• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.) PADA HABITAT PERMUKIMAN ADE DARMAWANSYAH"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK

PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.)

PADA HABITAT PERMUKIMAN

ADE DARMAWANSYAH

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RANCANG BANGUN PERANGKAP UNTUK

PENGENDALIAN TIKUS RUMAH (Rattus rattus diardii Linn.)

PADA HABITAT PERMUKIMAN

ADE DARMAWANSYAH

A44104047

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(3)

Judul Skripsi : Rancang bangun perangkap untuk pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada

habitat permukiman Nama Mahasiswa : Ade Darmawansyah

NIM : A44104047

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si NIP 131 664 407

Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 131 124 019

(4)

ABSTRAK

ADE DARMAWANSYAH. Rancang bangun perangkap untuk

pengendalian tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) di habitat permukiman

dibawah bimbingan SWASTIKO PRIYAMBODO.

Tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) merupakan hama penting pada

habitat permukiman, karena menimbulkan banyak kerugian, antara lain kerusakan pada berbagai benda yang terbuat dari kayu dan alat–alat listrik serta mengganggu aktivitas manusia. Metode yang banyak digunakan untuk mengendalikan tikus rumah adalah pengendalian menggunakan umpan beracun dan pengendalian menggunakan perangkap. Penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus rumah pada habitat pemukiman merupakan metode yang sederhana mudah untuk diaplikasikan dan aman serta tidak berisiko terhadap lingkungan. Penggunaan perangkap dalam pengendalian tikus rumah di permukiman, akhir–akhir ini dianggap kurang efektif karena tikus rumah mengalami trap-shyness, terhadap

perangkap yang banyak beredar di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan rancang bangun perangkap yang efekif untuk pengendalian tikus rumah di habitat permukiman.

Pembuatan perangkap dilakukan dengan merancang perangkap berbentuk balok dengan ukuran 40 x 30 x 20 cm (panjang x lebar x tinggi). Pintu masuk dibuat seperti lorong untuk memudahkan tikus menemukannya. Selanjutnya dilakukan modifikasi pintu masuk perangkap, lalu dilakukan pengujian keefektifannya di laboratorium. Kemudian diuji keefektifannya dengan membandingkan perangkap hasil rancangan dengan perangkap yang telah banyak digunakan masyarakat untuk mengendalikan tikus rumah. Pengujian dilakukan pada dua perlakuan, yaitu perlakuan tanpa dan dengan umpan di luar perangkap. Perangkap hasil rancangan yang paling efektif pada pengujian di laboratorium, selanjutnya diuji keefektifannya di habitat permukiman, yang dilakukan di tiga lokasi berbeda.

Perangkap yang berhasil dirancang sebanyak 4 unit. Tipe perangkap yang dirancang adalah tipe multiple live-trap yaitu perangkap yang dapat menangkap

lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Perangkap No.1 memiliki pintu masuk berbentuk bubu, perangkap No.2 menutup ke bawah perangkap No.3 menutup ke samping, serta perangkap No.4 terdiri dari dua daun pintu yang saling bersilangan. Dari hasil pengujian di laboratorium menunjukkan bahwa hasil pemerangkapan dari perangkap hasil rancangan berbeda nyata antar perangkap dan tidak berbeda nyata dengan hasil pemerangkapan dari perangkap pembanding. Begitupun pada pengujian di permukiman menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwa perangkap hasil rancangan efektif digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di habitat permukiman. Selain itu pakan di luar perangkap juga sangat mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanggamus, Lampung, pada tanggal 13 Juni 1986 dari pasangan Bapak A. Karim. R dan Ibu Dedeh Kurniasih. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2003 di SMA Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2004 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, antara lain menjadi menjadi pengurus pada Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA) IPB, yaitu menjadi Ketua Departemen Soskemas pada tahun 2006/2007 dan Ketua Departemen PSDM pada tahun 2007/2008. Selain itu, penulis juga pernah menjadi pengurus Badan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia (BPP HMPTI) pada tahun 2006/2008. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Vertebrata Hama Departemen Proteksi Tanaman pada semester genap 2006/2007.

Bogor, Mei 2008

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Rancang Bangun Perangkap untuk Pengendalian Tikus Rumah (Rattus rattus diardii Linn.) pada Habitat Permukiman”. Skripsi ini

disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain adalah sebagai berikut;

1. Ayahanda dan ibunda atas perhatian, semangat, dukungan lahir batin, cinta, do’a dan kasih sayang yang tidak ada habisnya untuk penulis.

2. Dr. Ir. Swastiko Priyambodo, M.Si, selaku dosen pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan, saran dan masukan selama berlangsungnya penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Dhamayanti Adidharma, selaku dosen pembimbing akademik. 4. Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, M.S, selaku dosen penguji tamu atas masukan

dan saran untuk perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu di IPB.

6. Bapak Ahmad Soban, Prakarsa, Nyoman, dan Rachman yang menemani dan bekerjasama dengan penulis selama penelitian.

7. Bapak Saodik dan keluarga atas bantuannya selama penulis melakukan uji lapang.

8. Ardhanariswari Trenggono atas bantuan, dukungan, dan do’anya dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

9. Busyairi dan Cok yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi, serta semua rekan seperjuangan HPT’41 atas pertemanan yang takkan terlupakan dari TPB.

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukannya, terutama di bidang hama dan penyakit tumbuhan.

Bogor, Mei 2008

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ……….. 1 Tujuan Penelitian ... 2 Manfaat Penelitian ... 2 Hipotesis ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) ... 3

Klasifikasi dan Morfologi ... 3

Biologi dan Ekologi ... 3

Metode Pengendalian ... 5

Perangkap ... 6

BAHAN DAN METODE ... 9

Tempat dan Waktu ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Arena Pengujian ... 9 Hewan Uji ... 10 Kawat Baja ... 10 Perangkap Pembanding ... 10 Ram Kawat ... 12 Timbangan ... 12 Umpan ... 13 Metode Penelitian ... 13 Persiapan Arena ... 13

Persiapan Hewan uji ... 13

(8)

Pengujian Keefektifan Perangkap di Laboratorium ... 13

Pengujian Keefektifan Perangkap terhadap Individu Tikus ... 13

Pengujian Keefektifan Perangkap terhadap Populasi Tikus ... 14

Pengujian Keefektifan Perangkap di Permukiman ... 15

Rancangan Percobaan ... 15

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Rancang Bangun Perangkap ... 16

Perilaku Tikus pada Pengujian di Laboratorium dan di Permukiman ... 20

Keefektifan Perangkap pada Pengujian di Laboratorium ... 22

Keefektifan Perangkap terhadap Individu Tikus ... 22

Keefektifan Perangkap terhadap Populasi Tikus ... 27

Keefektifan Perangkap di Permukiman ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN ... 37

Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap

terhadap individu tikus ... 23 Tabel 2. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil

rancangan dengan perangkap pembanding terhadap individu tikus.. 25 Tabel 3. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap

terhadap populasi tikus... 27 Tabel 4. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap

dengan perangkap pembanding terhadap populasi tikus... 31

Tabel 5. Keberhasilan pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap di permukiman... 34

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Arena Pengujian ... 9

Gambar 2. Havahart live-trap ... 10

Gambar 3. Multiple capture live-trap ... 11

Gambar 4. Single capture live-trap ... 11

Gambar 5. Tomahawk live-trap ... 12

Gambar 6. Perangkap No.1 ... 16

Gambar 7. Perangkap No.2 ... 18

Gambar 8. Perangkap No.3 ... 19

Gambar 9. Perangkap No.4 ... 20

Gambar 10. Umpan yang diacak – acak pada perangkap No.1 ... 28

Gambar 11. Pintu keluar perangkap multiple capture live-trap yang dirusak tikus dan umpan yang diacak–acak ... 32

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Analisis ragam hasil pemerangkapan pada pengujian

keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu

tikus... 40 Lampiran 2. Analisis ragam hasil pemerangkapan pada pengujian

keefektifan perangkap hasil rancangan dengan perangkap

pembanding terhadap individu tikus.………. 40 Lampiran 3. Analisis ragam hasil pemerangkapan pada pengujian

keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap populasi tikus. 40 Lampiran 4. Analisis ragam keberhasilan pemerangkapan pada pengujian

keefektifan perangkap hasil rancangan dengan perangkap

pembanding terhadap populasi tikus.………. 40 Lampiran 5. Analisis ragam keberhasilan pemerangkapan pada pengujian

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tikus rumah (Rattus rattus diardii Linn.) merupakan hama

penting pada habitat permukiman, karena dapat menimbulkan banyak kerugian, antara lain menyebabkan kerusakan pada berbagai benda terutama yang terbuat dari kayu, alat–alat listrik dan mengganggu aktivitas manusia. Tikus mampu mengerat benda yang memiliki kekerasan hingga 5 satuan geologi. Kemampuan mengerat benda–benda keras merupakan salah satu aktivitas untuk mengurangi pertumbuhan gigi seri yang terus tumbuh. Di samping itu tikus juga menyebabkan kerugian berupa kontaminasi pada bahan makanan dengan feses, urine, rambut, dan dapat menularkan penyakit (Priyambodo 2003).

Tikus rumah memiliki berbagai kemampuan yang dapat menunjang kehidupannya, yaitu mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai keadaan lingkungan dan memiliki tingkat reproduksi yang sangat tinggi, sehingga tikus dengan mudah dapat bertahan hidup pada berbagai kondisi lingkungan. Tikus rumah merupakan hewan yang memiliki kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik.

Beberapa metode telah dikembangkan untuk mengendalikan tikus, antara lain sanitasi, kultur teknis, fisik mekanik, biologi atau hayati dan kimiawi. Metode yang banyak digunakan adalah pengendalian dengan umpan beracun dan pengendalian menggunakan perangkap. Perangkap banyak digunakan untuk monitoring kehadiran tikus dan sebagai salah satu metode untuk mengendalikan populasi tikus pada suatu wilayah (Kern & Kohler 2007).

Penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus rumah pada habitat permukiman merupakan metode pengendalian yang sederhana dan mudah diaplikasikan. Selain itu penggunaan perangkap merupakan suatu metode yang aman dan tidak berisiko terhadap lingkungan dan penggunanya. Dalam aplikasi perangkap di lapang, biasanya dikombinasikan dengan aplikasi umpan pada perangkap. Penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus rumah merupakan cara yang cukup efektif tetapi kurang diperhatikan masyarakat sebagai salah satu teknik pengendalian (Andriani 2005).

(13)

Penggunaan perangkap dalam pengendalian tikus rumah di permukiman, akhir–akhir ini dianggap kurang efektif karena tikus rumah mengalami trap-shyness (jera perangkap) terhadap perangkap yang banyak beredar di masyarakat.

Hal ini menyebabkan tikus rumah sulit untuk ditangkap dengan menggunakan perangkap. Selain itu saat ini tikus rumah sudah dapat beradaptasi dengan perangkap yang digunakan sehingga tikus dapat dengan mudah menghindari perangkap atau lolos dari pemerangkapan. Dengan demikian diperlukan suatu rancang bangun perangkap yang efektif untuk mengendalikan tikus.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatka rancang bangun perangkap yang digunakan untuk pengendalian tikus rumah (R. rattus diardii)

pada habitat permukiman dan menguji keefektifan perangkap tersebut dengan membandingkannya terhadap beberapa jenis perangkap yang banyak digunakan masyarakat untuk mengendalikan tikus rumah.

Manfaat Penelitian

Penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus di habitat permukiman merupakan cara yang efektif, efisien, dan ramah lingkungan, namun akhir- akhir ini tikus mampu beradaptasi terhadap perangkap yang banyak digunakan untuk mengendalikan tikus di permukiman. Hal ini menyebabkan pengendalian tikus dengan menggunakan perangkap menjadi tidak efektif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan perangkap yang efektif untuk mengendalikan tikus rumah di habitat permukiman.

Hipotesis

Perangkap hasil rancangan dapat lebih efektif, mudah, dan aman bila dibandingkan dengan perangkap yang biasa digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di habitat permukiman.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Tikus Rumah (Rattus rattus diardii) Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Elerman (1941) dalam Suparjan (1994), tikus rumah dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum : Chordata

Sub- filum : Vertebrata

Kelas : Mammalia

Ordo : Rodentia

Famili : Muridae

Genus : Rattus

Spesies : Rattus rattus

Sub-spesies : Rattus rattus diardii

Tikus rumah (R. rattus diardii) memiliki panjang tubuh 100 – 190 mm,

dan memiliki panjang ekor lebih panjang atau sama dengan panjang tubuh (Suparjan 1994). R. rattus diardii memiliki ciri morfologi antara lain rambut

bertekstur agak kasar berwarna coklat hitam kelabu pada bagian punggung dan warna bagian perut yang hampir sama dengan warna rambut pada bagian punggung. Bentuk hidung kerucut dan lebih besar dari ukuran mata, bentuk badan silindris, ekor tidak ditumbuhi rambut, serta memiliki bobot tubuh berkisar antara 40 – 300 gram. Jumlah puting susu sebanyak 10 puting susu (Marsh 2003).

Biologi dan Ekologi

Tikus rumah memiliki kemampuan berreproduksi tinggi, selain itu tikus dapat berkembangbiak dan melahirkan anak sepanjang tahun tanpa mengenal musim, sehingga tikus termasuk hewan poliestrus. Menurut Kalshoven (1981) dalam setahun tikus mampu bereproduksi sebanyak 5-7 kali pada kondisi sumber makanan yang berlimpah. Tikus rumah mampu melahirkan anak, sebanyak 5–8 ekor dalam sekali melahirkan. Jumlah anak yang dilahirkan tergantung ketersediaan makanan. Masa bunting tikus selama 21 hari dan pada saat dilahirkan tikus tidak memiliki rambut dan mata tertutup. Rambut tumbuh pada umur 1

(15)

minggu setelah dilahirkan dan mata akan terbuka pada umur 9–14 hari, kemudian tikus mulai mencari makan di sekitar sarang. Pada umur 4–5 minggu tikus mulai mencari makan sendiri, terpisah dari induknya. Pada usia tersebut tikus dapat dengan mudah diperangkap. Tikus rumah mencapai umur dewasa setelah berumur 35–65 hari.

Pada umumnya tikus menyukai makanan yang dimakan manusia karena tikus merupakan hewan omnivora (pemakan segala). Tikus rumah menyukai makanan yang berasal dari biji-bijian, buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, umbi-umbian, daging, ikan, dan telur. Dalam sehari tikus biasanya membutuhkan pakan sebanyak 10 % dari bobot tubuhnya, jika pakan dalam keadaan kering, namun bila pakan dalam keadaan basah kebutuhan pakan dapat mencapai 15% dari bobot tubuhnya. Tikus rumah biasanya akan mengenali dan mengambil pakan yang telah tersedia atau yang ditemukan dalam jumlah sedikit, untuk mencicipi atau mengetahui reaksi yang terjadi akibat mengonsumsi pakan yang ditemukan. Jika tidak terjadi reaksi yang membahayakan, maka tikus akan menghabiskan pakan yang tersedia atau yang ditemukan (Priyambodo 2003).

Indera penglihatan tikus rumah kurang berkembang dengan baik bila dibandingkan dengan kemampuan indera lainnya. Selain itu tikus rumah memiliki kemampuan memanjat dan mengerat yang sangat baik (Priyambodo 2003). Menurut Kalshoven (1981), tikus mampu memanjat dinding dan batang tanaman, selain itu tikus memiliki kemampun untuk meloncat secara horizontal sejauh 3 meter dan meloncat dari ketinggian 4 meter.

Tikus rumah merupakan hewan nokturnal, yaitu hewan yang aktif pada malam hari. Tikus rumah memiliki habitat di sekitar permukiman terutama, didaerah yang jarang dilalui oleh manusia. Tikus rumah biasanya memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat dari satu lokasi kelokasi lain. Tikus dapat masuk kedalam rumah melalui celah di sekitar lantai dan saluran air, serta mampu memanjat dinding untuk masuk ke dalam rumah melalui celah di sekitar atap (Marsh 2003). Menurut Sastrapraja et al (1980), tikus rumah memiliki daerah

aktivitas yang bervariasi, tergantung jenis kelamin, kerapatan populasi, persediaan makanan, keberadaan pemangsa, dan waktu. Daerah tempat tikus beraktivitas

(16)

terdapat pada radius 60 – 80 meter, bahkan ada yang mencapai lebih dari 90 meter. Pola penyebaran tikus rumah mengikuti pola penyebaran manusia.

Metode Pengendalian Tikus Rumah di Permukiman

Secara garis besar pengendalian tikus dapat dikelompokkan ke dalam beberapa metode pengendalian antara lain : Pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanik, biologi, dan kimia. Menurut Armstrong (2003) pengendalian tikus rumah di permukiman dilakukan dengan mengombinasikan beberapa teknik pengendalian antara lain memodifikasi lingkungan atau sanitasi, penggunaan perangkap dan penggunaan umpan beracun (rodentisida). Modifikasi lingkungan atau sanitasi lingkungan merupakan pengendalian jangka panjang, sedangkan penggunaan perangkap dan umpan beracun merupakan pengendalian jangka pendek (Sullivan 2002). Elemen penting yang harus diperhatikan untuk mengendalikan tikus di permukiman agar efektif adalah sanitasi lingkungan sekitar, konstruksi bangunan terhadap keberadaan tikus dan monitoring populasi tikus di sekitar permukiman (Salmon et al 2003).

Pengendalian secara fisik mekanis bertujuan untuk mengubah faktor lingkungan fisik menjadi di atas atau di bawah batas toleransi tikus dan juga merupakan usaha manusia untuk mematikan atau memindahkan tikus secara langsung menggunakan tangan atau dengan bantuan alat (Priyambodo 2003). Pengendalian secara fisik mekanis adalah pengendalian yang secara langsung mempengaruhi keadaan fisik tikus yang dikendalikan.

Pengendalian secara fisik mekanis dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain penggunaan perangkap, suara ultrasonik, gelombang elektromagnetik, sinar ultraviolet, penghalang, dan berburu (Priyambodo 2003). Meskipun demikian, hanya penggunaan perangkap dan perburuan yang masih banyak digunakan sebagai metode pengendalian. Sementara itu metode pengendalian yang lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Penggunaan umpan beracun merupakan metode yang banyak dilakukan, karena metode ini sangat mudah diaplikasikan dan didapatkan hasil yang nyata. Namun, penggunaan umpan beracun dapat menimbulkan beberapa masalah, antara lain, dapat meracuni hewan bukan sasaran, berbahaya bagi

(17)

lingkungan, serta harga rodentisida yang mahal, yang menyebabkan cara ini kurang ekonomis.

Perangkap

Penggunaan perangkap sebagai teknik pengendalian tikus di permukiman merupakan cara yang efektif, aman dan ekonomis karena perangkap dapat digunakan beberapa kali, dan pemasangan umpan pada perangkap dapat mengintensifkan jumlah tenaga kerja. Perangkap juga dapat digunakan untuk mengontrol populasi tikus di permukiman (Salmon et al 2003). Menurut

Vantassel et al (2007) penggunaan perangkap untuk pengendalian tikus

direkomendasikan pada lingkungan yang sensitif terhadap bahan – bahan beracun, misalnya sekolah, permukiman, rumah sakit dan daerah dengan populasi tikus rendah.

Penggunan perangkap merupakan salah satu metode pengendalian secara fisik mekanis. Metode ini secara ilmiah dianggap kurang efisien karena tidak memberikan kepastian yang tinggi. Perangkap dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu : live-trap (perangkap hidup), snap-trap

(perangkap yang dapat membunuh tikus), sticky board-trap (perangkap

berperekat), dan pit fall-trap (perangkap jatuhan).

Live-trap atau perangkap hidup adalah tipe perangkap yang

dapat menangkap tikus dalam keadaan hidup di dalam perangkap. Tipe perangkap ini terbagi menjadi 2 yaitu, single live - trap adalah perangkap yang

hanya dapat menangkap 1 ekor tikus, dan multiple live - trap adalah perangkap

yang dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Kedua tipe perangkap ini banyak digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di permukiman.

Snap-trap adalah tipe perangkap yang dapat membunuh tikus

pada saat ditangkap. Perangkap jenis ini sangat berbahaya karena dapat membunuh hewan bukan sasaran, apabila menyentuh umpan dan juga berbahaya bagi manusia yang beraktivitas di sekitar perangkap. Selain itu, jenis perangkap ini banyak menimbulkan jera perangkap, sehingga kurang menarik bagi tikus, dan hanya dapat membunuh satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan.

(18)

Sticky board-trap atau perangkap berperekat adalah tipe perangkap yang

dapat merekatkan tikus sehingga tikus menempel pada perangkap dan tidak dapat bergerak. Perangkap ini berupa papan yang pada bagian atasnya diberi perekat untuk merekatkan tikus dengan papan sehingga tidak dapat bergerak. Pada umumnya umpan diletakkan pada bagian tengah papan yang berperekat.

Pada saat penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus rumah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain : Tikus memiliki sifat

trap-syness yaitu suatu kejadian dimana tikus tidak mau masuk ke dalam

perangkap yang disediakan. Selain itu faktor genetik juga dapat mempengaruhi keefektifan penggunaan perangkap, yaitu suatu keadaan dimana pada saat awal pemerangkapan tikus mudah sekali ditangkap, tetapi pada pemerangkapan berikutnya tikus sulit untuk diperangkap. Menurut Priyambodo (2003), tikus betina lebih mudah ditangkap dari pada tikus jantan. Sedangkan, menurut Salmon

et al (2003) tikus yang memilki bobot tubuh rendah dan masih muda sangat

mudah untuk ditangkap. Greaves (1982) di dalam Smith (1996) merekomendasikan, sebaiknya perangkap hanya digunakan untuk 2 – 3 kali pemerangkapan saja.

Menurut Smith (1996) metode pengendalian dengan menggunakan perangkap kurang efektif dan efisien bila dibandingkan dengan pengendalian secara kimiawi, dengan demikian terdapat batasan – batasan yang mengatur penggunaan perangkap agar lebih efisien. Penggunaan perangkap untuk mengendalikan tikus di permukiman dapat berhasil dengan memperhatikan hal – hal berikut: Perangkap harus dipasang pada lokasi yang tepat, misalnya pada run-way tikus, dimana tikus selalu melalui tempat tersebut dan umpan yang digunakan

harus menarik sehingga tikus tertarik untuk memasuki perangkap.

Keuntungan metode pengendalian tikus dengan menggunakan perangkap bila dibandingkan dengan metode pengendalian secara kimiawi adalah tidak menggunakan bahan-bahan beracun sehingga tidak beresiko terhadap lingkungan sekitar, aman bagi anak-anak dan hewan bukan sasaran. Selain itu perangkap juga dapat dengan mudah mengendalikan populasi tikus (scarafaggio.com). Untuk menilai keefektifan penggunaan perangkap adalah

(19)

dengan cara menilai kelebihan- kelebihan tertentu dari suatu jenis perangkap dan mencocokkannya dengan keadaan lingkungan sekitar.

(20)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Vertebrata Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Uji lapang dilakukan di tiga lokasi yaitu, Kampung Sawah RT07/RW02 dan Kampung Babakan RT05/RW02, Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor, serta di Babakan Fakultas RT03/RW04 Kelurahan Tegallega Kecamatan Bogor Timur, Kotamadya Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai bulan Februari 2008.

Bahan dan Alat Arena Pengujian

Arena yang digunakan untuk pengujian berbentuk balok, dibuat dari kayu dengan lapisan seng pada bagian dalam dan ditutup dengan ram kawat. Arena yang digunakan berukuran 400 x 100 x 50 cm. Setiap arena memiliki 3 pintu yaitu pada bagian kiri, kanan, dan tengah (Gambar 1). Arena dilengkapi penutup kain berwarna hitam.

(21)

Hewan uji

Hewan uji yang digunakan adalah tikus rumah (R. rattus diardii) yang didapatkan dari daerah sekitar Kampus IPB Darmaga, Bogor.

Hewan uji yang digunakan memiliki bobot tubuh lebih dari 40 gram.

Kawat Baja

Kawat yang digunakan berdiameter 3 mm dan 1 mm. Kawat digunakan sebagai kerangka perangkap dan pengikat kerangka perangkap dengan dinding perangkap.

Perangkap Pembading

Perangkap pembanding yang digunakan terdiri dari 4 jenis perangkap tipe live- trap, yaitu :

1. Havahart live-trap

Havahart live-trap merupakan perangkap yang tidak

menyebabkan tikus mati. Perangkap jenis ini memiliki beberapa kelebihan yaitu terdiri dari dua pintu masuk pada kedua ujung perangkap dan memiliki sistem penguncian yang sangat baik (Gambar 2). Pada beberapa daerah penggunaan perangkap ini tidak menggunakan umpan, tetapi perangkap dipasang pada run-way tikus. Bentuk pintu masuk perangkap yang terbuka pada kedua sisi

memungkinkan tikus untuk masuk dari kedua sisi pintu, sehingga perangkap tidak perlu diberi umpan untuk menarik tikus masuk ke perangkap. Namun, perangkap jenis ini hanya dapat menangkap 1 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Perangkap jenis ini mampu menangkap lebih dari satu ekor tikus bila tikus masuk secara bersamaan.

(22)

2. Multiple-capture live-trap (perangkap hidup ganda)

Multiple-capture live-trap merupakan jenis perangkap dapat

menangkap tikus lebih dari satu ekor dan merupakan perangkap yang tidak menyebabkan tikus mati (Gambar 3). Namun, perangkap ini memiliki dua kekurangan yaitu, tikus yang tertangkap terlebih dahulu dapat keluar kembali dari perangkap dengan bantuan tikus lain yang menginjak pintu keluar, tetapi tikus yang kedua tidak masuk ke dalam perangkap sedangkan tikus yang terdapat dalam perangkap dapat keluar dari perangkap. Setelah itu tikus yang menginjak pintu masuk akan keluar dengan cara berjalan mundur. Selain itu, untuk tikus yang masuk berukuran besar, maka tikus tersebut akan mendorong pintu hingga rusak, lalu tikus dapat keluar.

Gambar 3. Multiple-capture live-trap

3. Single-capture live-trap (perangkap hidup tunggal)

Single-capture live-trap merupakan jenis perangkap yang hanya dapat

menangkap satu ekor tikus dalam satu kali pemerangkapan dan tidak menyebabkan tikus mati (Gambar 4). Perangkap ini memiliki kelemahan yaitu bila pegas penahan pintu masuk tidak begitu kuat, maka pintu tersebut dapat didorong oleh tikus yang terperangkap, sehingga dapat dari perangkap.

(23)

4. Tomahawk live-trap

Tomahawk live-trap merupakan jenis perangkap yang hanya

dapat menangkap satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan dan tidak menyebabkan tikus mati (Gambar 4). Perangkap ini memiliki beberapa kelebihan yaitu pintu masuk memiliki pengunci sehingga tikus yang tertangkap tidak dapat mendorong pintu masuk untuk keluar.

Gamabar 5. Tomahawk live-trap Ram Kawat

Ram kawat yang digunakan berukuran 1 cm x 1 cm untuk membuat sisi perangkap, serta bagian atas dan bawah.

Timbangan

Timbangan yang digunakan adalah triple beam balance untuk

menimbang bobot tikus sebelum dan sesudah perlakuan, dan analytical top-loading balance for animal untuk menimbang umpan yang digunakan.

Umpan

Umpan yang digunakan adalah gabah untuk pengujian di laboratorium dan ikan asin untuk pengujian di lapang.

(24)

Metode Penelitian Persiapan Arena

Sebelum digunakan, arena dibersihkan terlebih dahulu. Setelah arena pengujian dianggap layak pakai, maka diletakkan tempat air yang berisi air bersih dan bumbung bambu untuk tempat persembunyian tikus.

Persiapan Hewan Uji

Tikus yang digunakan sebagai hewan uji terlebih dahulu diadaptasikan pada lingkungan laboratorium selama 1 minggu dengan diberi pakan gabah. Sebelum dimasukkan ke dalam arena pengujian tikus ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal dan dilihat jenis kelaminnya. Setelah itu tikus dimasukkan ke arena dan dibiarkan beberapa saat hingga tikus tenang di dalam arena dan masuk ke dalam bumbung bambu, kemudian diberi perlakuan.

Rancang Bangun Perangkap

Pembuatan perangkap dilakukan dengan disain perangkap berbentuk balok dengan ukuran 40 cm x 30 cm x 20 cm (panjang x lebar x tinggi). Perangkap dibuat dengan membuat kerangka perangkap berukuran 20 cm x 30 cm sebanyak 3 kerangka per perangkap, yang dibuat dengan menggunakan kawat berdiameter 3 mm. Kerangka dipasang pada bagian depan, tengah, dan belakang. Setelah itu dibungkus dengan menggunakan ram kawat ukuran 1 cm x 1cm, sehinggga setelah dirakit akan berbentuk balok dengan ukuran 40 cm x 30 cm x 20 cm yang merupakan disain perangkap. Pintu masuk dibuat seperti lorong untuk memudahkan tikus menemukan pintu masuk. Selanjutnya dilakukan modifikasi pintu masuk perangkap.

Pengujian Keefektifan Perangkap di Laboratorium Pengujian Keefektifan Perangkap terhadap Individu Tikus

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap tikus rumah di laboratorium. Pengujian ini dilakukan pada dua perlakuan yaitu, perlakuan dengan umpan di luar perangkap

(25)

dan perlakuan tanpa umpan di luar perangkap. Pada pengujian tanpa umpan diluar perangkap, pada setiap arena pengujian terdapat 1 ekor tikus. Setelah hewan uji masuk ke dalam bumbung bambu yang terdapat di bagian tengah arena pengujian, perangkap hasil rancangan yang telah berisi umpan gabah sebanyak 20 gram per perangkap, diletakkan di dalam arena pengujian. Setelah itu pintu arena ditutup dan dikunci agar tikus tidak keluar arena pengujian dan arena pengujian ditutup dengan kain berwarna hitam, agar suasana di dalam arena pengujian menjadi gelap. Peletakan perangkap dilakukan secara acak. Pengamatan dilakukan dengan mengamati perangkap yang dimasuki tikus. Pengamatan dilakukan 24 jam setelah perlakuan. Perlakuan dilakukan pada 4 arena pengujian, dan diamati selama 6 hari pengamatan. Tikus yang telah masuk perangkap dilepas kembali ke dalam arena. Setelah tikus tenang dan masuk bumbung bambu untuk bersembunyi, susunan perangkap di dalam arena diacak. Di akhir pengujian tikus ditimbang bobot tubuhnya untuk mengetahui bobot akhir tikus setelah pengujian. Pada perlakuan dengan umpan diluar perangkap, langkah kerjanya sama dengan pengujian sebelumya, tetapi pada arena pengujian diletakkan umpan yang memiliki jenis dan bobot yang sama dengan umpan yang terdapat di dalam perangkap.

Pengujian berikutnya, perangkap hasil rancangan diuji kembali dengan membandingkannya dengan 4 perangkap pembanding. Pengujian ini juga dilakukan pada dua perlakuan. Langkah kerja pada pengujian ini sama dengan pengujian sebelumnya, hanya pada pengujian ini jumlah perangkap yang diuji lebih banyak, yaitu ditambah 4 perangkap pembanding.

Pengujian Keefektifan Perangkap terhadap Populasi Tikus

Pengujian keefektifan perangkap terhadap populasi tikus, sama dengan pengujian yang dilakukan terhadap individu tikus. Pada pengujian terhadap populasi tikus, jumlah tikus yang digunakan adalah 10 ekor per arena pengujian. Bobot umpan yang digunakan lebih banyak dari umpan yang digunakan pada pengujian terhadap individu tikus, yaitu sebanyak 50 g per perangkap. Langkah kerja yang dilakukan sama dengan pengujian sebelumnya.

(26)

Pengujian Keefektifan Perangkap di Permukiman

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keefektifan perangkap di permukiman. Perangkap yang digunakan adalah perangkap hasil rancangan yang efektif digunakan pada pengujian di laboratorium. Sebelum dilakukan pengujian, dilakukan survei pendahuluan untuk mengetahui keberadaan tikus rumah di sekitar perumahan warga. Setelah dipastikan keberadaan tikus di perumahan warga, selanjutnya dilakukan pemasangan perangkap pada daerah yang sering dilalui oleh tikus. Pengujian dilakukan di tiga lokasi. Pada setiap lokasi dipasang satu perangkap untuk setiap rumah warga, dengan total sebanyak 12 perangkap. Perangkap dipasang pada pukul 19.00-20.00, kemudian diamati keesokan paginya pada pukul 04.30-05.30. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah tikus yang tertangkap. Menurut Alpin et al (2003) hasil pemerangkapan di

hitung menggunakan rumus Adjusment Trap Succes (ATS), sebagai berikut:

ATS =  ln      1 ‐  Tikus yang tertangkap  ‐100%

Jumlah perangkap 

Pengujian dilakukan selama 4 hari yaitu pada malam ke-1, ke-3, ke-5 dan ke-7. Tikus yang tertangkap dibawa ke laboratorium untuk ditimbang bobot tubuh dan diidentifikasi jenis kelaminnya kemudian dipelihara di laboratorium. Perangkap yang digunakan kemudian dicuci bersih dan disiram dengan air panas untuk menghilangkan bau pada perangkap.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan untuk pengujian di laboratorium adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu jenis perangkap yang diuji dan perlakuan dengan atau tanpa umpan di luar perangkap. Pada pengujian di permukiman rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, dengan dua faktor, yaitu lokasi pemerangkapan, dan jenis perangkap yang digunakan. Uji lanjutan yang digunakan adalah Uji Selang Ganda Duncan pada taraf 5%.

(27)

(a)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rancang Bangun Perangkap

Perangkap yang berhasil dirancang sebanyak 4 perangkap. Tipe perangkap yang dirancang adalah tipe multiple live-trap yaitu perangkap yang

dapat menangkap lebih dari satu ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Secara umum perangkap yang dirancang memiliki ukuran dan bentuk yang sama yaitu berbentuk balok dengan ukuran 40 cm x 30 cm x 20 cm (panjang x lebar x tinggi). Hal yang membedakan antar perangkap hasil rancangan adalah bentuk pintu masuknya. Pintu masuk perangkap dipasang pada salah sisi perangkap yang berukuran 20 cm x 30 cm, yaitu pada bagian tengah sisi bawah perangkap dan dibuat agak masuk sedalam 5 cm, sehingga terbentuk lorong dari bagian sisi perangkap menuju bagian depan pintu masuk perangkap. Lorong ini dibuat untuk mempermudah tikus menemukan pintu masuk perangkap.

Gambar 6. Perangkap No.1 (a) tampak samping, (b) tampak atas, (c) tampak depan (d) tampak belakang

Perangkap No.1 (Gambar 6) memiliki pintu berbentuk bubu yaitu kawat yang dirangkai meruncing dan menyempit pada bagian ujung pintu. Pintu model ini memungkinkan tikus untuk masuk perangkap dengan cara

(b)

(28)

mendorong rangkaian kawat hingga tikus dapat masuk ke dalam perangkap. Setelah masuk, tikus sulit untuk keluar karena ujung rangkaian kawat menyempit, hal ini menyebabkan tikus tidak dapat keluar dari perangkap. Pintu masuk berukuran 5 cm x 5 cm, ukuran ini sesuai dengan diameter tubuh tikus rumah. Panjang pintu berukuran 10 cm.

Pada model perangkap ini, bagian yang meruncing terdapat di dalam perangkap, sehingga bentuk pintu mengerucut ke dalam perangkap. Selain itu pemasangan pintu perangkap harus dibuat miring ke atas, sehingga bagian ujung pintu tidak menyentuh bagian bawah perangkap. Hal ini dibuat agar tikus tidak dapat membuka rangkaian kawat dan keluar dari perangkap. Namun, pada beberapa kejadian tikus yang berukuran kecil dapat keluar dari perangkap, dengan cara masuk ke celah–celah di antara rangkaian kawat yang berada di bagian tengah.

Gambar 7. Perangkap No.2 (a) tampak samping, (b) tampak atas, (c) tampak depan, (d) tampak belakang

Perangkap No.2 (Gambar 7) memiliki pintu yang menutup ke bawah. Bentuk pintu ini memungkinkan tikus untuk masuk ke dalam perangkap dengan cara mendorong pintu perangkap. Setelah tikus masuk, pintu akan tertutup

(a) (b)

(29)

sehingga tikus tidak dapat keluar dari perangkap, namun tikus lain dapat masuk ke dalam perangkap. Pintu masuk perangkap berukuran 5 cm x 5 cm, ukuran ini disesuaikan dengan besar tubuh tikus. Ukuran pintu yang lebih besar dari ukuran tubuh tikus dapat mempermudah tikus untuk keluar dari perangkap dengan bantuan tikus yang berada di luar perangkap.

Panjang daun pintu masuk perangkap adalah 10 cm, dan di sekitar pintu terdapat pelindung berupa lorong yang berbentuk balok, menutupi pintu, pada bagian atas dan kedua sisi samping pintu. Lorong ini dibuat agar tikus tidak dapat membuka pintu masuk untuk keluar dari perangkap. Pemasangan daun pintu harus tepat menyentuh dasar perangkap, sehingga tidak terdapat celah antara daun pintu dengan bagian dasar perangkap. Hal ini dibuat agar tikus tidak mudah untuk membuka pintu masuk lalu keluar dari perangkap melalui celah antara daun pintu dengan bagian dasar perangkap. Selain itu pemasangan lorong pelindung pintu masuk harus menutupi seluruh bagian pintu. Pintu dipasang tidak terlalu kencang pada saat diikat, agar pintu mudah untuk dibuka pada saat didorong oleh tikus untuk mengambil umpan di dalam perangkap. Pintu yang diikat kuat menyebabkan pintu menjadi sulit untuk terbuka pada saat didorong oleh tikus, sehingga tikus enggan untuk masuk ke dalam perangkap.

Gambar 8. Perangkap No.3 (a) tampak atas, (b) tampak samping, (c) tampak depan, (d) tampak belakang

(a) (b)

(30)

Perangkap No.3 (Gambar 8) memiliki pintu masuk yang menutup ke samping. Pada dasarnya prinsip pintu masuk pada perangkap No.3 sama dengan perangkap No.2, hanya berbeda posisi pada saat pintu tertutup. Selain itu, daun pintu masuk perangkap dipastikan harus menyentuh dinding lorong pelindung pintu dengan rapat agat tikus tidak dapat membuka pintu untuk keluar dari perangkap. Pada bagian ujung daun pintu yang berada di luar perangkap diberi pegas agar pintu dapat menutup kembali setelah tikus masuk ke dalam perangkap. Pegas yang dipasang tidak boleh terlalu keras karena dapat menghambat masuknya tikus ke dalam perangkap, sehinggga mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Selain itu pada saat pemasangan perangkap harus dipastikan bahwa pintu berfungsi dengan sempurna yaitu pintu dapat menutup kembali hingga rapat. Hal ini penting agar tikus tidak dapat membuka pintu perangkap lalu keluar dari perangkap. Pintu tidak menutup dengan rapat membuat tikus keluar dari perangkap, dengan cara memasukkan moncongnya ke sela–sela pintu yang tidak tertutup rapat.

Gambar 9. Perangkap No.4 (a) tampak samping, (b) tampak atas, (c) tampak depan, (d) tampak belakang

Perangkap No.4 (Gambar 9) memiliki pintu masuk yang terdiri dari dua daun pintu yang saling bersilangan menyamping, sehingga pintu saling tumpang

(a) (b)

(31)

tindih pada bagian ujung daun pintu membentuk sudut ke dalam perangkap. Pada perangkap tipe ini kedua pintu harus saling menutupi. Hal ini dilakukan agar tikus tidak bisa membuka pintu untuk keluar dari perangkap. Bila tikus berusaha untuk keluar dengan cara mendorong salah satu pintu, maka pintu kedua akan menutup lorong pelindung. Demikian juga sebaliknya, sehingga tikus tidak dapat keluar dari perangkap.

Pintu masuk dibuat agak lebar dengan tinggi 5 cm, dan lebar 7 cm, serta memiliki panjang 10 cm. Pintu masuk dibuat lebih lebar untuk memudahkan pemasangan daun pintu dan memudahkan tikus untuk masuk ke dalam perangkap. Pada bagian pintu dipasang pelindung yang terbuat dari ram kawat berbentuk balok yang menutupi seluruh bagian pintu dan membentuk lorong. Pemasangan pelindung harus tepat menutupi seluruh daun pintu. Panjang lorong pelindung harus lebih panjang dari pada panjang daun pintu. Hal ini dibuat agar tidak terdapat celah, yang dapat memudahkan tikus untuk keluar dari perangkap.

Perilaku Tikus pada Pengujian di Laboratorium dan di Permukiman

Pada pengujian di laboratorium, saat pertama kali dilepaskan ke arena pengujian, tikus akan berlari mengelilingi arena untuk mengenali lingkungan sekitar arena pengujian. Setelah beberapa saat, tikus akan masuk ke dalam bumbung bambu yang telah disediakan, untuk bersembunyi. Pada umumnya tikus yang berukuran besar atau memiliki bobot tubuh lebih dari 100 g akan lebih aktif bergerak dari pada tikus yang berukuran kecil atau memiliki bobot kurang dari 100 g.

Pada pengujian di laboratorium, setelah pengujian terjadi penurunan bobot tubuh tikus sebesar 2-25 g atau mengalami peningkatan bobot tubuh sebesar 3-10 g. Penurunan bobot tubuh tikus terjadi pada pengujian terhadap individu tikus atau pada pengujian tanpa umpan di luar perangkap. Pada keadaan ini, tikus tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar arena pengujian dan mengalami cekaman sehingga tikus enggan untuk makan, hal ini menyebabkan penurunan bobot tubuh tikus. Sedangkan peningkatan bobot tubuh tikus terjadi pada pengujian terhadap populasi tikus atau pengujian dengan umpan diluar perangkap. Pada pengujian ini tikus dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan tikus

(32)

tidak mengalami cekaman, sehingga tikus tidak bermasalah dengan pola makan, hal ini menyebabkan terjadinya peningkat bobot tubuh tikus.

Setelah tikus tenang dan masuk ke dalam bumbung bambu, perangkap mulai dimasukkan ke dalam arena pengujian, dan ditutup dengan menggunakan kain berwarna hitam, agar suasana di dalam arena pengujian menjadi gelap. Tikus rumah termasuk hewan yang bersifat nokturnal atau aktif pada malam hari sehingga suasana di dalam arena pengujian harus gelap.

Tikus mulai aktif mencari pakan pada malam hari dengan mengitari arena pengujian. Setelah tikus mulai tertarik terhadap umpan yang ada di dalam perangkap, tikus mulai mengitari perangkap untuk mencari pintu masuk ke dalam perangkap, sehingga lorong menuju pintu masuk dapat membantu tikus menemukan pintu masuk perangkap. Setelah menemukan pintu masuk tikus akan mencoba masuk ke dalam perangkap. Jika tikus merasa kesulitan masuk ke dalam perangkap, maka tikus akan pindah ke perangkap lain untuk mencari makanan.

Pada umumnya tikus lebih menyukai perangkap yang berada di belakang mulut bumbung bambu tempat persembunyian tikus, dan berada bagian pojok arena pengujian. Pengacakan perangkap tidak memberikan banyak pengaruh terhadap hasil pemerangkapan. Tikus dapat beradaptasi dengan perangkap setelah tiga kali perlakuan. Hal ini dapat terlihat dari hasil pemerangkapan, dimana tikus sulit untuk ditangkap, atau tikus mampu keluar dari perangkap.

Tikus rumah akan mengacak–acak umpan yang tersedia di dalam perangkap, dan mengerat sebagian saja. Setelah tertangkap biasanya tikus akan meninggalkan bekas berupa bau urin di sekitar perangkap. Hal ini dilakukan untuk memberi tanda kepada tikus lain bahwa perangkap yang telah dimasuki berbahaya, oleh karena itu dari beberapa hari pemerangkapan, hanya efektif pada malam pertama saja.

Untuk menghilangkan bau urin di sekitar perangkap, cara yang dapat dilakukan adalah mencuci perangkap hingga bersih agar bau urin di sekitar perangkap hilang. Perangkap dapat dicuci dengan menggunakan sabun, lalu dibilas menggunakan air bersih hingga bau urin hilang atau perangkap dicuci dengan menggunakan air panas, karena dapat menghilangkan bau yang ada pada

(33)

perangkap. Setelah dicuci bersih untuk menghilangkan bau urin, perangkap dapat digunakan kembali.

Pada pengujian di laboratorium pencucian perangkap, tidak berpengaruh terhadap hasil pemerangkapan. Pada pengujian di permukiman, pencucian perangkap menggunakan air panas dapat mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Dengan demikian untuk aplikasi di permukiman, perangkap harus dicuci dengan menggunakan air panas sebelum digunakan kembali.

Pada pengujian di permukiman, pada perlakuan malam pertama tikus akan mengenali keberadaan perangkap, dan tikus biasanya tidak mudah untuk tertangkap. Tikus mulai tertangkap pada malam ke-3 dan atau malam ke-5. Keberhasilan pemerangkapan pada malam ke-7 sangat rendah apabila perangkap telah berhasil menangkap tikus pada pemerangkapan malam ke-3. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perangkap hanya efektif digunakan untuk 2 kali pemerangkapan. Untuk pemerangkapan berikutnya sebaiknya digunakan perangkap model lain.

Keefektifan Perangkap pada Pengujian di Laboratorium

Perangkap hasil rancangan diuji di laboratorium untuk mengetahui keefektifan perangkap sebelum diaplikasikan di permukiman. Pengujian dilakukan pada individu dan populasi tikus, serta menguji pengaruh umpan di luar perangkap terhadap keefektifan perangkap. Pengujian dilakukan terhadap perangkap hasil rancangan kemudian dibandingkan dengan perangkap yang banyak beredar di masyarakat. Pengujian dengan umpan di luar perangkap dilakukan untuk mengetahui apakah tikus lebih tertarik pada perangkap atau umpan yang ada di luar perangkap, sehingga dapat diketahui ketertarikan tikus terhadap perangkap hasil rancangan. Pada aplikasi perangkap di permukiman, banyak ditemukan pakan atau umpan yang berada di luar perangkap. Keadaan ini dapat mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan.

Keefektifan Perangkap terhadap Individu Tikus

Pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu tikus dapat diketahui rata–rata hasil pemerangkapan (Tabel 1). Keberhasilan

(34)

pemerangkapan pada perlakuan dengan umpan di luar perangkap tidak berbeda nyata antar perangkap. Hal yang berbeda terjadi pada perlakuan tanpa umpan di luar perangkap. Hasil tangkapan pada perlakuan dengan umpan di luar perangkap, berbeda nyata dengan perlakuan tanpa umpan di luar perangkap. Selain itu terjadi penurunan jumlah tangkapan dari 5,25 (tanpa pakan di luar perangkap) menjadi 1,25 (dengan pakan).

Tabel 1. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu tikus

Jenis perangkap Hasil pemerangkapan ± SD

(a)  

Tanpa umpan di luar Dengan umpan di luar Perangkap No.1 4,25 ± 1,50b 0,75 ± 1,50a Perangkap No.2 0,50 ± 0,58a 0,25 ± 0,50a Perangkap No.3 0,50 ± 1,00a 0,25 ± 0,50a Perangkap No.4 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a

Jumlah(b) 5,25a 1,25b

(a): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5%

(b): Angka pada baris jumlah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf α=5%

Pada pengujian tanpa umpan ini perangkap No.1 menunjukkan hasil pemerangkapan yang tertinggi dan berbeda nyata dengan perangkap lain. Perangkap No.1 memiliki pintu yang agak terbuka, sehingga tikus dapat dengan mudah menemukan jalan untuk masuk ke dalam perangkap dan mengambil umpan yang ada di dalamnya. Hewan uji yang berjumlah satu ekor tikus untuk setiap arena memungkinkan tikus hanya masuk satu perangkap saja pada setiap perlakuan.

Perangkap No.2 dan No.3, dapat menangkap tikus dalam jumlah yang sama. Hal ini dapat terjadi karena bentuk pintu masuk pada kedua perangkap ini relatif sama, hanya ada sedikit perbedaan posisi pintu saat tertutup. Hal ini menunjukkan bahwa tikus lebih tertarik pada perangkap dengan pintu masuk yang terbuka. Pada perangkap No.2 dan No.3 memiliki pintu masuk yang tertutup, akan menyulitkan tikus untuk masuk ke dalam perangkap, sehingga, tikus kurang

(35)

tertarik pada perangkap No.2 dan No.3 karena harus mendorong pintu untuk masuk ke dalam perangkap. Hal ini menyebabkan tikus beralih ke perangkap No.1 yang pintu masuknya lebih terbuka.

Tikus tidak tertarik untuk masuk perangkap No.4, hal ini dapat dilihat dari ketidakberhasilan pemerangkapan pada perangkap No.4 (tidak ada tikus yang terperangkap). Bentuk pintu yang bersilangan dan saling tumpang tindih, tidak menarik bagi tikus untuk masuk. Tikus rumah lebih menyukai bentuk pintu masuk perangkap yang terbuka lebar atau agak terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa tikus kurang tertarik untuk mendorong pintu dan mengambil umpan di dalam perangkap, atau tikus kesulitan untuk mendorong pintu dan masuk ke dalam perangkap, sehingga tikus lebih tertarik pada perangkap lain yang paling mudah dimasukinya.

Pada perlakuan dengan umpan di luar perangkap, hasil pemerangkapan dari perangkap No.1 merupakan yang tertinggi, namun tidak berbeda nyata dengan perangkap lain. Selain itu rata–rata keberhasilan pemerangkapan kurang dari satu. Pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan terhadap individu tikus menunjukkan hasil yang berbeda, sehingga dapat diketahui bahwa tikus lebih tertarik pada umpan di luar perangkap, dari pada umpan yang ada di dalam perangkap. Selain itu jumlah hewan uji yang digunakan hanya satu ekor tikus untuk setiap arena pengujian, sehingga dapat mempengaruhi jumlah tikus yang terperangkap. Biasanya, setelah tikus kenyang mengonsumsi umpan yang ada di luar perangkap, maka tikus akan masuk kembali ke dalam bumbung bambu untuk bersembunyi, sehingga mengurangi keberhasilan pemerangkapan.

Pada pengujian ini tikus tertarik pada perangkap yang sama dalam setiap ulangan. Pencucian perangkap untuk menghilangkan bau yang ditinggalkan pada perangkap dan perubahan posisi perangkap tidak banyak mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Pada perlakuan ini tikus jantan lebih aktif untuk bergerak ketika pertama kali dimasukkan ke dalam arena pengujian. Setelah dilakukan pengujian tikus rumah yang digunakan mengalami penurunan bobot tubuh, yaitu antara 2-25 g. Hal ini menunjukkan bahwa tikus mengalami cekaman pada saat tertangkap, sehingga tikus hanya makan sedikit umpan di dalam perangkap dan lebih banyak mengacak–acak umpan yang ada.

(36)

Perubahan posisi perangkap dan posisi peletakan pakan di luar perangkap, juga tidak berpengaruh terhadap keberhasilan pemerangkapan, sehingga pada aplikasi perangkap di permukiman, sebaiknya umpan yang digunakan lebih menarik dari pada sumber pakan yang terdapat di sekitarnya. Selain itu, perangkap sebaiknya diletakkan agak jauh dari sumber makanan.

Selanjutnya, perangkap hasil rancangan diuji kembali dan dibandingkan hasilnya dengan perangkap yang banyak digunakan untuk mengendalikan tikus di permukiman. Pengujian dilakukan terhadap individu tikus. Rata–rata hasil pemerangkapan dapat dilihat pada Tabel 2. Pada pengujian ini hasil pemerangkapan perangkap hasil rancangan tidak begitu terlihat berbeda bila dibandingkan dengan perangkap pembanding. Sehingga dapat diketahui bahwa keefektifan perangkap hasil rancangan tidak berbeda dengan perangkap yang banyak digunakan untuk mengendalikan tikus di permukiman. Selain itu, jumlah tangkapan pada perlakuan tanpa umpan di luar perangkap tidak berbeda nyata dengan perlakuan dengan umpan di luar perangkap.

Tabel 2. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan dengan perangkap pembanding terhadap individu tikus

Jenis perangkap Hasil pemerangkapan ± SD

(a)

Tanpa umpan di luar Dengan umpan di luar Perangkap No.1 1,00 ± 1,41ab 0,00 ± 0,00a Perangkap No.2 0,75 ± 1,50ab 0,00 ± 0,00a Perangkap No.3 0,25 ± 0,50a 0,00 ± 0,00a Perangkap No.4 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a

Havahart live-trap 1,50 ± 0,58ab 1,25 ± 1,89ab Multiple capture live-trap 0,75 ± 0,96ab 2,00 ± 2,16b Single capture live-trap 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a Tomahawk live-trap 1,50 ± 0,53ab 1,50 ± 0,53ab

Jumlah(b) 5,75a 4,75a

(a): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5%

(b): Angka pada baris jumlah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf α=5%

(37)

Pada perlakuan tanpa umpan di luar perangkap, perangkap jenis Havahart live-trap dan Tomahawk live-trap dapat menangkap tikus lebih banyak dari pada

perangkap lain, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Kedua perangkap ini memiliki pintu yang terbuka lebar sehingga memudahkan tikus untuk menemukan umpan yang ada di dalamnya. Selain itu perangkap ini memiliki pengunci yang sangat kuat sehingga tikus yang tertangkap tidak dapat lolos dari perangkap. Hewan uji, yang berjumlah satu ekor untuk setiap arena menyebabkan tikus yang sudah tertangkap tidak dapat keluar untuk kemudian masuk ke perangkap lain. Pada beberapa perlakuan ditemukan bekas tikus yang terperangkap. Kejadian ini terlihat dengan adanya bekas umpan yang diacak–acak tikus, tetapi tidak ada tikus yang tertangkap.

Pada perlakuan dengan umpan di luar perangkap, keberhasilan pemerangkapan tertinggi terdapat pada multiple capture live-trap, dan berbeda

nyata dengan perangkap lainnya. Pada pengujian ini pakan di luar perangkap sangat mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa perangkap pembanding tidak berbeda nyata dengan perangkap hasil rancangan. Selain itu, pada pengujian ini tidak ada tikus yang masuk pada perangkap hasil rancangan. Hal ini menunjukkan bahwa tikus lebih tertarik pada pakan di luar perangkap dari pada umpan yang terdapat di dalam perangkap.

Pada pengujian ini tikus dapat beradaptasi dengan perangkap yang ada yaitu setelah pengujian berlangsung 2–3 hari. Hal ini terlihat dari bekas perangkap yang dimasuki oleh tikus yaitu umpan yang diacak–acak, sehingga dapat diketahui bahwa perangkap hanya efektif digunakan untuk dua sampai tiga kali pemerangkapan. Untuk pemerangkapan berikutnya sebaiknya digunakan perangkap jenis lain untuk mencegah terjadinya efek jera perangkap.

Pada pengujian ini posisi perangkap sangat menentukan keberhasilan pemerangkapan. Tikus tertarik untuk masuk perangkap yang berada di sekitar tempat persembunyiannya, yaitu posisi perangkap yang terletak di depan mulut bumbung bambu tempat tikus bersembunyi. Selain itu keberhasilan pemerangkapan juga dipengaruhi oleh posisi perangkap terhadap tempat persembunyian tikus. Pada beberapa ulangan tikus masuk pada perangkap yang

(38)

berbeda pada posisi yang sama dengan perangkap yang dimasuki tikus pada hari sebelumnya.

Posisi perangkap terhadap tempat persembunyian tikus dan letak pakan di luar perangkap tidak mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Tikus memiliki jalur yang tetap untuk berpindah tempat, sehingga tikus biasanya akan masuk perangkap yang sama atau perangkap yang letaknya sama dengan perangkap yang pernah dimasuki sebelumnya.

Dari pengujian ini diketahui bahwa keefektifan perangkap hasil rancangan tidak berbeda nyata dengan perangkap pembanding, sehingga perangkap hasil rancangan dapat digunakan untuk mengendalikan tikus rumah di permukiman.

Keefektifan Perangkap terhadap Populasi Tikus

Setelah diuji terhadap individu tikus, selanjutnya perangkap hasil rancangan diuji keefektifannya terhadap populasi tikus. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan jumlah tikus yang tertangkap pada masing–masing perangkap. Hasil tangkapan pada perlakuan tanpa umpan di luar perangkap berbeda nyata dengan umpan di luar perangkap. Selain itu terjadi penurunan jumlah tangkapan, dari 39,25 (tanpa umpan di luar perangkap), menjadi 20,25 (dengan umpan di luar perangkap). Hal ini menunjukkan bahwa umpan di luar perangkap mempengaruhi hasil tangkapan perangkap. Rata–rata hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap terhadap populasi tikus dapat dilihat pada Tabel 3.

Pada pengujian terhadap populasi tikus tanpa umpan di luar perangkap, perangkap No.2 paling banyak menangkap tikus, dibandingkan dengan perangkap lain. Keberhasilan pemerangkapan pada perangkap No.2 tidak berbeda nyata dengan perangkap No.1 dan No.3 serta berbeda nyata dengan perangkap No.4.

Pada pengujian ini tikus lebih tertarik untuk mendorong pintu masuk perangkap. Hasil pengujian keefektifan perangkap pada populasi tikus berbeda dengan hasil pada individu tikus. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah hewan uji yang digunakan. Pada pengujian populasi, hewan uji yang digunakan sebanyak 10 ekor untuk setiap arena, sehingga penyebaran tikus hampir merata untuk setiap

(39)

perangkap. Sebagian besar tikus tertarik pada perangkap No.2 dari pada perangkap No.1 dengan pintu masuk yang lebih terbuka.

Tabel 3. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap terhadap populasi tikus

Jenis perangkap Hasil pemerangkapan ± SD

(a)

Tanpa umpan di luar Dengan umpan di luar Perangkap No.1 13,50 ± 10,34bc 5,00 ± 6,38abc Perangkap No.2 16,00 ± 10,70c 12,50 ± 10,02bc Perangkap No.3 8,25 ± 6,13abc 4,75 ± 3,40ab Perangkap No.4 1,50 ± 1,91a 0,00 ± 0,00a

Jumlah(b) 39,25a 20,25b

(a): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5%

(b): Angka pada baris jumlah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf α=5%

Pada beberapa pengamatan tikus sebenarnya sudah masuk pada perangkap No.1 namun dapat meloloskan diri lalu masuk pada perangkap No.2. Hal ini dapat dilihat dari bekas umpan yang diacak-acak pada perangkap No.1 (Gambar 10), tetapi tidak ada tikus yang tertangkap. Hal yang sama juga terjadi pada perangkap No.4.

(40)

Pada pengujian ini tidak semua tikus yang terdapat pada arena masuk ke dalam perangkap. Pada setiap ulangan kisaran tikus yang masuk perangkap dari 2 sampai 10 ekor dan tersebar di beberapa perangkap. Pada pengujian ini dapat diketahui bahwa satu perangkap dapat menangkap hingga 10 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Kejadian ini terjadi pada perangkap No. 2, yaitu dalam satu kali pemerangkapan dapat menangkap hingga 10 ekor tikus. Hewan uji yang terdapat pada arena, sebagian besar adalah tikus betina. Hal ini terjadi karena pemilihan hewan uji dilakukan secara acak. Selain itu sebagian besar tikus yang digunakan adalah tikus betina. Pada setiap arena, hanya terdapat 2 sampai 5 ekor tikus jantan. Pada beberapa ulangan, hanya sebagian dari populasi tikus yang terperangkap dan umumnya adalah tikus betina serta memiliki ukuran tubuh yang kecil. Diketahui bahwa tikus betina lebih mudah ditangkap dari pada tikus jantan. Pada beberapa pengujian ada tikus yang mati dalam perangkap. Tikus yang mati biasanya tikus jantan dan mati dengan banyak luka di sekitar tubuhnya akibat berkelahi dengan tikus jantan lainnya.

Keberhasilan pemerangkapan cenderung untuk menurun, pada setiap perlakuan. Pada perlakuan pertama banyak tikus yang tertangkap, namun akan terus turun pada perlakuan berikutnya. Keberhasilan pemerangkapan sangat tinggi pada perlakuan hari pertama hingga hari ketiga, selanjutnya cenderung untuk turun.

Pada pengujian dengan pakan di luar perangkap, perangkap No. 2 merupakan perangkap yang paling banyak menangkap tikus bila dibandingkan dengan perangkap lain serta tidak berbeda nyata dengan hasil pemerangkapan pada pengujian tanpa umpan di luar perangkap. Hal ini menunjukkan bahwa tikus lebih tertarik pada perangkap dengan tipe pintu masuk tertutup. Selain itu pintu masuk yang mudah dibuka saat tikus mulai masuk ke dalam perangkap juga mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan.

Populasi hewan uji yang digunakan, memungkinkan tikus untuk tersebar pada beberapa perangkap. Selain itu diduga bahwa tikus yang masuk perangkap adalah tikus yang tidak mendapatkan pakan di luar perangkap, sehingga tikus masuk perangkap untuk mendapatkan pakan. Hal ini terlihat dari hasil tangkapan yang umumnya adalah tikus yang berukuran kecil. Tikus yang

(41)

berukuran besar menguasai umpan yang ada di luar perangkap, sehingga tikus lain tidak dapat mengmbil umpan. Hal ini menyababkan tikus terpaksa mengambil umpan yang terdapat di dalam perangkap. Pada beberapa ulangan tikus yang berukuran besar juga masuk ke dalam perangkap. Pada kejadian ini tikus tertarik pada umpan yang ada di dalam perangkap, kemudian tikus berusaha mengambil umpan lalu terperangkap.

Sebagian dari populasi tikus pada arena sulit untuk diperangkap dan hanya bersembunyi di dalam bumbung bambu. Posisi perangkap terhadap tempat persembunyian tikus dan pakan di luar perangkap juga dapat mempengaruhi keberhasilan pemerangkapan. Biasanya tikus masuk pada perangkap yang agak jauh dari tempat persembunyian dan tidak terlalu jauh dari letak pakan diluar perangkap. Dapat diketahui bahwa pada saat aplikasi perangkap di permukiman sebaiknya perangkap dipasang di sekitar sumber makanan, yaitu di tempat–tempat yang dicurigai sebagai jalur masuknya tikus. Diusahakan agar jumlah umpan yang digunakan cukup banyak dan lebih menarik untuk tikus, sehingga tikus tertarik pada perangkap dari pada pakan yang ada di luar perangkap.

Setelah pengujian individu dari perangkap hasil rancangan terhadap perangkap yang banyak digunakan masyarakat untuk mengendalikan tikus rumah di permukiman, pengujian dilakukan terhadap populasi tikus. Rata–rata hasil pemerangkapan pada pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil pemerangkapan menunjukkan hasil yang berbeda nyata antar perangkap yang diuji. Jumlah tangkapan pada pengujian dengan umpan di luar perangkap, terdapat perbedaan dengan pengujian tanpa umpan di luar perangkap, namun secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata pengujian. Namun, terjadi penurunan hasil tangkapan yaitu dari 37,00 (tanpa umpan di luar perangkap) menjadi 34,50 (dengan umpan di luar perangkap). Hal ini menunjukkan bahwa umpan di luar perangkap berpengaruh terhadap hasil pemerangkapan.

Keberhasilan pemerangkapan yang tertinggi pada pengujian tanpa umpan di luar perangkap, adalah multiple capture live-trap dan berbeda nyata dengan

perangkap lain dan pada pengujian dengan umpan di luar perangkap. Sehingga diketahui bahwa umpan di luar perangkap mempengaruhi hasil tangkapan. Seperti

(42)

pada pengujian terhadap individu tikus, pada populasi tikus cenderung lebih menyukai bentuk pintu masuk perangkap yang agak terbuka, sehingga memudahkan tikus untuk masuk ke dalam perangkap.

Pada perangkap hasil rancangan, keberhasilan pemerangkapan yang tertinggi, terdapat pada perangkap No. 2. Keberhasilan pemerangkapan ini tidak berbeda nyata dengan perangkap jenis Havahart live-trap dan Tomahawk live-trap. Dari pengujian ini perangkap No. 2 cukup efektif digunakan untuk

mengendalikan tikus rumah di permukiman. Pada pengujian ini keberhasilan pemerangkapan pada perangkap Tomahawk live-trap dan Havahart live-trap tidak

berbeda. Kedua perangkap ini hanya dapat menangkap 1 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan.

Tabel 4. Hasil pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap hasil rancangan dengan perangkap pembanding terhadap populasi tikus

Jenis perangkap Hasil pemerangkapan ± SD

(a)

Tanpa umpan di luar Dengan umpan di luar Perangkap No.1 3,00 ± 3,56bc 1,75 ± 2,36abc Perangkap No.2 8,75 ± 4,50ef 7,75 ± 6,08def Perangkap No.3 0,25 ± 0,50ab 1,75 ± 2,22abc Perangkap No.4 0,00 ± 0,00a 0,00 ± 0,00a

Havahart live-trap 4,75 ± 1,23bcde 5,00 ± 0,82cde Multiple capture live-trap 15,0 ± 7,02g 11,25 ± 2,06f Single capture live-trap 1,25 ± 1,89abc 2,00 ± 1,41abc Tomahawk live-trap 4,00 ± 2,70abcd 5,00 ± 2,16cde

Jumlah(b) 37,00a 34,50a

(a): Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5%

(b): Angka pada baris jumlah yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf α=5%

Pada beberapa pemerangkapan tikus dapat lolos dari multiple capture live-trap dengan cara menjebol pintu keluar perangkap atau menjebol dinding

(43)

dan pintu keluar perangkap serta bekas umpan yang diacak-acak tikus. Kerusakan ini diakibatkan oleh bahan pembuat perangkap yang berkualitas rendah sehingga mudah dirusak oleh tikus. Selain itu tikus dapat keluar dari perangkap melalui pintu masuk perangkap. Tikus keluar dengan memanfaatkan celah di antara pintu masuk untuk keluar dari perangkap. Kejadian seperti ini sering terjadi pada pemerangkapan tikus di permukiman.

Gambar 11. Pintu keluar multiple capture live-trap yang dirusak tikus (a) dan

umpan yang diacak-acak (b)

Pada pengujian dengan pakan di luar perangkap, diketahui bahwa single capture live–trap, Havahart live–trap dan Tomahawk live–trap, mampu

menangkap 2 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Selain itu, diketahui bahwa kedua tikus yang terperangkap, adalah sepasang tikus yang masuk dalam satu perangkap secara bersamaan. Sedangkan pada pengujian sebelumnya, ketiga perangkap ini hanya dapat menangkap 1 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa perangkap tipe single live-trap dapat menangkap

lebih dari 1 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan, bila tikus yang terperangkap masuk secara bersamaan.

Selain itu pada beberapa ulangan juga ditemukan perangkap jenis

Havahart live-trap dan Tomahawk live-trap dengan pintu tertutup tetapi tidak ada

tikus yang tertangkap serta umpan yang ada di dalam perangkap tidak diacak-acak. Pintu masuk perangkap yang sangat sensitif dapat membuat pintu masuk perangkap tertutup dan terkunci akibat adanya guncangan. Pada aplikasi di permukiman sebaiknya perangkap jenis ini dipasang pada tempat dengan sedikit

(44)

gangguan atau sedikit guncangan, karena sensor penutup pintu masuk yang sangat sensitif terhadap guncangan dan gangguana dari aktivitas lain.

Pada pengujian tanpa umpan di luar perangkap rata – rata bobot tikus yang diuji naik sekitar 1-3 g setelah perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa tikus yang digunakan tidak mengalami cekaman dan dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitar arena pengujian.

Keefektifan Perangkap di Permukiman

Pada pengujian semi lapang di laboratorium menunjukkan bahwa perangkap No.2 merupakan perangkap yang menunjukkan hasil yang baik, sehingga perangkap tersebut digunakan untuk pengujian keefektifan perangkap di permukiman. Selain itu digunakan multiple capture live–trap sebagai perangkap

pembanding dalam pengujian ini.

Pengujian ini dilakuan di tiga lokasi yang berbeda. Pengujian pertama dilakukan di Kampung Sawah RT07/RW02, Desa Petir, Kecamatan Darmaga. Lokasi ini merupakan daerah pedesaan. Dari hasil survei di lokasi ini diketahui bahwa banyak terjadi serangan tikus rumah di perumahan penduduk. Pengujian berikutnya dilakukan di lokasi yang tidak jauh dari lokasi pengujian pertama, yaitu di Kampung Babakan RT05/RW02, Desa Petir, Kecamatan Darmaga. Keadaan pada lokasi ini tidak jauh berbeda dengan lokasi pengujian sebelumnya. Pengujian ketiga dilakukan di Babakan Fakultas RT03/RW04, Kelurahan Tegallega, Kota Bogor Timur. Wilayah ini merupakan perkotaan dan padat penduduk, selain itu wilayah ini terletak pada jarak yang cukup jauh dari kedua wilayah sebelumnya. Keberhasilan pemerangkapan pada pengujian perangkap di permukiman dapat dilihat pada Tabel 5. Keberhasilan pemerangkapan pada pengujian di permukiman tidak berbeda nyata antar perangkap dan lokasi pemerangkapan.

Dari pengujian ini diketahui bahwa rata–rata keberhasilan pemerangkapan pada perangkap No.2 tidak berbeda nyata dengan multiple capture live-trap.

Pada pengujian di Kampung Sawah jumlah tikus yang tertangkap pada perangkap No.2 lebih banyak bandingkan dengan perangkap multiple capture live-trap dan

(45)

Babakan Fakultas, namun tidak berbeda nyata dengan pada pengujian di lokasi yang sama. Selain itu diketahui bahwa perangkap No.2 mampu menangkap 3 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan, sedangkan multiple capture live-trap hanya

dapat menangkap 1 ekor tikus dalam sekali pemerangkapan. Dengan demikian diketahuai bahwa perangkap No.2 lebih efektif dari multiple capture live-trap

yang merupakan perangkap yang banyak digunakan masyarakat untuk mengendalikan tikus di permukiman.

Tabel 5. Keberhasilan pemerangkapan pada pengujian keefektifan perangkap di permukiman

Lokasi

Jenis perangkap±SD(a)

Rata-rata(b) Multiple capture

live-trap Perangkap No.2

Babakan Fakultas 0,00±0,00a 0,00±0,00a 0,00b Kampung Babakan 0,73±2,51a 1,45±3,39ab 1,09ab Kampung Sawah 1,45±3,39ab 3,84±8,54b 2,64a

Rata-rata(c) 0,73a 1,76a

(a) : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5%

(b) : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5%

(c) : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan selang berganda Duncan pada taraf α = 5%

Pada pengujian ini diketahui bahwa tikus akan terperangkap pada perlakuan malam ke-3 dan malam ke-5. Pada pengujian malam pertama, biasanya tikus hanya melewati perangkap begitu saja atau, mengamati perangkap dengan mengitarinya. Pada malam berikutnya, setelah merasa aman tikus akan berusaha untuk masuk ke dalam perangkap. Jika tikus sudah tertangkap, maka pada pemerangkapan berikutnya tikus lain menjadi sulit untuk ditangkap, sehingga sebaiknya perangkap yang telah menangkap tikus dicuci menggunakan air panas untuk menghilangkan sisa bau urin dan feses tikus serta bekas rambut.

Selain itu, pada pengujian ini diketahui bahwa titik pemasangan perangkap yang telah berhasil menangkap tikus, pada pengujian berikutnya tidak ada tikus yang tertangkap. Setelah dibiarkan beberapa hari kemudian dipasang perangkap yang berbeda pada titik pemasangan perangkap yang sama, tikus dapat tertangkap kembali. Dari hasil pengujian ini diketahui bahwa, setelah tikus tertangkap oleh suatu perangkap, sebaiknya perangkap diganti dengan model lain untuk mencegah

Gambar

Gambar 1. Arena pengujian
Gambar 2. Havahart live - trap
Gambar 3. Multiple-capture live-trap  3. Single-capture live-trap (perangkap hidup tunggal)
Gambar  6.  Perangkap No.1 (a) tampak samping, (b) tampak atas, (c) tampak  depan (d) tampak belakang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dari perancangan ini diperlukan feedback dari satelit sebagai pengontrol alat pada stasiun bumi yaitu dengan cara

Untuk memulai monitoring, user bisa memilih button “Start”, jika ingin menghentikan user bisa memilih button “Stop”, button “Grafik” untuk menampilkan data secara grafik

Dengan teknologi ini tidak hanya mungkin tetapi mudah menggabungkan beberapa komputer dalam jumlah yang besar yang terhubung satu sama lain.Hal tersebut kita sebagai jaringan

Kaliakah merupakan Desa yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani baik petani perkebunan, persawahan dan juga sebagai peternak. Sasaran dalam pelaksanaan

Tampaknya nilai kesantunan bertutur dalam masyarakat pesisir telah terjadi pergeseran bila dibandingkan dengan kesantunan normatif yang terjadi dalam masyarakat Jawa

POWER OUTPUT/LEVEL: Dari Gambar 3 yang kelewat disederhanakan itupun bisa dilihat bahwa karena jarak yang harus di”jangkau” (dari titik TX sampai ke titik pantul di ionosfir)

Proses sebaliknya tentunya harus dilakukan kalau coverage tidak bisa 'nyampai ke 10 M (lilitan bagian atas kudu sedikit dirapatkan), walaupun kaya'nya cakupan di 80-40 M lah

Kelompok Kerja Peningkatan Jalan SJK - Tua Nanga (DAK + Pendamping) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang / Jasa Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat Tahun Anggaran 2013, akan