ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG
DENGAN SISTEM HIDROLIS
PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Oleh :
ANDRI SAPORA GINTING
09 0424 009
PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSION
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul “ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG DENGAN SISTEM HIDROLIS PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN” ini disusun guna melengkapi syarat untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Strata Satu (S-1) di Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan saran dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Terimakasih yang teristimewa, penulis ucapkan kepada orangtua tercinta, yang telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan serta selalu memberikan dukungan baik moral, material, maupun doa, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT, selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini;
6. Bapak Prof. Dr. Ing.- Johannes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;
7. Bapak Ir. Zulkarnain A.Muis, M.Eng.Sc, selaku Koordinator Program Pendidikan Ekstension;
8. Seluruh Dosen dan pegawai Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Teknik Sipil yang telah mendidik dan membina penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan;
9. Pimpinan dan seluruh Staff PT. Bina Karya, sebagai Konsultan proyek yang telah memberi bimbingan kepada penulis;
10.Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa dan teman-teman yang memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
Medan , Desember 2012 Penulis,
ABSTRAK
Pondasi tiang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam di dalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing–masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda–beda.
Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung daya dukung tiang dari hasil sondir, standar penetrasi test (SPT), pile driving analizer (PDA) dan bacaan manometer pada alat hydroulic jack system, serta membandingkan hasil daya dukung tiang dari beberapa metode penyelidikan yang terjadi pada tiang tunggal.
Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat dari penggunaan metode perhitungan Aoki dan DeAlencar, serta metode Mayerhoff. Dimana dari data sondir Aoki dan De Alencar Qu = 182,017 ton, dari
data sondir Mayerhoff Qu = 274,258 ton, dari data SPT Qu = 190,74 ton dan dari
data bacaan alat hydraulic jack Qu = 203,152 ton serta dari data PDA titik P127
Qu = 143,7 ton, titik P184 Qu = 155 ton dan titik P289 Qu = 122 ton. Dari hasil
perhitungan daya dukung tiang, lebih aman memakai perhitungan dari hasil data manometer pada alat hydroulic jack karena lebih aktual.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR NOTASI ... xii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan ... 3
1.3. Manfaat ... 3
1.4. Pembatasan Masalah ... 3
1.5. Metode Pengumpulan Data ... 4
1.6. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum ... 6
2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation) ... 6
2.2.1. Sondering test/cone penetration test (CPT) ... 7
2.2.2. Standard penetration test (SPT) ... 11
2.3.Pondasi Tiang ... 12
2.5. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang ... 14
2.5.1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya ... 14
2.5.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya ... 20
2.6. Peralatan Pemancangan (Driving Equipment) ... 22
2.7. Hirdrolik Sistem ... 23
2.8. Kapasitas Daya Dukung ... 27
2.8.1. Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir ... 27
2.8.2. Kapasitas daya dukung tiang dari data SPT... 31
2.8.3. Berdasarkan bacaan manometer alat hydraulic jack... 35
2.8.4. Berdasarkan data Pile Driving Analizer (PDA)...36
2.9. Tiang Pancang Kelompok (Pile Group) ... 41
2.9.1. Jarak antar tiang dalam kelompok ... 43
2.9.2. Perhitungan pembagian tekanan pada tiang pancang kelompok ... 44
2.9.2.1. Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris... 44
2.9.2.2. Kelompok tiang yang menerima beban normal eksentris... 45
2.9.2.3. Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen yang bekerja pada dua arah....46
2.10.Tiang Mendukung Beban Lateral ... 47
2.10.1 Metode Broms (Tiang dalam Tanah Granuler) ... 48
2.12. Faktor Keamanan ... 60
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Umum ... 62
3.2. Data Teknis Tiang Pancang ... 62
3.3. Metode Pengumpulan Data ... 63
3.4. Metode Analisis ... 64
3.5. Lokasi Titik Sondir dan Bore Hole ... 66
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data Sondir ... 67
4.1.1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang dari data sondir metode Aoki dan De Alencar ... 67
4.1.2. Menghitung kapasitas daya dukung tiang dari data sondir dengan metode Mayerhof ... 70
4.2. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang dari Data SPT ... 71
4.3. Menghitung Kapasitas Daya Dukung Tiang Berdasarkan Bacaan Manometer dari alat hydraulic jack ... 74
4.4. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari PDA Test ..76
4.5. Analisa Gaya yang Bekerja pada Tiang ... 82
4.6. Gaya Lateral Ijin ... 84
4.7. Menghitung Kapasitas Kelompok Tiang Berdasarkan Effisiensi ... 87
4.7.1. Metode Converse-Labarre ... 87
4.7.2. Metode Los Angeles Group ... 89
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan ... 94 5.2.Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
II.1 Faktor empirik Fb dan Fs ... 29
II.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda... 30
II.3 Hal-hal yang Perlu Dipertimbangkan untuk Penentuan Harga N... 32
II.4 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir... 33
II.5 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah ... 33
IV.1 Perhitungan daya dukung ultimate dan ijin pondasi tiang ( CPT-5 ) ... 71
IV.2 Perhitungan daya dukung tiang berdasarkan data SPT (BH-2)... 72
IV.3 Perhitungan daya dukung tiang berdasarkan bacaan manometer... 75 IV.4 Perhitungan daya dukung tiang pada saat pemancangan berdasarkan data (daily piling record)... 75 1V.5 Hasil pengujian PDA untuk tiang P127... 76
IV.6 Hasil pengujian PDA untuk tiang P184... 77
IV.7 Hasil pengujian PDA untuk tiang P289... 78
1V.8 Perhitungan beban tiang maksimum... 83
IV.9 Kapasitas daya dukung ijin tiang tunggal dengan faktor keamanan (Qa)... 91
IV.10Metode Converse Labbare diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang... 91
IV.12 Kapasitas daya dukung ijin tiang tunggal berdasarkan data PDA test dan data Manometer dengan faktor keamanan (FS) sebesar 2,5 ... .... 92 IV.13 Metode Converse Labbare diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang
berdasarkan data PDA test dan data Manometer ... .... 92 IV.14 Metode Los Angeles Group diperoleh kapasitas kelompok ijin tiang
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis……… 10
2.2 Tiang pancang kayu ... 15
2.3 Tiang pancang beton precast concrete pile ... 16
2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile ... 17
2.5 Tiang pancang Cast in place pile ... 18
2.6 Tiang pancang baja ... 20
2.7 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus ... 42
2.8 Pengaruh tiang akibat pemancangan ... 44
2.9 Beban normal sentris pada kelompok tiang pancang ... 45
2.10 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang ... 45
2.11 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y... 46
2.12 Tiang ujung bebas pada tanah granuler ... 50
2.13 Tahanan Lateral ultimit tiang dalam tanah granuler ... 52
2.14 Tiang ujung jepit dalam tanah granuler ... 54
2.15 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang... 57
2.16 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak samping... 57
2.17 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak atas... 58
3.1 Peta kesampaian lokasi ... 63
3.3 Lokasi Titik Sondir dan Bore Hole ... 66
4.1 Perkiraan nilai qca (base) ... 67
4.2 Nilai qc (side) pada titik sondir 1 (CPT-5)... 68
4.3. Hasil analisa tekan CAPWAP untuk tiang P127 ... 79
4.4. Hasil analisa tekan CAPWAP untuk tiang P184 ... 80
DAFTAR NOTASI
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm2) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm2)
JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm)
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang (ton)
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang (ton)
Qs = Kapasitas tahanan kulit (ton)
qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas (kg/cm2)
Ab = Luas di ujung tiang (cm2)
f = Satuan tahanan kulit persatuan luas (kg/cm2) As = Luas kulit tiang pancang (cm2)
qc = Perlawanan konus (kg/cm2)
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (ton)
α = Koefisien adhesi antara tanah dam tiang Li = Panjang lapisan tanah (m)
Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan (ton)
Fs = Faktor empirik tahanan kulit yang tergantung pada tipe tiang
Fb = Faktor empirik tahanan ujung tiang yang tergantung pada tipe tiang
N = Harga SPT lapangan
τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²) c = Kohesi tanah (kg/cm²)
p = Keliling tiang (m)
Ap = Luas Penampang Tiang (m²)
cu = Kohesi Undrained (kN/m²)
D = Diameter tiang. (cm)
N = Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang. (ton) V = Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris. (ton) Qi = Beban aksial pada tiang ke-i. (ton)
V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang. (ton) Mx = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x. (tm)
My = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y. (tm)
n = Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang (pile group).
xi,yi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i.
∑x2 = Jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang. ∑y2 = Jumlah kuadrat ordinat-ordinat tiang pancang.
po = tekanan overburden efektif
φ’ = sudut gesek dalam efektif (º)
yo = defleksi tiang akibat beban lateral (m)
nh = koefisien variasi modulus Terzaghi (tanah granuler pasir lembab atau
kering = 2425 kN/m3)
Ep = modulus elastisitas pondasi (kg/cm2)
Ip = momen inersia tampang pondasi (cm4)
po = tekanan overburden vertical
c = kohesi
Eg = Efisiensi kelompok tiang
m = Jumlah baris tiang
n’ = Jumlah tiang dalam satu baris θ = Arc tg d/s, dalam derajat s = Jarak pusat ke pusat tiang (m)
ABSTRAK
Pondasi tiang merupakan salah satu jenis dari pondasi dalam yang umum digunakan, yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur kelapisan tanah keras yang mempunyai kapasitas daya dukung tinggi yang letaknya cukup dalam di dalam tanah. Untuk menghitung kapasitas tiang, terdapat banyak rumus yang dapat digunakan. Hasil masing–masing rumus tersebut menghasilkan nilai kapasitas yang berbeda–beda.
Tujuan dari Tugas Akhir ini untuk menghitung daya dukung tiang dari hasil sondir, standar penetrasi test (SPT), pile driving analizer (PDA) dan bacaan manometer pada alat hydroulic jack system, serta membandingkan hasil daya dukung tiang dari beberapa metode penyelidikan yang terjadi pada tiang tunggal.
Hasil perhitungan daya dukung pondasi terdapat perbedaan nilai, baik dilihat dari penggunaan metode perhitungan Aoki dan DeAlencar, serta metode Mayerhoff. Dimana dari data sondir Aoki dan De Alencar Qu = 182,017 ton, dari
data sondir Mayerhoff Qu = 274,258 ton, dari data SPT Qu = 190,74 ton dan dari
data bacaan alat hydraulic jack Qu = 203,152 ton serta dari data PDA titik P127
Qu = 143,7 ton, titik P184 Qu = 155 ton dan titik P289 Qu = 122 ton. Dari hasil
perhitungan daya dukung tiang, lebih aman memakai perhitungan dari hasil data manometer pada alat hydroulic jack karena lebih aktual.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam hal perencanaan pondasi bangunan gedung Perpustakaan UNIMED (Universitas Negeri Medan) diperlukan melaksanakan survey penelitian tanah (Soil investigation). Pada umumnya bangunan gedung tersebut memiliki beban yang sangat bervariasi, berupa beban sendiri konstruksi bangunan gedung, dan kemungkinan-kemungkinan adanya pengaruh yang akan terjadi pada bangunan gedung tersebut, sehingga memerlukan suatu type pondasi yang sesuai agar lapisan tanah tempat pondasi didirikan mampu mendukung seluruh berat konstruksi dan pengaruh yang akan terjadi.
Pada dasarnya jenis penelitian tanah yang dilakukan adalah dengan menggunakan Bor Mesin dan Soundering test method, dengan posisi letak titik yang diatur sedemikian rupa sehingga penyebaran lapisan tanah dapat terwakili. Melalui hasil pengujian ini diharapkan akan diperoleh gambaran fisik dan karakteristik lapisan tanah, tebal lapisan tanah keras, serta daya dukung tanah dihitung berdasarkan perlawanan ujung conus.
tambahan pada beban-beban yang sudah ada dalam massa tanah dari bobot sendiri bahan dan sejarah geologinya. (Bowles, J.E.,1991)
Pada umumnya pondasi dangkal digunakan untuk kondisi lapisan tanah keras terletak dekat permukaan, sedangkan pondasi dalam digunakan apabila lapisan tanah keras jauh dari permukaan tanah. (Pradoto, 1987)
Secara umum pondasi dalam lebih rumit dari pondasi dangkal. Untuk hal ini maka Tugas Akhir ini mengkonsentrasikan pada pondasi dalam yaitu tiang pancang. Dari segi teknik pemancangan dapat dilakukan dengan palu jatuh (drop hammer) dan system penekanan (hydraulic hammer). Pondasi tiang pancang ini berfungsi untuk memindahkan atau menstranferkan beban-beban dari konstruksi diatasnya (uper structure) kelapisan tanah yang lebih dalam. (Sardjono, H.S., 1991)
Jack in pile adalah suatu sistem pemancangan pondasi tiang yang pelaksanaannya ditekan masuk ke dalam tanah dengan menggunakan dongkrak hidrolis yang diberi beban counterweight sehingga tidak menimbulkan getaran dan gaya tekan dongkrak langsung dapat dibaca melalui manometer sehingga gaya tekan tiang setiap mencapai kedalaman tertentu dapat di ketahui. (Limanto, S., 2009)
Daya dukung tiang pancang diperoleh dari daya dukung ujung (end bearing capacity) yang diperoleh dari tekanan ujung tiang dan daya geser atau selimut (friction bearing capacity) yang diperoleh dari daya dukung gesek atau adhesi antara tiang pancang dan tanah disekelilingnya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah :
1. Menghitung daya dukung pondasi tiang dari hasil sondir, data SPT, PDA test dan bacaan manometer alat hydraulic jack.
2. Menghitung kapasitas daya dukung ijin kelompok tiang. 3. Menghitung daya dukung Horizontal.
1.3 Manfaat
1. Untuk menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan pembanding kelak jika akan melakukan suatu pekerjaan yang sama atau sejenis.
2. Dapat membantu mahasiswa lainnya sebagai referensi atau contoh apabila mengambil topik bahasan yang sama
3. Dapat menganalisis data jika akan melakukan suatu pekerjaan yang sejenis
1.4 Pembatasan Masalah
Diharapkan dari penyusunan tugas akhir ini sesuai dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan, maka perlu adanya batasan-batasan masalah, diantaranya adalah :
2. Hanya ditinjau untuk daya dukung pondasi tiang pancang tegak lurus (vertikal)
3. Perhitungan daya dukung tiang kelompok hanya dari data sondir, data
standart penetration test (SPT), data pile driving analyzer (PDA) dan bacaan manometer alat hydraulic jack
1.5 Metode Pengumpulan Data 1. Subjek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah pembangunan proyek Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Medan.
2. Pengambilan Data
Pengambilan data yang diperlukan dalam perencanaan diperoleh dari PT. Bina Karya (persero) selaku perusahaan di bidang jasa konstruksi yang terlibat dalam pembangunan Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Medan.
3. Data Yang Diperlukan
Data yang diperlukan dalam penelitian proyek terdiri dari : a. Data Sondir
b. Data Standart Penetration Test (SPT)
c. Data dari bacaan manometer alat hydraulic jack
d. Data pile driving analyzer (PDA) e. Denah pondasi dan detail pondasi
1.6 Sistematika Penulisan
Rencana sistematika penulisan secara keseluruhan pada tugas akhir ini terdiri dari 5 (lima) bab, uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan
Berisi mengenai latar belakang, identifikasi masalah, tujuan tugas akhir, ruang lingkup, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II : Landasan Teori
Berisi mengenai dasar teori yang di gunakan dalam penyelesaian tugas akhir, diperoleh dari buku literatur, jurnal, website, dan hasil penelitian sebelumnya.
Bab III. Metodologi Penelitian
Berisi mengenai tahapan studi yang dilakukan dan pelaksanaan pengumpulan data sekunder serta membahas metoda pengolahan penelitian yang dilakukan.
Bab IV: Analisa Hasil dan Pembahasan
Berisi mengenai data-data yang diperoleh dari proses pengumpulan berdasarkan proses wawancara, dan kuisioner yang selanjutnya dilakukan pengolahan untuk kepentingan analisis yang menghasilkan desain.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Berisi kesimpulan dari analisa yang dilakukan dan saran-saran berdasarkan kajian yang telah dilakukan dalam tugas akhir ini.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara,
dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya.
Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi
bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan
di atasnya (
upper structure
) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk
itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan
terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan
angin, gempa bumi dan lain – lain.
Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang
telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi. Jenis
pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung yang terletak pada kedalaman 10 meter di
bawah permukaan tanah adalah pondasi tiang.
2.2. Penyelidikan Tanah (
Soil Investigation
)
Dalam Perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya penelitian
untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan
daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan
dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar diperoleh perencanaan yang optimal
Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (
sub structure
) yang
berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (
upper structure
) yang harus kuat dan
aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (
upper structure
) serta berat sendiri
pondasi.
Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (
soil
investigation
) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter-parameter
tanah berupa perlawanan ujung/konus (
cone
resistance) dan hambatan lekat (
skin
friction
) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian
pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian Laboratorium yang digunakan
dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah.
2.2.1.
Sondering Test/Cone Penetration Test
(CPT)
Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir
type
Dutch Cone Penetration
yang mempunyai konus seluas 10 cm
2, sudut lancip
kerucut 60
ountuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel (
sleave
) yang
berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm
2, untuk mengukur lekatan
(friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus
menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik, sementara itu besarnya perlawanan
tanah terhadap kerucut penetrasi (qc) juga terus diukur.
8
kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.
Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan
pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan
alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun
untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui
perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari
kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang
berbeda.
Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung
geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi
pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat
dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar
2.1) :
1.
Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya
digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya
kecil;
2.
Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya
dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.
Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam
bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan
ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah
perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per
satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai
perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :
1. Hambatan Lekat (HL)
B A x PK JP
HL=( − ) ... (2.1)
2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)
∑
==
ni
JHL
JHL
0 ... ... (2.2)
dimana :
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²)
PK = Perlawanan penetrasi konus, qc(kg/cm²)
A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm
10
(a). Konus (b). Bikonus
Gambar 2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis (Sardjono, 1991)
Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah
terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan
menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap
kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang,
maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan
menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman
yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung
gesekan pada kulit tiang.
Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah.
2.2.2. Standard Penetration Test (SPT)
Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.
Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit dia mbil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split
spoon sampler, hammer, dan lain – lain;
2. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk;
3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran
12
4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;
5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu
seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat
jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value);
Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm
N2 = 5 pukulan/15 cm
N3 = 8 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13
pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan
pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang
bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan;
6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan
dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur,
konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan
atau kedalaman plastik, lalu ke core box;
7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT;
Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval.
2.3. Pondasi Tiang
Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat keatas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. (Hardiyatmo, 2003).
Pondasi tiang jika di kelompokkan akan lebih mendukung bangunan untuk menahan gaya angkat keatas pada bangunan-bangunan tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulinggan/torsi akibat angin atau gempa.
Torsi merupakan efek momen termasuk putaran/puntiran yang terjadi pada penampang tegak lurus terhadap sumbu utama dari elemen. Dan gaya torsi yang terjadi harus lebih kecil dari daya dukung lateral pada tiang pancang.
Dimana : 2 . 2
y x
x M
K T i
x
=
Σ
+
Σ
2 2. y x
y M
K T i
y
=
Σ
+
Σ
ijin y
x K H
K
14
2.4. Klasifikasi Pondasi Tiang
Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat
diklasifikasikan atas :
1). Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang kedalam
tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada
selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan
memukul kepala tiang dengan palu atau getaran atau dengan penekan secara
hidrolis.
2). Tiang Bor
Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu.
2.5. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang
Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai
jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu
dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain type dari tanah dasar
yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu
pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat
digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran
2.5.1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik
strukturnya
Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori antara lain :
A. Tiang pancang kayu
Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya telah
dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi bahan pengawet dan didorong dengan
ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Kadang-kadang ujungnya yang besar
didorong untuk maksud-maksud khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana
tanah tersebut akan bergerak kembali melawan poros. Kadang kala ujungnya runcing
dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam bila tiang
pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil.
Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang dari kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti.
Sedangkan pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya
akan menunda atau memperlambat kerusakan dari pada kayu, akan tetapi tetap tidak
akan dapat melindungi untuk seterusnya. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya
tidak diijinkan untuk menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap
tiang. Tiang pancang kayu ini sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah
16 memperoleh balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar
[image:32.612.151.480.141.287.2]untuk di gunakan sebagai tiang pancang.
Gambar 2.2 Tiang pancang kayu (Sardjono, 1991)
B. Tiang pancang beton
Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, 1991), yaitu:
a. Precast Reinforced Concrete Pile
Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.
Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile
Gambar 2.3 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, 1991)
b. Precast Prestressed Concrete Pile
Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.4). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.
[image:33.612.136.537.448.619.2]18
c. Cast in Place
Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.
[image:34.612.154.499.329.580.2]2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.
Gambar 2.5 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)
C. Tiang pancang baja.
Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja
pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast.
Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan
tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.
Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur
tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah.
a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang
terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati
keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka;
b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan
menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena
terendam air;
c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang
padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga
akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.
Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat
dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara
pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari
air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter (
coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air
tanah terendah.
Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang
yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja
20 Gambar 2.6 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)
D. Tiang pancang komposit.
Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang
berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang
pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang
dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan
bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang
timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.
2.5.2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya
Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar,
yaitu :
A. Tiang pancang pracetak
Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam
Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :
1. Cara penumbukan
Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara
penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).
2. Cara penggetaran
Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara
penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).
3. Cara penanaman
Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman
tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan
tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan :
a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya
lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.
b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari
bagian dalam tiang.
c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah
dengan memberikan tekanan pada tiang.
d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang
keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan
kedalam tanah.
B. Tiang yang dicor ditempat (
cast in place pile
)
Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya
22 1. Cara penetrasi alas
Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah
kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.
2. Cara penggalian
Cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara
lain :
a. Penggalian dengan tenaga manusia
Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah
penggalian lubang pondsi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara
konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang
pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.
b. Penggalian dengan tenaga mesin
Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah
penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki
kemampuan lebih baik dan lebih canggih.
2.6. Peralatan Pemancangan (
Driving Equipment
)
Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat pancang.
Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu :
1. Pemukul Jatuh (Drop hammer)
2. Pemukul Aksi Tiang (Single - acting hammer)
Bagian - bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul (hammer),
leader, tali atau kabel dan mesin uap.
2.7. Hidrolik Sistem
Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan
menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah
mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand.
Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang
yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah
mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan
sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah.
Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa
pukulan dan tanpa getaran.
Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok – balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.
Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah :
24 Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik
atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka
teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas
getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.
2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan
Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika
menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika
menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara
pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang
membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah
kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu.
hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan
lingkungan (environment friendly).
3. Daya dukung aktual per tiang diketahui
Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan
dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya,
jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic jacking system, daya
dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometeryang
dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan
berlangsung.
4. Harga yang ekonomis
Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra
umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat
menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.
5. Lokasi kerja yang terbatas
Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat
digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat
hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan
sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.
Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah :
1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang
ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat
pemancangan;
2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur
(biasanya pada areal tanah timbunan);
3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat
permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat
mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini
akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja;
4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya
26 Metode Kerja Pondasi Tiang Pancang Sistem Tekan (Hydraulic Static Pile Driver)
1. Koordinasikan dengan pemberi tugas (kontraktor) mengenai urutan-urutan kerja
dengan mempertimbangkan urutan penyelesaian pekerjaan yang diminta dan
aksebilitas kerja agar tercapai produktivitas yang tarbaik.
2. Tentukan/tetapkan penggunaan tanda-tanda yang disepakati yang digunakan
dalam pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan pematokan (Uitzet) agar tidak
terjadi kerancuan dalam membedakan titik-titik pemancangan dengan as
bangunan atau titik-titik bantu lainnya.
3. Untuk menghindarkan terjadi pergeseran as tiang dari koordinat yang telah
ditentukan maka gunakan titik bantu (reference point) selama proses penekanan
tiang kedalam tanah. Lakukan pengukuran as tiang terhadap titik bantu pada
kedalaman 2 meter dengan menggunakan waterpas, apabila terjadi
penyimpangan jarak antara as tiang dan as titik bantu, dapat dilakukan
pengangkatan/pencabutan tiang dan posisikan kembali as tiang tepat pada
koordinat yang telah ditentukan.
4. Check verticality tiang setiap kedalaman 50 cm s/d kedalaman 2 meter.
(verticality tiang, posisi vertical tiang).
5. Proses awal dari pemasangan tiang dengan sistem tekan, posisikan alat HSPD
unit pada koordinat yang ditentukan, cek keadaan HSPD unit dalam keadaan
rata, dengan bantuan “alat nivo” yang terdapat dalam ruangan operator dibantu
dengan alat waterpass yang diletakkan diposisi chasis panjang (Long-Boat).
6. Selanjutnya setelah kondisi HSPD unit tepat pada posisinya, tiang (yang telah
penjepit (clamping-box), kemudian posisikan tiang tepat pada koordinat yang
telah ditentukan, control posisi tiang pada arah tegak dengan bantuan waterpass.
Setelah semuanya terpenuhi selanjutnya dilakukan penjepitan tiang dengan
tekanan maksimum + 20 Mpa dibaca pada manometer di kabin operator.
7. Setelah penjepitan pada uraian nomor 5 dilakukan, kemudian lakukan penekanan
tiang dengan menggunakan 2 cylinder jack, sampai mencapai daya dukung yang
diinginkan. Dalam proses pemancangan tiang tersebut harus dicatat (pilling
record) tekanan yang timbul dengan kedalaman tiang tertanam. Selama proses
pemancangan tersebut lakukan pengukuran kembali posisi as tiang terhadap titik
bantu. (tiap 2 meter kedalamn tiang tertanam).
8. Apabila dalam proses pemancangan tiang ternyata tiang tersebut tidak dapat
ditekan lagi, sehingga mengakibatkan tiang terdapat sisa tiatas permukaan tanah,
maka tiang tersebut harus dipotong rata tanah untuk memberikan jalan kerja bagi
HSPD unit untuk berpindah ketitik yang lain.
9. Setelah proses tersebut dilakukan secara benar, kemudian lakukan pengukuran
ulang posisi tiang, sehingga apabila terjadi pergeseran as tiang terpasang dari
rencana dapat segera diketahui, yang selanjutnya akan di buatkan keputusan
cara-cara perbaikan dari pergeseran.
2.8. Kapasitas Daya Dukung
2.8.1. Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir
Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT)
28 yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan
dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir
ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan
karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah
sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dan
tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung
ultimit dari tiang pancang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut :
Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As ...………(2.3)
Dimana :
Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang.
Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.
Qs = Kapasitas tahanan kulit.
qb = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.
Ab = Luas di ujung tiang.
f = Satuan tahanan kulit persatuan luas.
As = Luas kulit tiang pancang.
Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode Aoki dan De Alencar.
Aoki dan De Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung
ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh sebagai
(
)
b ca bF
base
q
q
=
... (2.4)Dimana :
qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung
tiang dan Fb adalah faktor empirik tergantung pada tipe tanah.
Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :
s s c
F side q
F = ( )
α
... (2.5)Dimana :
qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang
tiang.
Fs = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel II.1 dan nilai-nilai faktor empirik αs diberikan
pada Tabel II.2.
Tabel II.1 Faktor emperik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999)
Tipe Tiang Pancang Fb Fs
Tiang Bor 3,5 7,0
Baja 1,75 3,5
30
Tabel II.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsakh, 1999)
Tipe Tanah
αs
(%)
Tipe Tanah
αs
(%)
Tipe Tanah
αs
(%)
Pasir 1,4 Pasir
berlanau 2,2
Lempung
berpasir 2,4
Pasir
kelanauan 2,0
Pasir berlanau dengan lempung 2,8 Lempung berpasir dengan lanau 2,8 Pasir kelanauan dengan lempung
2,4 Lanau 3,0
Lempung berlanau dengan pasir 3,0 Pasir berlempung dengan lanau 2,8 Lanau berlempung dengan pasir
3,0 Lempung
berlanau 4,0
Pasir
berlempung 3,0
Lanau
berlempung 3,4 Lempung 6,0
Pada umumnya nilai
αs
untuk pasir = 1,4 persen, nilaiαs
untuk lanau = 3,0 persendan nilai
α
s untuk lempung = 1,4 persen.Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian
sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.
Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap)+(JHL x K) ...……….(2.6)
Dimana :
Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal. (ton)
qc = Tahanan ujung sondir. (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang. (cm2)
K = Keliling tiang. (cm)
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :
Qijin =
5 3
11
JHLxK xA
qc p
+ ...(2.7)
dimana :
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi. (ton)
qc = Tahanan ujung sondir. (kg/cm2)
Ap = Luas penampang tiang. (cm2)
JHL = Jumlah hambatan lekat. (kg/cm)
K11 = Keliling tiang. (cm)
2.8.2. Kapasitas daya dukung tiang dari data SPT
Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:
τ
= c +σ
tanφ
...………..…..…(2.8)dimana :
τ
= Kekuatan geser tanah (kg/cm²)c = Kohesi tanah (kg/cm²)
σ
= Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²)32
Table II.3 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N (Sosrodarsono, 1983)
Klasifikasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan
Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil-hasil survei sebelumnya
Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan lain-lain
Hal-hal yang perlu diperhatikan langsung
Tanah pasir (tidak kohesif)
Berat isi, sudut geser dalam, ketahanan terhadap penurunan dan daya dukung tanah
Tanah lempung (kohesif)
Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan terhadap hancur
Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya
dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :
1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi
segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :
15
12 +
= N
φ
... (2.9)15
12 +
= N
φ
... (2.10)2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah :
27 3 .
0 +
= N
φ
... (2.11)geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada tabel II.4 berikut :
Tabel II.4 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1985)
Angka Penetrasi Standart, N
Kepadatan Relatif
Dr (%)
Sudut Geser Dalam
φ
(º)
0 - 5 0 – 5 26 – 30
5 - 10 5 – 30 28 – 35
10 - 30 30 – 60 35 – 42
30 - 50 60 – 65 38 – 46
[image:49.612.112.551.462.603.2]Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.
Table II.5 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983)
Tanah tidak kohesif
Harga N <10 10 - 30 30 - 50 >50 Berat isi γ
kN/m3 12 – 16 14 - 18 16 - 20 18 – 23
Tanah kohesif
Harga N <4 4 - 15 16 - 25 >25
Berat isi γ
kN/m3 14 – 18 16 - 18 16 - 18 >20
34 Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari
ketentuan berikut ini :
1. Lapisan kohesif mempunyai nilai SPT, N > 35
2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT, N >
15
Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan
merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat
dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah
pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah
dianggap sudah terganggu.
1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif
Qp = Qp = 40 x N-SPT x
D Li
x Ap ………..……...….…(2.12)
2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif
Qs = 2 x N-SPT x p x Li ...……….…..(2.13)
Dimana :
Li = Panjang Lapisan Tanah (m)
p = Keliling Tiang (m)
3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif
Qp = 9 x cu x Ap ...………...……….….…(2.14)
Dimana :
cu = Kohesi Undrained (kN/m²)
cu = N – SPT x 2/3 x 10 ....……….…..(2.15)
4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif
Qs =
α
x cu x p x Li ………...……….…(2.16)Dimana :
α
= Koefisien adhesi antara tanah dan tiangcu = Kohesi undrained (kN/m²)
p = Keliling tiang (m)
Li = Panjang lapisan tanah (m)
2.8.3. Berdasarkan bacaan manometer alat
hydraulic jack
Kapasitas daya dukung tiang pancang dapat diketahui berdasarkan bacaan
manometer yang tersedia pada alat pancang hydraulic jack. Kapasitas daya dukung tiang
dapat dihitung dengan rumus :
Q = P x A ...………(2.17)
Keterangan :
Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (ton)
P = Bacaan manometer (kg/cm²)
A = Total luas efektif penampang piston (cm²)
Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston.
Untuk mesin kapasitas 320 ton :
36 (2) = 220 mm = 22 cm
Luas penampang piston (1) =
π
r²=
π
. 9² cm = 254,57 cm²Luas penampang piston (2) = π .11² cm = 380,28 cm²
Total luas efektif penampang piston = (2 x 254,57) + (2 x 380,28)
= 1269,7 cm²
2.8.4. Berdasarkan data Pile Driving Analizer (PDA)
Tujuan pengujian dinamis ini adalah untuk mengetahui besarnya daya dukung ultimate tiang pancang tunggal yang dilakukan dilapangan dengan berbagai dimensi dan karakteristik tiang yang telah ditentukan melalui perencanaan sebelumnya, baik untuk pemilihan tiang maupun lokasinya.
Beban dinamik akibat tumbukan dari drop hammer pada kepala tiang, akan menimbulkan regangan pada tiang dan pergerakan relatif (relative displacement) yang terjadi antara tiang dan tanah sekitarnya menimbulkan gelombang akibat perlawanan atau reaksi tanah. Semakin besar kekuatan tanah, semakin kuat gelombang perlawanan yang timbul. Gelombang aksi maupun reaksi akibat perlawanan tanah akan direkam, dari hasil rekaman, karakteristik gelombang – gelombang ini dianalisa untuk menentukan daya dukung statik tiang diuji, berdasarkan theory of stress wave propagation on pile (case method).
dan ekonomis pengerjaannya. Pengujian PDA untuk tiang berdiameter besar dan daya dukung besar sangat menguntungkan, karena proses pengujian sangat singkat (dari persiapan sampai selesai hanya berlangsung selama 1 – 3 jam).
Untuk menghasilkan beban dinamik pada tiang, digunakan palu yang berfungsi sebagai alat tumbuk. Berat minimum dari palu yang akan digunakan ditentukan sebesar 1 % dari perkiraan daya dukung ijin tiang. Sebagai contoh : untuk daya dukung ijin tiang direncanakan 500 ton, dan diambil daya dukung batasnya 200% dari daya dukung ijinnya, sebesar 1000 ton, maka berat minimum palu adalah 10 ton. Tinggi jatuh palu diambil antara 1 m sampai 2 m, dipilih ketinggian minimum berupa yang sudah menghasilkan output daya dukung batas tiang. Pengujian dilakukan 2 sampai 5 kali tumbukan, sedangkan besarnya daya dukung tiang ditentukan dari rekaman 1 gelombang tumbukan saja.
Terbatasnya berat palu yang dipakai untuk pengujian tiang dengan PDA, menyebabkan pengujian tersebut banyak diragukan berbagai pihak. Tetapi dengan digunakannya palu berbobot sangat besar yaitu 11,50 ton (tersedia juga bobot 25 ton) untuk berbagai proyek menyebabkan hasil pengujian menjadi lebih akurat.
A. Prosedur Pengujian Daya Dukung Tiang Pancang Dengan PDA
Pengujian dinamis PDA dilakukan dengan menginterpretasikan gelombang satu
dimensi (one dimentional wave) yang merambat pada media yang diuji. Gelombang ini
didapat dengan tumbukan (impact) pada tiang uji, sehingga menghasilkan gelombang
sesuai dengan kebutuhan pengujian.
Kualitas rekaman tergantung dari pemasangan instrumen dan bekerjanya
38 sistem komputer tidak bekerja seperti yang diharapkan, hal ini akan segera diketahui
dari beberapa rekaman (blow) yang pertama.
1. Instrumen PDA
a. Strain Transducer dan Accelometer
Untuk mengukur regangan dan percepatan selama perambatan gelombang akibat
tumbukan yang diberikan pada tiang, strain transducer dan accelometer ( dipasang
masing – masing 2 buah di kedua sisi tiang untuk mencegah tidak bekerjanya instrument
pada saat penumbukan ), berfungsi merubah regangan dan percepatan menjadi sinyal
elektronik, melalui kabel penghubung akan direkam oleh alat PDA. Dipasang atau
diletakkan pada permukaan bagian atas tiang dengan jarak lebih besar dari 1,5 W – 2 W
dari ujung atas kepala tiang, Dimana W = lebar penampang tiang, untuk mendapatkan
hasil rekaman yang baik.
b. Computer Laptop PDA
Hasil pengukuran direkam dengan alat computer PDA type PAK dari GRL USA
di lapangan dan dianalisa dengan program CAPWAP.
2. Pemasangan Instrumen PDA
Sesuai ketentuan ASTM D 4945-96 maka pemasangan instrumen strain
transducer harus dilakukan sedemikian rupa untuk menghindari pengaruh yang
akan terjadi selama penumbukan. Sehingga pengaruh faktor momen dapat
3. Pekerjaan Persiapan
Sebelum pengujian dilaksanakan, telah dilakukan persiapan untuk PDA dengan mencatat hal – hal yang perlu diperhatikan, yaitu : Pengeboran lubang pada tiang pancang untuk pemasangan Strain Tranducer dan Accelerometer.
4. Pelaksanaan pengujian PDA
Tiang pancang uji diberi beberapa kali tumbukan, penumbukan dihentikan jika
telah diperoleh mutu rekaman cukup baik pada komputer dan energi tumbukan (EMX)
relatif cukup tinggi. Kualitas rekaman cukup baik tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
a. Pemasangan instrumen terpasang dengan cukup kuat pada tiang beton;
b. Sistem elektronik komputer dan efisiensi hammer yang digunakan.
Saat pengujian secara temporer dilakukan pengecekan/pengencangan instrumen strain tranducer
dan accelerometer. Nilai EMX tergantung nilai efisiensi hammer yang dipakai. Hasil uji dinamis PDA dianalisis lebih lanjut dengan program CAPWAP, didapat perbandingan kekuatan daya dukung tiang pancang dilapangan termasuk distribusi kekuatan friksi tanah di setiap lapisan tana, tahanan ujung, tegangan tiang, dan lainnya.
B. Efisiensi Tumbukan Hammer
Dari beberapa tumbukan pada tiang yang diuji, efisiensi transfer energi hammer
40
C. Tegangan Tiang
Tegangan tekan maksimum (CSX) dan tegangan tarik maksimum (TSX) yang terjadi pada tiang pancang yang diuji, diukur dekat kepala tiang pada saat pelaksanaan pengujian dilaksanakan.
D. Daya Dukung Tiang
Dari hasil pengujian dinamis pada kondisi restrike, analisa daya dukung tiang
pancang diperoleh dengan menggunakan program CAPWAP pada tiang uji.
E.
Langkah Analisis, Pengambilan Kesimpulan dan Rekomendasi
Hasil rekaman gelombang akibat tumbukan palu dianalisa lebih jauh dengan menggunakan Analysis Case Pile Wave Equation Program (CAPWAP), satu paket dengan PDA. Kombinasi rambatan gelombang pada tiang hasil rekaman PDA dan modelisasi tanah serta parameternya (Dumping factor, Quake, Material tiang) dan secara iterasi menentukan parameter tanah lainnya, sehingga grafik gelombang hasil iterasi (signal matching) memiliki korelasi yang baik dengan gelombang yang dihasilkan.
Analisa dengan CAPWAP akan menghasilkan kurva penurunan tiang S versus beban dan distribusi gaya gesek dan tahanan ujung tiang. Kualitas pengujian PDA dapat dibandingkan melalui daya dukung ultimatenya dan melalui kurva penurunan tiang versus beban dari uji beban statik.
tiang pancang tunggal, pada saat pengetesan dilakukan daya dukung ijin rencana harus disesuaikan dengan daya dukung ijin bahan tiang yang digunakan. Karena hasil pengujian ini hanya untuk tiang pancang tunggal maka efisiensi kelompok tiang harus diperhitungkan sesuai dengan jumlah, jarak dan susunan kelompok tiang pancang yang terpasang. Penurunan total dan perbedaan penurunan (differential settlement) secara longterm perlu dihitung lebih mendalam sesuai toleransi diijinkan untuk fungsi bangunan atasnya.
2.9. Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)
Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.7.
Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya di atas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga :
1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar.
42
Gambar 2.7. Pola-pola kelompok tiang pancang khusus :
2.9.1. Jarak antar tiang dalam kelompok
Berdasarkan pada perhitungan. Daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga diisyaratkan :
S ≥ 2,5 D
S ≥ 3 D
dimana :
S = Jarak masing-masing. D = Diameter tiang.
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : 1. Bila S < 2,5 D
Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.8) akan menyebabkan :
a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu. 2. Bila S > 3 D
44
Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.
Bila ternyata luas poer total yang diperlukan lebih kecil dari pada setengah luas bangunan, maka kita gunakan pondasi setempat dengan poer di atas kelompok tiang pancang.
[image:60.612.265.392.310.460.2]Dan bila luas poer total diperlukan lebih besar daripada setengah luas bangunan, maka biasanya kita pilih pondasi penuh (raft fondation) di atas tiang-tiang pancang.
Gambar 2.8 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, 1991)
2.9.2. Perhitungan pembagian tekanan pada tiang pancang kelompok 2.9.2.1.Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris
Gambar 2.9 Beban normal sentris pada kelompok tiang pancang (Sardjono, 1991)
N =
n V
...………(2.18)
dimana :
N = Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang. V = Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris. n = banyaknya tiang pancang.
2.9.2.2.Kelompok tiang yang menerima beban normal eksentris
[image:61.612.137.486.495.653.2]46
Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang adalah jumlah dari reaksi akibat beban-beban V dan My, yaitu :
Qi =
.
2x
n
x
M
n
V
y i y
Σ
±
...………..…………(2.19)dimana :
Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.
V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang. xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang no