PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNITIF TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Oleh
SANDY BUDI MUSTAQIM
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH KETERAMPILAN METAKOGNITIF TERHADAP MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN
MENGGUNAKAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL)
Oleh
Sandy Budi Mustaqim
Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan alam yang tidak lepas kaitannya
dengan kehidupan sehari-hari. Siswa masih merasa bahwa fisika merupakan mata
pelajaran yang sulit, secara tidak langsung ini akan menghambat perkembangan
keterampilan metakognitif siswa. Sehingga motivasi belajar siswa juga rendah
yang mengakibatkan hasil belajar juga rendah. Berdasarkan hal tersebut, peneliti
telah melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh keterampilan metakognitif
terhadap motivasi dan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Penelitian ini bertujuan untuk (1)
mengetahui pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi siswa melalui
model PBL, dan (2) mengetahui pengaruh keterampilan metakognitif terhadap
hasil siswa melalui model PBL. Penelitian ini dilaksanakan di kelas �2 SMA Negeri 1 Way Jepara yang berjumlah 24 siswa pada semester genap tahun
pelajaran 2012/2013 dengan materi optik geometri. Teknik pengambilan sampel
Sandy Budi Mustaqim adalah one group pretest–posttest. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh data
keterampilan metakognitif, data hasil angket motivasi, dan data hasil belajar yang
dianalisis dengan menggunakan metode regresi linear dengan SPSS 17.0. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh keterampilan metakognitif
terhadap hasil belajar dengan menggunakan model PBL sebesar 27% yang
merupakan koefisien determinasi dari koefisien korelasi sebesar 0,52 yang
termasuk dalam kategori sedang dan persamaan regresi Y = 61,68+ 0,21 X
dimana konstanta a dan b merupakan koefisien yang signifikan. Selain itu hasil
penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada pengaruh keterampilan metakognitif
terhadap motivasi belajar dengan menggunakan model PBL sebesar 22% yang
merupakan koefisien determinasi dari dari koefisien korelasi sebesar 0,47 yang
termasuk dalam kategori sedang dan persamaan regresi Y = 64,80+ 0,20 X
dimana koefisien a dan b merupakan koefisien yang signifikan.
Kata kunci : keterampilan metakognitif, model pembelajaran problem based learning (PBL), hasil belajar, motivasi belajar.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4
II. KERANGKA TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 6
2. Keterampilan Metakognitif ... 10
3. Motivasi Belajar ... 12
4. Hasil Belajar... 14
B. Kerangka Berpikir ... 15
C. Hipotesis Tindakan ... 18
III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 19
B. Sampel Penelitian ... 19
ii
D. Desain Penelitian ... 20
E. Instrumen Penelitian ... 21
F. Analisis Instrumen ... 21
1. Uji Validitas ... 21
2. Uji Reliabilitas ... 22
G. Teknik Pengumpulan Data ... 23
1. Teknik Tes ... 23
2. Soal Metakognitif ... 24
3. Kuesioner ... 24
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 25
1. Perhitungan skor N-Gain hasil belajar dan keterampilan metakognitif 25 2. Uji Normalitas ... 26
3. Uji Linearitas ... 26
4. Uji Korelasi ... 26
5. Uji Regresi Linier Sederhana ... 28
6. Analisis Data Angket ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 30
1. Uji Instrumen Penelitian ... 30
2. Hasil Pengumpulan data ... 32
3. Pengujian Hipotesis ... 35
4. Keterampilan Metakognitif ... 42
5. Hasil Belajar ... 43
6. Motivasi Belajar ... 44
B. Pembahasan ... 42
1. Pengaruh Keterampilan Metakognitif terhadap Hasil Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning(PBL) ... 45
2. Pengaruh Keterampilan Metakognitif terhadap Motivasi Belajar Siswa Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based ... Learning(PBL) ... 48
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 52
iii DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Pemetaan ... 58
2. Silabus ... 60
3. RPP ... 64
4. Buku Siswa ... 76
5. Kisi-Kisi Angket Motivasi ... 86
6. Angket Motivasi Belajar Siswa ... 87
7. Kunci Skor Angket Motivasi ... 90
8. Soal Keterampilan Metakognitif ... 91
9. Rubrik Penilaian Keterampilan Metakognitif ... 101
10. LKS-01A ... 102
11. Jawaban LKS-01A ... 107
12. LKS-01B ... 112
13. Jawaban LKS-01B ... 118
14. Soal Pretest ... 119
15. Kisi-kisi Soal Pretest ... 122
16. Soal Posttest ... 126
17. Kisi-Kisi Soal Posttest ... 129
18. Data Hasil Prettest ... 133
19. Uji Validitas Soal Prettest ... 134
20. Uji Reliabilitas Soal Prettest ... 135
21. Data Hasil Posttest ... 136
22. Uji Validitas Soal Posttest ... 137
23. Uji Reliabilitas Soal Posttest ... 138
24. Data Rekapitulasi Prettest,Posttest dan N- Gain ... 139
25. Uji Validitas Soal Keterampilan Metakognitif ... 140
26. Uji Reliabilitas Keterampilan Metakognitif ... 142
27. Uji Normalitas ... 143
28. Uji Korelasi ... 144
29. Hasil Uji Linearitas Keterampilan Metakognitif dengan Hasil Belajar ... 145
30. Hasil Uji Linearitas Keterampilan Metakognitif dengan Motivasi Belajar ... 146
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang sangat
erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus
menggunakan model, strategi atau metode yang dapat menumbuhkan
keterampilan metakognitif. Dengan tumbuhnya keterampilan metakognitif siswa,
diduga motivasi dan hasil belajar fisika siswa juga akan meningkat.
Keterampilan metakognitif pada dasarnya sudah dimiliki pada diri manusia itu
sendiri, manusia mempunyai alat dalam merefleksikan watak dan kemampuannya,
manusia juga dengan aktif dan sadar mampu memutuskan suatu perilaku untuk
mengoptimalkan kemampuannya dan memiliki kesadaran untuk belajar dari
kesalahan yang telah dilakukannya. Sehingga yang dimaksud metakognitif adalah
kemampuan seseorang dalam belajar, yang mencakup bagaimana sebaiknya
belajar dilakukan, apa yang sudah dan belum diketahui, yang terdiri dari tiga
tahapan yaitu perencaan mengenai apa yang harus dipelajari, bagaimana, kapan
mempelajari, pemantauan terhadap proses belajar yang sedang dilakukan, serta
evaluasi terhadap apa yang telah direncanakan, dilakukan, serta hasil dari proses
2 Dalam pembelajaran fisika, untuk tercapainya suatu tujuan pembelajaran guru
memegang peranan penting. Seorang guru fisika selain menjelaskan konsep dan
teori juga harus menumbuhkan keterampilan metakognitif dalam kondisi yang
baik agar keterampilan metakognitif tersebut dapat berkembang.
Berdasarkan hasil observasi di kelas �2, untuk pelajaran fisika sebesar 33% siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini disebabkan karena
siswa kurang memahami materi yang diberikan oleh guru. Untuk itu diperlukan
strategi pembelajaran yang dapat membuat fisika menjadi mata pelajaran yang
mudah dan menyenangkan sehingga siswa mudah memahami materi dan
mengembangkan keterampilan metakognitif.
Adapun solusi yang dapat dilaksanakan untuk menyikapi permasalahan yang
berhubungan dengan keterampilan metakognitif dan hasil belajar siswa yaitu
dengan menerapkan model PBL, yang mencirikan model pembelajaran ini adalah
tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan siswa
dalam pola pemecahan masalah. Sehingga siswa diharapkan mampu
mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam
mengidentifikasi masalah dan meningkatkan motivasi belajar siswa.
Motivasi belajar sangat penting dalam proses belajar siswa karena motivasi
belajar siswa merupakan sesuatu yang dapat menggiatkan dan memberikan arah
kepada siswa dalam proses belajar, sehingga tujuan belajar yang diinginkan dapat
3 Salah satu hal yang paling penting yang harus dimiliki oleh siswa dalam
pembelajaran fisika adalah keterampilan metakognitif. Siswa yang memiliki
keterampilan metakognitif, diduga siswa akan mudah dalam mempelajari dan
mendalami materi pembelajaran, sehingga dapat menambah motivasi siswa dalam
pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini mengindikasikan
bahwa keterampilan metakognitif yang masih rendah terhadap pembelajaran maka
akan berdampak negatif pada motivasi dan hasil belajar siswa. Salah satu model
pembelajaran yang sesuai untuk mengatasi persoalan tersebut adalah model PBL.
Dengan demikian maka telah dilakukan penelitian “Pengaruh Keterampilan
Metakognitif terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Siswa Melalui Model
Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi
belajar siswa melalui model PBL?
2. Apakah terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar
siswa melalui model PBL ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa melalui
4 2. Pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa melalui
model PBL pada materi pokok optik geometri.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi Siswa
Menyiapkan siswa agar memiliki keterampilan metakognitif, sehingga
diharapkan siswa lebih berminat terhadap pelajaran fisika.
2. Bagi Peneliti Lain
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman mengajar sebagai bekal
di masa mendatang bagi peneliti.
3. Bagi Guru di tempat Penelitian Dilaksanakan
Guru memperoleh tambahan pengetahuan tentang tehnik merancang dan
mengimplementasikan model pembelajaran, sehingga diharapkan agar guru
lebih inovatif dalam mengembangkan model-model pembelajaran.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Model PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk
merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada
masalah dunia nyata. Sintaks pendekatan pembelajaran berbasis masalah
dalam penelitian ini adalah: Orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasi
5 mengembangkan dan menyajikan hasil karya dan menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah.
2. Keterampilan Metakognitif adalah kemampuan atau cara berpikir siswa
dalam belajar, yang mencakup bagaimana sebaiknya belajar dilakukan, apa
yang sudah dan belum diketahui, dan bagaimana proses penyelesaian
masalah. Keterampilan metakognitif yang diamati pada penelitian ini meliputi
beberapa indikator yaitu perencanaan(mengidentifikasi tugas yang sedang
dikerjakan), memantau diri, mengevaluasi diri, dan memprediksi hasil yang
akan diperoleh.
3. Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya
proses belajar. Motivasi yang diamati pada penelitian ini meliputi dua aspek
yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik.
4. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan
kegiatan belajar. Hasil belajar yang diamati pada penelitian ini yaitu aspek
kognitif , berupa skor yang diperoleh siswa dari tes formatif.
5. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X semester ganjil SMA NEGERI 1
Way Jepara Tahun pelajaran 2012 / 2013.
II. KERANGKA TEORETIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Model Problem Based Learning (PBL)
Masalah merupakan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam konteks
pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja
diciptakan agar siswa dituntut untuk menyelesaikan persoalan-persoalan fisika
yang belum pernah dikerjakan sebelumnya dan siswa belum memahami cara
pemecahannya. Artinya persoalan itu masih baru bagi siswa meskipun proses atau
pengetahuan yang sudah dimilikinya dapat digunakan sebagai pengalaman untuk
memecahkannya.
Upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar, para ahli
pembelajaran telah menyarankan penggunaan paradigma pembelajaran
konstruktivistik untuk kegiatan belajar-mengajar di kelas. Dengan perubahan
paradigma belajar tersebut terjadi perubahan pusat (fokus) pembelajaran dari
belajar yang berpusat pada guru kepada belajar berpusat pada siswa. Dengan kata
lain, ketika mengajar di kelas, guru harus berupaya menciptakan kondisi
lingkungan belajar yang dapat membelajarkan siswa, dapat mendorong siswa
belajar, atau memberi kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif
7 Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang
digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang
berorientasi pada masalah dunia nyata. Menurut Nurhadi (2003: 56) pembelajaran
berbasis masalah atau PBL adalah:
Suatu model pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Menurut Pannen (2001: 86) pembelajaran berbasis masalah atau PBL mempunyai
5 asumsi utama yaitu:
(1) Permasalahan sebagai pemandu. Permasalahan menjadi acuan yang harus menjadi perhatian siswa dan kerangka berpikir bagi siswa dalam mengerjakan tugas; (2) Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi. Permasalahan disajikan kepada siswa setelah penjelasan diberikan; (3) Permasalahan sebagai contoh. Permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori, konsep, prinsip dan dibahas dalam diskusi kelompok; (4) Permasalahan sebagai sarana untuk melatih siswa dalam bernalar dan berpikir kritis; (5) Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar.
Berdasarkan kedua pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran
berbasis masalah ini pada dasarnya siswa dilibatkan pada suatu masalah dalam
materi pembelajaran dan siswa diharapkan terlibat aktif dalam proses belajar yang
mengharuskan siswa untuk memecahkan suatu masalah tertentu.
Pembelajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat
tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana
belajar. Menurut Ibrahim (2003: 55):
8 (Pembelajaran Autentik) dan Anchored Instruction (pebelajar berakar pada kehidupan nyata).
Adapun ciri-ciri pebelajaran berbasis masalah yang di kemukakan oleh Yassa
(2002: 23). Yassa mengemukakan beberapa ciri penting dari pembelajaran
berbasis masalah sebagai berikut:
(1) Tujuan pembelajaran dirancang untuk dapat merangsang dan melibatkan siswa dalam pola pemecahan masalah, sehingga siswa diharapkan mampu mengembangkan keahlian belajar dalam bidangnya secara langsung dalam mengidentifikasi masalah; (2) Adanya
keberlanjutan permasalahan dalam hal ini ada dua tuntutan yang harus dipenuhi yaitu: pertama, masalah harus memunculkan konsep dan prinsip yang relevan dalam kandungan materi yang dibahas. Kedua,
permasalahan harus bersifat real sehingga dapat melibatkan siswa tentang kesamaan dengan suatu permasalahan; (3) Adanya presentasi
permasalahan, siswa dilibatkan dalam mempresentasikan permasalahan sehingga siswa merasa memiliki permasalahan tersebut; (4) Pengajar berperan sebagai tutor dan fasilitator. Dalam posisi ini maka peran dari fasilitator adalah mengembangkan kreatifitas berpikir para siswa dalam bentuk keahlian dalam pemecahan masalah dan membantu siswa untuk menjadi mandiri.
Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis
masalah membuat siswa menjadi mandiri, artinya siswa dapat memilih strategi
belajar yang sesuai,terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar dan
secara otomatis siswa dapat mengontrol proses belajarnya, serta siswa termotivasi
untuk menyelesaikan masalah dalam proses pembelajarannya.
Implementasi pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis masalah atau
PBL dirancang dengan struktur pembelajaran menurut Yassa (2002: 24), sintaks
pembelajaran PBL adalah sebagai berikut:
9 PBL memberikan peluang bagi siswa untuk membangun kecakapan hidup (life skill), mengatur diri sendiri (self directed), berpikir metakognitif (reflektuf dengan pikiran dan tindakannya), berkomunikasi dan berbagai kecakapan terkait. Dalam PBL, siswa akan meningkat kecakapan pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkatkan pemahamannya, meningkatkan pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktek, mendorong mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja sama, kecakapan belajar, dan memotivasi siswa.
Berdasarkan pendapat menurut Ratnaningsih (2003: 126) mengemukakan bahwa
kejadian-kejadian yang harus muncul pada waktu pelaksanaan pembelajaran
berbasis masalah adalah sebagai berikut:
(1) Keterlibatan (engagement) meliputi mempersiapkan siswa untuk berperan sebagai pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan pihak lain, menghadapkan siswa pada situasi yang mendorong siswa untuk mampu menemukan masalah dan meneliti permasalahan sambil mengajukan dugaan dan rencana penyelesaian; (2) Inkuiri dan investigasi (inquiry dan investigation) yang mencakup kegiatan mengeksplorasi dan mendistribusikan informasi; (3) Performansi (performnace) yaitu menyajikan temuan; (4) Tanya jawab (debriefing) yaitu menguji keakuratan dari solusi dan melakukan refleksi terhadap proses pemecahan masalah.
Berdasarkan pendapat di atas dikatakan bahwa dalam pembelajaran berbasis
masalah siswa memahami konsep suatu materi dimulai dari belajar dan bekerja
pada situasi masalah yang disajikan pada awal pembelajaran, sehingga siswa
diberi kebebasan berpikir dalam mencari solusi dari situasi masalah yang
diberikan. Siswa secara individu akan meningkat kecakapannya dalam
menyelesaikan masalah, mudah mengingat, meningkat pemahamannya serta
10 2. Keterampilan Metakognitif
Metakognitif merupakan kata sifat dari metakognisi. Istilah metakognisi memiliki
akar kata “meta” dan “kognisi”. Meta berasal dari bahasa yunani yang berarti
“setelah” atau “melebihi” dan kognisi mencakup keterampilan yang berhubungan
dengan proses berpikir (Tamalene, 2010: 31).
Metakognitif terdiri atas pengetahuan metakognitif dan aktivitas metakognitif.
Pengetahuan metakognitif melibatkan usaha monitoring dan refleksi pada pikiran
seseorang pada saat sekarang. Menurut Tamalene (2010: 32) mengemukakan
bahwa:
Aktivitas metakognitif terjadi saat siswa secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan sesuatu tujuan.
Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran
berpikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya,
yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta
berpikir dampak sebagai akibat dari buah pemikiran terdahulu.
Metakognitif dipandang sebagai suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada diri
sendiri sehingga apa yang dilakukan oleh seseorang dapat terkontrol oleh dia
sendiri secara optimal. Siswa dengan pengetahuan metakognitifnya sadar akan
kelebihan dan keterbatasannya dalam belajar. Artinya saat siswa mengetahui
kesalahannya, mereka sadar untuk mengakui bahwa mereka salah, dan berusaha
untuk memperbaikinya. Berdasarkan pendapat Muin (2005: 17) kegiatan
metakognitif dibagi dalam tiga aktivitas, yaitu:
11 menguraikan dengan kata-kata sendiri untuk menstimulasi pemahaman); (3) Regulasi/ pengaturan (membandingkan dan membedakan solusi yang lebih memungkinkan untuk memecahkan masalah).
Berdasarkan pendapat di atas keterampilan metakognitif adalah cara berpikir
siswa tentang apa yang dipikirkannya dan bagaimana proses berpikirnya.
Keterampilan metakognitif siswa adalah suatu bentuk kemampuan siswa untuk
melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dilakukan oleh seseorang dapat
terkontrol oleh siswa sendiri secara optimal sehingga siswa diharapkan dapat
memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran dengan keterampilannya.
Pendekatan keterampilan metakognitif menurut Suzana (2003: 29) yaitu:
Pendekatan keterampilan metakognitif sebagai pembelajaran yang menanamkan kesadaran bagaimana merancang, memonitor, serta
mengontrol tentang apa yang mereka ketahui; apa yang diperlukan untuk mengerjakan dan bagaimana melakukannya. Pembelajaran dengan pendekatan metakognitif menitikberatkan pada aktivitas belajar siswa; membantu dan membimbing siswa jika ada kesulitan; serta membantu siswa untuk mengembangkan konsep diri apa yang dilakukan saat belajar.
Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan dalam pendekatan keterampilan metakognitif
menurut Wahyuni (2008: 14) adalah sebagai berikut:
(1) Pertanyaan pemahaman yaitu pertanyaan yang didesain untuk
mendorong siswa menterjemahkan konsep dengan kata-kata sendiri setelah membaca soal dan memahami; (2) pertanyaan strategi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa mempertimbangkan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah besserta alasannya; (3) pertanyaan refleksi yaitu pertanyaan yang didesain untuk mendorong siswa melakukan evaluasi mengenai hasil pekerjaan.
Berdasarkan pendapat dari dua ahli di atas pendekatan keterampilan metakognitif
dalam pembelajaran fisika lebih dominan pada memonitor kesadaran pengetahuan,
strategi, dan proses berpikir diri sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan. Pada
12 mandiri dan dapat muncul dari diri sendiri. Pendekatan metakognitif menekankan
siswa agar mampu menanamkan kesadaran tentang apa yang dipikirkan kemudian
menggunakan kesadaran tersebut untuk mengontrol apa yang dia kerjakan dan
selanjutnya mengevaluasi hasil pekerjaan tersebut.
3. Motivasi Belajar
Motivasi bersifat sangat kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu
perubahan energi yang ada pada diri manusia, menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar, memberikan arah dalam kegiatan belajar, sehingga tujuan belajar
dapat tercapai. Hal ini diungkapkan oleh Sardiman (2005: 72) bahwa:
Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa, yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan dari kegiatan belajar, yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi adalah tenaga pendorong yang menggerakkan dan mengarahkan
aktivitas seseorang. Motivasi pada setiap siswa berbeda, ada yang tinggi, ada
yang rendah. Motivasi erat kaitannya dengan hasil belajar. Motivasi dapat
ditingkatkan dengan cara menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Hal
ini sesuai dengan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2002: 239) yang
mengemukakan bahwa:
13 Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kekuatan
mental seseorang yang mendorong terjadinya proses belajar. yang memberikan
arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki dari proses belajar
itu dapat tercapai. Tujuan dari proses belajar itu adalah hasil belajar. Apabila
motivasi siswa rendah maka hasil belajar juga akan kecil, sedangkan motivasi
tinggi maka hasil belajarpun akan besar.
Berdasarkan pendapat Hamalik (2001: 156) menyatakan bahwa:
“motivasi belajar penting artinya dalam proses belajar siswa, karena
fungsinya yang mendorong, menggerakkan, dan mengarahkan kegiatan
belajar”.
Demikian pula pendapat yang dikemukakan oleh Sardiman (2005: 72) bahwa:
Peran motivasi yang utama adalah penumbuhan gairah, merasa senang, dan
semangat untuk belajar.
Berdasarkan pendapat Hamalik motivasi memegang peranan penting dalam
menjalin kelangsungan proses belajar, yaitu menimbulkan gairah belajar,
mendorong, mengarahkan, dan menggerakkan kegiatan belajar.
Sedangkan menurut Hamzah (2007: 23), motivasi belajar terdiri dari beberapa
aspek yaitu:
(1) Adanya hasrat dan keinginan belajar, (2) adanya dorongan dam kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik, (6) adanya upaya menciptakan lingkungan yang kondusif.
Motivasi dapat tumbuh di dalam diri siswa disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu
14 muncul dari luar diri siswa (ekstrinsik). Hal tersebut diungkapkan oleh Hakim
(2000: 30) bahwa Motivasi belajar seseorang dapat dibangkitkan dengan
mengusahakan agar siswa atau mahasiswa memiliki motif intrinsik dan motif
ekstrinsik dalam belajar.
Contoh dari faktor intrinsik adalah pemahaman manfaat, minat, bakat, dan
pemikiran tentang masa depan. Sedangkan contoh dari faktor ekstrinsik yang
dapat menimbulkan motivasi adalah keinginan untuk mendapat nilai yang baik,
menjadi juara, lulus ujian, keinginan untuk menang dalam persaingan, keinginan
untuk dikagumi, dan lain-lain.
4. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan
belajar. Belajar merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif tetap.
Pemberian tugas-tugas dan tes secara tertulis yang berfungsi untuk meningkatkan
hasil belajar fisika siswa. Menurut Winkel (1983: 48) bahwa:
Setiap macam kegiatan belajar menghasilkan suatu perubahan yang khas, yaitu hasil belajar. Hasil belajar nampak dalam suatu prestasi yang diberikan oleh siswa.
Menurut Keller yang dikutip Abdurrahman (1997: 38) memandang bahwa:
15 Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima
pengalaman belajar. Hasil belajar ini menurut Bloom diklasifikasikan menjadi 3
ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (Sudjana, 2001: 22). Ketiga ranah
tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah itu, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru karena berkaitan dengan
kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran
(Sudjana, 2001: 23).
Hasil belajar yang dicapai siswa dalam suatu mata pelajaran dapat diperoleh
dengan berusaha mengamati, melakukan percobaan, memahami konsep-konsep,
prinsip-prinsip, serta mampu untuk mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
setelah siswa mempelajari pokok bahasan yang diajarkan. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Sardirman (2005: 21)
Hasil belajar dapat diperoleh dari berbagai usaha, misalnya aktif dalam kegiatan pembelajaran, memahami eksperimen yang dilakukan, dan menganalisis hasil eksperimen dan menganalisis isi suatu buku. Seseorang yang mampu menguasai suatu materi keilmuan dapat dikatakan bahwa seseorang tersebut memiliki prestasi.
B. Kerangka Berpikir
Pembelajaran akan lebih bermakna ketika pembelajaran itu dapat mudah diingat
dan dipahami oleh peserta didik yang diduga dapat diterapkan dengan tujuan
mudah diingat dan dipahami oleh peserta didik. Salah satu model pembelajaran
yang mudah diingat dan dipahami oleh siswa yaitu model pembelajaran berbasis
masalah atau model PBL. Apabila dalam proses pembelajaran dapat
menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa maka secara secara teori motivasi
16
Keterampilan metakognitif berkaitan erat dengan model PBL dikarenakan ada
beberapa asumsi yang dapat menumbuhkan keterampilan metakognif siswa dari
proses pemberian suatu masalah, antara lain: permasalahan sebagai pemandu
siswa, permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi siswa, permasalahan
sebagai contoh, permasahan sebagai sarana untuk melatih siswa dalam bernalar
dan berpikir kritis, dan permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar.
Dari asumsi di atas dapat kita simpulkan bahwa proses pemecahan masalah pada
model PBL dapat menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa. Keterampilan
metakognitif yang terwujud dari model PBL akan meningkat kecakapan dalam
pemecahan masalahnya, lebih mudah mengingat, meningkatkan pemahamannya,
meningkatkan pengetahuannya yang relevan dengan dunia praktek, mendorong
mereka penuh pemikiran, membangun kemampuan kepemimpinan dan kerja
sama, kecakapan belajar, dan memotivasi siswa.
Permasalahan yang diberikan melalui model di atas akan menstimulus siswa
untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut, sehingga siswa menemukan
berbagai cara atau jalan dari permasalahan yang diberikan. Proses pencarian solusi
itu dapat menumbuhkan keterampilan metakognitif siswa dimana siswa akan
termotivasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Apabila motivasi siswa
tinggi maka dalam penyelesaian masalah tersebut akan berhasil. Motivasi ini lah
yang menimbulkan kegiatan siswa dan juga yang memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.
Tujuan dari proses belajar tidak lain adalah hasil belajar yang merujuk kepada
17
Pada umumnya siswa yang menggunakan keterampilan metakognitif dengan baik
akan memiliki motivasi agar dapat menyelesaikan masalah dengan baik, dapat
menentukan tujuan belajar, memperkirakan keberhasilan pencapaian tujuan
belajar tersebut, dan memilih alternatife untuk mencapai tujuan belajar tersebut.
Motivasi tersebut timbul dari pikiran yang menuju kekreatifan dimana siswa dapat
menemukan berbagai solusi atau aternative untuk mencapai suatu tujuan.
Jadi keterampilan metakognitif berpengaruh terhadap motivasi dan hasil belajar
siswa, dimana apabila keterampilan metakognitif tinggi maka motivasi dan hasil
belajar siswa akan tinggi. Beberapa model pembelajaran yang dapat
memberdayakan keterampilan metakognitif adalah PBL.
Pada penelitian ini variabel penelitiannya adalah : keterampilan metakognitif ( 1)
sebagai variabel bebas, motivasi belajar ( 1) dan hasil belajar ( 2) sebagai variabel
terikat, dan model PBL sebagai variabel moderator. Untuk mendapatkan
gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel-variabel tersebut, maka dapat
dijelaskan dengan bagan pemikiran seperti gambar berikut.
Gambar 2.1. Bagan Pradigma Pemikiran 1
1
2
�1
18 Keterangan :
1 : Keterampilan Metakognitif 1 : Motivasi Belajar Siswa 2 : Hasil belajar siswa
�1 : Pengaruh motivasi belajar siswa terhadap keterampilan metakognitif
�2 : Pengaruh hasil belajar siswa terhadap keterampilan metakognitif
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan tinjauan teoritis di atas maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini
adalah :
1. Ada pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa
melalui model PBL.
2. Ada pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa melalui
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X RSBI SMA Negeri 1
Way Jepara Lampung Timur pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013
yang terdiri dari tujuh kelas yaitu 10.1 sampai 10.7 yang berjumlah 250 siswa.
B. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive
Sampling, yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan pertimbangan
tertentu. Pertimbangan tertentu yang dilakukan dalam memilih satu kelas sabagai
sampel adalah dengan melihat prestasi belajar fisika siswa semester ganjil tahun
pelajaran 2012/2013. Berdasarkan rata-rata prestasi siswa, siswa pada kelas X2
memiliki prestasi yang lebih baik sehingga kelas X2 ditetapkan sebagai sampel.
C. Variabel Penelitian
Variabel penelitan ini terdiri dari satu variabel bebas ( 1) yaitu keterampilan
metakognitif. Dua variabel terikat ( 1) yaitu motivasi belajar siswa dan ( 2) yaitu
20 terhadap variabel bebas dan variabel terikat maka didukung dengan variabel
moderator (r), yaitu model PBL.
D. Desain Penelitian
Pada penelitian ini metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
kuasi eksperimen atau eksperimen semu, yaitu penelitian yang dilakukan hanya
pada satu kelas saja tanpa ada kelas control atau pembanding. Tujuan penelitian
eksperimental semu (quasi experiment) adalah untuk memperoleh informasi yang
merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen
yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol
atau memanipulasi semua variabel yang relevan.
Adapun desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest–posttest
design. Desain ini adalah suatu rancangan pretest dan posttest, dimana sampel
penelitian diberi perlakuan selama waktu tertentu. Pretest dilakukan sebelum
perlakuan, dan posttest dilakukan setelah perlakuan, setelah itu akan terlihat
pengaruh keterampilan metakognitif siswa terhadap motivasi dan hasil belajar
siswa dengan model PBL. Desain ini dapat digambarkan menggunakan table
sebagai berikut:
Tabel 3.1 Desain penelitian One Group pretest-posttest Design
Kelompok Pretest Treatment Posttest
Eksperiment 1 X 2
21 Table 3.1 menjelaskan bahwa kelas dikenakan pretest ( 1) untuk mengukur hasil
belajar, kemudian diberi treatment berupa pembelajaran PBL. Setelah proses
pembelajaran diberi posttest ( 2). Hasil pretest ( 1) dan posttest ( 2) ini akan
dihitung dengan N-gain untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Keterampilan metakognitif menggunakan instrumen berbentuk soal
metakognitif. Soal ini diberikan saat proses pembelajaran berlangsung.
2. Motivasi belajar siswa menggunakan instrumen berupa angket motivasi.
Angket motivasi ini diberikan saat akhir pembelajaran.
3. Hasil belajar siswa menggunakan instrumen bebentuk soal posttest. Soal
posttest ini diberikan saat akhir pembelajaran.
F. Analisis instrumen
Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen diuji terlebih dahulu
validitas dan uji reliabilitasnya.
1. Uji Validitas
Untuk variabel keterampilan metakognitif dan hasil belajar siswa dihitung
validitas soal. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan dan dapat mengungkap data variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi
rendahnya validitas instrumen menunjukkan sampai sejauh mana data yang
22 Untuk mengetahui validitas dari suatu tes dapat menggunakan persamaan sebagai
berikut: r = } ) ( }{ ) ( { ) )( ( . 2 2 2 2 Y Y n X X n Y X XY n keterangan:
r = Koefisien korelasi yang menyatakan validitas X = Skor butir soal
Y = Skor total n = Jumlah sampel
(Arikunto, 2007: 72)
[image:31.595.114.372.414.541.2]Dengan klasifikasi validitas sebagai berikut:
Tabel 3.2 Klasifikasi validitas butir soal Koefisien validitas Interpretasi
0,00-,019 Sangat rendah
0,20-0,39 Rendah
0,40-0,59 Sedang
0,60-0,79 Tinggi
0,80-1,00 Sangat tinggi
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan kemampuan data dalam memberikan hasil pengukuran
yang konsisten. Hasil pengukuran dapat dipercaya jika dalam beberapa kali
pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil
yang relatif sama, selama aspek yang diukur tidak berubah. xy
23 Reliabilitas instrumen adalah hasil pengukuran yang dapat dipercaya. Sebuah
instrumen dikatakan memiliki reliabilitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium,
instrumen bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama,akan
menghasilkan data yang sama.
Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan rumus alpha dengan rumus:
12 = −
1 1−
∑�12 �2
Di mana:
r11 = reliabilitas yang dicari
Σσi2 = jumlah varians skor tiap-tiap item
σt2 = varians total
(Arikunto, 2007:109)
Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana alat
pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan
untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan pengukuran.
G. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, yang dimaksud teknik pengumpulan
data adalah cara-cara yang digunakan untuk memperoleh data yang dapat
dipergunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik Tes
Menurut Arikunto (2008: 32), tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk
24 atau kelompok murid. Tes tertulis yang digunakan dalam bentuk soal uraian untuk
mengetahui kemampuan siswa pada ranah metakognitif. Pada penelitian ini telah
dilakukan dua kali test untuk mengetahui hasil belajar siswa yaitu sesudah
perlakuan (posttest).
2. Soal Metakognitif
Soal metakognitif dalam penelitian ini diberikan guna untuk mengetahui secara
langsung keterampilan metakognitif siswa selama proses pembelajaran
berlangsung.
3. Kuesioner (Angket)
Kuesioner (questionaire) juga sering dikenal sebagai angket. Pada dasarnya,
kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan
diukur atau biasa disebut responden. Pada penelitian ini teknik pengambilan data
yang digunakan untuk mendapatkan data motivasi yaitu berupa angket
(kuisioner). Indikator skala motivasi berprestasi terhadap pelajaran fisika disusun
berupa angket skala likert yang terdiri dari beberapa uraian dan pilihan jawaban
berupa (STS TS RR S SS) yang mempunyai bobot angka (5, 4, 3, 2, dan, 1).
Angket ini digunakan untuk mengumpu;kan informasi tentang motivasi
berprestasi siswa terhadap pelajaran fisika. Jumlah pertanyaan disesuaikan dengan
aspek yang diukur. Aspek-aspek yang diukur pada angket motivasi meliputi :
motivasi intrinsik (dorongan untuk belajar, waktu belajar, mengerjakan pekerjaan
rumah dan latihan soal, keaktivan di kelas dan di luar kelas, pemahaman materi),
25 H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Perhitungan skor N-Gain hasil belajar dan keterampilan metakognitif
Data hasil belajar yang akan dianalisis, di transformasikan menjadi N-Gain (g)
yang diperoleh dari skor pretest dikurang skor posttest dibagi dengan skor
maksimum dikurang skor pretest. Jika ditulis dalam persamaan sebagai berikut:
g = −−
keterangan:
g = N-gain
Spost = Skor posttes
Spre = Skor pretest
Smax = Skor maksimum
Katagori: Tinggi : 0,7 ≤ N-gain≤ 1
Sedang : 0,3 ≤ N-gain < 0,7 Rendah : N-gain < 0,3
Meltzer (2002)
Perhitungan ini digunakan untuk menganalisi peningkatan belajar siswa.
Peningkatan skor antara pretest dan posttest bisa dijadikan indikator peningkatan
ataupun penurunan hasil belajar dengan pengaruh keterampilan metakognitif
siswa. Proses analisis untuk data keterampilan metakognitif adalah dengan
observasi berupa soal metakognitif. Perhitungan rata-rata skor presentasenya
adalah:
− = �
�
% = �
26 2. Uji Normalitas
Dasar pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung menggunakan program
SPSS 17.0 dengan metode kolmogrov smirnov berdasarkan pada besaran
probabilitas atau nilai . 2− , nilai � yang digunakan adalah
0,05 dengan demikian kriteria uji sebagai berikut: (1) jika nilai sig atau signifikan
atau probabilitas < 0,05 maka Ho diterima dengan arti bahwa data tidak
terdistribusi normal. (2) jika nilai sig atau signifikan atau probabilitas > 0,05
maka H1 diterima dengan arti bahwa data terdistribusi normal.
3. Uji Linearitas
Uji linearitas digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi
linear yang bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linear atau tidak secara signifikan.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode
Test for Linearity pada taraf signifikan 0,05.
Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila signifikansi
(Linearity) kurang dari 0,05.
(Mahmudah, 2011: 31).
4. Uji Korelasi
Jika data berdistibusi normal, maka untuk menguji hipotesis dapat digunakan uji
27
= ∑ − ∑ ∑
∑ 2
− ∑ 2 ∑ 2− ∑ 2
(Sugiyono, 2009: 255)
Ketentuannya bila lebih kecil dari maka Ho diterima, dan Ha
ditolak. Tetapi sebaliknya bila r hitung lebih besar dari r tabel (rh > ) maka
Ha diterima (Sugiyono, 2009: 261).
Pada penelitian ini, untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan uji Korelasi
Bivariate jika data berdistribusi normal. Namun jika tidak berdistribusi normal,
dapat menggunakan Korelasi Rho Spearman.
Untuk dapat memberi interpretasi terhadap kuatnya hubungan itu, maka dapat
[image:36.595.110.453.492.578.2]digunakan pedoman seperti pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.3 Tingkat hubungan berdasarkan interval korelasi Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199
0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,00
Sangat Rendah Rendah
Sedang Kuat
Sangat Kuat
(Sugiyono, 2009: 257)
Analisis korelasi dapat dilanjutkan dengan menghitung koefisien determinasi,
dengan cara mengkuadratkan koefisien yang ditemukan, untuk melihat pengaruh
28 5. Uji Regresi Linier Sederhana
Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan regresinya.
Dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi
nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui
arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat apakah positif atau
negatif.
′ = +
Dengan:
= Ʃ Ʃ
2 − Ʃ Ʃ
Ʃ 2 − Ʃ 2
= Ʃ − Ʃ Ʃ
Ʃ 2 − Ʃ 2
(Priyatno, 2010:55)
Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan
menggunakan program SPSS.17 dengan uji Regression Linear. Koefisien regresi
harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan uji t. Koefisien regresi signifikan
jika > (0,05), artinya jika nilai sig. < 0,05 maka model regresi
adalah linier, berlaku sebaliknya.
6. Analisis data angket
Pernyataan angket dibagi menjadi dua yaitu pernyataan positif dan pernyataan
29 Tujuan pembuatan angket adalah untuk mengetahui respon siswa terhadap model
[image:38.595.112.504.173.261.2]PBL. Skor angket di interprestasikan pada tabel 3.6 dibawah ini.
Table 3.4 Skor alternative jawaban angket
Alternative jawaban Skor pernyataan
Positif Negatif
Sangat setuju 5 1
Setuju 4 2
Tidak setuju 2 4
Sangat tidak setuju 1 5
Untuk skor akhir dihitung dengan rumus:
=
Pengkategorian afektif adalah sebagai berikut:
V. SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap motivasi belajar siswa
dengan menggunakan model PBL.
2. Terdapat pengaruh keterampilan metakognitif terhadap hasil belajar siswa
dengan menggunakan model PBL.
B.Saran
Berdasarkan kesimpulan disarankan sebagai berikut:
1. Bagi guru atau calon peneliti yang tertarik untuk menerapkan penelitian dengan
menggunakan model PBL harus dengan cermat pada saat proses pembelajaran
berlangsung, dengan cara memberikan siswa tugas dan mencari tahu mengenai
materi yang akan dipelajari di pertemuan selanjutnya, sehingga siswa sudah
memiliki persiapan dan akan lebih mudah untuk melakukan pembelajaran
54 2. Untuk mmenumbuhkan keterampilan metakognitif siswa dilakukan dengan
menggunakan tes keterampilan metakognitif. Untuk itu guru sebaiknya
mengenal dengan baik ciri-ciri setiap kategori atau setiap tahap kemampuan
berpikir anak. Sehingga guru selain menguasai materi pembelajaran dan
strategi pembelajarannya juga harus menguasai pendekatan-pendekatan
psikologis yang muncul sebagai respon spontanitas selama kegiatan belajar
berlangsung. Untuk meningkatkan keterampilan metakognitif siswa diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Hamzah B.2007.Teori Motivasi dan pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara
Hakim, Thursan. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Sarana
Ibrahim,M dan Nur, M. 2003. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: University Press.
Komalasari, Mardiana. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMP kelas VII pada Pembelajaran Fisika. Skripsi pada jurusan pendidikan fisika FPMIPA UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.
Meltzer, D. 2002. The relationship between mathematics preparation and
conteptual learning gains in physics : Advance Organizer possible “hidden variable”in diagnostic pretest scores.American Journal Physic. Vol 70, (12 Desember 2002), 1259-1268
Muin, A. 2005. Pendekatan Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Matematika Siswa SMA. Tesis Master pada SPS UPI. Bandung : tidak diterbitkan.
Nurhadi, Agus Gerrad 2003. Pembelajaran Konteksual dan penerapannya dalam KBK. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Panggabean, Luhut P. 1996. Penelitian Pendidikan (diktat). Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.
Pannen, Paulina, Dina Mustafa, Mestika Sekarwahyu, 2001. Kontruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta : PAU PPAI Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta: Media Kom.
Ratnaningsih, N. 2003. Pengembangan Kemampuan Berfikir Fisika Siswa SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Pasca Sarjana UPI
Sardiman, A.M. 2005. Interaksidan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Safitri, Erfina Rizky. 2012. Pengaruh Metode Pembelajaran Kooperatife Group Investigation (GI) terhadap Keterampilan Metakognitif dan Hasil Belajar Kognitif Siswa. Jurnal pada Jurusan Biologi FPMIPA Universitas Negeri Malang: Tidak Diterbitkan.
Sudjana, Nana dan Akhmad Rivai. 2001. Media Pengajaran. Bandung : SinarBaru Algesindo.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suzana, Y. 2003. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Menengah Umum Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif. Tesis pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Tamalene, H. 2010. Pembelajaran Matematika dengan Model CORE melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif untuk meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Tesis pada Jurusan Pendidikan
Matematika FPMIPA : Tidak diterbitkan.
Wayuni, E. 2008. Pengaruh Pembelajaran Metakognitif terhadap Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMA. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Winkel, W.S 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT. Gramedia
Yassa. 2002. Pengembangan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kecakapan Fisika Siswa sebagai Implementasi KBK (Usulan Research grant Program DUELIKE-BATCH III Tahun anggaran