• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ayat-ayat alam semesta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ayat-ayat alam semesta"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

AYAT-AYAT ALAM SEMESTA;

Tafsir Tematik Mengenai Penciptaan Alam

MK Ridwan

Email: mkridwan13@gmail.com Hp: 0856-2764-926

Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga

Pendahuluan

Alam semesta merupakan realitas yang dihadapi oleh manusia, yang sampai kini baru sebagian kecil saja yang dapat diketahui dan diungkap oleh manusia. Bagi seorang ilmuwan akan menyadari bahwa manusia diciptakan bukanlah untuk menaklukkan seluruh alam semesta, akan tetapi menjadikannya sebagai fasilitas dan sarana ilmu pengetahuan yang dapat dikembangkan dari potensi manusia yang sudah ada saat ajali. Proses pendidikan yang berlangsung di dalam interaksi yang pruralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek di dalam masyarakat, bahkan di dalam alam semesta, memberikan konsekwensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengemban amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggungjawab atas martabat kemanusiaannya (human dignity).

▸ Baca selengkapnya: contoh rpph tema alam semesta

(2)

Ayat-ayat tentang Alam Semesta

1. Al-Baqarah (2) ayat 117









“Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia.”

Nama Tuhan yang mengadakan sesuatu

dengan tiada contoh

ل عيِ َب

Mengadakan sesuatu yang baru

اع ْ َب

ل

ل عَ ْبَي

ل

لَعَ َب

ل

Menentukan, memutuskan, memerintahkan

sesuatu

ل

لءا َضَق

ل

ل ِ

َْقَي

ل

ل َََق

ل

ل َََق

Menyuruh

ل

ارْمأ

ل

ل ر مْأَي

ل

ل َرَمأ

ل

ارْمأ

Mengatakan

ل

لل ْ َق

ل

ل ْ قَي

ل

لَ اَق

ل

ل قَي

Ada

ل

لن ْ َك

ل

ل ن ْ كَي

ل

ل َن ََ

ل

لْ ك

2. Al-An’am (6) ayat 73















“dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan benar. dan benarlah perkataan-Nya di waktu Dia mengatakan: "Jadilah, lalu terjadilah", dan di tangan-Nyalah segala kekuasaan di waktu sangkakala ditiup. Dia mengetahui yang ghaib dan yang nampak. dan Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui.”

Menciptakan

ل

اقْلَخ

ل

ل لْ ََ

ل

ل َ َلَخ

لَ َلَخ

Mengatakan

لل ْ َق

ل

ل ْ قَي

ل

لَ اَق

ل قَي

Ada

لن ْ َك

ل

ل ن ْ كَي

ل

ل َن ََ

لْ ك

Ditiup

ل

ل َ ْن ي

ل

ل َ ِ ن

ل َ ْن ي

(3)

Mengetahui sesuatu

ا ْلِع

ل

ل َِْعَي

ل

لَ َِِع

ل مِلاَع

Nama Allah Yang Maha Bijaksana

ل

ل يِكَحْلا

Memerintah, menghukum, mencegah

ا ْْ ح

ل

ل َْ ََ

ل

لَ َََح

ل

Nama Allah Yang Maha Mengetahui

ل

ل ْيِبَخْلا

Mengetahui dengan percobaan

ا َْ خ

ل

ل َْ ََ

ل

ل َ َََخ

ل

Mengetahui dengan sebenar-benarnya

ل

لةَ َْ خ

ل

ل َْ ََ

ل

ل َ ََخ

ل

3. Al-A’raaf (7) ayat 54



















“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam.”

Menciptakan

ل

اقْلَخ

ل

ل لْ ََ

ل

ل َ َلَخ

لَ َلَخ

Menyengaja, menuju

لَل

ِ

ال َ َت ْ سا

Lurus

ل

س

لِ

ل َ ْسَي

ل

ل َ ِ َس

ل

Meliputkan, menutupkan

لءا َشْغ

ل

ل ِ

ِْغ ي

ل

ل ََْغأ

ِ

ا

ل ِ

ِْغ ي

Meliputi

اي ْ شَغ

ل

ل ََْغَي

ل

ل َ َِِغ

ل

Menuntut, mencari, meminta sesuatu

ل

ابْل َط

ل

ل ب ل ْطَي

ل

ل َبَل َط

ل ه ب ل ْطَي

Maha Suci

ل

لَ َ اَبَت

Menderum, berlutut (unta)

لَ ر ب

ل

ل ََْي

ل

ل َ َرَب

ل

4. Al-Anbiyaa (21) ayat 22

(4)

“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.”

Ada

لن ْ َك

ل

ل ن ْ كَي

ل

ل َن ََ

ل

لَن ََ

Tuhan-tuhan

لهٰل

ِ

ال ْ ِمل عْ ََ

ل

ل

لهَهِلاَء

Rusak, binasa, busuk

ل

ادا َسَف

ل

ل سَْي

ل

لَ َسَف

لَتَ َسَ َل

Maha Suci Allah

ل

لَِّال َناَ ْب سَف

Memahasucikan Allah dengan

bertasbih

ل

ا ْيِب ْسَت

ل

ل حِ ب َ س ي

ل

ل َحَب َ س

ل

Menyifatkan

ا ْصَ

ل

ل ف ِصَي

ل

ل َف َصَ

لَن ْ ِصَي

5. Ar-Ruum (30) ayat 20









“dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.”

Menciptakan

ل

اقْلَخ

ل

ل لْ ََ

ل

ل َ َلَخ

ل

لْ ََقَلَخ

Manusia

له َشَب

Memperkembangkan, berkembang biak

ل

لا َشَتْنِا

ل

ل ِشَتْنَي

ل

ل َ َشَتْنِا

لَن ْ ِشَتْنَت

Mengembangkan

ل

لا ْشَن

ل

ل شْنَي

ل

ل َ َشَن

ل

6. Qaaf (50) ayat 27









“yang menyertai dia berkata (pula): "Ya Tuhan Kami, aku tidak menyesatkannya tetapi Dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh".”

Mengatakan

لل ْ َق

ل

ل ْ قَي

ل

لَ اَق

ل

لَ اَق

Menjadikan melampaui batas

ل

ايَغ ْطِا

ل

ل ِغ ْط ي

ل

ل َغ ْطأ

ل ه تْيَغ ْطأ

Melampaui batas

ايْغ َط

ل

ل َغ ْطَي

ل

ل َ ِغَط

ل

(5)

7. An-Naml (27) ayat 60, 64























“60. atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) mereka adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).

64. atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar".”

Menciptakan

ل

اقْلَخ

ل

ل لْ ََ

ل

ل َ َلَخ

ل

لَ َلَخ

Menurunkan

لل َزْن

ل

ل ِ ْْ ي

ل

لَ َزْنأ

ِ

ا

ل

ل

لَ َزْنأ

Turun

ل

لل ْ ز ن

ل

ل ِ َْْي

ل

لَ َزَن

ل

Menumbuhkan

اتَبْن

ل

ل ِبْن ي

ل

ل َ َبْنأ

ِ

ا

ل

ل

اَ ْتَبْنأَف

Tumbuh

اتْبَن

ل

ل بْنَي

ل

ل َ َبَن

ل

Ada

لن ْ َك

ل

ل ن ْ كَي

ل

ل َن ََ

ل

لَن ََ

Adil, menghukum dengan betul

ل

لل ْ َع

ل

ل ِ ْعَي

ل

لَ َ َع

ل

لَن ْ لِ ْعَي

Memulai

ل

ل أْ َب

ل

لأَ ْبَي

ل

لأَ َب

ل

ا ؤَ ْبَي

Mengembalikan

ل

ل ْيِع ي

ل

لَداَعأ

اداَيْعِا

ل

ل

ل ْيِع ي

Kembali

ا ْيِع

ل

ل دْ عَي

ل

لَداَع

ل

(6)

Bawalah kemari, tunjukkanlah

ل

اْ تاَه

Proses Penciptaan Alam Semesta di dalam Al-Qur’an

Menurut Sayyid Qutbakidah tauhid Islam tidak meninggalkan satu pun lapangan bagi manusia untuk merenungkan zat Allah Yang Maha Suci dan bagaimana Ia berbuat, maka Allah itu Maha Suci, tidak ada lapangan bagi manusia untuk menggambarkan dan melukiskan Zat Allah. Adapun enam hari saat Allah menciptakan langit dan bumi, juga merupakan perkara ghaib yang tidak ada seorang makhluk pun menyaksikannya. Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan segala kebesaran-Nya, yang menguasai alam ini mengaturnya dengan perintah-Nya, mengendalikannya dengan kekuasaan-Nya. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat dalam putaran yang abadi ini yaitu putaran malam mengikuti siang dalam peredaran planet ini. Dia menciptakan matahari, bulan dan bintang, yang semuanya tunduk kepada perintah-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pencipta, Pelindung, Pengendali dan Pengatur. Dia

adalah Tuhan kalian yang memelihara kalian dengan manhaj-Nya, mempersatukan kalian dengan peraturan-Nya, membuat syariat bagi kalian dengan izin-Nya dan memutuskan perkara kalian dengan hukum-Nya. Dialah yang berhak menciptakan dan memerintah. Inilah persoalan yang menjadi sasaran pemaparan ini yaitu persoalan uluhiyah, rububiyah dan hakimiyah, serta manunggalnya Allah SWT. Pada semuanya ini Ia juga merupakan persoalan ubudiyah manusia di dalam syariat hidup mereka. Maka, ini pula lah tema yang dihadapkan konteks surat ini yang tercermin dalam masalah pakaian sebagaimana yang dihadapi surat Al-An’am dalam masalah binatang ternak, tanaman, nazar-nazar dan syiar-syiar.1

Menurut Thahir Ibnu Asyur seperti dikutip oleh Quraih Shihab menerangkan bahwa hubungan surat ini sangat serasi. Ia memulai dengan menyebut al-Qur’an, perintah mengikutinya serta larangan mendekati apa yang bertentanngan dengannya. Selain itu juga memperingatkan tentang apa yang

1

(7)

menimpa umat-umat yang dahulu, yang enggan mengakui ke-Esaan Allah serta mendurhakai Rasul-rasul mereka. Setelah itu semua kumpulan ayat ini menjelaskan tentang tauhid beserta bukti kebenarannya dan mengajak untuk tunduk dan patuh kepadanNya.2

Allah SWT menegaskan perihal Kemahakuasaan-Nya dengan menyatakan:

“Badii’us samaawaati wal ardhi” (Pencipta langit dan bumi). Kata “badii” dalam

bahasa Arab bermakna bukan hanya menciptakan tapi menciptakan sesuatu

“tanpa” berpegang pada contoh yang ada sebelumnya. Ayat ini menegaskan bahwa

tatkala Allah menciptakan langit dan bumi serta makhluk-makhluk Allah lainnya tidak terikat oleh ciptaan sebelumnya, dalam arti ciptaan tersebut “benar-benar

baru” hanya dengan “Kun fa yakuun” Allah yang semula tidak ada menjadi ada. Dalam lanjutan ayat dinyatakan: “Wa idzaa qadhaa am ran” (Dan apabila Dia

telah menetapkan suatu urusan). Pada ayat ini kata “Qadhaa” bermakna “ketetapan”. Dan, kata “Qadhaa” pun dapat bermakna banyak tergantung dari konteks kalimatnya. Paling tidak, ada “delapan” makna. Pertama, bermakna telah selesai (QS. Al Baqarah, [2]: 200). Kedua, melakukan perbuatan apa yang hendak dilakukan (QS. Thaahaa, [20]: 72). Ketiga, menetapkan hukum (QS. Al Ahzaab [33]: 36). Keempat, mematikan (QS. Az Zukhruf [43]: 77). Kelima, selesai atau berakhir (QS. Ibrahim [14]: 22). Keenam, dekat (QS Al Qashash [28]: 29). Ketujuh, menghukum dengan adil (QS. Yunus [10]: 54). Kedelapan, permakluman (QS.AL Israa’ [17]: 4).

Pada umumnya arti “qadhaa” adalah “menetapkan”. Maka pada penghujung

ayat dinyatakan: “Fa innamaa yaquulu lahuu kun fa yakuun” (Maka Dia hanya

mengatakan kepadanya, “Jadilah”, lalu jadilah ia). “Kun” di dalam ayat ini

bermakna bahwa apabila Allah berkehendak menetapkan sesuatu maka Dia hanya

menyatakan “Kun”, maka “Jadilah”. Kata, “Lahuu” (kepadanya), kesannya sesuatu

tersebut sudah ada, padahal sesuatu itu baru akan diciptakan. Keberadaan kesemuanya tersebut berada dalam ilmu Allah.

2

(8)

Setelah kita menjelaskan hubungan Allah dengan selain-Nya, sekarang kita akan menjelaskan bagaimana pada awalnya Dia menciptakan segala sesuatunya.

Kata “menciptakan” juga digunakan oleh manusia. Bahkan dari kata “menciptakan” versi manusia itulah kemudian kita juga menggunakannya untuk Allah. Yang mirip dengan kata ini ialah “membuat” dan “menjadikan”. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “menciptakan” berarti menjadikan sesuatu yang baru tidak dengan bahan. Sedangkan “membuat” berarti menciptakan (menjadikan, menghasilkan). Sedang “menjadikan” berarti membuat sebagai, atau menyebabkan.

Kalau kita cermati arti-arti dalam KBBI tadi, ketiga kata tersebut

(“menciptakan”, “membuat”, dan “menjadikan”) mempunyai arti dan makna yang

sama. Di dalam al-Qur’an, kata-kata tersebut (dan kata-kata lain yang berdekatan dengannya) benar-benar mempunyai arti dan makna yang berbeda. “Sesungguhnya

Kami menjadikan al-Qur’an dalam Bahasa Arab semoga kalian menggunakan akal (untuk

memahaminya). Dan sesungguhnya (al-Qur’an) itu (yang tersimpan) dalam induk Kitab Suci (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak

mengandung hikmah.” (43: 3-4)

Di dalam al-Qur’an, selama kita cermat memperhatikannya, tidak mungkin terjadi kekacauan makna seperti di atas tadi. Berkenaan dengan Diri-Nya sebagai

sumber dari segala-galanya, al-Qur’an menggunakan kata-kata ini: ُ عيِدَب (badĭy’), رِطاَف (fāthir), ُ قِلاَخ (khāliq), ُ لِعاَج (jā’il). Kata ُ عيِدَب (badĭy’) bermakna “Pencipta-awal yang tidak membutuhkan desain, model, pola, patron, contoh, contekan, acuan, atau preseden (pendahulu) dalam bentuk apapun; juga tidak membutuhkan barang,

bahan, material, bakal dan bekal dalam wujud apapun”. Dia membuat sesuatu itu benar-benar dari nol, dari ketiadaan murni. Dari kata ُ عيِدَب (badĭy’) ini muncul pecahan kata lain, ةعدب (bid’ah) yang karena—dalam hadits yang sangat mashyhur—

digandengkan dengan kata ةلاض (dhalālah, sesat) menjadi salah satu sebab timbulnya banyak perpecahan di tubuh umat. Manusia tidak mungkin menjadi ُ عيِدَب (badĭy’), karena tidak ada seorang manusia manapun yang bisa membuat sesuatu dari ketiadaan murni, entah itu dari sisi contohnya, entah itu dari sisi bahannya.

(9)

padahal Dia tidak mempunyai isteri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia

mengetahui segala sesuatu.” (6: 101) Kataُ عيِدَب(badĭy’) ini kita temukan cuma 2 (dua) kali dalam al-Qur’an (2: 117 dan 6:101).

Sedangkan kata رِطاَف (fāthir) merujuk kepada makna “Pencipta-awal yang

menjadikan eksisnya untuk pertama kalinya sesuatu yang Dia ciptakan tersebut.” Makna ini mirip dengan kata “inisiator” atau “inventor” (penemu) yang membuat penciptanya menjadi “pemegang hak paten”. “Segala puji bagi Allah رِطاَف (fāthir,

Pencipta-awal) langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya.

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (35: 1) Dalam al-Qur’an kata رِطاَف (fāthir) ini terulang 6 (enam) kali (6:14, 12:101, 14:10, 35:1, 39:46, 42:11). Ingat

juga kata “fithrah” yang ada di dalam ayat ini: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan

lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan (fitrah) Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (30:30)

Kata ُ قِلاَخ (khāliq) juga bermakna Pencipta, tetapi tanpa tekanan pada kata

“awal”, karena perbuatan Allah sebagai ُ قِلاَخ (khāliq) terjadi setiap saat pada berbagai hal yang ada di sekitar kita. Seperti, setiap saat kita menyaksikan manusia lahir, tumbuh dewasa, kemudia mati. Yang terjadi di situ adalah proses penciptaan terus-menerus. “Hai manusia, ingatlah nikmat Allah kepadamu. Adakah ُ قِلاَخ(khāliq) pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kalian dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka bagimana kalian (bisa) berpaling

(dari-Nya)?” (35:3) Kata ُ قِلاَخ(khāliq) ini muncul 8 (delapan) kali dalam al-Qur’an (6:102, 13:16, 15:28, 35:3, 38:71, 39:62, 40:62, 59:24).

Sedangkan kata ُ لِعاَج (jā’il) agaknya lebih cocok diartikan sebagai Pembuat (Yang melakukan suatu pekerjaan) atau Pengubah (Yang melakukan perubahan).

(10)

terjadi perubahan status atau perubahan hirarki wujud. “(Ingatlah), ketika Allah

berfirman: ‘Hai ‘Isa, sesungguhnya Aku akan menyempurnakan (risalah)-mu dan mengangkatmu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan َُلَعَج

(ja’ala, menjadikan) murid-muridmu (hawariyyun) di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada-Kulah kalian kembal, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kalian berselisih padanya’.” (3:55) Ada 4 (empat) kali kata

ُ لِعاَج (jā’il) ini kita jumpai (2:30, 3:55, 35:1, dan 2:124).

Untuk kata “membuat” atau “berbuat”, Allah menggunakan kata ُ لَعْفَي (yaf’alu), dan tidak pernah menggunakan bentuk لعاف (fā’il, pelaku)-nya. Misalnya:

“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Sesungguhnya Allah ُ لَعْفَي (yaf’alu,

berbuat) apa yang Dia kehendaki.” (22:14) Kata ُ لَعْفَي (yaf’alu) ini terulang sebanyak 7

(tujuh) kali (2:253, 3:40, 4:147, 14:27, 21:23, 22:14, 22:18).

Pertanyaannya sekarang, bagaimana gerangan caranya Allah menerapkan proses penciptaan-Nya sebagai ُ عيِدَب (badĭy’)? Pertanyaan ini salah. Setiap pertanyaan

“bagimana” pada hakikatnya selalu tidak tepat dialamatkan kepada Allah. Karena kata tanya “bagaimana” meminta informasi mengenai “cara”, sementara perbuatan

Allah mustahil diikat oleh “cara”. “Cara” sendiri adalah sesuatu “yang baru”, yang

tidak sejalan dengan sifat Qadim dan Azali-Nya Allah. “Cara” hanya berlaku pada makhluk-Nya. Tidak kurang dari 8 (delapan) kali (2:117, 3:47, 3:59, 6:73, 16:40, 19:35, 36:82, 40:68) Allah memgulangi bahwasanya kalau Dia menghendaki

sesuatu cukup mengatakan ُ نو كَيَف ن ك (kun fayakŭwn, “Jadilah”. Maka jadilah ia). Jumlah ini persis sama banyak dengan kata ُ قِلاَخ (khāliq). Bahkan menggunakan perantaraan sebuah kata “jadilah” pun sebetulnya juga tidak tepat. Karena “kata”

pun masih bagian dari suatu “cara”. Penggunaan kata ن ك (kun, jadilah) ini pun

adalah ‘insiden’ yang tak terhindarkan dalam sebuah Kitab Suci yang tertulis.

Sehingga kita, sebagai pembaca, harus menerimanya dengan ‘kepala dingin’. Pendeknya, apa saja yang Dia kehendaki, pasti terwujud. Semua hanya terpulang sepenuhnya kepada kehendak-Nya. Dan tidak mungkin ada jedah—walau hanya

(11)

sementara Dia mustahil terikat oleh waktu. Karena waktu pun adalah ciptaan-Nya. Semua ini memperjelas bahwa Diri-Nya tidak mungkin punya anak. “Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya

berkata kepadanya: ‘Jadilah’, maka jadilah ia.” (40: 68)

Secara bahasa kata ن ك (kun, jadilah) dan ُ نو كَي (yakŭwn, jadilah ia) berasal dari kata ناَك (kāna) yang arti harafiahnya ialah “ada” . Kata ن ك (kun, jadilah) adalah bentuk amr (perintah)nya yang arti harafiahnya “mengadalah!”, sedang kata ُ نو كَي

(yakŭwn, jadilah ia) adalah bentuk mudhari’ (sekarang)-nya yang arti harafiahnya

ialah “mengadalah ia”. Sehingga jelas bahwa kalimat ُ نو كَيَف ن ك (kun fayakŭwn, Mengadalah! Maka mengadalah ia) sebetulnya adalah sebuah proposisi yang

mengandung makna ‘bagaimana’ Allah mengadakan sesuatu selain Diri-Nya dari awal. Dan dari situ terjawab berbagai taka-teki tentang penciptaan dan hakikat

ciptaan itu sendiri. Bahwa semua ciptaan bisa “mengada” karena mendapatkan ‘limpahan’ ADA dari Sang Wajib ADA-Nya (Wajibul Wujud). Sehingga satu-satunya yang wujudnya bersifat primer dan sejati di sana hanyalah Wujud-Nya, sementara segala sesuatu selain-Nya tidak pantas menyandang gelar WUJUD secara hakiki karena sifatnya yang sekunder dan derivatif. “Semua yang ada di dunia akan binasa.

Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai Jalāl dan Ikrām.” (55: 26-27) Firman-Nya lagi: “Apa yang di sisi kalian akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sungguh Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan

pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (16: 96)

Kesimpulan

Jika ditilik dari urutan pembahasan ayat-ayat tersebut, maka ”penetapan” tujuh langit berada pada bagian paling akhir rangkaian penciptaan. Namun, mengingat alam semesta senantiasa berproses, maka ”menetapkan” di sini tidak bisa

disamakan dengan ”menyelesaikan”. Yang ”selesai” bukanlah fisik langit atau alam

(12)

Hal lain yang menarik ditinjau adalah kata sittati ayyam dalam Al-Qur’an selalu

diawali oleh kata fii yang menunjukkan suatu proses yang kontinyu, tanpa ada jeda. Berdasarkan ini dan uraian mengenai ketiga istilah sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa penciptaan alam semesta terjadi melalui sejumlah tahapan yang kontinyu: dimulai dengan penciptaan dari ketiadaan, penciptaan baru dari ciptaan-ciptaan sebelumnya, hingga penetapan hukum-hukum alam.

Dalam penafsiran dikenal teori munasabah, yaitu sebuah ayat selalu terkait dengan ayat sebelum dan sesudahnya. Ayat-ayat berisi penjelasan mengenai karya Allah SWT seperti penciptaan alam, selalu mengawali ayat-ayat berisi penjelasan mengenai tauhid. Sehingga, setiap penafsiran mengenai penciptaan alam harus bermuara pada ketauhidan.

Al-Qur’an memang memiliki karakteristik yang mengagumkan, sebagaimana ungkapan Ibnu Abbas,”Al-Qur’an itu bagaikan permata yang memancarkan cahaya dari sisi yang berbeda-beda.” Demikianlah penafsiran enam masa penciptaan alam dalam Al-Qur’an, sejak kemunculan alam semesta hingga terciptanya manusia.

Referensi

Dokumen terkait

Pada ulangan harian Pendidikan Kewarganegaraan dengan nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila, di dapat rata-rata nilai sebesar 62,1 dari 21 siswa,

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi kanker payudara di Indonesia mencapai 0,5 per 1000 perempuan.Hal ini, yang menjadi tujuan utama dilakukannya

Haiku atau yang juga dikenal dengan nama nama Open BeOS adalah sistem operasi yang dibuat berdasarkan BeOS.BeOS adalah sistem operasi yang memiliki arsitektur kuat yang dibuat oleh

Perkebunan Nusantara II Batang Serangan dikatakan produk berkualitas apabila tercapainya kesesuaian antara hasil produksi yang dihasilkan dengan rencana target standar mutu yang

Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian di atas yang telah dilakukan sebelumnya yaitu penulis akan melakukan penelitian untuk mengetahui keterbacaan pola sidik

Selain dari pada pemicu munculnya hal yang mampu memberikan kesulitan kepada konselor dalam mencapai kefektifan komunikasi konseling, maka komunikasi dalam

Perkap Nomor 7 Tahun 2005 pada Pasal 3 memperbolehkan seorang polisi untuk menjadi penasihat hukum namun sekedar mengingatkan kembali bahwa terdapat asas Lex

Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau penganiayaan berat setelah perkawinan berlangsung. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan