• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II EVALUASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KAB. SINTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II EVALUASI PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KAB. SINTANG"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sampah

Menurut UU No. 18 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sampah mengatakan bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Pengertian sampah juga didefinisikan oleh organisasi di dunia seperti American Public Health Association (APHA) yaitu sesuatu yang tidak dapat digunakan, dibuang yang berasal dari kegiatan atau aktifitas manusia. Sedangkan menurut World Health Organization sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Banyak sampah organik masih digunakan kembali walaupun akhirnya akan tetap merupakan bahan yang tidak dapat digunakan kembali (Dainur, 1995).

Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, pengertian sampah perkotaan adalah limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi pembangunan yang timbul di kota.

2.2 Sumber Sampah

Sampah di suatu perumahan biasanya dihasilkan oleh satu keluarga atau lebih yang terdiri dari beberapa orang. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbish), perabotan rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun (Dainur, 1995).

Sumber sampah di daerah perumahan dapat dibagi menjadi (Darmasetiawan, 2004) :

(2)

Ketiga jenis perumahan tersebut dapat diidenitifikasi berdasarkan jenis daerahnya teratur atau tidak, kelas jalan yang terdiri dari jalan protokol, kolektor atau gang dan bantaran sungai, klasifiaksi tipe rumah dimana rumah tipe 100 keatas umumnya dihuni oleh masyarakat berpenghasilan tinggi, tipe 54 – 100 umumnya dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan tipe 36 ke bawah dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah (Darmasetiawan, 2004).

2.3 Sistem Pengelolaan Sampah

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengelolaan sampah ialah usaha untuk mengatur atau mengelola sampah dari proses pengumpulan, pemisahan, pemindahan, pengangkutan sampai pengolahan dan pembuangan akhir.

Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Sudut kesehatan lingkungan memandang pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah tersebut tidak menjadi media berkembang biak bibit penyakit serta sampah tersebut tidak menjadi medium perantara menyebarluasnya suatu penyakit. Syarat lainnya yang harus dipenuhi yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak menimbulkan bau, tidak menimbulkan kebakaran dan yang lainnya (Azwar, 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan sampah perkotaan meliputi (SNI 19-2454-2002):

a. Kepadatan penduduk dan penyebaran penduduk b. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi c. Timbulan dan karakteristik sampah

d. Budaya sikap dan perilaku masyarakat

e. Jarak dari sumber sampah ke tempat pembuangan akhir sampah f. Rencana tata ruang dan pengembangan kota

(3)

i. Peraturan daerah setempat

Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan sampah diantaranya (Suarna, 2008):

a. Sosial politik yang mempengaruhi kepedulian dan komitmen pemerintah dalam menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan, membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan keterampilan untuk meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

b. Aspek sosial demografi yang meliputi sosial ekonomi seperti kegiatan pariwisata, pasar dan pertokoan.

c. Sosial budaya yang menyangkut keberadaan dan interaksi antar lembaga desa/adat, aturan adat, kegiatan ritual, nilai struktur ruang Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap mental dan perilaku warga yang apatis. d. Keberadaan lahan untuk tempat penampungan sampah

e. Finansial (keuangan)

f. Keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan koordinasi antar lembaga yang terkait dalam penanggulangan masalah lingkungan

Sistem pengelolaan sampah perkotaan pada dasarnya dapat dilihat dari komponen-komponen yang saling mendukung satu dengan yang lain dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan kota yang bersih sehat dan teratur. Komponen sistem pengelolaan sampah adalah sebagai berikut:

a. Aspek teknik operasional (teknik) b. Aspek kelembagaan (institusi) c. Aspek pembiayaan (finansial)

(4)

Gambar 2.1 Sistem pengelolaan sampah

2.3.1 Sistem organisasi

Organisasi dan manajemen disamping sebagai faktor utama dalam peningkatan daya guna dan hasil guna dalam pengelolaan sampah, juga memiliki peranan dalam menggerakan, mengaktifkan dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan membentuk suatu institusi/organisasi, personalia dan manajemen dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Hal ini terkait dengan suatu kegiatan yang bertumpu pada teknik dan manajemen yang menyangkut aspek-aspek ekonomi, sosial budaya dan kondisi fisik wilayah kota serta memperhatikan masyarakat sebagai pihak yang dilayani.

Bentuk kelembagaan yang dianjurkan untuk berbagai kategori kota di Indonesia sesuai Standar SK-SNI T-1-1990-F dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Bentuk Kelembagaan Pengelola Persampahan

No Kategori Kota Jumlah Penduduk (jiwa) Bentuk Kelembagaan 1. Kota Raya

(metropolitan) > 1.000.000

Perusahaan daerah atau Dinas tersendiri 2. Kota Sedang I 500.000 – 1.000.000 Dinas tersendiri

3. Kota Sedang II 250.000 – 500.000

 Dinas/Suku Dinas

 UPTD/PU

 Seksi/PU

4. Kota Kecil 20.000 – 100.000  UPTD/PU

 Seksi/PU

Sumber: SNI T-1-1990-F

(5)

per 1000 penduduk yang dilayani sedangkan sistem pengangkutan, sistem pembuangan akhir dan staf minimal 1 orang per 1000 penduduk. Bentuk pendekatan perhitungan tenaga staf berbeda dengan perhitungan tenaga pelaksana. Perhitungan jumlah tenaga staf memperhatikan struktur organisasi dan beban tugas. Perhitungan jumlah tenaga operasional memperhatikan desain pengendalian, desain dan jumlah peralatan, desain operasional, keperluan tenaga penunjang dan pembantu serta beban penugasan.

Bentuk-bentuk organisasi pengelola persampahan di Indonesia pada umumnya adalah:

a. Seksi Kebersihan/Penanggulangan Kebersihan dalam satu Dinas, misalkan Dinas Pekerjaan Umum apabila masalah persampahan kota masih bisa ditangani oleh suatu seksi dibawah dinas tersebut.

b. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) dibawah suatu dinas misalnya Dinas Pekerjaan Umum apabila dalam suatu struktur organisasi tidak ada seksi khusus dibawah dinas yang mengelola kebersihan, sehingga dapat lebih memberikan tekanan pada masalah operasional dan lebih memiliki otonomi dibandingkan seksi.

c. Dinas Kebersihan akan dapat memberikan percepatan dan pelayanan pada masyarakat luas dan bersifat nirlaba. Dinas perlu dibentuk karena aktivitas dan volume pekerjaan yang meningkat.

d. Perusahaan Daerah Kebersihan merupakan organisasi pengelola yang dibentuk apabila permasalahan di kota tersebut sudah sangat luas dan kompleks. Prinsipnya perusahaan daerah tidak lagi disubsidi oleh Pemerintah Daerah sehingga efektifitas penarikan retribusi akan lebih menentukan.

Struktur organisasi tidak cukup mencerminkan aktivitas atau interaksinya sehingga perlu dirancang tata laksana kerjanya. Tata laksana kerja mendefinisikan lingkup tugas, wewenang, tanggung jawab serta bentuk interaksi antar unit organisasi. Hal yang harus diperhatikan dalam menyusun tata laksana kerja yang baik adalah menciptakan pembebanan yang merata, pendelegasian wewenang yang proporsional dan berimbang, pelaporan dan evaluasi yang baku.

(6)

Aspek ini merupakan komponen yang paling dekat dengan objek pengelolaan sampah. Aspek ini terdiri dari perangkat keras misalnya sarana pewadahan, pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir. Disini permasalahan yang timbul pada umumnya berkisar pada perbedaan yang jauh antara kebutuhan dan kapasitas operasi yang dapat disediakan oleh sistem. Teknik operasional pengelolaan sampah terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir harus bersifat terpadu.

2.3.2.1 Timbulan sampah

Timbulan sampah adalah sejumlah sampah yang dihasilkan oleh suatu aktifitas dalam kurun waktu tertentu atau dengan kata lain banyaknya sampah yang dihasilkan dalam satuan berat (kg) gravimetri atau volume (liter) volumetri (Tchobanoglous et al, 1993).

Prakiraan timbulan sampah baik untuk saat sekarang maupun di masa mendatang merupakan dasar dari perencanaan, perancangan dan pengkajian sistem pengelolaan persampahan. Satuan timbulan sampah ini biasanya dinyatakan sebagai satuan skala kuantitas per orang atau per unit bangunan misalnya adalah satuan timbulan sampah dalam (Damanhuri, 2004):

 Satuan berat: kilogram per orang per hari (kg/orang/hari)

 Satuan volume: lite per orang pe hari (liter/orang/hari)

Besaran timbulan sampah secara nyata diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan terhadap sampah dari berbagai sumber melalui sampling yang representative. Tata cara sampling terdapat pada SNI 19-3964-1994 mengenai Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.

(7)

Tabel 2.2 Laju Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Utama No

. Komponen SumberSampah Satuan Berat (kg) Volume(liter) 1 Rumah Permanen /orang/hari 0,350 – 0,400 2,25 – 2,50 2 Rumah Semi Permanen /orang/hari 0,300 – 0,350 2,00 – 2,25 3 Rumah Non Permanen /orang/hari 0,250 – 0,300 1,75 – 2,00 4 Kantor /pegawai/hari 0,025 – 0,100 0,50 – 0,75 5 Toko/Ruko /petugas/hari 0,150 – 0,350 2,50 – 3,00

6 Sekolah /murid/hari 0,010 – 0,020 0,10 – 0,15

7 Jalan Arteri Sekunder /m2/hari 0,020 – 0,100 0,10 – 0,15 8 Jalan Kolektor

Sekunder

/m2/hari 0,010 – 0,050 0,10 – 0,15

9 Jalan Lokal /m2/hari 0,005 – 0,025 0,05 – 0,10

10 Pasar /m2/hari 0,350 – 0,400 0,20 – 0,60

Sumber: Hasil Penelitian Puslitbangkim Dept PU dan LPM ITB (1989)

Menurut SNI 19-3983-1995 mengenai Spesifikasi Timbulan Sampah Untuk Kota Kecil dan Sedang di Indonesia, bila data pengamatan lapangan belum tersedia maka untuk menghitung besaran timbulan sampah perkotaan dapat menggunakan nilai timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota seperti pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota No . Satuan (Klasifikasi Kota) Volume (liter/orang/hari) Berat (kg/orang/hari)

1 Kota Sedang 2,75 – 3,25 0,70 - 0,80

2 Kota Kecil 2,5 – 2,75 0,625 – 0,70

Sumber: SNI 19-3964-1994

2.3.2.2 Komposisi dan karakteristik sampah

Damanhuri (2010) menyatakan bahwa sampah dapat dikelompokkan berdasarkan komposisinya misalnya dinyatakan sebagai berat 1% (biasanya berat basah) atau 1% volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, makanan dan lain-lain. Komposisi sampah tersebut digolongkan oleh Tchobanoglous et al (1993) sehingga masuk ke dalam 2 komponen utama sampah yang terdiri dari:

a. Organik berupa sisa makanan, kertas, karbon, plastik, karet kain, kulit dan kayu.

(8)

Karakterisitk sampah sangat bervariasi bergantung pada komponen-komponen sampahnya, sebagai contoh sampah bahan organik memiliki karakteristik tertentu yang terkandung di dalamnya. Komponen dan komposisi sampah kota dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Komponen dan Komposisi Bahan Organik Sampah Kota

Bahan Organik Komposisi

Serat Kasar (%) 4,1 – 6,0

Lemak (%) 3,0 – 9,0

Abu (%) 4,0 – 20,0

Air (%) 30,0 – 60,0

Amonium (mg/g sampah) 0,5 – 1,14

N organik (mg/g sampah) 4,8 – 14,0 Total nitrogen (mg/g sampah) 4,0 – 17,0

Sumber: Hadiwiyoto (1983)

Umumnya negara-negara berkembang memiliki karakterisitik sampah dengan komposisi organik yang lebih tinggi dibandingkan dari negara dengan tingkat perekonomian yang lebih maju, Tabel 2.5 berisi perbandingan komposisi sampah dari berbagai negara (Darmasetiawan, 2004).

Tabel 2.5 Komposisi Sampah dari Berbagai Negara

No. Komposisi

Neagra (Komposisi dalam %) Indonesia

*

Singapura* *

Hongkong* *

1 Organik/sayuran 79,49 48 41

2 Kertas 7,97 -

-3 Plastik 3,67 6 6

4 Logam 1,37 3 2

(9)

-6 Tekstil 2,4 9 10

7 Kayu 3,65 -

-8 Gelas/kaca 0,5 1 10

9 Lain-lain 0,48 32 31

Jumlah 100 100 100

Sumber: *BPPT (1991) **Cointreau (1982)

2.3.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulan dan kompisisi sampah Terdapat dua jenis limbah yang utama yaitu biodegradable dan non-biodegradable. Limbah yang terbuat dari material alamiah, seperti limbah makanan merupakan biodegradable, artinya jenis tersebut dapat hancur oleh hujan dan hewan misalnya cacing. Selain itu bahan biodegradable dapat dicerna oleh bakteri dan jamur misalnya hingga berubah bentuk menjadi tanah. Kebanyakan limbah yang dihasilkan saat ini adalah non-biodegradable. Benda tersebut dari material sintetik yang memakan waktu lebih lama untuk membusuk. Jenis-jenis sampah dapat digolongkan antara lain (Spilsbury, 2010):

1. Berdasarkan zat kimia yang terkandung didalamnya: a. Organik, misal sisa makanan, kertas dan plastik. b. Anorganik, misal logam, kaca dan abu.

2. Berdasarkan mudah atau tidaknya terbakar:

a. Mudah terbakar, misal kertas, plastik, daun dan sisa makanan. b. Tidak dapat terbakar, misal logam, kaca dan abu.

3. Berdasarkan dapat atau tidak mudahnya membusuk: a. Mudah membusuk, misal sisa makanan dan daun.

b. Tidak mudah membusuk, misal plastik, kaleng, kaca dan logam. 4. Berdasarkan kadar airnya:

a. Sampah basah, misal sisa makanan, daun dan buah. b. Sampah kering, misal kertas, plastik dan kayu. 5. Berdasarkan bentuknya

6. Berdasarkan volume sampahnya:

(10)

Sementara karakteristik sampah dari sumber lainnya yaitu (Dainur, 1995): 1. Garbage (sampah basah), yaitu sampah yang susunannya terdiri dari bahan

organik dan yang mempunyai sifat cepat membusuk jika dibiarkan dalam keadaan basah serta temperatur optimum yang diperlukan untuk membusuk yaitu 20oC – 30oC.

2. Rubbish (sampah kering), yaitu sampah yang susunannya terdiri dari bahan organik dan anorganik yang mempunyai sifat sebagian besar atau seluruh bahannya tidak cepat membusuk.

3. Dust & Ash (debu dan abu), yaitu sampah yang terdiri dari bahan organik dan anorganik yang merupakan partikel-partikel terkecil yang bersifat mudah beterbangan.

4. Demolitin & Constructin Waste, yaitu sampah sisa-sisa bangunan.

5. Bulky Waste, yaitu sampah barang-barang bekas, baik yang masih dapat digunakan atau yang tidak dapat digunakan.

6. Hazardous Waste, yaitu sampah yang berbahaya (Bahan Berbahaya Beracun). 7. Water & Waste Water Treatment Plant, yaitu sampah yang berupa hasil

sampingan pengolahan air bersih maupun air kotor, biasanya berupa gas atau lumpur.

8. Street Sweeping, yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan dan trotoar baik dengan tenaga manusia maupun dengan tenaga mesin yang tediri dari kertas dan daun.

9. Dead Animal, yaitu bangkai-bangkai yang mati karena alam, penyakit atau kecelakaan.

10.Abandonded Vehicles, yaitu bangkai-bangkai mobil, truk dan kereta api. 11. Sampah industri terdiri dari sampah padat yang berasal dari industri.

2.3.2.4 Pewadahan

(11)

Tujuan utama dari pewadahan adalah untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan kesehatan, kebersihan dan estetika. Wadah yang dipersyarakatkan sesuai Standar Nasional Indonesia adalah tidak mudah rusak, ekonomis, mudah diperoleh dan dibuat oleh masyarakat dan mudah dikosongkan. Persyaratan bahan wadah adalah awet dan tahan air, mudak diperbaiki, ringan dan mudah diangkut serta ekonomis, mudah diperoleh atau dibuat oleh masyarakat. Wadah sampah umumnya dibedakan menjadi dua, yaitu (Syafrudin dan Priyambada, 2001):

a. Wadah sampah individual

Wadah sampah individual diletakkan di masing-masing rumah tangga, kantor, ruko, fasilitas sosial, industri dan lain-lain yang disediakan dan dikelola oleh masing-masing individu.

b. Wadah sampah komunal

Wadah sampah komunal disediakan dan dikelola oleh pemerintah setempat melalui lembaga pengelola sampah yang ditunjuk atau wadah yang digunakan untuk menampung sampah dari beberapa rumah atau bangunan. Biasanya diletakkan di tempat-tempat umum seperti pada jalur pejalan kaki, taman, tempat parkir, halte, terminal, rusun, pemukiman padat dan lain-lain.

Karateristik untuk bahan wadah dengan pola individual atau komunal dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6 Karakteristik Wadah

No Karakteristik Pola Pewadahan

Individual Komunal

1 Bentuk

Kotak, silinder, container, bin (tong), semua tertutup

dan kantong plastik

Kotak, silinder, container, bin (tong), semua tertutup

2 Sifat Ringan, mudah dipindahkan dan mudah dikosongkan

Ringan, mudah dipindahkan dan mudah dikosongkan

3 Jenis Logam, plastik, fiberglass (GRP), kayu, bambu, rotan

(12)

Sumber: Direktorat Jenderal Cipta Karp, Direktorat PLP

Penentuan ukuran wadah biasanya ditentukan berdasarkan jumlah penghuni tiap rumah, timbulan sampah, dan sistem pelayanannya (individual atau komunal). Contoh wadah dan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 2.7

Tabel 2.7 Wadah dan Penggunaannya

No WadahJenis Kapasitas Pelayanan WadahUmur Keterangan

1 Kantong 10 - 40 L 1 KK 2 - 3 hari Individual

2 Bin 40 L 1 KK 2 - 3 tahun

Maksimal pengambilan 3 hari

sekali

3 Bin 120 L 2 - 3 KK 2 - 3 tahun Toko

4 Bin 240 L 4 - 6 KK 2 - 3 tahun Komunal

5 Kontainer 1000 L 80 KK 2 - 3 tahun Komunal

6 Kontainer 500 L 40 KK 4 - 3 tahun

-7 Bin 30 - 40 L Pejalan kaki

taman 5 - 3 tahun

-Sumber: Direktorat Jenderal Cipta Karp, Direktorat PLP

2.3.2.5 Pengumpulan

Sistem pengumpulan sampah dalam SNI 19-2454-2002 merupakan cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan atau penampungan sampah dari sumber timbulan sampah sampai ke tempat pengumpulan sementara atau sekaligus ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sistem pengumpulan sampah merupakan aktivitas penanganan yang tidak hanya mengumpulkan sampah dari wadah individual dan atau dari wadah komunal melainkan juga mengangkutnya ke tempat terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung maupun tidak langsung. Menurut SNI 19-2454-2002, pola pengumpulan sampah dapat dibedakan menjadi 4, yaitu :

 Pola individual langsung

Sampah dikumpulkan dari sumber sampah individual dan langsung diangkut ke TPA tanpa ada proses pemindahan.

(13)

Sampah dikumpulkan dari sumber sampah individual untuk kemudian dibawa ke TPS, lalu diangkut ke TPA.

 Pola komunal langsung

Prinsipnya sama dengan pengumpulan sampah individual langsung dimana sampah tidak ditempatkan di TPS terlebih dahulu tetapi langsung dibawa ke TPA. Hanya saja sumber sampahnya adalah sumber sampah komunal.

 Pola komunal tidak langsung

Prinsipnya sama sepeti pengumpulan sampah individual tak langsung dimana sampah ditempatkan di TPS terlebih dahulu sebelum kemudian diangkut ke TPA. Hanya saja sumber sampahnya adalah sampah komunal.

2.3.2.6 Pengangkutan

Pengangkutan adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan di tempat penampungan sementara atau dari tempat sumber sampah ke tempat pembuangan akhir. Berhasil tidaknya penanganan sampah juga tergantung pada sistem pengangkutan yang diterapkan. Pengangkutan sampah yang ideal adalah dengan truck container tertentu yang dilengkapi alat pengepres (SNI 19-2454-2002).

Proses pemindahan sampah dari TPS ke TPA dengan menggunakan alat angkut, fasilitas transfer dan transport yang umum digunakan di kota-kota yang disurvei bervariasi yaitu typer truck, mobil pick up, compactor truck, dump truck dan amroll truck. Pola pengangkutan berdasarkan sistem pengumpulan sampah sebagai berikut:

(14)

Gambar 2.2 Pola pengangkutan sistem transfer depo

2. Pengumpulan sampah dengan sistem kontainer pola pengangkutannya adalah sebagai berikut:

a. Pola pengangkutan kontainer cara 1

1. Kendaraan dari pool membawa kontainer kosong menuju kontainer isi untuk mengganti dan mengambil langsung serta membawanya ke TPA. 2. Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA ke lokasi

kontainer berikutnya, demikian seterusnya hingga rit terakhir. b. Pola pengangkutan kontainer cara 2

1. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah.

2. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula. 3. Menuju kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA. c. Pola pengangkutan kontainer cara 3

1. Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan ke dalam truk pemadat dan meletakkannya kembali pada lokasi semula dalam kondisi kosong.

(15)
(16)

2.3.2.7 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)

Tempat Pemrosesan Sampah Akhir (TPA) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah. Metode Pembuangan sampah ada beberapa metoda dalam pelaksanaannya yaitu:

a. Open Dumping

Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan cara ini karena alasan keterbatasan sumber daya (terutama manusia dan dana).

Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkannya seperti:

- Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll - Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan

- Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul - Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor b. Control Landfill

Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.

Metode control landfill di Indonesia dianjurkan untuk diterapkan di kota sedang dan kecil. Pelaksanakan metode ini memerlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:

- Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan - Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan - Pos pengendalian operasional

(17)

c. Sanitary Landfill

Sanitary landfill yaitu menimbun sampah di tanah yang berlekuk untuk ditutup dengan lapisan tanah. Penimbunan ini dilakukan secara berulang-ulang seperti kue lapis yang terdiri atas penimbunan sampah yang ditutup tanah. Tanah yang semula berlekuk menjadi rata oleh sanitary landfill sehingga harga tanahnya bisa naik berlipat-lipat karena bisa dipakai untuk berbagai keperluan, seperti tempat sarana olahraga, tanaman hijau dan lain-lain. Pengelolaan sampah pun tumbuh menjadi sentral keuntungan.

a. Pola jaringan air lindi dan saluran pengumpul air lindi

Pipa jaringan pengumpul lindi di dasar TPA berfungsi untuk mengalirkan lindi yang terbentuk dari timbunan sampah ke kolam penampung lindi. Jaringan pengumpul lindi dapat berupa pipa PVC berlubang yang dilindungi oleh gravel. Tipe jaringan disesuaikan dengan kebutuhan seperti luas TPA, tingggi timbunan, debit lindi dan lain-lain.

Gambar 2.4 Sistem drainase lindi (leachate) b. Pipa gas dan sistem penangkap gas

(18)

memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metan dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.

c. Pengaturan cell

Sel merupakan bagian dari TPA yang digunakan untuk menampung sampah satu periode operasi terpendek sebelum ditutup dengan tanah. Pada skenario perencanaan cell, direncanakan tinggi lift sebesar 3 meter, dengan banyak lift sebanyak 3 tingkat. Faktor yang perlu diperhatikan untuk pengaturan sel yaitu: 1. Lebar sel sebaiknya berkisar antara 1,5-3 lebar blade alat berat agar

manuver alat berat dapat lebih efisien.

2. Ketebalan sel sebaiknya antara 2-3 meter. Ketebalan terlalu besar akan menurunkan stabilitas permukaan, sementara terlalu tipis akan menyebabkan pemborosan tanah penutup.

3. Panjang sel dihitung berdasarkan volume sampah padat dibagi dengan lebar dan tebal sel.

4. Sebagai contoh bila volume sampah padat adalah 150 m3/hari, tebal sel direncanakan 2 m, lebar sel direncanakan 3 m, maka panjang sel adalah 150/(3×2) = 25 m.

5. Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok-patok dan tali.

2.3.3 Sistem pembiayaan

Aspek pembiayaan diperlukan untuk memenuhi anggaran pembiayaan operasional dan pemeliharan serta anggaran bertambah lainnya apabila cakupan pelayanan diperluas. Anggaran pembiayan dapat berasal dari retribusi pelayanan, pengangkutan dan pengelolaan sampah, sehingga pengaturan tarif retribusi yang baik sangat diperlukan.

(19)

diperoleh dari masyarakat (± 80%) dan Pemerintah Daerah (± 20%) untuk pelayanan umum antara lain penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum.

Besar retribusi yang dapat ditarik dari masyarakat setiap rumah tangga besarnya ± 0,5 % dan maksimal 1 % dari penghasilan per rumah tangga perbulannya. Hal ini dapat dikatakan mampu mencapai “self financing” jika perhitungan besar retribusi dilakukan dengan cara klasifikasi dan prinsip subsidi silang.

Besarnya biaya jasa pengelolaan sampah dari masyarakat dan pelaku usaha yang akan ditentukan oleh pemerintah daerah harus mempertimbangkan infrastruktur dan perlatan yang tersedia. Peningkatan sistem pengelolaan persampahan dapat juga dengan mengembangkan mekanisme insentif dan disinsetif. Pembiayaan dalam pengelolaan persampahan meliputi:

a. Sumber dana yang dipergunakan pemerintah daerah dalam pengelolaan persamapahan kota.

b. Besarnya anggaran yang diterima dan besarnya biaya yang haris dikeluarkan untuk pengelolaan sampah.

c. Sumber dana pengelolaan persampahan kota berasal dari APBN, APBD I dan II, pembayaran retribusi pelayanan kebersihan dan usaha daur ulang serta pengomposan.

2.3.4 Sistem peraturan (hukum)

Aspek ini merupakan komponen yang menjaga pola atau dinamika sistem agar dapat mencapai sasaran secara efektif. Umumnya kompleksitas permasalahan justru diredam oleh penerbitan peraturan yang mengatur seluruh komponen yang secara umum dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

a. Sebagai landasan pendirian instansi pengelola (Dinas Perusahaan daerah dan lainnya).

b. Sebagai landasan pemberlakuan struktur tarif.

(20)

Negara Indonesia adalah negara hukum, dimana sendi kehidupan selaku bertumpu pada hukum yang berlaku. Demikian halnya dengan dengan pengelolaan sampah memerlukan sekali dukungan peraturan dan dasar hukum, seperti dalam pembentukan organisasi, pemungutan dan penetapan retribusi, pengaturan dalam kebersihan dan ketertiban masyarakat. Dasar hukum dalam pengelolaan sampah antara lain adalah dalam bentuk peraturan daerah maupun dalam bentuk keputusan Bupati/Wali Kota.

2.3.5 Sistem peran serta masyarakat

Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah bisa meliputi partisipasi dalam pengelolaan lingkungan, membayar retribusi yang telah ditetapkan oleh pemerintah, swadaya dalam pengadaan tong sampah dan gerbong sampah sebagainya. Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah tergantung dari cara penanggulangan kebersihan dan memberikan dorongan agar membiasakan masyarakat pada tingkah laku yang sesuai dengan apa yang telah diprogramkan.

Peran serta masyarakat sangat mendukung program pengelolaan sampah (kebersihan) disuatu kota/wilayah. peran serta masyarakat menurut Habitat dalam Pamudju dalam Irman (2004) adalah “participation is process of involving people, especially those directly effected to define the problem and involve solutions with them.”

(21)
(22)
(23)

Gambar

Tabel 2.1 Bentuk Kelembagaan Pengelola Persampahan
Tabel 2.2 Laju Timbulan Sampah Berdasarkan Komponen Utama
Tabel 2.4 Komponen dan Komposisi Bahan Organik Sampah Kota
Tabel 2.6 Karakteristik Wadah
+5

Referensi

Dokumen terkait

 Keberhasilan upaya pengolahan dan daur-ulang sangat tergantung pada adanya pemilahan sampah mulai dari sumber, pada wadah komunal, pada sarana pengumpul

Pengumpulan sampah satau pembawa sampah dari wadah ke tempat lain, ternyata di Lokawisata Baturraden dilaksanakan oleh para pemulung yang setiap hari datang untuk mengambil

Dalam sistem pengelolaan sampah di Kota Surabaya sistem pengumpulan dilakukan baik. secara door to door (individual) maupun dengan

a. Pola individual adalah proses pengumpulan sampah dimulai dari sumber sampah kemudian diangkut ke tempat pembuangan sampah sementara sebelum di buang ke TPA. Pola komunal

Untuk pembuangan sampah non-medis atau biasa disebut sampah domestik diperlukan suatu konstruksi tempat pengumpulan sampah sementara yang terbuat dari dinding semen atau

Pengumpulan sampah satau pembawa sampah dari wadah ke tempat lain, ternyata di Lokawisata Baturraden dilaksanakan oleh para pemulung yang setiap hari datang untuk mengambil

„ Pengumpulan sampah dari sumber dapat dilakukan secara langsung dengan alat angkut (untuk sumber sampah besar atau daerah yang memiliki kemiringan lahan cukup tinggi) atau

18/2008 Pemilahan: pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah Pengumpulan: pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat