• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

(Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK)

OLEH:

RESSY TRI OKTAVIYANTI

Tindak pidana pembunuhan merupakan gangguan terhadap ketentraman masyarakat dan ketertiban negara. Peristiwa pembunuhan sering kali kita dengar, pelaku pembunuhan juga tidak hanya dilakukan oleh orang lain, tapi juga bisa dilakukan oleh orang terdekat dalam hidup kita misalnya bagian dari keluarga kita. Salah satu contoh kasusnya dapat di lihat dalam kasus pembunuhan berencana berdasarkan perkara No. 508/ PID/B 2011/ PN.TK, di kota Bandar Lampung yang dilakukan oleh seorang laki- laki bernama Irfan Syaifullah Bin Amin Fauzi kepada kekasihnya sehingga korban tewas dengan meminum racun tikus. Atas perbuatannya tersebut terdakwa dijerat pasal 340 KUHP dan dijatuhi hukuman pidana penjara selam 17 (Tujuh Belas) Tahun. Permasalah yang penulis teliti dalam skripsi ini adalah, (1) Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK dan (2) Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK .

(2)

karang dua orang, dan Dosen Universitas Lampung satu orang.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan Pertanggungjawaban Pidana Pelaku pembunuhan berencana berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK . Terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur pertanggungjawaban pidana Pasal 340 yaitu dengan sengaja melakukan tindak pidana pembunuhan berencana. Oleh sebab itu terdakwa dihukum dengan pidana penjara lebih ringan yaitu 17 ( tujuh belas ) tahun dari tuntutan jaksa yang menuntut 18 (Delapan Belas) Tahun . Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK adalah berdasarkan pertimbangan yuridis yaitu sesuai dengan teori dasar pertimbangan hakim teori ratio decidendi dimana hakim mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan perkara yang disengketakan, yang dalam perkara ini aspek itu adalah bahwa terdakwa dengan sengaja melakukan pembunuhan, pembunuhan itu dilakukan terhadap kekasihnya sendiri, dan pembunuhan yang dilakukan untuk menghilangkan jejak perbuatan si pelaku yang telah menghamili korban. Hakim juga menjatuhkan putusan berdasarkan Pasal 183 dan 184 KUHAP dimana hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dalam perkara ini alat-alat bukti itu pun lebih dari dua yaitu keterangan saksi, Visum Et Repertum dari dokter forensik, serta keterangan terdakwa. Selain itu hakim juga termotivasi untuk memberi tujuan pemidanaan kepada terdakwa agar si terdakwa tidak mengulangi perbuatannya dan tujuan kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan seperti apa yang dilakukan terdakwa.

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman,Tri. 2009. Delik Khusus Dalam KUHP. Universitas Lampung Bandar Lampung.

Andrisman,Tri. 2009.Hukum Pidana. Universitas Lampung Bandar Lampung. Chazawi,Adami. 2002. Kejahatan Terhadap Nyawa. Cet 3. Pt Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Hamzah, Andi. 2010.Hukum Acara Pidana. Sinar Grafika. Jakarta. Hadikusuma. Harahap, Yahya. 2002. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP.

Cet.3. Sinar Grafika, Jakarta.

Moeljanto, Penerjemah. 2003, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Bumi Aksara. Jakarta

Nawawi, Barda. 2008.Kebijakan Hukum Pidana. Kencana. Jakarta.

Prodjodikoro,Wirjono. 2003. Tindak-tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Refika Afitama. Bandung.

Saleh,Roeslan. 1980.Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana. Cet 3. Aksara Baru. Jakarta.

Saleh, Roeslan.1978.Stelsel Pidana Indonesia.Cet.3. Aksara Baru, Jakarta. Siregar,Bismar. 1983. Berbagi Segi Hukum dan Perkembangan Dalam

Masyarakat. Jakarta.

Soekanto, Soejono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Pres, Jakarta

(4)

Moeljatno. 2007. Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP).Bumi Aksara. Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 2008. Sinar Grafika

Universitas lampung. 2008.Format Penulisan Karya Ilmiah. Unila Press. Bandar lampung.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ressy Tri Oktaviyanti, dilahirkan di kota Bandar Lampung pada tanggal 21 Oktober 1990, anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Wirmansyah dan Ibu Dewi Juwita S.E yang membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang.

Penulis menyelesaikan Taman Kanak-Kanak di TK Dharma wanita pada tahun 1996, Sekolah Dasar di SD Negeri 5 Sukarame Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2002, Sekolah menengah pertama di SMP Al-Kautsar diselesaikan pada tahun 2005, Sekolah Menengah Atas di SMA YP Unila diselesaikan pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis terdaftar sebagai Mahasiswi Fakutas Hukum Universitas lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB)

(6)

Puji syukur kupersembahkan kehadirat ALLAH SWT Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Sempurna Yang telah menjadikan semua langkahku mudah.

Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

Kedua Orang tuaku tersayang yang telah membesarkan dan mendidik aku

Dengan penuh kasih sayang dan selalu mendoakan aku,

Kedua kakakku tercinta Atu Anggi dan Ces Evin Yang selalu memberikan aku nasihat,motivasi,

dengan kasih sayang disetiap harinya,

Sahabat-sahabatku tercinta

Yang selalu menemaniku dan memberikan semangat kecerian di setiap harinya,

(7)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT karena atas izin dan limpahan karunia –Nya yang telah diberikan kepada penulis, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bimbingan, serta bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Ibu Firganefi, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan masukkan-masukkan yang membangun dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(8)

menyempurnakan skripsi ini.

6. Ibu Donna Raisa Monica, S.H.,M.H., selaku Dosen Pembahas II atas waktu, saran, masukkan, dan kritik membangunnya kepada penulis untuk dapat menyempurnakan skripsi ini.

7. Ibu Amnawati, S.H.,M.H., Selaku Dosen Pembimbing Akademik selama penulis menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas lampung atas bimbingan dan pengajarannya selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis dan proses akademis dan kemahasiswaan

10. Seluruh Responden dan Narasumber dalam penulisan skripsi ini yang telah memberikan waktu dan pengetahunnya kepada penulis untuk membantu penulis dalam menyelesaikan permasalahan skripsi ini.

11. Kedua orangtua ku Papi dan Mami yang telah memberikan segalanya untukku, merawatku dan membesarkan aku dengan penuh kasih sayang dan senantiasa mendoakan aku.

12. Kedua kakakku yang kusayang Anggi Riefna Sari, S.hut. dan Elvien Sefrianty Putri, S.E. yang selalu memberikan aku motivasi, semangat, nasihat, dan dukungan perhatian .

(9)

dalam suka dan duka, selalu memberikan keceriaan, semangat dan hiburan disetiap harinya, semoga kita semua bisa menjadi Sarjana Hukum yang baik dan suskses.

14. Sista-sista Smanila ku Septi, Ria, Putri, Melani, Tiwi, Monry, Saras yang memberikan hiburan, keceriaan, semangat, ditengah tengah kepenatan dalam penulisan skripsi ini..

15. Seluruh teman-teman anggota organisasi Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) atas kerjasama dan kebersamaanya selama ini, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar lebih dalam untuk berorganisasi 16. Seluruh teman-teman mahasiswa jurusan Hukum Pidana angkatan 2008

Fakultas Hukum Universitas Lampung

17. Seluruh teman-teman mahasiswa angkatan 2008 Fakultas Hukum Universitas Lampung.

18. Almamaterku tercinta Universitas Lampung

Serta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan perlindungan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Juni 2012 Penulis

(10)

Don t cry over the past it s gone

Don t stress about the future it hasn t arrived Live in the present and make it beautiful

Everything in life is a choice

And every choice comes with consequence Whether good or bad

(11)

Judul Skripsi : ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA STUDI PUTUSAN PENGADIAN NEGERI NO: 508/PID.B/2011/PN.TK

Nama Mahasiswa :

RESSY TRI OKTAVIYANTI

No. Pokok Mahasiswa : 081201107O

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1.Komisi pembimbing

Firganefi, S.H., M.H. Diah Gustiniati, S.H., M.H.

NIP. 19631217 198803 2 003 NIP. 19620817 198703 2 003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

(12)

1. Tim Penguji

Ketua : Firganefi, S.H., M.H. ………….

Sekretaris/Anggota : Diah Gustiniati, S.H., M.H. ………….

Penguji Utama : Gunawan Jatmiko, S.H., M.H. ………….

2. Dekan

Fakultas

Hukum

Dr. Heryandi S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003

(13)

1. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tindak Pidana pembunuhan termasuk dalam tindak pidana materiil ( Materiale delicht), artinya untuk kesempurnaan tindak pidana ini tidak cukup dengan dilakukannya perbuatan itu, akan tetapi menjadi syarat juga ada akibatnya dari perbuatan itu . Kejahatan terhadap nyawa diatur dalam Bab XIX buku II KUHP.

Tindak pidana pembunuhan merupakan gangguan terhadap ketentraman masyarakat dan ketertiban negara. Dewasa ini makin berkembang seseorang membunuh karena disebabkan oleh hal-hal yang bersifat sederhana yang sebenarnya masih dapat diselesaikan secara kekeluargaan sehingga dapat dihindari terjadinya adu fisik atau kekuatan.

(14)

juga bisa dilakukan oleh orang terdekat dalam hidup kita yang melakukan tindak pidana pembunuhan yaitu bagian dari keluarga kita. Banyak sekali saat ini kasus ayah, suami, paman, kekasih, atau bahkan anak melakukan tindak pidana pembunuhan.

Salah satu contoh kasusnya dapat di lihat dalam kasus pembunuhan berencana berdasarkan dengan perkara No. 508/ PID/B 2011/ PN.TK, di kota Bandar Lampung yang dilakukan oleh seorang laki- laki kepada kekasihnya sehingga korban tewas dengan meminum racun tikus. Kronologis perkara tersebut bermula dari sang korban yang bernama Evi Novia Salasti meminta pertanggungjawaban kepada kekasihnya yaitu Irfan Syaifullah dikarenakan kondisi korban yang sedang hamil. Merasa terus didesak oleh korban maka Irfan Syaifullah pun menganjurkan korban untuk menggugurkan kandunganya dengan memberikan obat yang diketahui korban adalah obat penggugur kandungan. Korban pun meminum obat tersebut dan mengeluh sakit perut sampai jatuh pingsan dan kemudian meninggal dunia. Dikarenakan kematian yang tidak wajar itu maka dilakukanlah pengujian Laboratorium.

(15)

3

sang korban meninggal akibat dibunuh oleh kekasihnya menggunakan racun tikus yang dibuktikan dengan sms yang masuk ke handphone milik korban yang memerintahkan korban untuk meminum obat tersebut selain itu ada pula saksi mata yang melihat pertemuan antara korban dan kekasihnya pada saat memberikan obat tersebut.

Pada kasus perkara ini No. 508/ PID.B/2011/PN.TK, termasuk tindak pidana pembunuhan berencana dikarenakan pembunuhan tersebut sudah direncanakan oleh terdakwa. Terdakwa memberikan racun tikus kepada korban yang menurut keterangannya didapatkan dari kumpulan obat barang rongsokan di rumah terdakwa. Selain itu terdakwa melakukan perbuatannya dalam keadaan sadar dan tenang juga ada tenggang waktu dari korban mendapatkan niat untuk membunuh hingga melaksanakan perencanaan pembunuhan tersebut. Oleh karena itu terdakwa telah memenuhi seluruh unsur-unsur dari Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana (moord).

(16)

dilakukan. Terdakwa yang diajukan kedalam persidangan didakwa dengan dakwaan Subsidair. Jaksa penuntut menjerat terdakwa melanggar Pasal 340 KUHP, yang intinya barang siapa merampas nyawa orang lain dengan direncanakan (Pembunuhan Berencana). Lebih Subsidair melanggar Pasal 339 KUHP , yang intinya pembunuhan yang diikuti dan disertai perbuatan pidana lainnya (pembunuhan dengan kualifikasi).

(17)

5

Keluarga korban mengharapkan agar hakim dapat menjatuhkan pidana yang berat terhadap pelaku. Dasarnya tujuan hukuman atau pemidanaan tidaklah semata mata sebagai pembalasan melainkan juga sebagai upaya perbaikan terhadap pelaku tindak pidana. Tujuan pemidanaan hanya akan tercapai jika pemidanaan itu dirasakan telah sesuai dengan tindak pidana yang telah dilakukan oleh pelaku. Oleh karena itu hakim diharapkan memutuskan kasus ini seadil–adilnya.

Memperhatikan latar belakang yang telah diuraikan diatas dimana hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku tidak sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum dan Pasal 340 KUHP, maka penulis tertarik melakukan penelitian dan membuat skripsi dengan judul : “ Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK).”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu :

(18)

2. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hukum bagi hakim dalam menjatuhkan vonis terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang (No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK)?

2. Ruang Lingkup

Menghindari pembahasan terlalu luas, maka ruang lingkup pembahasan ini dibatasi oleh ilmu hukum pidana, dan substansinya adalah hukum pidana materiil tentang tindak pidana pembunuhan. Ruang lingkup lokasi penelitian pada Pengadilan Negeri Kelas 1 A Tanjung Karang dan juga pada Kejaksaan Negeri Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan dan pokok bahasan diatas, Maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pembunuhan berencana terhadap putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No Perkara No. 508/ PID/ B 2011/ PN. TK

(19)

7

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

1. Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana khususnya mengenai terhadap tindak pidana pembunuhan berencana terhadap orang terdekat.

2. Penelitian ini dapat mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah dengan daya nalar dan acuan sesuai dengan ilmu yang dimiliki guna mengungkap suatu permasalahan secara objektif melalui metode ilmiah.

b. Kegunaan Praktis

1. Upaya untuk memperluas pengetahuan penulis tentang hukum pidana khususnya mengenai tindak pidana pembunuhan berencana.

2. Sebagai Sumbangan pemikiran, bahan bacaan dan sumber informasi serta bahan kajian lebih lanjut bagi yang memerlukan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti. ( Soerjono Soekanto, 1981 : 116 )

(20)

1. Adanya kesengajaan (dolus premiditatus), yaitu kesengajaan yang harus disertai dengan suatu perencanaan terlebih dahulu.

2. Bersalah didalam keadaan tenang memikirkan untuk melakukan pembunuhan itu dan kemudian melakukan maksudnya dan tidak menjadi soal berapa lama waktunya

3. Diantara saat timbulnya pikiran untuk membunuh dan saat melakukan pembunuhan itu ada waktu ketenangan pikiran.

Ada beberapa teori yang digunakan dalam penelitian ini, adapun teori teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Teori Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana ( Roeslan Saleh, 1983 :75 ).

(21)

9

Bentuk-bentuk kesalahan dalam ajaran hukum pidana adalah sebagai berikut : a. Kesengajaan (dolus)

KUHP tidak memberikan definisi tentang arti kesengajaan. Definisi kesengajaan menurut Satochid adalah melaksanakan suatu perbuatan yang didorong oleh suatu keinginan untuk berbuat atau bertindak yang bersifat melawan hukum.

b. Kelalaian (culpa)

Selain sikap batin yang berupa kesengajaan ada pula sikap batin yang berupa kelalaian. Seperti halnya kesengajaan, KUHP juga tidak memberikan definisi tentang pengertian kelalaian.

Jadi dapat dikatakan kelalaian timbul karena seorang itu alfa,sembrono,teledor, berbuat kurang hati hati atau kurang menduga (Sudarto, 1990 : 123).

Unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah sebagai berikut: 1. Suatu perbuatan melawan hukum ( unsur melawan hukum )

2. Seorang pembuat atau pelaku yang dianggap mampu bertanggungjawab atas perbuatannya

(22)

dibenarkan secara etis dapat dipidana, peraturan hukum.dapat memaksa keyakinan etis pribadi disingkirkan.

2. Dasar Pertimbangan hakim

Fungsi utama dari seorang hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan kepadanya, di mana dalam perkara pidana, hal itu tidak terlepas dari sistem pembuktian negatif, yang pada prinsipnya menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti, disamping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan hakim yang dilandasi dengan integritas moral yang baik.

Hakim memutuskan suatu perkara dalam beracara, maka hendaknya melakukan pertimbangan-pertimbangan yang harus dipikirkan oleh hakim :

1. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

2. Keputusan mengenai hukumannya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dapat dipidana.

3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa memang dapat di penjara ( Sudarto, 1986 :74).

Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman menjelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan yaitu dalam Pasal 8 ayat (2) :

(23)

11

Pasal 53 ayat (2) menyebutkan bahwa :

“ Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud (dalam memeriksa dan memutus perkara) harus membuat pertimbangan hukum hakim yang didasarkan pada alasan dan dasar hukum yang tepat dan benar.”

Menurut Gerhard Robbes secara kontekstual ada 3 (tiga) esensi yang terkandung dalam kebebasan hakim dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman, yaitu:

a. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan;

b. Tidak seorangpun termasuk pemerintah dapat mempengaruhi atau mengarahkan putusan yang akan dijatuhkan oleh hakim;

c. Tidak ada konsekuensi terhadap pribadi hakim dalam menjalankan tugas dan fungsi yudisialnya.

Kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara merupakan mahkota bagi hakim dan harus tetap dikawal dan dihormati oleh semua pihak tanpa terkecuali, sehingga tidak ada satu pihak yang dapat menginterpensi hakim dalam menjalankan tugasnya tertentu. Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan banyak hal, baik itu yang berkaitan dengan perkara yang sedang diperiksa, tingkat perbuatan dan kesalahan yang dilakukan pelaku, sampai kepentingan. pihak korban maupun keluarganya serta mempertimbangkan pula rasa keadilan

(24)

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah yang diteliti (Soejono Soekanto 1981 : 24).

Adapun pengertian dasar dari istilah yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Analisis adalah suatu uraian mengenai suatu persoalan yang membandingkan antara fakta- fakta dengan teori dengan menggunakan metode argumentatif sehingga menghasilkan suatu kejelasan mengenai persoalan yang dibahas (Soerjono Soekanto, 1986: 31).

b. Pertanggungjawaban Pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana (Roeslan Saleh, 1983 :75).

c. Putusan Pengadilan diartikan sebagai suatu pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam per undang-undangan (KUHAP , Pasal 1 poin 11).

d. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu perbuatan (Idrus. HA).

e. Pembunuhan Berencana adalah merampas nyawa orang lain yang dilakukan dengan sengaja dan rencana terlebih dahulu (Pasal 340 KUHP).

(25)

13

E. Sistematika Penulisan 1. PENDAHULUAN

Bab pendahuluan merupakan bab yang memuat latar belakang permasalahan dan ruang lingkup, tujuan, dan kegunaan penelitian, kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi pengertian tentang pengertian pembunuhan berencana, pemahaman mengenai ruang lingkup pertanggungjawaban pidana, tugas hakim dalam mengadili, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, serta tujuan pemidanaan.

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis menjabarkan pendekatan masalah, sumber dan jenis data,cara penentuan populasi dan sampel, prosedur penentuan dan pengolahan data serta analisis data

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan penjelasan dari permasalahan yang ada yaitu tentang pertanggungjawaban pidana pelaku pembunuhan berancana dan analisis pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pemidanaanya.

V. PENUTUP

(26)
(27)
(28)

UN

IV ER

S ITAS L AM P

U N

G

Tanjung Karang No. 508/ PID/B 2011/PN.TK) SKRIPSI

Oleh

RESSY TRI OKTAVIYANTI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(29)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1 B. Permasalahan ... 5 C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6 D. Kerangka Teoritis dan Konseptual... 7 E. Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA... 14 A. Pengertian Pembunuhan Berencana... 14 B. Ruang Lingkup Pertanggungjawaban Pidana ... 16 C. Tugas Hakim Dalam Mengadili... 19 D. Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan ... 20

E. Tujuan Pemidanaan……… 24

(30)

E. Analisis Data ... 32

1V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 34 A. Karakteristik Responden dan Gambaran Umum Perkara... 34 B. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Pembunuha Berencana

(Putusan Pengadilan Negeri No. 508/ PID.B/2011/PN.TK)... 38 C. Dasar Pertimbangan Hukum Bagi Hakim Pengadilan Negeri

Menjatuhkan Putusan Terhadap Pelaku Pembunuhan Berencana

( Putusan Pengadilan Negeri No. 508. PID.B/2011/PN.TK)... 45

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pembunuhan Berencana

Pembunuhan dengan rencana terlebih dahulu atau disingkat pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam Pasal 340 yang rumusannya adalah :

“ Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu

menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun” .

Rumusan tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : 1. Unsur Subyektif:

a. dengan sengaja

b. dan dengan rencana terlebih dahulu; 2. Unsur Obyektif:

(32)

Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur Pasal 338, kemudian ditambah dengan satu unsur lagi yakni “dengan rencana terlebih

dahulu”. Oleh karena itu, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri (een zelfstanding misdrifj) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk pokok (Pasal 338).

Pada dasarnya pembunuhan berencana mengandung 3 unsur yaitu : a. Memutuskan kehendak dalam susana tenang;

b. Ada tersedia waktu yang cukup sejak timbulnya kehendak sampai dengan pelaksanaan kehendak;

c. Pelaksanaan kehendak (perbuatan) dalam suasana tenang.

Memutuskan kehendak dalam suasana tenang adalah pada saat memutuskan kehendak untuk untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana yang tenang, tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang tinggi. Melainkan telah dipikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu yang akhirnya memutuskan kehendak untuk berbuat.

(33)

16

Pelaksanaan pembunuhan secara tenang maksudnya pada saat melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang tergesa-gesa dan rasa takut yang berlebihan.

Ancaman Pidana terhadap pembunuhan yang direncanakan (moord) ini lebih berat jika dibandingkan dengan pembunuhan dalam Pasal 338 maupun 339,yaitu pidana mati atau penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. Pasal 340 dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur Pasal 338, maka pembunuhan berencana dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri (een zelfstanding missdrijf) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa salam bentuk pokok.

B. Ruang Lingkup Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang yang melakukan perbuatan pidana atau tindak pidana (Roeslan Saleh, 1983 :75).

Setiap orang yang telah melakukan tindak pidana, harus dapat bertanggung jawab pada pidana yang telah dilakukannya tersebut. Menurut Roeslan Saleh (1983 : 79) orang yang mampu bertanggung jawab itu harus memenuhi 3 syarat yaitu :

1. Pelaku dapat menginsyafi makna yang senyatanya dari perbuatannya;

2. Pelaku dapat menginsyafi bahwa perbuatan itu dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat.

(34)

Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan terutama di batasi pada perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (dolus). Dapat dipidananya delik culpa hanya bersifat perkecualian apabila di tentukan secara tegas oleh undang-undang. Sedangkan pertanggungjawaban terhadap akibat- akibat tertentu dari suatu tindak pidana yang oleh undang-undang diperberat ancaman pidananya, hanya dikenakan kepada terdakwa apabila ia sepatutnya sudah dapat menduga kemungkinan terjadinya akibat itu atau sekurang-kurangmya ada kealpaan.

Seseorang hanya dapat dipertanggungjawabkan pidana apabila ia melakukan tindak pidana dengan sengaja atau dengan kealpaan. Perbuatan yang dapat di pidana adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, kecuali peraturan perundang-undangan menetapkan secara tegas bahwa suatu tindak pidana yang dilakukan dengan kealpaan dapat dipidana. Moeljanto mengatakan, orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan atau dijatuhi pidana apabila tidak melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana tergantung pada dilakukannya tindak pidana.

(35)

18

“Barang siapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung

jawabkan padanya, disebabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit , tidak dipidana”

Unsur ke-2 dari kesalahan (pertanggungjawaban pidana) adalah hubungan batin antara si pembuat dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan atau kealpaan.

Menurut MvT kata “dengan sengaja”, dimana kata ini banyak terdapat dalam Pasal–Pasal dalam KUHP adalah sama dengan pengertian dikehendaki dan diketahui.

Mengenai apa yang dimaksud dengan kealpaan. KUHP tidak memberikan definisi seperti halnya pada kesengajaan. Menurut MvT kealpaan di satu pihak berlawanan benar-benar kesengajaan dan di pihak lain dengan hal yang kebetulan. Sedangkan kealpaan merupakan bentuk kesalahan yang lebih ringan dari pada kesengajaan akan tetapi bukan kesengajaan yang ringan.

(36)

C. Tugas Hakim dalam Mengadili

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 28 ayat (1) disebutkan hakim wajib menggali, megikuti, dan memahami nilai–nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Selanjutnya dijelaskan pula dalam ayat (2) dalam mempertimbangkan berat ringanya pidana, hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa.

Berdasarkan pasal tersebut diatas, bahwa adanya ketentuan tersebut membuktikan bahwa tugas hakim bukan saja mengadili berdasarkan hukum-hukum yang ada, tetapi lebih mendalam lagi yaitu mencari dan menentukan untuk kemudian dalam putusannya, nilai-nilai hukum yang ada dalam masyarakat. Hal tersebut membawa tanggungjawab bahwa seseorang tidak hanya menterapkan hukum tertulis juga menciptakan hukum berdasarkan pandangan dan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Pelaksanaan tugas hakim dalam beracara harus menguasai teknik pemeriksaan, mengetahui sedikit-dikitnya ilmu jiwa, ilmu agama, dan juga administrasi peradilan. Hakim yang hanya tahu mengadili, membaca tuntutan, mendengarkan keterangan saksi, memeperhatikan bukti kemudian memutuskan perkara tidak akan memberi jaminan tentang pelaksanaan hukum yang baik dan adil.

(37)

20

penguasaan teknis sangat diiperlukan baik sebelum proses, maupun semasa dipersidangan dan sesudah diputuskan mendapat kepastian hukum.

Terhadap persidangan yang diselenggarakan hakim harus menguasai kasus demi kasus dari setiap persoalan dari tiap-tiap perkara yang ditujukan kepadanya. Tugas pokok hakim dalah memeriksa dan mengadili. Seseorang dalam suatu perkara pidana haruslah ia menjadi seorang ayah terhadap anak-anak yang diajukan ke pengadilan, ia harus pula dapat menjadi seorang rohaniawan mengahadapi orang yang tergelincir moralnya dan ia harus pula menjadi penghibur bagi orang-orang yang kehilangan kepercayaan terhadap kehidupan (Bismar Siregar, 1983: 23).

D. Dasar Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan

Tugas utama hakim adalah menjadi, yaitu serangkaian tindakan penerima, memeriksa dan memutuskan perkara pidana berdasarakan asas bebas, jujur dan tidak memihak di sidang pengadilan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman RI.

(38)

Hakim dalam menjatuhkan putusan cenderung lebih banyak menggunakan pertimbangan yang bersifat yuridis dibandingkan pertimbangan non yuridis : 1. Pertimbangan yang bersifat yuridis :

a. Dakwaan jaksa penuntut umum b. Keterangan terdakwa

c. Keterangan saksi d. Barang-barang bukti

e. Pasal-pasal peraturan hukum pidana 2. Pertimbangan yang bersifat non yuridis :

a. Latar belakang perbuatan terdakwa b. Akibat perbuatan terdakwa

c. Kondisi diri terdakwa

d. Kondisi sosial ekonomi terdakwa e. Faktor agama terdakwa

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan tentang dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam Pasal 8 ayat (2) :

“Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib

memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.

Kemudian dalam Pasal 53 ayat (2) menyebutkan bahwa :

“Penetapan dan putusan sebagaimana dimaksud (dalam memeriksa dan

memutus perkara) harus memuat pertimbangan hakim yang didasarkan pada

(39)

22

Hakim menjatuhkan putusan dengan menggunakan teori pembuktian. Pembuktian adalah suatu proses bagaimana alat-alat bukti dipergunakan, diajukan ataupun dipertahankan sesuai hukum acara yang berlaku. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan atau pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan oleh Undang-Undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan, serta mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan dalam Undang-Undang dan boleh dipergunakan hakim dalam sidang pengadilan (Yahya Harahap, 1985:795). Menurut Pasal 183 KUHAP, hakim tidak boleh menjatuhkan putusan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Sedangkan menurut Pasal 184 KUHAP Alat-alat bukti yang sah tersebut ialah :

a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa.

(40)

Berdasarkan pengertian diatas, maka pembuktian ialah cara atau proses hukum yang dilakukan guna mempertahankan dalil-dalil dengan alat bukti yang ada sesuai hukum acara yang berlaku. Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian terpenting acara pidana.

Menurut Mackenzei, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara, yaitu sebagai berikut:

1. Teori keseimbangan

keseimbangan yang dimaksud disini adalah keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentinagan pihak-pihak yang tesangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban.

2. Teori pendekatan seni dan intuisi

(41)

24

3. Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutus suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau insting sesemata-mata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4. Teori Pendekatan Pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusanyang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat.

5. TeoriRatio Decidendi

(42)

E. Tujuan pemidanaan

Pembicaraan mengenai tujuan pemidanaan tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan mengenai teori-teori pemidanaan, karena melalaui teori-teori tersebut akan diketahui dasar-dasar pembenaran dalam penjatuhan pidana. Pada prinsipnya tujuan pemidanaan adalah pencegahan umum dan pencegahan khusus.

Pencegahan umum adalah bahwa dengan adanya pemidanaan akan ada pengaruhnya terhadap tingkah laku orang lain selain pelaku, yaitu membuat potensial masyarakat pada umumnya tidak melakukan kejahatan. Sedangkan pencegahan khusus adalah pengaruh langsung yang dirasakan oleh terpidana baik yang bersifat jasmani maupun bersifat rohani. Terpidana akan menjadi warga masyarakat yang baik dari sebelumnya atau mencegah dilakukannya tindak pidana lagi (sesidive).

Masalah pemidanaan menjadi sangat kompleks sebagai sesuatu akibat dari usaha untuk memperhatikan faktor-faktor yang menyangkut hak asasi manusia. Tujuan pidana dan pemidanaan belum pernah dirumuskan dalam KUHP. Perumusan tujuan baru tampak dalam Konsep Rancangan KUHP Nasional Tahun 2008 yang dirumuskan dalam Pasal 47, sebagai berikut :

(43)

26

2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk penderitaan dan diperkenankan merendahkan martabat manusia.

KUHP merupakan induk dari hukum pidana yang masih berlaku sampai saat ini tidak terdapat ketentuan khusus mengenai tujuan pemidanaan. Namun di dalam ilmu hukum pidana dikenal beberapa teori pemidanaan sebagai dasar pembenaran diberikannya pidana. Teori tersebut terdiri dari :

1. Teori Absolut atau Pembalasan (Retributif)

Menurut teori absolut pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan kejahatan atau tindak pidana. Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan atau tindak pidana. Setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana, tidak boleh tidak, tanpa tawar menawar. Tidak diperdulikan, apa dengan demikian masyarakat mungkin akan dirugikan, hanya dilihat kemasa lampau tidak kemasa depan. Jadi dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya kejahatan itu sendiri. Tujuan utama dari pidana disini adalah untuk memuaskan tuntutan keadilan dan pengaruh-pengaruh yang menguntungkan tidak terlalu diperhitungkan. Menurut Nigel Walker, penganut teori retributif dibagi dalam beberapa golongan :

a. Pengaruh teori retributif murni (the pure retributivist) dimana pidana harus sepadan dengan kesalahan.

b. Penganut teori retributif tidak murni, dapat dibagi menjadi:

1) Penganut teori retributif yang terbatas (the limiting retributivist)

(44)

dalam KUHP disusun sesuai dengan teori ini, yaitu dengan menetapkan pidana maksimum tanpa mewajibkan pengadilan menegakkan batas maksimum tersebut.

2) Penganut teori retributif yang distributive : Pidana jangan dikenakan kepada orang yang tidak bersalah.

2. Teori Relatif atau Tujuan (Utilitarism)

Menurut teori relatif suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan suatu pidana. Untuk itu tidaklah cukup adanya suatu kejahatan, melainkan harus dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si penjahat itu sendiri. Tidaklah hanya dilihat pada masa lampau tetapi melainkan juga masa depan. Suatu pidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolut (pembalasan) dari keadilan , pembalasan itu tidak mempunyai nilai tetapi hanya sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Jadi dasar pembenarannya adalah terletak pada tujuannya.

Prevensi (tujuan) ini ada dua macam yaitu prevensi khusus (special) dan prevensi umum (general). Dalam prevensi yang pertama pidana diadakan agar pelaku kejahatan menjadi jera dan takut untuk mengulangi kejahatan (recidiv).

(45)

28

3. Teori Gabungan (vereningings-theorien)

(46)
(47)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan disesuaikan dengan permasalahan yang telah dibahas dan diuraikan mengenai analisis pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku pembunuhan berencana, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana pelaku pembunuhan berencana berdasarkan Putusan Pengadilan negeri Kelas IA Tanjung Karang Nomor: 508/ PID.B/2011/PN.TK, terdakwa telah terbukti memenuhi segala unsur-unsur kesalahan pidana yang didakwakan yakni dakwaan primair yang terdapat dalam Pasal 340 yaitu melakukan pembunuhan berencana terhadap kekasihnya. Selain itu dilihat dari kondisinya terdakwa adalah orang yang mampu bertanggungjawab atas segala perbuatan yang dilakukannya. Oleh sebab itu terdakwa harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya dengan dijatuhkan hukuman penjara selama 17 (Tujuh Belas) Tahun. Penjatuhan hukuman diatas kurang sesuai dan terdakwa dapat dikenakan pasal pemberat lainnya dikarenakan terdakwa telah membunuh bukan hanya satu tapi dua nyawa.

(48)

dengan teori dasar pertimbangan hakim teori ratio decidendi dimana hakim mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan perkara yang disengketakan, yang dalam perkara ini aspek itu adalah bahwa terdakwa dengan sengaja melakukan pembunuhan, pembunuhan itu dilakukan terhadap kekasihnya sendiri, dan pembunuhan yang dilakukan untuk menghilangkan jejak perbuatan si pelaku yang telah menghamili korban. Hakim juga menjatuhkan putusan berdasarkan Pasal 183 dan 184 KUHAP dimana hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dalam perkara ini alat-alat bukti itu pun lebih dari dua yaitu keterangan saksi, Visum Et Repertumdari dokter forensik, serta keterangan terdakwa. Selain itu hakim juga termotivasi untuk memberi tujuan pemidanaan kepada terdakwa agar si terdakwa tidak mengulangi perbuatannya dan tujuan kepada masyarakat agar tidak melakukan perbuatan seperti apa yang dilakukan terdakwa.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dan mengetahui hasil penelitian maka penulis mengajukan saran- saran sebagai berikut :

(49)

60

2. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Hendaknya peraturan tersebut dapat dijadikan dasar untuk menghormati kebebasan hakim dalam menjalankan keadilan berdasarkan Pancasila guna melahirkan keputusan yang adil. Akan tetapi walaupun ada kebebasan hakim dalam memilih jenis tindak pidana yang paling penting adalah bahwa pidana yang diberikan

(50)

Metode merupakan suatu bentuk atau cara yang dipergunakan dalam pelaksanaan suatu penelitia guna mendapatkan, mengolah dan menyimpulkan data yang dapat memecahkan suatu permasalahan. (Soerjono Soekanto, 1986: 5).

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan, penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara menghubungkan peraturan–peraturan tertulis atau buku buku hukum yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.

Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian, perilaku, pendapat, sikap yang berkaitan dengan faktor-faktor tindak pidana pembunuhan dan dasar hakim menjatuhkan putusan.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber pada dua jenis, yaitu:

1. Data Primer

(51)

30

yang diperoleh dari studi lapangan. Data primer dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan mengadakan wawancara dan keterangan-keterangan serta informasi dari responden secara langsung atau observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari dan mengkaji literatur dan perundang-undangan yang terkait dengan kasus pembunuhan berencana.

Bahan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

A. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat seperti berikut :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. (perundang-undangan) adalah Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman No. 48 Tahun 2009.

B. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang diperoleh dengan cara menelusuri berbagai peraturan dibawah undang- undang meliputi kasus nyata yang terjadi dan keputusan hakim (yurisprudensi) yang berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan berencana, putusan hakim Pengadilan Negeri. C. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk atau

(52)

C. Penentuan Populasi dan Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah hakim di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Jaksa di kejaksaan negeri tanjung karang, dan Dosen Universitas Lampung. Adapun prosedur sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang dalam penentuan dan pengambilan anggota sampel berdasarkan atas pertimbangan maksud dan tujuan penulis yang telah ditetapkan.

Responden dalam penelitian ini sebanyak 5 (lima) orang, yaitu :

1. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang = 2 orang 2. Jaksa di Kejaksaan negeri lampung = 2 orang 3. Dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung = 1 orang —————

Jumlah = 5 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Untuk pengumpulan data yang diperlukan adalah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan cara membaca, mengutip bahan-bahan literatur, perundang-undangan yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

b. Studi Lapangan

(53)

32

pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan dan pertanyaan yang menggunakan pedoman tertulis. Wawancara dilakukan secara langsung bertatap muka antara si pencari data dan sumber data.

2. Pengolahan data

Data primer dan data sekunder yang telah diproses dan terkumpul, baik studi kepustakaan maupun studi lapangan kemudian dilakukan metode sebagai berikut :

a. Editing, yaitu data yang diperoleh kemudian diperiksa untuk mengetahui apakah masih terdapat kekurangan ataupun apakah data tersebut sesuai dengan penulisan yang akan dibahas.

b. Sistematisasi, yaitu data yang diperoleh dan telah diediting kemudian dilakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis.

c. Klasifikasi data yaitu penyusunan data dilakukan dengan cara mengklasifikasikan, menggolongkan, dan mengelompokkan masing- masing data pada tiap-tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga mempermudah pembahasan.

E. Analisis Data

(54)

Data yang diperoleh mengarah pada kajian-kajian yang bersifat teotitis dalam bentuk asas-asas, konsepsi-konsepsi, pandangan-pandangan, atau doktrin hukum secara isi kaidah hukum, dianalisis kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif ke induktif.

(55)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Seseorang yang mempunyai kemampuan interpersonal memadai akan menjadi pelaku tari yang baik. Ini disebabkan seperti Edi Sedyawati katakan bahwa rasa indah yang dihayati kemudian

Manajemen kurikulum pondok pesantren berjalan cukup baik dan sistematis, dimana kurikulum dirumuskan oleh tim penyusun kurikulum untuk menentukan arah kebijakan pendidikan atau

Metode tes digunakan untuk memperoleh data tentang hasil belajar matematika pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar. Teknik tes ini dilakukan setelah perlakuan diberikan

Saran, para guru dapat menggunakan software CNC Bubut KELLER Q plus sebagai media pembelajaran program diklat mesin bubut CNC karena siswa lebih mudah dalam memahami materi

Bagi penulis, dapat mengetahui pengaruh enzim bromeilin dari limbah kulit nanas pada berbagai variasi pH, suhu, konsentrasi enzim dan konsentrasi substrat

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka permasalahan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat validitas, reliabilitas, daya beda soal,

ANALISIS KOMPETENSI PEKERJA LULUSAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SEBAGAI IMPLEMENTASI PROGRAM PRAKTEK KERJA INDUSTRI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |