• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Analisis Perilaku Keteritorialan Sebagai Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Analisis Perilaku Keteritorialan Sebagai Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI ANALISIS PERILAKU KETERITORIALAN SEBAGAI

POTENSI VITALITY DESA KAMASAN KLUNGKUNG

BALI

OKKY AYU ASOKAWATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Studi Analisis Perilaku Keteritorialan sebagai Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

OKKY AYU ASOKAWATI. Studi Analisis Perilaku Keteritorialan Sebagai Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali. Dibimbing oleh ARIS MUNANDAR.

Indonesia ialah negara yang kaya akan kesenian. Salah satunya ialah kesenian khas Desa Kamasan yaitu kerajinan. Kerajinan yang ada masih terjaga hingga saat ini. Kerajinan menciptakan suatu budaya dan tradisi yang mempengaruhi perilaku keteritorialan dan kebutuhan dasar manusia. Studi ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku keteritorialan, fungsi keteritorialan, kebutuhan dasar manusia, budaya dan tradisi, dan aktivitas masyarakatnya. Informasi yang didapat digunakan untuk menganalisis potensi vitality. Potensi-potensi vitality tersebut digunakan untuk rekomendasi perencanaan tata ruang sebagai pemeliharaan lanskap. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei hingga bulan Agusutus 2014. Metode analisis yang digunakan ialah analisis deskripsi, analisis komparatif serta analisis mental map. Hasil-hasil dari analisis tersebut menunjukkan bahwa Desa Kamasan memiliki potensi vitality berupa keberadaan Berdasarkan hasil penelitian, perilaku keteritorilan (Lang 1987), fungsi keteritorialan (Portoeus 1977) dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia (Maslow 1954) yang masih dapat ditemui dengan cukup mudah. Konsep khas tata ruang yang masih terjaga, mempengaruhi nilai legibility dari mental map yang tinggi. Desa Kamasan sebagai desa pengrajin menjadi potensi tersendiri untuk dimanfaatkan selain itu masyarakatnya sendiri menilai bahwa keberadaan took-toko dan sanggar seni memiliki nilai ekonomi dan historis yang perlu dipertahankan namun terancam keberadaannya. Sehingga untuk tetap terus mempertahankan Desa Kamasan sebagai desa pengrajin dan untuk tetap mempertahankan lokasi-lokasi lainnya direkomendasikan berupa jalur wisata

dengan konsep “Wisata Kerajinan”. Lokasi tapak yang dekat dengan pusat kota juga menjadi keuntungan sabagai area wisata. Pengunjung dapat berjalan sepanjang jalur yang melalui deretan art shop. Selain dapat meningkatkan pendapatan lokal sejak insiden Bom Bali, hal tersebut juga dapat menjaga keberadaan struktur lanskap.

Kata kunci: budaya, jalur wisata, kebutuhan dasar manusia, perilaku keteritorialan, skala Likert

ABSTRACT

OKKY AYU ASOKAWATI. Analysis Study of Territoriality Behavior as Vitality Potential of Kamasan Klungkung District Bali. Supervised by ARIS MUNANDAR.

(5)

spatial planning recommendation as landscape maintenance. The research was conducted from May to Agusutus 2014. The analytical method that used are descriptive analysis, comparative analysis and analysis of mental map. The results of the analysis indicate that Kamasan village has the potential vitality in the form of existence According to the research, territoriality behaviour (Lang 1987), the territoriality function (Portoeus 1977) and the fulfillment of basic human needs (Maslow 1954) which still can be found quite easily. Typical spatial concept that is still exist, affect the legibility value of mental map is high. Kamasan village as rural artisans has its own potential to be used in addition and to the people themselves think that the existence of the art shops and art galleries have historical value and economic value that needs to be maintained but endangered. So as to continue to maintain the village of Kamasan as rural artisans and to retain other locations recommended form of tourist tract with the concept of "Wisata Kerajinan". Site location which close to the city center is also an advantage as tourist area. Visitors can walk along the path through the rows of the art shops. Besides being able to increase local revenue since the Bali bombing incident, it is also able to keep the existence of the structure of the landscape.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Arsitektur Lanskap

STUDI ANALISIS PERILAKU KETERITORIALAN SEBAGAI

POTENSI VITALITY DESA KAMASAN KLUNGKUNG

BALI

OKKY AYU ASOKAWATI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)

® Hak cipta milik IPB, tahun 2015 Hak cipta dilindungi undang-undang

(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang telah dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 dengan judul Studi Analisis Perilaku Keteritorialan Sebagai Potensi Vitality Desa Kamasan Klungkung Bali.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Aris Munandar MS. selaku pembimbing, Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MSc dan Dr. Ir. Indung Siti Fatimah, MSi selaku penguji skripsi, Bapak I Putu Eka Swastika dan Bapak Ida Bagus yang telah membantu penulis selama pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta kakak, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa ucapan terima kasih kepada Bayu Sedana, Faizah Rani, dan I Made Pradnyadana yang telah banyak membantu, Shaibatul Islamiah dan Pretty Meggiesty sebagai teman seperjuangan, teman-teman Lanskap 47 dan keluarga ARL lainnya atas doa dan dukungannya, serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN i

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Kerangka Pikir 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Desa 4

Perilaku Keteritorialan 4

Vitality Lanskap 5

METODE 5

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Bahan dan Alat 7

Batasan Penelitian 7

Metode Penelitian 7

KONDISI UMUM 13

Administrasi dan Geografis 13

Orbitasi 15

Fisiografi 15

Demografi 16

Sejarah Desa 16

HASIL DAN PEMBAHASAN 18

Perilaku Keteritorialan 18

Fungsi Keteritorialan Desa Kamasan 26

(13)

Analisis Persepsi Masyarakat 29

Analisis Komparatif dan Analisis Mental Map 33

Potensi Vitality Desa Kamasan 37

Rekomendasi penataan ruang Desa Kamasan 38

SIMPULAN DAN SARAN 41

DAFTAR PUSTAKA 42

LAMPIRAN 43

(14)

DAFTAR TABEL

Jenis data dan sumber data yang diperlukan 8

Jenis data dan sumber data yang diperlukan 9

Data kebutuhan dasar manusia Desa Kamasan 9

Skor penilaian komponen persepsi masyarakat terhadap aspek

keteritorialan 10

Skor Ideal Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Aspek

Keteritorialan 11

Rating Scale penilaian persepsi masyarakat terhadap aspek

keteritorialan 11

Indeks Jawaban masing-masing kategori terhadap aspek keteritorial 11 Kuisioner penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi Desa Kamasan

yang ingin dipertahankan 12

Deskripsi penilaian Derajat Kepentingan 12

Jarak tempuh menuju Desa Kamasan dari beberapa lokasi 15

Mata pencaharian Penduduk Desa Kamasan 16

Konsep Tri Hita Karana Dalam Susunan Kosmos 20 Konsep Tri Hita Karana dalam susunan kosmos di Desa Kamasan 22 Keberadaan kebutuhan dasar manusia di Desa Kamasan 26 Keberadaan kebutuhan dasar manusia di Desa Kamasan 27 Penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi yang ingin

dipertahankan 29

Penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi yang ingin

dipertahankan 30

Hasil penilaian persepsi masyarakat dengan skala Likert 30 Perbandingan konsep Sangga Mandala dengan kondisi eksisting desa

kamasan dan elemen mental map 35

Analisis mental map Desa Kamasan 35

Analisis mental map Desa Kamasan 36

DAFTAR GAMBAR

Kerangka Pikir Kegiatan Penelitian 3

Peta lokasi penelitian 6

Tahapan Penelitian 7

Pembagian banjar dinas/dusun Desa Kamasan 14

Persentase penggunaan lahan Desa Kamasan 14

Peta penggunaan lahan Desa Kamasan 15

(a) salah satu art shop di Desa Kamasan (b) Wayang Lukis Khas

Kamasan yang berusia lebih dari 400 tahun 17

Konsep geomansi Tri Hita Karana 19

Pembagian ruang berdasar Sanga Mandala 19

(15)

(a) dan (b) Gapura Desa Kamasan, (c) Candi Batas Banjar dan, (d)

Gapura di rumah/community 23

(a) mata air suci tirta seganing, (b) kolam air Pura Tirta Tunggang, 24 (a) bale banjar dan pura dengan gerbang dan pintu terkunci karena

sedang tidak ada kegiatan, sedangkan (b) bale banjar yang dibuka untuk persiapan acara dan Pura Tamansari dengan pintu terbuka

untuk upacara odalan 25

(a) dan (b) kegiatan upacara Odalan di Pura Tamansari Banjar Siku, dan

(c) sesajen/persembahan yang digunakan 26

(a) Salah satu bale banjar di Desa Kamasan, (b) persawahan Desa

Kamasan dan, (c) bank swasta di Desa Kamasan 28 (a) Lapangan Desa Kamasan, (b) Sekolah Dasar Negeri 1 Kamasan, (c)

salah satu sanggar seni, dan (d) jejeran art shop/galeri di Desa

Kamasan 29

Grafik penilaian persepsi masyarakat dengan skala likert 31

Peta wilayah dengan nilai ekonomi 33

Penataan Ruang Berdasarkan Konsep Sanga Mandala 33

Tata ruang eksisting Desa Kamasan 34

Lokasi mental map Desa Kamasan (a) nodes, (b) landmark, (c) path, (d)

district dan (e) edges 37

Peta jalur Wisata"Budaya Kerajinan" Desa Kamasan 40

DAFTAR LAMPIRAN

Kuisioner persepsi masyarakat mengenai keberadaan lokasi yang ingin

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia ialah negara dengan berbagai macam kesenian. Kesenian-kesenian tersebut melahirkan warisan yang masih dipertahankan hingga saat ini. Salah satu warisan yang ada ialah kerajinan. Bentuk-bentuk kerajinan ini sangat beragam dan dipengaruhi oleh banyak hal, salah satunya ialah daerah penghasil kerajinan tersebut. Budaya sangat mempengaruhi ragam hasil kerajinan khususnya pada suatu desa adat. Budaya sendiri merupakan suatu identitas suatu masyarakat sehingga penting untung dijaga dan dipelihara. Desa adat ialah dimana masyarakat yang tinggal di dalamnya masih memegang adat dan tradisi dari nenek moyang mereka. Salah satunya adalah di Kamasan Kabupaten Klungkung Provisi Bali.

Klungkung merupakan bekas kerajaan besar di Bali. Sebagian besar masyarakatnya merupakan pemeluk hindu, sehingga sistem sosial yang digunakan pada saat itu masih dipengaruhi oleh Hinduisme serta sistem kasta seperti di India. Sebagai bekas kerajaan besar yang mana kerajinannya masih bertahan hingga saat ini tentunya akan sangat menarik untuk dikaji, tak terkecuali dengan perilaku keteritorialan yang ada pada masyarakat di desa adat. Selain itu, bangunan dan tradisi pada masyarakat yang masih ada tentunya akan sangat mempengaruhi vitality dari suatu kawasan itu sendiri. Dapat dikatakan bahwa vitality yang masih berlangsung hingga saat ini karena perilaku keteritorialan yang masih sangat kuat pada masyarakat adatnya.

Perilaku keteritorialan ialah mekanisme pembatasan yang melibatkan personalisasi atau penandaan wilayah maupun objek yang dimiliki oleh perseorangan maupun kelompok dan merupakan mekanisme untuk bertahan hidup. Lang (1987) menyimpulkan bahwa definisi perilaku keteritorialan terdapat empat karakter dasar dari suatu teritori yaitu (1) kepemilikan dan tatanan tempat, (2) penandaan wilayah, (3) pertahanan terhadap gangguan, dan (4) kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar, kognitif, dan estetik.

Dalam keteritorialan sendiri selain perilaku keteritorialan terdapat fungsi keteritorialan. Fungsi keteritorialan ialah menurut Porteus (1977) dibagi menjadi beberapa yaitu: (1) keamanan, (2) stimulasi, (3) identitas, (4) pertahanan, dan (5) personalisasi.

Keberadaan suatu teritori dan manyarakat yang menempatinya sangat erat hubungannya dengan kemudahan masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan dan bertahan hidup. Maslow (1954) menyebutkan bahwa kebutuhan dasar manusia antara lain: (1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan keamanan, (3) kebutuhan afiliasi, (4) kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan, (5) kebutuhan akan pengaktualisasian diri, dan (6) kebutuhan kognitif serta estetik. Oleh sebab itu, adanya suatu bentuk tatanan lanskap yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut tentunya akan sangat mendukung masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.

(17)

2

kebahagiaan/kesejahteraan). Tri Hita Karana sendiri diterapkan mulai dari tinggat paling rendah hingga tinggi, mulai dari diri sendiri hingga alam semesta. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak menutup kemungkinan bahwa kekuatan adat tersebut mulai tergerus secara perlahan. Hal tersebut mulai tampak pada beberapa wilayah di sekitar pantai khususnya yang mulai berkembang kebudayaan-kebudayaan barat. Dapat kita lihat bahwa pembangunan di daerah ini sangat pesat, terutama pembangunan di bidang pariwisata. Tidak menutup kemungkinan bahwa lokasi bangunan-bangunan tersebut kurang memperhatikan konsep Tri Hita Karana. Selain itu pusat-pusat perbelanjaan baru dapat kita temui dengan konsep yang hampir sama. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh tren globalisasi dimana banyak turis asing yang berkunjung. Sehingga nilai keunikan dari Bali dengan konsep tata ruang dan wisata belanja mulai berkurang karena dapat ditemui di tempat lain.

Tragedi Bom Bali pertama dan kedua tidak sedikit memberikan pengaruh terhadap pariwisata di Bali. Wisatawan yang berkunjung turun drastis. Bukan hanya dalam bidang pariwisata, bangunan-bangunan di lokasi yang terkena bom harus direvitalisasi. Dampak juga dirasakan di Desa Kamasan yang awalnya menjadi tujuan wisata kerajinan, namun sekarang bisa dikatakan hampir tidak ada pengunjung. Belajar dari peristiwa tersebut, pemerintah daerah seharusnya lebih mempersiapkan saat kondisi-kondisi yang tidak diharapkan terutama terkait dengan vitality suatu kawasan (dalam hal ini kerajinan khas Desa Kamasan). Terlebih Desa Kamasan di Klungkung dapat dikatakan sebagai kawasan strategis kabupaten/kota, yaitu wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkungan kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan (Permen PU 2010). Desa Kamasan dikenal oleh masyarakat luas khususnya para wisatawan sebagai desa para pengrajin. Kerajinan yang dihasilkan merupakan kerajinan khas asli dari desa tersebut. Tentunya hal ini dapat dilihat sebagai suatu potensi kawasan dimana Desa Kamasan sebagai desa pengrajin kerajinan khas memiliki pengaruh yang sangat penting bagi Kabupaten Klungkung, baik dalam bidang ekomoni, sosial, budaya maupun lingkungan.

Studi ini akan mempelajari mengenai perilaku keteritorialan yang ada pada masyarakatnya serta geomansi berdasarkan konsep Tri Hita Karana pada pola tata ruang Desa Kamasan. Selain perilaku keteritorialan, kemampuan masyarakatnya untuk dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, budaya serta kegiatan masyarakatnya juga digunakan sebagai informasi untuk mengetahui suatu vitality atau kualitas lanskap dari Desa Kamasan.. Sehingga dapat menghasilkan suatu rekomendasi untuk penataan ruangnya sebagai kegiatan pengelolaan, pemeliharaan serta revitalisasi kawasan.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. menginventarisasi perilaku keteritorialan yang ada pada Kamasan. 2. mengidentifikasi serta menganalisis vitality atau kualitas lanskap

berdasarkan perilaku keteritorialan.

(18)

3 Manfaat Penelitian

Hasil yang didapat dari penelitian ini ialah :

1. memberikan informasi mengenai faktor-faktor vital yang berhubungan dengan lanskap Desa Kamasan.

2. memberikan rekomendasi penataan ruang bagi lanskap Desa Kamasan serta diharapkan dapat menjadi informasi dan acuan bagi kawasan yang sejenis.

Kerangka Pikir

Kerangka pikir disajikan pada Gambar 1. Kegiatan dimulai dengan inventarisasi mengenai fungsi keteritorialan, perilaku keteritorialan, serta kegiatan masyarakat yang ada. Di samping itu juga mengumpulkan informasi mengenai budaya dan juga sejarahnya. Perilaku keteritorialan yang diinventarisasi berupa empat karakter seperti yang disebutkan oleh Lang. Kuisioner dibagikan kepada penduduk Desa Kamasan untuk melakukan penilaian terhadap perilaku lokasi-lokasi yang ingin dipertahankan. Lalu dianalisis berdasarkan data yang telah didapatkan. Kemudian dilakukan perumusan rekomendasi penataan ruangnya sebagai kegiatan pengelolaan, pemeliharaan serta revitalisasi kawasan.

Gambar 1 Kerangka Pikir Kegiatan Penelitian

Desa Kamasan  Kegiatan Masyarakat Sarana dan prasarana

Analisis

 Deskriptif

 Komparatif

Potensi Vitality di Desa Kamasan

 Perilaku kerteritorialan  Fungsi Keteritorialan dan

Kebutuhan Dasar Manusian

 Sejarah  Budaya

(19)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Desa

Istilah desa dalam Undang-undang No.5 Tahun 1979 ialah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah Camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Sulistyawati dalam Dwijendra (2003) pengertian perumahan pada masyarakat Bali atau secara tradisional disebut dengan desa (adat), merupakan suatu tempat kehidupan yang utuh dan bulat yang terdiri dari 3 unsur, yaitu: unsur kahyangan tiga (pura desa), unsur krama desa (warga), dan karang desa (wilayah). Sedangkan menurut Gelebet dalam Dwijendra (2003) perumahan atau pemukiman tradisional merupakan tempat tinggal yang berpola tradisional dengan perangkat lingkungan dengan latar belakang norma-norma dan nilai-nilai tradisional.

Terwujudnya pola ruang dan pola perumahan pada desa tradisional sebagai lingkungan buatan sangat terkait dengan sikap dan pandangan hidup masyarakat Bali, tidak terlepas dari sendi-sendi agama, adat istiadat, kepercayaan dan sistem religi yang melandasi aspek-aspek kehidupan.

Perilaku Keteritorialan

Menurut Pastalan dalam Lang (1987) perilaku keteritorialan ialah ruang terbatas yang digunakan oleh perorangan maupun kelompok dan dilestarikan yang dalam penggunaanya melibatkan sifat memiliki serta penataan-penataan benda maupun objek di dalam kawasannya. Ditambahkan pula oleh Altman dalam Porteous (1977) bahwa perilaku keteritorialan atau territorial behavior ialah mekanisme pembatasan diri terhadap yang lain yang melibatkan personalisasi dan penandaan tempat atau objek dan komunikasi yang dimiliki seseorang maupun kelompok.

Keteritorialan sendiri adalah pengendalian secara eksklusif suatu lahan oleh individu atau kelompok, intraspesifik, intraspesies, agresi, dan hak untuk berbiak. Fungsi keteritorialan diantaranya ialah: makan, keamanan, afiliasi, stimulasi dan identitas. Sedangkan Porteous (1977) mengungkapkan bahwa mekanisme pengendalian territorial sendiri ada dua yaitu pertahanan dan keamanan. Keteritorialan sendiri memiliki sifat public (dapat digunakan untuk umum) dan privat (hanya pengguna tertentu saja).

Kevin Lynch juga menjelaskan bahwa suatu bentuk keteritorialan ialah identitas dimana terdapat bangunan, monumen, jalan, ketetanggaan, taman, aktivitas dan material lainnya yang dapat membangkitkan suatu arti tersendiri bagi suatu lokasi.

(20)

5 diperuntukan bagi kalangan tertentu saja dan bersifat lebih privat. Sedangkan teritori sekunder bersifat lebih fleksibel.

Perilaku keteritorialan sendiri ialah perilaku pengguna yang dipengaruhi oleh wilayah/teritorinya untuk mempertahankan wilayahnya dan bertahan hidup. Untuk menjalankan hidupnya, keteritorialan memiliki fungsi sendiri yang bersanding dengan kebutuhan dasar manusia seperti yang disebutkan oleh Porteus (1977) dibagi menjadi beberapa yaitu: (1) keamanan, (1) stimulasi, (3) identitas, (4) pertahanan, dan (5) personalisasi. Sedangkan kebutuhan dasar manusia yang dimaksud ialah kebutuhan dasar yang disebutkan oleh Maslow (1954), antara lain: (1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan keamanan, (3) kebutuhan afiliasi, (4) kebutuhan akan penghargaan dan pengakuan, (5) kebutuhan akan pengaktualisasian diri, dan (6) kebutuhan kognitif serta estetik.

Vitality Lanskap

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata vitality berasal dari kata vital yang artinya ialah penting atau sangat diperlukan (untuk kehidupan dan sebagainya). Vitality lanskap sendiri berarti suatu daya hidup atau kualitas suatu lanskap yang memiliki pengaruh terhadap kegiatan di atasnya sebagai suatu daya tarik.

Kevin Lynch (1994) mengatakan bahwa kota yang ideal (good city) terdapat lima kriteria yaitu: vitality, sense, fit, acces, control serta efficiency dan justice. Kevin menambahkan bahwa unsur ketahanan (vitality) dalam kriteria kota ideal mengandung makna bahwa sebuah kota harus mampu menunjang kehidupan seperti ketercukupan persediaan makanan, energi, air, udara, dan pembuangan sampah yang harus selalu tersedia sepanjang waktu. Dijelaskan lebih lanjut oleh Lynch (1960) bahwa vitality merupakan salah satu alat ukur desain perkotaan dan dapat menjelaskannya sebagai tingkat bentuk-bentuk tempat yang mendukung fungsi, kebutuhan biologis dan kapabilitas manusia.

Vitality lanskap diharapkan mampu mempertahankan eksistensi suatu kawasan. Kawasan tersebut akan memiliki mekanisme pemeliharaan yang berkelanjutan terhadap kualitas lingkungannya melalui pemanfaatan yang produktif. Dalam hal ini, pemanfaatan yang produktif ialah Desa Kamasan sebagai desa pengrajin, sehingga kualitas lingkungan khususnya keteritoralannya dapat terjaga. Nilai vitality yang diambil dalam penelitian ini ialah keberadaan serta kualitas dari perilaku keteritorialan, fungsi keteritorialan, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, sejarah dan budaya, serta sarana prasana di Desa Kamasan.Hal-hal tersebut dapat dianalisis untuk mendapatkan nilai potensi vitality kawasan dan dengan adanya vitality kawasan tersebut dapat dilakukan mekanisme pemeliharaan dan pemanfaatan lanskap yang sesuai.

METODE

(21)

6

dimaksudkan dalam penelitian ini ialah yang berhubungan dengan keteritorialan, serta adat dan budaya masyarakat yang ada di Desa Kamasan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kampung Adat Kamasan Kabupaten Klungkung, Bali (Gambar 2). Waktu pelaksanaan studi dimulai dari bulan Mei hingga bulan Agustus 2014.

(a) (b)

(c)

Sumber : (a) www.geopic.com (b) Dinas PU Kabupaten Klungkung 2012 dan (c) www.earth.google.com

(22)

7 Bahan dan Alat

Bahan yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah berupa peta rupa bumi Kecamatan Klungkung Kabupaten Klungkung, Bali. Selain itu diperlukan juga data biofisik, data fisik, data sosial, data sejarah dan budaya Klungkung khususnya Desa Kamasan dan lain sebagainya. Sedangkat alat-alat yang diperlukan dalam melakukan penelitian ini antara lain; GPS, Google Earth, AutoCAD, kamera, Microsoft office dan sebagainya.

Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada Desa Kamasan Kecamatan Klungkung dengan batasan penelitian berupa analisis mengenai perilaku keteritorialan, persepsi masyarakat mengenai keberadaan lokasi yang ingin dipertahankan, analisis komparatif mengenai tata ruang berdasarkan Tri Hita Kirana dan tata ruang eksisting, dan analisis mental map. Dari data tersebut dapat diketahui potensi vitality dari Desa Kamasan. Proses yang telah disebutkan akan menghasilkan rekomendasi pemanfaatan potensi vitality Desa Kamasan untuk dikembangkan menjadi jalur wisata.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode deskripsi kualitatif. Langkah-langkah penelitiaan yaitu mulai dari tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, hingga rekomendasi penataan ruang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapang, survei dan wawancara, serta studi pustaka. Tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat di bawah (Gambar 3).

(23)

8

Persiapan

Kegiatan dilakukan dengan pembuatan proposal penelitian, perizinan dari Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor yang ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Bali, yang diteruskan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Klungkung. Dari Dinas Kabupaten Klungkung, izin melakukan penelitian dikeluarkan dengan surat yang ditujukan kepada Pemerintah Desa Kamasan dan instansi-instansi lain terkait. Pada tahap ini pula dipersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dan pencarian data sekunder kondisi umum dari lokasi penelitian.

Inventarisasi

Pada tahap ini dilakukan pengambilan data primer dan sekunder, termasuk data terkait kondisi eksisting tapak. Data-data yang dikumpulkan mencakup beberapa aspek yang telah disebutkan dalam kerangka pikir. Ruang lingkup pengambilan data pada tahap ini ialah Desa Kamasan di Kecamatan Klungkung. Kegiatan pada tahap ini juga meliputi survei lapang, pengamatan dan wawancara kepada para narasumber seperti Perbekel Desa Kamasan, Klian Banjar, Pemangku Adat setempat serta pengrajin.

Tabel 1 Jenis data dan sumber data yang diperlukan

No. Jenis Data Spesifikasi Cara Perolehan Data Sumber Data

Fisik dan Biofisik

1 Demografi Jumlah penduduk

Kepadatan penduduk

Mata pencaharian

Studi pustaka Kantor Desa

(24)

9 Tabel 2 Jenis data dan sumber data yang diperlukan

No. Jenis Data Spesifikasi Cara Perolehan Data Sumber Data

Potensi Vitality

2 Pola Ruang Aksesibilitas dan

sirkulasi

Pengambilan data primer untuk mengetahui keberadaan kebutuhan dasar masyarakat berdasarkan teori Maslow dengan modifikasi dilakukan dengan cara pengamatan pada lapang menggunakan panduan seperti pada Tabel 2. Keterangan diisi dengan bentuk maupun kondisi dari lokasi yang ada di Desa Kamasan.

Tabel 3 Data kebutuhan dasar manusia Desa Kamasan

No. Kebutuhan

2. Keamanan LayoutGerbang/hansip desa

3. Afiliasi

Koperasi/Bank Ruang Terbuka Ruang Berkumpul (outdoor/indoor)

4. Stimulasi Ragam display kerajinan

5. Identitas Monumen

Tugu

Setelah melakukan kegiatan pengambilan data primer untuk keberadaan kebutuhan dasar manusia, tahap selanjutnya ialah mencari data mengenai potensi vitality dilakukan dengan cara wawancara kepada 30 responden dengan menggunakan panduan kuisioner (Tabel 6). Kuisioner yang diberikan meliputi pertanyaan untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang lokasi yang ingin dipertahankan. Kategori lokasi yang ingin dipertahankan dipilih berdasarkan hasil diskusi dengan tokoh masyarakat. Lima kategori tersebut dianggap sudah mewakili pertanyaan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

(25)

10

Tahap ini dilakukan setelah mendapatkan data-data penelitian baik primer maupun sekunder.

1. Analisis Deskriptif

Analisis dilakukan untuk mendeskripsikan perilaku keteritorialan, kebutuhan dasar manusia, budaya dan sejarah, kegiatan masyarakat, sarana dan prasarananya yang ada di Desa Kamasan. Data didapatkan dari pengamatan langsung di lapang, wawancara dengan berbagai narasumber, serta studi pustaka. Hasil dari analisis berupa potensi-potensi vitality pada Desa Kamasan.

2. Analisis Persepsi Masyarakat

Pada analisis persepsi masyarakat bertujuan untuk mendapatkan penialaian masyarakat terhadap lokasi yang ingin dipertahankan. Untuk metode penghitungan kuesioner, dapat menggunakan Skala Likert. Skala Likert merupakan metode pengukuran yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono 2012). Skala ini dapat pula digunakan dalam kuesioner untuk mendapatkan tingkat kesepakatan atau sikap responden terhadap suatu objek tertentu.

Skala Likert yang digunakan ialah dengan lima skala dan memberikan nilai pada masing-masing jawaban pertanyaan. Skor pada skala tertinggi ialah 5 (lima) hingga skor terendah ialah 1 (satu). Skor pada masing-masing jawaban dapat dilihat di Tabel 3.

Tabel 4 Skor penilaian komponen persepsi masyarakat terhadap aspek keteritorialan dipakai menentukan rating scale dan jumlah seluruh jawaban. Untuk menghitung jumlah skor ideal dari seluruh item, digunakan rumus berikut:

(26)

11 Responden yang mengisi kuisioner ialah sebanyak 30 responden. Skor tertinggi adalah 5 dan terendah adalah 1, masing-masing skor dikalikan dengan jumlah responden seperti pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5 Skor Ideal Penilaian Persepsi Masyarakat Terhadap Aspek Keteritorialan

Rumus Skala

Nilai yang didapatkan dimasukkan ke dalam rating scale untuk mengetahui hasil data kuesioner dan wawancara secara umum dan keseluruhan yang didapat dari penilaian dengan ketentuan sebagai berikut.

Tabel 6 Rating Scale penilaian persepsi masyarakat terhadap aspek keteritorialan

Nilai Jawaban Skala menghasilkan rating baru (Tabel 7) dengan menggunakan rumus perhitungan sebagai berikut:

Tabel 7 Indeks Jawaban masing-masing kategori terhadap aspek keteritorial

Indeks Jawaban Skala

Setelah mengetahui hasil persepsi masyarakat menggunakan perhitungan skalaLikert, maka dapat diketahui nilai masing-masing lokasi untuk dipertahankan. Tabel penilaian persepsi masyarakat meliputi lima kategori seperti pada Table 6.

∑ nilai masing-masing kategori Indeks =

(27)

12

Tabel 8 Kuisioner penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi Desa Kamasan yang ingin dipertahankan

Sumber : Azhari dan Muhamed, 2012

Keterangan : 1=Sangat kurang penting; 2=Kurang penting; 3=Cukup penting; 4=Penting; 5=Sangat penting

Langkah selanjutnya setelah mendapatkan nilai persepsi masyarakat ialah menentukan kategori derajat kepentingan lokasi yang ingin dipertahankan terhadap vitality kawasan (Tabel 7).

Tabel 9 Deskripsi penilaian Derajat Kepentingan

Kategori Penilaian Responden Persepsi Responden

Sangat Kurang Penting Persepsi masyarakat bahwa lokasi tersebut dikategorikan sangat rendah mempengaruhi vitality kawasan. Kurang Penting Persepsi masyarakat bahwa struktur/

erilaku tersebut dikategorikan rendah mempengaruhi vitality kawasan.

Cukup Penting Persepsi masyarakat bahwa lokasi

tersebut dikategorikan sedang mempengaruhi vitaity kawasan.

Penting Persepsi masyarakat bahwa lokasi

tersebut dikategorikan tinggi mempengaruhi vitality kawasan. Sangat Penting Persepsi masyarakat bahwa lokasi

tersebut dikategorikan sangat tinggi mempengaruhi vitality kawasan. Sumber : Azhari dan Muhamed, 2012

3. Analisis Komparatif dan Mental Map

(28)

13 bangunan yang secara spesifik dikenal oleh masyarakat. Elemen mental map antara lain (1) Node, (2) Landmark, (3) Path, (4) District, dan (5) Edge. Dari hasil analisis ini dapat diharapkan mampu menunjukkan potensi tata ruang serta citra/visual dari Desa Kamasan.

KONDISI UMUM

Administrasi dan Geografis

Desa Kamasan terletak di Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung pada ketinggian tempat wilayah desa ± 75 m diatas permukaan laut, dengan batas-batas wilayah secara administratif sebagai berikut:

timur : Desa Tangkas selatan : Desa Gelgel

barat : Tukad Haa dan Desa Tojan

utara : Tukad Cau dan Kelurahan Semarapura Klod

Secara adat, Desa Kamasan termasuk dalam wilayah Desa Adat Gelgel yang terdiri dari tiga desa administratif yaitu, Desa Gelgel, Desa Kamasan, dan Desa Tojan. Desa adat ialah desa yang bertanggung jawab dengan kegiatan adat dan keagamaan yang berlaku di wilayah tersebut. Sedangkan desa administratif ialah desa yang menangani urusan kepemerintahan dan dinas, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Klungkung. Desa Kamasan merupakan desa administratif yang didukung oleh empat dusun atau biasa disebut dengan banjar dinas, yaitu Dusun Kacangdawa, Dusun Sangging, Dusun Pande Mas, dan Dusun Tabanan. Desa Kamasan sendiri merupakan bagian dari Desa Adat Gelgel yang memiliki tiga desa administratif yang melingkupi sepuluh banjar adat dimana tiap banjar adat merupakan bagian dari dusun. Pembagian wilayah banjar adat pada Desa Kamasan sebagai berikut:

Dusun Kacangdawa : Banjar Kacangdawa Banjar Siku

Dusun Sangging : Banjar Sangging Banjar Geria

(29)

14

Gambar 4 Pembagian banjar dinas/dusun Desa Kamasan

Berdasarkan data dari Profil Desa Kamasan tahun 2013, luas wilayah desa ini ialah sekitar 220ha dengan penggunaan lahan yang dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu, tanah sawah, tanah tegal, tanah pekarangan, dan lain-lain. Sebagian besar wilayah Desa Kamasan masih belum terbangun. Sekitar 70% lahan yang ada merupakan tanah sawah dan tanah tegal. Gambar 5 menunjukkan presentase penggunaan lahan sedangkan Gambar 6 merupakan peta penggunaan lahan di Desa Kamasan.

63.82 9.67

4.58

18.30

Lahan (%)

Tanah Sawah

Tanah Tegal

Tanah Pekarangan

Lain-lain

(30)

15

Sumber : Profil Desa Kamasan 2014

Gambar 6 Peta penggunaan lahan Desa Kamasan

Orbitasi

Desa Kamasan terletak di sebelah selatan pusat Kota Semarapura dengan jarak sekitar 4 km dan dapat diakses melalui jalan primer Kabupaten Klungkung. Adapun jarak Desa Kamasan terhadap ibu kota kecamatan, ibu kota kabupaten, ibu kota provinsi dan fasilitas umum dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 10 Jarak tempuh menuju Desa Kamasan dari beberapa lokasi

Sumber : Profil Desa Kamasan 2013

Fisiografi

Wilayah Desa Kamasan sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dengan bentuk morphologi lahan pada saat ini relatif bervariasi dari daerah datar dengan perkiraan kemiringan lereng berkisar 0% s.d 3% dan beberapa lahan dengan perkiraan kemiringan lereng berkisar antara 3% s.d 10%, sehingga secara umum topografi wilayah Desa Kamasan relatif landai.

Keadaan iklim di Desa Kamasan dapat diuraikan sebagai berikut : temperatur rata-rata : 270C

kecepatan angin : 1,75 km/jam kelembaban relatif : 95 %

No. Lokasi Jarak

1. Puskesmas 1 km

2. Rumah Sakit Umum Daerah 2 km

3. Pasar Umum 0,5 km

4. Ibu kota Kecamatan/Kabupaten Klungkung 4 km

5. Ibu kota Provinsi Bali 40 km

6. Bandar Udara Ngurah Rai 55 km

(31)

16

penyinaran rata-rata : 40,75 %

rata-rata curah hujan : 2.287 mm per tahun Demografi

Kamasan termasuk desa yang berpenduduk cukup padat, dengan luas wilayah  220ha memiliki jumlah penduduk sebanyak 4.542 jiwa. Data tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kepadatan penduduk di Desa Kamasan adalah 2065 orang per km2. Rata-rata pemilikan lahan pertanian 0,36 ha per Kepala Keluarga

(KK), sedangkan rata-rata pemilikan tanah secara keseluruhan adalah 0,075ha per orang. Mata pencaharian yang dominan ialah sebagai pengrajin, petani dan pedagang, masing-masing sebanyak 648 orang, 322 orang, dan 261 orang. Desa Kamasan dikenal sebagai desa pengrajin berupa lukisan, emas, perak, ukir dan tenun yang sudah ada turun temurun sejak zaman Kerajaan Waturenggong (kurang lebih pada tahun 1600 masehi), terutama seni lukis wayang Desa Kamasan yang khas san hanya ada di sini. Para pengrajin memajang barang dagangannya di rumah masing-masing sehingga Desa Kamasan tampak seperti jejeran-jejeran toko kesenian (art shop) atau juga bias disebut dengan galeri.

Tabel 11 Mata pencaharian Penduduk Desa Kamasan

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Petani 322 10.5

2. Seniman 241 7.86

3. Pengrajin 648 21.15

4. Tukang 80 2.61

5. Pedagang/Wiraswasta 261 8.51

6. PNS/TNI 135 4.4

7. Lain-lain 98 3.19

8. Belum bekerja 2757 47.78

Jumlah 4542 100

Sumber : Profil Desa Kamasan 2014

Sejarah Desa

Keberadaan suatu desa atau wilayah pada umumnya mempunyai nama yang mengandung makna tertentu, hal ini dimaksudkan untuk mengenang suatu peristiwa atau hal-hal lain yang dianggap penting dan terkait dengan berdirinya desa tersebut. Di Bali khususnya, nama suatu desa sangat erat kaitannya dengan sejarah Raja-raja Bali di jaman dulu yang dapat ditemukan dalam sebuah prasasti.

Berdasarkan monografi desa, tertulis sejarah Desa Kamasan diketahui dari sumber prasasti yang telah ditemukan sampai saat ini serta dari penjelasan para sesepuh atau tokoh masyarakat, latar belakang sejarah Desa Kamasan tercantum dalam Prasasti Anak Wungsu Tahun 994 Saka atau Tahun 1072 Masehi. Dalam prasasti tersebut dijelaskan bahwa kata atau nama Kamasan secara etimologi terdiri dari kata Kama yang berarti bibit dan san yang berarti indah.

(32)

17 yang berbobot dan disertai nilai keindahan yang tinggi. Hal tersebut memang terbukti, dimana Desa Kamasan sejak jaman dahulu menyimpan potensi yang cukup besar terutama di bidang kerajinan.

Pada mulanya para pengrajin desa ini mulai dikenal dan difungsikan oleh Raja Ida Dalem sejak kerajaan berpusat di Gelgel (1380-1651) dengan memerintahkan membuat kerajinan sebagai perlengkapan untuk upacara adat, seperti seni ukir pada logam emas atau perak yang berbentuk pinggan (bokor, dulang dll) untuk dijadikan perlengkapan barang-barang perhiasan Keraton Suweca Linggaarsa Pura Gelgel. Seiring dengan berjalannya waktu, kerajaan melihat bahwa hasil kerajinan tersebut bernilai ekonomi. Kemudian, mulai berkembanglah hasil kerajinan yang dijual untuk umum. Selain seni ukir, berkembang pula seni lukis wayang yang dijadikan sebagai hiasan di atas kain dalam bentuk bendera dan umbul-umbul, ider-ider dan parba yang menjadi pelengkap dekorasi di tempat-tempat suci (pura) atau bangunan di komplek Keraton. Desa ini mengalami masa keemasan pada saat Raja Dalem Waturenggong memerintah (1460-1550).

Banjar-banjar yang ada terutama Sangging dan Pande Mas dapat dikatakan banjar Gilda, dengan didirikannya rumah-rumah serta bengkel-bengkel dimana para warganya tinggal, bekerja dan mengabdi kepada sang Raja hingga pada akhir hayat mereka. Lukisan wayang tradisional Kamasan, tenun, seni ukir emas perak dan kuningan atau kelongsong peluru tidak hanya terkenal di daerah Bali dan wilayah Indonesia pada umumnya, bahkan juga sudah terkenal sampai di mancanegara.

Salah satu kerajinan yang sudah berusia 400 tahun masih tersimpan baik. Lukisan tersebut menjadi bukti sejarah bahwa Desa Kamasan merupakan desa yang memiliki corak lukisan khas yang lahir dari desa tersebut. Hingga saat ini masyarakat masih melestarikan kerajinan tersebut dalam dan menjualnya di art shop- art yang terdapat di Desa Kamasan maupun dengan mengikuti pameran serta membuka sanggar.

Sumber : survei lapang

Gambar 7 (a) salah satu art shop di Desa Kamasan (b) Wayang Lukis Khas Kamasan yang berusia lebih dari 400 tahun

(33)

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perilaku Keteritorialan

Perilaku keteritorialan ialah mekanisme pembatasan yang melibatkan personalisasi atau penandaan wilayah maupun objek yang dimiliki oleh perseorangan maupun kelompok dan merupakan mekanisme untuk bertahan hidup. Terdapat empat karakter dasar dari suatu teritori yaitu (1) kepemilikan dan tatanan tempat, (2) penandaan wilayah, (3) pertahanan terhadap gangguan, dan (4) kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar, kognitif, dan estetik.

Kepemilikan dan tatanan tempat

Pada masyarakat Bali, konsep keteritorialan memiliki dua pengertian. Teritorial sebagai suatu kesatuan wilayah tempat warganya secara bersama-sama melaksanakan upacara-upacara dan berbagai kegiatan sosial yang ditata oleh suatu sistem budaya dengan nama desa, dan yang kedua ialah suatu wilayah kesatuan secara administrasi yang disebut sebagai desa dinas atau perbekelan. Lingkup wilayah kesatuan masyarakat yang lebih kecil dari desa ialah banjar, baik adat maupun dinas (dusun).

Dari kesatuan wilayah, tidak ada ketentuan dalam satu desa dinas terdiri berapa banjar adat maupun sebaliknya. Terdapat beberapa variasi dalam pembagian tersebut, antara lain:

1. satu desa dinas terdiri dari satu desa adat,

2. satu desa dinas mencakup dari beberapa desa adat, 3. satu desa adat mencakup beberapa desa dinas, dan 4. kombinasi antara 2 dan 3

Dalam hal ini, Desa Dinas Kamasan merupakan wilayah dari kesatuan Desa Adat Gelgel dengan sepuluh banjar adat yang terbagi ke dalam empat banjar dinas. Tanah yang ada di Desa Kamasan masih merupakan tanah adat, meliputi tanah permukiman dan tanah yang digunakan untuk kepentingan keagamaan dan adat. Tanah adat ialah tanah yang tidak dimiliki oleh hak perseorangan yang artinya tidak ada sertifikat. Siapa saja dapat menempati tanah adat tersebut apabila sudah memenuhi persyaratan yang ada. Apabila persyaratan sudah terpenuhi maka tanah tersebut dapat ditempati tanpa ada biaya yang harus dibayarkan.

Dalam menentukan suatu letak atau tatanan dari tempat sangat diperhatikan. Hal ini dikarenakan masyarakat di Bali menggunakan konsep Tri Hita Karana. Tri Hita Karana berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki arti Tri ialah tiga, Hita ialah sejahtera, dan Karana bermakna penyebab. Secara harfiah dapat diartikan sebagai tiga penyebab kesejahteraan, dimana kesejahteraan tersebut bersumber dari tiga hal, yaitu (1) hubungan manusia dengan Tuhannya, (2) hubungan manusia dengan alam, dan (3) hubungan manusia dengan manusia.

Konsep Tri Hita Karana ialah penyelarasan antara alam semesta/bhuana agung dengan manusia/bhuana alit. Unsur-unsur lingkungan dibuat senilai dengan bhuana agung. Bhuana agung digunakan sebagai cerminan. Dalam pola ruang dan pola perumahan tradisional terdapat sebagai berikut:

(34)

19 tingkat desa adat berupa Kahyangan Desa atau Kahyangan Tiga, dan dalam tingkat keluarga berupa Sanggah.

2. Pawongan (madya) :Hubungan antara manusia dan sesamanya. Dalam tingkat daerah merupakan seluruh umat hindu di Bali, dalam tingkat desa adat berupa karama desa adat, dan dalam tingkat keluarga ialah seluruh anggota keluarga.

3. Pelemahan (nista) :Tempat berinteraksi manusia dan alam tempat berpijak. Dalam tingkat daerah meliputi seluruh wilayah (khususnya Provinsi Bali), dalam tingkat desa adat berupa asengken bale agung, dan dalam lingkup keluarga berupa pekarangan perumahan. Pembagian tersebut berdasarkan pada letak geografis (dari gunung hingga laut) dan berdasarkan arah perlintasan matahari (barat-timur) seperti pada Gambar 8. Sehingga dapat dibagi menjadi sembilan ruang atau biasa disebut dengan Sanga Mandala (Gambar 9). Sanga Mandala berarti sembilan tempat.

Sumber : Dwijendra 2010)

(Sumber : Dwijendra (2010)

Gambar 8 Konsep geomansi Tri Hita Karana

(35)

20

Dalam hal penataan desa, terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi yaitu: 1. Bhuana atau alam semesta dan Karang Desa, yaitu batas wilayah dari desa adat

tersebut yang mana ditentukan dengan melaksanakan suatu upacara adat. Dalam hal ini, Desa Kamasan yang merupakan bagian dari wilayah Desa Adat Gelgel memiliki batas administratif yang ditentukan oleh pemuka adat dan pemerintah daerah. Batas administratif Desa Kamasan sudah sangat jelas seperti yang disebutkan pada bab sebelumnya.

2. Karama Desa Adat, yaitu kelompok manusia yang bermasyarakat dan bertempat tinggal di wilayah desa adat yang dipimpin oleh seorang Bendesa Adat dan dibantu oleh prajuru (aparatur) desa adat lainnya seperti kelompok-kelompok Mancagra, Mancakriya dan Pemangku, bersama-sama masyarakat desa membangun keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam hal ini pemerintahan adat berpusat di Desa Gelgel, sedangkan di Desa Kamasan sendiri secara administratif dipimpin oleh kepala desa atau biasa disebut dengan Perbekel dan dibantu oleh Kelian Banjar (Kepala Dusun) yang membawahi masing-masing banjar dinas. Desa Kamasan dipimpin oleh seorang Perbekel dan dibantu oleh empat Kelian Banjar yang menempati empat banjar dinas berbeda, yaitu Banjar dinas Kacangdawa, Banjar dinas Sangging, Banjar dinas Pande Mas, dan Banjar dinas Tabanan.

Tabel 12 Konsep Tri Hita Karana Dalam Susunan Kosmos

Unsur Atma/Jiwa Prana/Tegana Angga/Fisik

Alam Semesta Banjar Parhyangan (pura

banjar)

Penghuni rumah Pekarangan rumah

Manusia (Bhuana

3. Tempat Ibadah. Selain kepemilikan lahan pemukiman, elemen lain yang penting ialah tempat ibadah dan tempat berkumpul bersama. Sanghyang Jagatkarana ialah bentuk pemujaan terhadap Tuhan/Sanghyang Widhi Wasa. Dalam kehidupan sehari-hari diwujudkan dalam bentuk perilaku dan tindakan. Tempat pemujaan diwujudkan dalam bentuk fisik berupa tempat ibadah yang disebut dengan pura.

(36)

21 1. Pura Umum : pura yang dapat digunakan oleh seluruh mayarakat hindu. Digunakan untuk memuja Tuhan dan biasa disebut dengan Pura Kahyangan Jagat. Contohnya, Pura Besakih dan Kompleks Pura Tirta Seganing dan Tirta Tungga di Desa Kamasan.

2. Pura Teritorial : kesatuan wilayah (teritorial) sebagai tempat pemujaan dari anggota masyarakat suatu banjar atau suatu desa yang diikat ikat oleh kesatuan wilayah dari suatu banjar atau desa tersebut. Wilayah banjar sebagai kelompok sub kelompok dari masyarakat desa adat ada yang memiliki pura tersendiri. Ciri khas suatu desa adat pada dasarnya memiliki tiga buah pura disebut Kahyangan Tiga, yaitu: pura Desa, pura Puseh, pura Dalem yang merupakan tempat pemujaan bersama. Dengan kata lain, bahwa Kahyangan Tiga itulah merupakan unsur mengikat kesatuan desa adat bersangkutan. Nama-nama kahyangan tiga ada juga yang bervariasi pada beberapa desa di Bali, pura Desa sering juga disebut pura Bale Agung dan pura Puseh juga disebut pura Segara. Contohnya Pura Desa Adat Gelgel, Pura Puseh yang biasanya berdekatan dengan kuburan, dan Pura Dalem di Desa Kamasan.

(37)

22

Sumber : Dwijendra (2010)

Pola permukiman Desa Kamasan ialah pola linear. Pada pola linear lebih didominasi oleh konsep orientasi sumbu Kaja-Kalod (Utara-Selatan) dan sumbu Kangin-Kauh (Timur-Barat). Pada ujung jalan paling utara diperuntukkan untuk Pura Bale Agung dan Pura Puseh, sedangkan di ujung selatan ialah Pura Dalem serta kuburan desa. Rumah penduduk dan fasilitas umum terletak di kedua wilayah tersebut (plaza umum) seperti Bale Banjar dan pasar desa. Pola linear ini, biasanya diterapkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan di Bali.

Tabel 13 Konsep Tri Hita Karana dalam susunan kosmos di Desa Kamasan

Unsur Atma/Jiwa Prana/Tenaga Angga/Fisik

Alam Semesta

Banjar Parhyangan (pura banjar :Pura

Penghuni rumah Pekarangan rumah

Manusia (Bhuana

(38)

23

Penandaan wilayah

Penandaan wilayah ini biasanya digunakan sebagai bentuk identitas dari wilayah/teritori masyarakatnya. Pembagian wilayah banjar adat secara adat tidak dapat ditentukan secara fisik karena biasanya ditentukan karena keterikatan masyarakat dengan adat di masing-masing banjarnya. Sebagai contoh, warga yang memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Banjar A tetapi bertempat tinggal di Banjar B.

Secara administratif, wilayah dari masing-masing banjar adat biasanya ditandai dengan candi/batu yang menyerupai gapura. Sedangkan untuk lingkup desa biasanya ditandai dengan gapura yang berukuran lebih besar. Selain penandaan batas-batas wilayah. Penandaan wilayah ini termasuk bentuk identitas yang dimiliki oleh suatu wilayah. Penandaan yang lain yang ada di Desa Kamasan adalah pura-pura yang ada di Desa Kamasan. Seperti Pura Tirta Seganing dan Tirta Tunggang yang merupakan pura kahyangan jagat karena dibangun oleh Brahmana. Pura ini sangat dikenal dan banyak didatangi umat hindu karena memiliki nilai religi dan nilai sejarah tersendiri. Selain merupakan pura umum dengan nilai sejarah yang tinggi, pura ini juga menjadi sumber daya mata air suci. Sehingga, kedua pura tersebut dapat disebut sebagai landmark dari Desa Kamasan. Pembagian Banjar secara administratif ditampilkan pada Gambar 11, sedangkan Gambar 12 ialah gambar komplek Pura Tirta Seganing dan Pura Tirta Tunggang.

Sumber : survei lapang

Gambar 11 (a) dan (b) Gapura Desa Kamasan, (c) Candi Batas Banjar dan, (d) Gapura di rumah/community

(a) (b)

(39)

24

Sumber : survei lapang

Pertahanan terhadap gangguan

Dalam suatu komunitas tentunya memiliki suatu sistem pertahanan untuk menghadapi gangguan dari luar. Sistem pertahanan di Desa Kamasan masih menggunakan sistem tradisional, yaitu dengan hansip yang bertugas untuk menjaga keamanan masyarakat dan desa dengan diadakannya kegiatan Sistem Keamanan Lingkungan atau yang lebih dikenal dengan Siskamling yang dengan fasilitas pos jaga di masing-masing banjar dinas. Hansip memiliki peranan dalam ruang lingkup kegiatan desa secara administratif. Sedangkan secara adat, Desa Kamasan memiliki pecalang. Pecalang hanya memiliki lingkup kerja pada kegiatan-kegiatan adat, seperti upacara keagamaan di pura atau di bale agung.

Desa Kamasan hanya dapat diakses dari jalan lokal desa saja dan dibatasi oleh persawahan, sungai ataupun bangunan lainnya. Ditinjau secara cluster dan community permukimannya, merupakan tipe cul de sac atau yang lebih dikenal dengan istilah jalan buntu, memberikan keuntungan tersendiri karena memiliki tingkat keamanan lebih besar dibandingkan dengan tipe lain. Selain itu, masing-masing pemukiman memiliki sistem pertahanan berupa pagar rumah.

Pertahanan lain yang ada di Desa Kamasan ialah, Pura dan bale banjar yang secara fisik dipagari dan digembok. Pura dan bale banjar akan dibuka apabila sedang ada kegiatan. Akses masukpun dibatasi tidak boleh sembarang orang dapat masuk, sehingga menambah pertahanan terhadap gangguan.

(a) (b)

(40)

25

(a) (b)

(c) (d)

Sumber : survei lapang

Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar, kognitif, dan kebutuhan estetik

Sebagai desa para pengrajin, kebutuhan fisik dasar dapat dipenuhi dengan kegiatan membuat kerajinan maupun profesi yang lainnya. Meskipun sekarang para pengrajin tidak mengandalgkan pemenuhan kebutuhan fisik dari hasil kerajinan saja melainkan dengan cara yang lain namun kebutuhan fisik dasar tersebut masih dapat terpenuhi oleh masyarakat Desa Kamasan.

Kebutuhan kognitif ialah kebutuhan akan pengetahuan, tradisi dan estetika. Contohnya ialah upacara-upacara adat yang dilaksanakan di desa/banjar. Pada masyarakat Bali kebutuhan ini sangat berhubungan dengan kebutuhan estetik karena kebutuhan ini erat dengan keindahan dan kesenian. Kesenian sendiri menjadi bagian yang sangat penting dan sakral bagi masyarakat Bali, khususnya pada kegiatan-kegiatan adat.

Masyarakat Desa Kamasan yang masih menjunjung tinggi adat memenuhi kebutuhan kognitif dan estetiknya dengan cara tetap melestarikan penunjang kebutuhan hingga saat ini seperti adanya sanggar kesenian serta bale banjar yang digunakan sebagai ruang pertemuan serta acara-acara adat.

(41)

26

(a) (b)

(c) Sumber : survei lapang

Gambar 14 (a) dan (b) kegiatan upacara Odalan di Pura Tamansari Banjar Siku, dan (c) sesajen/persembahan yang digunakan

Fungsi Keteritorialan Desa Kamasan

Terdapat lima fungsi keteritorialan seperti yag dikemukakan oleh Porteous (1977) yaitu; pangan, keamanan, afiliasi, stimulasi dan identitas. Fungsi keteritorialan tersebut sangat erat hubungannya dengan perilaku keteritorialan masyarakatnya yang masih bertahan hingga saat ini. Fungsi perilaku keteritorialan tersebut didapatkan dari hasil survei lapang dan wawancara dan hasilnya tertera pada Tabel 13.

Tabel 14 Keberadaan kebutuhan dasar manusia di Desa Kamasan No. Kebutuhan

Dasar Manusia

Bentuk Fisik /Non Fisik

Keberadaan Keterangan

Ada Tidak

Ada

1. Pangan Aktivitas √ Bertani

Produksi √ Crafting

2. Keamanan Layout desa

√ Linear (desa) Cul de Sac (ketetanggaan) Gerbang/hansip

(42)

27 Tabel 15 Keberadaan kebutuhan dasar manusia di Desa Kamasan

No. Kebutuhan

3. Afiliasi Koperasi/Bank √ Bank Swasta

Ruang Terbuka √ Lapangan

4. Stimulasi Ragam display

Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa penduduk Desa Kamasan dapat memenuhi kebutuhan pangannya dengan cara yang bermacam-masam namun dominasi dengan bertani dan kegiatan membuat kerajinan. Hasil produksi sendiri sudah jelas berupa hasil pertanian dan juga barang-brang berupa kesenian khas Desa Kamasan. Bentuk pengaman desa berupa layout desa dan hansip sudah dijelaskan dalam subbab sebelumnya.

Kebutuhan afiliasi penduduk Desa Kamasan yang mayoritas pengrajin didukung dengan adanya koperasi dan bank yang ada di desa tersebut. Desa Kamasan juga memiliki ruang terbuka publik berupa lapangan yang berada di ruang madya dimana dalam ruang ini banyak terdapat bangun fasilitas umum seperti kantor kepala desa dan sekolah. Sedangan ruang berkumpul tertutup atau indoor berupa bale banjar yang dimiliki oleh masing-masing sepuluh banjar adat di Desa Kamasan (Gambar 15).

Stimulasi kegiatan para pengrajin ialah dengan adanya ragam diplay toko-toko yang unity (khas Bali). Selain mengerjakan kerajinan berdasarkan pesanan, para pengrajin juga membuat kerajinan siap jual yang biasanya mereka pajang di display toko di rumah masing-masing. Bukan hanya itu, stimulasi persaingan juga muncul dengan mulai banyak muncul sanggar-sanggar kesenian serta kerajinan milik para pengrajin. Sehingga aroma persaingan yang begitu kentara dapat dirasakan.

Sebagai bentuk identitas dari Desa Kamasan, berupa fisik dapat kita lihat yaitu adanya candi-candi sebagai pembatas antar banjar dan juga gapura pintu masuk desa. Sedangkan secara non-fisik sudah jelas berupa kerajinan khas Desa Kamasan yang tidak dapat dijumpai di tempat lain.

Kegiatan Masyarakat, Sarana, dan Prasarana

(43)

28

Upacara adat Pembersihan Musaba Kapat, atau upacara para dewa yang dilaksanakan setiap 210 hari. Upacara lain adalah upacara syukuran panen hasil pertanian. Kegiatan pertanian tak lepas pula oleh budaya turun temurun dari nenek moyang mereka, yaitu pertanian dengan sistem irigasi subak. Air yang dipakai berasal dari Telaga Waja dan sungai.

Sumber : survei lapang

Gambar 15 (a) Salah satu bale banjar di Desa Kamasan, (b) persawahan Desa Kamasan dan, (c) bank swasta di Desa Kamasan

Selain upacara adat yang rutin dilaksanakan, ada pula upacara adat yang dilaksanakan apabila ada kepentingan dari pihak-pihak tertentu. Seperti upacara kenaikan derajat Brahmana, upacara ngaben, dan lain sebagainya.

Sebagian besar penduduk Desa Kamasan berprofesi sebagai pengrajin, sehingga dapat dijumpai para pengrajin yang sedang mengerjakan kegiatannya. Ada pula Unit Kegiatan Masyarakat yang ada di bidang industri kerajinan. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya untuk membantu para pengrajin dalam menyelesaikan permasalahan, khususnya modal usaha.

Seni seperti sudah melekat pada diri masyarakat Bali. Hal ini disebabkan karena seni merupakan bagian dari kegiatan adat, sehingga tak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Pada setiap persiapan kegiatan adat, bale-bale banjar akan dipenuhi dengan penduduk yang ikut bagian pada kegiatan upacara adat. Bukan hanya sebagai adat, tetapi juga sebagai suatu kesenian yang bernilai tinggi.

(a) (b)

(44)

29

(a) (b)

(c) (d)

Sumber : survei lapang

Gambar 16 (a) Lapangan Desa Kamasan, (b) Sekolah Dasar Negeri 1 Kamasan, (c) salah satu sanggar seni, dan (d) jejeran art shop/galeri di Desa Kamasan

Di Desa Kamasan terdapat PAUD, Taman Kanak-kanak, dan sekolah Dasar sebagai penunjang pendidikan. Di bidang kesehatan dan keamanan, terdapat posyandu dan poskamling di tiap-tiap banjar dinas. Tak hanya di bidang-bidang tersebut, Desa Kamasan sangat memperhatikan bidang seni, sehingga banyak sekali sanggar seni yang ada. Mulai dari seni lukis wayang khas Desa Kamasan, seni tari, hingga seni kesenian yang lainnya. Sanggar-sanggar seni ini biasanya ada di rumah-rumah para pengrajin dan seniman. Sanggar seni di Desa Kamasan sudah ada sejak tahun 1970.

Analisis Persepsi Masyarakat

Penilaian terhadap lokasi yang ingin dipertahankan mengacu pada persepsi masyarakat menggunakan perhitungan Likert lima skala. Penilaian dilakukan berdasarkan kepentingan serta kualitasnya. Tabel di bawah menunjukkan hasil penilaian masyarakat terhadap lokasi yang ingin dipertahankan.

Tabel 16 Penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi yang ingin dipertahankan

Importance 5 4 3 2 1

Menjaga keindahan lanskap/arsitektur (pura, bale banjar, sawah, sungai, art shop)

8 14 8 0 0

Merupakan Landmark

(Pura Desa/Pura Tirta Seganing)

(45)

30

Tabel 17 Penilaian persepsi masyarakat terhadap lokasi yang ingin dipertahankan

Keterangan : 1=Sangat kurang penting; 2=Kurang penting; 3=Cukup penting; 4=Penting; 5=Sangat penting

Selama pengambilan data terdapat banyak alasan untuk mempertahankan suatu keteritorialan. Keempat alasan di atas diambil karena dianggap sudah mewakili secara keseluruhan. Berdasarkan data di atas, kemudian dihitung menggunakan skala Likert sebagai berikut:

Tabel 18 Hasil penilaian persepsi masyarakat dengan skala Likert

Importance 5 4 3 2 1 Total Indeks DK*

Untuk kegiatan upacara adat

Keterangan : 1=Sangat kurang penting; 2=Kurang penting; 3=Cukup penting; 4=Penting; 5=Sangat penting

*DK=Derajat Kepentingan

(46)

31 karena pada beberapa kategori tidak ada responden yang memilih (kategori 1, 2, 3, dan 4).

Hasil di atas menunjukkan bahwa masyarakat, khususnya penduduk Desa Kamasan ingin mempertahankan lokasi yang ada. Menurut mereka, alasan utamanya ialah konsep Tri Hita Karana yang memang harus selalu dipegang oleh masyarakat hindu Bali. Konsep Tri Hita Karana dipakai sebagai konsep utama dari pembangunan dan tata ruang di Bali.

Selain itu juga karena memiliki nilai historis yang sangat tinggi dan juga merupakan budaya hidup dari masyarakatnya sendiri, seperti keberadaan pura, pasar, lapangan, pohon beringin dan lain sebagainya. Kepentingan mempertahankan keteritorialan karena merupakan elemen dari kegiatan upacara adat mendapat nilai paling tinggi, sangat penting. Hal tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat mereka.

Nilai ekomoni patut menjadi sorotan utama dalam persepsi masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari Desa Kamasan sebagai desa para pengrajin. Terlihat bahwa masyarakat menilai lokasi pada teritori mereka penting untuk dipertahankan karena memiliki nilai ekonomi. Nilai ekonomi tersebut sekaligus menjadi nilai historis yang menjadi bukti bahwa Desa Kamasan memanglah desa para pengrajin dan memiliki kerajinan khas yang masih terjaga keberadaannya hingga saat ini. Bedasarkan hasil indesk kuisioner, keberadaan lokasi dengan nilai ekonomi memiliki kategori cukup penting untuk dipertahankankan, berdasarkan hasil wawancara hal tersebut dikarenakan sudah sangat sulit mencari pendapatan dari sektor tersebut. Untuk itulah, keberadaan lokasi dengan nilai ekonomi dan historis tersebut perlu lebih diperhatikan.

Peristiwa Bom Bali pertama pada Oktober 2002 sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian masyarakat di Desa Kamasan. Akibat dari peristiwa tersebut, para pengrajin mengalami kerugian yang sangat besar, terlebih saat Bom Bali kedua

0

Sangat penting Penting Cukup penting Kurang penting Sangat kurang penting

(47)

32

terjadi. Wisatawan yang datang sudah tidak sebanyak sebelum peristiwa tersebut. Akibatnya, banyak pengrajin yang mulai beralih profesi. Meskipun masih banyak yang mempertahankan toko-toko mereka, namun sebagian besar sudah bukan menjadi profesi utama lagi. Para pengrajin kebanyakan hanya mengerjakan pesanan-pesanan saja atau mengikuti pameran-pameran kesenian. Selain menurunkan perekonomian, tidak menuntup kemungkinan bahwa dampak lebih jauhnya ialah kegiatan membuat kerajinan tersebut akan ditinggalkan. Bahkan saat ini sudah banyak para pengrajin yang memiliki profesi utama lainnya.

Desa Kamasan terkenal dan dikenal oleh masyarakat luas sebagai desa para pengrajin, yang mana memiliki kerajinan khas berupa wayang lukis yang hanya ada di desa ini dan memiliki peranan besar dalam perekomonian masyarakat. Namun, keadaan sekarang sangat memprihatinkan karena masyarakat sangat sulit merasakan dampak positif seperti dulu. Apabila hal ini terus menerus terjadi, tak menutup kemungkinan kesenian ini hanya akan menjadi sejarah saja. Tetapi saat ini masyarakatnya masih mempertahankan budaya tersebut karena merasa budaya tersebut adalah budaya asli nenek moyang mereka. Untuk itu, masih banyak yang mempertahankan dengan mendirikan sanggar-sanggar kesenian. Sehingga perilaku mempertahankan budaya dan tetap mempertahankan display toko-toko mereka menjadi suatu nilai tambahan yang sangat penting.

Melihat grafik serta pendapat masyarakatnya, maka dapat kita simpulkan bahwa masyarakat sangat mengharapkan untuk tetap mempertahankan apa yang telah ada di desa mereka karena dianggap sebagai lokasi yang cukup vital. Adanya display toko-toko, sanggar juga menjadi elemen yang sangat vital karena termasuk salah satu identitas masyarakat Desa Kamasan.

(48)

33

Sumber : survei lapang

Gambar 18 Peta wilayah dengan nilai ekonomi

Analisis Komparatif dan Analisis Mental Map

Analisis komparatif yang dimaksud di sini ialah membandingan tata ruang berdasarkan konsep Sanga Mandala dengan tata ruang eksisting Desa Kamasan. Penjelasan dapat dilihat pada gambar di bawah.

Sumber : Dwijendra (2010)

(49)

34

Desa dibagi menjadi tiga ruang, yaitu utama, madya serta nista. Ruang utama merupakan ruang yang diperuntukkan bagi kegiatan suci dan sakral. Nomor 1 memperlihatkan bahwa pura desa sebagai tempat kegiatan suci berada di ruang utama. Pura dalem atau kuburan merupakan perwujudan dari muara seluruh kegiatan manusia sehingga letaknya berada di ruang nista, pada gambar diatas ialah nomor 7 dan 8. Sedangkan ruang di antara keduanya ialah ruang kegiatan yang bersifat keduniawian, seperti sosial, ekomoni, dan perumahan. Nomor 2, 3, 4, 5, dan 6, memperlihatkan penempatan elemen-elemen yang bersifat keduniawian.

Gambar di atas memberikan penjelasan secara sederhana sehingga mudah untuk dipahami. Nampak jelas pembagian ruang berdasarkan konsep Sanga Mandala dan sifat kegiatan di dalamnya.

Sumber : survei lapang

Gambar 20 Tata ruang eksisting Desa Kamasan

(50)

35 Tabel 19 Perbandingan konsep Sangga Mandala dengan kondisi eksisting desa

kamasan dan elemen mental map No. Ruang Elemen

(51)

36

Tabel 21 Analisis mental map Desa Kamasan Elemen Mental

Pura yang merupakan identitas dari masing-masing banjar maupun desa menjadi landmark tersendiri karena tidak memiliki kesamaan satu dengan yang lain. Selain itu merupakan salah satu pusat kegiatan masyarakat yang dominan beragama hindu. Landmark tersebut memiliki legibility yang tinggi. lokal) yang dapat dilalui kendaraan roda empat dan jalurnya juga jelas sehingga pergerakannya juga jelas. Jalan minor (gang) merupakan jalan yang lebih sempit karena hanya dapat dilalui kendaraan roda dua. Karena pergerakannya yang kurang jelas menyembabkan legibility-nya cukup rendah.

District Bagian kota dengan ukuran skal sedang hingga sangat besar yang memiliki banyak kesamaan.

Distrik terbagi menjadi empat, dimana banjar dinas/dusun yag dianggap memiliki karakteristik ruang yang hampir mirip satu dengan yang lainnya. Banjar dinas tersebut ialah Banjar Kacangdawa, Banjar Sangging, Banjar Pande Mas, dan Sungai Haa menjadi tepian yang jelas karena tidak tertutup oleh bangunan.

(52)

37

Sumber : survei lapang

Potensi Vitality Desa Kamasan

Desa Kamasan memiliki potensi vitality yang sangat luar biasa. Setelah melakukan kegiatan inventarisasi hingga analisis dapat ditemukan beberapa potensi Desa Kamasan terkait dengan perilaku keteritorialan. Desa Kamasan yang masih sangat memegang konsep Tri Hita Karana/Sanga Mandala memiliki empat nilai perilaku keteritorialan yang masih terjaga seperti yang dikemukakan oleh Lang (1987). Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat memiliki mekanisme pembatasan dan mekanisme bertahan hidup yang baik.

Selain perilaku keteritorialan, keberadaan fungsi keteritorialan (keamanan, stimulasi, identitas, pertahanan, dan personalisasi) seperti yang diungkapkan oleh Porteous (1977) juga masih dapat ditemukan di Desa Kamasan. Masyarakatnya menilai bahwa dengan perilaku keteritorialan mereka yang masih dipertahakan hingga saat ini mampu mengakomodir fungsi keteritorialan (Tabel 13) serta memberikan kemudahan kepada masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (Maslow 1954). Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh masyarakatnya di Desa Kamasan sendiri. Mulai dari kebutuhan fisik, keamanan, afiliasi, penghargaan dan pengakuan, pengaktualisasian diri hingga kebutuhan kognitif serta dan estetik.

Berdasarkan analisis sendiri dapat dilihat bahwa masyarakatnya mengharapkan untuk mempertahankan lokasi-lokasi yang memiliki nilai-nilai

(a) (b) (c)

(c) (d)

Gambar

Gambar 1  Kerangka Pikir Kegiatan Penelitian
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Gambar 3  Tahapan Penelitian
Tabel 1  Jenis data dan sumber data yang diperlukan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan kualitas tidur pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

Rubrik penilaian praktik membuat soal cerita yang berkaitan dengan sifat pertukaran (komutatif) pada penjumlahan. Rubrik penilaian praktik menyelesaikan masalah yg

Pajak penghasilan merupakan salah satu penerimaan negara terbesar.Sebagian besar wajib pajak yang membayar pajak penghasilan adalah wajib pajak orang pribadi.Untuk

Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak etanol daun bambu (Bambusa vulgaris) memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Salmonella typhi yaitu 120 mg/mL..

Hasil percobaan ini men- dasari pendugaan bahwa pemberian kelat dapat men- gurangi efek racun dari merkuri dan bahkan dapat memberikan efek pada pertumbuhan tanaman yang

Hasil penelitian secara simultan menunjukkan bahwa variabel keadilan, sistem perpajakan dan diskriminasi berpengaruh negatif signifikan terhadap persepsi mahasiswa

Analyst Vibiz Research Center melihat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi bergerak dalam penguatan ditengah sentimen positif rilis data ekonomi yang