• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Rodentisida Kadaluarsa Pada Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.) Dan Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii L.).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Rodentisida Kadaluarsa Pada Tikus Pohon (Rattus Tiomanicus Mill.) Dan Tikus Rumah (Rattus Rattus Diardii L.)."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

i

UJI RODENTISIDA KADALUARSA

PADA TIKUS POHON (

Rattus tiomanicus

Mill.)

DAN TIKUS RUMAH (

Rattus rattus diardii

L.)

MUTIA AYU PUSPITA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Rodentisida Kadaluarsa pada Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.) dan Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Mutia Ayu Puspita

(4)
(5)

v

ABSTRAK

MUTIA AYU PUSPITA. Uji Rodentisida Kadaluarsa pada Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.) dan Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.). Dibimbing oleh SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus merupakan hewan perusak utama pada berbagai bahan pangan dan sumber patogen pada manusia. Tikus mampu mengonsumsi bahan pangan terutama biji-bijian, kacang-kacangan, dan umbi-umbian. Selain itu, tikus juga dapat menyebabkan kerusakan bangunan dan menyebarkan bibit penyakit terhadap manusia. Tikus yang sering dijumpai karena bersifat merugikan yakni tikus pohon dan tikus rumah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui preferensi dan keefektifan rodentisida kadaluarsa. Penelitian berlangsung mulai September 2014 sampai Februari 2015. Penelitian ini dilakukan dalam dua uji yakni uji preferensi dan uji efikasi. Keduanya dilakukan selama 3 hari berturut-turut. Tikus lebih memilih mengonsumsi umpan dibandingkan dengan rodentisida kadaluarsa pada uji preferensi, sementara pada uji efikasi rodentisida kadaluarsa yang paling banyak dikonsumsi dan menyebabkan kematian yakni bromadiolon dan flokumafen. Rodentisida kadaluarsa kurang efektif untuk mengendalikan tikus.

Kata kunci: Kematian, konsumsi, rodentisida kadaluarsa, tikus.

ABSTRACT

MUTIA AYU PUSPITA. Test of Expired Rodenticides of Wood Rat (Rattus tiomanicus Mill.) and House Rat (Rattus rattus diardii L.). Supervised by SWASTIKO PRIYAMBODO.

(6)
(7)

xi

UJI RODENTISIDA KADALUARSA

PADA TIKUS POHON (

Rattus tiomanicus

Mill.)

DAN TIKUS RUMAH (

Rattus rattus diardii

L.)

MUTIA AYU PUSPITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

xv

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir yang berjudul “Uji Rodentisida Kadaluarsa pada Tikus Pohon (Rattus tiomanicus Mill.) dan Tikus Rumah (Rattus rattus diardii L.)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberi masukan, kritikan, dan bimbingannya untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih juga kepada bapak Dr. Ir. Bonny P. W. Soekarno, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan saran serta kritikan yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini dan seluruh staf dosen laboran kependidikan yang telah memberikan pembelajaran kepada penulis kurang lebih 4 tahun ini. Orang tua tersayang Ayah, Ibu, dan Varin yang telah memberikan motivasi terbesar. Teman Laboratorium Vertebrata Hama (Fatmawati, Tika Sri Amelia, dan Ariefyana), teman seperjuangan (Nurul Noviyanti, Vera Rachmawati, Retno Dewi, Navida Syafaati, dan Mutiara Shinta), rekan rekan PTN 48, keluarga di tempat kos Fairus Atas, serta rekan rekan UKM Karate IPB yang senantiasa membantu penulis menyelesaikan studi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Musfian Agung yang telah banyak berkontribusi dalam penelitian maupun penggarapan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak lupa kepada program Beasiswa Bidik Misi yang telah membantu penulis mendapatkan bantuan dana.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(12)
(13)

xvii

Waktu dan Tempat Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Metode Penelitian 3

Preparasi Hewan Uji 3

Preparasi Umpan dan Rodentisida 3

Uji Preferensi Rodentisida Kadaluarsa 4

Konversi Umpan 5

Rasio Konsumsi Rodentisida terhadap Umpan 5

Perhitungan Dosis Letal 5

Rancangan Percobaan 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Uji Ketertarikan dan Rasio Konsumsi Tikus Pohon 6

terhadap Umpan dan Rodentisida 6

Rasio Konsumsi Rodentisida/Umpan pada Tikus Pohon 6 Kematian dan Konsumsi Rodentisida pada Tikus Pohon 7

Perubahan Bobot Tubuh Tikus Pohon 8

Uji Ketertarikan Tikus Rumah dan Rasio Konsumsi 9

terhadap Umpan dan Rodentisida 9

Rasio Konsumsi Rodentisida/Umpan pada Tikus Rumah 9 Kematian dan Konsumsi Rodentisida pada Tikus Rumah 10

Perubahan Bobot Tubuh Tikus Rumah 11

Uji Efikasi Rodentisida Kadaluarsa 12

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rerata konsumsi umpan dan rodentisida pada tikus pohon 6 Tabel 2 Rasio konsumsi rodentisida terhadap total konsumsi (%) tikus pohon 7 Tabel 3 Kematian dan konsumsi tikus pohon pada saat perlakuan 7 Tabel 4 Rerata konsumsi umpan dan rodentisida pada tikus rumah 9 Tabel 5 Rasio konsumsi rodentisida terhadap umpan (%) pada tikus rumah 10 Tabel 6 Kematian dan konsumsi tikus rumah pada saat perlakuan 10 Tabel 7 Konsumsi umpan beracun dan gabah pasca perlakuan pada uji efikasi 12 Tabel 8 Kematian tikus pohon pada saat perlakuan efikasi 13 Tabel 9 Kematian tikus rumah pada saat perlakuan efikasi 13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Tikus pohon (kiri) dan tikus rumah (kanan) 3 Gambar 2 Jenis umpan dan rodentisida yang digunakan 4 Gambar 3 Bobot awal (■) dan bobot akhir (□) tikus pohon 8 Gambar 4 Bobot awal (■) dan bobot akhir (□) tikus rumah 11 Gambar 5 Gejala keracunan rodentisida antikoagulan 15

DAFTAR LAMPIRAN

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tikus merupakan hewan perusak utama pada berbagai bahan pangan. Tikus mampu mengonsumsi bahan pangan dalam jumlah besar, baik berupa biji-bijian, kacang-kacangan, maupun umbi-umbian (Winarno 2006). Tempat penyimpanan atau gudang pangan adalah salah satu lokasi yang sangat digemari oleh tikus, karena di tempat itu tersedia makanan yang melimpah (Surachman 2007). Tikus juga dapat menyebabkan kerusakan bangunan dan menyebarkan patogen. Kerugian yang berarti dalam kaitannya dengan kesehatan masyarakat adalah tikus dapat berperan sebagai vektor beberapa penyakit menular. Penyakit yang ditularkan oleh tikus dikenal dengan zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan oleh hewan vertebrata kepada manusia secara alami (Winarno 2006).

Keberadaan tikus di suatu tempat dapat diketahui dengan beberapa cara walaupun pada umumnya ditandai dengan adanya benda yang dirusak. Penentuan akurat terhadap infestasi tikus dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap bahan makanan atau aktivitas sarang dan tanda-tanda pergerakan tikus dari sarang ke daerah makanan (Chandra 2007). Beberapa tanda yang dapat digunakan untuk mengetahui kehadiran tikus yakni feses atau kotoran tikus, kerusakan di bangunan, noda olesan, sarang, bau, dan keberadaan tikus hidup maupun mati (Meehan 1984).

Pengendalian hama tikus dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yakni pengendalian secara kimiawi dan non kimiawi. Pengendalian secara kimiawi yaitu penggunaan rodentisida. Rodentisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mematikan tikus. Pengendalian tikus secara non kimiawi dapat dilakukan dengan pengendalian secara kultur teknis, sanitasi, fisik mekanis, dan biologis atau hayati (Priyambodo 2003).

Penggunaan umpan beracun atau rodentisida sudah banyak dilakukan. Manusia mengaplikasikan pengendalian tersebut dengan meletakkan umpan beracun pada run way tikus. Umpan beracun secara garis besar terdiri dari bahan aktif racun (poison), umpan (bait), dan bahan tambahan (additives). Berdasarkan cara kerjanya, racun tikus dibagi menjadi dua golongan yakni racun akut dan racun kronis (antikoagulan) (Meehan 1984).

Racun akut bekerja cepat dengan merusak sistem syaraf. Racun kronis bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler (Priyambodo 2003). Ada banyak jenis rodentisida, tetapi jenis rodentisida yang paling banyak digunakan adalah racun antikoagulan seperti warfarin, dikumarol, kumaklor, kumafuril, brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen. Aplikasi rodentisida ini harus dicampur dengan umpan atau pakan tikus (Sudarmo 2007).

(16)

tersebut (Sulistya 2014). Dengan demikian diperlukan penelitian tentang preferensi dan efikasi dari rodentisida kadaluarsa terhadap hewan sasaran.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat preferensi antara umpan dan rodentisida kadaluarsa serta keefektifan dari rodentisida kadaluarsa.

Manfaat Penelitian

(17)

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2014 hingga bulan Februari 2015 di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan yakni electronic top loading balance for animal

(timbangan)yang digunakan untuk menimbang bobot umpan dan tikus sebelum dan sesudah perlakuan,kandang tikus yang terbuat kawat dengan ukuran sebesar 50 cm x 50 cm x 40 cm dari masing masing kandang, bumbung bambu yang digunakan sebagai tempat persembunyian tikus, cawan yang digunakan untuk wadah umpan, gelas untuk wadah air, serta sendok untuk mengambil umpan dan rodentisida.

Bahan yang digunakan yaitu tikus pohon (Rattus tiomanicus), tikus rumah (Rattus rattus diardii), rodentisida dengan bahan aktif kumatetralil, brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen. Umpan yang digunakan adalah gabah, beras, jagung, serta air minum.

Metode Penelitian

Preparasi Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan terdiri dari dua jenis tikus yakni tikus pohon (Rattus tiomanicus) dan tikus rumah (Rattus rattus diardii) yang telah diperoleh dari hasil penangkapan di daerah sekitar Kampus IPB Dramaga tepatnya di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Berdasarkan penelitian sebelumnya (Nazaretta 2012) tikus yang telah diperoleh sebelumnya diadaptasikan dalam kandang tikus untuk pemeliharaan selama 3 hari dengan diberi pakan gabah dan air minum setiap harinya. Tikus yang akan digunakan yaitu tikus dewasa yang sehat, tidak bunting, tidak cacat, dengan bobot lebih dari 70 gram.

Preparasi Umpan dan Rodentisida

Umpan yang digunakan dalam penelitian adalah gabah, beras, dan jagung. Ketiga bahan tersebut didapatkan dari toko pakan ternak di sekitar kampus IPB Dramaga. Umpan yang digunakan sebanyak 20% dari bobot tikus. Sementara

(18)

rodentisida kadaluarsa yang digunakan yaitu rodentisida berbahan aktif kumatetralil, brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen. Pemberian rodentisida sebanyak 10% dari bobot tubuh tikus. Kadaluarsa rodentisida berbahan aktif kumatetralil pada Maret 2014, brodifakum pada Mei 2010, bromadiolon pada Juni 2013, dan flokumafen pada tahun 2012.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f) (g)

Gambar 2 Jenis umpan dan rodentisida yang digunakan. Umpan gabah (a), beras (b), dan jagung (c). Rodentisida berbahan aktif kumatetralil (d), brodifakum (e), bromadiolon (f), flokumafen (g).

Uji Preferensi Rodentisida Kadaluarsa

Uji preferensi rodentisida kadaluarsa terhadap umpan dilakukan dengan menggunakan uji dua pilihan (bi choice test). Pada uji ini digunakan 50 ekor tikus pohon dan 50 ekor tikus rumah. Sebelum diberi perlakuan, tikus ditimbang terlebih dahulu untuk diketahui bobot awal dari tikus tersebut. Pada setiap kandang terdiri dari satu ekor tikus. Tikus tersebut diberi perlakuan rodentisida kadaluarsa dari 4 jenis bahan aktif dan perlakuan pakan dari 3 jenis serealia secara bersamaan selama tiga hari berturut-turut. Setiap perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Dari hasil penelitian akan diketahui jenis rodentisida yang masih dikonsumsi oleh tikus walaupun tersedia pilihan umpan.

Uji Efikasi Rodentisida Kadaluarsa

(19)

5

Konversi Umpan

Semua data yang diperoleh dari pengujian tikus rumah dan tikus pohon dikonversi terlebih dahulu ke 100 g bobot tikus, dengan rumus sebagai berikut : Konversi umpan/rodentisida (g) = Konsumsi sebenarnya (g) x 100%

Rerata bobot (g) Rerata bobot tikus (g) = Bobot awal (g) + bobot akhir (g)

2

Rasio Konsumsi Rodentisida terhadap Umpan

Rasio konsumsi rodentisida terhadap umpan didapat dari pembagian rodentisida yang dikonsumsi dengan jumlah total umpan yang dikonsumsi dikali 100%.

Rasio konsumsi (%) = Konsumsi rodentisida (g) x 100% Konsumsi rodentisida + umpan (g)

Perhitungan Dosis Letal

Rodentisida kadaluarsa dari masing-masing bahan aktif dihitung besar dosis letalnya dengan perhitungan konsumsi rodentisida yang dikonsumsi (mg) dikalikan dengan persentase bahan aktif dari rodentisida tersebut dan dibagi bobot tubuh tikus (kg).

Dosis Letal (mg/kg) = Konsumsi rodentisida (mg) x persentase bahan aktif (%) Bobot tubuh tikus (kg)

Rancangan Percobaan

Analisis ragam dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 jenis hewan uji, 12 perlakuan (4 rodentisida kadaluarsa dan 3 pakan serealia), dan 5 ulangan pada uji preferensi. Pada uji efikasi menggunakan 2 jenis hewan uji, 4 perlakuan rodentisida kadaluarsa, dan 5 ulangan. Pengolahan data setelah dikonversi 100 g bobot tikus dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Ketertarikan dan Rasio Konsumsi Tikus Pohon terhadap Umpan dan Rodentisida

Hasil yang diperoleh dari pengujian masing-masing umpan (gabah, beras, jagung) dan rodentisida dengan bahan aktif kumatetralil, brodifakum vs gabah dan beras, bromadiolon vs jagung, dan flokumafen tampak bahwa umpan dikonsumsi lebih banyak dan berbeda nyata dibandingkan racun (Tabel 1). Artinya, tikus pohon lebih memilih mengonsumsi umpan dibandingkan dengan rodentisida yang telah disediakan. Menurut Nurihidayati (2010), tikus pohon lebih menyukai mengonsumsi gabah dibandingkan dengan umpan lainnya karena gabah merupakan umpan yang sering ditemui di habitat asalnya.

Tabel 1 Rerata konsumsi umpan dan rodentisida pada tikus pohon Jenis

Ket: Uji t digunakan untuk analisis konsumsi rodentisida dan umpan.

Perlakuan bromadiolon vs gabah menunjukkan konsumsi bromadiolon (1.829 g) tidak berbeda nyata dibandingkan gabah (4.922 g). Demikian juga dengan konsumsi bromadiolon (2.754 g) tidak berbeda nyata dibandingkan beras (3.668 g). Konsumsi racun tertinggi terdapat pada perlakuan brodifakum vs jagung, diikuti oleh bromadiolon vs beras, dan bromadiolon vs gabah. Beberapa tikus pohon mengonsumsi rodentisida lebih banyak dibandingkan pakan.

Rasio Konsumsi Rodentisida/Umpan pada Tikus Pohon

(21)

7

Tabel 2 Rasio konsumsi rodentisida terhadap total konsumsi (%) pada tikus pohon Jenis Umpan

Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji selang duncan pada taraf α=5%.

Rasio konsumsi tertinggi terdapat pada perlakuan bromadiolon vs beras dan gabah, diikuti oleh flokumafen vs jagung, bromadiolon vs jagung, dan brodifakum vs jagung. Hal ini menunjukkan bahwa tikus pohon mengonsumsi rodentisida bromadiolon relatif lebih banyak dibandingkan dengan rodentisida lainnya. Tingginya nilai rasio konsumsi rodentisida kadaluarsa menunjukkan tingginya rodentisida kadalursa yang dimakan oleh tikus. Hasil semua perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata yang disebabkan konsumsi antara rodentisida kadaluarsa dan umpan yang diberikan pada tikus pohon memiliki nilai konsumsi yang seimbang.

Kematian dan Konsumsi Rodentisida pada Tikus Pohon

Pengujian brodifakum, bromadiolon, dan flokumafen mengakibatkan kematian pada tikus pohon. Tikus yang paling banyak mati adalah yang mengonsumsi rodentisida bromadiolon, diikuti dengan flokumafen (Tabel 3). Bromadiolon merupakan salah satu jenis rodentisida antikoagulan generasi kedua yang menghambat pembentukan protrombin (Djojosumarto 2008).

(22)

Perlakuan bromadiolon vs beras menunjukkan kematian yang terbesar (2 ekor) dibandingkan brodifakum vs gabah dan jagung, bromadiolon vs jagung, dan flokumafen vs gabah, namun jumlah kematiannya setara dengan flokumafen vs jagung (2 ekor).

Kisaran lama kematian tikus pohon yakni 6 sampai 8 hari setelah perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Meehan 1984 rodentisida antiokagulan atau racun kronis akan menyebabkan kematian setelah tikus memakan racun hingga mencapai dosis lethal dalam waktu 6 sampai 7 hari setelah perlakuan. Rodentisida kadaluarsa yang masih dapat digunakan adalah bromadiolon vs beras dan flokumafen vs jagung karena konsumsi rodentisidanya menyebabkan kematian yang lebih tinggi.

Perubahan Bobot Tubuh Tikus Pohon

Perubahan bobot tubuh setelah dan sebelum perlakuan pada tikus pohon dapat dilihat pada Gambar 3. Perubahan bobot tubuh terdapat pada perlakuan bi choice test dimana pemberian umpan dan rodentisida diberikan secara bersamaan selama tiga hari berturut turut.

Gambar 3 Bobot awal (

) dan bobot akhir (

), G (Gabah), B (Beras), J (Jagung) tikus pohon pada empat perlakuan.

Secara keseluruhan umumnya tikus pohon mengalami kenaikan pada bobot tubuh terutama pada perlakuan kumatetralil vs gabah dan beras, brodifakum vs gabah dan beras, serta bromadiolon vs gabah dan beras. Hal ini karena tikus lebih banyak mengonsumsi umpan dibandingkan dengan rodentisida kadaluarsa itu sendiri. Terlebih lagi dilihat dari tingginya nilai konsumsi umpan (Tabel 1) dan tidak adanya perbedaan nyata rasio konsumsi antara umpan dan rodentisida (Tabel 2).

Perubahan bobot tubuh pada perlakuan kumatetralil vs jagung, brodifakum vs jagung, dan bromadiolon vs jagung menunjukkan tidak adanya perubahan yang signifikan antara bobot awal dan akhir setelah perlakuan. Penurunan bobot awal ke bobot akhir dapat dilihat dari perlakuan flokumafen vs gabah, beras, dan jagung. Ini dimungkinkan karena terjadi perubahan fisiologis pada tubuh tikus sehingga tikus pohon mengalami penurunan bobot tubuh karena mengonsumsi rodentisida kadaluarsa.

Kumatetralil Brodifakum Bromadiolon Flokumafen

(23)

9

Uji Ketertarikan Tikus Rumah dan Rasio Konsumsi terhadap Umpan dan Rodentisida

Hasil yang diperoleh dari pengujian masing-masing umpan (gabah, beras, jagung) dan rodentisida dengan bahan aktif kumatetralil, brodifakum vs gabah dan beras, bromadiolon vs beras, dan flokumafen vs gabah menunjukkan konsumsi rodentisida kadaluarsa berbeda nyata dengan konsumsi umpan (Tabel 4).

Tabel 4 Rerata konsumsi umpan dan rodentisida pada tikus rumah Jenis

Ket: Uji t digunakan untuk analisis konsumsi rodentisida dan umpan.

Umpan (gabah, beras, dan jagung) dikonsumsi lebih besar dibandingkan dengan rodentisida kadaluarsa tersebut. Tikus rumah lebih menyukai mengonsumsi umpan gabah dan beras dibandingkan dengan jagung, karena konsumsi umpan gabah dan beras pada perlakuan rodentisida kumatetralil, brodifakum, dan flokumafen lebih besar dibandingkan dengan rodentisida. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nurihidayati 2010 dan Nazarreta 2012 bahwa tikus rumah lebih memilih mengonsumsi gabah dan beras terutama beras dibandingkan dengan umpan jagung, karena kandungan nutrisi dari umpan tersebut. Konsumsi rodentisida kadaluarsa tidak berbeda nyata antara racun dan umpan (brodifakum vs jagung , bromadiolon vs gabah dan jagung, dan flokumafen vs beras dan jagung). Hal ini disebabkan tikus juga tertarik mengonsumsi racun, tidak hanya umpan yang diberikan saja.

Rasio Konsumsi Rodentisida/Umpan pada Tikus Rumah

(24)

Tabel 5 Rasio konsumsi rodentisida terhadap umpan (%) pada tikus rumah

Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji selang duncan pada taraf α=5%.

Kematian dan Konsumsi Rodentisida pada Tikus Rumah

Kematian tikus rumah terjadi pada semua perlakuan rodentisida kecuali pada rodentisida kadaluarsa kumatetralil (Tabel 6). Perlakuan bromadiolon vs jagung menunjukkan kematian terbesar yaitu (4 ekor) dibandingkan bromadiolon vs gabah, beras dan flokumafen vs gabah, beras, dan jagung, serta brodifakum vs jagung. Hal ini sesuai dengan pernyataan Fatmawati (2015) yaitu bromadiolon paling banyak menyebabkan kematian pada tikus rumah. Bromadiolon masih efektif jika digunakan dengan umpan gabah, beras, dan jagung.

Tabel 6 Kematian dan konsumsi tikus rumah pada saat perlakuan Perlakuan

(25)

11

LD50 bromadiolon pada tikus sebesar 1.125 ppm (Djojosumarto 2008). Rodentisida kadaluarsa berbahan aktif bromadiolon masih efektif jika digunakan dengan bersamaan dengan umpan gabah, beras, dan jagung karena menyebabkan kematian di setiap perlakuan.

LD50 racun brodifakum pada tikus sebesar 0.27 ppm (Meehan 1984) dan masih dapat digunakan jika diberikan bersamaan dengan umpan jagung. Rodentisida kadaluarsa flokumafen masih efektif jika digunakan dengan umpan gabah, beras, dan jagung karena dapat menyebabkan kematian dari ketiga perlakuan flokumafen terhadap umpan tersebut. LD50 dari flokumafen sebesar 0.8 ppm (Djojosumarto 2008). Kisaran lama kematian tikus rumah dari 4 sampai 11 hari setelah perlakuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Corrigan (1997) yang menyatakan tikus yang mati akibat racun antikoagulan akan mati dalam waktu 3 sampai 10 hari setelah perlakuan.

Perubahan Bobot Tubuh Tikus Rumah

Perubahan bobot awal dan akhir pada tikus rumah terdapat pada Gambar 4. Perubahan tersebut terdapat pada perlakuan bi choice test dimana umpan dan rodentisida kadaluarsa diberikan secara bersamaan. Tikus rumah mengalami kenaikan bobot tubuh pada perlakuan kumatetralil, brodifakum vs gabah dan beras, dan flokumafen.

Gambar 4 Bobot awal (

) dan bobot akhir (

) G (Gabah), B (Beras), J (Jagung) tikus rumah pada beberapa perlakuan.

(26)

Penurunan bobot tubuh pada tikus rumah terdapat pada perlakuan brodifakum vs jagung, dan perlakuan bromadiolon. Dimungkinkan karena konsumsi dari rodentisida kadaluarsa cukup tinggi sehingga menyebabkan perubahan fisiologis dari tubuh tikus rumah dan menyebabkan terjadinya penurunan dari bobot tubuh tikus tersebut. Hal ini dapat dilihat dari (Tabel 4) bahwa tikus rumah pada perlakuan bromadiolon juga mengonsumsi rodentisida kadaluarsa tidak hanya umpannya saja.

Uji Efikasi Rodentisida Kadaluarsa

Tikus pohon dan tikus rumah mengonsumsi rodentisida kadaluarsa berbahan aktif bromadiolon lebih banyak dibandingkan dengan rodentisida lainnya, hal ini dilihat dari tingginya nilai konsumsi rodentisida kadaluarsa berbahan aktif bromadiolon (Tabel 7). Nilai konsumsi rodentisida kadaluarsa bromadiolon (5.69), flokumafen (4.61), dan brodifakum (4.17) berbeda nyata dengan kumatetralil (1.26) pada tikus pohon. Sementara pada tikus rumah konsumsi rodentisida kadaluarsa berbahan aktif bromadiolon (7.29) dan flokumafen (6.16) berbeda nyata dengan brodifakum (2.85) dan kumatetralil (1.53).

Tabel 7 Konsumsi umpan beracun dan gabah pasca perlakuan pada uji efikasi tikus pohon dan tikus rumah

Jenis rodentisida

Nilai Konsumsi

Umpan Beracun Gabah

Tikus Pohon Tikus Rumah Tikus Pohon Tikus Rumah

Kumatetralil 1.26 b 1.53 b 2.57 a 7.87 a

Brodifakum 4.17 a 2.85 b 3.18 a 4.66 b

Bromadiolon 5.69 a 7.29 a 5.12 a 4.28 b

Flokumafen 4.61 a 6.16 a 3.68 a 3.57 b

Pr > F 0.0278 0.0030 0.0880 0.0084

Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda

nyata berdasarkan uji selang duncan pada taraf α=5%.

(27)

13

Tabel 8 Kematian tikus pohon pada saat perlakuan efikasi

Konsumsi rodentisida kadaluarsa berbahan aktif brodifakum paling kecil namun menyebabkan kematian hingga 3 ekor tikus rumah, sehingga dapat dikatakan bahwa rodentisida brodifakum masih efektif dalam mengendalikan tikus rumah seperti halnya bromadiolon dan flokumafen (Tabel 9).

Tabel 9 Kematian tikus rumah pada saat perlakuan efikasi Perlakuan Kisaran kematian tikus rumah lebih lama dibandingkan dengan tikus pohon yakni 5 sampai 10 hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Prakash 1998 bahwa LD50 racun antikoagulan pada tikus rumah dapat menyebabkan kematian lima hari

(28)

setelah perlakuan. Tidak dapat ditarik garis regresi hubungan korelasi positif dan negatif antara dosis letal dan lama kematian.

Dilihat dari kisaran kematian antara tikus pohon dan tikus rumah baik pada uji preferensi maupun uji efikasi, lama kematian tikus rumah lebih lama dibandingkan dengan tikus pohon, dapat dikatakan bahwa tikus pohon lebih rentan terhadap perlakuan rodentisida dibandingkan dengan tikus rumah. Rodentisida kadaluarsa berbahan aktif brodifakum paling sedikit menyebabkan kematian baik pada uji preferensi maupun uji efikasi dari jenis tikus pohon dan tikus rumah. Hal ini dapat disebabkan karena rodentisida kadaluarsa tersebut memiliki batas kadaluarsa yang lebih lama dibandingkan dengan rodentisida kadaluarsa berbahan aktif lain yang diujikan sehingga tikus cenderung enggan untuk mengonsumsi rodentisida kadaluarsa tersebut dan rodentisida kadaluarsa tersebut sudah tidak efektif lagi untuk menyebabkan kematian pada tikus.

Rodentisida berbahan aktif brodifakum memiliki batas kadaluarsa tahun 2010, flokumafen tahun 2012, dan bromadiolon tahun 2013. Flokumafen dan bromadiolon masih dapat dikatakan efektif dalam menyebabkan kematian meskipun harus dikonsumsi dalam dosis yang banyak. Sementara, pada brodifakum sudah kurang efektif dalam menyebabkan kematian sehingga dapat dikatakan bahwa rodentisida kadaluarsa dengan batas kadaluarsa maksimal 5 tahun sudah tidak efektif lagi dalam mengendalikan tikus.

Gejala Keracunan

Gejala keracunan dari racun antikoagulan yakni adanya pendarahan di bagian maupun organ tubuh tikus yang mengonsumsi racun antikoagulan. Priyambodo (2003) menyatakan bahwa racun kronis atau antikoagulan bekerja lambat dengan cara menghambat proses koagulasi atau penggumpalan darah serta memecah pembuluh darah kapiler sehingga akan menyebabkan pendarahan pada beberapa bagian. Tikus yang mengonsumsi rodentisida dalam jumlah mematikan akan mengalami perubahan fisiologis seperti pendarahan di beberapa saluran, salah satunya yakni saluran genitalia (Mutiarani 2009).

(29)

15

(b) (d)

Gambar 5 Gejala keracunan rodentisida antikoagulan: pendarahan pada bagian anus (a), lambung (b), rongga perut (c), dan mata (d).

Baik pada bi choice test maupun no choice test tidak ada satu tikus pun pada perlakuan rodentisida kadaluarsa berbahan aktif kumatetralil yang menyebabkan kematian. Menurut Lodal 2002, kumatetralil merupakan salah satu dari golongan racun antikoagulan generasi pertama yang dihasilkan oleh Negara Jerman dan telah lama digunakan sebagai pengendali hewan pengerat. Sebagian peneliti mengatakan bahwa racun antikoagulan generasi pertama umumnya kurang efektif dalam mengendalikan tikus sehingga baik sebelum atau sesudah rodentisida tersebut kadaluarsa tetap saja kurang efektif dalam mengendalikan tikus rumah.

(30)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pada pengujian ketertarikan tikus pohon dan tikus rumah terhadap umpan dan rodentisida, umpan lebih disukai daripada rodentisida kadaluarsa. Rodentisida kadaluarsa yang banyak dikonsumsi dan mengakibatkan kematian adalah bromadiolon dan flokumafen. Pada pengujian efikasi rodentisida kadaluarsa yang paling disukai dan paling banyak menyebabkan kematian adalah bromadiolon dan flokumafen, rodentisida kadaluarsa tersebut masih dapat meyebabkan kematian namun tingkat keefektifannya berkurang.

Saran

(31)

17

DAFTAR PUSTAKA

Chandra B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran.

Corrigan RM. 1997. Rats and mice. Di dalam: Mallis A, editor. Pest Control Ed. ke-8. United Stated of America (US): Mallis Handbook and Technical Training Company.

Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): PT Agormedia Pustaka.

Fatmawati. 2015. Preferensi makan tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.) dan tikus rumah (Rattus rattus diardii L.) terhadap umpan dan rodentisida [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fransciscus JP, Sukana B. 2005. Dosis efektif dan waktu kontak rodentisida Contrac 0.05% terhadap tikus putih (Mus sp.) di Laboratorium Entomologi Poltekkes Jakarta II. J Ekologi Kesehatan [Internet]. [diunduh 2015 Juli 25]; 4(2):265-269.Tersedia pada : http://ejournal.litbang.depkes.go.id.

Lodal J, Hensen OC. 2002. Human and Environmental Exposure. Copenhagen (DK): Nordic Council of Minister.

Meehan AP. 1984. Rats and Mice, Their Biology and Control. East Grrinstead (GB): Rentokil Limited.

Mutiarani H. 2009. Perancangan dan pengujian perangkap, pengujian jenis rodentisida dalam pengendalian tikus pohon (Rattus tiomanicus Mill.), tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.), dan tikus sawah (Rattus argentiventer

rob. & klo.) di Laboratorium. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nazarreta R. 2012. Pengujian preferensi dan efikasi rodentisida antikoagulan brodifakum terhadap tiga spesies tikus hama [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nurihidayati. 2010. Uji bentuk umpan dan rodentisida racun akut terhadap tiga spesies tikus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pawirosoemardjo S. 1990. Masalah tikus dan pengendaliannya pada tanaman pangan di Indonesia. Di dalam: Perlindungan Tanaman Menunjang Terwujudnya Pertanian Tangguh dan Kelestarian Lingkungan. Editor: Rochman. Bogor (ID): PT. Agricon hlm.271-283.

Prakash I. 1998. Rodent Pest Management. United States (NY): CRC Press. Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID): Penebar

Swadaya.

Sudarmo S. 2007. Pestisida. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Surachman E, Agus W. 2007. Hama Tanaman. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Sulistya Murda. 2014. Menghindari kerusakan obat sebelum masa kadaluarsanya [Internet]. Jakarta (ID): Kompasiana; [diunduh 2015 Juli 27]. Tersedia pada: www.kompasiana.com/dasulistya/menghindari-kerusakan-obat-sebelum-masa-kadaluarsanya_54f5d19ea333111f1f8b461b.

(32)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida terhadap gabah (kolom) pada tikus pohon

Sumber Db JK KT F Pr>F

Perlakuan 3 2118.375600 706.125200 2.61 0.0876

Galat 16 4335.499299 270.968706

Total 19 6453.874898

Lampiran 2 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida terhadap beras (kolom) pada tikus pohon

Sumber Db JK KT F Pr>F

Perlakuan 3 4350.47674 1450.15891 2.41 0.1051

Galat 16 9634.35286 602.14705

Total 19 13984.82960

Lampiran 3 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida terhadap jagung (kolom) pada tikus pohon

Sumber Db JK KT F Pr>F

Perlakuan 3 199.253581 66.417860 0.19 0.8996

Galat 16 5504.631297 344.039456

Total 19 5703.884877

Lampiran 4 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida terhadap gabah (kolom) pada tikus rumah

Sumber Db JK KT F Pr>F

Perlakuan 3 8334.74628 2778.24859 13.98 <0.0001

Galat 16 3178.75731 198.67233

Total 19 11513.50307

Lampiran 5 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida terhadap beras (kolom) pada tikus rumah

Sumber Db JK KT F Pr>F

Perlakuan 3 2476.46286 825.48672 1.75 0.1966

Galat 16 7535.07812 470.94238

Total 19 1011.54097

Lampiran 6 Analisis ragam rasio konsumsi rodentisida terhadap jagung (kolom) pada tikus rumah

Sumber Db JK KT F Pr>F

Perlakuan 3 5741.84614 1913.94721 2.49 0.0970

Galat 16 12275.82375 767.23898

(33)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 1993 dari pasangan Tanto Ardianto dan Heny Sukma Ria sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menempuh pendidikan dari SMA Negeri 1 Kota Sukabumi dan lulus pada tahun 2011 serta diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian di tahun yang sama melalui jalur SNMPTN Undangan.

Gambar

Gambar 1  Tikus pohon (kiri) dan tikus rumah (kanan)
Gambar 2  Jenis umpan dan rodentisida yang digunakan. Umpan gabah (a), beras
Tabel 1   Rerata konsumsi umpan dan rodentisida pada tikus pohon
Tabel 2   Rasio konsumsi rodentisida terhadap total konsumsi (%) pada tikus pohon
+7

Referensi

Dokumen terkait

memberikan pengaruh yang lebih cepat terhadap kematian dan konsumsi tikus.. maupun mencit uji, namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut,

Rodentisida dengan bahan aktif brodifacoum dan bromadiolone dipilih untuk pengujian tikus pohon, tikus rumah, dan tikus sawah karena kedua jenis rodentisida ini

Karena daun ruku- ruku memiliki manfaat sebagai penambah nafsu makan sehingga tingkat konsumsi tikus sawah lebih banyak pada perlakuan P3 dibandingkan kontrol yang

Preferensi pakan tikus pada beberapa perlakuan beras menunjukkan varietas yang disukai adalah Pandan Wangi dengan rata-rata konsumsi 6,82g ekor -1 , kemudian berturut-.

Pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu tikus menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga dapat diketahui bahwa tikus lebih tertarik pada umpan di

Preferensi tikus (R attus argentiventer ) terhadap jenis Umpan pada tanaman padi sawah.. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Tanaman Jengkol

Preferensi pakan tikus pada beberapa perlakuan beras menunjukkan varietas yang disukai adalah Pandan Wangi dengan rata-rata konsumsi 6,82g ekor -1 , kemudian

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap 5 ekor tikus rumah (R. tiomanicus) dengan bahan repelen yang terbuat dari rempah-rempah bangle (Z. cassumunar) di