• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan kapasitas tukar kation dan kadar fosfat tanah akibat perlakuan pupuk organik dalam sistem budi daya sayuran organik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan kapasitas tukar kation dan kadar fosfat tanah akibat perlakuan pupuk organik dalam sistem budi daya sayuran organik"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KAPASITAS TUKAR KATION DAN KADAR

FOSFAT TANAH AKIBAT PERLAKUAN PUPUK ORGANIK

DALAM SISTEM BUDI DAYA SAYURAN ORGANIK

ETI SULASTRI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ETI SULASTRI. Perubahan Kapasitas Tukar Kation dan Kadar Fosfat Tanah Akibat Perlakuan Pupuk Organik dalam Sistem Budi Daya Sayuran Organik. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan DIAH SETYORINI.

Budi daya pertanian organik perlu dikembangkan, demi mempertahankan produktivitas dan kesuburan lahan pertanian dalam jangka panjang. Untuk kesuksesan program ini, diperlukan informasi mengenai metode pemupukan yang tepat dan efisien. Dalam penelitian ini, enam perlakuan pemupukan diamati kemampuannya dalam meningkatkan parameter kimiawi mutu tanah, meliputi kapasitas tukar kation (KTK), kadar fosfat tersedia, fosfat ekstrak HCl 25%, dan kalium ekstrak HCl 25%. Kation-kation yang diikat oleh koloid tanah diekstraksi dengan larutan amonium asetat pH 7, dan diukur kadarnya menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS). Ekstraksi lebih lanjut dengan larutan NaCl 10% dilakukan untuk mendapatkan nilai KTK, yang diukur menggunakan spektrofotometer ultraviolet tampak (UV-Vis). Kadar fosfat ekstrak Bray I dan ekstrak HCl 25% diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis, sedangkan kalium ekstrak HCl 25% diukur dengan AAS. Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak menghasilkan perubahan yang nyata terhadap parameter kimiawi mutu tanah. Dalam hal ini, faktor cuaca selama musim tanam sangat besar pengaruhnya. Namun, jika dilihat secara keseluruhan, perlakuan pupuk kandang ayam yang diperkaya dengan dolomit dan fosfat alam memberikan hasil terbaik.

ABSTRACT

ETI SULASTRI. Changes in Cation Exchange Capacity and Phosphate Concentration of Soils Caused by Organic Fertilizers in Organic Vegetables Cultivation System. Supervised by DUDI TOHIR and DIAH SETYORINI.

(3)

PERUBAHAN KAPASITAS TUKAR KATION DAN KADAR

FOSFAT TANAH AKIBAT PERLAKUAN PUPUK ORGANIK

DALAM SISTEM BUDI DAYA SAYURAN ORGANIK

ETI SULASTRI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Perubahan Kapasitas Tukar Kation dan Kadar Fosfat Tanah Akibat Perlakuan

Pupuk Organik dalam Sistem Budi Daya Sayuran Organik

Nama : Eti Sulastri

NIM : G01499016

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Dudi Tohir, MS

Dr. Diah Setyorini

NIP 131 851 277 NIP 080 077 872

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131 473 999

(5)
(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2005 di Kebun Permata Hati Farm, Desa Ciburial, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat ini adalah Perubahan Kapasitas Tukar Kation dan Kadar Fosfat Tanah Akibat Perlakuan Pupuk Organik pada Sistem Budi Daya Sayuran Organik.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dudi Tohir dan Ibu Diah Setyorini, atas bimbingan dan masukannya selama penulis melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Wiwik, Pak Ikhwan, Pak

Hamid, Pak Narya, Bu Isni, Rahma, Husnul, Diana, Cicih, dan seluruh staf Laboratorium Balai Penelitian Tanah atas segala bantuannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Suami, dan Anakku tercinta, serta seluruh keluarga atas doa dan cintanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2006

Eti Sulastri

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pelabuhan Ratu, pada tanggal 10 Agustus 1981 dari pasangan Engkan Setiawandi dan Omi Suminar. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara.

Penulis lulus SMU N 2 Cimahi pada tahun 1999 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Pertanian organik... 1

Pupuk organik... 2

Tanah ... 2

Derajat keasaman tanah (pH) ... 2

Bentuk unsur hara makro dalam tanah ... 2

Kapasitas tukar kation (KTK) ... 3

BAHAN DAN METODE Bahan dan alat ... 4

Metode... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Ion Kalium... 6

Ion Natrium ... 6

Ion Magnesium... 7

Ion Kalsium ... 7

Kapasitas Tukar Kation ... 7

Fosfat Tersedia Ekstrak Bray I ... 8

Fosfat Cadangan (Ekstrak HCl 25%) ... 8

Kalium Cadangan (Ekstrak HCl 25%) ... 9

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 9

Saran... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

LAMPIRAN... 12

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Susunan perlakuan pemupukan ... 4

2 pH tanah sebelum tanam dan sesudah panen... 6

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Mekanisme pertukaran kation oleh koloid tanah... 3

2 Perubahan ion kalium tanah sebelum tanam dan sesudah panen ... 6

3 Perubahan ion natrium tanah sebelum dan sesudah panen... 6

4 Perubahan ion magnesium tanah sebelum tanam dan sesudah panen ... 7

5 Perubahan ion kalsium tanah sebelum tanam dan sesudah panen... 7

6 Perubahan kapasitas tukar kation tanah sebelum tanam dan sesudah panen... 8

7 Perubahan konsentrasi P2O5 tanah sebelum tanam dan sesudah panen ... 8

8 Perubahan konsentrasi P2O5 cadangan (ekstrak HCl 25%) tanah sebelum tanam dan sesudah panen ... 9

9 Perubahan K2O cadangan (ekstrak HCl 25%) sebelum tanam dan sesudah panen ... 9

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Sketsa bedeng, kombinasi tanaman, dan jarak tanam ... 13

2 Susunan perlakuan dan dosis pupuk organik yang diberikan ... 14

3 Diagram alir preparasi contoh tanah ... 15

4 Diagram alir penetapan kadar air ... 16

5 Diagram alir penetapan pH tanah... 17

6 Diagram alir penetapan Nilai Tukar Kation... 18

7 Diagram alir penetapan KTK...………...…………..……... 19

8 Diagram alir penetapan P Bray I... 20

9 Diagram alir penetapan P2O5 dan K2O HCl 25 %... 21

10 Konsentrasi K tanah (ekstrak amonium asetat)... 22

11

Kadar Mg, Ca, P

2

O

5,

dan K

2

O pupuk organik

... 22

12 Konsentrasi Na tanah (ekstrak amonium asetat)... 22

13 Konsentrasi Ca tanah (ekstrak amonium asetat) ... 23

14 Konsentrasi Mg tanah (ekstrak amonium asetat) ... 23

15 Konsentrasi KTK tanah (ekstrak amonium asetat) ... 23

18 Konsentrasi P2O5 tanah (ekstrak Bray I) ... 23

17 Konsentrasi P2O5 tanah (ekstrak HCl 25%) ... 24

18 Konsentrasi K2O tanah (ekstrak HCl 25%) ... 24

19 Kadar air tanah sebelum tanam dan sesudah panen... 24

(11)

PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu melalui budi daya pertanian asupan tinggi dan asupan rendah. Pada pendekatan pertama, digunakan asupan dari luar berupa pupuk dan pestisida dalam jumlah besar. Sebaliknya, pendekatan kedua pada praktiknya sangat mengandalkan asupan rendah dari bahan alam dan bersifat in situ, yang dapat didaur ulang dengan tujuan menghasilkan produk pangan yang sehat, aman dan bermutu, serta mempertahankan produktivitas dan kesuburan lahan pertanian dalam jangka panjang. Pendekatan yang terakhir ini disebut budi daya pertanian organik.

Di kalangan petani sendiri mulai muncul kesadaran untuk menerapkan budi daya pertanian organik, karena alasan lingkungan, sosial ekonomi, kemandirian, dan kesehatan. Akan tetapi belum ada penelitian menyeluruh mengenai budi daya pertanian organik yang efisien meliputi pengadaan pupuk organik, teknologi pengelolaan hara, pencegahan penyakit, dan pengolahan pascapanen.

Hasil penelitian sebelumnya (Setyorini et al. 2004) menunjukkan bahwa, pupuk organik yang diaplikasikan kedalam tanah secara tersendiri (tanpa dikombinasikan dengan pupuk organik jenis lain atau bahan pengkaya) memberikan hasil yang kurang optimal dalam mempertahankan mutu tanah. Di samping itu, ditemukan fakta bahwa tiap jenis pupuk organik memiliki keunggulan dan kelemahan yang berbeda, sehingga cenderung saling melengkapi jika dikombinasikan. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kemampuan enam komposisi campuran pupuk organik dalam mempertahankan produktivitas tanah. Adapun sistem tanam yang gunakan adalah sistem tumpang sari tomat dan selada. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan kapasitas tukar kation dan kandungan fosfat dalam tanah, karena kedua hal tersebut merupakan parameter terpenting dari kesuburan tanah. Merujuk hasil penelitian sebelumnya, pemberian pupuk organik diharapkan dapat meningkatkan parameter yang diamati. Informasi ini berguna untuk menentukan teknik pengolahan hara yang tepat pada budi daya pertanian organik.

TINJAUAN PUSTAKA

Pertanian Organik

Pertanian organik menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-6729-2002 didefinisikan sebagai sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik menekankan penggunaan masukan (input) setempat (lokal) yang dapat dicapai secara kultural, biologis, dan mekanis, serta menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetik. Pengelolaan produktivitas lahan dilakukan melalui penerapan teknik rotasi tanaman, pemanfaatan residu tanaman, penggunaan pupuk kandang, tanaman legum, pupuk hijau, limbah organik dari luar kebun, serta pengolahan mekanis.

Pertanian organik dilengkapi dengan daerah pembatas untuk menandai daerah penghasil produk pertanian organik dan membantu melindungi daerah tersebut dari bahan-bahan yang terlarang bagi pertanian organik. Daerah pembatas ini ditanami dengan tanaman pemecah angin (wind breaker) atau tanaman yang bukan untuk dipanen. Untuk melindungi tanaman dari gangguan hama, digunakan teknik manipulasi habitat lainnya (seperti tumpang sari, pemakaian tanaman penangkal, atau penggunaan pembatas). Tanaman penyangga berupa rumput di sekitar bedengan, berperan sebagai pencegah erosi hara tanah.

(12)

dapat didaur ulang, juga merupakan tujuan lain dari pertanian organik.

Pupuk Organik

Pupuk adalah bahan yang diberikan kepada tanaman baik langsung maupun tidak langsung, untuk mendorong pertumbuhan tanaman, meningkatkan produksi atau memperbaiki mutu produksi sebagai akibat perbaikan nutrisi tanaman (Fick 1982, dalam Leiwakabessy & Sutandi 2004). Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari bahan organik (hewani dan nabati). Penggunaan pupuk organik bertujuan menggantikan peran pupuk sintetik yang dapat menyebabkan pencemaran tanah. Di samping itu, pupuk organik juga berfungsi memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. Jenis-jenis pupuk organik ialah pupuk kotoran hewan dan manusia, pupuk kompos, dan pupuk segar atau hijauan tanaman.

Tithonia (Kirinyu) merupakan contoh tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan pupuk organik. Kompos yang dibuat dari tanaman ini mengandung hara N dan K yang tinggi, serta berbagai asam pengkelat Ca, Fe, dan Al, sehingga mampu mengurangi keracunan Al dan Fe dan meningkatkan pelepasan fosforus (Hakim 2005).

Tanah

Secara edafologi tanah dapat diartikan sebagai tubuh alam, diwujudkan dalam bentuk penampang dari berbagai campuran hasil hancuran mineral dan bahan organik yang menyelimuti bumi dan menyediakan udara dan air, tunjangan mekanik, dan hara bagi tumbuhan (Hardjowigeno 1993). Sedangkan mutu tanah didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk menujukkan fungsi kritisnya sebagai tempat utama bagi pertumbuhan tanaman, serta kemampuannya dalam mempertahankan produktivitas tanaman dan kualitas lingkungan, juga dalam menyediakan lingkungan yang sehat bagi tanaman, hewan dan manusia (Mitchell et al. 2000, dalam Setyorini et al. 2004).

Sistem klasifikasi tanah di Pusat Penelitian Tanah Bogor didasarkan pada sistem Soil Taxonomy United State Department of Agriculture (USDA). Mengacu pada sistem tersebut, tanah pertanian Permata Hati Farm termasuk

kelompok tanah Andisol. Tanah kelompok ini berasal dari bahan vulkanis yang bersifat amorf dan telah mengalami pelapukan serta transformasi, terletak di daerah dengan ketinggian lebih dari 3000 meter di atas muka laut dan bercurah hujan tinggi. Ciri khas tanah Andisol di antaranya adalah berwarna hitam sampai cokelat tua, remah, kandungan bahan organiknya tinggi, dan licin bila dipirid (Hardjowigeno 1993).

Derajat Keasaman Tanah (pH)

Istilah pH merupakan pengenal yang lazim untuk menggambarkan derajat keasaman tanah. Tanah mineral memiliki kisaran pH antara 3.5 dan 10.0 atau lebih. Sementara itu, tanah gambut dapat memiliki nilai pH antara 3.0 dan 4.0, sebaliknya tanah alkalin dapat menunjukkan pH lebih dari 11.0.

Keasaman tanah dapat mempengaruhi penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman melalui pengaruh langsung ion hidrogen, atau pengaruh tidak langsung, yaitu pengaruhnya terhadap ketersediaan unsur hara dan keberadaan unsur-unsur yang beracun, seperti Al3+ (Soepardi 1989). Beberapa unsur hara fungsional berkurang bila pH dinaikkan dari 5.0 menjadi 7.5 atau 8.0, contohnya besi, mangan, dan zink. Molibdenum berkurang ketersediaannya bila pH diturunkan.

Bentuk Unsur Hara Makro Dalam Tanah

Pada umumnya unsur-unsur hara dalam tanah dijumpai sebagai senyawa kompleks yang sukar larut atau sebagai bentuk sederhana yang larut dalam air dan mudah tersedia bagi tanaman. Karena proses kimia dan biokimia, hara dalam tanah secara dinamis dapat berubah dari bentuk kompleks kebentuk sederhana atau sebaliknya. Bentuk yang sederhana dan larut dalam air cenderung hilang melalui pencucian atau diserap oleh mikroorganisme dan tanaman. Akibatnya sebagian besar unsur makro dalam tanah dijumpai dalam bentuk kompleks. Kemampuan tanah untuk menyediakan unsur hara tidak hanya bergantung pada jumlah unsur yang ada, tetapi juga ditentukan oleh kecepatan perubahan unsur tersebut dari bentuk kompleks ke bentuk yang tersedia (Hardjowigeno 1983) .

(13)

organik, melalui proses pelapukan, berubah menjadi bentuk sederhana yang dapat diserap oleh tanaman. Akan tetapi, proses ini tidak mudah terjadi.

Sebagian ion kalsium (Ca2+) dan hampir seluruh ion kalium (K+) dijumpai dalam tanah sebagai mineral kompleks yang sukar diserap oleh tanaman. Sementara itu, Ca2+ dalam bentuk tersedia bagi tanaman tidak tahan terhadap pengaruh air yang mengandung karbon dioksida atau asam lainnya. Jumlah K+ yang dapat dipertukarkan (dapat diserap oleh tanaman) tidak lebih dari 1% dari jumlah kalium yang ada, dan mudah tidaknya ion kalium dibebaskan bergantung pada jenis mineral kompleks serta tingkat hancurannya. Ion kalium yang dibebaskan dapat diserap oleh tanaman, tererosi bersama partikel tanah, atau dijerap oleh koloid tanah yang bermuatan negatif.

Sebagian kecil ion kalium dan sebagian besar ion kalsium, serta ion lain seperti Mg2+ dan Na+ dalam tanah terjerap pada permukaan koloid tanah. Kompleks koloidal dari tanah juga mengandung kation-kation lain yang dapat dipertukarkan, di samping K+ dan Ca2+, yaitu Mg2+, Na+, dan Al3+. Kation-kation tersebut dilepaskan ke dalam larutan tanah melalui reaksi pertukaran kation yang ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1 Mekanisme pertukaran kation oleh partikel koloid tanah (Hardjowige-no 1993)

Ion magnesium (Mg2+) diikat dalam tanah melalui mekanisme yang sama dengan proses pengikatan Ca2+. Kompleks magnesium dapat berubah menjadi bentuk tersedia melalui proses penghancuran mineral yang mengandung unsur tersebut. Natrium (Na+) dalam tanah biasanya terdapat dalam bentuk garam. Misalnya garam Na2SO4 dan NaCl. Di daerah kering

mungkin akan dijumpai dalam jumlah yang banyak, demikian pula di daerah yang dipengaruhi air laut.

Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kemampuan koloid tanah dalam menjerap unsur hara dapat ditentukan

dengan mudah. Unsur hara yang terjerap ditukar oleh barium atau amonium. Jumlah barium atau amonium terukur akan sebanding dengan jumlah kation yang dijerap oleh koloid tanah. Umumnya penetapan ini dilakukan pada pH 7 atau lebih. Dengan demikian, nilai KTK yang didapat akan mewakili sebagian besar muatan bergantung pH yang juga merupakan muatan permanen (Buckman & Brady,1969).

KTK secara umum dapat memberikan gambaran tentang banyaknya kation tanah dalam bentuk tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman maupun mikroorganisme. Kation-kation memasuki larutan tanah, kemudian diserap oleh akar dan organisme tanah atau hilang akibat pencucian.

Satuan yang dipakai dalam reaksi kapasitas tukar kation adalah miliekuivalen. Satu miliekuivalen sama dengan satu miligram ion hidrogen atau sejumlah ion lain yang dapat bergabung atau menggantikan ion yang sedang diukur. Sebagai contohnya, bila liat mempunyai nilai KTK 1 miliekuivalen tiap 100 gram (1me/100 gram), maka liat tersebut dapat menjerap 1 mg hidrogen tiap 100 gram bahan. Satu ekuivalen hidrogen dalam 100 gram sama dengan 10 ppm. Dengan demikian, tanah tersebut memiliki 20 kg ion hidrogen tiap hektar.

Tan (1991) menjelaskan, faktor yang memengaruhi KTK salah satunya adalah tekstur tanah. Makin halus tekstur tanah, makin tinggi KTK-nya. Sebagai contohnya, tanah pasir dan lempung berpasir mengandung sedikit liat koloid, kemungkinan miskin bahan organik (humus), sehingga nilai KTK-nya rendah. Sebaliknya tanah bertekstur halus mengandung lebih banyak liat, lebih banyak humus, dan memiliki nilai KTK yang tinggi.

Kejenuhan kation dalam larutan tanah dan serapan hara oleh tanaman juga besar pengaruhnya terhadap KTK. Bila persentase kejenuhan suatu unsur dalam tanah tinggi, maka pergantian (pertukaran) kation unsur tersebut relatif sangat mudah. Demikian pula pengaruh keberadaan ion-ion lain. Misalnya terdapat dua jenis tanah, keduanya mengandung kalsium, tanah pertama mengandung ion hidrogen dalam jumlah banyak, sedangkan tanah kedua mengandung ion natrium. Karena pada tanah pertama ion hidrogen diikat lebih kuat dari

Na

+ H2O

Na

H

+ Ca2++ OH -H

Na Na

(14)

pada ion kalsium, sedangkan pada tanah kedua ion kalsium diikat oleh kompleks jerapan lebih kuat dari pada ion natrium, maka dapat diramalkan larutan tanah pertama memiliki kadar kalsium lebih tinggi dibandingkan dengan tanah kedua. Sementara jenis liat penyusun tanah akan menentukan mudah tidaknya suatu kation digantikan dari permukaan kompleks jerapan.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain contoh tanah mineral dari Permata Hati Farm, kompos pupuk kandang (pukan) kambing, kompos pukan ayam, sekam, kompos thitonia, kompos pukan kambing diperkaya dengan dolomit dan fosfat alam, kompos pukan ayam diperkaya dengan dolomit dan fosfat alam, pupuk hijau thitonia, bibit tomat, bibit selada, larutan ammonium asetat pH 7, etanol 96%, larutan LaCl3 2.5%, larutan natrium hipoklorit

(NaOCl) 5%, larutan standar K+ 100 ppm, larutan Ca2+ 100 ppm, Na+ 100 ppm, dan Mg2+ 100 ppm, larutan buffer tartarat, larutan natrium fenat, larutan NaCl 10%, larutan HCl 4N, larutan standar NH4+ 20

ppm, larutan standar ion fosfat 20 ppm, pengekstrak Bray dan Kurtz I (larutan 0,025 N HCl + 0,025 N NH4F), asam askorbat,

pereaksi fosfat pekat, dan akuades.

Alat-alat yang digunakan di antaranya alat-alat kaca, botol kocok, mesin pengocok, saringan, sentrifus, pH meter, oven, spektrofotometer serapan atom (AAS) Varian®, dan spektrofotometer ultraviolet tampak (UV-Vis) Hitachi®.

Metode

Pemilihan lokasi pecobaan didasarkan pada kriteria SNI 01-6729-2002 (Sistem Pangan Organik), yaitu lahan yang terbebas dari bahan agrokomia (pupuk kimia buatan dan pestisida), atau baru dibuka. Untuk meningkatkan kesuburan tanah, tanah terlebih dahulu ditanami tanaman penutup, yaitu Mucuna sp. Setelah Mucuna menutup lahan, Mucuna dipanen, dipotong-potong, dan dibenamkan ke dalam tanah. Setelah

didiamkan selama tiga bulan, tahapan selanjutnya adalah memupuk dan menanam sayuran secara tumpang sari, dengan kombinasi tomat dan selada (Lampiran1). Percobaan ini menggunakan enam perlakuan pemupukan (Tabel 1). Masing-masing tiga ulangan, sehingga terdapat 18 contoh tanah. Setiap perlakuan merupakan kombinasi dari berbagai jenis pupuk organik dengan takaran tertentu (dosis tiap komponen pupuk tercantum pada Lampiran 2). Hal ini didasari oleh hasil penelitian sebelumnya, bahwa tiap pupuk organik memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri mengenai kandungan haranya (Setyorini et al. 2004). Contoh tanah dianalisis pada dua keadaan, yaitu sebelum ditanami dan sesudah panen (3 bulan). Data yang dihasilkan diolah dengan metode rancang acak lengkap (RAL), menggunakan perangkat statistik Mann Withney Test.

Tabel 1 Susunan perlakuan pemupukan

Kode perlakuan

Jenis pupuk

1 Kompos pupuk kandang kambing + sekam + kompos Thitonia

2 Kompos pupuk kandang ayam + sekam + kompos Thitonia

3 Kompos (pupuk kandang kambing + dolomit + fosfat alam)

4 Kompos (pupuk kandang ayam + dolomit + fosfat alam)

5 Kompos (pupuk kandang kambing + dolomit+ fosfat alam )+ pupuk hijau

Thitonia

6 Kontrol petani

(Kompos pupuk kandang ayam)

Penyiapan contoh

Contoh tanah diambil secara komposit pada kedalaman 0–20 cm dari beberapa subcontoh tanah. Contoh tanah komposit yang akan dianalisis terlebih dahulu dikering- udarakan selama 3 hari. Setelah itu, contoh tanah dihaluskan dan diayak sehingga didapatkan ukuran 1 mm dan 2 mm. Tanah disimpan untuk analisis (Lampiran 3).

Penentuan kadar air

Kadar air kering oven ditentukan dengan cara sebagai berikut: 1 g tanah yang telah kering udara ditimbang lalu dimasukkan dalam oven selama 24 jam pada suhu 105ºC. Setelah itu, tanah ditimbang dan dihitung kadar airnya (Lampiran 4).

Penetapan pH tanah

(15)

dimasukkan kedalam botol kocok, ditambahkan 25 ml air bebas ion dan dikocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH meter terkalibrasi, nilai yang terukur merupakan nilai pH aktual (pH H2O). Setelah itu ke dalam botol

ditambahkan KCl sebanyak 0.316 gram, dikocok lagi selama 30 menit dan diukur dengan pH meter terkalibrasi, didapat nilai pH potensial (pH KCl). Diagram alir penetapan pH tercantum pada Lampiran 5.

Penetapan nilai tukar kation (NTK) Langkah-langkah penetapan NTK dapat dilihat pada Lampiran 6. Contoh tanah ditimbang sebanyak 1 gram ke dalam botol kocok, ditambah dengan 20 ml larutan amonium asetat pH 7, dan dikocok selama 30 menit. Kemudian disentrifus, dan filtratnya disaring sehingga didapat ekstrak larutan tanah, untuk diukur NTK-nya. Endapan yang ada digunakan untuk analisis KTK.

Langkah selanjutnya adalah pengukuran NTK. Ekstrak yang didapat, diambil 1 ml ke dalam tabung reaksi lalu ditambah dengan 9 ml akuades. Pada saat yang sama, dibuat juga deret standar dengan cara : ke dalam 6 buah tabung reaksi dipipet standar campuran 20 ppm sebanyak 0, 4, 8, 12, 16, dan 20 ml. Kemudian diencerkan dengan larutan pengekstrak (amonium asetat pH 7) sampai volume 20 ml. Adapun komposisi larutan standar campuran adalah 20 ppm ion K+, 20 ppm ion Ca2+, 10 ppm ion Na+, dan 5 ppm ion Mg2+. Selanjutnya setiap larutan dalam tabung reaksi di ukur absorbansnya menggunakan AAS, setelah terlebih dahulu ditambahkan dengan 2 ml larutan lantanida 25% dan di vorteks. Pengukuran dimulai dari larutan standar dengan konsentrasi terkecil.

Penetapan KTK

Sebagaimana tercantum pada Lampiran 7, untuk penetapan KTK, endapan yang didapat dari pengerjaan NTK, ditambah dengan 20 ml etanol 96%, dikocok selama 15 menit, dan disentrifus. Supernatan yang didapat dibuang. Pencucian ini dilakukan sebanyak dua kali. Selanjutnya ditambahkan 20 ml larutan NaCl 10%, dikocok selama 30 menit, disentrifus, dan disaring, sehingga didapat ekstrak untuk uji KTK.

Pengukuran KTK didasari oleh kadar ion amonium (ion penukar) dalam ekstrak. Sebanyak 0.1 ml ekstrak dipipet ke dalam tabung reaksi, diencerkan dengan akuades

sebanyak 0.9 ml, lalu ditambah dengan 2 ml larutan buffer tartarat (pereaksi I) dan divorteks. Setelah itu ditambahkan 2 ml larutan natrium fenat (pereaksi II) dan divorteks kembali. Terakhir ditambahkan 1 ml larutan natrium hipoklorit (pereaksi III), campuran divorteks dan didiamkan 15 menit sebelum diukur absorbansnya menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pengukuran dilengkapi dengan deret standar larutan ion amonium dengan konsentrasi 0, 2, 4, 8, 12, 16, dan 20 ppm dalam NaCl 10%.

Penetapan fosfat tersedia ekstrak Bray I Diagram penetapan kadar fosfat tersedia ekstrak Bray I dapat dilihat pada Lampiran 8. Sebanyak 2 gram contoh tanah dimasukkan ke dalam botol kocok, kemudian ditambahkan 20 ml larutan pengekstrak Bray I. Botol dikocok selama 5 menit, selanjutnya disaring. Filtrat yang didapat digunakan untuk uji kadar fosfat tersedia.

Sebelum melanjutkan kepengukuran, terlebih dahulu dilakukan pembuatan pereaksi pewarna fosfat. Sebanyak 1.06 gram asam askorbat, dilarutkan dengan 100 ml pereaksi fosfat pekat, dan dijadikan satu liter dengan menambahkan akuades. Pereaksi ini harus selalu dibuat baru.

Masing-masing ekstrak dipipet sebanyak 1 ml ke dalam tabung reaksi, ditambah dengan 5 ml pereaksi pewarna fosfat, lalu divorteks. Tiga puluh menit kemudian absorbansnya diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 693 nm. Pengukuran dilengkapi dengan deret standar larutan PO4

konsentrasi 0, 1, 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm dalam larutan pengekstrak Bray I.

Penetapan fosfat dan kalium (ekstrak HCl 25%)

(16)

warna biru yang terbentuk setelah 30 menit diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Lampiran 9).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut hasil penelitian sebelumnya (Setyorini et al. 2004), kesuburan tanah awal lahan pertanian di Permata Hati Farm tergolong cukup subur, dengan nilai pH H2O

4,46 dan pH KCl 4.21. Kadar P2O5 dan K2O

dalam ekstrak HCl 25% berturut-turut sebesar 9 mg/100 g dan 11 mg/100g, nilai ini tergolong rendah. Sementara itu, kadar fosfat tersedianya cukup tinggi, yaitu 13 ppm (1.3 mg/100 g). NTK Ca2+, Mg2+, K+, dan Na+ masing-masing sebesar 4.57 me/100g, 1.69 me/100g, 0.12 me/100g, dan 0.13 me/100g, semua nilai termasuk ke dalam kisaran sedang. KTK yang dimiliki sangat tinggi, yaitu sebesar 44.12 me/100g. pH merupakan salah satu faktor yang sangat memengaruhi keberadaan unsur hara dalam tanah. Perubahan dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk tersedia salah satunya melalui reaksi kimia yang dipengaruhi oleh pH tanah.

Tabel 2 menjelaskan kondisi keasaman tanah pertanian di Permata Hati Farm sebelum tanam dan sesudah panen. Secara keseluruhan, keasaman relatif konstan, meskipun terjadi sedikit penurunan pH potensial (pH KCl) pada beberapa perlakuan. Keadaan ini disebabkan tanah memiliki kemampuan penyanggga yang baik, sehingga perubahan pH sangat besar pada waktu singkat tidak terjadi, sementara untuk tanah mineral yang dikerjakan pH cenderung mengalami sedikit penurunan akibat aktivitas mikroorganisme tanah (Buckman & Brady 1969).

Tabel 2 pH tanah sebelum tanam dan sesudah panen

pH H2O pH KCl

Perla-kuan sebelum sesudah sebelum sesudah

I 5.6 5.6 4.9 4.6

II 5.7 5.6 4.9 4.3

III 5.8 5.7 4.7 4.7

IV 5.8 5.7 5.0 4.9

V 5.9 5.9 5.1 4.9

VI 5.6 5.6 5.2 5.2

Ion Kalium

Hasil uji kuantitatif menunjukkan adanya kenaikan ion kalium pada perlakuan 1, 2, 5,

dan 6. Sementara pada perlakuan 3 dan 4, terjadi sebaliknya (Gambar 1).

0 0.05 0.1 0.15 0.2

1 2 3 4 5 6

Perlakuan K o n s en tr asi K ( m e/ 100 g )

K Sebelum tanam K Sesudah panen

Gambar 2 Perubahan ion kalium tanah sebelum tanam dan sesudah panen

Data lengkap kadar kalium ekstrak amonium asetat untuk keenam perlakuan pemupukan dapat dilihat pada Lampiran 10. Peningkatan ion kalium pada perlakuan 1 dan 2, selain berasal dari pupuk kandang dan mineral alami tanah, juga berasal dari abu sekam yang diketahui sebagai sumber kalium dan pencegah drainase. tetapi menurut analisis statistika kenaikan ini tidak signifikan. Perlakuan 5 dan 6 menunjukkan adanya kenaikan yang lebih besar dibanding perlakuan 1 dan 2, pertambahan ini berasal dari pupuk hijau Tithonia, dan pupuk kandang ayam, karena di antara 6 jenis kompos yang digunakan, kompos pukan ayam memiliki kadar kalium tertinggi (Lampiran 11). Hal ini disebabkan pukan ayam yang digunakan sebagai bahan pupuk organik, mengandung sekam dalam jumlah cukup besar.

Perubahan konsentrasi ion kalium pada perlakuan 3 dan 4 tidak berbeda nyata secara statistika, tapi terjadi sedikit penurunan secara kuantitatif. Hal ini disebabkan perlakuan 3 dan 4 tidak melibatkan abu sekam ataupun kompos Tithonia. Kedua bahan tersebut dapat berperan sebagai pencegah erosi, sementara semasa musim tanam curah hujan di Permata Hati Farm cukup tinggi. Disamping itu, kalium tersedia juga bisa menurun kadarnya karena diikat kuat dan dijadikan bagian dari mineral tanah oleh koloid tanah yang amorf (Foth, 1988).

Ion Natrium

(17)

kecuali perlakuan 4. Penurunan paling besar terjadi pada perlakuan 3 (Gambar 2).

0 0.02 0.04 0.06 0.08

1 2 3 4 5 6

Perlakuan Ko n s e n tr a s i Na (m e/ 100 g )

Na Sebelum tanam Na Sesudah panen

Gambar 3 Perubahan ion natrium tanah sebelum dan sesudah panen

Pada tanah pH rendah, konsentrasi natrium cenderung rendah (Buckman & Brady 1969). Sementara itu curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan natrium hilang dari tanah. Selain itu sifat dari tanah Andisol sendiri yaitu berbentuk remah, mempermudah proses hilangnya unsur hara termasuk natrium, akibat pencucian. Struktur tanah seperti ini, memungkinkan tanah berperan sebagai saringan, artinya ketika hujan turun air akan dilewatkan kebagian bawah, berikut unsur-unsur hara tanahnya.

Ion Magnesium

Magnesium tersedia (Mg2+) termasuk golongan hara makro yang dibutuhkan tumbuhan, salah satunya untuk pembentukan dan kesehatan daun (Trisnawati dan Setiawan, 1993). Sayuran berdaun hijau, membutuhkan magnesium dalam jumlah yang lebih banyak, karena magnesium merupakan salah satu senyawa yang dibutuhkan dalam pembentukkan zat hijau daun.

Grafik pada Gambar 3 menunjukkan pemberian pupuk organik tidak menghasilkan peningkatan kadar Mg2+ yang nyata secara statistika, namun secara kuantitatif terjadi kenaikan konsentrasi Mg2+ pada perlakuan 1, 2, 3, dan 4. Sedangkan pada perlakuan 5, dan 6, kadar Mg2+ justru menurun. Mg2+ hilang dari larutan tanah akibat diserap tanaman, diikat erat oleh koloid tanah, atau terbawa arus pencucian. Kadar Mg2+ sebelum tanam dan sesudah panen disajikan pada Lampiran 13.

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

1 2 3 4 5 6

Perlakuan K o n sen tr as i M g (m e/ 100 g )

Mg Sebelum tanam Mg Sesudah panen

Gambar 4 Perubahan ion magnesium tanah sebelum tanam dan sesudah panen

Ion Kalsium

Gambar 4 menunjukkan, secara kuantitatif pemupukan organik mampu meningkatkan kadar kalsium tersedia (Ca2+) dalam tanah. Peningkatan cukup besar dialami tanah dengan perlakuan 5 dan 6, sekalipun secara statistika keadaan ini tidak berbeda nyata. Kadar kalsium tersedia sebelum tanam dan sesudah panen untuk keenam perlakuan tercantum pada Lampiran 14.

0.00 5.00 10.00 15.00

1 2 3 4 5 6

Perlakuan K o n s en tr as i C a (m e/ 10 0 g )

Ca Sebelum tanam Ca Sesudah panen

Gambar 5 Perubahan ion kalsium tanah sebelum tanam dan setelah panen

(18)

jumlahnya. Selain berperan sebagai hara bagi tanaman, kalsium juga berperan dalam menjaga kestabilan pH tanah, jika kekurangan kalsium tanah cenderung menjadi asam (Cresser at al. 1993).

Kapasitas Tukar Kation

KTK menyatakan jumlah kation yang dapat dipertukarkan oleh koloid tanah. Kation-kation yang dimaksud adalah Ca2+, Mg2+, K+, Na+, NH4+, H+, dan Al3+,

semuanya itu merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Nilai KTK berbeda untuk setiap jenis tanah. Tanah Permata Hati Farm tergolong jenis tanah Andisol dengan tekstur lempung liat berdebu, tanah golongan ini biasanya memiliki nilai KTK yang besar (Soepardi 1983). KTK tanah juga tergantung pada jumlah koloid tanah bermuatan negatif. Jika koloid tanah bermuatan negatif sedikit, maka kation-kation tanah yang dijerap akan sedikit juga, sisanya dibiarkan dalam larutan tanah sehingga mudah tercuci dari tanah.

Pengukuran KTK dilakukan dengan amonium asetat yang disangga pada pH 7. Tanah-tanah dengan pH kurang dari 7, pengukuran dengan metode ini akan menghasilkan nilai KTK yang lebih besar dari nilai sebenarnya, dan untuk tanah dengan pH lebih besar dari 7 akan didapat nilai KTK yang lebih rendah dari aslinya (Hardjowigeno 1989). Karena tanah pertanian Permata Hati Farm memiliki kisaran pH dibawah 7, maka dapat dipastikan nilai KTK sebenarnya lebih rendah dari yang terukur. Nilai KTK tanah pertanian Permata Hati Farm sebelum tanam dan sesudah panen, dapat dilihat pada Lampiran 15.

Sebelum tanam, KTK tanah Permata Hati menempati kisaran sedang sampai sangat tinggi (Gambar 6). Setelah panen terjadi penurunan yang cukup besar untuk semua perlakuan. Sebenarnya pemupukan yang dilakukan memberikan tambahan hara bagi tanah, tetapi hara tersebut banyak diserap tanaman serta tercuci akibat curah hujan yang tinggi.

0.00 20.00 40.00 60.00

1 2 3 4 5 6

Perlakuan K T K ( m e/ 100 g )

KTK Sebelum tanam KTK Sesudah panen

Gambar 6 Perubahan kapasitas tukar kation tanah

Fosfat Tersedia Ekstrak Bray I

Masalah fosfat yang paling utama adalah, terfiksasi oleh koloid liat yang amorf pada tanah Andisol, sehingga hanya sedikit yang tersedia bagi tanaman, nisbahnya hanya 7:1 (Soepardi 1983). Hal itulah yang menyebabkan kadar fosfat tersedia dalam tanah sebelum tanam sangat rendah (Lampiran 16).

Sumber fosfat tersedia yang paling utama berasal dari pemupukan dan fosfat cadangan dalam tanah. Cuaca hujan dan panas silih berganti, mempercepat proses pelapukan, sehingga laju perubahan fosfat cadangan menjadi bentuk tersedia meningkat.

Fosfat tersedia dalam tanah memiliki beberapa bentuk tergantung pH. Pada kondisi keasaman tinggi mayoritas dalam bentuk H2PO4-, jika keasaman sedang

biasanya fosfat tersedia sebagai senyawa HPO42-, dan pada kondisi keasaman rendah

bentuk PO43-lah yang dominan

(Hardjowigeno 2003).

(19)

0 5 10 15 20

1 2 3 4 5 6

Perlakuan K ons e nt ra s i P 2 O 5 (p p m )

P2O5 Sebelum tanam P2O5 Sesudah panen

Gambar 7 Perubahan konsentrasi P2O5 tanah

sebelum tanam dan sesudah panen

Kemasaman tanah sangat mempengaruhi kadar fosfat tersedia dalam tanah. Pada tanah mineral, jika pH rendah konsentrasi besi, alumunium, dan mangan dalam larutan tanah akan meningkat, selanjutnya logam tersebut akan bereaksi dengan H2PO4

-membentuk kompleks tidak larut, akibatnya kadar fosfat tersedia bagi tanaman menurun. Sedangkan jika tanah mineral memiliki derajat kemasaman yang rendah (pH tinggi), pengendapan fosfat terutama disebabkan oleh kalsium. Karena pada kondisi ini biasanya jumlah kalsium karbonat melimpah, fosfat tersedia akan bereaksi dengan ion kalsium dan garam kalsium karbonat membentuk garam kalsium fosfat yang bersifat sukar larut. Jika keadaannya mendukung, garam kalsium fosfat ini dapat berubah menjadi bentuk yang tidak larut sama sekali. Misalnya bentuk senyawa hidroksi-, oksi-, karbonat-, atau fluoroapatit. Fakta tersebut menjelaskan bahwa ketersediaan fosfat maksimum pada pH sekitar netral yaitu 5.5 sampai 7. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, tanah pertanian Permata Hati Farm memiliki pH yang relatif konstan yaitu 5.5 sampai 6.5, sehingga ketersediaan fosfat optimum.

Fosfat Cadangan (Ekstrak HCl 25%)

Pertanian organik meniadakan penggunaan pupuk sintetik. Karenanya asupan fosfat hanya berasal dari pupuk kandang, sisa tanaman dan pupuk hijau, serta dari senyawa alamiah organik dan anorganik yang terdapat dalam tanah.

Kadar fosfat ekstrak HCl 25% sebelum tanam dan sesudah panen disajikan pada Lampiran 17. Secara kuantitatif terjadi sedikit peningkatan kadar P2O5 cadangan

pada perlakuan 4 (Gambar 8), sedangkan perlakuan lainnya mengalami penurunan.

Akan tetapi, hasil uji statistika menyatakan tidak terjadi perubahan kadar fosfat cadangan yang signifikan pada semua perlakuan.

0 50 100 150

1 2 3 4 5 6

Perlakuan ko n sen tr a si P 2 O5 (m g /100 g )

P2O5 Sebelum tanam P2O5 Sesudah panen

Gambar 8 Perubahan konsentrasi P2O5

cadangan (ekstrak HCl 25%) sebelum tanam dan sesudah panen

Perlakuan 3, 4, dan 5 melibatkan penambahan fosfat alam ke dalam pupuk. Fosfat alam merupakan salah satu jenis senyawa kompleks yang sukar larut. Senyawa kompleks fosfat dapat berubah ke dalam bentuk tersedia bagi tanaman, melalui proses pelapukan, reaksi kimia, atau akibat aktivitas mikroorganisme. Sementara itu, cuaca selama musim tanam di Permata Hati Farm sangat mendukung terjadinya proses pelapukan dan aktivitas mikroorganisme, itu sebabnya penambahan fosfat alam tidak memberikan peningkatan yang berarti terhadap kadar fosfat cadangan (ekstrak HCl 25%). Di sisi lain, pada kelembaban tanah yang tinggi dan pH rendah sampai sedang, reaksi perubahan fosfat cadangan menjadi fosfat tersedia berlangsung efektif. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya sediaan fosfat cadangan (Walte 1978, diacu dalamSetiawati 1998).

Kalium Cadangan (Ekstrak HCl 25%)

(20)

0 50 100

1 2 3 4 5 6

Perlakuan K o n sen tr as i K 2 O (m g /1 00 g )

K2O Sebelum tanam K2O Sesudah panen

Gambar 9 Perubahan K2O cadangan

(ekstrak HCl 25%) sebelum tanam dan sesudah panen

Kenaikan kadar kalium cadangan terjadi karena pada dasarnya setiap pupuk yang digunakan pada keenam perlakuan, memberikan asupan kalium. Di sisi lain, sebagian besar ( 90 hingga 98%) kalium tanah mineral merupakan bentuk cadangan. Sebagai contohnya feldspar dan mika, mineral ini cukup tahan terhadap hancuran iklim. Karena proses penguraian dari bentuk cadangan (kompleks) ke bentuk sederhana dari tahun ke tahun berlangsung sangat lambat, maka pemupukan yang diberikan meningkatkan kadar kalium cadangan dalam tanah.

Kalium dalam bentuk sederhana (mudah larut) sebagian terjerap pada bagian permukaan koloid tanah yang bermuatan negatif membentuk senyawaan yang mudah dipertukarkan ke dalam larutan tanah. Kalium yang hilang akibat pencucian sedikit jumlahnya, kecuali pada jenis tanah berpasir atau tanah dengan KTK sangat rendah, sehingga bentuk sederhana ini dapat juga terikat kuat pada bagian dalam koloid tanah yang amorf dan menjadi residual cadangan kalium dalam jangka waktu yang lama.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Secara keseluruhan, kompos pukan ayam yang diperkaya dolomit dan fosfat alam, memberikan respon paling baik dibandingkan perlakuan yang lainnya. KTK tanah menurun secara nyata pada semua perlakuan. Sementara natrium tersedia mengalami sedikit penurunan pada semua perlakuan, kecuali perlakuan dengan kompos pukan ayam yang diperkaya dolomit dan fosfat alam. Fosfat tersedia mengalami peningkatan untuk semua perlakuan, demikian halnya dengan kalium ekstrak HCl

25%. Fakta-fakta tersebut membuktikan bahwa perlakuan pemupukan bukan merupakan satu-satunya penyebab perubahan kadar hara tanah, tapi ada faktor lain yang tak kalah penting, yaitu cuaca semasa musim tanam, dan serapan oleh tanaman.

Saran

Teknik pengelolaan hara yang tepat dan efisien, serta sesuai dengan kriteria standar pertanian organik perlu diuji lebih lanjut pada berbagai agroekosistem. Faktor cuaca, memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan kadar hara tanah, oleh karena itu cuaca hendaknya dapat dijadikan sebagai salah satu faktor pengamatan. Selain itu, pupuk kandang yang digunakan sebaiknya juga berasal dari peternakan organik

DAFTAR PUSTAKA

Ahn PM. 1993. Tropical Soil and Fertiliser Use. London: Longman Scientific and Technical.

Arifin M. 1994. Pedogenesis Andisol Berbahan Induk Abu Volkan Andesit dan Basalt pada Beberapa Zona Agroklimat di Daerah Kebun Teh Jawa Barat [Disertasi]. Bogor: Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Badan Standar Nasional. 2002. Sistem Pangan Organik. Jakarta: Standar Nasional Indonesia.

Biocert. 2002. Info Organics. Bogor: Penjaminan Produk dalam Sistem Pertanian Organik.

Bohn H, McNeal B, O’Connor G.1979. Soil Chemistry. London: J Wiley.

Buckman HO, Brady NC. 1969. The Nature and Properties of Soil. New York: Macmillan.

(21)

Foth HD. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Ed ke-7. Terjemahan: Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr.

Greenlang DJ, Dart PJ. 1972. Biological and organic aspect of plant nutrition in relation to needed research in tropical sois. Tropical Soils Seminar. Ibadan Nigeria (Mimeo): International Institute for Agriculture.

Hayati R., Hakim N, Husin EF. 2003. Departemen Kesehatan, Dit. Jen. POM. 2001. Petunjuk Operasional Penerapan CPOB. Ed ke-2. Jakarta: Depkes.

Hardjowigeno S. 1989. Ilmu Tanah. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa.

Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Pressindo.

[IFOAM] International Federation Organic Agriculture Movement. 2002. Organic Agriculture Worlwide: statistic and Future Prospects. The World Organic Trade Fair Nurnberg, BIO-FACH.

Kartasapoetra. AG. 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk Merehabilitasinya. Jakarta: Bina Aksara.

Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts Analytical Chemistry.

Krishna KR. 2002. Soil Fertility and Crop Production. New Hampshire: Science.

Larry HHC. 2004. Karakterisasi Hubungan antara Sifat Fisik dengan Sifat Kimia Tanah pada Berbagai Jenis dan Tekstur Tanah [Skripsi]. Bogor: Faperta IPB.

Leiwakabessy FM., Sutandi A. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Bogor: Departemen Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Lindsay WL. 1979. Chemical Equilibria in Soil. New York: J Willey.

Munawar. 2005. Potensi, Peluang, dan Tantangan Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia.

http://Munawar.8m.net./pl po.htm. [3

Mei 2005]

Notohadi PT, (editor). 1999. Tanah dan Lingkungan. Direktur Jendral Pendidikan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sanchez PA. 1993. Sifat dan Pengelolaan

Tanah Tropica. Hamzah Amir,

penerjemah; Purbo-Hadiwijoyo S, editor. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Properties and Management of Soils in The Tropics.

Sediyarso M. 1999. Fosfat Alam sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Setyorini D, Wiwik H, Widowati LR, Widati S. 2004. Penelitian Tehnologi Pertanian Organik di Lahan kering (Laporan akhir). Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Departemen Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Syers JK, Rimmer D L. 1994. Soil Science and Sustainable Land Management in The Tropics. Wallingford: Cabi.

Trisnawati Y, Setiawan AE. 1993. Tomat Pembudidayaan Secara Komersial. Tim PS. Jakarta: Penebar Swadaya.

(22)
(23)

Lampiran 1 Sketsa bedeng, kombinasi tanaman, dan jarak tanam

O

V V O V V O V V O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

7 m

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

O

V V O V V O V V O

2,4 m

Keterangan : O = Tomat, jarak tanam 70 cm x 50 cm

V = Selada, jarak tanam 20 cm x 20 cm

= batas panen

= tanaman rumput penguat bedeng

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

V V O V V O V V

(24)

Lampiran 2 Susunan perlakuan dan dosis pupuk organik yang diberikan

Bahan Pengkaya Dosis pukan Dosis K.Tithonia

Fosfat alam Dolomit Abu sekam Kode

perlakuan

ton/ha kg/ha I

II III IV V VI

20 20 20 20 20 30

3 3 - - 5 -

- - 20 20 20 -

- - 50 50 50 -

50 50 - - - -

(25)

Lampiran 3 Diagram alir preparasi contoh tanah

Contoh tanah

Dikeringkan di bawah sinar matahari

Saring

1 mm s/d 2mm

¾ Analisis pH ¾ kadar air ¾ NTK dan KTK ¾ P2O5 Bray I

(26)

Lampiran 4 Diagram alir penetapan kadar air

2 gram contoh tanah kering udara

Oven 105° C selama 24 jam

Timbang

(27)

Lampiran 5 Diagram alir penetapan pH tanah

10 gram contoh tanah kering udara

25 ml air bebas ion

Kocok 30 menit

pHmeter

pH aktual

KCl 1 M

kocok 30 menit

pHmeter

(28)

Lampiran 6 Diagram alir penetapan nilai tukar kation

1gram contoh tanah kering udara

20 ml larutan NH4CH3COO

di kocok selama 30 menit

Sentrifus 5000 rpm selama 15 menit

Saring

Filtrat Residu

20 ml etanol

Diambil 1ml Sentrifus

9 ml akuades 1 ml larutan lantanida 25 %

natan

Supernatan

Vortex

AAS Penetapan KTK

NTK

(29)

Lampiran 7 Diagram alir penetapan KTK

Supernatan 20 ml larutan

NaCl 10%

Kocok 30 menit

Disaring

residu

filtrat

1 ml 2 ml

Pereaksi I

vortex

2 ml Pereaksi II

Vortex 2 ml

Pereaksi III

vortex

(30)

Lampiran 8 Diagram alir penetapan P2O5 Bray I

2 gram contoh tanah kering udara

20ml pengekstrak Bray I

Kocok 5 menit

Saring

residu

Filtrat

1 ml

Pereaksi fosfat 5 ml

Vortex

(31)

Lampiran 9 Diagram alir penetapan P2O5 dan K2O HCl 25 %

2 gram contoh tanah kering udara

10 ml larutan HCl 25 %

Kocok 5 jam

Saring residu

Filtrat

Penetapan K2O Penetapan fosfat

1 ml 0,5 ml

9 ml akuades 9,5 ml akuades

AAS 1 ml

5 ml pereaksi fosfat

K2O cadangan UV-Vis

(32)

Lampiran 10 Konsentrasi K tanah (ekstrak amonium asetat)

Perlakuan K (me/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 0,13 0,13 0,19 0.15 0.18 0.14 0.19 0.17

2 0,12 0,15 0,15 0.14 0.11 0.20 0.21 0.17

3 0,10 0,19 0,12 0.14 0.10 0.16 0.12 0.13

4 0,08 0,14 0,08 0.14 0.12 0.15 0.15 0.13

5 0,07 0,16 0.11 0.11 0.11 0.16 0.25 0.17

6 0.15 0.09 0.07 0.11 0.23 0.13 0.15 0.17

Lampiran 11 Kadar Mg, Ca, P

2

O

5,

dan K

2

O pupuk organik

Jenis pupuk Mg` Ca P2O5 K2O

%

K. pukan kambing + sekam + K. Thitonia 0.22 0.95 0.76 0.44

K. pukan ayam + sekam + K. Thitonia 0.44 2.40 1.46 1.76

K. pukan kambing + dolomit + fosfat alam 0.21 0.65 0.65 1.72 K. pukan ayam + dolomit + fosfat alam 0.46 2.42 1.44 1.66 K. pukan kambing + dolomit+ fosfat alam +

pupuk hijau Thitonia`

0.18 1.28 0.32 1.13

Kontrol petani (K. pukan ayam) 0.35 3.87 1.57 2.73

Setyorini

at al.

2004

Lampiran 12 Konsentrasi Na tanah (ekstrak amonium asetat)

Perlakuan Na (me/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 0.07 0.07 0.07 0.07 0.11 0.03 0.00 0.05

2 0.07 0.07 0.07 0.07 0.06 0.05 0.06 0.06

3 0.06 0.06 0.06 0.06 0.02 0.02 0.03 0.02

4 0.06 0.06 0.07 0.06 0.08 0.06 0.06 0.07

5 0.06 0.07 0.07 0.07 0.05 0.02 0.09 0.05

(33)

Lampiran 13 Konsentrasi Ca tanah (ekstrak amonium asetat)

Perlakuan Ca (me/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 6.27 4.76 6.37 5.80 5.49 5.46 7.67 6.21

2 8.23 9.79 5.01 7.68 8.34 10.58 6.61 8.51

3 7.84 10.72 5.78 8.11 6.83 11.01 6.22 8.02

4 7.92 9.59 4.04 7.20 9.13 9.84 5.14 8.04

5 8.42 11.42 6.08 8.64 9.12 14.20 6.31 10.12

6 9.49 9.12 4.18 6.08 6.31 10.26 6.12 7.56

Lampiran 14 Konsentrasi Mg tanah (ekstrak amonium asetat)

Perlakuan Mg (me/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 1.17 0.70 1.12 1.00 1.03 0.87 1.67 1.19

2 1.12 1.48 0.74 1.11 1.39 2.42 1.16 1.66

3 0.78 1.51 0.70 1.00 1.24 2.48 1.13 1.62

4 1.17 2.28 1.30 1.58 1.90 1.70 1.23 1.61

5 2.06 2.47 2.16 2.23 1.54 1.93 1.71 1.73

6 2.15 2.03 0.81 1.67 1.68 1.29 1.22 1.40

Lampiran 15 Konsentrasi KTK tanah (ekstrak amonium asetat)

Perlakuan Mg (me/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 27.98 26.09 28.54 27.54 20.49 18.13 17.16 18.59 2 27.02 60.52 29.45 39.00 20.06 15.72 20.31 18.70 3 29.97 28.89 49.16 36.01 21.45 16.96 19.04 19.15 4 54.97 46.57 46.17 49.76 14.38 21.67 17.70 17.92 5 48.14 49.77 44.25 47.39 17.05 18.02 19.35 18.14 6 29.48 48.44 24.90 34.27 20.33 20.19 19.77 20.10

Lampiran 16 Konsentrasi P2O5 tanah (ekstrak Bray I)

Perlakuan P2O5 (mg/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 7 4 3 5 22 11 12 15

2 7 5 7 6 15 11 14 13

3 3 14 3 7 9 30 6 15

4 4 3 2 3 9 25 11 15

5 2 7 5 5 6 25 13 15

(34)

Lampiran 17 Konsentrasi P2O5 tanah (ekstrak HCl 25%)

Perlakuan P2O5(mg/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 144 101 88 111 105 83 97 95

2 144 89 91 108 113 105 90 103

3 143 119 82 115 111 105 84 100

4 105 82 81 89 105 88 85 93

5 103 142 91 112 88 121 90 100

6 110 99 132 114 105 109 95 103

Lampiran 18 Konsentrasi K2O tanah (ekstrak HCl 25%)

Perlakuan K2O(mg/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 79 65 89 78 96 76 99 90

2 66 84 92 81 69 101 80 83

3 52 88 54 65 60 92 70 74

4 53 86 47 62 71 88 82 80

5 51 73 76 67 66 87 133 95

6 69 64 41 58 110 75 85 90

Lampiran 19 Kadar air tanah sebelum tanam dan sesudah panen

Perlakuan K (me/100 g)

Sebelum tanam Setelah panen

I II III Rerata I II III Rerata

1 5.45 1.20 2.60 3.08 7.92 6.00 8.00 7.31

2 4.61 4.26 3.37 4.08 10.78 6.93 6.93 8.21

3 5.05 1.49 2.06 2.87 9.90 4.95 7.84 7.56

4 3.47 3.70 2.87 3.35 7.92 8.00 8.91 8.27

5 3.40 3.27 2.40 3.02 9.00 10.89 7.00 8.96

(35)

Lampiran 20 Data hasil analisis statistika

1. Perubahan kadar ion kalium sebelum tanam dan sesudah panen

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (1) sebelum, sesudah

N Median sebelum 3 0.13000 sesudah 3 0.18000

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.5127

The test is significant at 0.5002 (adjusted for ties) Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (2) sebelum, sesudah

N Median sebelum_1 3 0.1500 sesudah_1 3 0.2000

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.6625

The test is significant at 0.6579 (adjusted for ties) Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan(3) sebelum, sesudah

N Median sebelum_2 3 0.1200 sesudah_2 3 0.1200

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 1.0000

The test is significant at 1.0000 (adjusted for ties) Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (4) sebelum, sesudah

N Median sebelum_5 3 0.08000 sesudah_5 3 0.15000

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.1904

The test is significant at 0.1775 (adjusted for ties) Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan(5) sebelum, sesudah

N Median sebelum_3 3 0.1100 sesudah_3 3 0.1600

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827

The test is significant at 0.3687 (adjusted for ties) Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (6) sebelum, sesudah

N Median sebelum_4 3 0.0900 sesudah_4 3 0.1500

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.2752

The test is significant at 0.2683 (adjusted for ties) Tidak berbeda nyata

2. Perubahan kadar ion kalsium sebelum tanam dan sesudah panen

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (1) sebelum, sesudah

N Median sebelum 3 6.270 sesudah 3 5.490

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 1.0000 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (2) sebelum, sesudah

N Median sebelum_1 3 8.230 sesudah_1 3 8.340

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.6625 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (3) sebelum, sesudah

N Median sebelum_2 3 7.840 sesudah_2 3 6.830

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 1.0000 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (4) sebelum, sesudah

N Median sebelum_3 3 7.920 sesudah_3 3 9.130

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.6625 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (5) sebelum, sesudah

(36)

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.6625 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Kadar ion kalsium perlakuan (6) sebelum dan sesudah panen

N Median sebelum_5 3 9.120 sesudah_5 3 6.310

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 1.0000 Tidak berbeda nyata

3 Perubahan kadar ion magnesium sebelum tanam dan sesudah panen

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (1) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum 3 1.1200 sesudah 3 1.0300

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 1.0000 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (2) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_1 3 1.120 sesudah_1 3 1.390

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (3) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_2 3 0.780 sesudah_2 3 1.240

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (4) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_3 3 1.300 sesudah_3 3 1.700

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 1.0000 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (5) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_4 3 2.1600 sesudah_4 3 1.7100

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (6) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_5 3 2.030 sesudah_5 3 1.290

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.6625 Tidak berbeda nyata

4 Perubahan kapasitas tukar kation (KTK) sebelum tanam dan sesudah panen

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (1) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum 3 27.980 sesudah 3 18.130

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (2) sebelum, sesudah panen

N Median

sebelum_1 3 29.45 sesudah_1 3 20.06

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (3) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_2 3 29.97 sesudah_2 3 19.04

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (4) sebelum, sesudah panen

(37)

sebelum_3 3 46.57 sesudah_3 3 17.70

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (5) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_4 3 48.140 sesudah_4 3 18.020

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (6) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_5 3 29.48 sesudah_5 3 20.19

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

5 Perubahan P2O5 (ekstrak HCl 25%)sebelum tanam dan sesudah panen

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (1) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum 3 101.00 sesudah 3 97.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.6625 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (2) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_1 3 91.00 sesudah_1 3 105.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 1.0000 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (3) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_2 3 119.00 sesudah_2 3 105.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.6625 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (4) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_3 3 82.00 sesudah_3 3 88.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.5127 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (5) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_4 3 103.00 sesudah_4 3 90.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (6) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_5 3 110.00 sesudah_5 3 105.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827 Tidak berbeda nyata

6 Perubahan K2O(ekstrak HCl 25%)sebelum tanam dan sesudah panen

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (1) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum 3 79.00 sesudah 3 96.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (2) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_1 3 84.00 sesudah_1 3 80.00

(38)

Mann-Whitney Test and CI:Perlakuan (3) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_2 3 54.00 sesudah_2 3 70.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (4) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_3 3 53.00 sesudah_3 3 82.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (5) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_4 3 73.00 sesudah_4 3 87.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (6) sebelum, sesudah

N Median sebelum_5 3 64.00 sesudah_5 3 85.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

7 Perubahan P2O5 (ekstrak Bray I)sebelum tanam dan sesudah panen

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (1) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum 3 4.00 sesudah 3 12.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (2) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_1 3 7.000 sesudah_1 3 14.000

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809

The test is significant at 0.0765 (adjusted for ties) Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (3) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_2 3 3.00 sesudah_2 3 9.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3827

The test is significant at 0.3758 (adjusted for ties)Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (4) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_3 3 3.00 sesudah_3 3 11.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0809 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (5) sebelum, sesudah panen

N Median sebelum_4 3 5.00 sesudah_4 3 13.00

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.1904 Tidak berbeda nyata

Mann-Whitney Test and CI: Perlakuan (6) sebelum, sesudah panen

N Median

sebelum_5 3 6.000 sesudah_5 3 13.000

Gambar

Tabel 1 Susunan perlakuan pemupukan
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 6 Perubahan kapasitas tukar   kation tanah
+3

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu tertentu dalam konteks tertentu dan lebih banyak meneliti kehidupan sehari-hari.25 Penelitian kualitatif

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui motif masyarakat Surabaya menonton program acara ”Jam Malam” di Trans 7. Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat

Dari hasil uji regresi linear bertingkat yang disajikan pada tabel 7, diperoleh kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara variabel tingkat

Hasil analisis uji hipotesis menggunakan uji perbandingan ganda Scheffe menunjukkan bahwa selisih rata-rata kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2 lebih rendah dari

Sedangkan perlakuan J1 (500.000 tanaman per ha) memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap variabel pengamatan nisbah luas daun umur 2 BST, Tidak terdapat

@ingkat kasus aktual (terealisasi* dihitung dengan membagi pengeluaran perdagangan aktual dengan jumlah pengiriman sebenarn"a. @otal pengiriman aktual termasuk

dan solusi penerapan metode STAD dalam peningkatan keterampilan menyelesaikan soal cerita tentang pecahan pada kelas IV SDN 3 Jatirejo yaitu (a) Guru masih

Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai oleh status tidak jelas, nama diketahui, tidak memiliki hubungan kerabat, lawan bicara adalah teman, tidak memiliki pangkat