• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum

Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain.

Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum yang mungkin terjadi. Jenis pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung yang terletak pada kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah adalah pondasi tiang.

2.2 Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian laboratorium dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman lapisan tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan lapangan yang dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau bangunan - bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa.

(2)

Penyelidikan tanah diperlukan untuk menentukan pilihan jenis pondasi, daya dukungnya dan untuk menentukan metode konstruksi yang efisien dan juga diperlukan untuk menentukan stratifikasi (pelapisan) tanah dan karakteristik teknis tanah sehingga perancangan dan konstruksi pondasi dapat dilakukan dengan ekonomis.

2.2.1 Kemampatan dan Konsolidasi Tanah

Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Baja dan beton itu adalah bahan yang tidak mempunyai air pori. Itulah sebabnya volume pemampatan baja dan beton tidak mempunyai masalah. Sebaliknya karena tanah mempunyai pori yang besar, maka pem bebanan biasa akan mengakibatkan deformasi tanah yang besar. Hal ini tentu akan mengakibatkan penurunan pondasi yang akan merusak konstruksi.

Berlainan dengan bahan-bahan konstruksi yang lain, karekteristik tanah itu didominasi oleh karakteristik mekanisme seperti permeabilitas tanah atau kekuatan geser yang berubah-ubah sesuai dengan pembebanan.

Mengingat kemampatan butir-butir tanah atau air itu secara teknis sangat kecil sehingga dapat diabaikan, maka proses deformasi tanah akibat beban luar dapat dipandang sebagai suatu gejala penyusutan pori. Gbr 2.1 menunjukkan, bahwa akibat dari beban yang bekerja pada tanah, susunan butir-butir tanah berubah atau kerangka struktur butir-butir tanah berubah sehingga angka perbandingan pori (void ratio) menjadi kecil yang mengakibatkan deformasi pemampatan.

Jika beban yang bekerja pada tanah itu kecil, maka deformasi itu terjadi tanpa pergeseran pada titik-titik antara butir-butir tanah. Deformasi pemampatan tanah

(3)

yang terjadi memperlihatkan gejala yang elastis, sehingga bila beban yang itu ditiadakan, tanah akan kembali pada bentuk semula. Umumnya beban-beban yang bekerja mengakibatkan pergeseran titik-titik sentuh antara butir-butir tanah, yang mengakibatkan perubahan susunan butir-butir tanah sehingga terjadi deformasi pemampatan, deformasi sedemikian disebut deformasi plastis, karena bilamana tanah ditiadakan, tanah itu tidak akan kembali pada bentuk semula.

Air dalam pori pada tanah yang jenuh air perlu dialirkan keluar supaya penyusutan pori itu sesuai dengan deformasi atau sesuai dengan perubahan struktur butir-butir seperti yang diperlihatkan Gbr.2.1.

Gambar 2.1 Perubahan dalam struktur butiran (Nakazawa, 2000)

Mengingat permeabilitas tanah kohesif lebih kecil dari permeabiltas tanah pasiran, maka pengaliran keluar air itu membutuhkan waktu yang lama. Jadi untuk mencapai keadaan deformasi yang tetap sesuai dengan beban yang bekerja, diperlukan suatu jangka waktu yang lama. Gejala demikian disebut konsolidasi. Maka dengan adanya pemadatan, berat isi dan kekuatan tanah akan meningkat.

(4)

2.2.2 Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60º dan dengan luasan ujung 1,54 in² (10 cm²). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc ) juga terus diukur.

Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah

(5)

dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar 2.1) :

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil.

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya persatuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya persatuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut : 1. Hambatan Lekat (HL) B A x PK JP HL(  ) ... (2.1) 2. Jumlah Hambatan Lekat (JHL)

n i JHL

JHL 0 ... ... (2.2) dimana :

JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²) PK = Perlawanan penetrasi konus, qc(kg/cm²)

(6)

B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

(a). Konus (b). Bikonus

Gambar 2.2 Dimensi Alat Sondir Mekanis

Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut (fs) terhadap

kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

(7)

Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (qc), gesekan selimut (fs) dan ratio gesekan (fR) terhadap kedalaman tanah.

2.2.3 Standard Penetration Test (SPT)

Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 450 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit diambil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor, split spoon sampler, hammer, dan lain – lain.

(8)

3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor.

4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm. 5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan

palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value). Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan.

6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box.

7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT.

(9)

2.3 Pondasi Tiang

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal kesumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).

Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat keatas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang tinggi yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan untuk mendukung bangunan dermaga. (Hardiyatmo, 2003).

2.4 Klasifikasi Pondasi Tiang

Berdasarkan metode instalasinya, pondasi tiang pada umumnya dapat diklasifikasikan atas :

1). Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang merupakan sebuah tiang yang dipancang kedalam tanah sampai kedalaman yang cukup untuk menimbulkan tahanan gesek pada selimutnya atau tahanan ujungnya. Pemancangan tiang dapat dilakukan dengan memukul kepala tiang dengan palu atau getaran atau dengan penekan secara hidrolis.

(10)

Sebuah tiang bor dikonstruksikan dengan cara menggali sebuah lubang bor yang kemudian diisi dengan material beton dengan memberikan penulangan terlebih dahulu.

2.5 Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain tipe dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah.

2.5.1 Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya

Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori antara lain : A. Tiang pancang kayu

Tiang pancang kayu dibuat dari batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipotong dengan hati-hati, biasanya diberi bahan pengawet dan didorong dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Kadang-kadang ujungnya yang besar didorong untuk maksud-maksud khusus, seperti dalam tanah yang sangat lembek. Kadang kala ujungnya runcing dilengkapi dengan sebuah sepatu pemancangan yang terbuat dari logam bila tiang pancang harus menembus tanah keras atau tanah kerikil.

(11)

Pemakaian tiang pancang kayu ini adalah cara tertua dalam penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh di bawah muka air tanah. Tiang pancang dari kayu akan lebih cepat rusak atau busuk apabila dalam keadaan kering dan basah yang selalu berganti-ganti.

Sedangkan pengawetan serta pemakaian obat-obatan pengawet untuk kayu hanya akan menunda atau memperlambat kerusakan dari pada kayu, akan tetapi tetap tidak akan dapat melindungi untuk seterusnya. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diijinkan untuk menahan muatan lebih besar dari 25 sampai 30 ton untuk setiap tiang. Tiang pancang kayu ini sangat cocok untuk daerah rawa dan daerah-daerah dimana sangat banyak terdapat hutan kayu seperti daerah Kalimantan, sehingga mudah memperoleh balok/tiang kayu yang panjang dan lurus dengan diameter yang cukup besar untuk di gunakan sebagai tiang pancang.

(12)

B. Tiang pancang beton

Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, 1991), yaitu: a. Precast Reinforced Concrete Pile

Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.4).

Gambar 2.4 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, 1991)

b. Precast Prestressed Concrete Pile

Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu

(13)

dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.5). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.5 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, 1991)

c. Cast in Place

Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran. Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1. Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.

2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

(14)

Gambar 2.6 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)

C. Tiang pancang baja.

Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembapan tanah.

a. Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka.

b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air.

(15)

c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang-kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air tanah terendah.

Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

(16)

D. Tiang pancang komposit.

Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang. Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.

(17)

2.5.2 Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari : 1. Cara penumbukan

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

2. Cara penggetaran

Dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

3. Cara penanaman

Dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan :

a. Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.

b. Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam tiang.

c. Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

(18)

d. Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga dapat dipancangkan kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

1. Cara penetrasi alas

Cara penetrasi alas yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

2. Cara penggalian

Cara ini dapat dibagi lagi menurut peralatan pendukung yang digunakan antara lain :

a. Penggalian dengan tenaga manusia

Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondsi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu. b. Penggalian dengan tenaga mesin

Penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

(19)

2.6 Peralatan Pemancangan (Driving Equipment)

Untuk memancangkan tiang pancang ke dalam tanah digunakan alat pancang. Pada dasarnya alat pancang terdiri dari tiga macam, yaitu :

1. Drop hammer

2. Single - acting hammer 3. Double - acting hammer

Bagian - bagian yang paling penting pada alat pancang adalah pemukul (hammer), leader, tali atau kabel dan mesin uap.

2.7 Hidrolik Sistem

Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand.

Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok –

(20)

balok beton atau plat – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.

Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah :

1. Bebas getaran

Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan

Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (environment friendly).

3. Daya dukung aktual pertiang diketahui

Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor langsung dari manometer

(21)

yang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung.

4. Harga yang ekonomis

Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang seperti pada tiang pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

5. Lokasi kerja yang terbatas

Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas, Alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponen sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja.

Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah : 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang

yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan.

2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur (biasanya pada areal tanah timbunan).

3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 360 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja.

(22)

4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.

Metode Kerja Pondasi Tiang Pancang Sistem Tekan (Hydraulic Static Pile Driver) 1. Koordinasikan dengan pemberi tugas (kontraktor) mengenai urutan-urutan

kerja/prioritas kerja dengan mempertimbangkan urutan penyelesaian pekerjaan yang diminta dan aksesibilitas kerja agar tercapai produktivitas yang terbaik.

2. Tentukan/tetapkan penggunaan tanda-tanda yang disepakati yang digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan pengukuran dan pematokan (Uitzet) agar tidak terjadi kerancuan dalam membedakan titik-titik pemancangan dengan as bangunan atau titik-titik bantu lainnya.

3. Untuk menghindarkan terjadi pergeseran as tiang dari koordinat yang telah ditentukan maka gunakan titik bantu (reference point) selama proses penekanan tiang kedalam tanah. Lakukan pengukuran as tiang terhadap titik bantu pada kedalaman 2 meter dengan menggunakan waterpass, apabila terjadi penyimpangan jarak antara as tiang dan as titik bantu, apabila posisi tiang yang tertanam masih dapat dilakukan pengangkatan/pencabutan dan posisikan kembali as tiang tepat pada koordinat yang telah ditentukan.

4. Check verticality tiang setiap kedalaman 50 cm s/d kedalaman 2 meter. (verticality tiang, posisi vertikal tiang).

5. Proses awal dari pemasangan tiang dengan sistem tekan, posisikan alat HSPD unit pada koordinat yang ditentukan, cek keadaan HSPD unit dalam keadaan rata dengan bantuan “alat nivo” yang terdapat dalam ruangan operator

(23)

dibantu dengan alat waterpass yang diletakkan diposisi chasis panjang (Long-Boat).

6. Selanjutnya setelah kondisi HSPD unit tepat pada posisinya, tiang (yang telah diberi marking skala panjang tiap tiang 500 mm) dimasukkan kedalam alat penjepit (Clamping-Box), kemudian posisikan tiang tepat pada koordinat yang telah ditentukan, kontrol posisi tiang pada arah tegak dengan bantuan waterpass. Setelah semuanya terpenuhi selanjutnya dilakukan penjepitan tiang dengan tekanan maksimum ± 20 Mpa dibaca pada manometer di kabin operator.

7. Setelah penjepitan pada uraian nomor 5 dilakukan, kemudian lakukan penekanan tiang dengan menggunakan 2 Cylinder Jack, selanjutnya dilakukan penekanan dengan menggunakan 4 Cylinder Jack, sampai mencapai daya dukung yang diinginkan. Dalam proses pemancangan tiang tersebut harus dicatat (Pilling Record) tekanan yang timbul vs kedalaman tiang tertanam. Selama proses pemancangan tersebut lakukan pengukuran kembali posisi as tiang terhadap titik bantu. (tiap 2 meter kedalaman tiang tertanam)

8. Apabila dalam proses pemancangan tiang ternyata tiang tersebut tidak dapat ditekan lagi, sehingga mengakibatkan tiang terdapat sisa diatas permukaan tanah, maka tiang tersebut harus dipotong rata tanah untuk memberikan jalan kerja bagi HSPD unit untuk berpindah ketitik yang lain.

9. Setelah proses tersebut dilakukan secara benar, kemudian lakukan pengukuran ulang posisi tiang, sehingga apabila terjadi pergeseran as tiang

(24)

terpasang dan rencana dapat segera diketahui, yang selanjutnya akan di buatkan keputusan cara-cara perbaikan dari pergeseran.

2.8 Kapasitas Daya Dukung

2.8.1 Kapasitas daya dukung tiang dari data sondir

Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau Cone Penetration Test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan peranan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar. CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) tiang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang. Kapasitas daya dukung ultimit ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Qu = Qb + Qs = qbAb + f.As ...………(2.3)

Dimana :

Qu = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang.

Qb = Kapasitas tahanan di ujung tiang.

Qs = Kapasitas tahanan kulit.

qb = Kapasitas daya du kung di ujung tiang persatuan luas.

Ab = Luas di ujung tiang.

f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. As = Luas kulit tiang.

(25)

Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Qu) dipakai Metode

Aoki dan De Alencar.

Aoki dan De Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (qb) diperoleh

sebagai berikut :

b ca b F base q q  ... (2.4) Dimana :

qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung

tiang dan Fb adalah faktor empirik tergantung pada tipe tanah.

Tahanan kulit persatuan luas (f) diprediksi sebagai berikut :

s s c F side q F  ( ) ... (2.5) Dimana :

qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan sepanjang tiang.

Fs = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.

Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel II.1 dan nilai-nilai faktor empirik αs

(26)

Tabel II.1 Faktor emperik Fb dan Fs (Titi & Farsakh, 1999)

Tipe Tiang Pancang Fb Fs

Tiang Bor 3,5 7,0

Baja 1,75 3,5

Beton Pratekan 1,75 3,5

Tabel II.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda (Titi & Farsakh, 1999) Tipe Tanah As (%) Tipe Tanah αs (%) Tipe Tanah αs (%) Pasir 1,4 Pasir berlanau 2,2 Lempung berpasir 2,4 Pasir kelanauan 2,0 Pasir berlanau dengan lempung 2,8 Lempung berpasir dengan lanau 2,8 Pasir kelanauan dengan lempung 2,4 Lanau 3,0 Lempung berlanau dengan pasir 3,0 Pasir berlempung dengan lanau 2,8 Lanau berlempung dengan pasir 3,0 Lempung berlanau 4,0 Pasir berlempung 3,0 Lanau berlempung 3,4 Lempung 6,0

Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 persen, nilai αs untuk lanau = 3,0

persen dan nilai αs untuk lempung = 1,4 persen.

Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhoff.

Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap)+(JHL x K) ...……….(2.6)

Dimana :

(27)

qc = Tahanan ujung sondir.

Ap = Luas penampang tiang.

JHL = Jumlah hambatan lekat. K = Keliling tiang.

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus : Qijin = 5 3 JHLxK xA qc c  ...(2.7) dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.

qc = Tahanan ujung sondir. Ap = Luas penampang tiang. JHL = Jumlah hambatan lekat. K = Keliling tiang.

2.8.2 Kapasitas daya dukung tiang dari data SPT

Harga N yang diperoleh dari SPT tersebut diperlukan untuk memperhitungkan daya dukung tanah. Daya dukung tanah tergantung pada kuat geser tanah. Hipotesis pertama mengenai kuat geser tanah diuraikan oleh Coulomb yang dinyatakan dengan:

τ = c + σ tan ϕ ...……….…………..…..…(2.8) dimana :

τ = Kekuatan geser tanah (kg/cm²) c = Kohesi tanah (kg/cm²)

(28)

σ = Tegangan normal yang terjadi pada tanah (kg/cm²) ϕ = Sudut geser tanah (º)

Table II.3 Hal-hal yang perlu dipertimbangkan untuk penentuan harga N (Sosrodarsono, 1983)

Klasifikasi Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan

Hal yang perlu dipertimbangkan secara menyeluruh dari hasil-hasil survei sebelumnya

Unsur tanah, variasi daya dukung vertikal (kedalaman permukaan dan susunannya), adanya lapisan lunak (ketebalan konsolidasi atau penurunan), kondisi drainase dan lain-lain

Hal-hal yang perlu diperhatikan langsung

Tanah pasir (tidak kohesif)

Berat isi, sudut geser dalam, ketahanan terhadap penurunan dan daya dukung tanah

Tanah lempung (kohesif)

Keteguhan, kohesi, daya dukung dan ketahanan terhadap hancur

Untuk mendapatkan sudut geser tanah dari tanah tidak kohesif (pasiran) biasanya dapat dipergunakan rumus Dunham (1962) sebagai berikut :

1. Tanah berpasir berbentuk bulat dengan gradasi seragam, atau butiran pasir bersegi segi dengan gradasi tidak seragam, mempunyai sudut geser sebesar :

15 12 

N

 ... (2.9)

2. Butiran pasir bersegi dengan gradasi seragam, maka sudut gesernya adalah : 27 3 . 0   N  ... (2.10) Angka penetrasi sangat berguna sebagai pedoman dalam eksplorasi tanah dan untuk memperkirakan kondisi lapisan tanah. Hubungan antara angka penetrasi

(29)

standart dengan sudut geser tanah dan kepadatan relatif untuk tanah berpasir, secara perkiraan dapat dilihat pada tabel II.4 berikut :

Tabel II.4 Hubungan antara angka penetrasi standard dengan sudut geser dalam dan kepadatan relatif pada tanah pasir (Das, 1985)

Angka Penetrasi Standart, N Kepadatan Relatif Dr (%)

Sudut Geser Dalam ϕ (º)

0 - 5 0 – 5 26 – 30

5 - 10 5 – 30 28 – 35

10 - 30 30 – 60 35 – 42

30 - 50 60 – 65 38 – 46

Hubungan antara harga N dengan berat isi yang sebenarnya hampir tidak mempunyai arti karena hanya mempunyai partikel kasar (tabel II.5). Harga berat isi yang dimaksud sangat tergantung pada kadar air.

Table II.5 Hubungan antara N dengan Berat Isi Tanah (Sosrodarsono, 1983) Tanah tidak kohesif Harga N <10 10 - 30 30 – 50 >50 Berat isi γ kN/ m3 12 – 16 14 - 18 16 – 20 18 – 23 Tanah kohesif Harga N <4 4 - 15 16 – 25 >25 Berat isi γ kN/ m3 14 – 18 16 - 18 16 – 18 >20

Pada tanah tidak kohesif daya dukung sebanding dengan berat isi tanah, hal ini berarti bahwa tinggi muka air tanah banyak mempengaruhi daya dukung pasir. Tanah dibawah air mempunyai berat isi efektif yang kira-kira setengah berat isi tanah diatas muka air.

Tanah dapat dikatakan mempunyai daya dukung yang baik, dapat dinilai dari ketentuan berikut ini :

(30)

2. Lapisan kohesif mempunyai harga kuat tekan (qu) 3 – 4 kg/cm² atau harga SPT,

N > 15

Hasil percobaan pada SPT ini hanya merupakan perkiraan kasar, jadi bukan merupakan nilai yang teliti. Dalam pelaksanaan umumnya hasil sondir lebih dapat dipercaya dari pada percobaan SPT. Perlu menjadi catatan bagi kita bahwa jumlah pukulan untuk 15 cm pertama yang dinilai N1 tidak dihitung karena permukaan tanah

dianggap sudah terganggu.

1. Daya dukung pondasi tiang pada tanah non kohesif Qp = 40 x N – SPT x

D Lb

x Ap...………...….…(2.11)

2. Tahanan geser selimut tiang pada tanah non kohesif

Qs = 2 x N – SPT x p x Li...……….…..(2.12)

Dimana :

Li = Panjang Lapisan Tanah (m)

p = Keliling Tiang (m)

3. Daya dukung pondasi tiang pada tanah kohesif

Qp = 9 x cu x Ap ...………...………...……….….…(2.13)

Dimana :

Ap = Luas Penampang Tiang (m²)

cu = Kohesi Undrained (kN/m²)

cu = N – SPT x 2/3 x 10 ....….………..….…..(2.14)

4. Tahanan geser selimut tiang pada tanah kohesif

Qs = α x cu x p x Li ………...……...……….…(2.15)

(31)

α = Koefisien adhesi antara tanah dan tiang cu = Kohesi undrained (kN/m²)

p = Keliling tiang (m)

Li = Panjang lapisan tanah (m)

2.8.3 Berdasarkan bacaan manometer alat hydraulic jack

Kapasitas daya dukung tiang pancang dapat diketahui berdasarkan bacaan manometer yang tersedia pada alat pancang hydraulic jack. Kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan rumus :

Q = P x A ...………..………(2.16) Keterangan :

Q = Daya dukung tiang pada saat pemancangan (ton) P = Bacaan manometer (kg/cm²)

A = Total luas efektif penampang piston (cm²) Pada setiap mesin mempunyai dua buah piston. Untuk mesin kapasitas 360 ton :

Diameter piston hydraulic jack (1) = 202,5 mm = 20,25 cm (2) = 252,5 mm = 25,25 cm Luas penampang piston (1) = πr²

= π . 10,125² cm = 321,90 cm²

Luas penampang piston (2) = π .12,625 ² cm = 500,49 cm²

Total luas efektif penampang piston = (2 x 321,90) + (2 x 500,49) = 1644,78 cm²

(32)

2.9 Tiang Pancang Kelompok (Pile Group)

Pada keadaan sebenarnya jarang sekali didapatkan tiang pancang yang berdiri sendiri (Single Pile), akan tetapi kita sering mendapatkan pondasi tiang pancang dalam bentuk kelompok (Pile Group) seperti dalam Gambar 2.8.

Untuk mempersatukan tiang-tiang pancang tersebut dalam satu kelompok tiang biasanya diatas tiang tersebut diberi poer (footing). Dalam perhitungan poer dianggap/dibuat kaku sempurna, sehingga :

1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang tersebut menimbulkan penurunan, maka setelah penurunan bidang poer tetap merupakan bidang datar. 2. Gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan tiang-tiang.

(33)

Gambar 2.8 Pola-pola kelompok tiang pancang khusus : (a) Untuk kaki tunggal, (b) Untuk dinding pondasi (Bowles, 1991)

(34)

2.9.1 Jarak antar tiang dalam kelompok

Berdasarkan pada perhitungan disyaratkan :

S ≥ 2,5 D S ≥ 3 D

dimana :

S = Jarak masing-masing. D = Diameter tiang.

Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok disyaratkan minimum 0,60 m dan maximum 2,00 m. Ketentuan ini berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. Bila S < 2,5 D

Pada pemancangan tiang no. 3 (Gambar 2.8) akan menyebabkan :

a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih dahulu. 2. Bila S > 3 D

Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar ukuran/dimensi dari poer (footing).

(35)

Pada perencanaan pondasi tiang pancang biasanya setelah jumlah tiang pancang dan jarak antara tiang-tiang pancang yang diperlukan kita tentukan, maka kita dapat menentukan luas poer yang diperlukan untuk tiap-tiap kolom portal.

Gambar 2.9 Pengaruh tiang akibat pemancangan (Sardjono, 1991)

2.9.2 Perhitungan pembagian tekanan pada tiang pancang kelompok 2.9.2.1 Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris

Beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang dinamakan bekerja secara sentris apabila titik rangkap resultan beban-beban yang bekerja berimpit dengan titik berat kelompok tiang pancang tersebut. Dalam hal ini beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang adalah

(36)

Gambar 2.10 Beban normal sentris pada kelompok tiang pancang (Sardjono, 1991) N = n V ...………...………(2.17) dimana :

N = Beban yang diterima oleh tiap-tiap tiang pancang. V = Resultant gaya-gaya normal yang bekerja secara sentris. n = banyaknya tiang pancang.

2.9.2.2 Kelompok tiang yang menerima beban normal eksentris

Gambar 2.11 Beban normal eksentris pada kelompok tiang pancang (Sardjono, 1991).

(37)

Reaksi total atau beban aksial pada masing-masing tiang adalah jumlah dari reaksi akibat beban-beban V dan My, yaitu :

Qi = 2 . x n x M n V y i y   ...………....…………(2.18) dimana :

Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.

V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang. xi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i. My = Momen terhadap sumbu y.

∑x2

= Jumlah kuadrat jarak tiang-tiang ke pusat berat kelompok tiang.

2.9.2.3 Kelompok tiang yang menerima beban normal sentris dan momen yang bekerja pada dua arah

Kelompok tiang yang bekerja dua arah (x dan y), dipengaruhi oleh beban vertikal dan momen (x dan y) yang akan mempengaruhi terhadap kapasitas daya dukung tiang pancang.

Gambar 2.12 Beban sentris dan momen kelompok tiang arah x dan y (Sardjono, 1991)

(38)

Untuk menghitung tekanan aksial pada masing-masing tiang adalah sebagai berikut : Qi = . 2 . 2 y n y M x n x M n V x i x y i y     ...………(2.19) dimana :

Qi = Beban aksial pada tiang ke-i.

V = Jumlah beban vertikal yang bekerja pada pusat kelompok tiang. Mx = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x. My = Momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y.

n = Banyaknya tiang pancang dalam kelompok tiang pancang (pile group).

xi,yi = Absis atau jarak tiang ke pusat berat kelompok tiang ke tiang nomor-i.

∑x2

= Jumlah kuadrat absis-absis tiang pancang. ∑y2

= Jumlah kuadrat kordinat-kordinat tiang pancang.

2.10 Tiang Mendukung Beban Lateral

Pondasi tiang sering harus dirancang dengan memperhitungkan beban-beban horisontal dan lateral, seperti beban angin, tekanan tanah lateral yang harus didukung pondasi tiang bergantung pada rangka bangunan yang mengirim gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah. Jika tiang dipasang vertikal dan dirancang untuk mendukung beban horisontal yang cukup besar, maka bagian atas dari tanah pendukung harus mampu menahan gaya tersebut, sehingga tiang-tiang tidak mengalami gerakan lateral yang berlebihan.

(39)

Gaya lateral yang terjadi pada tiang bergantung pada kekakuan atau tipe tiang, macam tanah, penanaman ujung tiang kedalam pelat penutup kepala tiang, sifat gaya-gaya dan besar defleksi. Jika gaya lateral yang harus didukung tiang sangat besar, maka dapat digunakan tiang miring.

2.10.1 Metode Broms (Tiang dalam Tanah Granuler)

Untuk tiang dalam tanah granuler (c = 0), Broms (1964) menganggap sebagai berikut :

1. Tekanan tanah aktif yang bekerja di belakang tiang, diabaikan.

2. Distribusi tekanan tanah pasif di sepanjang tiang bagian depan sama dengan 3 kali tekanan tanah pasif Rankine.

3. Bentuk penampang tiang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah ultimit atau tahanan lateral ultimit.

4. Tahanan lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang yang diperhitungkan.

Tahanan tanah ultimit (pu) sama dengan 3 kali tekanan pasif Rankine adalah

didasarkan pada bukti empiris yang diperoleh dari membandingkan hasil pengamatan dan hitungan beban ultimit yang dilakukan oleh Broms. Hasil ini menunjukkan bahwa pengambilan faktor pengali 3 dalam beberapa hal mungkin terlalu hati-hati, karna nilai banding rata-rata antara hasil hitungan dan beban ultimit hasil pengujian tiang adalah kira-kira 2/3. Dengan anggapan tersebut, distribusi tekanan tanah dapat dinyatakan oleh persamaan:

pu = 3 po Kp ………...……….………...

(40)

dengan,

po = tekanan overburden efektif

Kp = (1 + sin υ’)/(1 – sin υ’) = tg2 (45°+υ/2)

υ’ = sudut gesek dalam efektif

Gaya lateral ultimit untuk tiang ujung bebas, dengan mengambil momen terhadap ujung bawah,

Hu =

 

L e K dL p  3 2 1  …………...…...……...……… (2.21)

Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah, di mana:

Hu = (3/2) γ d Kp f …………..………...……..…… (2.22) dan f = 0,82 p u dK H .……..………...……...……….. (2.23)

sehingga momen maksimum dapat dinyatakan oleh persamaan :

Mmak = Hu (e +2f/3) ....………... ………...…… (2.24)

Jika pada persamaan (2.22), diperoleh Hu yang bila disubstitusikan kedalam

persamaan (2.24) menghasilkan Mmak>My, maka tiang akan berkelakuan seperti tiang

panjang. Kemudian besarny Hu dapat dihitung dari persamaan – persamaan (2.23)

dan (2.24), yaitu dengan mengambil Mmak =My. persamaan – persamaan untuk

menghitung Hu dalam tinjauan tiang panjang yang diplot dalam grafik hubungan

Hu/(Kpγd3) dan My /(Kpγd3) ditunjukan dalam gambar 2.14b. Bila tanah pasir

terendam air, maka berat volume tanah (γ) yang dipakai adalah berat volume apung (γ’).

(41)

(a)

(b)

Gambar 2.13 Tiang ujung bebas pada tanah granuler a) Tiang pendek

b) Tiang panjang (Broms, 1964)

Pada tiang ujung jepit, asumsi tahanan momen pada kepala tiang paling sedikit sama dengan My akan dipakai lagi. Model keruntuhan untuk tiang – tiang

(42)

pendek, sedang dan tiang panjang, secara pendekatan diperlihatkan dalam gambar 2.13 untuk tiang ujung jepit yang kaku, keruntuhan tiang berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh:

Hu = (3/2) γ dL2 Kp ..………..………...…………...……….. (2.25)

(a) tiang ujung pendek

(b) Tiang panjang

(43)

Persamaan (2.25) diplot dalam bentuk grafik ditunjukkan dalam gambar 2.14a. gambar tersebut hanya berlaku jika momen negatif yang bekerja pada kepala tiang lebih kecil dari tahanan momen tiang (My). Momen (negatif) yang terjadi pada

kepala tiang, dihitung dengan persamaan:

Mmak = (2/3) Hu L = γ d L3 Kp ………...…… ………….……… (2.26)

Jika Mmak>My, maka keruntuhan tiang dapat digarapkan akan berbentuk

seperti yang ditunjukan dalam gambar 2.14b. Dengan memperhatikan keseimbangan horizontal tiang pada gambar 2.14b ini, dapat diperoleh:

F = (3/2) γ dL2

Kp - Hu ………...…………..…….……..………. (2.27)

Dengan mengambil momen terhadap kepala tiang (pada permukaan tanah) dan dengan mensubstitusikan F pada persamaan (2.27), maka dapat diperoleh (untuk Mmak>My) :

My = (1/2) γ dL3 Kp - HuL …………..……….…….. (2.28)

Harga My dalam perhitungan pondasi tiang menahan gaya lateral merupakan

momen maksimum yang mampu ditahan tiang (ultimate bending moment). Dari persamaan (2.29), Hu dapat diperoleh.

Perhatikan, persamaan (2.28) hanya dipakai jika momen maksimum pada kedalaman f lebih kecil daripada My, jarak f dihitung dari persamaan (2.23). kasus

yang lain, jika tiang berkelakuan seperti yang ditunjukan dalam gambar 2.15b (momen maksimum mencapai My di dua lokasi), Hu dapat diperoleh dari persamaan

Hu = 3 2 2 f y e M  …………..………..………....……… (2.29)

dengan f dapat diperoleh dari persamaan (2.23).

(44)

Beberapa pengujian yang dilakukan Broms (1964) untuk mengecek ketepatan ketepatan persamaan – persamaan yang diusulkan, menunjukan bahwa untuk tanah granuler (c = 0), nilai banding antara momen lentur hasil pengamatan pengujian menunjukan angka – angka diantara 0,54 – 1,61, dengan nilai rata – rata 0,93.

(a)

(b)

Gambar 2.15 Tiang ujung jepit dalam tanah granuler (a) Tiang pendek

(45)

Gaya Horizontal pada masing masing tiang

n H

………..…….………...……...……… (2.30)

Defleksi lateral untuk tiang ujung jepit yo =

 

35

25 93 , 0 p p h E I n H ……..…………...………... (2.31)

yo = defleksi tiang akibat beban lateral (m)

nh = koefisien variasi modulus Terzaghi (tanah granuler pasir lembab atau

kering = 2425 kN/m3)

Ep = modulus elastisitas pondasi (kg/cm2)

= 15200 σr (fc / σr)0,5 untuk beton

= 200000 Mpa untuk baja

Ip = momen inersia tampang pondasi (cm4)

Untuk tiang dalam tanah granuler (pasir, kerikil), defleksi tiang akibat beban lateral, dikaitkan dengan besaran tak berdimensi αL dengan

α = 5 1         p p h I E n …...………..………...…………..… (2.32)

Tabel II.6 Nilai-nilai nh untuk tanah granuler (c = 0)

Kerapatan relatif (Dr) Tak padat Sedang Padat Interval nilai A 100 - 300 300 – 1000 1000 – 2000

Nilai A dipakai 200 600 1500

nh, pasir kering atau lembab

(Terzagi) (kN/m3) 2425 7275 19400

Nh, pasir terendam air (kN/m3) Terzagi Reese dkk 1386 5300 4850 16300 11779 34000

(46)

2.11 Kapasitas Kelompok dan Effisiensi Tiang Pancang

Jika kelompok tiang pancang dalam tanah lempung lunak, pasir tidak padat atau timbunan, dengan dasar tiang yang bertumpu pada lapisan kaku, maka kelompok tiang tersebut tidak mempunyai resiko akan mengalami keruntuhan geser umum asalkan diberikan faktor aman yang cukup terhadap bahaya keruntuhan tiang tunggalnya. Akan tetapi, kelompok tiang masih tetap harus di pancang secara keseluruhan ke dalam tanah lempung lunak.

Pada kelompok tiang yang dasarnya bertumpu pada lapisan lempung lunak, faktor aman terhadap keruntuhan blok harus diperhitungkan. Terutama untuk jarak tiang-tiang yang dekat. Pada tiang yang dipasang pada jarak yang besar, tanah diantara tiang-tiang bergerak sama sekali ketika tiang bergerak kebawah oleh akibat beban yang bekerja. Tetapi, jika jarak tiang-tiang terlalu dekat saat tiang turun oleh akibat beban tanah diantara tiang-tiang juga ikut bergerak turun. Pada kondisi ini, kelompok tiang dapat dianggap sebagai satu tiang besar dengan lebar yang sama dengan lebar kelompok tiang. Saat tanah yang mendukung beban kelompok tiang ini mengalami keruntuhan, maka model keruntuhannya disebut keruntuhan blok . Jadi, pada keruntuhan blok tanah yang terletak diantara tiang bergerak kebawah bersama-sama dengan tiangnya. Mekanisme keruntuhan yang demikian dapat terjadi pada tipe-tipe tiang pancang maupun tiang bor.

(47)

Gambar 2.16 Tipe keruntuhan dalam kelompok tiang : (a) Tiang tunggal, (b) Kelompok tiang (Hardiyatmo, 2002)

Gambar 2.17 Daerah friksion pada kelompok tiang dari tampak samping

(48)

Effisiensi kelompok tiang tergantung pada beberapa faktor, diantaranya : 1. Jumlah tiang, panjang, diameter, pengaturan, dan terutama jarak antara as

tiang.

2. Modus pengalihan beban (gesekan selimut atau tahanan ujung).

3. Prosedur pelaksanaan konstruksi (tiang pancang atau bor).

4. Urutan instalasi tiang.

5. Jangka waktu setelah pemancangan.

6. Interaksi antara pile cap dan tanah di permukaan.

Kapasitas ultimit kelompok tiang dengan memperlihatkan faktor efisiensi tiang dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

Qg = Eg . n . Qa ………...……….……….. (2.33)

Dimana :

Qg = Beban maksimum kelompok tiang yang mengakibatkan keruntuhan

Eg = Efisiensi kelompok tiang

n = Jumlah tiang dalam kelompok Qa = Beban maksimum tiang tunggal

Beberapa persamaan efisiensi tiang telah diusulkan untuk menghitung kapasitas kelompok tiang, namun semuanya hanya bersifat pendekatan. Persamaan-persamaan yang diusulkan didasarkan pada susunan tiang dengan mengabaikan panjang tiang, variasi bentuk tiang yang meruncing, variasi sifat tanah dengan kedalaman dan pengaruh muka air tanah. Berikut adalah metode-metode untuk perhitungan efisiensi tiang tersebut adalah:

(49)

1. Converse-Labarre Formula, sebagai berikut : Eg =

' . . 90 ' . 1 ' . 1 ' 1 n m n m m n    ……...…...……..……… (2.34) Dimana :

Eg = Efisiensi kelompok tiang

m = Jumlah baris tiang

n’ = Jumlah tiang dalam satu baris θ = Arc tg d/s, dalam derajat s = Jarak pusat ke pusat tiang

2. Metode Los Angeles Group

Eg = 1 – ' . . nm s D

 



1 1 2 1 ' 1 ' n m  mnn m ...(2.35) Dimana:

Eg = Efisiensi kelompok tiang.

m = Jumlah baris tiang.

n’ = Jumlah tiang dalam satu baris. s = Jarak pusat ke pusat tiang. d = Diameter tiang

2.12 Faktor Keamanan

Untuk memperoleh kapasitas ujung tiang, maka diperlukan suatu angka pembagi kapasitas ultimit yang disebut dengan faktor aman (keamanan) tertentu. Faktor keamanan ini perlu diberikan dengan maksud :

(50)

1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.

2. Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat geser dan kompresibilitas tanah.

3. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja.

4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas – batas toleransi.

5. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas-batas toleransi.

Sehubungan dengan alasan butir (4) dari hasil banyak pengujian - pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977)

Besarnya beban bekerja (working load) atau kapasitas tiang izin dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Qu)

dibagi dengan faktor aman (FS) yang sesuai. Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan pondasi tiang, tergantung pada jenis tiang dan tanah berdasarkan data laboratorium sebagai berikut:

Qa = 5 , 2 u Q …..……….……...……….………….…….(2.36)

Beberapa peneliti menyarankan faktor keamanan yang tidak sama untuk tahanan gesek dinding dan tahanan ujung. Kapasitas izin dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :

(51)

Qa = 5 , 1 3 s b Q Q  ………..…...………….…….….……..(2.37)

Penggunaan faktor keamanan 1,5 untuk tahanan gesek dinding (Qs) yang

harganya lebih kecil dari faktor keamanan tahanan ujung yang besarnya 3, karena nilai puncak tahanan gesek dinding dicapai bila tiang mengalami penurunan 2 sampai 7 mm, sedang tahanan ujung (Qb) membutuhkan penurunan yang lebih besar agar

tahanan ujungnya bekerja secara penuh. Jadi maksud penggunaan faktor keamanan tersebut adalah untuk meyakinkan keamanan tiang terhadap keruntuhan dengan mempertimbangkan penurunan tiang pada beban kerja yang diterapkan.

Gambar

Gambar 2.1 Perubahan dalam struktur butiran (Nakazawa, 2000)
Gambar 2.2 Dimensi Alat Sondir Mekanis
Gambar 2.3 Tiang pancang kayu (Sardjono, 1991)
Gambar 2.4 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, 1991)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengamatan pada substrat batu andesit, pada kedalaman 3 meter posisi kolom air, jumlah penempelan juvenil karang tertinggi pada bulan Desember dengan jumlah juvenil yang menempel

30 49 50 4.1 Spesifikasi Keperluan Instrumen bagi Portal Web Jarum 70 5.1 Latar Belakang Responden Mengikut Jantina dan Bangsa 80 5.2 Kekerapan Penggunaan Internet Di

Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona

(2) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan ketentraman dan ketertiban umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat bekerjasama dengan aparat

Sifat kimia yang dimiliki rami hamper sama dengan kappa dikarenakan rami dan kapas termasuk serat alam, yang mengandung banyak selulosa, walaupun kandungan

Dari seluruh stasiun yang ada di dapatkan persentasi tutunpan karang hidup sebesar 28%, angka tersebut menunjukkan penurunan kondisi terumbu karang dari tahun

Penelitian ini mempelajari pengaruh penambahan CO 2 terhadap laju pertumbuhan dan kandungan lipid mikroalga Botryococcus braunii Kützing strain NIES-836 yang dibudidaya dalam