• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERUMAHAN (KAJIAN DI KABUPATEN BOGOR) PURRISTIYANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERUMAHAN (KAJIAN DI KABUPATEN BOGOR) PURRISTIYANA"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERUMAHAN (KAJIAN DI KABUPATEN BOGOR)

PURRISTIYANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir Strategi Peningkatan Pelayanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Dalam Pengelolaan Sampah Perumahan (Kajian di Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2011 Purristiyana NRP. H252074195

(3)

ABSTRACT

PURRISTIYANA. Service Improvement Strategy for Cleaning and Gardening Agency in the management of residential solid waste (studies in Bogor Regency).

Under the direction of :LALA M. KOLOPAKING and ERNAN RUSTIADI.

Solid waste management problem occurs because of imbalance between the volume of solid waste and ability in management. The objectives of this research are: (1) to evaluate the implementation of residential solid waste management services in Bogor Regency, (2) to analyze community perceptions about residential solid waste service, and (3) to formulate strategies to improve coverage of residential solid waste service in Bogor Regency. The data were collected through observation and interview to the respondents that know about the policy under study. The data were analyzed by using quantitative descriptive analysis based on the applicable service standard of the Minister of Settlement and Regional Infrastructure Number 534/KPTS/M/2001, index measurement analysis, and Hierarchy Analytic Process (AHP). Quantitatively the performance of solid waste management based on the amount of solid waste transported achieve 22,46

%. According to the underserved population has just reached 16 %. The amount of solid waste transport vehicle is only just reached 20 % of the transportation needs.

Solid waste retribution only reaches 26,5% of operational cost of solid waste services. Efforts to increase residential solid waste service coverage with the addition of operational facilities require a very large cost. Therefore, alternative solid waste management needs to be done at the local level with the reduction and handling of solid waste from its source through the application of R3 (reduce, reuse and recycle) with the program are: (1) Internalization and education R3 Program, (2) Establishment of a group / institutional, (3) Provide facilities and assistance, and (4) Support product marketing.

Keywords : solid waste management, improving services, R3 (reduce, reuse and recycle), AHP

(4)

RINGKASAN

PURRISTIYANA. Strategi Peningkatan Pelayanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam Pengelolaan Sampah Perumahan (Kajian di Kabupaten Bogor).

Dibimbing oleh LALA M. KOLOPAKING sebagai ketua dan ERNAN RUSTIADI sebagai anggota komisi pembimbing.

Peningkatan populasi penduduk yang diikuti pengembangan wilayah perkotaan, semakin merubah pola konsumsi dan meningkatkan jumlah dan keragaman sampah, baik dari rumah tangga maupun dari kegiatan lain. Hasil survey yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan timbulan sampah rata-rata berkisar antara 2 - 2,5 liter/orang/hari dengan kerapatan 200-300 kg/m3. Permasalahan dalam penanganan sampah terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi dengan kemampuan dalam pengelolaannya, volume sampah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perubahan kualitas hidup dan dinamika kegiatan masyarakat.

Kajian ini bertujuan untuk : (1) Mengevaluasi pelaksanaan pelayanan pengelolaan sampah perumahan di Kabupaten Bogor khususnya di UPT Wilayah Cibinong, (2) Menganalisis pendapat masyarakat mengenai pelayanan persampahan perumahan, (3) Merumuskan strategi peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di Kabupaten Bogor.

Kajian dilaksanakan di Kabupaten Bogor, selama tiga bulan yaitu pada bulan September sampai dengan bulan November 2010, dengan menggunakan data primer yaitu dengan cara survei melalui observasi langsung, wawancara dan kuesioner, serta data sekunder yang diperoleh dengan telahan dokumen dan laporan-laporan dari instansi terkait.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Untuk mencapai tujuan penelitian kedua, dikumpulkan sebanyak 60 responden yang terdiri dari 30 rumah tangga di Perumahan Cimandala Permai Kecamatan Sukaraja dan 30 rumah tangga di Perumahan Puspa Raya Kecamatan Bojonggede.

Untuk mencapai tujuan penelitian ketiga, jumlah responden sebanyak enam orang yang berasal dari Dinas kebersihan dan Pertamanan, Bappeda, Badan Lingkungan Hidup dan masyarakat yaitu ketua RW 9 Perumahan Puspa Raya. Metode analisis data yang digunakan untuk tujuan pertama adalah analisis deskriptif dan juga berdasarkan pengukuran sesuai Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.534/KPTS/M/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman. Analisis data yang digunakan untuk mencapai tujuan spesifik kedua adalah dengan menggunakan pengukuran indeks. Perumusan strategi kebijakan dan perancangan program peningkatan pelayanan Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kabupaten Bogor dalam pengelolaan sampah perumahan dilakukan dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP).

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa: (1) Kinerja pelayanan pengelolaan sampah secara kuantitatif di Wilayah Cibinong masih rendah. Jumlah sampah terangkut baru mencapai 22,46%. Hal ini menandakan bahwa di kawasan yang belum mendapat pelayanan, umumnya masyarakat melakukan penimbunan, pembakaran maupun pembuangan sampah ke sungai atau saluran air. Berdasarkan jumlah penduduk yang terlayani diketahui baru mencapai 16% dari jumlah penduduk. Jumlah sarana pengangkut sampah saat ini baru memenuhi 20 %

(5)

jumlah yang dibutuhkan agar dapat mengangkut timbulan sampah. Kajian pun menemukan bahwa pemasukan dari retribusi kebersihan yang ada saat ini tidak seimbang dibandingkan dengan biaya operasional pelayanan persampahan karena hanya memenuhi 26,5% sehingga pemerintah daerah harus memberi subsidi, (2) Pendapat masyarakat mengenai pelayanan persampahan juga dinyatakan masih belum baik, sehingga perlu peningkatan sarana dan prasarana pelayanan persampahan serta meningkatkan sosialisasi mengenai peraturan dan pengelolaan sampah. (3) Berdasarkan hasil AHP dengan menggunakan Expert Choice 2000, terlihat bahwa urutan prioritas yang perlu lebih diutamakan dalam peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan adalah Peningkatan Sarana Pelayanan (bobot 0,450) serta Peningkatan Peran Masyarakat (bobot 0,335).Berdasarkan hasil analisis sensitivitas diperoleh bahwa Penambahan Kendaraan Angkutan Sampah adalah langkah strategis yang memiliki nilai tertinggi (bobot 0,169), kemudian diikuti dengan Sosialisasi dan Edukasi Penerapan 3R (bobot 0,127) serta Bantuan Sarana dan Pendampingan 3R (bobot 0,094).

Rumusan strategi dan program dalam peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di UPT Wilayah Cibinong adalah sebagai berikut : (1) Penambahan sarana operasional; (2) Penerapan Program 3R di masyarakat; (3) Pemisahan fungsi regulator dan operator dalam penyelenggaraan pelayanan persampahan. Untuk UPT Wilayah Cibinong kendaraan pengangkut sampah saat ini berjumlah 33 unit sedangkan kebutuhan kendaraan berdasarkan timbulan sampah perumahan di perkotaan adalah sebesar 165 unit dump truck. Perhitungan total biaya yang dibutuhkan untuk penambahan 132 unit dump truck dan operasional 165 kendaraan angkutan sampah per tahun adalah sebesar Rp.58.723.500.000,00. Biaya tersebut sangatlah besar dan pemerintah daerah akan kesulitan dalam pendanaan karena keterbatasan anggaran yang dimiliki. Untuk tahun 2009, anggaran Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang meliputi lima UPTD untuk penambahan 16 truk sampah dan operasional 66 truk sampah hanya sebesar Rp. 11.825.000.000,00. Cakupan pelayanan yang memungkinkan dan perlu direalisasikan untuk jangka pendek sesuai target RPJMD yaitu sebesar 31%, maka armada angkutan yang dibutuhkan di UPTD Wilayah Cibinong adalah sebanyak 51 kendaraan. Untuk itu diperlukan tambahan 18 kendaraan angkutan sampah dengan total biaya sebesar Rp.11.538.900.000.

Penerapan program 3R di masyarakat diimplementasikan melalui kegiatan:

(a) Pelembagaan dan edukasi 3R. Untuk meningkatkan cakupan pelayanan sampah di UPT Wilayah Cibinong diperlukan penambahan sarana operasional pelayanan sampah yang cukup besar sehingga akan terbentur berbagai kendala diantaranya, pendanaan, jumlah aparat dan kelembagaan. Oleh karena itu diperlukan alternatif pengolahan sampah dengan pengurangan dan penanganan sampah dari sumbernya melalui penerapan program 3R; (b) Pembentukan kelompok/kelembagaan. Setelah masyarakat memiliki pemahaman yang baik mengenai 3R dan memiliki keinginan kuat untuk melaksanakan 3R di lingkungannya maka agar program dapat berjalan baik dan terkoordinir maka diperlukan suatu kelompok atau lembaga pengelola 3R di Masyarakat; (c) Bantuan Sarana dan Pendampingan 3R. Untuk pemenuhan perlengkapan sarana pengolahan 3R di masyarakat dapat dilakukan dengan bantuan dari program PNPM dengan melakukan kerjasama dengan dengan instansi lain yang terkait.; (d) Bantuan pemasaran produk 3R. Untuk pemasaran kompos dapat dilakukan

(6)

kerjasama dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan, sedangkan untuk pemasaran hasil kerajinan sampah plastik atau kertas dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan Dinas UKM, Perindustrian dan Perdagangan. Pengawasan yang lebih obyektif terhadap pengelolaan sampah masih diperlukan agar kualitas dan profesionalitas pelayanan dapat lebih terjamin, oleh karena itu perlu dilakukan pemisahan fungsi regulator dan operator. Apabila dinas akan berperan sebagai operator maka diperlukan institusi pengawas yang berperan sebagai regulator.

Namun apabila untuk menyelenggarakan pelayanan persampahan dikontrakkan dengan pihak ketiga, maka dinas perlu berfungsi sebagai regulator yang handal.

Kata kunci : pengelolaan sampah, peningkatan pelayanan, AHP

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(8)

STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH PERUMAHAN

(KAJIAN DI KABUPATEN BOGOR)

PURRISTIYANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(9)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Parulian Hutagaol, M.S.

(10)

Judul : Strategi Peningkatan Pelayanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam Pengelolaan Sampah Perumahan (Kajian di Kabupaten Bogor)

Nama : Purristiyana

NRP : H252074195

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.S. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. Prof.Dr.Ir.Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan karya ilmiah dengan judul ”Strategi Peningkatan Pelayanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam Pengelolaan Sampah Perumahan (Kajian di Kabupaten Bogor)”.

Penulisan karya ilmiah ini merupakan salah satu tugas yang harus dipenuhi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional dalam program Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, M.S selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para dosen dan pimpinan serta pengelola Magister Manajemen Pembangunan Daerah Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak Bupati Bogor, yang telah memberikan dukungan dana dan kesempatan bagi penulis dalam mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor ini, juga kepada orang tua, suami dan anak- anakku tersayang serta keluarga besar yang telah mendukung dengan penuh pengertian dan kesabaran serta terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2011 Purristiyana

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 September 1976 dari Ayah Sudjiman dan Ibu Siti Suwarni. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, lulus pada tahun 2000.

Penulis bekerja sebagai PNS daerah Kabupaten Bogor semenjak tahun 2003 dan ditugaskan sebagai staf di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Wilayah Parung pada Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup. Pada tahun 2005 pindah tugas di UPT Wilayah Ciawi, kemudian pada tahun 2007 ditugaskan pada Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup yang berkantor di Cibinong. Pada tahun 2008, penulis mendapat kesempatan beasiswa tugas belajar S-2 dari Pemerintah Kabupaten Bogor dan melanjutkan studi pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2011.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah ... 7

2.2 Pengelolaan Sampah ... 13

2.2.1 Pewadahan ... 15

2.2.2 Pengumpulan ... 17

2.2.3 Pemindahan ... 20

2.2.4 Pengangkutan ... 20

2.2.5 Pembuangan Akhir ... 24

2.3 Kualitas Pelayanan... 25

2.4 Pelayanan Publik ... 26

2.5 Kajian Terdahulu ... 28

BAB III METODE KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Kajian ... 30

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 31

3.4 Metode Penentuan Sampel ... 32

3.5 Metode Analisis Data ... 32

3.5.1 Metode Analisis Deskriptif ... 32

3.5.2 Metode Analisis Indeks Persepsi Masyarakat ... 33

3.5.2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 33

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Bogor ... 39

4.2 Gambaran Umum Kependudukan Kabupaten Bogor ... 40

4.3 Perangkat Daerah Pengelola Pelayanan Sampah ... 41

4.4 Kondisi Umum Lingkungan Hidup ... 48

4.5 Obyek Retribusi Pelayanan Persampahan dan Kebersihan ... 48

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Perangkat Hukum dan Peraturan ... 53

5.1.1 Kebijakan Nasional Pengelolaan Sampah ... 53

5.1.2 Kebijakan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bogor ... 55

5.2 Aspek Pembiayaan... 58

5.3 Teknik Operasional ... 59

5.3.1 Timbulan Sampah ... 59

(14)

5.3.2 Pewadahan ... 62

5.3.3 Pengumpulan dan Pemindahan ... 64

5.3.4 Pengangkutan Sampah ... 66

5.3.5 Tempat Pembuangan Akhir ... 66

5.4 Analisis Kinerja Pengelolaan Sampah berdasarkan Standar Normatif ... 67

5.5 Analisis Kebutuhan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Sampah ... 70

5.6 Persepsi Masyarakat terhadap Pelayanan Kebersihan/ Kebersihan / Persampahan di Lingkungan Perumahan ... 72

5.6.1 Karakteristik Usia Responden ... 73

5.6.2 Karakteristik Pendidikan Responden ... 73

5.6.3 Karakteristik Pekerjaan Responden ... 74

5.6.4 Pengukuran Indeks Persepsi Masyarakat ... 74

5.6.5 Informasi Mengenai Peraturan Persampahan ... 76

5.6.6 Sarana dan Prasarana pelayanan persampahan ... 77

5.6.7 Kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kebersihan/ Persampahan ... 77

5.6.8 Retribusi Pelayanan Persampahan ... 77

5.6.9 Pembedaan Pewadahan ... 78

5.7 Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ... 78

BAB VI STRATEGI DAN PERANCANGAN PROGRAM 6.1 Perumusan Alternatif Strategi dan Program ... 81

6.2 Analisis Prioritas Pengembangan Kebijakan ... 82

6.2.1 Peningkatan Sarana Pelayanan ... 85

6.2.2 Peningkatan Peran Masyarakat ... 88

6.3 Perancangan Program ... 92

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 97

7.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis Pewadahan ... 17

2. Jenis dan Karakteristik Alat Pengangkut ... 21

3. Tujuan, Data, Metode dan Output Penelitian ... 31

4. Peraturan/Kebijakan yang Digunakan Sebagai Standar Pengukuran Pelayanan ... ... 32

5. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan ... 36

6. Petugas Operasional Persampahan Kabupaten Bogor ... 47

7. Sarana Pendukung Pelayanan Persampahan ... 47

8. Data Jumlah Penduduk dan timbulan sampah Kabupaten Bogor ... 48

9. Struktur dan Besarnya Tarif untuk Jenis Pelayanan Pengambilan, Pengangkutan dan Pembuangan Sampah Harian ... 49

10. Struktur dan Besarnya Tarif untuk Jenis Pelayanan Pengambilan, Pengangkutan dan Pembuangan Sampah Mingguan ... 50

11. Struktur dan Besarnya Tarif untuk Jenis Pelayanan Pengambilan, Pengangkutan dan Pembuangan Sampah untuk Kegiatan Pameran/ event-event lainnya yang bersifat insidentil ... 51

12. Komposisi fisik sampah di Kabupaten Bogor ... 59

13. Produksi/Timbulan sampah di UPT Wilayah Cibinong ... 61

14. Jumlah Sampah Terangkut Ke TPA di Wilayah Cibinong ... 68

15. Jumlah Penduduk, Volume Sampah dan Perkiraan Volume Pelayanan Sampah dengan berdasarkan Ketentuan dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.534/KPTS/M/2001 ... 69

16. Skenario Perkiraan Biaya untuk Memenuhi 100% Kebutuhan Sarana Operasional Pengangkutan Sampah di UPT Wilayah Cibinong ... 72

17. Distribusi Frekuensi Usia ... 73

18. Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan ... 73

19. Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan ... 74

20. Nilai Indeks Jawaban ... 75

21. Indeks rata-rata jawaban ... 76

22. Struktur Hirarki Peningkatan Cakupan Pelayanan Sampah Perumahan di Kabupaten Bogor ... 82

(16)

23. Urutan Elemen yang Diprioritaskan Secara Global dalam Peningkatan Sarana Pelayanan ... ... 88 24. Urutan Elemen yang diprioritaskan secara Global dalam Peningkatan Peran

Masyarakat .... ... 90 25. Urutan Prioritas Global Program Peningkatan Cakupan Pelayanan Sampah

Perumahan di Kabupaten Bogor ... 91 26. Skenario Perkiraan Biaya untuk Memenuhi 31 % Kebutuhan Sarana

Operasional Pengangkutan Sampah di UPT Wilayah Cibinong ... 94

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan ... 14 2. Kerangka Pemikiran Kajian ... 30 3. Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan ... 43 4. Bobot Persepsi Gabungan Responden dalam Peningkatan Cakupan Pelayanan

Sampah Perumahan ... 84 5. Grafik Prioritas Aspek yang Dipertimbangkan pada Kebijakan Peningkatan

Sarana Pelayanan ... 85 6. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Penambahan/Perbaikan Sarana

Operasional ... ... 86 7. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Optimalisasi TPA Eksisting .... 86 8. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Penyediaan TPA Alternatif ... 87 9. Grafik Prioritas Aspek yang Dipertimbangkan pada Kebijakan Strategi

Peningkatan Peran Masyarakat ... 88 10. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Penerapan 3R ... 89 11. Grafik Prioritas Langkah Strategis pada Aspek Ketaatan Pembayaran

Retribusi ... ... 90 12. Grafik Hasil Sintesis Menggunakan Modus Sintesis Distribusi (Distribusi

Synthesize) .... ... 92

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Model Kuesioner AHP yang Digunakan untuk Mencapai Tujuan

Peningkatan Cakupan Pelayanan Sampah Perumahan ... 105 2. Matriks Persepsi Masing-Masing Responden dan Perhitungan Pendapat

Gabungan Menggunakan Rata-rata Geometris ... 111 3. Hasil Treeview Pendapat Gabungan pada Expert Choice 2000 ... 119

(19)

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Seiring peningkatan populasi penduduk mengakibatkan meningkatnya jumlah dan keragaman sampah yang dihasilkan baik dari rumah tangga maupun dari kegiatan lain. Tingkat timbulan sampah juga akan meningkat akibat dari berubahnya pola konsumsi karena meningkatnya kesejahteraan. Tanpa disadari penggunaan barang-barang yang dikonsumsi dan diproduksi akan menguras sumber daya alam yang ada dan merusak lingkungan. Budaya konsumerisme masyarakat saat ini mempunyai andil besar dalam peningkatan jenis dan kualitas sampah. Di era globalisasi, para pelaku usaha dan pebisnis bersaing sekeras mungkin untuk memasarkan produknya, tidak hanya itu tapi mereka memiliki strategi bisnis dengan mengemas produknya dengan kemasan yang menarik konsumen.

Bervariasinya kemasan produk tersebut menimbulkan peningkatan jenis dan kualitas sampah.

Kecenderungan jumlah penduduk yang semakin meningkat diikuti kegiatan kota yang makin berkembang menimbulkan dampak adanya kecenderungan sampah yang meningkat dan bervariasi. Menurut Kodoatie (2005) jumlah dan laju penduduk perkotaan yang cenderung meningkat mengakibatkan sistem infrastruktur yang ada menjadi tidak memadai, karena penyediaannya lebih rendah dibandingkan dengan perkembangan penduduk.

Permasalahan dalam penanganan sampah terjadi karena ketidakseimbangan antara produksi dengan kemampuan dalam pengelolaannya, volume sampah terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, perubahan kualitas hidup dan dinamika kegiatan masyarakat. Sampah yang tidak dikelola menyebabkan gangguan kesehatan karena menjadi sarang penyakit, menjijikan dan menimbulkan bau yang tidak sedap, pencemaran tanah dan air, berkurangnya nilai kebersihan dan keindahan lingkungan. Masalah sampah tidak terlepas dari masalah pembangunan lainnya seperti kependudukan, sosial,

(20)

ekonomi dan pengadaan lahan. Masalah-masalah tersebut akan mempunyai dampak yang sangat luas terhadap kesehatan, lingkungan kamtibmas, dan lain- lain. Oleh Karena itu penanganan masalah sampah harus dilakukan secara terpadu dengan masalah-masalah pembangunan lainnya.

Pengelolaan persampahan sudah seharusnya merupakan prioritas pembangunan yang sejajar dengan pembangunan di bidang lainnya. Pembangunan di bidang pengelolaan sampah sering tertinggal dibanding dengan dengan pembangunan di bidang lain dan tidak dapat mengejar permasalahan yang timbul.

Di daerah pedesaan, pembuangan sampah belum merupakan permasalahan yang serius dan kompleks karena masih tersedianya ruangan yang cukup untuk pengelolaan pembuangan sampah tersebut di wilayah perumahan secara individual atau dimanfaatkan untuk keperluan lain. Namun di wilayah perkotaan sudah dirasakan sulit untuk memperoleh ruang yang cukup guna mengelola pembuangan sampah tersebut baik secara individual maupun kolektif di lingkungan setempat. Hal tersebut disebabkan oleh semakin pesatnya pembangunan dan padatnya perkembangan penduduk di wilayah perkotaan, sehingga lahan langka dan mahal.

Kondisi ini semakin dipertajam lagi dengan tingginya produksi sampah dan kurangnya sarana pengangkutan serta terbatasnya pengadaan pewadahan sampah untuk memproses pembuangan sampah. Kesenjangan antara volume dan pengelolaan sampah cenderung meningkat, sehingga masalah sampah akan semakin kronis apabila tidak dikelola secara efektif dan efisien.

Sebagian besar sumber timbulan sampah di perkotaan Indonesia berasal dari rumah tangga (58%). Sedangkan sumber lainnya meliputi sampah pasar dan pusat perbelanjaan (30%), industri (9%), rumah sakit (2%) dan lain-lain (1%) (indoresporo, 2001). Hasil survey yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan timbulan sampah rata-rata berkisar antara 2 - 2,5 liter dengan kerapatan 200-300 kg/m3 (Sudradjat, 2009). Menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan JICA (2003), rata-rata produksi sampah meningkat dari 800 gram per kapita pada tahun 1995 menjadi 910 gram perkapita pada tahun 2000. Khusus untuk sampah atau limbah padat rumah tangga, peningkatan jumlah sampah yang dihasilkan di Indonesia diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat pada tahun 2010.

(21)

Sistem penanganan sampah yang umum dilakukan selama ini adalah pengumpulan/pewadahan, pemindahan/pengangkutan, pemusnahan/pengurugan.

Kenyataannya, pola penanganan sampah tersebut belum mampu menyelesaikan permasalahan yang muncul. Hal ini dikarenakan tidak seimbangnya jumlah timbulan sampah dengan kapasitas pengelolaannya. Berdasarkan target dan sasaran yang ditetapkan dalam MDGs (Millenium Development Goals) bahwa cakupan pelayanan persampahan harus mencapai 70 % penduduk pada tahun 2015, komitmen tersebut juga diperkuat dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengeloaan Persampahan (KSNP- SPP). Untuk mencapai target pelayanan persampahan tersebut memerlukan investasi sarana dan prasarana persampahan juga harus didukung oleh kesiapan manajemen dan dukungan peraturan perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun di daerah.

Berdasarkan kondisi-kondisi tersebut di atas maka kajian ini menjadi penting untuk merumuskan strategi pengelolaan sampah khususnya sampah perumahan di Kabupaten Bogor.

1.2 Perumusan Masalah

Persampahan merupakan isu penting dalam masalah lingkungan perkotaan termasuk di perumahan yang dihadapi sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas pembangunan. Sampah yang tidak terkelola dengan baik merupakan salah satu penyebab makin meningkatnya pencemaran air, tanah dan udara serta meningkatkan potensi banjir di perkotaan. Permasalahan persampahan perlu ditangani secara serius dengan teknis, operasional dan manajemen yang tepat dan terpadu berdasarkan kondisi dan kebijakan daerah masing-masing.

Instansi pemerintah di Kabupaten Bogor yang berwenang dalam hal pengelolaan sampah adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor saat ini telah mencapai 4.477.296 jiwa dan setiap harinya aktivitas masyarakat menghasilkan sampah sebanyak ± 8.955 M3/hari, yang dilayani oleh 66 truk sampah. Sebanyak 58 % limbah sampah berasal dari rumah tangga, sedangkan sisanya berasal dari perkantoran 15%, Industri 15 % dan pasar 10 %. Untuk sampah pasar sepenuhnya dikelola oleh PD Pasar Tohaga, sedangkan

(22)

Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor melayani pengelolaan sampah yang berasal dari perumahan/rumah tinggal, industri, rumah sakit, pertokoan, hotel dan restoran/rumah makan, SPBU, pariwisata, perkantoran dan sekolah.

Berdasarkan data yang didapat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2008-2013 diketahui bahwa cakupan pelayanan pengangkutan sampah perkotaan yang terlayani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor hanya sebesar 24,17% dari timbulan sampah. Angka tersebut masih di bawah angka pelayanan nasional yang sebesar 40% dan pelayanan Propinsi Jawa Barat yang mencapai 53 %. Walaupun sudah diketahui mengenai angka cakupan pelayanan namun masih diperlukan informasi lebih lanjut yang mendalam dan rinci mengenai kinerja pelaksanaan pelayanan pengelolaan sampah perkotaan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan, khususnya di UPT Wilayah Cibinong serta keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan pelayanan persampahan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pertanyaan kajian pertama adalah “Bagaimanakah pelaksanaan pelayanan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor dalam pengelolaan sampah perumahan, khususnya di UPT Wilayah Cibinong?

Pertumbuhan penduduk yang pesat mengakibatkan munculnya masalah penyediaan pelayanan perkotaan, salah satunya adalah masalah pelayanan persampahan yang masih rendah. Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat atas arti pentingnya kualitas layanan publik, termasuk pelayanan persampahan, maka berbagai institusi publik makin dituntut untuk senantiasa memberikan layanan yang berkualitas bagi pelanggannya. Dinas Kebersihan dan Pertamanan sebagai salah satu institusi publik pun tidak lepas dari upaya tersebut. Untuk memenuhi keinginan publik atas layanan jasa yang berkualitas, dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat atas kualitas pelayanan persampahan. Berdasarkan hal tersebut di atas maka pertanyaan kajian kedua adalah “Bagaimanakah persepsi masyarakat mengenai pelayanan persampahan perumahan di Kabupaten Bogor? “

(23)

Berdasarkan kondisi-kondisi di atas dan mengingat pentingnya pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor maka pertanyaan kajian yang ketiga adalah “Bagaimanakah rumusan strategi peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di UPT Wilayah Cibinong Kabupaten Bogor?”

1.3 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan kajian ini adalah :

1. Mengevaluasi pelaksanaan dan mutu pelayanan pengelolaan sampah perumahan Kabupaten Bogor khususnya di UPT Wilayah Cibinong.

2. Menganalisa persepsi masyarakat mengenai pelayanan persampahan perumahan.

3. Merumuskan strategi peningkatan cakupan pelayanan sampah perumahan di UPT Wilayah Cibinong Kabupaten Bogor.

(24)
(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah

Hadiwiyoto (1983), mendefinisikan sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan-perlakuan baik karena telah diambil bagian utamanya atau karena pengolahan dan sudah sudah tidak bermanfaat. Jika ditinjau dari segi ekonomi tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kesehatan. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi manusia dan bertambah banyaknya kebutuhan manusia, mengakibatkan semakin besar pula terjadinya masalah-masalah pencemaran lingkungan, termasuk masalah sampah.

Pada dasarnya alam secara alamiah mampu mendaur ulang berbagai jenis limbah yang dihasilkan oleh makhluk hidup, namun bila konsentrasi limbah yang dihasilkan sudah tak sebanding lagi dengan laju proses daur ulang maka akan terjadi pencemaran. Pencemaran timbul apabila suatu zat atau energi dengan tingkat konsentrasi yang demikian rupa hingga dapat mengubah kondisi lingkungan, baik langsung atau tidak, dan pada akhirnya lingkungan tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya (Barros dalam Siahaan, 2004). Pengertian pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

Pencemaran lingkungan hidup di perkotaan adalah salah satu penyebab terjadinya ketidakefisienan ekonomi dan bahkan menimbulkan skala disekonomis bagi kota tersebut, karena pencemaran dapat menimbulkan dampak (eksternalitas) yang bersifat negatif yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Eksternalitas yang bersifat negatif inilah yang menimbulkan biaya bagi kegiatan pihak lain di luar pelaksanaan kegiatan tersebut yang oleh Coase dalam Dewi (1997) disebut sebagai biaya sosial (social cost)

(26)

Terjadinya eksternalitas negatif menurut Mishan dalam Dewi (1997) adalah karena orang tidak hanya memproduksi barang dan jasa (goods and services) tetapi juga barang negatif (bads) yaitu barang dan jasa yang menimbulkan kerusakan. Secara ekonomis perbedaan pokok antara barang positif dan barang negatif adalah kemauan orang dalam mengenakan biaya. Pada barang positif untuk memperolehnya orang mau mengeluarkan biaya sedangkan pada barang negatif untuk menghindarinya orang perlu biaya. Salah satu barang negatif itu adalah sampah yang menyebabkan pemandangan tak sedap (kotor), bau busuk, media bagi perkembangan penyakit menular, dan lain-lain.

Menurut Amsyari (1997) jika masalah sampah tidak segera ditanggulangi, maka akan menimbulkan pencemaran dan akhirnya merusak lingkungan.

Rusaknya lingkungan dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan hidup, sedangkan kualitas lingkungan hidup sangat mempengaruhi kelangsungan hidup manusia, karena dalam lingkungan hidup terjadi hubungan timbal balik antara manusia dengan unsur-unsur fisik, biologi maupun sosial.

Sampah pada dasarnya adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber dan merupakan hasil aktivitas manusia yang tidak atau belum memiliki nilai ekonomi (Murtadho dan Said, 1987). Karena sampah merupakan hasil aktivitas manusia sendiri, maka orang tidak mempunyai hak untuk menolaknya. Jumlah sampah yang dihasilkan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan manusia, baik kegiatan produksi maupun kegiatan konsumsi. Sementara itu lahan tempat penampungannya semakin terbatas, sehingga masalah sampah kota dewasa ini menjadi masalah serius.

Pengertian sampah menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sedangkan pengertian sampah dalam dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 20 Tahun 2008 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan adalah limbah berbentuk padat, berasal dari kegiatan orang pribadi atau badan yang terdiri dari bahan organik dan anorganik, yang harus dikelola agar tidak merusak lingkungan, tetapi tidak termasuk buangan biologis/kotoran manusia, sampah berbahaya dan juga bukan merupakan sisa hasil olahan proses industri.

(27)

Departemen Pekerjaan Umum (2002) memberikan definisi sampah sebagai limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi investasi bangunan. Sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota dan tidak termasuk sampah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Menurut Azwar (1990), sampah adalah sesuatu yang tidak dipergunakan lagi, yang tidak dapat dipakai lagi, yang tidak disenangi dan harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena kotoran manusia tidak termasuk ke dalamnya) dan umumnya bersifat padat. Kodoatie (2003) mendefinisikan sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu kelangsungan hidup.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang sampah seperti di atas maka dapat didefinisikan sampah adalah sisa bahan, limbah atau buangan yang bersifat padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan atau siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan.

Menurut Slamet (2000), ada beberapa faktor yang mempengaruhi sampah baik kuantitas maupun kualitasnya, yaitu :

1. Jumlah penduduk. Dapat dipahami dengan mudah bahwa semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampahnya. Pengelolaan sampah inipun berpacu dengan laju pertambahan penduduk.

2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang. Kualitas sampahnyapun semakin banyak bersifat tidak membusuk. Perubahan kualitas sampah ini, tergantung pada bahan yang tersedia, peraturan yang berlaku serta kesadaran masyarakat akan persoalan persampahan. Kenaikan kesejahteraan inipun akan meningkatkan kegiatan konstruksi dan pembaharuan bangunan-

(28)

bangunan, transportasipun bertambah, dan produk pertanian, industri, dan lain-lain akan bertambah dengan konsekuensi bertambahnya volume dan jenis sampah.

3. Kemajuan teknologi. Kemajuan Teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.

Sumber sampah berasal dari seluruh rangkaian kehidupan berlangsung, dari seluruh pelosok kehidupan masyarakat, namun dalam hal ini dititikberatkan pada sumber sampah di perumahan perkotaan, dimana saat ini menjadi suatu permasalahan yang sangat kompleks, rumit dan memerlukan penanganan multi disiplin, baik dengan pendekatan teknis, maupun dengan pendekatan sosial.

Menurut Departemen Kesehatan (1987) pada dasarnya sampah dapat diklasifikasi dalam beberapa kategori, yaitu :

1. Pemukiman penduduk,

2. Tempat-tempat umum dan tempat perdagangan, 3. Sarana Pelayanan masyarakat milik pemerintah, 4. Industri berat ringan,

5. Pertanian.

Sementara menurut Ditjen Cipta Karya (1991) sumber sampah berasal dari:

1. Daerah pemukiman (Rumah tangga), 2. Daerah komersil (Pasar dan pertokoan), 3. Daerah Industri,

4. Perkantoran, pariwisata, sarana umum, 5. Kandang hewan atau pemotongan hewan, 6. Jalan dan taman.

Sumber-sumber sampah biasanya berkaitan erat dengan penggunaan lahan, atau daerah terbangun atau penentuan zona wilayah, sehingga secara umum sumber sampah (Tchobanoglous,1993) berasal dari :

(29)

1. Perumahan atau rumah tangga. Sampah dari rumah tangga biasanya berasal dari aktivitas, seperti memasak, disebut juga sampah domestik.

2. Daerah komersil. Meliputi sampah yang berasal dari aktifitas perdagangan, seperti toko, restoran, pasar, hotel, pusat pelayanan jasa dan lain-lain.

3. Institusi. Sampah berasal dari sekolah, rumah sakit, pusat-pusat perkantoran dan lainnya.

4. Konstruksi dan penghancuran. Sampah yang berasal dari aktifitas pembangunan gedung, perbaikan jalan dan reruntuhan gedung.

5. Aktifitas gedung. Sampah yang berasal dari penyapuan jalan, taman dan pantai, area rekreasi, pembersihan sekolah dan pertamanan.

6. Tempat pengolahan. Sampah berasal dari aktifitas pengolahan air bersih, air buangan dan proses pengolahan dalam industri.

7. Industri. Sampah yang berasal dari proses indistri berat, ringan, proses kimiawi, tenaga listrik, proses pembuatan tekstil, pembongkaran dan proses penyulingan.

8. Pertanian.

Menurut Hadiwiyoto (1983), klasifikasi sampah berdasarkan sifatnya dibagi menjadi 2 macam yaitu :

1. Sampah organik, yaitu sampah yang terdiri dari daun-daunan, kayu, kertas, karton, tulang, sisa-sisa makanan ternak, sayur dan buah. Sampah organik adalah sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik yang tersusun oleh unsur-unsur karbon, hidrogen dan oksigen. Bahan-bahan ini mudah didegradasi oleh mikrobia.

2. Sampah anorganik, yaitu sampah yang terdiri dari kaleng, plastik, besi dan logam-logam lainnya, gelas, mika atau bahan-bahan yang tidak tersusun oleh senyawa-senyawa organik. Sampah ini tidak dapat terdegradasi oleh mikrobia.

Sementara Murthado dan Said (1987) membedakan sampah berdasarkan istilah teknis, yaitu :

1. Sampah yang bersifat semi basah. Golongan ini merupakan bahan-bahan organik, misalnya sampah dapur dan sampah restoran, yang kebanyakan

(30)

merupakan sisa buangan sayuran dan buah-buahan. Sampah jenis ini bersifat mudah terurai, karena mempunyai ikatan kimiawi yang pendek.

2. Sampah anorganik, yang sukar terurai karena mempunyai rantai ikatan kimia yang panjang, misalnya plastik dan kaca.

3. Sampah berupa abu yang dihasilkan pada proses pembakaran. Secara kuantitatif sampah jenis ini sedikit, tetapi pengaruhnya bagi kesehatan cukup besar. Sampah berupa jasad hewan mati, misalnya bangkai tikus, anjing, ayam dan lain-lain.

4. Sampah jalanan, yakni semua sampah yang dapat dikumpulkan secara penyapuan di jalan-jalan, misalnya daun-daunan, kantung plastik, kertas dan lain-lain.

5. Sampah industri, yakni sampah yang berasal dari kegiatan produksi di industri. Secara kuantitaatif jenis limbah ini banyak, tetapi ragamnya tergantung pada jenis industri tersebut.

Jenis dan sumber sampah menurut Widyatmoko (2002), dapat dikelompokan menjadi :

1. Sampah rumah tangga, terdiri dari:

a. Sampah basah yaitu sampah yang terdiri bahan-bahan organik yang mudah membusuk yang sebagaian besar adalah sisa makanan, potongan hewan, sayuran dan lain-lain.

b. Sampah kering yaitu sampah yang terdiri dari logam seperti besi, kaleng bekas dan sampah kering yang non logam misalnya kertas, kayu, kaca, keramik, batu-batuan dan sisa kain.

c. Sampah lembut, misalnya sampah debu yang berasal dari penyapuan lantai, penggergajian kayu dan abu dari sisa pembakaran kayu.

d. Sampah besar yaitu sampah yang terdiri dari buangan rumah tangga yang besar-besar seperti meja, kursi dan lain-lain.

2. Sampah komersial, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan komersial pasar, pertokoan, rumah makan, tempat hiburan, penginapan dan lain-lain.

(31)

3. Sampah bangunan, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan pembangunan termasuk pemugaran dan pembongkaran suatu bangunan seperti semen, kayu, batubata dan sebagainya.

4. Sampah Fasilitas umum, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan pembersihan dan penyapuan jalan, trotoar, taman, lapangan, tempat rekreasi dan fasilitas umum lainnya.

2.2 Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah adalah semua kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai dengan pembuangan akhir.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008, yang dimaksud dengan pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah; pendauran ulang sampah; dan/atau pemanfaatan kembali sampah. Penanganan sampah meliputi kegiatan :

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Strategi pelayanan sistem pengelolaan sampah mendahulukan pencapaian keseimbangan pelayanan dilihat dari segi kepentingan sanitasi dan ekonomis, kualitas pelayanan dan kuantitas pelayanan. Dalam menentukan skala kepentingan daerah pelayanan dapat dibagi dalam beberapa kondisi sebagai berikut :

(32)

1. Wilayah dengan pelayanan intensif adalah daerah jalan protokol, pusat kota, kawasan permukiman tidak teratur dan daerah komersial;

2. Wilayah dengan pelayanan menengah adalah kawasan permukiman teratur;

3. Wilayah dengan daerah pelayanan rendah adalah daerah pinggiran.

Untuk menentukan kualitas operasional pelayanan didasarkan pada kriteria tipe kota, sampah terangkut dari lingkungan, frekuensi pelayanan, jenis dan jumlah peralatan, peran aktif masyarakat, retribusi, timbunan sampah.

(Departemen Pekerjaan Umum, 2002)

Teknis operasional pengelolaan sampah perkotaan terdiri dari kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir harus bersifat terpadu. Skema teknik operasional pengelolaan persampahan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Teknik Operasional Pengelolaan Persampahan Saat ini sistem pengelolaan sampah masih banyak menggunakan paradigma konvensional yang menitikberatkan pada kegiatan ”kumpul – angkut – buang”. Sistem konvensional ini dilaksanakan berpedoman pada Standar Nasional Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Spesifikasi yang digunakan adalah Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor 19-2454-2002 tentang

Timbulan Sampah

Pewadahan,Pemilahan dan Pengolahan di Sumber

Pengumpulan

Pemindahan Pemilahan

dan Pengolahan

Pengangkutan

Pembuangan Akhir

(33)

Tata Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, SNI No. 19- 39464-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, Standar Nasional Indonesia (SNI) Nomor S-04- 1993-03 tentang Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kota Kecil dan Sedang di Indonesia, serta Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.

534/KPTS/M/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk Permukiman.

Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan yang terdiri dari kegiatan:

2.2.1 Pewadahan

Pewadahan sampah adalah aktivitas menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual atau komunal di tempat sumber sampah. Dalam operasional pengumpulan sampah, masalah pewadahan memegang peranan yang sangat penting, tempat penyimpanan sampah pada sumber diperlukan untuk mencegah sampah agar jangan berserakan yang akan memberi kesan atau terlihat kotor serta untuk mempermudah proses kegiatan pengumpulan, sampah yang dihasilkan perlu disediakan tempat untuk penyimpanan/penampungan sambil menunggu kegiatan pengumpulan sampah.

Dalam melakukan pewadahan harus disesuaikan dengan jenis sampah yang telah terpilah, yaitu :

1) sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan dengan wadah warna gelap;

2) sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam, dan lainnya, dengan wadah warna terang;

3) sampah bahan berbahaya beracun (B3) rumah tangga dengan warna merah yang diberi lambang khusus atau semua ketentuan yang berlaku (Departemen Pekerjaan Umum, 2002).

Dalam menunjang keberhasilan operasi pengumpulan sampah, perlu adanya pewadahan yang sebaiknya dilakukan oleh pemilik rumah. Tempat sampah juga harus direncanakan dengan pertimbangan kemudahan dalam proses pengumpulan, higienis untuk penghasil sampah maupun petugas penumpul, kuat dan relatif lama serta mempertimbangkan segi estetika. Kapasitas pewadahan ini

(34)

diperhitungkan berdasarkan rata-rata laju timbulan sampah per orang per hari, jumlah anggota keluarga serta frekuensi pengumpulan.

Timbulan sampah adalah sampah yang dihasilkan dari sumber sampah.

Menurut Departemen Pekerjaan Umum, bila data pengamatan lapangan belum tersedia, maka untuk menghitung timbulan sampah dapat digunakan nilai timbulan sebagai berikut :

a. Satuan timbulan sampah kota besar : 2- 2,5 liter/orang/hari atau 0,4-0,5 kg/orang/hari

b. Satuan timbulan sampah kota sedang/kecil : 1,5-2 liter/orang/hari atau 1,3 – 1,4 kg/orang/hari.

Menurut penelitian Puslitbang Permukiman (Ditjen Cipta Karya, 1991) didapatkan angka-angka laju timbulan sampah sebagai berikut:

1. Kota Kecil

• Laju timbulan sampah permukiman 2,0 liter/orang/hari

• Persentase total sampah permukiman 75 % – 80 %

• Persentase sampah non permukiman 20 % - 25 % 2. Kota Sedang

• Laju timbulan sampah permukiman 2,25 liter/orang/hari.

• Persentase total sampah permukiman 65 % – 75 %.

• Persentase sampah non permukiman 25 % - 35 %.

Persyaratan bahan yang digunakan sebagai pewadahan sampah adalah tidak mudah rusak dan kedap air, ekonomis, mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat serta mudah dan cepat dikosongkan (Departemen Pekerjaan Umum, 2002). Sedangkan penentuan ukuran volume ditentukan berdasarkan :

1. Jumlah penghuni tiap rumah;

2. Timbulan sampah;

3. Frekuensi pengambilan sampah.

4. Cara pengambilan sampah.

5. Sistem pelayanan (individual atau komunal)

Adapun jenis pewadahan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut :

(35)

Tabel 1. Jenis Pewadahan No. Jenis

Wadah

Kapasitas (liter)

Pelayanan Umur Wadah

Keterangan

1. Kantong 10 - 40 1 KK 2-3 hari Individual

2. Bin 40 1 KK 2-3 tahun Maksimal Pengambilan

3 hari 1 kali

3. Bin 120 2-3 KK 2-3 tahun Toko

4. Bin 240 4-6 KK 2-3 tahun -

5. Kontainer 1.000 80 KK 2-3 tahun -

6. Kontainer 500 40 KK 2-3 tahun komunal

7. Bin 30-40 Pejalan kaki

taman 2-3 tahun komunal Sumber : Departemen PU, 1990

Untuk mencegah sampah berserakan yang akan memberikan kesan kotor serta mempermudah proses kegiatan pengumpulan maka dari sampah yang dihasilkan perlu disediakan tempat untuk penyimpanan/penampungan sambil menunggu kegiatan pengumpulan sampah. Namun pendekatan untuk perwadahan sampah harus mendukung dan sesuai dengan persyaratan sistem pengelolaan sampah di sumbernya, dan sesuai dengan persyaratan sistem pengolahan dan pemanfaatan sampah kota yang direncanakan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan pewadahan atau penampungan sampah (Tchobanoglous, 1993) adalah:

1. Jenis sarana pewadahan yang digunakan.

2. Lokasi penempatan sarana pewadahan.

3. Kesehatan dan keindahan lingkungan.

4. Metode pengumpulan yang digunakan 2.2.2 Pengumpulan

Pengumpulan sampah adalah cara atau proses pengambilan sampah mulai dari sumber atu tempat pewadahan penampungan sampah sampai ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS). TPS yang digunakan biasanya kontainer kapasitas 10 m3, 6 m3, 1m3, transper depo, bak pasangan batubata, drum bekas volume 200

(36)

liter, dan lain-lain. TPS-TPS tersebut penempatannya disesuaikan dengan kondisi lapangan yang ada. Pola pengumpulan sampah terdiri dari :

1. Pola Individual Langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari rumah- rumah/sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui proses pemindahan. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 5%) sehingga alat pengumpul non mesin sulit beroperasi.

b. Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya.

c. Kondisi dan jumlah alat memadai.

d. Jumlah timbulan sampah > 0,3 m3/hari

2. Pola Individual Tak Langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari masing- masing sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya rendah.

b. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.

c. Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung.

d. Kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 5%).

e. Kondisi lebar jalan dapat dilalui alat pengumpul.

f. Organisasi pengelola harus siap dengan sistem pengendalian.

3. Pola Komunal Langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari masing- masing titik wadah komunal dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir, dengan persyaratan sebagai berikut:

a. Bila alat angkut terbatas

b. Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah.

c. Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah.

d. Peran serta masyarakat tinggi.

e. Wadah komunal mudah dijangkau alat pengangkut.

(37)

f. Untuk permukiman tidak teratur.

4. Pola Komunal Tak Langsung, adalah cara pengumpulan sampah dari masing- masing titik wadah komunal dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak) untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir, dengan persyaratan sebagai berikut :

a. Peran serta masyarakat tinggi.

b. Penempatan wadah komunal mudah dicapai alat pengumpul.

c. Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.

d. Bagi kondisi topografi relatif datar (< 5%), dapat menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak), bagi kondisi topografi > 5 % dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung.

e. Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul.

f. Organisasi pengelola harus ada

Tata cara operasional pengumpulan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1) Rotasi 1-4 rit/hari.

2) Periodisasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari tergantung kondisi komposisi sampah, yaitu :

(1) semakin besar prosentasi sampah organik periodisasi pelayanan maksimal sehari 1kali;

(2) untuk sampah kering, periode pengumpulannya di sesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3 hari 1 kali;

(3) untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku;

(4) mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap;

(5) mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan dipindahkan secara periodik;

(6) pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah terangkut, jarak tempuh dan kondisi daerah.

Pelaksanaan pengumpulan sampah dapat dilaksanakan oleh institusi kebersihan kota, lembaga swadaya masyarakat, swasta, masyarakat ( RT/RW ).

(38)

Jenis sampah yang terpilah dan bernilai ekonomi dapat dikumpulkan oleh pihak yang berwenang pada waktu yang telah disepakati bersama antara petugas pengumpul dan masyarakat penghasil sampah.

2.2.3 Pemindahan

Pemindahan sampah adalah kegiatan memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk di bawa ke tempat pembuangan akhir (Departemen Pekerjaan Umum, 2002). Operasi pemindahan dan pengangkutan menjadi diperlukan apabila jarak angkut ke pusat pemrosesan/TPA sangat jauh sehingga pengangkutan langsung dari sumber ke TPA dinilai tidak ekonomis. Hal tersebut juga menjadi penting bila tempat pemrosesan berada di tempat yang jauh dan tidak dapat dijangkau langsung.

Tempat penampungan/pembuangan sementara (TPS) merupakan istilah yang lebih popular bagi sarana pemindahan dibandingkan dengan istilah transfer depo. Persyaratan TPS/transfer depo yang ramah lingkungan adalah :

a. Bentuk fisiknya tertutup dan terawat.

b.TPS dapat berupa pool gerobak atau pool kontainer.

c. Sampah tidak berserakan dan bertumpuk diluar TPS/kontainer

Tipe pemindahan sampah menggunakan tranfer depo antara lain menggunakan Tranfer tipe I dengan luas lebih dari 200 m2 yang merupakan tempat peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum pemindahan serta sebagai kantor dan bengkel sederhana, tranfer tipe II dengan luas 60-200 m2 yang merupakan tempat pertemuan peralatan pengumpul dan pengangkutan sebelum tempat pemindahan dan merupakan tempat parkir gerobak atau becak sampah.

Transfer tipe III dengan luas 10-20 m2 yang merupakan tempat pertemuan gerobak dan kontainer (6-10 m3) serta merupakan lokasi penempatan kontainer komunal (1–10 m3)

2.2.4 Pengangkutan

Pengangkutan sampah adalah tahap membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat pembuangan akhir.

(39)

Untuk mengangkut sampah dari tempat penampungan sementara (TPS) ke tempat pembuangan akhir sampah (TPA), digunakan truk jenis Dump Truck, Arm Roll Truck, dan jenis Compactor Truck

Jenis dan karakter alat angkut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Jenis Dan Karakteristik Alat Pengangkut

Jenis Kendaraan Kapasitas Kekurangan Kebaikan Catatan

Truk bak terbuka (kayu)

8 m3 10 m3 12 m3

- Tenaga kerja banyak - Perlu penutup bak - Operasinya lambat

- Biaya O&M rendah

- Cocok sistem door to door

- Umur produksi 5 tahun

- 2 – 3 rit/hari

Tidak dianjurkan

Dump Truck 6 M3 8 m3 10 m3

- Tenaga kerja banyak - Perlu penutup bak - Biaya O&M relatif

Tinggi

- Bisa door to door - Mobilitas tinggi,

2-3 rit/hari - Umur 5 – 7 tahun - Cepat operasi

pembongkaran

Kurang dianjurkan

Armroll Truck Container

5 m3 7 m3 8 m3

- Mahal

- Butuh container - Biaya O&M tinggi

- Mobilitas tinggi - Cocok untuk

permukiman dan pasar

- Tenaga kerja sedikit

- Umur 5 tahun - 4-5 rit/hari

- Cocok untuk lokasi sampah yang banyak - Dianjurkan.

Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2002

Pola pengangkutan adalah sebagai berikut:

1) Pengangkutan sampah dengai sistem pengumpulan individual langsung (door to door), yaitu :

a) truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah pertama untuk mengambil sampah;

b) selanjutnya mengambil sampah pada titik-titik sumber sampah berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya;

c) selanjutnya diangkut ke TPA sampah ;

d) setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke lokasi sumber sampah berikutnya, sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.

2) Pengumpulan sampah melalui sistem pemindahan di transfer depo tipe I dan II dilakukan dengan cara sebagai berikut :

(40)

a) kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi pemindahan di transfer depo untuk mengangkut sampah ke TPA;

b) dari TPA kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit berikutnya;

3) Pengumpulan sampah dengan sistem kontainer (transfer tipe III), pola pengangkutan adalah sebagai berikut

(1) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 1, dengan proses :

a) kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke TPA;

b) kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula;

c) menuju ke kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA;

d) kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula;

e) demikian seterusnya sampai rit terakhir.

(2) Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 2, dilakukan sebagai berikut :

a) kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkat sampah ke TPA;

b) dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju lokasi ke dua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa kontainer isi untuk diangkut ke TPA;

c) demikian seterusnya sampai pada rit terakhir;

d) pada rit terakhir dcngan kontainer kosong, dari TPA menuju ke lokasi kontainer pertama, kemudian truk kembali ke pool tanpa Kontainer.

(3) Pengangkutan sampah dengan sistem pengosongan kontainer cara 3, denga proses

a) kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kososng menuju ke lokasi kontainer isi untuk mengganti /mengambil dan langsung rnembawanya ke TPA;

b) kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju ke kontainer isi berikutnya;

(41)

c) demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

(4) Pola pengangkutan sampah dengan sistem kontainer tetap biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump truk atau truk biasa, dengan proses

a) kendaran dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan ke dalam truk kompaktor dan meletakkan kembali kontainer yang kosong;

b) kendaraan menuju ke kontainer berikutnya sehingga truk penuh, untuk kemudian langsung ke TPA;

c) demikian seterusnya sampai dengan rit terakhir.

Frekuensi pengangkutan perlu ditetapkan dengan teratur, disamping untuk memberikan gambaran kualitas pelayanan, juga untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga dan peralatan, sehingga biaya operasi dapat diperkirakan.

Frekuensi pelayanan yang teratur akan memudahkan bagi para petugas untuk melaksanakan kegiatannya. Frekuensi pelayanan dapat dilakukan 3 hari sekali atau maksimal 2 kali seminggu. Meskipun pelayanan yang lebih sering dilakukan adalah baik, namun biaya operasional akan menjadi lebih tinggi sehingga frekuensi pelayanan harus diambil yang optimum dengan memperhatikan kemampuan memberikan pelayanan, jumlah volume sampah, dan komposisi sampah (Irman, 2002).

Perencanaan frekuensi pengangkutan sampah dapat bervariasi tergantung kebutuhan misalnya satu sampai dua hari sekali dan maksimal tiga hari sekali, tergantung dari komposisi sampah yang dihasilkan dimana semakin besar prosentase sampah organik semakin kecil periodesasi pengangkutan. Hal ini dikarenakan sampah organik lebih cepat membusuk sehingga dapat menimbulkan gangguan lingkungan di sekitar TPS. Makin sering frekuensi pengangkutan maka semakin baik, namun biasanya biaya operasinya akan lebih mahal. Penentuan frekuensi pengangkutan juga akan bergantung dari jumlah timbulan sampah dengan kapasitas truk pengangkut yang melayani (Tchobanoglous,1993).

Setiap 2.000 rumah dibutuhkan alat pengumpul yang berupa gerobak sampah atau becak sampah sebanyak 16 buah, 1 truk sampah atau arm roll truck dengan 3 kontainer sebanyak 1 unit, kebutuhan transfer depo sebanyak 1 unit.

(42)

2.2.5 Pembuangan Akhir

Prinsip dari pembuangan akhir sampah adalah untuk memusnahkan sampah di suatu lokasi pembuangan akhir dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya setelah dilakukan pengolahan. Teknik-teknik pengolahan sampah dapat berupa :

1) pengomposan :

a) berdasarkan kapasitas ( individual, komunal, skala lingkungan)

b) berdasarkan proses (alami, biologis dengan cacing, biologis dengan mikro organisme tambahan )

2) insenerasi atau pembakaran sampah yang berwawasan lingkungan 3) daur ulang

a) sampah an organik disesuaikan dengan jenis sampah

b) menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak;

4) pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan;

5) biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah).

Sistem pembuangan akhir sampah yang selama ini diterapkan pada sebagian besar lokasi TPA di Indonesia adalah sistem landfill, diantaranya : 1. Pembuangan akhir sampah dengan sistem open dumping (pembuangan

terbuka)

Sistem ini merupakan cara pembuangan yang paling sederhana karena sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi dan dibiarkan terbuka tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi penuh. Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang ditimbulkannya seperti:

• Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus dan sebagainya;

• Pencemaran polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan;

• Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul;

• Berpotensi terjadinya bahaya kebakaran yang sulit dipadamkan;

• Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor.

2. Metode controlled landfill (penimbunan terkendali) adalah sistem open dumping yang diperbaiki atau ditingkatkan. Pada cara ini setelah TPA penuh

(43)

dengan timbunan sampah dilakukan penutupan dengan tanah. Memang sepanjang belum dilakukan penutupan dengan tanah kondisinya mirip dengan sistem open dumping.

3. Metode sanitary landfill ( lahan urug saniter)

Sistem ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional dimana penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setiap hari akhir operasi sehingga setelah operasi berakhir tidak akan terlihat adanya timbunan sampah. Pada sistem ini, sampah diratakan pada permukaan yang cekung.

Pada dasar dari konstruksi sanitary landfill dilapisi menggunakan suatu lapisan kedap air yang dilengkapi dengan pipa-pipa pengumpul dan penyimpan air lindi yang terbentuk dari proses penguraian sampah organik yang ditimbun.

4. Pembakaran (incenerator) merupakan metode pengolahan sampah secara kimiawi dengan proses oksidasi (pembakaran) dengan maksud stabilisasi dan reduksi volume dan berat sampah.

2.3 Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan jauh lebih sukar didefinisikan, dijabarkan dan diukur bila dibandingkan dengan kualitas barang. Bila ukuran kualitas dan pengendalian kualitas telah lama eksis untuk barang-barang berwujud, maka untuk pelayanan, berbagai upaya sedang dikembangkan untuk merumuskan ukuran-ukuran semacam itu.

Pada dasarnya, definisi kualitas pelayanan terfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Lovelock (1994) kualitas pelayanan merupakan tingkat kesempurnaan yang diharapkan dan pengendalian atas kesempurnaan tersenbut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Parasuraman dalam Ekaningtiyas (2009) berpendapat bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan adalah layanan yang diharapkan dan layanan yang dipersepsikan, sehingga implikasi baik buruknya layanan tergantung pada kemampuan penyediaan layanan memenuhi harapan pelanggannya secara konsisiten.

Referensi

Dokumen terkait

Orang Lampung Saibatin pada dasarnya dapat diketahui dengan kesempatan untuk menduduki atau meningkatkan kedudukan dalam adat diperoleh dari keturunan, dan hanya

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar fisika siswa pada ranah kognitif dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted

Oleh karena itu tujuan penelitian ini akan mengkaji secara keseluruhan terhadap fenomena yang sebelumnya belum diteliti dengan menggabungkan antara orientasi

harus dipertahankan di dalam kehidupan sehari-hari. 140 Iman merupakan bagian utama dari umat Muslim, karena hal itulah dalam mempertahankan Islam, merawat Islam

Selama pelaksanaan penelitian terhadap sistem yang berjalan pada unit packer PT.Semen Tonasa dapat kami temukan beberapa hal-hal: Sistem monitoring laporan produksi

Siaran Radio Mondulasi Nada Titian Inspirassi Jaya 106 FM Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara, dapat disimpulkan bahwa prosedur penerimaan kas sudah hampir

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa music engagement untuk meregulasi emosi, yang menggambarkan keterlibatan individu dengan musik untuk mengelola kondisi emosi

Karena semakin tinggi kuantitas buah-buahan yang laku di jual, semakin tinggi volume penjualan buah-buahan mengakibatkan semakin meningkat pendapatan pedagang buah.. Semakin