• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Tradisional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Tradisional"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat Tradisional

Obat tradisional (OT) merupakan salah satu warisan budaya bangsa

Indonesia yang telah digunakan selama berabad-abad untuk pemeliharaan dan

peningkatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Berdasarkan bukti secara

turun temurun dan pengalaman (empiris), OT hingga kini masih digunakan oleh

masyarakat di Indonesia dan di banyak negara lain. Sebagai warisan budaya

bangsa yang telah terbukti banyak memberi kontribusi pada pemeliharaan

kesehatan (Ditjen POM, 2008).

Dalam perjalanan sejarahnya, dengan didorong dan ditunjang oleh

perkembangan iptek serta kebutuhan upaya kesehatan modern, OT telah banyak

mengalami perkembangan. Perkembangan yang dimaksud mencakup aspek

pembuktian dan keamanannya, jaminan mutu, bentuk sediaan, cara pemberian,

pengemasan, dan penampilan serta teknologi produksi. Untuk mendorong

peningkatan pemanfaatan OT Indonesia sekaligus menjamin pelestarian jamu,

Indonesia memprogamkan pengembangan secara berjenjang ke dalam kelompok

jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (Ditjen POM, 2008).

2.2 Simplisia

2.2.1 Pengertian Simplisia

Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh

(2)

Dan Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat

kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.

Bagian-bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut

simplisia. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang

masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk

(Gunawan, 2010).

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang

digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali

dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM,

2008).

Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu sediaan

herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan. Oleh karena itu,

sumber simplisia, cara pengolahan, dan penyimpanan harus dapat dilakukan

dengan cara yang baik. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai

bahan sediaan herbal yang belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali

dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM,

2005).

2.2.2 Penggolongan Simplisia

Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:

a. Simplisia nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian

tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara

(3)

atau zat nabati lain yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya

(Ditjen POM, 1995).

b. Simplisia hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna

yang dihasilkan oleh hewan. Contohnya adalah minyak ikan dan madu (Gunawan,

2010).

c. Simplisia pelikan atau mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana. Contohnya

serbuk seng dan serbuk tembaga (Gunawan, 2010).

2.2.3 Faktor-faktor Penentu Kualitas Simplisia

Menurut Gunawan (2010), kualitas simplisia dipengaruhi oleh dua faktor

antara lain sebagai berikut:

a. Bahan Baku Simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa diperoleh dari tanaman liar dan

atau dari tanaman yang dibudidayakan. Tumbuhan liar umumnya kurang baik

untuk dijadikan bahan simplisia jika dibandingkan dengan hasil budidaya, karena

simplisia yang dihasilkan mutunya tidak seragam.

b. Proses Pembuatan Simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan, yaitu:

1) Pengumpulan bahan baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda yang tergantung

(4)

tumbuhan atau bagian tumbuhan pada saat panen, waktu panen dan lingkungan

tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan

senyawa aktif di dalam bagian tumbuhan yang akan dipanen. Waktu panen yang

tepat pada saat bagian tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif dalam

jumlah yang terbesar. Senyawa aktif akan terbentuk secara maksimal di dalam

bagian tumbuhan atau tumbuhan pada umur tertentu. Berdasarkan garis besar

pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut:

− Biji

Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau

sebelum semuanya pecah.

− Buah

Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper nigrum),

setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihat perubahan

warna/ bentuk dari buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, asam, dan pepaya).

− Bunga

Panen dapat dilakukan saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup

(seperti pada Jasminum sambac, melati), atau saat bunga sudah mulai mekar

(misalnya Rosa sinensis, mawar).

− Daun atau herba

Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung

maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah

mulai masak. Untuk mengambil pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna

(5)

− Kulit batang

Tumbuhan yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan

pada saat tumbuhan telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak

mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang

menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.

− Umbi lapis

Panen umbi dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan

pertumbuhan pada bagian di atas berhenti. Misalnya bawang merah (Allium cepa).

− Rimpang

Pengambilan rimpang dilakukan pada saat musim kering dengan tanda-tanda

mengeringnya bagian atas tumbuhan. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan

besar maksimum.

− Akar

Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman

sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya akan

mematikan tanaman yang bersangkutan.

2) Sortasi basah

Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar.

Sortasi dilakukan terhadap:

− Tanah atau kerikil,

− Rumput-rumputan

− Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan

(6)

3) Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,

terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang

tercemar peptisida. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan

jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk

pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat

bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat

mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air

adalah Pseudomonas, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia.

4) Pengubahan bentuk

Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas

permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin

cepat kering. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin

perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran

yang dikehendaki.

5) Pengeringan

Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai berikut:

− Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi

kapang dan bakteri.

− Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut

kandungan zat aktif .

− Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah

(7)

6) Sortasi kering

Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan.

Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau bahan yang

rusak.

7) Pengepakan dan penyimpanan

Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu

ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara

simplisia satu dengan lainnya (Gunawan, 2010).

2.2.4 Serbuk Simplisia Nabati

Serbuk simplisia nabati adalah bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan

ukuran derajat kehalusan tertentu. Sesuai dengan derajat kehalusannya, dapat

berupa serbuk sangat kasar, kasar, agak kasar, halus, dan sangat halus. Serbuk

simplisia nabati tidak boleh mengandung fragmen jaringan dan benda asing yang

bukan merupakan komponen asli dari simplisia yang bersangkutan antara lain

telur nematoda, bagian dari serangga dan hama serta sisa tanah (Ditjen POM,

1995).

Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan.

Pada pembuatan serbuk kasar, terutama simplisia nabati, digerus lebih dulu

sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih dari

600C (Anief, 2007).

Untuk simplisia nabati tidak boleh menggunakan bagian pertama yang

terayak, tetapi harus terayak habis dan dicampur homogen, karena zat berkhasiat

(8)

digerus halus dan diayak maka muka daun yang terayak dulu, setelah itu baru urat

daun dapat terayak (Anief, 2007).

2.3 Mikroorganisme

Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran

sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop.

Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang

tersusun atas beberapa sel (multiseluler). Walaupun mikroorganisme uniseluler

hanya tersusun atas satu sel, namun mikroorganisme tersebut menunjukkan semua

karakteristik organisme hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi,

berdiferensiasi, melakukan komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi

(Pratiwi, 2008).

2.3.1 Bakteri

Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang sangat penting karena

pengaruhnya yang membahayakan maupun menguntungkan. Mereka tersebar luas

di lingkungan sekitar kita. Mereka dijumpai di udara, air dan tanah, dalam usus

binatang, pada lapisan yang lembab pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada

permukaan tubuh atau tumbuhan (Gaman, 1992).

Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh

mata, tetapi dengan bantuan mikroskop, mikroorganisme tersebut akan nampak.

Ukuran bakteri berkisar antara 0,5 sampai 10 µ dan lebar 0,5 sampai 2,5 µ

tergantung dari jenisnya. Walaupun terdapat beribu jenis bakteri, tetapi hanya

(9)

− Bentuk bulat atau cocci (tunggal = coccus)

− Bentuk batang atau bacilli (tunggal = bacillus)

− Bentuk spiral atau spirilli (tunggal = spirillium)

− Bentuk kroma atau vibrios (tunggal =vibrio) (Buckle, 1985).

Bakteri bereproduksi memperbanyak diri secara aseksual yaitu dengan

suatu proses yang disebut pembelahan biner. Bahan inti memperbanyak diri dan

membagi menjadi dua bagian yang terpisah dan kemudian sel membagi diri,

menghasilkan dua buah sel anak dengan ukuran yang sama (Gaman, 1992).

Berikut adalah contoh beberapa bakteri patogen serta jenis penyakit yang

ditimbulkan bakteri ke dalam tubuh manusia:

Shigella dysentriae, penyebab penyakit disentri

Salmonellatyphii, penyebab penyakit demam tifoid

Vibrio cholerae, penyebab penyakit cholera (Hasyimi, 2010).

2.3.2 Fungi

Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik, mereka memerlukan

senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati

yang terlarut, mereka disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa-sisa

tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia

yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah, dan

selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat

menguntungkan bagi manusia. Sebaliknya mereka juga dapat merugikan kita

bilamana mereka membusukkan kayu, tekstil, makanan, dan bahan-bahan lain

(10)

Organisme yang digolongkan kedalam jamur meliputi:

A. Khamir

Khamir terutama merupakan organisme yang bersifat saprofitik terdapat

pada daun-daun, bunga-bunga dan eksudat dari tanaman. Serangga bertindak

sebagai perantara memindahkan khamir dari satu tanaman ke tanaman lain.

Khamir dapat diisolasi dari tanah, tetapi cenderung untuk tidak berkembang

subur, populasinya dipenuhi oleh khamir yang terdapat pada buah-buahan atau

daun-daun yang membusuk (Buckle, 1985).

Khamir (yeast = ragi), yaitu fungi bersel satu (uniseluler), sel-sel

berbentuk bulat- lonjong atau memanjang, berkembang biak dengan membentuk

tunas. Membentuk koloni yang basah dan berlendir serta tidak bergerak. Ukuran

khamir antara 5-10 mikron, 5 atau 10 kali dari bakteri (Hasyimi, 2010).

Hampir semua khamir memperbanyak diri secara aseksual dengan suatu

proses sederhana yaitu dengan budding (pembentukan tunas). Pada suatu tempat

tertentu pada sel, sitoplasma membengkak keluar dari dinding sel. Tonjolan atau

“bud” membesar dan akhirnya memisah membentuk sel khamir yang baru

(Gaman, 1992).

Khamir mempunyai peranan penting dalam industri makanan. Untuk

kegiatannya dalam makanan banyak dimanfaatkan dalam pembuatan bir anggur,

minuman keras, dan juga roti dengan produk makanan terfermentasi.

Pertumbuhan khamir dapat mengakibatkan kerusakan bahan pangan. Beberapa

jenis khamir pembusuk yang dikenal adalah Saccharomyces rouxii,

(11)

B. Kapang

Kapang berlawanan dengan bakteri dan khamir, seringkali dapat dilihat

dengan mata. Sifat pertumbuhan yang khas adalah berbentuk spora dan biasanya

terlihat pada kertas-kertas koran yang basah, kulit yang sudah usang, dinding

basah, buah-buahan yang membusuk serta bahan pangan lain seperti keju dan

selai. Pertumbuhannya dapat berwarna hitam, putih atau berbagai macam warna.

Secara biokimia, kapang bersifat aktif karena terutama merupakan organisme

saprofit. Organisme dapat memecah bahan-bahan organik kompleks yang lebih

sederhana termasuk pembusukan daun-daun dan lain-lain dalam tanah. Kegiatan

yang sama dapat mengakibatkan pembusukan pangan yang banyak terjadi

dimana-mana (Buckle, 1985).

Tubuh suatu kapang pada dasarnya terdiri dua bagian yaitu miselium dan

spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang dinamakan hifa.

Setiap hifa lebarnya 5 sampai 10 µ, dibandingkan dengan sel bakteri yang

biasanya berdiameter 1 µ. Miselium reproduksi bertanggung jawab untuk

pembentukan sporan dan biasanya tumbuh meluas ke udara dari medium.

Miselium suatu kapang dapat merupakan jaringan yang terjalin lepas atau dapat

merupakan struktur padat yang terorganisasi, seperti pada jamur (Pelczar, 1986).

Reproduksi kapang yang terpenting adalah dengan spora aseksual. Pada

jamur yang tidak memiliki septa, spora biasanya terbentuk dalam suatu wadah

spora yang disebut sporangium, pada bagian ujung hifa. Hampir semua jamur

yang bersepta memperbanyak diri dengan pembentukan spora tanpa maupun

(12)

udara. Bila mereka jatuh dalam suatu substrat (makanan) yang cocok, mereka

akan berkecambah dan membentuk pertumbuhan jamur yang baru. Beberapa jenis

jamur juga menghasilkan spora seksual, dengan penggabungan dua hifa (Gaman,

1992).

Kapang dapat bersifat patogenik dan menyebabkan penyakit pada

manusia. Beberapa kapang merupakan penyebab berbagai infeksi pernafasan dan

kulit pada manusia (Buckle, 1985).

2.4 Metode Hitungan Cawan

Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang

dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul

pada cawan merupakan satu indeks jumlah mikroba yang hidup terkandung dalam

sampel. Hal yang perlu dikuasai dalam hal ini adalah teknik pengenceran. Setelah

inkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati (Waluyo, 2010).

Metode ini merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan

didasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah, dan

memproduksi satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU

(colony forming unit) dengan cara membuat seri pengenceran sampel dan

menumbuhkan sampel pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plate

dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300 (Pratiwi, 2008).

Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikrobe yang masih

hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikrobe tersebut akan berkembang biak

(13)

menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara yang paling sensitif untuk

menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan:

− Hanya sel mikrobe yang hidup yang dapat dihitung

− Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus

− Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikrobe, karena koloni yang

terbentuk mungkin berasal dari mikrobe yang mempunyai penampakan

spesifik (Waluyo, 2010).

Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas, metode hitungan cawan

juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:

− Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena

beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni

− Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah

yang berbeda pula

− Mikrobe yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan

membentuk koloni yang kompak, jelas, tidak menyebar

− Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga perhitungan

koloni dapat dihitung (Waluyo, 2010).

Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yakni metode tuang

(pour plate) dan metode permukaan (surface/spread plate). Pada metode tuang,

sejumlah sel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan

ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan agar-agar cair steril yang telah

didinginkan sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar.

(14)

kemudian sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan

agar-agar tersebut. Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang

steril. Jumlah koloni dalam sampel dapat dhitung sebagai berikut:

(Waluyo, 2007).

Perbandingan perhitungan dari larutan sel kontrol yang dilakukan secara

penuangan maupun penyebaran telah dilakukan. Telah ditemukan bahwa

umumnya metoda penyebaran di atas permukaan media agar (spread plate

methode) menghasilkan perhitungan jumlah koloni yang lebih banyak

dibandingkan dengan metode tuang. Perbedaan ini mungkin sehubungan dengan

suhu pencairan agar yang digunakan dalam metoda tuang yang mungkin dapat

membunuh beberapa sel dalam inokulum (Buckle, 1985).

Media agar adalah media yang digunakan pada metode pour plate dan

spread plate, dimana metode tersebut adalah metode yang cocok untuk hitungan

cawan. Dengan menggunakan media agar koloni dapat diamati secara langsung,

tanpa bantuan mikroskop. Teknik pengenceran dilakukan supaya didapat koloni

yang sesuai untuk perhitungan, yaitu kisaran 30-300 koloni. Sehingga bisa

dihitung dan hasilnya akurat. Suhu inkubasi yang digunakan metode ini yaitu pada

kisaran suhu tertentu karena setiap mikroba memiliki karakteristik suhu yang

berbeda-beda untuk tetap hidup dan berkembang biak. Suhu inkubasi sendiri

ditentukan dari suhu optimum pertumbuhan mikroba supaya mikroba dapat

tumbuh dengan baik. Sehingga apabila suhu dinaikkan atau diturunkan dari suhu Koloni per ml atau per gram = Jumlah koloni per cawan × 1

Referensi

Dokumen terkait

Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan simbol-simbol atau kata-kata baik lisan maupun tulisan. Komunikasi ini hanya dapat

Besar harapan kami dengan terbitnya Buku Tentang Profil Pasar Atas, Pasar Bawah dan Pasar Simpang Aur Kota Bukittinggi ini dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya kepada

Makna mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan nawafil adalah bahwa manusia yang telah mentaati Allah SWT dalam amalan fardhu, kemudian mendekatkan diri kepada Allah SWT

• Tidak banyak menuntut, mudah puas dengan apa yang dimilikinya • Akan berupaya mempertahankan status quo • Mengajukan pertanyaan untuk mengklarifikasi • Menghindari

Berdasarkan hasil uji koefisien determinasi parsial menunjukkan besarnya pengaruh lingkungan sekolah terhadap hasil belajar sebesar 5,5%; (4) Secara keseluruhan

26 026/APB/14 MUHAMMAD ADAM Lulus APB PT TIGA MUSIM MAS JAYA Sudah Jadi. 27 027/APB/14 MULYADI Lulus

Pihak – guna kuasa formal dan informal dalam pengaruh pekerja utk capai matlamat..