• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KINERJA MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN

LESTARI PADA BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN

PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

MELALUI PENDEKATAN

BALANCE SCORECARD

   

 

 

SYINTYA HANUM WIDAYANTI

 

           

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangang Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard adalan benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantum dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institur Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

SYINTYA HANUM WIDAYANTI. Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard. Dibimbing oleh HENY K. DARYANTO.

Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) merupakan program yang dirilis oleh Kementerian Pertanian sejak tahun 2011 dalam rangka memenuhi ketersediaan pangan melalui optimalisasi lahan pekarangan. Untuk mengetahui kinerja m-KRPL yang telah berjalan diperlukan suatu evaluasi, sehingga dapat diketahui bagaimana kinerja m-KRPL selama ini. Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) dan survey terhadap lokasi Rumah Pangan Lestari (RPL) di Kabupaten dan Kota Bogor. Setelah melakukan pengukuran dengan pendekatan Balanced Scorecard program KRPL menunjukkan bahwa nilai sasaran hasil perspektif pelanggan dan proses bisnis internal memiliki pencapaian bobot paling tinggi yaitu 30.56 persen. Selanjutnya disusul oleh perspektif pembelajaran dan pertumbuhan sebesar 22.22 persen, kemudian perspektif keuangan memiliki total bobot sasaran pencapaian t paling rendah yaitu 16.67 persen, itu disebabkan karena kegiatan ini merupakan program dari Pemerintah untuk membantu mensejahterakan masyarakat.

Kata kunci: balanced scorecard, program m-KRPL

ABSTRACT

SYINTYA HANUM WIDAYANTI. Evaluation Sustainable Food Reserved Garden Program at Indonesia Center for Agricultural Technologi Assesment and Development throught the balanced scorecard approach. Revisid by HENY K S DARYANTO.

Sustainable Food Reserved Garden Program (SFRG) is a program that was released by the ministry of agriculture since 2011 in compliance with food availability through the the optimalization a home-lot. In order to know the performance of m-KRPL which has been running an evaluation is needed, in order to know how the performance of m-krpl so far the research was done in Indonesia Center for Agricultural Technologi Assesment and Development and survey on the location of Food Reserved Garden ( FRG ) in district and the city of bogor. After making measurements with the approach balanced scorecard krpl program had planted customers perspective and internal of business process having achievement of highest namely 30.56 percent. Followed by perspective of learning and the growth as much as 22.22 percent and the financial perspective reaching the target was the lowest namely 16.67 percent. That because this activity is programmed by the government to assist prosper the community.

(6)
(7)

EVALUASI KINERJA MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI PADA BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN MELALUI PENDEKATAN BALANCED

SCORECARD

SYINTYA HANUM WIDAYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Depertemen Ekonomi dan Manajemen

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lestari Pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Melalui Pendekatan Balanced Scorecard.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Heny K S Daryanto MEc selaku pembimbing skripsi, Bapak Dr Ir Amzul Rifin selaku dosen penguji utama dan Ibu Dra. Yusalina, M.Sc selaku dosen penguji komisi akademik yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Ir Maesti Mardiharini, M Si selaku penanggjung jawab program m-KRPL, serta seluruh ketua Kelompok Tani dan anggota RPL yang telah membantu selama pengambilan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Bapak, Suami, Anak serta seluruh keluarga dan temen-temen, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari 6

Konsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari 6

Strategi Pengembangan m-KRPL 7

Perencanaan dan Pelaksanaan 8

Studi Empiris Terkait Pengukuran Evaluasi Kinerja 11

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Model Balanced Scorecard 12

Konsep Kinerja 12

Pengendalian dan Kinerja 13

Tujuan Pengukuran Kinerja 13

Penilaian Kinerja 13

Tujuan Penilaian Kinerja 14

Manfaat Pengukuran Kinerja 14

Manfaat Penilaian Kinerja 14

Pengukuran Kinerja 15

Konsep Balanced Scorecard 16

Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard 17

Keuntungan Penggunaan Balanced Scorecard 21

Kerangka Operasional 22

METODE PENELITIAN 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Jenis dan Sumber Data 25

Metode Pengumpulan Data 26

Metode Pengolahan dan Analisis Data 26

Analisis Visi, Misi dan Tujuan ke dalam Empat Perspektif Pengukuran

Kinerja Balanced Scorecard 26

Menentukan sasaran strategi, indikator atau ukuran kinerja 27

Metode Perbandingan Berpasangan (Paired Comparison) 28

GAMBARAN UMUM 29

Sejarah m-KRPL 29

Keadaan Umum Lokasi Penelitian 30

Karekteristik Responden 32

Visi dan Misi m-KRPL 34

(14)

Struktur Organisasi 35

HASIL DAN PEMBAHASAN 37

Evaluasi dan Implementasi m-KRPL 37

Pengukuran Kinerja Kegiatan m-KRPL 45

Pengukuran Kinerja Kegiatan m-KRPL 45

Perspektif Keuangan 45

Perpektif Pelanggan 49

Perspektif Proses Bisnis Internal 50

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 52

Pembobotan Perspektif Balanced Scorecard 56

Perspektif Keuangan 56

Perspektif Pelanggan 56

Perspektif Proses Bisnis Internal 57

Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 57

SIMPULAN DAN SARAN 60

SIMPULAN 60 SARAN 60

DAFTAR PUSTAKA 61

RIWAYAT HIDUP 75

DAFTAR TABEL

1 Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL 10

2 Perspektif balanced scorecard 17

3 Matrik perbandingan berpasangan 29

4 Keadaan anggota KRPL berdasarkan mata pencaharian 32 5 Gambaran usia anggota KRPL di 6 sampel Desa 33 6 Gambaran tingkat pendidikan anggota KRPL di 6 sampel Desa 33 7 Pengalaman mengikuti kegiatan/program KRPL di 6 sampel Desa 33 8 Kemitraan para pihak terkait dalam tahap pengembangan KRPL 35

9 Implementasi dan evaluasi program KRPL 44

10 Penghematan pengeluaran rumah tangga dari hasil pekarangan yang dikonsumsi Kelompok Wanita Tani Bogor, periode desember 2013 sampai

dengan juni 2014. 45

11 Presentase penghematan pengeluaran kebutuhan rumah tangga 47 12 Nilai penjualan sayuran yang tidak dikonsumsi di KWT pada 6 (Enam)

Kecamatan Di Bogor 1 (Satu) Siklus Tanam ( Januari-Mei 2014) 48 13 Jenis Bibit/Benih yang Diproduksi pada Kegiatan m-KRPL di 6 Wilayah

Bogor 52 14 Rancangan matriks balanced scorecard kegiatan m-KRPL 55

15 Hasil pembobotan perspektif balanced scorecard kegiatan m-KRPL 59

 

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian evaluasi kinerja model kawasan rumah pangan lestari pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian

melalui pendekatan balanced scorecard 24

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Panduan penilaian mapping KRPL 63

2 Sampel anggota KRPL pada 6 Desa di Bogor 67

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia dengan jumlah 250 juta jiwa pada tahun 2014. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia akan terus bertambah hingga mencapai jumlah 350 juta jiwa pada tahun 2020, (BPS 2014). Semakin bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan ekonomi akan semakin meningkat. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Pangan merupakan hak asasi setiap manusia yang harus dipenuhi. Di sisi lain, lahan pertanian banyak yang beralih fungsi menjadi perumahan, jalan, industri dan sebagainya. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengatasi hal ini. Secara nasional terdapat sekitar 10 juta ha lahan pekarangan di Indonesia yang sebagian besar belum dimanfaatkan secara optimal sebagai areal pertanaman komoditas pangan. Fungsi pekarangan tersebut bukan hanya sebagai sumber pangan yang bergizi, tetapi sebagai penyedia pangan murah karena selalu tersedia saat dibutuhkan. Pemanfaatan pekarangan untuk pertanaman sebenarnya sudah berlangsung lama, terutama di wilayah pedesaan, akan tetapi belum mempertimbangkan aspek pemenuhan pangan dan gizi serta keberlanjutannya.

Pada tahun 2011 Kementerian Pertanian menginisiasi konsep Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) sebagai upaya untuk mengoptimalisasi lahan pekarangan. Justifikasi dari program KRPL adalah bahwa ketahanan pangan nasional dimulai dari ketahanan pangan keluarga. Pada awal tahun 2012, Presiden RI memperkenalkan program Rumah Pangan Lestari (RPL) untuk dikembangkan diseluruh rumah tangga di Indonesia. KRPL dirancang dalam rangka meningkatkan potensi lahan pekarangan untuk ketersediaan pangan murah yang berkelanjutan bagi keluarga. Melalui konsep KRPL, praktek tersebut dikembangkan untuk lebih meningkatkan nilai guna dan manfaat dari luasan pekarangan sempit hingga yang sangat luas. Implementasi model KRPL berdasarkan luasan pekarangan dibagi dalam tiga strata, yaitu : strata 1 (sempit), strata 2 (sedang), dan strata 3 (luas).

(18)

meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat secara mandiri.

Hingga Oktober 2013, implementasi model KRPL (m-KRPL) telah mencapai 1 456 unit yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di 33 provinsi di Indonesia. Model KRPL tersebut kemudian direplikasi oleh berbagai instansi, terutama Badan Ketahanan Pangan (BKP) yaitu sekitar 5 000 unit KRPL pada tahun 2013. Instansi terkait dan lembaga/organisasi (perempuan, pendidikan, sosial, dsb.) juga sangat antusias dalam mengembangkan atau mereplikasi KRPL. Akhir tahun 2013 diperkirakan lebih dari 6 500 unit KRPL telah terbangun, atau telah melibatkan lebih dari 200 000 rumah tangga (Rumah Pangan Lestari/RPL).

Kegiatan yang memiliki kemampuan untuk melipatgandakan kinerja akan mampu bertahan dan tumbuh dalam lingkungan bisnis yang kompetitif (Mulyadi 2001). Evaluasi kinerja diperlukan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan strategi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi (LAN RI 1999). Proses evaluasi kinerja organisasi mengkombinasikan evaluasi kinerja dari sumber daya yang berwujud (tangible resources) dan sumber daya tak berwujud (intangible resources). Untuk mengetahui bagaimana keadaan suatu kegiatan ataupun kinerja kegiatan diperlukan suatu sistem evaluasi yang terpadu. Kaplan dan Norton (2000) mengusulkan sistem evaluasi kinerja yang disebut dengan Balanced Scorecard, yang memiliki keistimewaan dalam cakupan evaluasinya yang komprehensif, dimana selain mempertimbangkan kinerja finansial (tolak ukur keuangan) juga mempertimbangkan kinerja non finansial (tolak ukur operasional).

Pengukuran kinerja yang baik oleh pihak manajemen dapat menentukan tingkat keberhasilan dari suatu strategi umum yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh kegiatan atau program. Suatu kegiatan juga harus memperhatikan kendala terbesar dari ketidakberhasilan suatu strategi umumnya yang sudah ditetapkan sebelumnya. Menurut Mulyadi (2001), kesalahan yang terjadi pada identifikasi lingkungan, maka hal ini akan lebih mudah diketahui dan diperbaiki dengan melakukan identifikasi lingkungan internal dan eksternal kegiatan/program, baik yang akan dilakukan oleh pihak manajemen kegiatan atau dilakukan dengan cara menggunakan jasa konsultan.

Menurut Kaplan dan Norton (2000), ukuran kinerja finansial relatif tidak terlalu mencerminkan indikator keberhasilan, karena ukuran finansial hanya menunjukkan apa yang telah dicapai perusahaan dan dimana posisi perusahaan saat ini berada. Ukuran kinerja finansial tidak dapat menunjukkan akan kemana kegiatan (tujuan kegiatan) dan bagaimana cara memperbaiki kinerja kegiatan. Hal ini disebabkan ukuran keuangan cenderung melihat apa yang telah dialami pada masa lalu

(19)

faktor pendorong tercapainya hasil tersebut (Kaplan dan Norton, 2000). Balanced Scorecard memiliki kelebihan sebagai sistem pengukuran kerja yang komperhensif, koheran, terukur dan seimbang.

Perumusan Masalah

Merujuk pada latarbelakang yang telah diuraikan di atas bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktifitas dalam mata rantai nilai yang ada pada perusahaan. Sistem pengukuran yang efektif akan dapat mendorong seluruh karyawan untuk mencapai target yang telah ditetapkan. Tanpa pengukuran yang efektif, perusahaan tidak dapat mengevaluasi seberapa baik kinerja perusahaan dalam merekomendasikan tindakan korektif yang bersifat visioner.

KRPL yang telah berjalan selama 3 tahun (2011-2014) perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi diperlukan untuk mengetahui bagaimana kinerjanya selama ini dan bagaimana prospek program tersebut di masyarakat, terutama dalam rangka meningkatkan pendapatan dan penghematan pengeluaran rumah tangga, tingkat partisipasi masyarakat, jumlah annggota RPL yang terlibat, manajemen Kebun Bibit Desa (KBD) dan dukungan Pemerintah.

Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lesatari merupakan program Kementerian Pertanian, adapun sistem penelian kinerjanya berbeda dengan sistem penilaian kinerja perusahaan. Sistem evaluasi kinerja perusahaan menitik beratkan pada keuntungan perusahaan tersebut Pada sistem penilaian evaluasi kinerja pada kegiatan KRPL ini menggunakan sistem evaluasi pelaksanaan program. Adapun definisi dari Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program. Ada beberapa pengertian tentang program sendiri. Dalam kamus (a) program adalah rencana, (b) program adalah kegiatan yang dilakukan dengan seksama. Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan Pengukuran kinerja program m-KRPL yang telah dilakukan selama ini dengan menggunakan pemetaan dan pengelompokan (klastering) yang dilakukan pada lokasi KRPL di seluruh Indonesia, dengan indikator dan parameter yang telah dirumuskan oleh Tim Posko Penggerak dan Pengolah KRPL, yang mengacu pada 7 (tujuh) pilar keberlanjutan, yaitu: (a) Infrastruktur; (b) Peran tokoh masyarakat (local champion); (c) Ketersediaan benih (pengelolaan Kebun Bibit Desa/KBD); (d) Dukungan Pemerintah; (e) Kelembagaan pasar; (f) Partisipasi aktif masyarakat; dan (g) Rotasi tanaman.

(20)

penggerak PKK, dan Posyandu dapat berfungsi sebagai penggerak atau motinator dalam pengembangan KRPL.

Ketersediaan benih atau bibit yang dibutuhkan masyarakat perlu diperhatikan dalam pengembangan KRPL. Untuk itu Kebub Bibit Desa atau Kelurahan (KBD/KBK) wajib dibangun atau ditumbuhkan dan dikelola dengan baik. Dukungan Pemerintah Daerah (Pemda), baik berupa kebijakan maupun alokasi anggaran atau bentuk natur, juga menjadi pilar keberlanjutan KRPL. Kebijakan Pemda, dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), tentang pentingnya pengembangan KRPL untuk ketahanan dan kemandirian pangan wilayah perlu diimplementasikan dalam bentuk gerakan, atau himbauan kepada segenap jajarannya, baik di tingkat provinsi, kabupaten hingga tingkat desa. Alokasi anggaran, dukungan dalam bentuk natur seperti benih/bibit tanaman, ternak maupun ikan serta pendampingan juga sangat diperlukan dalam pengembangan dan keberlanjutan KRPL.

Suatu program pemberdayaan masyarakat seperti pengembangan KRPL ini, dapat berhasil atau berkelanjutan apabila dapat dirasakan manfaatnya dan mempunyai nilai ekonomis bagi pelaksana maupun masyarakat sekitarnya. Dalam pengembangan KRPL, produk yang dihasilkan oleh setiap RLP berpeluang untuk dijual. Setelah tujuan pertama (pemenuhan pangan dan gizi keluarga) terpenuhi. Pembentukan kawasan dalam pengembangan KRPL bertujuan agar produk yang dihasilkan oleh setiap RPL juga mempunyai nilai atau manfaat ekonomi. Produk yang dihasilkan dalam KRPL ini sangat khas, karena berupa komoditas segar dan sehat (organik), sehingga segmen pasarnyapun dapat dibedakann. Kelembagaan pendukung lainnya sebagai pilar keberhasilan pengembangan KRPL antara lain adalah kelembangaan input dan kelembagaan pengolahan hasil. Kelembagaan tersebut otomatis akan tercipta apabila produk yang dihasilkan KRPL ini telah berkembang dan berseninambungan (lestari).

Berdasarkan hasil pemetaan tersebut, telah disusun strategi pendampingan maupun upgrading untuk masing-masing klaster di masing-masing provinsi. Dengan analisis tersebut, peneliti bisa mendapatkan gambaran metode pengukuran kinerja yang dilakukan oleh program KRPL selama ini dan hasilnya. Akan tetapi, pengukuran kinerja tersebut tidak dapat melihat secara detail bagaimana kinerja tersebut jika dilihat dari perspektif keuangan, perspektif bisnis internal, perspektif pelanggan, maupun perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Klaster (kategori) yang digunakan ada 3 (tiga) klaster, yaitu berwarna hijau adalah lokasi m-KRPL yang telah memenuhi nilai baik (infrastruktur mudah diskes, KBD telah mandiri, jumlah rumah tangga/RPL terus bertambah, telah mengintegrasi tanaman-ikan-ternak, kelembagaan pengelolaan hasil dan pasar telah berjalan). Sementara klaster kuning sedang ( KBD belum mandiri karena belum mampu menyediakan sumber benih dan media tanam, motivator ada tapi kurang aktif), sedangkan klaster merah adalah buruk (KBD tidak berjalan baik bahkan sudah tidak ada lagi, jumlah RPL semakin berkurang, motivator lokal tidak ada, dan kelembagaan lainnya lemah atau tidak berjalan baik).

(21)

perspektif keuangan saja namun juga perspektif pelanggan, bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif ini akan memberikan keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta hasil yang diinginkan dengan tercapainya hasil tersebut. Balanced Scorecard memiliki kelebihan sebagai sistem pengukuran kinerja yang komperhensif, koheran, terukur dan seimbang.

Sejauh ini program KRPL belum menerapkan Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja. Padahal kebutuhan akan suatu manajemen strategis yang memiliki metode penilaian yang komperhensif, koheran, terukur, dan seimbang mutlak diperlukan suatu kegiatan atau program untuk mencapai kesuksesan dalam persaingan di masa mendatang. Dengan demikian, program dapat terus berkembang dan mampu mencapai visi melalui misinya. Proses pengambilan keputusan manajemen dalam lingkungan usaha yang semakin kompleks dan kompetitif, yang perlu didukung dengan sistem tolak ukur kinerja yang integratif, secara internal konsisten dengan visi, misi, tujuan dan strategi program disertai umpan balik yang cepat, serempak, dan simultan. Oleh karena itu, diperlukan pengukuran dengan konsep Balanced Scorecard agar keempat aspek tersebut dapat evaluasi.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana evaluasi kinerja pada program KRPL selama ini?

2. Bagaimana kinerja program Model Kawasan Rumah Pangan Lestari berdasarkan konsep Balanced Scorecard yang meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan?

Tujuan Penelitian

Konsisten dengan permasalahan yang dirumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menilai dan meninjau evaluasi kinerja yang diterapkan pada Program KRPL selama ini.

2. Mengetahui kinerja Program m-KRPL berdasarkan konsep Balanced Scorecard yang meliputi perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.

Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian yang akan dicapai, maka hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukkan, informasi dan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Sebagai masukkan dan informasi dalam penentuan kebijakan bagi Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian, dan diharapkan dengan Balanced Scorecard sebagai strategi peningkatan dalam pengembangan m-KRPL dapat diukur, terarah, berdaya guna, dan berhasil guna.

(22)

Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup kajian masalah yang diteliti adalah Evaluasi Kinerja Model Kawasan Rumah Pangan Lesatari pada Balai Besar Pengkajian dan Pengemabangan Teknologi Pertanian melalui Pendekatan Balanced Scorecard yang di laksanakan pada Kantor BBP2TP dan 6 KRPL yang berada di Bogor. Data kegiatan selama penelitian diperoleh berdasarkan hasil wawancara kepada penanggungjawab dan anggora RPL. Program KRPL belum menerapkan Balanced Scorecard sebagai sistem pengukuran kinerja. Padahal kebutuhan akan suatu manajemen strategis yang memiliki metode penilaian yang komperhensif, koheran, terukur, dan seimbang mutlak diperlukan suatu kegiatan atau program untuk mencapai kesuksesan dalam persaingan di masa mendatang. Dengan demikian, program dapat terus berkembang dan mampu mencapai visi melalui misinya.

TINJAUAN PUSTAKA

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari

Rumah Pangan Lestari adalah rumah yang memanfaatkan pekarangan secara intensif melalui pengelolaan sumberdaya alam lokal secara bijaksana, yang menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas, nilai dan keanekaragamannya. Sedangkan penataan pekarangan ditujukan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya melalui pengelolaan lahan pekarangan secara intensif dengan tata letak sesuai dengan pemilihan komoditas. Terkait dengan program pemanfaatan lahan pekarangan, pada dasarnya intensifikasi pekarangan merupakan usaha peningkatan produktivitas sumberdaya lahan pekarangan dengan menggunakan teknologi tepat guna dan pemanfaatan input produksi modern dengan tujuan meningkatkan produksi pertanian guna mencukupi kebutuhan pangan dan gizi serta meningkatkan pendapatan keluarga. Dalam Pedoman Umum Pemanfaatan Pekarangan yang dibuat Departemen Pertanian (2002), juga disebutkan kriteria kelompok peserta program (wanita tani-nelayan) menggunakan pendekatan kelompok secara partisipatif. Dengan berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dengan prinsip keserasian dan keminpinan dari peserta program. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) yang dikembangkan oleh Badan Libang Pertanian (2011), meliputi: (1) rumah pangan lestari, (2) penataan pekarangan, (3) pengelompokan lahan pekarangan terdiri atas lahan pekarangan perkotaan dan pedesaan, dengan strata luasan (sempit, sedang, dan luas), (4) pemilihan komoditas, (5) diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, dan (6) pengembangan kawasan. Sedangkan pengembangan Kebun Bibit Desa (KBD) adalah sebagai entry point agar program ini terus berkesinambungan (lestari).

Konsep Model Kawasan Rumah Pangan Lestari

(23)

pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan,serta peningkatan pendapatan yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga keberlanjutannya, pemanfaatan pekarangan dalam konsep Model KRPL dilengkapi dengan kelembagaan Kebun Bibit Desa, unit pengolahan serta pemasaran untuk penyelamatan hasil yang melimpah (Kementerian Pertanian 2011).

Beberapa faktor lain yang mendukung keberlanjutan KRPL adalah ketersediaan benih/bibit, penanganan pascapanen dan pengolahan, dan pasar bagi produk yangdihasilkan. Untuk itudiperlukan penumbuhan dan penguatan kelembagaan KBD, pengolahan hasil, dan pemasaran. Selanjutnya untuk mewujudkan kemandiriankawasan, maka dilakukan pengaturan pola dan rotasi tanaman termasuk sistem integrasi tanaman-ternak. Untuk memenuhi Pola Pangan Harapan, diperlukan model diversifikasi yang dapat memenuhi kebutuhan kelompok pangan (padi-padian, aneka umbi, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur dan buah, dan lainnya) bagi keluarga. Model ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

Prinsip m-KRPL adalah (1)Ketahanan dan kemandirian pangan rumahtangga, (2) Diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (3) Konservasi sumberdaya genetik (tanaman, ternak, ikan) untuk masa depan, (4) Peningkatan kesejahteraan rumahtangga dan masyarakat, (5) Pendidikan dan pelatihan, (6) Kesehatan dan gizi masyarakat, dan (7) Antisipasi perubagan iklim. Model pendekatan m-KRPL adalah (1) Optimalisasi ruang/tempat atau karang kantri dan pekarangan rumahtangga, (2) Penataan pekarangan untuk perkotaan dan di pedesaan, (3) Pengelompokan luas lahan pekarangan (strata): tanpa pekarangan, pekarangan sempit, pekarangan sedang dan pekarangan luas, (4) Pemilihan komoditas yang diusahakan (memenuhi PPH 93,3 tahun 2014): tanaman pangan (non padi), hortikultura (sayuran dan buah-buahan), tanaman obat keluarga (toga), budidaya ternak dan ikan, yang terintegrasi dan berkesinambungan, dan (5) Pengambangan kebun bibit desa (KBD).

Strategi Pengembangan m-KRPL

Pengembangan Rumah Pangan Lestari (RPL) dilaksanakan selama ini menggunakan strategi sebagai berikut:

1. Melakukan sosialisasi dan advokasi kepada pihak: Mengadakan pelatihan KRPL bagi rumah tangga atau kelompok rumah tangga yang berada pada kawasan yang dikembangkan oleh Kementerian/lembaga lain, BUMN, Swasta, Pemda, LSM, Perguruan Tinggi dan pihak terkait lainnya.

2. Membangun dan memperluas m-KRPL sebagai percontohan di setiap kabupaten/kota diseluh wilayah Indonesia.

3. Membentuk Posko Penggerak dan Pengelola KRPL yang mencakup tingkat pusat, tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.

(24)

5. Membentuk “Bapak Asuh KRPL” khususnya di kalangan BUMN dan Swasta yang didukung dengan dana Corporate Social Responsibility (CSR).

6. Kerjasama dengan Kementerian/lembaga untuk mengembangkan keseluruhan kabupaten/kota.

7. Replikasi RPL oleh Ditjen Teknis dan Badan Lingkup Kementerian Pertanian. 8. Replikasi RPL oleh pemerintah daerah.

Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi 4 yaitu pekarangan pada: (1) Rumah Tipe 21 dengan total lusa tanah sekitar 36 m2 atau tanpa halaman, (2) Rumah Tipe 36, luas tanah sekitar 72 m2 atau halaman sempit, (3) Rumah Tipe 45, luas tanah sekitar 90 m2 atau halaman sedang, dan (4) Rumah Tipe 54 atau 60, luas tanah sekitar 120 m2 atau halaman luas. Pekarangan pedesaan dikelompokkan menjadi 4, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2) pekarangan sempit (<120 m2), (3) pekarangan sedang (120-400 m2), dan (4) pekarangan luas (>400 m2).

Perencanaan dan Pelaksanaan

Untuk merencanakan dan melaksanakan pengembangan Model KRPL, dibutuhkan 9 (sembilan) tahapan kegiatan seperti telah dituangkan dalam pedoman umum model KRPL (Kementerian Pertanian 2011), yaitu:

1. Persiapan

(1) pengumpulan informasi awal tentang potensi sumberdaya dan kelompok sasaran, (2) pertemuan dengan dinas terkait untuk mencari kesepakatan dalam penentuan calon kelompok sasaran dan lokasi, (3) koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Dinas terkait lainnya di Kabupaten/Kota, (4) memilih pendamping yang menguasai teknik pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.

2. Pembentukan Kelompok

Kelompok sasaran adalah rumah tangga atau kelompok rumah tangga dalam satu Rukun Tetangga, Rukun Warga atau satu dusun/kampung. Pendekatan yang digunakan adalah partisipatif, dengan melibatkan kelompok sasaran, tokoh masyarakat, dan perangkat desa. Kelompok dibentuk dari, oleh, dan untuk kepentingan para anggota kelompok itu sendiri. Dengan cara berkelompok akan tumbuh kekuatan gerak dari para anggota dengan prinsip keserasian, kebersamaan dan kepemimpinan dari mereka sendiri.

3. Sosialisasi

Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait.

4. Penguatan Kelembagaan Kelompok

(25)

telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan); dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompok-kelompok masyarakat lainnya.

5. Perencanaan Kegiatan

Melakukan perencanaan/rancang bangun pemanfaatan lahan pekarangan dengan menanam berbagai tanaman pangan, sayuran dan obat keluarga, ikan dan ternak, diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, pelestarian tanaman pangan untuk masa depan, kebun bibit desa, serta pengelolaan limbah rumah tangga. Selain itu dilakukan penyusunan rencana kerja untuk satu tahun. Kegiatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan kelompok dan dinas instansi terkait.

6. Pelatihan

Pelatihan dilakukan sebelum pelaksanaan di lapang. Jenis pelatihan yang dilakukan diantaranya teknik budidaya tanaman pangan, buah dan sayuran, toga, teknik budidaya ikan dan ternak, pembenihan dan pembibitan, pengolahan hasil dan pemasaran serta teknologi pengelolaan limbah rumah tangga. Jenis pelatihan lainnya adalah tentang penguatan kelembagaan.

7. Pelaksanaan

Pelaksanaan kegiatan dilakukan oleh kelompok dengan pengawalan teknologi oleh peneliti dan pendampingan antara lain oleh Penyuluh dan Petani Andalan. Secara bertahap, dalam pelaksanaanya menuju pada pencapaian kemadirian pangan rumah tangga, diversifikasi pangan berbasis sumberdaya lokal, konservasi tanaman pangan untuk masa depan, pengelolaan kebun bibit desa, dan peningkatan kesejahteraan.

8. Pembiayaan

Bersumber dari kelompok, masyarakat, partisipasi pemerintah daerah dan pusat, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, swasta dan dana lain yang tidak mengikat.

9. Monitoring dan Evaluasi

(26)

Tabel 1 Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL

No Pelaksana Tugas / Peran dalam Kegiatan

1 Masyarakat - Kelompok sasaran

- Pamong Desa (RT, RW, Kadaus), Tokoh Masyarakat - Pelaku Utama

- Pendamping 2 Pemerintah Daerah (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Perikanan, Kantor

Kecamatan, Kantor Kelurahan dan lembaga terkait lainnya)

- Pembinaan dan pendampingan kegiatan oleh petugas lapang - Penanggung jawab

keberlanjutan kegiatan - Replikasi kegiatan ke lokasi

lainnya

3 Koordinator lapangan - PKK, Pokja 3

- Kantor Ketahanan Pangan 4 Ditjen Komoditas/Badan

lingkup Kementecrian Pertanian

- Pengembangan model sesuai tupoksi instansi

5 Pengembangan model sesuai tupoksi instansi

- Narasumber dan pengawalan inovasi teknologi dan

kelembagaan

6 PerguruanTinggi/Swasta/LSM - Dukungan dan pengawalan 7 Pengembang perumahan - Fasilitasi pemanfaatan lahan

kosong di kawasan perumahan

Sumber: Pedum m-KRPL, Litbang (2012)

(27)

Studi Empiris Terkait Pengukuran Evaluasi Kinerja

Konsep Balanced Scorecard semakin luas digunakan di berbagai belahan dunia seperti Eropa, Australia, dan Asia sejak lahirnya diawal era 90-an. Pada abad 21 ini, Balanced Scorecard sering didiskusikan di Indonesia. Penelitian-peneltian mengenai Balanced Scorecard telah banyak dilakukan. Pada dasarnya metode Balanced Scorecard merupakan alat untuk mengukur kinerja perusahaan dan sebagai sistem manajemen strategis komprehensif.

Metode Balanced Scorecard melihat kinerja perusahaan dari berbagai aspek perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif bisnis internal dan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Dalam melakukan penelitian mengenai kinerja suatu kegiatan, ada beberapa penelitian yang berhasil merumuskan kinerja perusahaan yang mereka teliti dan ada pula yang tidak berhasil karena perusahan tersebut berfokus pada persepktif keuangan. Hasil-hasil penelitian berikut akan memberikan gambaran lebih jelas mengenai konsep Balanced Scorecard beserta lembaga-lembaga yang menerapkannya.

(28)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Dalam membahas penelitian ini penulis mengemukakan berbagai teori yang berkaitan dengan judul penelitian sebagai berikut :

Model Balanced Scorecard

Yuwono dkk (2007) menyatakan bahwa ide tentang Balanced Scorecard pertama kali dipublikasikan dalam artikel Kaplan dan Norton di Harvard Business Review tahun 1992 dalam sebuah artikel yang berjudul “Balanced Scorecard – Measures that Drive Performance” Intinya scorecard terdiri atas tolak ukur keuangan yang menunjukkan hasil dari tindakan yang diambil sebagaimana ditunjukkan pada tiga perspektif tolak ukur operasional lainnya: kepuasan pelanggan, proses internal dan kemampuan berorganisasi untuk belajar dan melakukan perbaikan. Pengukuran menjadi suatu hal yang vital sebelum kita melakukan evaluasi atau pengendalian terhadap suatu objek. “Balanced” di depan kata “score maksudnya adalah bahwa angka (grade) atau “score” tersebut harus mencerminkan keseimbangan antara sekian banyak elemen penting dalam kinerja.

Menurut Kaplan dan Norton (2007) Balanced Scorecard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis serta proses pembelajaran dan pertumbuhan.

Perspektif Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton 2007) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Perspektif Keuangan, mengukur hasil tertinggi yang dapat diberikan kepada organisasi. Finansial dibutuhkan untuk memberikan ringkasan dari konsekuensi ekonomi akibat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah diambil.

2. Perspektif Pelanggan, fokus terhadap kebutuhan dan kepuasan pelanggan termasuk pangsa pasar. Pelanggan dibutuhkan untuk mengetahui keadaan pasar.

3. Perspektif Internal, memfokuskan perhatian pada kinerja dalam proses internal yang mendorong kemajuan perusahaan.

4. Pembelajaran dan Berkembang, memperhatikan langsung seluruh kemungkinan untuk berhasil. Belajar dan pertumbuhan dibutuhkan untuk mengidentifikasi infrastruktur dari organisasi yang harus dibangun untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.

Konsep Kinerja

Dalam berbagai literatur istilah performance saat ini popular digunakan,

(29)

bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan konstribusi ekonomi. Dalam konteks penelitian ini pengertian di atas dianggap cukup karena Balanced Scorecard juga menyangkut teknik pengukuran terhadap kepuasan pelanggan dan kontribusi ekonomi dalam perspektif keuangan.

Namun demikian kinerja dalam rangka pengembangan karyawan memerlukan pengukuran, dan dalam penelitian ini pengukuran yang dimaksud adalah pengukuran dengan menggunakan Model Balanced Scorecard dengan tujuan untuk menghasilkan informasi yang akurat dan sahih tentang perilaku dan kinerja anggota-anggota organisasi. Pengukuran kinerja melalui Balanced Scorecard akan menghasilkan kesimpulan apakah kesejahteraan karyawan dapat dipertimbangkan peningkatannya, apakah perspektif keuangan dapat meningkatkan perkembangan fisik organisasi atau apakah proses internal dalam organisaasi dapat memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan diri, dan terakhir apakah proses belajar dapat menunjang kinerja sehingga organisasi eksis dan mampu bersaing dengan organisasi sejenis.

Pengendalian dan Kinerja

Pengendalian adalah proses mengarahkan sekumpulan variabel yang meliputi manusia, benda, situasi dan organisasi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan kinerja adalah suatu tampilan keadaan secara utuh atas perusahaan atau kegiatan selama periode waktu tertentu, merupakan hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan atau kegiatan dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki.

Tujuan Pengukuran Kinerja

Tujuan dari pengukuran kinerja menurut Samimora (2006), adalah untuk menghasilkan data, yang kemudian apabila data tersebut dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat bagi pengguna data tersebut. Berdasarkan tujuan pengukuran kinerja, maka metode pengukuran kinerja harus dapat menyelaraskan tujuan organisasi perusahaan secara keseluruhan tujuan organisasi keseluruhan (goal congruence).

Penilaian Kinerja

(30)

Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan utama penilaian kinerja (Samimora 2006), adalah untuk memotivasi personil dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam memenuhi standar berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan berhasil yang diinginkan oleh organisasi.

Manfaat Pengukuran Kinerja

Suatu pengukuran kinerja akan menghasilkan data, dan data yang telah dianalisis akan memberikan informasi tentang manfaat pengukuran kinerja berupa bagi peningkatan pengetahuan para manajer dalam mengambil keputusan atau tindakan manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Samimora 2006). Manfaat sistem pengukuran kinerja yang terbaik adalah :

1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.

2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut.

4. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberikan reward atas perilaku yang diharapkan.

5. Membuat suatu tujuan yang biasanya kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat dari penilaian kinerja bagi manajemen (Samimora 2006), adalah sebagai berikut :

1. Mengelola operasi organisasi secara efektif melalui pemotivasian karyawan secara maksimum.

2. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. 3. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka

menilai kinerja mereka.

4. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. 5. Penghargaan digolongkan dalam 2 (dua) kelompok yaitu :

a. Penghargaan intrinisik, berupa rasa puas diri yang diperoleh seseorang yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaan dengan baik dan telah mencapai sasaran tertentu dengan menggunakan berbagai teknik seperti pengayaan pekerjaan, penambahan tanggungjawab, partisipasi dalam pengambilan keputusan.

(31)

Pengukuran Kinerja

Pengertian kinerja merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan oleh organisasi (Moeheriono 2009). Menurut Oxford Dictionary (Moeheriono 2009), kinerja (Performance) merupakan suatu tindakan proses atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi. Sedangkan menurut Robbins dalam Moeheriono (2009), mengatakan bahwa kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu Kinerja = f (A x M x O); artinya kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Pengukuran kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan sesuatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi (Moeheriono 2009). Menurut Yuwono (2007), pengukuran kinerja merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen yang mencakup baik tindakan yang mengimplikasikan keputusan perencanaan maupun penilaian kinerja pegawai dan operasinya.

Untuk Pengukuran kinerja kita perlu menetapkan ukuran indikator kinerja. Menurut Moeheriono (2009), pada umumnya, ukuran indikator kinerja dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori berikut ini. Namun, organisasi tertentu dapat mengembangkan kategori masing-masing yang sesuai dengan misinya yaitu:

1. Efektif, indikator ini mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator mengenai efektifitas ini menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang sudah benar.

2. Efisien, indikator ini mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output dengan menggunakan biaya serendah mungkin. Indikator mengenai efektifitas ini menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu dengan benar.

3. Kualitas, indikator ini mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen.

4. Ketepatan waktu, indikator ini mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan secara benar dan tepat waktu. Oleh karena itu, perlu ditentukan kriteria yang dapat mengukur berapa lama waktu yang seharusnya diperlukan untuk menghasilkan suatu produk. Kriteria ini biasanya didasarkan pada harapan konsumen.

5. Produktivitas, indikator ini mengukur tingkat produktivitas suatu organisasi. Pada bentuk ilmiah, indikator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu proses dibandingkan dengan nilai yang dikonsumsi untuk biaya modal dan tenaga kerja.

(32)

Konsep Balanced Scorecard

Balanced Scorecard merupakan sistem pengukuran kinerja dan pelaporan yang mengusahakan suatu keseimbangan antara tolak ukur keuangan dan operasi, mengaitkan kinerja terhadap ganjaran dan memberikan pengakuan yang eksplisit terhadap diversitas dari tujuan organisasional (Tunggal 2009). Balanced Scorecard merupakan alat manajemen kontemporer yang didesain untuk meningkatkan kemampuan kegiatan atau program dalam melipat gandakan kinerja keuangan secara berkesinambungan (Sustainable Outstanding Financial Performance).

Pemanfaatan Balanced Scorecard dalam pengelolaan menjanjikan peningkatan signifikan kemampuan kegitan/program dalam menciptakan kekayaan (Mulyadi 2007). Menurut Kaplan (1996), Balanced Scorecard menerjemahkan visi, misi dan tujuan kegiatan atau program ke dalam berbagai tujuan dan ukuran terpadu yang tersusun dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Luis (2009) mendefinisikan Balanced Scorecard sebagai suatu alat manajemen kinerja (Performance Management Tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator keuangan dan non keuangan yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat. Konsep Balanced Scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan pengimplementasian konsep tersebut. Balanced Scorecard telah mengalami evolusi perkembangan: (1) Balanced Scorecard sebagai perbaikan atas sistem pengukuran kinerja eksekutif, (2) Balanced Scorecard sebagai kerangka perencanaan strategik, dan (3) Balanced Scorecard sebagai basis sistem terpadu pengelolaan kinerja personel (Mulyadi 2007).

(33)

mereka pada selain kinerja keuangan, yaitu pada ukuran kinerja non keuangan dalam ukuran jangka panjang.

Empat Perspektif dalam Balanced Scorecard

Balanced Scorecard dimanfaatkan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke kinerja keuangan dan nonkeuangan serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Sebuah artikel berjudul Balanced Scorecard-Measures That Drive Performance yang memuat hasil studi tentang Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan yang telah dilakukan oleh Norton menyimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan, diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan (Mulyadi 2007). Mengembangkan suatu Balanced Scorecard mencakup proses secara khusus merancang suatu sistem pengukuran manajemen strategik. Prosesnya dimulai dengan melakukan penilaian pendahuluan dari strategi usaha secara keseluruhan dengan fokus pada integrasi proses ekonomi secara keseluruhan. Setelah proses, tujuan dan sasaran secara keseluruhan diidentifikasi, tolak ukur yang dipercayai paling baik mengandung esensi kemajuan organisasi terhadap sasaran yang harus dipilih. Berikut ini empat perspektif Balanced Scorecard.

Tabel 2 Perspektif balanced scorecard

Perspektif Ukuran kinerja eksekutif yang berimbang

Keuangan (Finance)

a. Economic value added (EVA)

b. Pertumbuhan pendapatan (Revenue Growth)

c. Pemanfaatan aktiva yang diukur dengan asset turnover

d. Berkurangnya biaya secara signifikan yang diukur dengan cost effectivenes

Konsumen (Customer)

a. Jumlah customer baru

b. Jumlah customer yang menjadi non-customer c. Kecepatan waktu layanan customer

d. Tingkat kepuasan customer Proses

(Process)

a. Ketepatan waktu produksi (Cycle Time) b. Ketepatan pesanan (On-Time Delivery) c. Perputaran keefektifan (Cycle Effectiveness)

Pembelajaran dan Pertumbuhan (Learning And Growth)

a. Rasio ketersedian informasi b. Tingkat kepuasan karyawan c. Tingkat pemberdayaan karyawan d. Tingkat produktivitas karyawan

e. Persentase saran yang diimplementasikan

Sumber : Moeheriono 2009

1. Pespektif Keuangan

(34)

(Value). Tolak ukur non keuangan juga tidak memadai untuk menyatakan angka paling bawah (Bottom Line). Balanced Scorecard mencari suatu keseimbangan dari tolak ukur kinerja yang multipel baik keuangan maupun non keuangan untuk mengarahkan kinerja organisasional terhadap keberhasilan (Tunggal 2009). Menurut Luis (2009), Balanced Scorecard menggariskan usaha apa yang harus dilakukan untuk dapat berhasil secara keuangan dan bagaimana kinerja kita secara keuangan di mata para pemegang saham. Keuangan organisasi dapat dilihat dari dua sudut pandang yaitu jangka pendek dan jangka panjang. Pendekatan keuangan yang bertujuan jangka pendek, strategi yang digunakan adalah strategi peningkatan produktivitas, meliputi upaya-upaya yang dapat dilakukan agar produktivitas dapat optimal. Strategi produktivitas ini dapat dicapai dengan perbaikan struktur biaya dan memaksimalkan utilisasi aset.

Pendekatan keuangan yang bertujuan jangka panjang dilakukan strategi khusus disebut strategi pertumbuhan yang meliputi peningkatan pendapatan dan peningkatan nilai bagi pelanggan. Menurut Kaplan dan Norton (1996), tujuan keuangan mungkin sangat berbeda untuk setiap tahap siklus hidup bisnis. Teori strategi bisnis menawarkan beberapa strategi yang berbeda yang dapat diikuti oleh unit bisnis, dari pertumbuhan pangsa pasar yang agresif sampai kepada konsolidasi bisnis, keluar dan likuidasi. Kaplan dan Norton menyederhanakan menjadi tiga tahap yaitu bertumbuh (Growth), Bertahan (Sustain), dan menuai (Harvest). Perusahaan yang sedang berkembang berada pada awal siklus hidup perusahaan. Mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Pada potensi ini, mereka harus melibatkan sumber daya yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan berbagai produk dan jasa baru, membangun dan memperluas produksi, membangun kemampuan operasi menanamkan investasi dalam sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terciptanya hubungan global dan memeliharan serta mengembangkan hubungan yang erat dengan pelanggan. Tujuan keuangan keseluruhan kegiatan dalam tahap pertumbuhan adalah persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, tingkat pertumbuhan penjualan di berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan dan wilayah. Sebagian besar unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin berada pada tahap bertahan, situasi dimana unit bisnis masi memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian modal yang cukup tinggi.

(35)

2. Perspektif Pelanggan

Perspektif pelanggan memfokuskan pada bagaimana organisasi memperhatikan pelanggannya agar berhasil. Menurut Kaplan dan Norton (1996), kelompok pengukuran pada perspektif pelanggan pada umumnya sama untuk semua jenis kegiatan, yaitu: (a). Pangsa Pasar, (b). Retensi Pelanggan, (c). Akuisisi Pelanggan dan (d). Kepuasan dan Profitabilitas Pelanggan.

Tolak ukur kepuasan pelanggan menunjukkan apakah perusahaan memenuhi harapan pelanggan atau bahkan menyenangkannya. Tolak ukur retensi atau loyalitas pelanggan menunjukkan bagaimana baiknya perusahaan berusaha mempertahankan pelanggannya. Perusahaan yang mencari untung, garis paling bawah (Bottom Line) adalah kemampulabaan pelanggan, yakni pelanggan yang memberikan keuntungan kepada perusahaan. Mempunyai pelanggan yang puas dan setia dari pangsa pasar yang besar adalah baik, akan tetapi pencapaian tersebut tidak menjamin kemampulabaan (Tunggal 2009).

Menurut Luis (2009), pada penyusunan strategi ini, kita harus menggunakan kacamata pelanggan yang menikmati produk atau jasa pelayanan kita. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana pelanggan menilai produk atau jasa dan organisasi kita. Hal-hal yang dinilai antara lain adalah atribut produk atau jasa, hubungan dengan pelanggan, tingkat kepuasan pelanggan, citra dan reputasi organisasi. Nilai-nilai tersebut dapat diukur dengan cara melakukan survei kepuasan pelanggan, baik yang dilakukan oleh organisasi kita sendiri, maupun lembaga independen. Selain itu kita juga dapat menilai tanggapan pelanggan atas organisasi dan produk kita berdasarkan hasil survei mengenai reputasi atau peringkat organisasi kita di mata masyarakat umum. Pada perspektif pelanggan terdapat dua kelompok pengukuran, yaitu customer core measurement dan customer value propositions. Pada customer core measurement, memiliki beberapa komponen pengukuran, yaitu:

1. Market share

Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, meliputi, jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan.

2. Customer retention

Mengukur tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.

3. Customer acquisition

Mengukur tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru.

4. Customer satisfaction

Menaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik value proposition.

5. Customer profitability

Mengukur laba bersih dari seseorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

(36)

pengembangan produk baru produksi, penjualan dan marketing, distribusi (Product Delivery), layanan purna jual (After Sales Service) serta keamanan dan kesehatan lingkungan (Enviroment Safety And Health). Pada proses pengembangan produk baru, organisasi berupaya untuk menciptakan produk-produk baru yang memiliki nilai jual. Setelah produk-produk selesai dikembangkan, organisasi memasuki tahapan selanjutnya, yaitu proses operasional penghasilan produk. Pada tahapan ini, bakal produk mengalami proses produk sampai menjadi produk jadi atau siap pakai. Pada perspektif disusun strategi yang memungkinkan proses produksi itu dapat berjalan lancar, efisien, efektif dan optimal. Setelah selesai dibuat, produk itu dijual ke pelanggan. Kategori pelanggan di sini meliputi calon pelanggan baru yang diharapkan akan membeli dan menikmati produk kita, maupun pelanggan yang telah memakai produk kita kembali di masa mendatang. Pada pengelolaan pelanggan, dilakukan manajemen hubungan pelanggan (Customer Relationship Management). Fokusnya tidak hanya menjual barang sebanyak-banyaknya, tetapi juga berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan dan memberikan nilai tambah kepada mereka. Setelah mendapatkan pelanggan yang berminat membeli produk, organisasi dapat berfokus pada proses delivery yaitu proses dimana produk yang dipesan diselesaikan dan didistribusikan kepada pelanggan.

Selanjutnya, menyediakan sarana yang dapat membantu pelanggan bila produk yang dihasilkan ternyata bermasalah atau rusak. Pada tahapan terakhir merupakan tahapan yang mencakup proses kebijakan dan lingkungan. Strategi harus selaras juga dengan peraturan-peraturan yang berlaku yang bertujuan memelihara lingkungan. Penentuan sasaran strategi (SS), kita memastikan bahwa SS tersebut sesuai atau menunjang strategi yang kita tentukan dalam perspektif pelanggan. Organisasi yang telah memilih strategi operation excellence perlu menekankan SS yang berkaitan dengan value chain produksi dan distribusi. Organisasi yang memilih product leadership akan menekankan aspek value chain new product development. Pada organisasi yang memilih strategi customer intimacy perlu memperhatikan value chain selling and marketing serta after sales service. Menurut Luis (2009), terdapat 3 pendekatan (Value Proposition) dalam memberikan nilai yang baik kepada pelanggan yang berkaitan dengan produk kita. Value proposition berkaitan dengan penentuan value chain yang menjadi fokus strategis (SS) pada perspektif proses bisnis internal. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah:

a. Product leadership adalah memproduksi produk unggulan yang selalu terdepan dalam inovasi.

b. Operational excellence adalah memproduksi produk yang dirancang dengan sangat ekonomis.

c. Customer intimacy adalah memproduksi produk yang dibuat dengan spesial dan tidak massal (Non Mass Product) dan disesuaikan dengan keinginan pelanggan.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

(37)

pertumbuhan memfokuskan pada kemampuan manusia. Tolak ukur kunci untuk menilai kinerja manajer adalah kepuasan karyawan, retensi karyawan dan produktivitas karyawan. Kepuasan karyawan mengakui bahwa moral karyawan adalah penting untuk memperbaiki produktivitas, mutu, kepuasan pelanggan dan ketanggapan terhadap situasi. Retensi karyawan mengakui bahwa karyawan mengembangkan modal intelektual khusus organisasi dan merupakan aktiva nonkeuangan yang bernilai bagi perusahaan. Produktivitas karyawan mengakui pentingnya keluaran per karyawan, keluaran dapat diukur dalam arti tolak ukur fisik seperti halaman yang diproduksi, atau dalam tolak ukur keuangan, seperti pendapatan per karyawan dan laba per karyawan (Tunggal 2009).

Menurut Luis (2009), perspektif pembelajaran dan pertumbuhan ini berfokus pada sumber daya (khususnya sumber daya manusia) yang ada di dalam organisasi. Perspektif ini berurusan dengan pengembangan sumber daya manusia, agar masing-masing menjadi karyawan yang kompeten dan akan menghasilkan kinerja yang prima bagi organisasi. Oleh karena itu Sasaran Strategis harus merefleksikan strategi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan. Ada tiga kategori utama yang dianalisis dan diukur dalam perspektif ini, yaitu: (a). Kompetensi karyawan, (b). Daya dukung teknologi dan (c). Budaya, motivasi dan penghargaan. Ketiga hal tersebut merupakan faktor pendorong kepuasan karyawan dalam bekerja. Itu jelas penting, karena karyawan yang terpuaskan akan dapat meningkatkan produktivitas dan tingkat retensi mereka.

Keuntungan Penggunaan Balanced Scorecard

Menurut Moeheriono (2009), Penggunaan sistem pengukuran kinerja pada model Balanced Scorecard yang dipakai banyak perusahaan dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu seperti berikut:

a. Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi organisasi. Proses perancangan manajemen kinerja dengan Balanced Scorecard diawali dengan penerjemahan strategi organisasi ke dalam sasaran strategik organisasi yang lebih operasional dan mudah dipahami.

b. Mengkomunikasikan dan menghubungkan sasaran strategik dengan indikator. Indikator kinerja dikembangkan untuk mengukur pencapaian sasaran strategik organisasi. Hal ini akan menjadi alat komunikasi bagi organisasi dengan cara memberikan indikasi bagaimana kinerja dalam mencapai sasaran strategik tersebut. Kinerja yang tinggi diperlukan pada sasaran strategik apabila organisasi menginginkan tercapai dan terealisasikannya misi organisasi.

c. Merencanakan, menyiapkan target dan menyesuaikan inisiatif strategik. Tahap awal dari proses manajemen adalah tahapan perencanaan dan penyiapan target kinerja terhadap setiap inisiatif strategik. Pada tahap ini, organisasi mengkuantifikasikan dari hasil yang ingin dicapai, mengidentifikasi mekanisme dan sumber daya untuk mencapai hasil dari inisiatif strategik yang direncanakan akan dilaksanakan. Indikator kinerja yang tepat dipersiapkan untuk setiap inisiatif strategik.

(38)

dengan mengaitkan indikator kinerja dengan strategi organisasi. Sistem pengukuran kinerja model Balanced Scorecard bermanfaat bagi organisasi sebagai alat penerjemahan strategi dan sekaligus sebagai alat evaluasi sehingga menyediakan informasi umpan balik bagi pengambil keputusan yang lebih baik.

Menurut Luis (2009), Balanced Scorecard adalah salah satu metode perencanaan strategi (Strategic Planning). Dibandingkan dengan metode-metode lain, Balanced Scorecard memiliki kelebihan-kelebihan berikut ini:

a. Balanced Scorecard dapat berfungsi sebagai alat untuk mengkomunikasikan strategi di antara para stakeholders dari sebuah organisasi, yaitu pihak manajemen, karyawan, para pemegang saham, pelanggan dan komunitas lingkungan. Jika menggunakan Balanced Scorecard, para stakeholders dapat melakukan review terhadap strategi dan pencapaiannya dengan menggunakan bahasa yang sama.

b. Balanced Scorecard memungkinkan organisasi untuk memetakan semua faktor utama yang ada dalam organsasi tersebut, baik yang berbentuk benda fisik (Tangible Asset) maupun berupa benda non-fisik (Intangible Asset). Sementara konsep perencanaan strategi lain pada umumnya hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat tangible.

c. Balanced Scorecard memiliki konsep sebab-akibat. Para pelaku strategi mendapat gambaran dan menjadi jelas bahwa bila strategi yang berada dalam tanggung jawab mereka dapat tercapai dengan sukses, hal itu akan membuahkan hasil tertentu dan akan terkait dengan strategi lainnya. Sebaliknya, bila tak tercapai, hal itu pada gilirannya akan mempengaruhi pencapaian strategi lainnya. Hubungan sebab-akibat ini secara tidak langsung dapat menguatkan kerja sama dalam organisasi dan mendorong mereka untuk berada dalam satu payung yang sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

d. Balanced Scorecard dapat membantu proses penyusunan anggaran. Pada saat penyusunan anggaran tahunan, organisasi dapat menggunakan Balanced Scorecard sebagai tolak ukur. Berdasarkan Balanced Scorecard kita dapat mengetahui kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi guna mencapai targetnya, yang meliputi aktifitas sehari-hari sampai dengan proyekproyek khusus. Kemudian bagi kegiatan-kegiatan itu dapat dihitung keperluan dananya dan dimasukkan ke dalam anggaran.

Kerangka Operasional

Penelitian diawali dengan peninjauan Kantor Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Pertanian (BBP2TP) dan KRPL yang berada di Kabupaten Bogor, untuk memperoleh informasi mengenai pengukuran kinerja yang dilakukan selama ini. Dari informasi tersebut akan dilakukan pendesripsian sistem pengukuran kinerja berdasarkan data-data yang diperoleh.

(39)

Scorecard melalui empat perspektif. Sasaran strategi ini berupa pernyataan kualitatif mengenai kondisi yang berusaha diwujudkan program tersebut pada masa depan.

Selanjutnya adalah menentukan ukuran strategi berupa indikator hasil dari setiap strategi. Indikator hasil yang digunakan merupakan ukuran terpilih yang mencerminkan penilaian terhadap sasaran strategi tersebut. Untuk mengetahui suatu pengukuran, maka dilakukan pembobotan terhadap perspektif, sasaran strategi dan indikator hasil. Metode yang digunakan dalam pembobotan adalah paired comparison. Matode ini merupakan sebuah proses untuk mengkuantitatifkan ukuran yang bersifat kualitatif.

(40)

Keterangan:

Ruang Lingkup penelitian :

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian evaluasi kinerja model kawasan rumah pangan lestari pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian melalui pendekatan balanced scorecard

Visi, Misi dan Tujuan Program m-KRPL

Pengukuran Kinerja yang dilakukan Program m-KRPL

Manerjemahkan Visi, Misi, Tujuan dan Strategi kedalam Sasaran Strategi di Empat Perspektif Balanced Scorecard

Perspektif Keuangan

Perspektif Pembelajaran

& Pertumbuhan Perspektif

Pelanggan

Perspektif Proses Bisnis

Internal  

Sasaran Strategi Sasaran

Strategi Sasaran

Strategi Sasaran

Strategi

Inisiatif Strategi Ukuran

Strategi

Bobot Pengukuran masing-masing perspektif

(41)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kantor Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian yang berada di Jalan Tentara Pelajar No. 10 Cimanggu dan Kawasan Rumah Pangan Lestari yang berada di Kabupaten dan Kota Bogor. Objek penelitian adalah Rumah Pangan Lestari. Pemilhan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive), pemilihan daerah tersebut karena merupakan daerah yang dekat dengan pusat atau informasi m-KRPL dan penduduk di Kabupaten dan Kota Bogor semakin banyak sedangkan lahan pertanian semakin sempit, sehingga diharapkan penelitian akan mendapatkan informasi kinerja m-KRPL lebih akurat dan lengkap. Pengumpulan data dilakukan selama 3 (tiga) bulan yaitu bulan April sampai dengan Juni 2014.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Menurut Umar (2005), data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, baik dari individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang dilakukan oleh peneliti. Nasution (2003) mendefinisikan wawancara sebagai suatu komunikasi verbal, jadi semacam percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Wawancara ini dapat dipakai untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi (Mardalis 2004). Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data melaui formulir-formulir yang berisi pertanyaan yang diajukan secara tertulis pada seseorang atau sekumpulan orang untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti Mardalis (2004). Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut yang diperoleh secara tidak langsung mengenai objek penelitian, seperti : artikel, tesis, dokumen gapoktan, buku yang memuat teori-teori yang relevan dengan penelitian, dan publikasi lainnya.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :

1. Data untuk mengavaluasi kinerja program m-KRPL selama ini, didapat melalui observasi langsung dengan bantuan kuesioner, yaitu karakteristik anggota KRPL meliputi: nama, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan jenis lahan, lamanya menjadi anggota KRPL, kebutuhan akan bibit dan benih yang berada di KBD. Selain itu dilakukan juga wawancara dengan pengelola dan penanggung jawab KRPL di lokasi penelitian dan pengisian kuesioner yang dibuat oleh tim ahli BBP2TP. Data tersebut di kategorikan atau di klasterkan berdasarkan masing-masing KRPL. (Lampiran 1).

(42)

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, kuesioner dan studi kepustakaan. Metode wawancara dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan kepada narasumber sesuai dengan data yang dibutuhkan. Responden dalam penelitian dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan kemampuan responden dalam memberikan informasi dan data yang dibutuhkan. Responden yang dipilih berjumlah 10 orang yang berasal dari tingkat manajemen menengah di masing-masing desa/kelurahan lokasi penelitian (Desa Tegalwaru, Desa Cikarawang, Desa Bantarjati, Desa Mulyaharja, Kebon pedas dan Sempur). Dengan demikian, jumlah total responden adalah 60 orang ( Lampiran 2).

Gambaran umum progran m-KRPL dalam dokumentasi dicatat kemudian dilakukan analisis dokumen atau studi literatur. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dari kumpulan data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka, hasil penelitian terdahulu, maupun dokumen-dokumen dari instansi terkait.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan dan analisis data menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kualitatif menggunakan metode deskriptif evaluatif meliputi analisis terhadap aktivitas pengukuran kinerja yang dilakukan oleh program m-KRPL selama ini dan hasilnya, identifikasi faktor-faktor dan pertimbangan program m-KRPL yang menjadi dasar kegiatan pengukuran kinerja itu sendiri, pendiskripsikan visi dan misi program m-KRPL berdasarkan empat perspektif pengukuran kinerja dalam Balanced Scorecard. Pendekatan kuantitatif meliputi proses pembobotan terhadap perspektif pengukuran dan indikator hasil yang telah ditetapkan dengan menggunakan metode pairid comparison . Hasil pengolah ini kemudian akan dianalisis dan disajikan dalam bentuk tabel. Dengan demikian, dapat diketahui tingkat prestasi progran m-KRPL dan menentukan upaya-upaya yang diperlukan guna perbaikan program KRPL selanjutnya.

Analisis Visi, Misi dan Tujuan ke dalam Empat Perspektif Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard

Dalam analisis visi, misi dan tujuan kegiatan dijabarkan ke dalam masing-masing perspektif pengukuran dalam konsep Balanced Scorecard dengan menggunakan analisis kualitatif. Penjabaran dari visi, misi dan tujuan kegiatan akan menghasilkan banyak strategi untuk masing-masing perspektif pengukuran. Namun perlu ditekankan bahwa sasaran strategi yang akan digunakan dalam proses pengukuran kinerja merupakan sasaran strategi yang memiliki tingkap prioritas tinggi di antara sasaran stratgi lainnya. Hal ini bertujuan untuk memfokuskan proses pengukuran kinerja kepada sasaran-sasaran strategi utama program yang memiliki pengaruh kuat terhadap kinerja program itu snediri.

(43)

sekaligus dapat meminimalisisr kesalahan dalam proses pengukuran program berdasarkan konsep Balanced Scorecard.

Menentukan sasaran strategi, indikator atau ukuran kinerja

Sasaran strategi merupakan kondisi ideal tertentu yang ingin diraih oleh suatu kegiatan atau perusahaan yang akan datang dengan menggunakan strategi-strategi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan berbagai pertimbangan yang ada. Sasaran strategi lebih bersifat spesifik dari visi dan misi suatu kegiatan. Kegiatan umumnya memiliki banyak sasaran strategi yang ingin dicapai untuk dapat mendukung orientasi bisnisnya yaitu keuntungan (laba). Namum kenyataannya tidak semua sasaran strategi dapat terealisasikan mengingat keterbatasan-keterbatasan seperti, sumberdaya baik alam dan manusia, dana, situasi-situasi yang menguntungkan yang biasa dihadapi suatu kegiatan.

Dari misi di atas ditentukan sasaran strategi kegiatan, selanjutnya untuk mengukur kinerja suatu kegiatan diperlukan indikator-indikator hasil yang menjadi tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan kegiatan m-KRPL dalam merealisasikan sasaran strategi yang ada. Oleh karena itu, peneliti bersama narasumber menentukan indikator-indikator utama yang menjadi alat untuk mengevaluasi kinerja kegiatan m-KRPL secara keseluruhan. Hal ini dapat ditempuh dengan tujuan agar proses evaluasi kinerja yang dilakukan sesuai dengan kondisi nyata kegiatan sebagai obyek peneliti, berikut ini adalah ukuran strategi berdasarkan konsep Balanced Scorecard yang berasal dari berbagai sumber, yaitu:

1. Perspektif Keuangan

Penentuan strategi perspektif keuangan didahului dengan mempertimbangkan adanya tahap kebijakan kegiatan Kebijakan diterapkannya strategi pertumbuhan oleh suatu kegiatan dan dipilihnya penghematan pengeluaran rumah tangga melalui peningkatan pendapatan menjadi sasaran strategis kegiatan berkaitan dengan perspektif keuangan, maka tolak ukur untuk menilai keberhasilan kegiatan m-KRPL dalam mencapai sasaran strategisnya yaitu, penghematan pengeluaran rumah tangga dan peningkatan pendapatan dengan ukuran hasil nilai hasil yang dipanen untuk konsumsi dan jumlah penghematan perbulan.

2. Perspektif Pelanggan

Gambar

Tabel 1 Peran masing-masing pelaku dalam pelaksanaan Model KRPL
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian evaluasi kinerja model kawasan rumah
Tabel 4 Keadaan anggota KRPL berdasarkan mata pencaharian
Tabel 7 Pengalaman mengikuti kegiatan/program KRPL di 6 sampel Desa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran kadar total polifenol terlarut dengan standar i menunjukan bahwa kadar total polifenol terlarut paling tinggi terdapat pada kulit buah (6,954 mg/g berat

Motor Induksi 1 phasa starting kapasitor 4 kutub yang digunakan sebagai penggerak pada mesin bor meja memiliki kontruksi yang lebih rumit karena memiliki saklar

Kejahatan Antara Norma dan Realita, Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hlm 31... beratkan pada keterangan saksi. Tetapi pada kasus yang menimpa penyandang disabilitas di

Rehabilitasi sedang/berat gedung kantor Program perencanaan pembangunan daerah Penyelenggaraan Musrenbang Kelurahan. Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan

Seperti itulah kodratnya anak perempuan tertua di dalam suku Semende, sedangkan mereka yang tidak lagi menjalankan hukum pewarisan dengan sistem Tunggu Tubang

Hasil dari penelitian ini adalah terumuskan 5 strategi dan kebijakan IS/IT yang sebaiknya diterapkan di FIT Tel-U berdasarkan pertimbangan 3 hal, pertama kebutuhan

Kredit yang diterbitkan masing-masing pihak dapat digunakan untuk mencapai target pengurangan emisi pihak tersebut. 7) Penggunaan Kredit 6) Penerbitan Kredit, Evaluasi SDIR Bab 8

Ketika etnopedagogi memandang pengetahuan atau kearifan lokal sebagai sumber inovasi dan keterampilan, dilanjutkan dengan pendidikan multikultural yang