• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Variabilitas Cuaca Terhadap Jenis Adaptasi Dan Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Variabilitas Cuaca Terhadap Jenis Adaptasi Dan Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK VARIABILITAS CUACA TERHADAP JENIS

ADAPTASI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

(Studi Kasus Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)

PUTRI RODLIAH QUMILAILAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Jenis Adaptasi dan Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Putri Rodliah Qumilailah

(4)

ABSTRAK

PUTRI RODLIAH QUMILAILAH. Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Jenis Adaptasi dan Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR.

Kecamatan Pamijahan merupakan salah satu sentra produksi padi di Kabupaten Bogor. Terjadi tren peningkatan curah hujan di Kecamatan Pamijahan sepanjang tahun 2004-2013 dengan tren hari hujan yang menurun, hal ini menunjukkan bahwa terjadi variasi cuaca di Kecamatan Pamijahan berupa curah hujan ekstrim. Penelitian ini dilakukan untuk melihat dampak fenomena perubahan cuaca yang terjadi terhadap tingkat risiko sumberdaya pertanian padi, selain itu ingin diketahui pilihan jenis adaptasi serta faktor-faktor yang mempengaruhi baya adaptasi yang dikeluarkan oleh petani, pada akhirnya risiko yang dihadapi serta tambahan biaya yang dikeluarkan oleh petani akan mempengaruhi pendapatan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani padi di Desa Ciasmara menghadapi tingkat risiko sumberdaya pertanian pada tingkat risiko tinggi, pilihan jenis adaptasi yang banyak dilakukan oleh petani adalah dengan penambahan input produksi, faktor yang mempengaruhi biaya adaptasi petani adalah luas lahan dan pengalaman dalam bertani, terjadi penurunan rata-rata penerimaan usahatani padi pada masa tanam ke dua tahun 2013 sebesar Rp. 6 888 000 serta peningkatan biaya usahatani sebesar Rp. 346 213, sehingga pendapatan usahatani padi mengalami penurunan Rp. 7 154 956.

Kata kunci : Keragaman cuaca (variabilitas cuaca), adaptasi petani, pendapatan usahatani

ABSTRACT

PUTRI RODLIAH QUMILAILAH. Weather variability effect on the type of Adaptation and Income of Rice Farmers (case study in Ciasmara Sub district Pamijahan Bogor Regency). Supervised by RIZAL BAHTIAR.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DAMPAK VARIABILITAS CUACA TERHADAP JENIS

ADAPTASI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

(Studi Kasus Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)

PUTRI RODLIAH QUMILAILAH

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Jenis Adaptasi dan Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor)”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan suri teladan terbaik bagi umat manusia.

Terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Rizal Bahtiar, SPi, MSi selaku dosen pembimbing, yang telah mencurahkan perrhatian dan memberikan masukan selama penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Terimakasih dan do’a saya haturkan kepada Orang Tua tercinta Ayahanda Ahmad Faridi dan Ibunda Ratna Setiawati yang telah mendukung penulis dan menguatkan penulis dengan doa dan kasih sayangnya. Terimakasih kepada Bapak Ir Ujang Sehabuddin, MSi dan Ibu Osmaleli, SE, MSi yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis selama studi. Terimakasih penulis sampaikan kepada Dosen, Staf dan seluruh keluarga besar Departemen ESL yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir ini. Terimakasih kepada Ustat (Abdurrohman,Dudi,Ece) beserta keluarga atas nasihat,

ilmu dan do’a yang diberikan kepada penulis. Ucapan termakasih kepada mbak elisa, uhib, ii, debby, fikri, nabila, javid dan adi yang selama ini menjadi teman diskusi dan membantu dalam proses penelitian, tak lupa juga terimakasih kepada semua rekan-rekan CSS MORA IPB 47, ESL 47, santri/at Al-ihya’ Dramaga, KMNU IPB 47, dan HIMMAH AU IPB atas kebersamaan, semangat dan semua bantuan kepada penulis selama ini.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang terkait dan pembaca.

Bogor, Januari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Keragaman Cuaca dan Iklim ... 9

2.2 Anomali Iklim dan Ketahanan Pangan ... 10

2.3 Adaptasi Petani menghadapi Perubahan Iklim ... 13

2.3 Pendapatan Usahatani ... 15

2.4 Penelitian Terdahulu ... 16

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18

VI. METODE PENELITIAN ... 20

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 20

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 20

4.3 Metode Pengambilan Data ... 21

4.4 Pengolahan dan Analisis Data ... 21

4.4.1 Identifikasi Pengaruh Variabilitas Cuaca terhadap Tingkat Risiko Kegagalan Pertanian Padi ... 23

4.4.2 Identifikasi Pilihan Jenis Adaptasi Petani Padi dalam Menghadapi Perubahan Cuaca ... 25

4.4.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi Petani26 4.4.4 Estimasi Pendapatan akibat Perubahan Cuaca Menggunakan Analisis Pendapatan Usahatani ... 32

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34

5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 34

5.2 Geografis Wilayah ... 35

(10)

5.4 Kondisi Pertanian di Desa Ciasmara ... 36

5.5 Karakteristik Umum Responden ... 38

5.5.1 Jenis Kelamin dan Usia ... 38

5.5.2 Tingkat Pendidikan ... 39

5.5.3 Luas dan Status Kepemilikan Lahan ... 39

5.5.4 Lama Bertani ... 41

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN... 42

6.1 Variabilitas Cuaca di Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan ... 42

6.1.1 Jumlah Hari Hujan ... 42

6.1.2 Curah Hujan ... 43

6.2 Dampak Variabilitas Cuaca terhadap Tingkat Risiko Kegagalan Pertanian Padi ... 44

6.3 Jenis Adaptasi (Penyesuaian) Petani di Desa Ciasmara dalam Menghadapi Perubahan Cuaca ... 50

6.3.1 Biaya Adaptasi ... 54

6.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi Petani dalam Menghadapi Perubahan Cuaca ... 56

6.4.1 Variabel yang Signifikan ... 58

6.4.2 Variabel yang Tidak Signifikan ... 59

6.5 Dampak Perubahan Cuaca terhadap Pendapatan Usahatani Padi ... 60

6.6 Implikasi Kebijakan ... 62

VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 64

7.1 Simpulan ... 64

7.2 Saran... ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 68

RIWAYAT HIDUP ... 86

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Tingkat Risiko Dampak Perubahan Iklim berdasarkan Wilayah di

Indonesia ... 2

2. Prediksi Penurunan Produksi Tanaman Pangan Strategis pada Tahun 2050 ... 3

3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Kecamatan Pamijahan Tahun 2009-2013 ... 5

4. Matriks Metode Analisis Data ... 22

5. Skala Penilaian Perubahan Cuaca ... 24

6. Skala Penilaian Konsekuensi (Dampak) Panen Pertanian Padi ... 24

7. Indikator Tingkat Risiko berdasarkan Matriks Risiko Sumberdaya ... 25

8. Identifikasi Jenis Adaptasi Petani ... 26

9. Matriks Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi ... 27

10. Uji Autokorelasi ... 32

11. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2013... 35

12. Klasifikasi dan Tata Guna Lahan Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2012 ... 36

13. Penerapan Usahatani Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2012 ... 37

14. Rata-Rata Hasil Produksi dan Produktivitas Padi Sawah di Desa Ciasmara per Masa Tanam Bulan Agustus (MT II)... 44

15. Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi Petani ... 56

16. Uji Asumsi pada Model Regresi ... 57

17. Selisih Penerimaan Rata-Rata Usahatani padi di Desa Ciasmara per Masa Tanam Bulan Agustus (MT II) Tahun 2012 -2013... 60

18. Selisih Total Biaya Rata-Rata Usahatani padi di Desa Ciasmara per Masa Tanam Bulan Agustus (MT II) Tahun 2012 -2013... 60

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produksi Padi di Kabupaten Bogor Tahun 2009 – 2012 ... 3

2. Statistik Curah Hujan Kabupaten Bogor Tahun 2012-2013 ... 4

3. Tren Perubahan Luas Panen di Kecamatan Pamijahan Tahun 2009-2013... 5

4. Tren Perubahan Produksi di Kecamatan Pamijahan Tahun 2009-201 ... 5

5. Statistik Curah Hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2012-2013 ... 6

6. Diagram Alur Kerangka Pemikiran ... 19

7. Peta Desa Ciasmara ... 34

8. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Usia ... 38

9. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 39

10. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Luas Lahan ... 40

11. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Kepemilikan Lahan ... 41

12. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Pengalaman Bertani ... 41

13. Grafik Jumlah Hari Hujan Tahunan di Kecamatan Pamijahan Tahun 2004-2013 ... 42

14. Grafik Jumlah Curah Hujan Tahunan di Kecamatan Pamijahan Tahun 2004-2013 ... 43

15. Grafik Persentase Persepsi Petani terhadap Perubahan Cuaca di Desa Ciasmara ... 45

16. Grafik Persentase Konsekuensi (Dampak) Perubahan Cuaca terhadap Hasil Panen Padi Petani di Desa Ciasmara... 46

17. Matriks Risiko Sumberdaya berdasarkan Persentase Tingkat Risiko Pertanian Padi akibat Perubahan Cuaca ... 48

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Perkembangan Hari Hujan di Kecamatan Pamijahan Tahun 2004-2013 ... 69 2. Perkembangan Curah Hujan di Kecamatan Pamijahan Tahun 2004-2013 ... 69 3. Perkembangan Suhu Udara di Kecamatan Pamijahan Tahun 2004-2013 ... 70 4. Persepsi Petani terhadap Unsur-Unsur Cuaca selama 10 Tahun Terakhir

(Tahun 2004-2013) ... 70 5. Perubahan Produksi Rata-Rata Per Musim Tanam Tahun 2012-2013 ... 71 6. Tingkatan Risiko Berdasarkan Dampak dan Penilaian Petani terhadap

Perubahan Cuaca ... 73 7. Pilihan Jenis Adaptasi Petani Padi di Desa Ciasmara dalam Menghadapi

Perubahan Cuaca ... 75 8. Biaya Adaptasi Petani di Desa Ciasmara ... 77 9. Biaya Adaptasi Rata-Rata berdasarkan pilihan jenis Adaptasi

Masing-Masing Petani di Desa Ciasmara ... 81 10. Output Regresi Biaya Adaptasi Petani ... 82 11. Analisis Pendapatan Usahatani Padi pada Masa Tanam ke dua (MT II

tahun 2012) di Desa Ciasmara ... 84 12. Analisis Pendapatan Usahatani Padi pada Masa Tanam ke dua (MT II

(14)
(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan komoditas penting dan strategis karena pangan adalah kebutuhan pokok manusia. Ketahanan pangan lebih dititikberatkan pada kemampuan dan dinamika produksi berbagai komoditas pangan terutama padi dan palawija. Usaha peningkatan produksi tanaman pangan khususnya padi ditentukan oleh beberapa faktor antara lain dipengaruhi faktor fisik dan non fisik. Beberapa faktor yang diduga akan menghambat peningkatan produksi padi nasional antara lain masih rendahnya tingkat penerapan teknologi produksi dan pascapanen, konversi lahan ke penggunaan selain komoditas pertanian dan perubahan iklim (Guntoro 2011).

Dinamika iklim yang sangat besar pengaruhnya terhadap produksi dan kestabilan hasil pangan adalah penyimpangan (anomali) dan perubahan iklim. Iklim dan cuaca sama-sama mengacu pada keadaan atmosfer suatu tempat dan waktu tertentu. Cuaca dan iklim berbeda dalam rentang waktu dan luas tempat. Cuaca didefinisikan sebagai keadaan atmosfer pada daerah dan waktu tertentu, sedangkan iklim adalah keadaan atmosfer pada daerah yang lebih luas dalam kurun waktu yang panjang dan daerah yang lebih luas (Gintings et al 2003).

(16)

Indonesia bahkan berada pada peringkat 9 dari 10 negara paling rentan dari ancaman terhadap keamanan pangan akibat dampak perubahan iklim1. Wilayah Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Sumatra merupakan wilayah di Indonesia yang menerima risiko penurunan produksi padi dengan tingkat tinggi dan sangat tinggi. Dampak perubahan iklim di beberapa wilayah di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat Risiko Dampak Perubahan Iklim berdasarkan Wilayah di Indonesia

Risiko Sumatra

Jawa-Bali Kalimantan Sulawesi

Nusa

Tenggara Maluku Papua

Penurunan Produksi padi

T,ST T,ST - - T,ST - -

Penurunan ketersediaan air

S,T,ST T,ST R,S T,ST T,ST R,S R

Banjir T,ST T,ST R,S,T R,S,T R R R,S

Penggenang an air laut di pesisir

S,T S,T, ST

S,T,ST S,T S,T S,T S,T

Sumber : Bappenas (2010) dengan masukan dokumen SNC-KLH ( 2010) Keterangan : R= rendah , S=sedang, T=tinggi, ST= sangat tinggi

Perubahan iklim atau cuaca mempengaruhi pada produksi pertanian, dimana pengaruhnya melalui sirkulasi udara (suhu), curah hujan dan unsur iklim lainnya, pola ketersediaan air awal, dan lamanya musim tanam, luas areal tanam,

1

http://sains.kompas.com/read/2013/04/01/11290330/Perubahan.Iklim.di.Indonesi

(17)

500686

538777

497711 494815

2009 2010 2011 2012

Tahun

Produksi (Ton) serta areal panen dan produktivitas (Gintings 2003). Studi yang dilakukan Handoko et al (2008) mengenai keterkaitan perubahan iklim dan produksi pangan strategis, pada tahun 2050 diprediksikan akan mengalami penurunan drastis. Prediksi penurunan produksi tanaman pangan tersebut terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Prediksi Penurunan Produksi Tanaman Pangan Strategis pada

Tahun 2050

No Komoditas

Produksi

Tahun 2006 Penurunan Produksi Tahun 2050

(ton) (ton) (%)

1 Padi Sawah 51 647 490 10 473 764 20.3

2 Padi Ladang 2 807 447 761 522 27.1

3 Jagung 11 609 463 1 574 966 13.6

4 Kedelai 747 611 92 503 12.4

5 Tebu* 1 279 070 97 453 7.6

Sumber : Handoko et al (2008) Keterangan : *) Produksi tahun 2005

Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang memiliki angka tertinggi dalam produksi padi di Pulau Jawa. Produksi pada tahun 2013 berdasarkan data BPS sebanyak 12 083 162 ton padi dengan produktivitas 59.53 kuintal per hektar. Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten yang menyumbang tingkat produksi padi di Jawa Barat. Luas panen padi di Kabupaten Bogor tahun 2013 mencapai 85 652 hektar, mengalami peningkatan sebanyak 451 hektar dari tahun sebelumnya, akan tetapi produksi padi yang ada menurun sebanyak 2 896 ton. Fluktuasi produksi padi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat 2013 (diolah)

(18)

Permasalahan sektor pertanian, khususnya padi sawah tadah hujan tidak terlepas dari adanya variabilitas iklim, terutama variabilitas curah hujan (Yulianto 2010 dalam Amelia V 2012). Keteraturan pola dan distribusi hujan disuatu wilayah sangat menentukan jaminan berlangsungnya aktifitas pertanian. Kondisi curah hujan suatu wilayah dapat menggambarkan kondisi iklim wilayah tersebut. Curah hujan di Kabupaten Bogor pada tahun 2013 lebih tinggi kuantitasnya dibandingkan curah hujan pada tahun 2012, hal tersebut menunjukkan bahwa terjadi peningkatan curah hujan di Kabupaten Bogor, fluktuasinya dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Kabupaten Bogor (2014)

Gambar 2. Statistik Curah Hujan Kabupaten Bogor Tahun 2012-2013

1.2 Rumusan Masalah

Menurut data dari BPS Kabupaten Bogor tahun 2013, dari sebanyak 40 jumlah kecamatan di Kabupaten Bogor, Kecamatan Pamijahan merupakan kecamatan dengan produksi dan produktivitas tertinggi yaitu sebanyak 45 826 ton dan 6.61 ton per hektar tanaman padi.

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor tahun 2013, menunjukkan bahwa luas areal panen, produktivitas dan produksi padi di Kecamatan Pamijahan tahun 2010-2012 cenderung fluktuatif, tahun 2010 hingga tahun 2011 jumlah produksi meningkat, akan tetapi tahun 2012 luas panen dan jumlah produksi kembali menurun. Pada tahun 2013 terjadi peningkatan jumlah produksi padi dengan produktivitas yang lebih rendah dibandingkan tahun 2012.

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOV DES

Tahun 2012 272 570 136 390 195 94 117 79 271 540 652 359

Tahun 2013 509 406 298 254 443 63 360 258 503 407 187 407

(19)

Luas panen dan produktivitas padi tahun 2009 hingga tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi di Kecamatan Pamijahan Tahun 2009-2013

Tahun Luas panen

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2014)

Pada Gambar 3 dan 4 terlihat perubahan fluktuatif luas panen dan produksi padi di Kecamatan Pamijahan dengan grafik linear yang negatif, hal tersebut menggambarkan bahwa penurunan luas panen dan produksi padi yang terjadi lebih besar persentasenya dibandingkan dengan tingkat kenaikannya.

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2014)

Gambar 3. Tren Perubahan Luas Panen di Kecamatan Pamijahan Tahun 2009-2013

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2014)

(20)

Adanya variabilitas atau penyimpangan iklim menyebabkan aktivitas pertanian terganggu (Handoko et al 2008). Salah satu dampak dari fenomena perubahan iklim adalah kejadian perubahan pola curah hujan. Dibandingkan dengan unsur-unsur iklim yang lain curah hujan di Wilayah Indonesia memiliki keragaman yang sangat tinggi baik menurut wilayah maupun menurut waktu. Curah hujan merupakan salah satu indikator untuk melihat perubahan iklim bagi pertanian. Curah hujan pada tahun 2013 di Kecamatan Pamijahan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2012 akan tetapi trend curah hujan selama 10 tahun terakhir terjadi peningkatan. Terjadi anomali curah hujan dengan kuantitas terbesar yaitu pada Bulan Oktober di tahun 2013. Fluktuasi curah hujan pada 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.

Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Klimatologi Dramaga Kabupaten Bogor (2014)

Gambar 5. Statistik Curah Hujan Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2012-2013

Fenomena perubahan iklim yang ditandai dengan terjadinya anomali iklim berupa peningkatan curah hujan ekstrim dan pergeseran musim kemarau menyebabkan terjadinya perubahan hasil produksi usahatani padi petani. Terjadi penurunan hasil panen padi karena serangan organisme pengganggu tanaman, dimana intensitas OPT tersebut meningkat ketika terjadi anomali curah hujan. Perubahan hasil tersebut pada akhirnya akan menyebabkan perubahan penerimaan petani.

JAN FEB MA

R APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT

NO

V DES

Tahun 2012 449 533 116 633 388 164 168 189 656 570 1155 515

Tahun2013 624 326 278 140 198 381 425 212 223 1237 351 725

(21)

Fenomena anomali iklim yang terjadi ditanggapi masing-masing petani dengan persepsi dan bentuk penyesuaian yang berbeda-beda. Masing-masing strategi adaptasi yang dilakukan oleh petani akan mempengaruhi biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk melakukan strategi adaptasi tersebut. Bentuk strategi adaptasi masing-masing petani pada akhirnya akan menyebabkan perubahan pendapatan petani.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana dampak variabilitas cuaca terhadap tingkat risiko sumberdaya pertanian padi di Kecamatan Pamijahan?

2. Bagaimana pilihan jenis adaptasi yang dilakukan oleh petani dalam menghadapi perubahan cuaca di Kecamatan Pamijahan?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi biaya adaptasi petani dalam menghadapi perubahan cuaca di Kecamatan Pamijahan?

4. Bagaimana dampak perubahan cuaca terhadap pendapatan usahatani padi di Kecamatan Pamijahan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini meliputi :

1. Mengidentifikasi dampak variabilitas cuaca terhadap tingkat risiko sumberdaya pertanian padi.

2. Menidentifikasi jenis adaptasi yang dilakukan oleh petani dalam menghadapi perubahan cuaca.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi biaya adaptasi petani dalam menghadapi perubahan cuaca.

(22)

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat berguna di dalam

pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Bagi akademisi diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi dalam mengkaji dampak variabilitas iklim terhadap pertanian padi.

3. Bagi Pemerintah Kabupaten Bogor penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan untuk mengatasi adanya risiko perubahan cuaca ekstrim terhadap sektor pertanian tanaman padi.

4. Bagi petani diharapkan hasil dari penelitian ini akan memberikan informasi yang bermanfaat terutama dalam hal keputusan melakukan adaptasi terbaik dalam mengatasi anomali iklim berupa cuaca ekstrim, sehingga diharapkan dapat memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi petani.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini dilakukan di Desa Ciasmara, merupakan sentra produksi padi di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor.

2. Analisis karakteristik variabilitas cuaca diantaranya menggunakan indikator kenaikan suhu udara, curah hujan, hari hujan, untuk unsur iklim lainnya dianggap tetap.

3. Tingkat pengaruh variabilitas cuaca terhadap pertanian dianalisis menggunakan matriks risiko sumberdaya berdasarkan persepsi dan konsekuensi hasil panen padi petani.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan jenis adaptasi diidentifikasi berdasarkan pendapat petani padi di Kecamatan Pamijahan

(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keragaman Cuaca dan Iklim

Cuaca suatu daerah akan berfluktuasi dalam rentang waktu detik sampai harian. Rata-rata dari kondisi unsur-unsur cuaca pada jangka panjang merupakan gambaran dari kondisi iklim (Handoko et al 2008). Variabilitas iklim sangat dipengaruhi oleh variabilitas cuaca. Kejadian perubahan iklim akan memperbesar nilai dari variabilitas iklim itu sendiri, karena perubahan iklim periodenya sangat lama, dimana perubahannya baru bisa diidentifikasi setelah 30 tahun.

Menurut Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS 2014) dalam Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API 2014) menjelaskan definisi variabilitas atau keragaman iklim adalah variasai pada kondisi rata-rata iklim antar tahunan, bahkan antar dekade. Kejadian ekstrim seperti El Nino, La Nina, atau Indian Ocean Dipole dapat menyebabkan variabilitas iklim. La Nina adalah peristiwa menurunnya suhu permukaan air laut mulai dari bagian tengah hingga timur Samudra Pasifik, kemudian diikuti dengan terjadinya warm pool akibat meningkatnya suhu permukaan air laut di perairan Indonesia dan sekitarnya, sehingga dapat menimbulkan peningkatan curah hujan (potensi banjir). El Nino adalah peristiwa meningkatnya suhu permukaan air laut mulai dari bagian timur tengah hingga Samudra Pasifik, kemudian diikuti dengan mendinginnya suhu permukaan air laut di perairan Indonesia dan sekitarnya, sehingga dapat menimbulkan penurunan curah hujan (potensi terjadi kekeringan)

Keragaman iklim yang sangat besar pengaruhnya terhadap produksi dan hasil pangan adalah penyimpangan (anomali) dan perubahan iklim. Handoko et al

(2008) memodifikasi konsekuensi yang ditimbulkan dari anomali iklim untuk Indonesia berdasarkan penelitian UNDP Indonesia (2007) adalah sebagai berikut: 1. Perubahan musim dan curah hujan

(24)

namun lebih intensif selain itu, cuaca menjadi lebih bervariasi dengan variabilitas curah hujan menjadi lebih tinggi.

2. Kondisi cuaca yang semakin ekstrim

Indonesia akan mengalami potensi bencana kekeringan dan banjir yang lebih sering dengan magnitude yang lebih tinggi karena cuaca yang eksrim. Curah hujan yang tinggi juga berpotensi mengakibatkan bencana tanah longsor pada berbagai daerah di Indonesia.

3. Kenaikan tinggi muka air laut

Peningkatan suhu global mengakibatkan pencairan salju dan gleicer di kutub utara dan selatan yang menyebabkan potensi kenaikan tinggi muka laut antara 9 hingga 100 cm. Hal ini akan mempercepat erosi pantai, intrusi air laut ke dalam air tanah, merusak lahan-lahan basah di pantai, dan menenggelamkan pulau-pulau kecil.

4. Lautan yang menghangat

Air laut yang menghangat dapat menurunkan perkembangan plankton dan membatasi pasokan nutrisi bagi ikan, sehingga ikan akan bermigrasi ke daerah-daerah yang lebih dingin dan memiliki cukup pakan. Air laut yang menghangat juga dapat menyebabkan kerusakan koral (coral).

5. Suhu udara semakin meningkat

Kondisi ini dapat mengubah pola-pola vegetasi serta distribusi serangga termasuk nyamuk yang mampu bertahan pada daerah-daerah yang sebelumnya terlalu dingin.

2.2 Anomali Iklim dan Ketahanan Pangan

(25)

Anomali iklim dapat bersifat temporer seperti bulanan atau musiman, sedangkan perubahan iklim bisa bersifat temporer, tetapi juga bisa bersifat

“trendy”, seperti peningkatan suhu udara akibat pemanasan global atau perubahan curah hujan akibat pergeseran sirkulasi udara dan lain-lain. Dampak anomali iklim dan perubahan iklim terhadap produksi terjadi melalui pengaruhnya secara runtut, yaitu diawali sirkulasi udara global dan lokal, curah hujan dan unsur iklim lainnya, pola ketersediaan air, awal dan lamanya musim tanam, pola tanam, luas areal tanam serta areal panen dan produktivitas, berujung pada ketersediaan pangan secara nasional (Budianto J 2003). Budianto J menghubungkan dinamika iklim kaitannya dengan ketahanan pangan melalui beberapa unsur yang berpengaruh diantaranya:

1. Anomali iklim terhadap pola tanam

Anomali dan perubahan iklim antara lain menyebabkan kekeringan dan banir, yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Hal ini terjadi melalui pengaruhnya terhadap pola dan waktu tanam serta indeks atau intensitas pertanaman. Ketiga komponen tersebut sangat terkait dengan perubahan jumlah dan pola curah hujan (ketersediaan air), pergeseran musim (maju mundur dan lamanya musim hujan atau kemarau.

2. Anomali iklim terhadap produksi dan ketersediaan pangan

Dampak anomali iklim merupakan resultan antara perubahan luas tanam dan panen dengan produktivitas. Kekeringan dan banjir berdampak terhadap produksi melalui luas areal panen, serangan OPT, pertumbuhan dan produktivitas tanaman.

3. Anomali iklim terhadap serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Peningkatan serangan OPT akibat anomali iklim terkait dengan faktor utama yaitu diantaranya ketidakserempakan tanam sehamparan, dimana hal tersebut menyebabkan keberlanjutan ketersediaan inang dalam proses perkembangan hama-penyaki, selain itu faktor lainnya adalah faktor-faktor biofisik terutama suhu dan kelembapan udara.

4. Anomali iklim terhadap akses masyarakat terhadap pangan

(26)

mengalami perubahan, hal tersebut menyebabkan cadangan pangan di tingkat rumah tangga atau makro secara nasional dalam berbagai bentuk dan jenis pangan akan berkurang bahkan bisa devisit, dengan demikian akses masyarakat untuk mendapatkan pangan semakin rendah karena makin menipisnya ketersediaan pangan dan menurunnya kemampuan atau daya beli masyarakat terhadap pangan. 5. Anomali iklim terhadap sumberdaya pertanian

Kekeringan dan banjir berdampak terhadap sumberdaya lahan, air, dan perairan melalui penurunan dan peningkatan pasokan air secara ekstrim yang berdampak pada fungsi keseimbangan tata air dan penurunan kesuburan tanah. Gangguan tersebut akan menyebabkan berkurangnya luas lahan produktif dan terjadinya degradasi lahan, sehingga produktivitas dan kapasitas produksi pangan semakin menurun.

Peningkatan intensitas dan frekuensi badai, kekeringan dan banjir, perubahan siklus hidrologi dan variasi penguapan memiliki implikasi yang besar terhadap produksi bahan pangan. Secara umum Handoko et al 2008 mengklasifikasikan dampak perubahan iklim menjadi dua kelompok yaitu: dampak biofisik dan dampak sosio-ekonomi.

Dampak biofisik:

a. Efek psikologis (kuantitas dan kualitas) terhadap tanaman pangan, rerumputan, hutan, dan ternak.

b. Perubahan (kuantitas dan kualitas) pada lahan air. c. Peningkatan gulma dan hama pengganggu tanaman. d. Peningkatan muka air laut dan salinitas laut.

Dampak sosio-ekonomi:

a. Penurunan produksi dan produktivitas. b. Penurunan pangsa GDP sektor pertanian.

c. Fluktuasi harga produk pertanian di pasar dunia. d. Perubahan distribusi geografis dan rejim perdagangan.

(27)

2.3 Adaptasi Petani menghadapi Perubahan Iklim

Penyesuaian diri terhadap perubahan iklim memerlukan penanganan yang tepat untuk mengurangi dampak negatif dengan melakukan tindakan yang tepat. Adaptasi adalah penyesuaian dalam sistem alam atau sistem buatan manusia untuk menjawab rangsangan atau pengaruh iklim, baik yang bersifat aktual ataupun perkiraan, dengan tujuan mengontrol bahaya yang ditimbulkan atau memberikan kesempatan yang menguntungkan. Menurut Diposaptono (2011) adaptasi perubahan iklim adalah upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim baik yang bersifat reaktif maupun antisipatif. Adaptasi juga merupakan usaha alam atau manusia menyesuaikan diri untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang sudah atau mungkin terjadi (RAN-API 2014). Bennet (1976) dalam Saharudin (2007) mengklasifikasikan tiga konsep penting dalam melakukan adaptasi yakni: 1. Adaptasi perilaku (adaptive behaviou)

Adaptasi perilaku merupakan cara aktual dalam menemukan suatu pemecahan masalah dengan mempertimbangkan biaya dengan hasil yang akan dicapai.

2. Adaptasi proses (adaptive process)

Adaptasi proses merupakan suatu bentuk perubahan-perubahan yang dilakukakan dengan melalui proses yang panjang dengan menyesuaikan bentuk strategi yang dipilih.

3. Strategi adaptasi (adaptive strategies)

Strategi adaptasi merupakan suatu bentuk pola dalam merespon permasalahan yang telah terbentuk melalui berbagai proses penyesuaian dengan melakukan evaluasi terhadap alternatif dan konsekuensinya.

(28)

1. Penyesuaian terhadap praktek-praktek pertanian, pola tanam, jenis benih, penggunaan pupuk dan pestisida, dan lainnya untuk menstabilkan produksi pertanian.

2. Menemukan sumber-suber pendapatan dari luar pertanian, untuk mempertahankan tingkat pendapatan.

3. Meminimalkan dampak kerusakan.

Las (2007) membagi beberapa strategi adaptasi terhadap perubahan iklim antara lain:

1. Reinvestasi dan redelineasi potensi dan karakterisasi sumberdaya lahan dan air.

2. Penyesuaian dan pengembangan infrastruktur pertanian, terutama irigasi sesuai dengan perubahan sistem hidrologi dan potensi sumberdaya air. 3. Penyesuaian sistem ushatani dan agribisnis, terutama pola tanam, jenis

tanaman dan varietas, dan sistem pengolahan lahan.

Menurut Handoko et al (2008) upaya (efforts) yang dilakukan dalam beradaptasi menghadapi perubahan iklim yaitu:

1. Peningkatan produksi melalui peningkatan luas area tanam. 2. Peningkatan produuktivitas hasil pertanian.

3. Melakukan diversifikasi pangan, khususnya untuk bahan pangan utama beras.

4. Perencanaan waktu dan pola tanam. 5. Intesifikasi lahan.

6. Konservasi sumberdaya lahan dan air.

7. Peningkatan pemahaman petani akan pertanian dan variabilitas iklim bagi pertanian

8. Pengembangan pasar.

(29)

2.3 Pendapatan Usahatani

Keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang dapat dikendalikan oleh petani itu sendiri yang terdiri dari petani pengelola, tenagakerja, modal,tingkat tekonologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor di luar usahatani yang dapat berpengaruh terhadap berhasilnya suatu usahatani seperti ketersediaan transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga hasil, saprodi), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani. Menurut Soekartiwi (1995), penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi dengan harga jual. Nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani disebut penerimaan usahatani, sedangkan biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya yang dimaksud tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit atau tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel akan menghasilkan biaya total produksi. Selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani merupakan pendapatan usahatani, dimana dapat dirumuskan sebagai berikut:

∏ = TR-TC Keterangan:

(30)

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Handoko et al (2008) tentang keterkaitan perubahan iklim dan produksi pangan strategis menunjukkan bahwa produktivitas padi mengalami penurunan di Jawa Barat, Sulawesi Utara dan Gorontalo serta Sumatra Utara (dengan variasi antara 1.8% hingga 20.5%), sementara di Jawa timur dan Sulawesi Selatan mengalami peningkatan (antara 6.2% hingga 14.3%). Petani melakukan respon terhadap gejala perubahan iklim ditujukan untuk dapat mempertahankan atau menyelamatkan produksi tanamana yang diusahakan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa respon petani sebagai bentuk dalam beradaptasi diantaranya, mengganti air tanah, mengganti varietas tanaman yang lebih adaptif terhadap gejala perubahan iklim, mengubah waktu tanam, serta melakukan kombinasi dari ketiga bentuk adaptasi tersebut.

Bentuk adaptasi yang dilakukan oleh petani padi dalam menghadapi perubahan iklim telah diteliti oleh Asikin (2010). Metode yang digunakan untuk menganalisis persepsi dan adaptasi petani padi terhadap perubahan iklim adalah analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan pendapatan petani sebesar 0.91% akibat adanya perubahan iklim yang terjadi di Kabupaten Cianjur, dimana kabupaten tersebut merupakansalah satu sentra produksi padi di Jawa Barat. Adaptasi yang dilakukan petani didasarkan atas pengalaman selama bertani. Sebesar 61.7% petani melakukan bentuk adaptasi mengubah waktu penanaman untuk mengatasi pergeseran musim, sebesar 34% petani melakukan perlakuan lebih intensif dengan pemberian obat-obatan secara berkala untuk mengatasi hama penyakit tanaman dan sebesar 4.3% petani melakukan pengairan sawah dengan bantuan pompa untuk mengatasi kekringan yang terjadi. Dari peneltian diatas intisari yang ingin diambil adalah metode yang digunakan untuk mengetahui jenis strategi usahatani petani padi yang sudah diterapkan pada wilayah lain.

(31)
(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Desa Ciasmara merupakan salah sentra produksi padi terbesar di Kecamatan Pamijahan, sedangkan Kecamatan Pamijahan merupakan sentra produksi padi terbesar kedua setelah Desa Sukamakmur untuk wilayah di Kabupaten Bogor, dengan jumlah produksi padi pada tahun 2013 sebanyak 45 826 ton dan produktivitas sebanyak 6.612 ton/ha. Terjadi fenomena perubahan cuaca lokal di Kecamatan Pamijahan dalam periode masa tanam padi dua tahun terakhir, hal ini ditandai dengan tingginya nilai varian atau variasi cuaca pada tahun 2013. Nilai variabilitas cuaca dengan nilai varian tertinggi adalah faktor cuaca berupa curah hujan. Perubahan cuaca lokal yang terjadi, secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas pertanian yang ada di Desa Ciasmara. Petani adalah subjek dari aktivitas usahatani sekaligus juga sebagai objek atau penerima dampak langsung perubahan cuaca yang terjadi terhadap hasil panen padi mereka. Masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda mengenai fenomena alam yang terjadi tersebut, hal ini dipengaruhi oleh perbedaan pengetahuan dan juga pengalaman bertani. Perbedaan persepsi petani mempengaruhi suatu bentuk penyesuaian atau adaptasi yang dilakukan untuk mempertahankan output usahatani dari ancaman perubahan cuaca yang ada.

(33)

Gambar 6. Diagram Alur Kerangka Pemikiran

Fenomena Perubahan Cuaca Ekstrim

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi Persepsi Petani terhadap Perubahan Cuaca

Perubahan Pendapatan Usahatani akibat Perubahan Cuaca Jenis Adaptasi yang

dilakukan oleh Petani

Biaya Adaptasi yang dikeluarkan

oleh Petani Pilihan Adaptasi Petani

Menghadapi Perubahan Cuaca

(34)

VI. METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan data yang dipilih adalah Kabupaten Bogor. Lokasi yang akan dijadikan sebagi tempat penelitian yaitu Desa Ciasmara di Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Ciasmara merupakan salah sentra produksi padi terbesar di Kecamatan Pamijahan, sedangkan Kecamatan Pamijahan merupakan sentra produksi padi terbesar kedua setelah Desa Sukamakmur untuk wilayah di Kabupaten Bogor, dengan jumlah produksi padi pada tahun 2013 sebanyak 45 826 ton dan produktivitas sebanyak 6.612 ton/ha, sehingga bisa disimpulkan Desa Ciasmara merupakan salah satu sentra produksi padi di Kabupaten Bogor. Luas areal padi sawah yang dimiliki lebih besar dibandingkan dengan desa lain yang berada di Kecamatan Pamijahan yaitu seluas 325 hektar. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Juni - Oktober 2014.

4.2 Jenis dan Sumber Data

(35)

4.3 Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data dalam penelitian ini adalah metode

Non-probability Sampling secara Purposive. Purposive sampel adalah cara memperoleh sampel yang dilakukan dengan cara sengaja dan dengan menggunakan perencanaan tertentu (Mardalis 2004). Menghadapi objek di lokasi penelitian dimana objek yang ditemui hampir homogen secara keseluruhan yaitu sebagian besar petani dengan komoditas padi, maka populasi tidak perlu, cukup hanya dengan mengambil sampel untuk mendapatkan data yang diperlukan. Responden berasal dari Desa Ciasmara yang ada di Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Responden merupakan petani padi. Jumlah responden sebanyak 40 orang, dengan pertimbangan bahwa karakteristik petani tidak terlalu beragam, sehingga jumlah 40 orang responden diharapkan sudah dapat mewakili populasi petani. Gujarati (2007) menjelaskan rata-rata sampel dari besaran sampel yang terdiri dari sekurang-kurangnya 30 observasi akan mendekati normal apapun distribusi probabilitas yang mendasari.

4.4 Pengolahan dan Analisis Data

Menganalisis data merupakan suatu proses lanjutan setelah dilakukannya pengumpulan data. Penelitian ini menggunakan dua metode analisis data, yaitu metode analisis deskriptif atau kualitatif dan analisis kuantitatif. Metode analisis kuantitatif digunakan untuk memberikan penjelasan dan interpretasi data dan informasi pada tabulasi data dan menjelaskan jenis adaptasi yang dilakukan oleh petani terkait perubahan cuaca ekstrim, selain itu analisis kualitatif juga digunakan untuk mengidentifikasi persepsi petani mengenai cuaca yang dirasakan beberapa tahun terakhir yang kemudian akan dianalisi pada sebuah matriks risiko sumberdaya. Metode analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi biaya adaptasi, dampak perubahan cuaca terhadap input,output padi maupun pendapatan. Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan

(36)

Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data

(37)

4.4.1 Identifikasi Pengaruh Variabilitas Cuaca terhadap Tingkat Risiko Kegagalan Pertanian Padi

Pengaruh variabilitas cuaca terhadap pertanian padi diidentifikasi menggunakan penilaian berdasarkan skala perubahan cuaca dan konsekuensi terhadap pertanian. Penilaian perubahan dan konsekuensi dianalisis menggunakan matriks risiko sumberdaya. Matriks risiko sumberdaya (Asset Risk Matrix) merupakan alat bantu semi kuantitatif menggunakan analisis risiko untuk memperkirakan dan memeringkat sumberdaya alam dan kemungkinan perubahan cuaca sesuai dengan tingkat gambaran risikonya. Metode ini diadopsi dari matriks risiko sumberdaya yang digunakan oleh US Agency for International Development (USAID) dalam menghitung kerentanan pada sumberdaya air akibat perubahan iklim (USAID 2012). Matriks risiko berdasarkan konsekuensi dan perubahan cuaca dapat dilihat pada Gambar 7.

Kon

(38)

Data dan informasi yang diperlukan meliputi penilaian terhadap perubahan cuaca dan perubahan hasil panen padi ketika cuaca mengalami perubahan ekstrim. Hasil yang diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan skala atau penilaian yang sama dan dipersentasekan berdasarkan jumlah responden. Persentase terbesar dari setiap hasil merupakan faktor dominan dari masing-masing variabel yang dianalisis. Tabel 5 dan 6 menyajikan informasi mengenai pengukuran penilaian persepsi petani terhadap cuaca dan konsekuensi hasil panen padi akibat perubahan cuaca tersebut. Penilaian terhadap cuaca dan konsekuensi hasil panen padi merupakan skala penilaian yang diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh USAID dan Departemen Pertanian.

Tabel 5. Skala Penilaian Perubahan Cuaca

Skala Penilaian Deskripsi

1 Tidak ada perubahan Probabilitas kejadian ancaman bahaya sangat rendah.

2 Sedikit perubahan Probabilitas kejadian ancaman bahaya rendah. 3 Sedang Probabilitas kejadian ancaman bahaya tingkat

sedang.

4 Banyak perubahan Probabilitas kejadian ancaman bahaya tinggi dalam rentang waktu.

5 Perubahan sangat ekstem

Probabilitas kejadian amat tinggi berdasrkan catatan historis dan proyeksi perubahan cuaca.

Sumber: Modifikasi dari USAID (2011)

Tabel 6. Skala Penilaian Konsekuensi (Dampak) Panen Pertanian Padi

Skala Penilaian Deskripsi

1 Tidak potensi gagal panen

Dampak terhadap pertanian padi hampir tidak ada atau sama sekali tidak dirasakan oleh petani.

2 Potensi gagal panen rendah

Terjadi penurunan hasil panen dengan persentase penurunan 1 - 25%. 3 Potensi gagal panen

sedang

Terjadi penurunan hasil panen dengan persentase penurunan ≥ 26 - 50%. 4 Potensi gagal panen

tinggi

Terjadi penurunan hasil panen dengan persentase penurunan ≥ 51 - 75%. 5 Potensi gagal panen

sangat tinggi

Dampak berjangka panjang dengan kerugian finansial yang sangat besar

Terjadi penurunan hasil panen dengan persentase penurunan ≥ 76 - 100%.

(39)

Tabel 7. Indikator Tingkat Risiko berdasarkan Matriks Risiko Sumberdaya

Tingkat Risiko Konsekuensi Adaptasi

Ekstrim Perlu adaptasi segera mungkin

Tinggi Langkah adaptasi perlu dijadikan prioritas Moderat Perlu langkah adaptasi untuk mengurangi risiko Rendah Mungkin perlu adaptasi

Tidak berisiko Tidak perlu pengeluaran untuk adaptasi/ adaptasi bisa diabaikan Sumber: USAID (2011)

Tabel 7 menunjukkan tingkat risiko pertanian hasil dari analisis pada matriks berdasarkan persepsi perubahan dan konsekuensi yang dialami petani, keterkaitan antara keduanya akan menghasilkan tingkat risiko berdasarkan indikator warna yang menunjukkan tinggi atau rendahnya risiko kegagalan panen. Tingkat risiko yang dihadapi oleh petani akan menentukan prioritas dalam melakukan penyesuaian atau adaptasi dalam menghadapi perubahan cuaca yang terjadi. Semakin tinggi atau ekstrim risiko yang dihadapi oleh petani, maka konsekuensi untuk melakukan adaptasi penyesuaianpun semakin prioritas atau perlu melakukan adaptasi segera mungkin.

4.4.2 Identifikasi Pilihan Jenis Adaptasi Petani Padi dalam Menghadapi Perubahan Cuaca

(40)

Tabel 8. Identifikasi Jenis Adaptasi Petani

Berdasarkan tabel di atas, masing-masing petani yang menjadi reponden diminta untuk menentukan adptasi jenis apa yang telah mereka lakukan ketika menghadapi perubahan cuaca. Masing-masing petani boleh memilih lebih dari satu jenis adaptasi atau melakukan kombinasi adaptasi dalam kegiatan usahataninya. Hasil dari masing-masing pilihan adaptasi akan menentukan besarnya biaya yang petani keluarkan sebagai biaya adaptasi petani.

4.4.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi Petani

Jenis adaptasi yang dilakukan petani akan mempengaruhi besarnya nilai dari biaya adaptasi yang dilakukan, hal ini di diduga ada faktor-faktor yang mempengaruhi total biaya yang mau dikeluarkan petani untuk beradaptasi menghindari dampak negatif perubahan cuaca yang terjadi.

Analisis dalam mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam beradaptasi terhadap perubahan cuaca adalah model regresi linier berganda. Model regresi linier berganda menurut Juanda (2009) adalah fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, X3,....Xn dan

komponen sisaan error. Analisis regresi menggambarkan hubungan secara linier antara dua atau lebih peubah variabel peubah bebas atau independent (X) dengan variabel peubah tak bebas atau dependent (Y).

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam beradaptasi terhadap perubahan cuaca adalah lama menempuh pendidikan (X1), jumlah tanggungan keluarga (X2), pengalaman bertani (X3), dan

(41)

Persamaan model regresi linier berganda antara peubah-peubah diatas

X1 =Lama menempuh pendidikan (tahun)

X2 =Jumlah tanggungan keluarga (orang)

X3 =Lama pengalaman bertani (tahun)

X4 =Luas lahan pertanian (m2)

βi =Koefisien regresi

ԑ =Error term

Tanda yang diharapkan :

β1˂ 1

β2˂ 1

β3˂ 1

β4 > 1

Tabel 9. Matriks Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Adaptasi

No Faktor yang

mempengaruhi Keterangan Asumsi

(42)

Tabel 9 (lanjutan)

No Faktor yang

mempengaruhi Keterangan Asumsi

2 Jumlah tanggungan

(43)

4.4.3.1 Metode Pengujian Model

Model dapat dikatakan baik jika hasil estimasi model regresi yang telah didapat kemudian diuji. Pengujian tersebut dilakukan melalui uji ekonomi, uji statistik dan uji ekonometrika.

a. Uji Ekonomi

Model yang diuji berdasarkan kriteria ekonomi akan dilihat tanda dan besaran tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada setiap koefisien dugaan sesuai dengan teori ekonomi, apabila model tersebut memenuhi kriteria ekonomi, maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi, namun apabila kriteria tersebut tidak memenuhi standar ekonomi maka model tersebut tidak dapat dikatakan baik secara ekonomi.

b. Uji Statistik

Uji statistik digunakan pada model penduga melalui uji-F dan uji koefisien determinasi, sedangkan parameter regresi dapat diuji melalui uji-t. 1. Uji – F

Berdasarkan metode estimasi OLS, pengujian ini dapat dilihat dari nilai probabilitas F-statisticnya. Jika seluruh nilai sebenarnya dari parameter regresi sama dengan nol, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang linier antara variabel terikat dengan variabel bebas.

Adapun prosedur yang digunakan dalam uji –F (Gujarati 2003): H0 = β1 = β2 = β3 =...= βi = 0

H1 = minimal ada satu βi ≠ 0

Fhit = /(�−1)

�/ (�−�) ......(1)

Keterangan:

JKR = Jumlah Kuadrat Regresi JKG = Jumlah Kuadrat Galat

(44)

Apabila F hitung < Ftabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti bahwa

variabel bebas (Xi) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y).

Apabila F hitung > Ftabel maka H0 diterima dan H1 diterima yang berarti bahwa

variabel bebas (Xi) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y).

2. Uji Koefisien Determinasi (R-squared)

Nilai R – squared mencerminkan seberapa besar keragaman dari variabel dependen yang dapat diterangkan oleh variabel independen. R-squared dapat menjelaskan kemampuan variabel bebas secara bersamaan dalam menjelaskan variasi dari peubah tak bebas. Nilai R-squared memiliki besaran yang positif yaitu 0< R-squared <1. Jika nilai R-squared bernilai nol maka artinya keragaman variabel dependen tidak dapat dijelaskan oleh variabel independennya. Sebaliknya, jika nilai R-squared bernilai satu maka keragaman dari variabel dependen secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel independennya secara sempurna (Gujarati 2003). Rumus R-squared dapat dilihat sebagai berikut :

R2 = ESS...(2) Keterangan:

ESS = Explained of sum squared

TSS Total Sum of squared

3. Uji-t

Uji-t dilakukan untuk menghitung koefisien regresi masing-masing variabel independen sehingga dapat diketahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Prosedur dalam pengujian Uji-t oleh Gujarati (2003) :

H0 : β1 = 0

H0: β1 ≠ 0 t = b−βt

��β

Keterangan :...(3) b = parameter dugaan

(45)

Jika t hitung (n-k) <t tabel α/2, maka H0 diterima, artinya variabel (Xi) tidak

berpengaruh nyata terhadap (Y). Namun, jika t hitung (n-k) > ttabel α/2, maka H0 ditolak,

artinya variabel(Xi) berpengaruh nyata terhadap (Y).

C. Uji Ekonometrika 1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah pada model tersebut residual terdistribusi normal atau tidak. Model yang baik harus mempunyai residual yang terdistribusi normal atau hampir normal. Uji yang dapat digunakan adalah dengan membuat histogram normalitas. Nilai Probality yang lebih besar

dari taraf nyata α = 10% menandakan residual terdistribusi secara normal.

2. Uji Multikolinieritas

Model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah bebas. Masalah ini dapat dilihat langsung melalui output komputer, dimana apabila nilai Varian Inflaction Factor (VIF) < 10 maka tidak ada masalah multikolinearitas. Hal ini berarti bebas uji asumsi pelanggaran dan persamaan yang digunakan merupakan persamaan yang baik dan tidak terdapat pelanggaran

3. Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi metode penggunaan kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas asumsi homoskedastisitas adalah heteroskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji glejser. Uji glejser dilakukan dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Jika nilai uji glejser lebih besar dari α = 10% maka tidak terdapat heteroskedastisitas.

4. Uji Autokorelasi

(46)

Uji DW dapat digunakan bagi sample baik besar ataupun kecil, akan tetapi DW hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier order pertama, artinya faktor pengganggu et berpengaruh kepada faktor

pengganggu et-1. Autokorelasi dapat dilihat ada atau tidaknya, dengan

menggunakan ketentuan pada Tabel 10 di bawah ini. Tabel 10. Uji Autokorelasi

Sumber : Firdaus (2004)

4.4.4 Estimasi Pendapatan akibat Perubahan Cuaca Menggunakan Analisis Pendapatan Usahatani

Estimasi perubahan pendapatan petani akibat perubahan cuaca yang terjadi dihitung menggunakan analisis pendapatan usahatani. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang telah dikeluarkan (Soekartiwi 2002). Analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahatani berhasil atau tidak berhasil pada saat ini. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama kurun waktu yang ditetapkan. Penerimaan merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan didefiniskan sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

Pendapatan petani dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yakni pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan berdasarkan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah pendapatan yang diperoleh dengan memperhitungkan input milik keluarga sebagai biaya, atau selisih penerimaan dengan biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

D-W Kesimpulan

Kurang dari 1.10 1.10 dan 1.54 1.55 dan 2.46 2.46 dan 2.90 Lebih dari 2.91

(47)

Menurut Soekartawi et al, secara matematis penerimaan total, biaya, dan pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut:

TR = P *Q...(1) TC = biaya tunai + biaya diperhitungkan... (2)

∏ atas biaya tunai = TR – biaya tunai...(3)

∏ atas biaya total = TR – TC... (4) Keterangan :

TR = total penerimaan usahatani (Rp)

TC = total biaya usahatani (Rp)

∏ = keuntungan usahatani (Rp)

P = harga output (Rp)

Q = jumlah output (kg)

Perubahan pendapatan petani akan dibandingkan pada periode masa tanam di tahun 2012 dengan periode masa tanam yang sama di tahun 2013. Perubahan pendapatan dibandingkan pada periode masa tanam dua tahun terakhir yang dihitung berdasarkan bentuk dari pilihan jenis adaptasi yang dilakukan oleh petani, dimana dari jenis adaptasi yang dilakukan akan mempengaruhi biaya yang dikeluarkan oleh petani, sehingga secara umum perhitungan akhir perbandingan pendapatan petani dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

∏ = ∏1

- ∏...(5)

Keterangan :

∏1

= pendapatan masa tanam 2012 (cuaca normal)

(48)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Desa Ciasmara merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Desa Ciasmara dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini. Desa ini berbatasan langsung memiliki luas wilayah sebesar 626.25 ha yang terdiri dari 325 ha lahan pertanian, 200 ha lahan kehutanan, dan 101.25 ha lahan pemukiman penduduk serta lahan lainnya. Desa Ciasmara dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ciasihan

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kabandungan Kab. Sukabumi 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Purwabakti

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cibunian

Sumber : Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor (2014)

(49)

5.2 Geografis Wilayah

Desa Ciasmara terletak di dataran tinggi dengan kemiringan 10 sampai 45%, ketinggian berkisar antara 400 sampai dengan 600 meter di atas permukaan laut, memiliki suhu udara rata-rata antara 28 hingga 34 0C, dan memiliki curah hujan rata-rata antara 250 sampai 300 milimeter per tahun dan pada tahun 2013 rata-rata curah hujan di desa ini meningkat menjadi 350 milimeter sampai 550 milimeter. Desa Ciasmara memiliki curah hujan yang cukup tinggi karena secara geografis Desa ini dekat dengan daerah lereng Gunung Salak Bogor. Lokasi Desa Ciasmara 5 km dari ibu kota Kecamatan Pamijahan, 40 km dari ibu kota Kabupaten Bogor, dan 152 km dari ibu kota Provinsi Jawa Barat.

5.3 Sosial Ekonomi Masyarakat

Populasi penduduk di Desa Ciasmara pada tahun 2013 sebanyak 7 534 orang yang terdiri dari 3 919 orang laki-laki dan 3 615 orang perempuan. Mata pencaharian penduduk Desa Ciasmara sebagian besar bergerak dalam bidang pertanian, dimana jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani sebanyak 737 orang (42.04%) dan sebagai buruh tani sebanyak 317 orang (18.08%).

Tabel 11. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2013

No Jenis Pekerjaan Jumlah (jiwa) persentase (%)

1 Buruh tani 317 18.08

2 Petani 737 42.04

3 Peternak 46 2.62

4 Pedagang 141 8.04

5 Tukang kayu 39 2.22

6 Tukang batu 15 0.86

7 Penjahit 12 0.68

8 PNS 15 0.86

9 Pensiunan 5 0.29

10 TNI/Polri -

11 Perangkat desa 48 2.74

12 Pengrajin 15 0.86

13 Industri kecil 46 2.62

14 Buruh industri 138 7.87

15 Lani-lain 179 10.21

Total 1753 100

(50)

5.4 Kondisi Pertanian di Desa Ciasmara

Lahan yang terdapat di Desa Ciasmara digunakan secara produktif dan hanya sedikit yang tidak dimanfaatkan. Berdasarkan klasifikasi dan tata guna lahan untuk kategori lahan basah sebesar 51.83% merupakan sawah pengairan sederhana atau seluas 325 ha. Lingkungan persawahan membentang dari utara di Kampung Jogjokan Hilir sampai di selatan batas desa yang seluruhnya mencapai 325 ha.

Tanaman padi adalah tanaman yang memenuhi sebagian besar lahan sawah pada musim tanam, sementara tanaman palawija terutama cabai hanya ditanam di beberapa petak sawah dan areal penanamannya tidaklah terlalu luas. Tata guna untuk lahan kering Desa Ciasmara yang memiliki persentase terbanyak yaitu sebanyak 25.52% adalah perkebunan rakyat yaitu seluas 160 ha, untuk perairan klasifikasi lahan yang memiliki persentase terbesar adalah kolam dengan luas 12 ha dengan persentase hanya 1.91% dapat dilihat secara rinci pada Tabel 12 di bawah ini.

Tabel 12. Klasifikasi dan Tata Guna Lahan Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2012

No. Klasifikasi dan Tataguna Lahan Luas

- Sawah pengairan Sederhana 325 51.83

- Sawah tadah hujan 5 0.80

(51)

Sebanyak 90% lahan pertanian di Desa Ciasmara adalah tanaman padi dengan pola tanam padi setiap tahunnya, karena sumber air irigasi di Desa Ciasmara mencukupi bahkan saat musim kemarau. Berdasarkan penerapan usahatani desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor sebesar 80% usahatani yang ada di Desa Ciasmara adalah usahatani komoditas padi, selama dua sampai tiga musim tanam dalam satu tahun. Permasalahan teknis yang terjadi berdasarkan penilaian penyuluh pertanian wilayah binaan Desa Ciasmara, untuk tanaman padi sebanyak 30% petani belum menggunakan mutu benih sesuai anjuran, sebanyak 35% petani belum menggunakan cara dan jarak tanam sesuai anjuran dan sebanyak 25% petani belum melaksanakan pengamatan hama penyakit sesuai anjuran. Penerapan teknologi terapan Desa Ciasmara berdasarkan persentase yang dilakukan oleh penyuluh wilayah dapat dilihat pada Tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13. Penerapan Usahatani Desa Ciasmara Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor Tahun 2012

No Komoditas *Tingkat Penerapan Teknologi (TPT) (%)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Padi 80 60 70 65 65 70 70 75 75 80

2 Jagung 0 75 75 0 75 79 70 75 80 75

3 Ubi jalar 75 75 85 80 50 85 85

4 Ubi kayu 75 70 80 65 80 75 80

5 Kacang tanah 70 75 85 70 75 60 80

6 Mentimun 80 75 80 80 75 75 85

7 Kacang tanah 80 85 85 85 85 80 85 90

8 Buah-buahan 80 80 80 85 85 85 90 85

Sumber: Rancangan Kerja Tahunan Penyuluh (RKTP) 2013 Keterangan : * Unsur teknologi

1. Pola tanam 6. Pemupukan berimbang 2. Pengolahan tanah 7. Penggunaan ZPT/PPC 3. Benih/ bibit 8. Pengendalian hama terpadu 4. Pergiliran varietas 9. Tata guna air

(52)

5.5 Karakteristik Umum Responden

Menurut data yang diperoleh dari kantor Desa Ciasmara pada tahun 2013, jumlah petani di desa tersebut ialah sebanyak 1 054 orang atau sekitar 60.12% dari jumlah penduduk, akan tetapi tidak diketahui data mengenai petani yang menjadi penggarap sekaligus pemilik lahan, petani yang hanya menjadi penggarap saja, dan yang hanya menjadi buruh tani. Karakteristik umum responden di Desa Ciasmara diperoleh berdasarkan survei yang dilakukan terhadap 40 orang petani yang mewakili rumah tangga. Petani yang dimaksud adalah petani yang melakukan kegiatan usahatani mereka berupa komoditas padi sawah. Karakteristik umum responden berdasarkan sosial ekonominya dapat dijelaskan dalam kriteria di bawah ini.

5.5.1 Jenis Kelamin dan Usia

Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini sebesar 92% berjenis kelamin laki-laki atau sebanyak 37 orang petani dan sisanya sebesar 8% berjenis kelamin perempuan, karena pada umumnya kegiatan usahatani di Desa Ciasmara dilakukan oleh laki-laki. Petani memiliki usia yang bervariasi yaitu berkisar antara 20-80 tahun. Persentase usia terbesar ada pada rentang umur 41-50 tahun yaitu sebesar 42% atau sebanyak 13 orang. Persentase usia terkecil ada pada rentang usia 20 hingga 30 tahun yaitu sebesar 10%. Persentase jumlah responden berdasarkan usia dapat dilihat pada Gambar 8di bawah ini.

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar 8. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Usia Usia 20-30

10%

Usia 31-40 16%

Usia 41-50 42% Usia >50

(53)

5.5.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani di Desa Ciasmara masih tergolong rendah, hal ini ditunjukkan oleh banyaknya responden yang memiliki pendidikan terakhir sekolah dasar (SD) yaitu sebanyak 26 orang atau sebesar 65%, pendidikan formal terakhir SLTP atau SMP sebanyak 7 orang atau 17% dan sisanya adalah petani dengan pendidikan formal terakhir tingkat SLTA atau SMA hanya 13% dari total responden. Sebagian besar pendidikan petani hanya sampai pendidikan dasar 6 tahun, akan tetapi mereka masih memikirkan dan memprioritaskan pendidikan anak-anak mereka minimal sampai pendidikan dasar 12 tahun, hal itu ditunjukkan dari sebagian besar anak-anak para petani yang tingkat pendidikannya sampai perguruan tinggi. Persentase jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini.

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar 9. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan

5.5.3 Luas dan Status Kepemilikan Lahan

Petani memiliki luas lahan yang bervariasi, yaitu kurang dari 0.1 hektar hingga lebih besar dari 0.5 hektar. Luas lahan yang dimiliki petani mendominasi pada luas lahan 0.1 hektar sampai 0.25 hektar yaitu sebesar 47% petani atau sebanyak 19 petani, sedangkan petani yang memiliki luas lahan lebih dari 1 hektar hanya 1 orang dari total responden. Petani yang melakukan kegiatan usahatani pada lahan kurang dari 0.1 hektar mencapai 12% atau sebanyak 5 petani, sedangkan yang memiliki luas lahan lebih dari 0.5 hektar sebanyak 8% dari total responden. Rata-rata petani memiliki luasan lahan sebesar 0.3 hektar.

Tidak sekolah 5%

SD 65% SMP/SLTP

17%

(54)

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar 10. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Luas Lahan

Berdasarkan Gambar di atas, Persentase karakteristik petani berdasarkan luas lahan yang digunakan dalam usahatani padi sawah menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani di Desa Ciasmara tergolong kategori petani dengan luas lahan sedang, karena sebagian besar petani memiliki luas lahan diatas 0.25 hektar. Desa Ciasmara merupakan desa unggulan komoditas padi dengan hamparan sawah terluas dan pengairannya lancar untuk wilayah Kecamatan Pamijahan, sehingga diantara desa-desa yang lain kepemilikan luasan lahan untuk kategori sawah masih cukup luas di wilayah Desa Ciasmara.

Status petani responden terhadap kepemilikan lahan pertanian di Desa Ciasmara pada umumnya berstatus sebagai pemilik yaitu sebesar 63% atau sebanyak 25 petani, status sebagai petani penggarap lahan hanya sebesar 25% atau sebanyak 10 orang dan sisanya hanya 12% dari total responden yang memiliki lahan pertanian dengan status sebagai penyewa. Hal ini dikarenakan produksi pertanian yang dirasakan oleh petani tidak stabil, dimana hasil panen usahatani padi tidak selalu baik. Cuaca yang tidak bisa diprediksi membuat hasil panen akan berisiko gagal panen,.sehingga tingkat risiko kerugiannya akan terlalu besar apabila produksi yang ada sedang buruk sedangkan biaya sewa tetap harus dibayarkan. Persentase berdasarkan status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini.

< 0.1 hektar 12%

0.1-0.25 hektar 47% 0.3-0.5 hektar

28%

(55)

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar 11. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Kepemilikan Lahan

Berdasarkan Gambar 11 di atas dapat dilihat bahwa persentase lahan dengan status kepemilikan lahan sebagai pemilik lebih mendominasi, hal ini juga yang akan mempengaruhi sikap petani dalam pengambilan keputusan memilih jenis adaptasi dalam menyesuaikan dengan kondisi cuaca yang ada.

5.5.4 Lama Bertani

Responden dalam penelitian ini pada umumnya telah bertani dalam kurun waktu cukup lama. Hal ini ditunjukkan dengan pengalaman bertani mayoritas petani lebih dari 20 tahun. Petani dengan pengalaman bertani lebih dari 20 tahun mendominasi dengan persentase sebesar 30% atau sebanyak 12 orang petani.. Persentase jumlah responden berdasarkan pengalaman bertani dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.

Sumber: Data Primer (diolah)

Gambar 12. Persentase Jumlah Responden berdasarkan Pengalaman Bertani Penyewa

12%

Penggarap 25% Pemilik

63%

<5 tahun 7% 5-10 tahun

15%

11-15 tahun 20% 16-20 tahun

28% >20 tahun

Gambar

Tabel 1. Tabel 1. Tingkat Risiko Dampak Perubahan Iklim berdasarkan Wilayah di
Tabel 2. Prediksi Penurunan Produksi Tanaman Pangan Strategis pada
Gambar 3. Tren Perubahan Luas Panen di Kecamatan Pamijahan Tahun
Gambar 6. Diagram Alur Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penghitungan pendapatan usahatani padi di Desa Kopo Cisarua Jawa Barat ini terbagi menjadi tiga, yakni petani pemilik lahan (anggota dan non anggota kelompok tani),

Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar remaja Desa Cileungsi memiliki persepsi yang negatif tentang kenyamanan kerja pada pekerjaan di sektor pertanian padi sawah,

Apabila dibedakan berdasarkan usahataninya, maka biaya total per hektar dan per kg output per musim tanam usahatani padi organik yang dikeluarkan petani penggarap lebih

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi petani kedelai dalarn hal keterlibatannyapada kelompok tani adalah sebagai berikut: (1) Sebagian besar petani

Karakteristik sosial ekonomi yang mempengaruhi penerapan teknologi pertanian semi organik pada komoditi padi sawah Desa Sambirejo, kec.Binjai, Kabupaten Langkat.. Fakultas

Areal pertanaman padi sawah di Desa Ogoamas II lebih luas dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya, yang mana para petaninya sebagian besar mengusahakan usahatani

Skripsi ini berjudul “ Tingkat Adopsi Petani terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik “ (Studi Kasus di Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan

Pendapatan Petani Dari Usaha Penangkaran Benih Padi.... 43 5.4 Analisis Tingkat Risiko Penangkaran Benih Padi