifat yang mudah curiga terhadap setiap benda yang ditemuinya (termasuk pakan) dan juga jera umpan (Sudarmaji dan Herawati 2009).

Pengujian Larva Serangga dengan Rodentisida Berbahan Aktif Brodifakum Pada pengujian ini dilakukan metode bi-choice test antara ulat hongkong dan rodentisida berbahan aktif brodifakum terhadap tikus pohon dan tikus sawah selama tiga hari berturut-turut (Tabel 3). Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong dengan brodifakum berbeda nyata. Dengan demikian, ulat hongkong lebih banyak dikonsumsi tikus pohon daripada brodifakum.

Tabel 3 Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum Jenis tikus uji Konsumsi (g/100 g bobot tikus) Pr > |t|1

Ulat hongkong Brodifakum

Tikus pohon 8.649 2.183 0.008

(26)

8

Ket: 1Analisis konsumsi tikus uji terhadap umpan dan rodentisida menggunakan uji t dengan P = 0.05.

Tabel 4 Rasio konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum Umpan dan rodentisida Rasio konsumsi (%)

Ulat hongkong Brodifakum

Tikus pohon 79.85 20.15

Tikus sawah 73.56 26.44

Nilai konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong dengan brodifakum tidak berbeda nyata. Rasio konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong dan brodifakum menunjukkan nilai yang hampir sama dengan tikus pohon (Tabel 4). Total konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong dan brodifakum lebih sedikit dibandingkan konsumsi tikus pohon. Hal ini menunjukkan bahwa tikus sawah mengonsumsi hanya sedikit ulat hongkong dan bodifakum karena tikus sawah memiliki tingkat kecurigaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan tikus pohon. Pengujian Larva Serangga dengan Rodentisida Berbahan Aktif Bromadiolon

Konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong dan rodentisida berbahan aktif bromadiolon menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata meskipun rasio konsumsi ulat hongkong lebih banyak daripada bromadiolon (Tabel 5). Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon tidak berbeda nyata. Rasio konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong lebih tinggi daripada bromadiolon, artinya tikus pohon lebih menyukai ulat hongkong (Tabel 6).

Tabel 5 Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon Jenis tikus uji Konsumsi (g/100 g bobot tikus) Pr > |t|1

Ulat hongkong Bromadiolon

Tikus pohon 9.774 5.011 0.065

Tikus sawah 5.256 0.020 0.022

Ket: 1Analisis konsumsi tikus uji terhadap umpan dan rodentisida menggunakan uji t dengan P = 0.05.

Tabel 6 Rasio konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan bromadiolon Umpan dan rodentisida Rasio konsumsi (%)

Ulat hongkong Bromadiolon

Tikus pohon 66.11 33.89

Tikus sawah 99.62 0.38

(27)

9 umpan lain yang tidak beracun dan mudah dipegang oleh tikus sawah (Utami 2012).

Bromadiolon didesain untuk rodentisida tikus rumah. Hal ini karena rodentisida jenis ini memiliki bau yang khas (lebih menyengat) bagi tikus di permukiman sehingga lebih efektif apabila diaplikasikan pada tikus rumah.

Pengaruh Konsumsi terhadap Bobot Tubuh Tikus

Pada setiap pengujian dilakukan penimbangan bobot tubuh tikus pohon dan tikus sawah. Bobot awal diperoleh dari penimbangan sebelum dilakukan pengujian, sementara bobot akhir diperoleh dari penimbangan setelah dilakukan pengujian. Penimbangan bobot tubuh tikus pohon dan tikus sawah dilakukan untuk mengetahui perubahan bobot tubuh tikus tersebut.

Pada pengujian pertama tikus pohon dan tikus sawah mengalami peningkatan bobot tubuh (Gambar 3). Tikus pohon mengalami kenaikan bobot tubuh sebesar 6.2 g, sementara tikus sawah mengalami kenaikan sebesar 12.7 g. Pada pengujian ini, umpan yang diberikan tidak beracun sehingga tikus uji mengalami kenaikan bobot tubuh.

Gambar 3 Histogram pengaruh konsumsi terhadap bobot tubuh tikus pohon (TP) dan tikus sawah (TS) sebelum ( ) dan sesudah ( ) pengujian

Pada pengujian kedua tikus pohon dan tikus sawah juga mengalami kenaikan bobot tubuh masing-masing sebesar 8.3 g dan 5.4 g. Hal ini disebabkan tikus pohon dan tikus sawah tidak mengonsumsi rodentisida yang diberikan saat pengujian, sehingga bobot tubuh tikus uji tetap meningkat.

Pada pengujian ketiga tikus pohon dan tikus sawah mengalami penurunan bobot tubuh karena diberikan umpan dan rodentisida. Tikus pohon mengalami penurunan sebesar 0.6 g, sementara tikus sawah 12.2 g.

(28)

10

Tingkat dan Lama Kematian (Mortalitas) Tikus

Kematian (mortalitas) tikus uji terjadi pada pengujian tiga dan pengujian empat. Persentase mortalitas dan lama kematian pada tiap jenis tikus pengujian tiga lebih besar dan lebih singkat daripada pengujian empat (Tabel 7). Mortalitas tikus pohon sebesar 85.7% dengan lama kematian 3.7 hari pada uji tiga sementara pada uji empat mortalitas 57.1% dengan lama kematian 5.3 hari. Pada tikus sawah uji tiga, mortalitas sebesar 42.9% dengan lama kematian 2.7 hari sementara pada uji empat mortalitas 57.1% dengan lama kematian 4 hari.

Tabel 7 Tingkat dan lama kematian tikus pohon dan tikus sawah pada uji tiga dan uji empat empat, sehingga menghasilkan tingkat dan lama kematian yang berbeda pula. Konsumsi tikus pohon pada uji tiga, memiliki rerata yang banyak dan berbeda nyata sehingga menimbulkan tingkat kematian yang besar dan lama kematian yang singkat.

Konsumsi tikus sawah pada uji tiga berbeda pula dengan konsumsi pada uji empat. Hal ini disebabkan tikus sawah pada uji empat mengonsumsi ulat hongkong sangat banyak sementara bromadiolon hampir tidak dikonsumsi, sehingga tingkat mortalitas lebih rendah dan lama kematian lebih lama daripada uji tiga.

Konsumsi Tikus Pohon dan Tikus Sawah pada Pasca Perlakuan Konsumsi tikus uji terhadap beras pecah kulit atau gabah pasca perlakuan uji tiga dan uji empat dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Konsumsi tikus pohon dan tikus sawah pasca perlakuan

Jenis tikus Uji III Uji IV

Tikus pohon 3.819a 5.740a

Tikus sawah 4.839a 6.384a

Ket: Beras pecah kulit untuk tikus pohon. Gabah untuk tikus sawah.

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji selang ganda Duncan pada taraf α = 5%.

(29)

11 rodentisida saat pengujian cukup besar sehingga mengganggu proses fisiologis dan dapat menurunkan konsumsi beras pecah kulit.

(30)

SIMPULAN

Kesimpulan

Diantara empat serealia yang diuji, tikus pohon lebih menyukai beras pecah kulit sementara tikus sawah menyukai gabah dan beras pecah kulit. Tikus pohon menyukai ulat hongkong walau tidak berbeda dengan beras pecah kulit, sementara tikus sawah lebih menyukai gabah. Dengan tersedianya ulat hongkong, maka tikus pohon dan tikus sawah mengonsumsi brodifakum dalam jumlah yang cukup mematikan sebagian hewan uji. Dengan tersedianya ulat hongkong, maka tikus pohon mengonsumsi bromadiolon dalam jumlah yang cukup mematikan, sementara tikus sawah tidak. Konsumsi umpan membuat bobot tubuh tikus pohon dan tikus sawah meningkat, sebaliknya konsumsi rodentisida membuat bobot tubuh tikus tersebut menurun.

Saran

(31)

DAFTAR PUSTAKA

Anggara AW, Sudarmadji. 2008. Modul G-2: Pengendalian hama tikus terpadu (PHTT). Pelatihan TOT SL-PTT Padi Nasional. Subang (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.

Djafaruddin. 1995. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Meehan AP. 1984. Rats and Mice, Their Biology and Control. East Grinstead: Rentokil Limitied.

Nugroho C, Idris, Widjanarko RDT. 2009. Bioekologi tikus sawah sebagai pengetahuan dasar dalam tindakan pengendalian. Buletin Teknologi dan Informasi Pertanian: 54-66 [internet]. [diunduh 2015 Januari 16]. Tersedia pada: http://sultra.litbang.pertanian.go.id/.

Nurihidayati. 2010. Uji bentuk umpan dan rodentisida akut terhadap tiga spesies tikus. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Priyambodo S. 2009. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Ed ke-4. Jakarta: Penebar Swadaya.

Rohman, Sudarmaji, Anggara AW. 2005. Bioekologi hama tikus sawah. Lokakarya Pemuliaan Partisipatif dan Uji Multilokasi dan Lokakarya PTT dan PHTT. Badan Litbang Pertanian.

Sipayung A, Duryadi D, Lubis AU. 1987. Preferensi tikus terhadap jenis makanan dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit. Laporan Tahunan Kerjasama Penelitian P.P. Marihat-Biotrop. Bogor (ID): Seameo-Biotrop.

Sudarmaji, Herawati NA. 2009. Ekologi tikus sawah dan teknologi pengendaliannya. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi: 295-322.Tersedia pada: http://yogya.litbang.pertanian.go.id/.

(32)
(33)

15 Lampiran 1 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap umpan serealia

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 3 130.5174964 43.5058321 10.06 0.0002 Galat 24 103.8113714 4.3254738

Total 27 234.3288679

Lampiran 2 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap umpan serealia

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 3 131.2531821 43.7510607 9.57 0.0002 Galat 24 109.7516857 4.5729869

Total 27 241.0048679

Lampiran 3 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap beras PK vs ulat hongkong vs brodifakum

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 2 172.2422000 86.1211000 9.87 0.0013 Galat 18 157.0224286 8.7234683

Total 20 329.2646286

Lampiran 4 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap gabah vs ulat hongkong vs brodifakum

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 2 134.9892095 67.4946048 13.79 0.0002 Galat 18 88.1136857 4.8952048

Total 20 223.1028952

Lampiran 5 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong vs brodifakum

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 1 146.3191143 146.3191143 10.22 0.0077 Galat 12 171.8010286 14.3167524

Total 13 318.1201429

Lampiran 6 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong vs brodifakum

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 1 15.58235000 15.58235000 3.03 0.1071 Galat 12 61.65134286 5.13761190

Total 13 77.23369286

Lampiran 7 Analisis ragam konsumsi tikus pohon terhadap ulat hongkong vs bromadiolon

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 1 79.3968286 79.3968286 4.11 0.0654 Galat 12 231.6942571 19.3078548

(34)

16

Lampiran 8 Analisis ragam konsumsi tikus sawah terhadap ulat hongkong vs bromadiolon

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 1 95.9444643 95.9444643 6.87 0.0224 Galat 12 167.6187714 13.9682310

Total 13 263.5632357

Lampiran 9 Analisis ragam konsumsi tikus uji pasca pengujian tiga

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 1 3.6414000 3.6414000 0.36 0.5616 Galat 12 122.5695714 10.2141310

Total 13 126.2109714

Lampiran 10 Analisis ragam konsumsi tikus uji pasca pengujian empat

Sumber db JK KT F Hitung Pr > F

Perlakuan 1 1.4528643 1.4528643 0.12 0.7322 Galat 12 142.1485714 11.8457143

(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 Desember 1990 dari pasangan ayah Arief Sukarto dan ibu Puji Suryanti. Penulis adalah putri sulung dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA 1 Citeureup dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan dan kepanitiaan dari Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA), termasuk menjadi pengurus periode 2011-2012. Penulis juga merupakan anggota

Gambar

Gambar 1  Umpan dan rodentisida: (a) gabah, (b) beras pecah kulit, (c) beras, (d)
Gambar 2  Kurungan tunggal (single cage)
Tabel 1  Konsumsi tikus uji terhadap umpan
Tabel 3  Konsumsi tikus uji terhadap ulat hongkong dengan brodifakum
+4

Referensi

Dokumen terkait